KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii...

142
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Transcript of KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii...

Page 1: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

FEBRUARI

2017

KAJIAN EKONOMI DAN

KEUANGAN REGIONAL

Page 2: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

website : www.bi.go.id

VISI BANK INDONESIA :

kredibel dan terbaik di regional

melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian

inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

MISI BANK INDONESIA :

1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi

kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi

yang berkualitas;

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien

serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk

mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi

pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional;

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang

berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan

stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan

akses dan kepentingan nasional;

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia

yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta

melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka

NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA :

-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai

untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity,

Professionalism, Excellence, Public Interest, dan Coordination and Teamwork

Page 3: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE

Page 4: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE

Page 5: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE

Page 7: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kata Pengantar

iii

BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan

perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan

ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I-2017 dengan penekanan

pada kondisi ekonomi makro regional antara lain, Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Daerah, Asesmen Inflasi Daerah, Asesmen Keuangan Pemerintah, Asesmen

Stabilitas Keuangan Daerah dan Pengembangan Ekonomi, Asesmen

Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah, Asesmen

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan, serta Prospek Perekonomian tahun 2017

berdasarkan indikator terkini. Analisis dilakukan berdasarkan data bulanan bank

umum, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, hasil

survei Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, data PDRB dan Inflasi yang

diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, serta data pendukung yang

diperoleh dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Riau dan

instansi/lembaga lainnya, termasuk informasi anekdotal terkait.

Tujuan dari penyusunan buku KEKR ini adalah untuk memberikan informasi kepada

stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau,

dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber

referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak

lain yang membutuhkan.

Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan

buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi

sangat diharapkan.

Pekanbaru, Februari 2017

Kepala Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi Riau

Siti Astiyah

Direktur

KATA PENGANTAR

Page 8: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kata Pengantar

iv

duduk di rumah memegang amanah

duduk di tanah memegang petuah

duduk di kampung menjadi payung

duduk di banjar bertunjuk ajar

duduk di ladang tenggang menenggang

duduk di negeri tahukan diri

duduk di dusun ia penyantun

duduk beramai elok perangai

apa tanda Melayu bertuah,

tahu berguru pada yang sudah

tahu berbuat pada yang ada

tahu memandang jauh ke muka

apa tanda Melayu terbilang,

dada lapang pandangan panjang

Page 9: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Daftar Isi

iv

HALAMAN

Kata Pengantar ........................................................................................ iii

Daftar Isi .................................................................................................. iv

Daftar Tabel ............................................................................................. vii

Daftar Grafik ............................................................................................ viii

Daftar Gambar.......................................................................................... xii

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih................................................................ xiii

RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................ 1

BAB 1. ASESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 10

1.

2.

Kondisi Umum............................................................

PDRB Sisi Penggunaan................................................

10

12

2.1 Konsumsi ......................................................... 13

2.2 Investasi (PMTB)................................................ 15

2.3 Ekspor dan Impor ............................................. 17

2.3.1. Ekspor ...................................................

2.3.2. Impor .....................................................

17

20

3. PDRB Sektoral ............................................................ 22

3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan....... 23

3.2 Sektor Pertambangan dan Penggalian ............... 26

3.3 Sektor Industri Pengolahan ............................... 28

3.4 Sektor Perdagangan, Besar dan Eceran, dan

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor.....................

30

DAFTAR ISI

Page 10: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Daftar Isi

v

BAB 2. ASESMEN INFLASI DAERAH ..................................................... 36

1. Kondisi Umum................................................................... 36

2.

Perkembangan Inflasi Provinsi Riau

2.1. Inflasi Kota.................................................................

2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru......................................

2.1.2. Inflasi Kota Dumai............................................

2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan....................................

2.2. Disagregasi Inflasi (yoy)..............................................

2.2.1. Inflasi Inti (Core)...............................................

2.2.2. Inflasi Volatile Foods.........................................

2.2.3. Inflasi Administered Price..................................

2.3. Prospek Perkembangan Harga Barang dan Jasa

Triwulan Berjalan........................................................

2.4. Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau..

37

41

41

42

43

44

45

47

48

49

50

BAB 3

BAB 4.

ASESMEN KEUANGAN PEMERINTAH..............................................

1. 1. Kondisi Umum.........................................................................

2. 2. Realisasi APBD Triwulan I 2016................................................

3. 2.1 Realisasi Pendapatan....................................................

4. 2.2 Realisasi Belanja............................................................

5.

6. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH DAN PENGEMBANGAN

UMKM

52

52

53

54

59

1. Kondisi Umum Perbankan.................................................... 59

2. Perkembangan Bank Umum................................................ 60

2.1. ............................. 60

2.2. . 62

2.3. 63

3.

4.

Intermediasi dan Risiko Perbankan

65

67

4.1. Ketahanan S . 67

4.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah.............. 70

4.3. .... 72

5. 74

Page 11: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Daftar Isi

vi

6. Perkembangan Bank Perkreditan .. 76

BAB 5 ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN

PENGELOLAAN UANG RUPIAH .....................................................

87

1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai.. 87

2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai.......................... 88

2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow - Outflow)...... 88

2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar..........................

2.3. Uang Rupiah Tidak Asli............................................

3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai................

3.1. Transaksi Kliring.......................................................

3.2. Layanan Keuangan Digital (LKD)...............................

Boks 5.1.Gambus : Gerakan Bumi Melayu Bebas Uang Lusuh

Boks 5.2. Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank

(KUPVA BB) Provinsi Riau

91

92

93

93

94

BAB 6 ASESMEN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN DAERAH......... 99

1. Kondisi Umum ........ 99

2.

3.

Ketenagakerjaan... .

Kesejahteraan Daerah........................................................

3.1. Penduduk Miskin Riau................................................

3.2. Garis Kemiskinan Riau ......

3.3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan

Kemiskinan (P2) Riau

3.4. Nilai Tukar Petani.........................................................

100

105

105

105

106

108

BAB 7

Boks 6. Mempercepat Pembangunan Infrastruktur Maritim untuk

Mendukung Peningkatan Kepariwisataan dan Pertumbuhan Ekonomi

yang Berkelanjutan

PROSPEK ...........

109

1. 109

2. Perkiraan Inflasi...... ............. 115

3. .. 117

Daftar Istilah xv

Page 13: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Tabel

vii

HALAMAN

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy) ............................. 12

Tabel 1.2. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau .............................. 14

Tabel 1.4. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) ................ 16

Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) ....... 20

Tabel 3.1. Ringkasan Realisasi APBD Provinsi Riau .............................................. 53

Tabel 3.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau ......................... 54

Tabel 3.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau ................................ 56

Tabel 4.1 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Riau ........................... 60

Tabel 4.2. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan .................. 63

Tabel 4.3. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi ...................................... 67

Tabel 4.4. Kredit Lokasi Proyek Menurut Sektor Ekonomi ..................................... 68

Tabel 4.5. Kredit UMKM di Provinsi Riau Menurut Sektor Ekonomi ...................... 73

Tabel 5.1. Historis Net Outflow Lebaran dalam 6 tahun terakhir ........................... 81

Tabel 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau SUmatera ................................ 86

Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 tahun keatas yang bekerja..................................... 87

Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Provinsi

Tabel 7.1. Perkembangan Pertumb

Tabel 7.2. Outlook Pereko

Tabel 7.3. Perkembangan Infl

DAFTAR TABEL

Page 14: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

viii

HALAMAN

Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy%) ..... 11

Grafik 1.2.Perkembangan Indeks Survei Ekspektasi Konsumen Riau ...................... 13

Grafik 1.3.Pergerakan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini ........................................ 14

Grafik 1.4.Kredit Konsumsi .................................................................................... 14

Grafik 1.5. Kredit Kendaraan Bermotor ................................................................ 14

Grafik 1.6. Indeks Suku Cadang dan Aksesori ....................................................... 14

Grafik 1.7. Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau ........................... 15

Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau ............................. 15

Grafik 1.9. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau ....................... 16

Grafik 1.10. Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau ......................... 16

Grafik 1.11. Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau ................................... 17

Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau ............................ 17

Grafik 1.13. Ekspor CPO Dunia ............................................................................. 17

Grafik 1.14. Pertumbuhan Ekspor dan Indeks Dollar ............................................. 17

Grafik 1.15 Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah. ... 18

Grafik 1.16. Perkembangan Ekspor Non Migas Riau .............................................. 19

Grafik 1.17. Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau ............ 19

Grafik 1.18. Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier ............................. 19

Grafik 1.19. Perkembangan Impor Barang Konsumsi ............................................. 19

Grafik 1.20. Perkembangan Harga Karet .............................................................. 21

Grafik 1.21. Perkembangan Harga Sawit .............................................................. 21

Grafik 1.22. Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian ............................. 21

Grafik 1.23. Perkembangan Kredit Perkebunan Kelapa Sawit ................................ 21

Grafik 1.24. Pertumbuhan Subse 22

Grafik 1.25. Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau ............................. 22

Grafik 1.26. Perkembangan Kegiatan Usaha di Provinsi Riau ................................. 22

Grafik 1.27. Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan ........... 24

DAFTAR GRAFIK

Page 15: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

ix

Grafik 1.28. Indeks Makanan Minuman dan Tembakau ....................................... 24

Grafik 1.29. Pertumbuhan Sektor Perdagangan Berdasarkan Subsektor ............. 25

Grafik 1.30. Jenis Pengeluaran Rumah Tangga ................................................... 25

Grafik 1.31. Perkembangan Kredit Durable Goods di Riau .................................... 25

Grafik 1.32. Indeks Barang Tahan Lama ................................................................ 25

Grafik 1.33. Kredit Konstruksi ............................................................................... 26

Grafik 1.34. Konsumsi

Grafik 1.36. Likert Scale

29

Grafik 1.41. Lifting

Grafik 1.43.

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) .............................. 38

Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy) ................................ 38

Grafik 2.3. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa (yoy) .................. 39

Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) ............ 39

Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw II di Provinsi Riau (qtq) .............................. 40

Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw II

2016 di Riau (qtq) ............................................................................. 41

Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw II

(2011-2015) .................................................................................... 42

Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru

Tw II 2016 ........................................................................................ 43

Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis

Tw II (2011-2015) ............................................................................. 43

Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai

Tw II 2016 ......................................................................................... 43

Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan ............................................. 44

Page 16: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

x

Grafik 2.12. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota

Tembilahan Tw II 2016 ....................................................................... 44

Grafik 2.13. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) ............................................... 45

Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) .................................... 46

Grafik 2.15. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD ............................. 46

Grafik 2.16. Perkembangan Harga Emas Dunia .................................................... 46

Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable

Goods (yoy) ....................................................................................... 46

Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) ............................... 47

Grafik 2.19. Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan di

Kota Pekanbaru ................................................................................ 47

Grafik 2.20. Perkembangan Harga ...... .48

Grafik 2.22. Perkembangan Inflasi Administered Price

...50

50

Grafik 4.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau ............................ 61

Grafik 4.2. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok ................ 61

Grafik 4.3. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank ......... 61

Grafik 4.4. Pangsa Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank ..................... 61

Grafik 4.5. Perkembangan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan ............. 62

Grafik 4.6. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan ............... 62

Grafik 4.7. Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan...................... 64

Grafik 4.8. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan ....................... 64

Grafik 4.9. Perkembangan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta ................ 65

Grafik 4.10. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta .................. 65

Grafik 4.11. Perkembangan LDR di Provinsi Riau ................................................ 65

Grafik 4.12. Perkembangan Non Performing Loan (NPL) di Provinsi Riau ............ 66

Grafik 4.13. Perkembangan NPL Sektoral di Provinsi Riau Triwulan I-2016 ........... 66

Grafik 4.14. Pangsa NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Tw I-2016 ........... 66

Grafik 4.15. NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Tw I-2016 ...................... 66

Grafik 4.16. Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.I-2016 .............. 68

Page 17: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

xi

Grafik 4.17. Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.I-2016 ............... 68

Grafik 4.19. Perkembangan Kredit Perumahan ................................................... 70

Grafik 4.20. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor ................................... 70

Grafik 4.21. Perkembangan Kredit Multiguna ..................................................... 70

Grafik 4.22. Perkembangan Kredit Durable Goods ............................................ 70

Grafik 4.23. Indeks Penghasilan Konsumen dan Indeks Konsumsi Barang Tahan

71

Grafik 4.24. Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM ............................ 72

Grafik 4.25. Pangsa Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha .............................. 72

Grafik 4.26. Perkembangan NPL Kredit UMKM .................................................. 73

Grafik 4.27. NPL Sektoral UMKM Triwulan I-2016 (%) ...................................... 73

Grafik 4.28. Perkembangan Aset Perbankan Syariah .......................................... 74

Grafik 4.29. Perkembangan DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan ... 74

Grafik 4.30. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah Menurut Jenis

Penggunaan ................................................................................... 75

Grafik 4.31. Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Secara Sektoral ............ 75

Grafik 4.32. Perkembangan NPL Perbankan Syariah ........................................... 76

Grafik 4.33. Perkembangan FDR Perbankan Syariah .......................................... 76

Grafik 4.34. Perkembangan Aset BPR/S ............................................................. 77

Grafik 4.35. Perkembangan DPK BPR/S .............................................................. 77

Grafik 4.36. Perkembangan Kredit BPR/S ........................................................... 77

Grafik 4.37. Penyaluran Kredit Sektoral ............................................................. 77

Grafik 4.38. Perkembangan NPL BPR/S .............................................................. 78

Grafik 4.39. Perkembangan LDR BPR/S .............................................................. 78

Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau ........................ 80

Grafik 5.2. Perkembangan Inflow dan Outflow Bulanan Tw.I-2016 .............. 80

Grafik 5.3. Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan ........................................ 82

Grafik 5.4. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Riau .............. 83

Grafik 5.5. Perkembangan Nilai Transaksi Kliring di Riau .................................. 84

Grafik 5.6. Perkembangan Volume Transaksi Kliring di Riau Growth ................ 84

Grafik 6.1. Perkembangan TPAK Riau Feb-2016 ............................................... 86

Grafik 6.2. Tingkat Pengangguran Terbuka Feb-2016 ........................................ 86

Grafik 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja ............................... 87

Page 18: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

xii

Grafik 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja ................................. 88

Grafik 6.5. Jumlah Jam Kerja Per Minggu Feb-2016 .......................................... 89

Grafik 6.6. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan .............................................. 89

Grafik 6.7. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan ........................ 89

Grafik 6.8. Perkembangan Penduduk Miskin Riau ............................................. 90

Grafik 6.9. Sebaran Penduduk Miskin Riau .......................................................... 90

Grafik 6.10 Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan Riau .......................... 92

Grafik 6.11. Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan Riau ......................... 92

Grafik 7.1 Perkembangan Indeks Keyakinan

Grafik 7.2 Perkembangan Indeks Ek

Grafik 7.3 Perkembangan Harga Bumbu-bu

Grafik 7.4 Perkembangan Harga Daging Segar dan Hasilnya di Kota Pekanbaru...98

Page 19: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Gambar

xii

HALAMAN

Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw I 2016 dibandingkan dengan

Historisnya (yoy)........................................................................

37

DAFTAR GAMBAR

Page 20: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Tabel Indikator

xiii

I II III IV I II III IV

Indeks Harga Konsumen*) :

- Prov insi Riau 118,39 120,73 121,55 123,08 123,63 123,04 123,53 128,05

- Kota Pekanbaru 117,98 120,31 121,04 122,80 123,16 122,29 125,12 127,95

- Kota Dumai 118,50 120,83 122,16 122,75 124,23 124,48 125,91 127,63

- Kota Tembilahan 122,58 124,94 125,77 126,62 127,48 128,23 129,02 129,89

Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) :

- Prov insi Riau 6,17 7,39 5,70 2,65 4,42 1,92 3,27 4,04

- Kota Pekanbaru 6,16 7,53 5,70 2,71 4,39 1,65 3,37 4,19

- Kota Dumai 6,50 7,29 6,21 2,63 4,84 3,02 3,07 3,98

- Kota Tembilahan 5,63 6,23 4,71 2,06 4,00 2,63 2,58 2,58

Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) (0,03) (2,06) (1,36) 4,39 2,74 2,75 1,26 2,22

Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 2.596,67 3.009,73 2.558,21 2.670,62 2.220,90 2.633,10 2.825,90 3.542,48

Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 4.348,07 5.124,70 4.697,83 5.378,75 4.183,82 4.311,28 4.667,19 5.726,23

Nilai Impor Non Migas (Juta USD) 304,74 280,97 303,32 195,42 265,06 308,58 269,62 230,97

Volume Impor Non Migas (ribu Ton) 723,88 531,30 482,82 390,43 670,27 657,14 635,96 607,88

I II III IV I II III IV

Bank Umum

Total Aset (dalam Rp Juta) 90.534.888 98.451.429 95.323.470 81.686.208 84.514.141 87.150.773 87.903.910 88.418.334

DPK (dalam Rp Juta) 66.525.297 70.420.859 69.189.487 62.050.178 62.588.183 65.616.219 66.367.322 66.694.915

- Giro 15.108.109 15.301.001 14.785.606 9.874.611 11.909.735 11.691.981 11.296.303 10.170.171

- Tabungan 27.139.376 27.688.804 28.427.087 31.117.804 28.694.078 30.903.236 31.178.733 34.332.524

- Deposito 24.277.812 27.431.054 25.976.795 21.057.764 21.984.370 23.021.002 23.892.287 22.192.220

Kredit (dalam Rp Juta) 52.401.716 54.012.485 54.946.577 56.538.247 56.252.232 58.325.238 58.407.053 58.391.877

- Modal Kerja 16.078.784 16.801.235 16.801.524 17.653.632 17.488.673 18.650.406 18.611.309 18.292.928

- Investasi 16.716.814 17.125.784 17.428.770 17.480.648 17.203.391 17.571.645 17.133.957 16.796.593

- Konsumsi 19.606.118 20.085.465 20.716.283 21.403.968 21.560.168 22.103.187 22.661.787 23.302.356

- LDR (%) 78,77 76,70 79,41 91,12 89,88 88,89 88,01 87,55

- NPL (%) 3,64 4,16 4,34 3,71 4,07 3,98 3,91 3,44

Kredit UMKM (dalam Rp Juta) 19.809.940 20.212.276 19.894.360 19.884.668 19.905.368 20.633.645 20.495.810 20.384.469

- Mikro 5.461.112 5.531.045 5.465.328 5.645.990 5.835.773 6.105.089 6.081.458 6.201.696

- Kecil 7.439.193 7.775.301 7.771.320 7.687.958 7.791.884 8.063.526 8.000.244 7.987.938

- Menengah 6.909.635 6.905.929 6.657.713 6.550.721 6.277.711 6.465.029 6.414.108 6.194.835

NPL UMKM (%) 6,20 6,71 7,41 6,76 7,65 7,69 7,29 6,26

BPR

Total Aset (dalam Rp Juta) 1.189.489 1.185.757 1.186.762 1.228.315 1.246.785 1.252.252 1.289.943 1.330.013

DPK (dalam Rp Juta) 847.560 857.250 881.188 877.171 895.393 911.325 947.369 983.399

- Tabungan 364.632 349.230 353.742 348.011 347.972 337.076 359.182 363.207

- Deposito 482.929 508.020 527.447 529.160 547.421 574.250 588.187 620.193

Kredit (dalam Rp Juta) - berdasarkan lokasi proyek 864.307 911.096 916.504 907.081 916.870 957.829 953.911 957.239

Rasio NPL (%) 14,45 13,84 14,39 12,92 14,08 13,76 14,07 13,21

LDR (%) 101,98 106,28 104,01 103,41 102,40 105,10 100,69 97,34

20162015

B. PE RBANKAN

INDIKATOR

INDIKATOR20162015

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH

Page 21: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Tabel Indikator

xiv

C. S IS TE M PE MBAYARAN

I II III IV I II III IV

(111.261) 2.575.811 1.801.608 3.405.622 (264.922) 5.668.369 175.963 3.999.341

1.798.608 1.405.848 2.414.612 1.224.352 2.253.374 1.293.835 3.014.802 1.521.300

1.687.347 3.981.659 4.216.220 4.629.974 1.988.452 6.962.203 3.190.765 5.520.641

Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 185.727 303.590 171.823 313.207 799.259 614.941 955.228 766.843

Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) *) 89.640 109.603 88.477 68.937 - - - -

Volume Transaksi RTGS (lembar) *) 31.363 32.636 30.853 13.564 - - - -

Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 1.446 1.797 1.404 1.094 - - - -

Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) 506 535 490 215 - - - -

Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) 7.881 5.163 8.684 7.366 6.890 6.560 6.374 6.607

Volume Transaksi Kliring (lembar) 254.005 135.164 237.984 206.110 209.067 194.424 191.425 201.373

Rata-rata Harian Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) 127 85 138 117 113 104 106 105

Rata-rata Harian Volume Transaksi Kliring (lembar) 62 61 63 63 61 63 60 63

2015 2016

Inflow (dalam Rp Juta)

Outflow (dalam Rp Juta)

Posisi Kas Gabungan (dalam Rp Juta)

INDIKATOR

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH

Page 22: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

RINGKASAN EKSEKUTIF

Page 23: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Page 24: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Page 25: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Page 26: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Page 27: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Page 28: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Page 29: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Page 30: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Page 31: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

10

1. KONDISI UMUM

Searah dengan perekonomian nasional, perekonomian Riau pada triwulan IV-

2016 tumbuh sebesar 2,22% (yoy), mengalami peningkatan dibandingkan triwulan

III-2016 yang tercatat sebesar 1,26% (yoy). Peningkatan tersebut terutama terjadi

pada konsumsi pemerintah dan investasi. Konsumsi pemerintah meningkat cukup

tinggi setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi. Meningkatnya

konsumsi pemerintah juga menjadi salah satu faktor pendorong utama

meningkatnya pertumbuhan investasi. Dari sisi penawaran, peningkatan terjadi di

seluruh sektor utama kecuali sektor pertambangan yang cenderung melanjutkan tren

penurunan dalam 5 tahun terakhir. Meningkatnya kinerja sektor konstruksi tidak

terlepas dari meningkatnya realisasi belanja pemerintah terutama di bidang

Bab 1 ASESMEN PERTUMBUHAN

EKONOMI DAERAH

Page 32: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

11

infrastruktur. Selain itu, meningkatnya pertumbuhan sektor pertanian dan industri

pengolahan tidak terlepas dari meningkatnya produksi kelapa sawit pasca musim

trek, serta perbaikan harga komoditas internasional. Di sisi lain, momentum perayaan

hari besar keagamaan pada triwulan IV-2016 mendorong kenaikan kinerja sektor

perdagangan besar dan eceran di Provinsi Riau. Secara keseluruhan tahun

pertumbuhan ekonomi Riau 2016 tercatat sebesar 2,23% (yoy), meningkat

dibandingkan tahun 2015 yang hanya tumbuh sebesar 0,22% (yoy). Peningkatan

tersebut utamanya bersumber dari kenaikan pertumbuhan konsumsi swasta

dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara dari sisi penawaran, pertumbuhan

bersumber dari sektor perkebunan, industri pengolahan, dan perdagangan yang

tercatat tumbuh meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Demikian juga dengan

kontraksi sektor pertambangan dan penggalian yang menunjukkan perbaikan

dibandingkan tahun lalu.

Meningkatnya perekonomian Riau 2016 sejalan dengan pertumbuhan ekonomi

Nasional dan Sumatera yang masing-masing tumbuh sebesar 5,02% dan 4,29%

(yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,88% dan 3,53% (yoy).

Angka pertumbuhan tersebut juga mencerminkan bahwa pertumbuhan ekonomi

Riau masih lebih rendah dibandingkan Nasional dan Sumatera. Apabila dilihat dari

pertumbuhan ekonomi tanpa migas Riau sebesar 3,74% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 2,03% (yoy).

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%)

Sumber: BPS

Memasuki triwulan I-2017, indikasi perbaikan perekonomian masih cukup kuat.

Kinerja perekonomian Riau pada triwulan mendatang diperkirakan masih ditopang

oleh permintaan domestik yang kuat. Peningkatan ini utamanya didorong oleh

peningkatan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi. Adanya

4,94

4,49

2,22

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Nasional Sumatera Riau

Page 33: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

12

kenaikan Upah Minimum Regional Provinsi Riau dari Rp2.095.000,- pada tahun 2016

menjadi Rp2.266.723 pada tahun 2017 atau sekitar 8,20%, serta momentum

perbaikan harga komoditas perkebunan dan potensi peningkatan harga minyak

sawit Indonesia diperkirakan mampu mendorong daya beli masyarakat sehingga

dapat memberikan dampak yang cukup baik bagi pertumbuhan konsumsi rumah

tangga. Di sisi lain, pengesahan APBD yang lebih cepat dari pengesahan APBD tahun

lalu serta masih berlanjutnya proyek infrastruktur strategis pemerintah juga

diperkirakan dapat mendorong kenaikan konsumsi pemerintah, sekaligus

meningkatkan investasi yang saat ini masih cenderung wait and see. Di samping itu,

perbaikan harga komoditas dan kondisi perekonomian negara mitra dagang juga

diperkirakan mampu memberikan dampak terhadap peningkatan kinerja sektor

perkebunan dan industri pengolahan. Adanya indikasi kenaikan harga barang pada

awal tahun 2017 turut mendorong peningkatan kinerja sektor perdagangan. Dengan

demikian, perekonomian Riau pada triwulan I-2017 diperkirakan meningkat

dibandingkan triwulan IV-2016 pada kisaran 2,0 3,0% (yoy). Meskipun demikian,

masih terdapat beberapa faktor risiko yang mewarnai perekonomian Riau ke depan

yang perlu diantisipasi lebih lanjut. Salah satunya terkait dengan ketidakpastian

ekonomi global yang masih cukup tinggi dapat menahan perbaikan harga

komoditas.

2. PDRB SISI PENGGUNAAN

Searah dengan perekonomian Nasional, perekonomian Riau pada triwulan IV-2016

mengalami peningkatan dari 1,26% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 2,22% (yoy).

Namun angka pertumbuhan tersebut masih di bawah pertumbuhan ekonomi

Nasional dan Sumatera yang masing-masing sebesar 4,94% dan 4,49 (yoy). Adapun

sumber pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan IV-2016 utamanya didorong oleh

peningkatan dari sisi domestik. Meningkatnya permintaan domestik terutama

bersumber dari kenaikan konsumsi pemerintah dan investasi, sementara konsumsi

rumah tangga tumbuh melambat dan ekspor terkontraksi lebih dalam.

Meningkatnya konsumsi pemerintah pada akhir tahun 2016 didorong oleh upaya

pemerintah daerah dalam merealisasikan anggaran menjelang tutup buku 2016. Hal

ini terlihat dari peningkatan realisasi belanja pemerintah daerah baik belanja barang

dan jasa maupun belanja modal sehingga turut mendorong meningkatnya

Page 34: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

13

pertumbuhan dari sisi investasi. Sementara itu, momentum perbaikan harga

komoditas perkebunan belum dapat memberikan dampak yang cukup baik bagi

perdagangan di Provinsi Riau yang tercermin dari kinerja ekspor yang terkontraksi

lebih dalam, sementara pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga masih tumbuh

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Secara keseluruhan tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Riau tercatat sebesar 2,23%

(yoy), masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi Nasional dan Sumatera yang

sebesar 5,02% dan 4,29% (yoy). Namun demikian realisasi pertumbuhan ekonomi

Riau tersebut lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi Riau 2015 yang

sebesar 0,22% (yoy). Meningkatnya perekonomian Riau 2016 didorong oleh

kenaikan konsumsi swasta dari 0,29% (yoy) pada tahun 2015 menjadi 2,65% (yoy)

pada tahun 2016. Sementara konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan

investasi meski tercatat tumbuh namun tidak setinggi tahun sebelumnya. Di sisi lain,

kinerja ekspor masih melanjutkan tren menurun meskipun tidak sedalam kontraksi

pada tahun 2016. Pertumbuhan ekonomi Riau 2016 utamanya didorong oleh

membaiknya net ekspor bukan dari meningkatnya kinerja ekspor luar negeri yang di

tahun 2016 tumbuh relatif tetap dibandingkan tahun 2015. Masih terkontraksinya

pertumbuhan net ekspor juga disebabkan oleh tingginya impor. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa perbaikan ekonomi negara mitra dagang yang secara

fundamental masih relatif terbatas dan perbaikan harga komoditas belum

memberikan dampak yang cukup besar bagi perkembangan permintaan ekspor.

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy)

I II III IV I II III IV

1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6,00 6,36 5,92 5,56 5,95 6,42 5,76 5,08 4,32 5,38 2,03 1,90

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT (0,07) (1,61) 0,70 2,09 0,29 2,89 3,14 2,77 1,82 2,65 0,00 0,01

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2,27 1,17 3,30 7,39 3,75 (1,69) 6,88 (4,50) 4,07 1,34 0,13 0,05

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 1,61 2,40 5,31 6,79 4,06 2,96 3,32 3,57 4,48 3,60 1,23 1,17

5. Ekspor Luar Negeri (30,63) (17,75) (9,55) 1,96 (15,27) (4,60) (13,09) (5,42) (34,34) (15,35) (4,96) (3,88)

6. Impor Luar Negeri (7,10) (8,25) (17,42) 4,17 (7,65) (3,97) 14,64 11,61 27,43 11,99 (0,29) 0,49

7. Net Ekspor 0,16 (1,43) (12,00) (0,54) (3,86) (1,43) (1,85) (4,32) (2,69) (2,61) (1,17) (0,69)

PDRB (0,01) (2,13) (1,38) 4,45 0,22 2,74 2,75 1,26 2,22 2,23 0,22 2,23

Komponen Pengeluaran2016 2015 2016

Kontribusi

Pertumbuhan (%)2016 2015

2015

Growth (% yoy)

Sumber : BPS

Page 35: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

14

2.1. Konsumsi

Konsumsi rumah tangga Provinsi

Riau pada triwulan IV-2016

tercatat sebesar 4,32% (yoy),

melambat jika dibandingkan

triwulan sebelumnya yang

mencapai 5,08% (yoy). Secara

tahunan pertumbuhan konsumsi

rumah tangga tahun 2016

melambat dari 5,95% (yoy) pada

tahun 2015 menjadi 5,38% (yoy). Melambatnya konsumsi rumah tangga

dipengaruhi oleh kenaikan harga barang yang tercermin dari realisasi inflasi tahun

2016 yang mencapai 4,04% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang hanya

sebesar 2,65% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi yang terjadi di hampir seluruh

kelompok barang dan jasa, ditambah perbaikan kondisi perekonomian yang masih

terbatas menekan kemampuan daya beli masyarakat. Perlambatan konsumsi rumah

tangga ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Keyakinan

Ekonomi (IKE) yang berada pada level pesimis (di bawah batas 100) (Grafik 1.2). Pada

triwulan laporan, IEK tercatat sebesar 103,83% lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya yang sebesar 124,67%. Menurunnya ekspektasi konsumen terhadap

kondisi saat ini juga terindikasi dari kredit kendaraan bermotor (Grafik 1.3) dan kredit

durable goods yang tumbuh melambat secara tahunan (Grafik 1.4).

Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Survei Ekspektasi Konsumen Riau

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 1.3. Kredit Kendaraan Bermotor

Sumber: LBU Bank Indonesia

Grafik 1.4. Kredit Durable Goods

Sumber: LBU Bank Indonesia

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan

2012 2013 2014 2015 2016 2017

IKKIKEIEKGaris 100

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

0

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

Persen (%)Rp. MiliarKendaraan growth (yoy)

-100

-50

0

50

100

150

200

250

300

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

Persen (%)Rp Miliar Durable Goods growth (yoy)

Page 36: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

15

Sementara itu, konsumsi pemerintah pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar

4,07% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat kontraksi

sebesar 4,50% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah pada

triwulan IV-2016 sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan realisasi

terutama belanja langsung dan infrastruktur. Namun demikian pertumbuhan

konsumsi pemerintah secara keseluruhan tahun 2016 hanya sebesar 1,34% (yoy) di

bawah realisasi tahun 2015 yang mencapai 3,75% (yoy). Hal ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain faktor kehati-hatian dalam merealisasikan anggaran,

penundaan DAU untuk Pemerintah Provinsi Riau dan beberapa Kab/Kota di Riau

sedangkan sebagian besar Kab/Kota tidak memiliki anggaran SILPA, dan

pemotongan DBH akibat berkurangnya lifting migas dan menurunnya harga minyak

dunia. Realisasi belanja pemerintah Provinsi Riau tahun 2016 tercatat sebesar

83,22% atau Rp 8,63 triliun dari total yang dianggarkan sebesar Rp10,37 Triliun.

Namun realisasi ini tercatat lebih tinggi jika dibandingkan tahun 2015 yang hanya

mencapai 68,15% atau sebesar Rp7,76 triliun (Tabel 1.2).

Tabel 1.2. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau

Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2017 diperkirakan meningkat. Adapun

faktor-faktor yang dapat mendorong peningkatan konsumsi rumah antara lain

perbaikan harga komoditas yang diharapkan memberikan dampak terhadap

kenaikan daya beli masyarakat, serta persepsi akan membaiknya penghasilan sejalan

dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) diperkirakan dapat mendorong

realisasi konsumsi masyarakat (Grafik 1.5). Disisi lain, pengesahan APBD-P yang lebih

cepat dibandingkan tahun 2015 diharapkan mampu mendorong realisasi konsumsi

pemerintah yang lebih baik. Monitoring anggaran secara lebih intensif juga

merupakan salah satu faktor pendorong utama pertumbuhan konsumsi pemerintah.

Jumlah

Anggaran

(triliun)

Realisasi

(triliun)

%

Realisasi

Jumlah

Anggaran

(triliun)

Realisasi

(triliun)

%

Realisasi

Pendapatan Daerah 7,407 6,911 93,3 7,233 6,736 93,13

Belanja Daerah 11,388 7,761 68,15 10,365 8,625 83,22

Pembiayaan Daerah 3,981 3,982 100,01 3,132 3,132 100,01

Surplus/(Defisit) -3,981 -0,850 21,35 -3,132 -1,889 60,33

Uraian

2015 2016

Sumber : BPKAD

Page 37: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

16

Grafik 1.5 Upah Minimum Provinsi Riau

2.2. Investasi (PMTB)

Perkembangan investasi (PMTB)

di Riau pada triwulan IV-2016

tercatat sebesar 4,48% (yoy),

meningkat jika dibandingkan

triwulan III-2016 yang tercatat

sebesar 3,57% (yoy). Indikator

terkini menunjukkan kenaikan

kinerja investasi seiring dengan

meningkatnya investasi sektor

swasta dan pemerintah meskipun ada kemungkinan bias ke bawah. Beberapa faktor

pendorong pertumbuhan investasi pada triwulan berjalan antara lain: i) ekspansi

investasi existing dan program maintenance perusahaan industri pengolahan dan

perhotelan; ii) masih berlanjutnya proyek infrastruktur strategis seperti jalan tol trans

sumatera yang melewati Pekanbaru-Dumai seluar 131.475 Km, serta pembangunan

jalur kereta api di 4 titik yakni Rantau Prapat-Dumai (249 Km), Duri-Pekanbaru (90

Km), Pekanbaru-Muaro (164 Km), Pekanbaru-Jambi (350 Km); iii) adanya penurunan

suku bunga acuan diharapkan menurunkan tingkat suku bunga bank; iv) relaksasi

LTV diharapkan meningkatkan investasi properti (sektor konstruksi); dan v) insentif

tax amnesty diharapkan mendorong peningkatan masuknya dana segar sehingga

dapat meningkatkan kapasitas permodalan. Kondisi ini juga terkonfirmasi dari

peningkatan realisasi investasi sejumlah pelaku usaha yang terelaksasi dari hasil

liaison (Grafik 1.6). Kegiatan investasi di subsektor pengolahan kelapa sawit berupa

1.1

40

.00

0

1.2

87

.00

0

1.5

20

.00

0

1.7

20

.00

0

1.9

10

.00

0

2.1

29

.65

0

2.3

05

.34

6

-

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

-

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

gro

wth

(%

yoy)

Rp

UMK (Rp)

Growth (% yoy)

Grafik 1.6. Likert Scale Investasi

Sumber: Liaison Bank Indonesia

-1,50

-1,00

-0,50

0,00

0,50

1,00

1,50

-3,00

-2,50

-2,00

-1,50

-1,00

-0,50

0,00

0,50

1,00

1,50

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

Penjualan Ekspor

Kapasitas Utilisasi

SK Gubernur Riau No.1058/XI/2016 tanggal 21 November 2016 tentang Upah Minimum Kab/Kota se-Provinsi Riau Tahun 2017

Page 38: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

17

replanting. Contact liaison menginformasikan bahwa pada akhir tahun 2016

dilakukan replanting perkebunan seluas 4.000 Ha dari 11.000 Ha luas perkebunan

yang ada. Investasi oleh grup perusahaan berupa pembangunan pabrik biodiesel

pada tahun 2017 di daerah Lubuk Gaung. Selain itu, untuk meningkatkan supply

tenaga listrik di pabrik dan derah sekitar, perusahaan yang bergerak di subsektor

pengolahan kelapa melakukan investasi berupa pembangunan power plant.

Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan investasi Riau 2016 yang sebesar 3,60%

(yoy) tidak setinggi tahun 2015 yang mencapai 4,06% (yoy). Hal ini juga tercermin

dari realisasi PMA dan PMDN yang relatif lebih rendah dibandingkan tahun

sebelumnya. Kondisi ini dipengaruhi oleh sikap wait and see pelaku usaha terhadap

kondisi pertumbuhan ekonomi Riau selama tahun 2016. Sampai dengan triwulan I-

2017, investasi diperkirakan tumbuh positif dan relatif meningkat dibandingkan

triwulan IV-2016, seiring dengan meningkatnya realisasi investasi swasta dan

pemerintah yang diharapkan dapat mendorong gairah investasi di Riau yang

tentunya tidak terlepas dari berbagai kemudahan perizinan yang ditawarkan.

2.3 Ekspor dan Impor

2.3.1. Ekspor

Kinerja ekspor barang dan jasa pada triwulan IV-2016 mengalami kontraksi sebesar

34,34%, lebih dalam dibandingkan dengan triwulan III-2016 yang mengalami

Grafik 1.7. Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau

Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

-200

-100

0

100

200

300

400

500

600

-

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

3.000.000

3.500.000

4.000.000

4.500.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

% yoyRp RibuRealisasi PMDN growth (yoy)

-500

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

-

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

% yoyUSD RibuRealisasi PMA growth (yoy)

Page 39: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

18

kontraksi sebesar 5,42%. Secara keseluruhan tahun 2016, perkembangan ekspor

Riau masih relatif stabil dari kontraksi 15,27% (yoy) menjadi kontraksi 15,35% (yoy).

Tabel 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton)

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau,

menurunnya ekspor terutama bersumber dari subsektor industri pengolahan karet

yang cenderung melanjutkan tren penurunan sejak awal tahun 2016. Contact

menginformasikan bahwa selama harga karet belum mengalami perbaikan yang

signifikan, perkembangan ekspor karet belum akan menunjukkan perbaikan yang

optimal. Perusahaan lebih memilih untuk berhati-hati dalam melakukan penjualan

terutama pada saat harga karet jatuh. Namun untuk penjualan yang bersifat kontrak

jangka waktu tertentu, buyer dapat menunda waktu pengiriman barang khususnya

apabila harga dinilai kurang menguntungkan. Kuatnya bargaining power buyer juga

dipengaruhi oleh sistem penentuan harga yang dikuasai oleh pihak asing. Sementara

itu, adanya pembatasan ekspor sebesar 2.000 ton per bulan untuk menaikkan harga

saat ini belum membuahkan hasil yang diharapkan. Contact liaison di Provinsi Riau

cenderung mengabaikan peraturan terkait pembatasan ekspor tersebut, menyusul

pelanggaran batasan ekspor yang telah dilakukan oleh Thailand terlebih dahulu. Hal

ini juga dikonfirmasi oleh Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (GAPKINDO)

Cabang Pekanbaru yang menyatakan tidak terdapat sanksi yang tegas untuk

pelanggaran tersebut sehingga pengusaha cenderung melakukan ekspor di atas

batas yang diizinkan saat harga sedang tinggi. Meskipun demikian, stok bahan baku

I II III IV 2015 2016 2015 2016Makanan dan Hewan Bernyawa 1.733,24 385,3 343,4 363,7 515,4 1.607,7 8,87 8,51 6,09 (7,24) Tembakau dan Minuman 27,93 7,5 8,3 4,6 5,2 25,5 0,14 0,14 (5,86) (8,53) Barang Mentah 2.920,53 685,8 774,1 792,9 894,3 3.147,1 14,94 16,66 0,67 7,76 Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 119,06 40,1 23,2 - - 63,2 0,61 0,33 (79,99) (46,89) Minyak dan Lemak Nabati 12.563,28 2.455,3 2.562,9 2.861,6 3.731,3 11.611,1 64,26 61,47 23,23 (7,58) Bahan Kimia 541,85 172,3 169,4 179,7 140,4 661,8 2,77 3,50 (58,66) 22,13 Barang Manufaktur 1.643,43 437,4 429,9 464,7 439,6 1.771,5 8,41 9,38 (1,05) 7,80 Mesin dan Peralatan 0,01 0,3 0,2 - 0,0 0,5 0,00 0,00 (98,98) 0,00 Hasil Olahan Manufaktur 0,01 - - - 0,0 0,0 0,00 0,00 429,05 (96,79) Koin, bukan mata uang - - - - - - - - - -

19.549,34 4.183,8 4.311,3 4.667,2 5.726,2 18.888,5 100,00 100,00 6,67 (3,38)

Pangsa (%)201620162015

yoy (%)

Total

Jenis

Page 40: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

19

yang terus berkurang akibat alih fungsi lahan membuat kinerja usaha pengolahan

karet semakin tertekan.

Di sisi lain, peningkatan ekspor terutama bersumber dari komoditas CPO (Grafik 1.9)

dan Pulp seiring dengan proyeksi peningkatan produksi pulp salah satu pemain besar

industri pulp and paper besar di Riau yang mencapai di atas 10% (Grafik 1.10).

Namun demikian perbaikan ekspor ini masih tertahan akibat gejolak ekonomi di

Amerika Serikat, Eropa dan Tiongkok yang masih berlanjut sehingga berdampak

terhadap terbatasnya permintaan terhadap komoditas utama tersebut.

Grafik 1.9. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau

Grafik 1.10. Perkembangan Volume Ekspor Pulp Riau

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.11. Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.12 Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Berdasarkan negara tujuan ekspornya, penurunan permintaan ekspor berasal dari

China dan ASEAN yang pada triwulan IV-2015 masing-masing sebesar 1.188 ribu

ton dan 787 ribu ton, atau secara tahunan permintaan dari kedua negara tersebut

menurun 2,86% dan 8,66% (yoy) menjadi 1.154 ribu ton dan 719 ribu ton pada

triwulan IV-2016.

(40,00)

(20,00)

-

20,00

40,00

60,00

80,00

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

%y

oy

rib

u t

on

Volume growth

(20,00)

(10,00)

-

10,00

20,00

30,00

40,00

-

100,00

200,00

300,00

400,00

500,00

600,00

700,00

800,00

900,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

%yo

y

rib

u t

on

Volume growth

(120,00)

(100,00)

(80,00)

(60,00)

(40,00)

(20,00)

-

20,00

40,00

60,00

-

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

350,00

400,00

450,00

500,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

%yo

y

ribu t

on

Volume growth

-100

-50

0

50

100

150

200

250

-

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

%yo

y

rib

u t

on

Volume growth

Page 41: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

20

Adapun sumber peningkatan volume ekspor pada triwulan laporan terutama berasal

dari India dan MEE yang masing-masing tercatat sebesar 863 ribu ton dan 764 ribu

ton, meningkat 19,90% dan 1,11% (yoy) dibandingkan triwulan IV-2015 yang

masing-masing sebesar 720 ribu dan 756 ribu ton.

Grafik 1.15 Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Seiring dengan mulai membaiknya perekonomian negara mitra dagang dan

meningkatnya harga komoditas perkebunan, kinerja ekspor triwulan I-2017

diperkirakan meningkat. Namun demikian, terdapat beberapa faktor yang dapat

menahan pertumbuhan ekspor Riau ke depan yaitu mulai diberlakukannya kebijakan

786 762 1.078 1.034 678 759 766 1.024 965 780 869 942 681 891 971 1.188

773 797 849 1.154

511 481

787 675 835 818 635

920 598

538 651 990

510 798 644

720

524 677 822 863 783 733

842 922 851 662 814

920

691 651 548

518

580

637 606 787

622 550 576

719 734 563

600 901 644 585 658

609

573 432

589

759

592

570 587

756

501 545 584

764 1.343

1.257

1.433 1.457

1.830 1.657 1.558

1.667

1.617 1.717

1.892

1.988

1.985

2.228

1.890

1.928

1.763 1.741 1.837

2.226

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

rib

u t

on

Cina India ASEAN MEE Lainnya

Grafik 1.13 Ekspor CPO Dunia (Juta MT)

Grafik 1.14. Pertumbuhan Ekspor Non Migas Riil

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

50.000

Other Benin Thailand Papua New Guinea Malaysia Indonesia

Sumber: USDA

Sumber: Recent Economic Development BI

Page 42: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

21

compound rubber1 Tiongkok sehingga diproyeksikan akan menurunkan demand dari

Tiongkok, black campaign CPO di kawasan Eropa, meningkatnya proteksi industri

dalam negeri maupun industri produk substitusi, pembatasan volume ekspor karet

terkait kesepakatan tri partit (Indonesia, Malaysia, Thailand) untuk mendorong

kenaikan harga dan kembali tertekannya harga minyak dunia menyebabkan

perbaikan harga komoditas yang tidak optimal, penerapan amandemen Solas2 1972

per 1 Juli 2016 terkait Verifikasi Berat Peti Kemas yang belum diiringi dengan

sosialisasi yang memadai dikhawatirkan menghambat aktivitas ekspor, serta

terjadinya gangguan produktivitas sawit akibat tingginya curah hujan. Dari pasar

keuangan gobal, risiko antara lain berasal dari arah kebijakan pemerintah AS dan

frekuensi kenaikan suku bunga lanjutan di AS tahun 2017, serta proses

penyeimbangan ekonomi dan penyehatan sektor keuangan di Tiongkok.

2.3.2. Impor

Perkembangan impor barang dan jasa Provinsi Riau pada triwulan IV-2016 tercatat

meningkat 27,43% (yoy), tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya

yang sebesar 11,61% (yoy). Meningkatnya impor terutama bersumber dari

komoditas non migas (Grafik 1.16). Jika dilihat dari jenis barang, impor barang modal

dan intermedier (Grafik 1.17 dan Grafik 1.18) tercatat mengalami peningkatan

dibandingkan triwulan lalu. Secara keseluruhan tahun 2016, impor juga tercatat

lebih tinggi yaitu mencapai 11,99% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang

mengalami kontraksi sebesar 7,65%. Namun peningkatan impor ini tertahan dengan

menurunnya impor barang konsumsi yang juga terindikasi dari menurunnya

konsumsi rumah tangga akibat masih terbatasnya perbaikan kondisi perekonomian

Riau.

1 Kebijakan Compound Rubber merupakan kebijakan yang diterapkan pemerintah Tiongkok

dalam menerapkan standar baru karet kompon yang berpengaruh terhadap bea masuk yang

dikenakan pemerintah setempat. 2 Amandemen SOLAS (Safety of Life at Sea) mengatur tentang keselamatan kapal dan berat

kotor peti kemas yang diangkut untuk melindungi keselamatan kapal dagang dan efektifitas

arus barang

Page 43: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

22

Impor luar negeri pada triwulan I-2017 diperkirakan tumbuh lebih tinggi

dibandingkan triwulan IV-2016. Hal ini dipicu oleh mulai meningkatnya daya beli

masyarakat serta penguatan nilai tukar yang pada triwulan IV-2016 secara rata-rata

tercatat sebesar Rp13.774,34/USD, membaik jika dibandingkan rata-rata nilai tukar

rupiah pada triwulan III-2016 yang sebesar Rp13.850,88/USD (Grafik 1.20). Namun

masih belum optimalnya kapasitas utilisasi perusahaan di tengah gejolak ekonomi

global berpotensi menahan laju impor.

Grafik 1.20 Nilai Tukar Rupiah terhadap USD

12.500

12.700

12.900

13.100

13.300

13.500

13.700

13.900

14.100

14.300

14.500

Jan

Feb

Mar

Ap

r

May Jun

Jul

Au

g

Sep

Oct

No

v

Dec Jan

Feb

Mar

Ap

r

May Jun

Jul

Au

g

Sep

Oct

No

v

Dec

2015 2016

1 USD/Rp Rata-rata Triwulanan

Rp Thd USD

Grafik 1.16. Perkembangan Impor Non Migas Riau

Grafik 1.17. Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau

Grafik 1.18. Perkembangan Impor Barang Intermedier

Grafik 1.19. Perkembangan Impor Barang Konsumsi

-100

0

100

200

300

400

500

600

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

% yoyRibu Ton Impor Non Migas growth

(200)

(100)

-

100

200

300

400

500

600

700

800

-

20

40

60

80

100

120

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

% yoyRibu Ton Barang Modal growth

(100)

-

100

200

300

400

500

600

700

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

% yoyRibu Ton Barang Intermedier growth

(200)

(100)

-

100

200

300

400

500

600

-

5

10

15

20

25

30

35

40

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

% yoyRibu Ton Barang Konsumsi growth

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Sumber : Bank Indonesia

Page 44: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

23

3. PDRB SEKTORAL

Kinerja sektor utama perekonomian Provinsi Riau pada triwulan IV-2016 secara

umum menunjukkan peningkatan. Meningkatnya pertumbuhan dari sisi penawaran

terutama bersumber dari empat sektor utama yaitu sektor perkebunan, industri

pengolahan, konstruksi, dan perdagangan besar eceran, sementara sektor

pertambangan dan penggalian terkontraksi lebih dalam seiring dengan natural

declining yang terus berlanjut. Berakhirnya musim trek pada bulan Agustus 2016

mendorong peningkatan hasil perkebunan khususnya kelapa sawit. Selain itu adanya

perbaikan harga komoditas dapat memberikan dampak yang optimal terhadap

kinerja industri pengolahan. Di sisi lain, adanya perayaan Hari Besar Keagamaan

Nasional (HKBN) dan realisasi belanja langsung maupun infrastruktur pemerintah

turut mendorong peningkatan kinerja sektor perdagangan dan konstruksi.

Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%)

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Secara keseluruhan tahun 2016, sektor perkebunan, industri pengolahan, dan

perdagangan tercatat tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2015. Demikian juga

dengan kontraksi sektor pertambangan dan penggalian yang menunjukkan

I II III IV

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,35 3,66 4,63 3,06 4,55 3,98 0,08 0,92

Pertambangan dan Penggalian -6,91 -1,53 -3,19 -5,26 -6,81 -4,22 -2,12 -1,18

Industri Pengolahan 3,61 5,13 4,15 3,20 5,94 4,61 0,86 1,13

Pengadaan Listrik, Gas 6,43 15,90 15,64 14,79 8,28 13,52 0,00 0,01

Pengadaan Air 2,41 2,00 -1,15 -0,79 -1,70 -0,45 0,00 0,00

Konstruksi 6,39 3,84 4,87 5,25 5,63 4,92 0,51 0,41

Perdagangan Besar, Eceran, Rep. Mobil Motor 1,63 4,93 6,60 3,61 4,46 4,88 0,14 0,46

Transportasi dan Pergudangan 5,38 4,52 4,46 2,46 1,02 3,06 0,04 0,03

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,89 5,47 6,10 1,67 -0,12 3,17 0,01 0,02

Informasi dan Komunikasi 7,15 4,21 5,19 6,26 4,12 4,95 0,04 0,03

Jasa Keuangan 0,35 1,83 8,47 5,96 6,53 5,65 0,00 0,05

Real Estate 8,34 1,91 0,51 1,12 2,52 1,52 0,07 0,01

Jasa Perusahaan 7,67 0,19 1,34 1,64 7,11 2,64 0,00 0,00

Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jam. Sos. 4,39 -3,53 3,31 -2,69 1,58 -0,30 0,07 0,00

Jasa Pendidikan 6,35 0,63 2,64 0,98 -1,34 0,68 0,03 0,00

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9,94 0,17 1,03 0,93 0,13 0,56 0,02 0,00

Jasa lainnya 10,14 5,65 6,27 6,02 7,39 6,35 0,04 0,03

0,22 2,74 2,75 1,26 2,22 2,23 0,22 2,23

2,03 3,61 4,16 2,82 4,37 3,74 2,03 3,74

2016

Kontribusi

Pertumbuhan (%)

20152016 2016

Growth (yoy)

2015

PDRB

PDRB Tanpa Migas

Uraian

Page 45: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

24

perbaikan dibandingkan tahun lalu. Sementara, sektor konstruksi tercatat tumbuh

melambat sejalan dengan realisasi investasi yang tidak setinggi tahun 2015.

Hingga triwulan I-2017, kinerja sektor perkebunan dan industri pengolahan

diperkirakan meningkat seiring dengan perbaikan harga komoditas dan kondisi

perekonomian negara mitra dagang yang diperkirakan mampu memberikan dampak

terhadap kenaikan permintaan.

3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Provinsi Riau pada triwulan IV-2016

tercatat tumbuh 4,55% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan

triwulan III-2016 sebesar 3,06% (yoy). Peningkatan tersebut utamanya bersumber

dari subsektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian yang tercatat

sebesar 5,68% (yoy), tumbuh meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan

sebelumnya yang sebesar 3,43% (yoy). Secara keseluruhan, laju pertumbuhan sektor

pertanian, kehutanan, dan perikanan pada tahun 2016 juga mengalami peningkatan

yaitu 3,98% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan realisasi 2015 yang hanya sebesar

0,35% (yoy).

Meningkatnya kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan pada triwulan

laporan terindikasi dari peningkatan produksi TBS pasca musim trek sejak Agustus

2016 lalu. Peningkatan produksi juga diikuti dengan perbaikan harga kelapa sawit

dan karet baik lokal maupun global (Grafik 1.21 dan Grafik 1.22).

Grafik 1.21. Perkembangan Harga Karet

Sumber: Bloomberg

Grafik 1.22. Perkembangan Harga Sawit

Sumber : Bloomberg

1,30

1,50

1,70

1,90

2,10

2,30

2,50

2,70

13.000

14.000

15.000

16.000

17.000

18.000

19.000

20.000

21.000

I II II IV I II III IV I*

2015 2016 2017

Bokar

Karet Dunia

Rp/Kg $/MT

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

2.000

2.200

I II II IV I II II IV I II II IV I II II IV I II II IV I II II IV I II III IV I*

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

TBS CPO

Rp/Kg $/MT

Page 46: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

25

Berdasarkan informasi dari contact liaison, produktivitas sawit semester I-2016

berada pada titik yang rendah seiring dengan terjadinya musim trek sehingga

menyebabkan terbatasnya suplai TBS yang secara otomatis mendorong kenaikan

harga TBS dan CPO, namun excess supply minyak nabati pada triwulan III-2016

menekan kenaikan harga komoditas global. Pada dasarnya beberapa faktor yang

menyebabkan volatilitas harga komoditas dunia ini, antara lain kondisi ekonomi

internasional, volume permintaan dan pasokan, fluktuasi nilai tukar dan pergerakan

harga minyak dunia.

Grafik 1.23. Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian

Sumber: BPS Provinsi Riau

Grafik 1.24. Likert Scale Pertanian

Sumber : Liaison Bank Indonesia

Grafik 1.25. Nilai Tukar Petani

Sumber : LBU Bank Indonesia

Grafik 1.26. Inflasi Pedesaaan

Sumber : LBU Bank Indonesia

Di sisi lain, sebagian besar penduduk di Provinsi Riau bekerja sebagai buruh/karyawan

dan terkonsentrasi pada sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, dan

perikanan. Besarnya komposisi penduduk yang bekerja di sektor pertanian

berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani terutama pada saat terjadi

tekanan dari sisi harga komoditas internasional yang terus mengalami penurunan.

Hal ini terlihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Riau yang pada triwulan IV-2016

-2,00

-1,50

-1,00

-0,50

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

% yoy

Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian

Perikanan

Kehutanan dan Penebangan Kayu

-4,00

-3,00

-2,00

-1,00

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Penjualan Domestik

Penjualan Ekspor

88

90

92

94

96

98

100

102

104

100

105

110

115

120

125

130

135

I II III IV I II III IV

2015 2016

Indeks Diterima Petani

Indeks Dibayar Petani

Nilai Tukar Petani

(20)

(15)

(10)

(5)

-

5

88

90

92

94

96

98

100

102

104

I II III IV I II III IV

2015 2016Nilai Tukar Petani g Total Inflasi Pedesaan

Page 47: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

26

tercatat sebesar 102,23 meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang

sebesar 99,11 (Grafik 1.25)3. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai yang diterima

petani lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan. Selain itu, tekanan inflasi

pedesaan juga mengalami penurunan sehingga menyebabkan daya beli petani masih

relatif baik (Grafik 1.26).

Sementara itu, panen raya kedua tanaman pangan pada awal tahun 2017

diperkirakan mendorong membaiknya kinerja sektor pertanian pada triwulan

mendatang. Beberapa faktor yang mendorong peningkatan kinerja sektor ini antara

lain adalah adanya kontrak penjualan biodiesel pemerintah dengan perusahaan di

Riau serta program pemerintah yang cukup baik di bidang pertanian seperti,

intensifikasi dan perluasan areal tanam padi, jagung, kedelai melalui peningkatan

indeks pertanaman, bantuan alat produksi pertanian berupa traktor roda empat dan

handtractor kepada petani, program penanaman 284.417 hektar jagung pada tahun

2016, program pembagian kapal tangkap ikan bagi nelayan, serta perluasan area

tanam bawang merah dengan jumlah insentif Rp37,5 juta per hektar.

Adapun beberapa faktor yang berpotensi menahan laju pertumbuhan sektor

pertanian antara lain: i) belum disahkannya RTRW yang berdampak terhadap izin

sertifikat lahan yang tidak bisa dikeluarkan sehingga bantuan dana untuk replanting

kelapa sawit terhambat; dan ii) preferensi Tiongkok untuk mulai menggunakan

kedelai dibandingkan dengan kelapa sawit seiring dengan berkembangnya industri

peternakan serta selisih harga yang rendah.

3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Kinerja sektor pertambangan Riau pada triwulan IV-2016 mengalami kontraksi

sebesar 6,81% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi triwulan sebelumnya yang

sebesar 5,26% (yoy). Semakin dalamnya kontraksi terutama bersumber dari

penurunan kinerja pertambangan minyak dan gas bumi yang pada triwulan IV-2016

tercatat kontraksi sebesar 7,49% (yoy), turun lebih dalam dibandingkan triwulan III-

2016 yang sebesar 5,61% (yoy) sebagaimana ditunjukkan Grafik 1.27. Namun

3 Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu indikator untuk mengetahui gambaran tentang

perkembangan tingkat pendapatan petani dari waktu ke waktu sebagai dasar kebijakan untuk

memperbaiki tingkat kesejahteraan petani. NTP dihitung dengan menggunakan rasio indeks

harga yang dibayar petani dengan yang diterima petani (dalam persen).

Page 48: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

27

demikian, secara keseluruhan tahun 2016, kontraksi sektor pertambangan dan

penggalian mengalami perbaikan dari 6,91% (yoy) pada tahun 2015 menjadi 4,22%

(yoy). Contact liaison pada triwulan

laporan menginformasikan bahwa

cadangan minyak bumi masih cukup

banyak, namun mahalnya teknologi

yang dibutuhkan untuk kegiatan lifting

minyak bumi melalui secondary

recovery mengakibatkan perusahaan

tidak mampu untuk melakukannya.

Hal ini juga makin ditekan oleh

perkembangan harga minyak dunia yang masih terbatas (Grafik 1.31). Turunnya

lifting minyak dan gas bumi (Grafik 1.28) mengakibatkan porsi ekspor berkurang

sehingga produksi yang ada digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Grafik 1.28. Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau

Sumber: Kementerian ESDM

Grafik 1.29. Perkembangan Kegiatan Usaha Pertambangan di Provinsi Riau

Sumber: SKDU Bank Indonesia

Grafik 1.30. Perkembangan Harga Batubara

Grafik 1.31. Harga Minyak Dunia

Sumber: Bloomberg

Sumber : Bloomberg

(16,00)

(14,00)

(12,00)

(10,00)

(8,00)

(6,00)

(4,00)

(2,00)

-

2,00

4,00

-

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

350,00

400,00

450,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

yo

y,%

rib

u b

are

l/h

ari

Lifting growth

-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

I II III IV I II III IV I II III IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV

2013 2014 2015 2016

SBT

(30,00)

(20,00)

(10,00)

-

10,00

20,00

30,00

40,00

-

10

20

30

40

50

60

70

80

90

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

%

US

D/M

T

Coal Growth

-

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

140,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

US

D/b

bl

Minyak WTI

Minyak Minas

Grafik 1.27. Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian

-4,00

-3,00

-2,00

-1,00

0,00

1,00

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

% yoy

Pertambangan Minyak dan GasBumi

Pertambangan Batubara dan Lignit

Sumber: BPS Provinsi Riau

Page 49: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

28

Kontraksi sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2016 juga menunjukkan

perbaikan kontraksi yang cukup signifikan dari kontraksi 67,98% pada tahun 2015

menjadi 10,46% (yoy). Perbaikan kinerja di sektor pertambangan batubara ini sejalan

dengan perkembangan harga batubara dunia yang mulai menunjukkan peningkatan

akibat menurunnya produksi batubara di Tiongkok dan Amerika Serikat sehingga

perusahaan berupaya untuk terus mempertahankan produksi dalam rangka menjaga

eksistensi perusahaan dan memenuhi kontrak dengan buyer pada triwulan laporan

(Grafik 1.30).

Kinerja lifting minyak bumi di Riau ke depannya diperkirakan akan semakin menurun

akibat penurunan produktivitas sumur minyak yang sudah tua (natural declining) dan

minimnya penemuan sumber cadangan minyak baru yang produktif di Provinsi Riau.

Oleh sebab itu, pada triwulan berjalan subsektor pertambangan dan penggalian

diperkirakan akan mengalami kontraksi yang semakin dalam. Secara alamiah, lifting

migas mengalami penurunan seiring dengan cadangan minyak yang semakin

berkurang dan usia sumur yang tua serta keterbatasan untuk melakukan eksplorasi

baru. Akibatnya, produksi migas secara alamiah turun sekitar 8-12% per tahun

namun dengan investasi yang dilakukan penurunan dapat ditekan menjadi 6-7%.

Penurunan tersebut secara langsung berdampak terhadap perkiraan kontraksi yang

lebih dalam pada sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan I-2017 seiring

dengan tingginya proporsi minyak dan gas terhadap sektor tersebut.

3.3. Sektor Industri Pengolahan

Kinerja sektor industri pengolahan

(termasuk industri pengolahan

migas) pada triwulan IV-2016

tumbuh sebesar 5,94% (yoy),

mengalami peningkatan jika

dibandingkan triwulan III-2016

yang tumbuh sebesar 3,20%

(yoy). Meningkatnya kinerja sektor

industri pengolahan pada triwulan

laporan utamanya didorong oleh peningkatan kinerja subsektor industri makanan

dan minuman (Grafik 1.32). Meningkatnya kinerja industri pengolahan juga

Grafik 1.32. Pertumbuhan Industri Pengolahan

Sumber: BPS Prov. Riau (diolah)

-0,50

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

% yoy

Industri Batubara dan Pengilangan Migas

Industri Kertas dan Barang dari Kertas

Industri Makanan dan Minuman

Page 50: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

29

tercermin dari angka pertumbuhan tahunan yang sebesar 4,61% (yoy), tumbuh lebih

tinggi dibandingkan 2015 yang sebesar 3,61% (yoy).

Meningkatnya kinerja sektor industri pengolahan sejalan dengan peningkatan sektor

pertanian, kehutanan, dan perkebunan (Grafik 1.33). Berdasarkan hasil liaison

triwulan IV-2016, peningkatan kinerja perusahaan yang bergerak di subsektor

pengolahan kelapa sawit didorong oleh meningkatnya permintaan produk turunan

CPO. Hal ini dikonfirmasi oleh perusahaan yang bergerak dalam memproduksi

produk turunan CPO seperti minyak goreng dan biodiesel. Khusus untuk biodiesel,

terjadi peningkatan yang siginifikan dalam permintaan biodiesel dalam negeri pada

tahun 2016 dibandingkan tahun 2015. Total penjualan biofuel dan biodiesel salah

satu perusahaan biofuel dan biodiesel terbesar di Indonesia pada tahun 2016

diperkirakan mencapai 1,3 juta ton. Jumlah ini jauh meningkat dibandingkan tahun

2015 yang hanya mampu menjual 360 ribu ton. Rendahnya penjualan di tahun 2015

disebabkan karena harga minyak dunia menurun sehingga harga biofuel dan

biodiesel kurang kompetitif. Sejak pertengahan tahun 2015, pemerintah membuat

langkah yang melegakan industri biofuel dalam negeri, dengan melakukan

pembelian biofuel untuk produksi biosolar bagi Pertamina. Pemerintah memberikan

subsidi dengan membeli biofuel pada level harga yang menguntungkan bagi

pengusaha yang berasal dari dana pungutan ekspor CPO yang mencapai 50 USD/ton.

Hal ini juga dilakukan dalam rangka pemenuhan mandatori campuran penggunaan

biodiesel ke dalam bahan bakar nabati mencapai 20%.

Grafik 1.33 Likert Scale Industri Pengolahan

Sumber : Liaison Bank Indonesia

Grafik 1.34. Indeks Makanan, Minuman dan Tembakau

Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia

Kinerja industri pengolahan pada triwulan berjalan diperkirakan meningkat sejalan

dengan kebijakan 15% biodiesel kelapa sawit dalam BBN semakin digencarkan

sehingga meningkatkan penyerapan domestik. Selain itu, peningkatan penjualan

-4,00

-3,00

-2,00

-1,00

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Penjualan Domestik

Penjualan Ekspor

60

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Makanan, Minuman dan Tembakau

Indeks Total

Page 51: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

30

domestik di subsektor industri pengolahan CPO menjadi Biodiesel terjadi akibat

didorong oleh peningkatan permintaan dari Pemerintah untuk mensuplai Pertamina.

Adapun faktor yang berpotensi menahan laju pertumbuhan sektor ini antara lain: i)

Black campaign CPO di Eropa, dalam bentuk penerapan bea masuk dan kewajiban

adanya label POF (Palm Oil Free), serta dari negara lain seperti India, Rusia dan

Tiongkok yang menerapkan adanya bea masuk; ii) pasokan BBM yang masih cukup

tinggi menyebabkan kembali rendahnya harga minyak dunia sehingga juga

memberikan tekanan bagi perkembangan harga komoditas perkebunan; iii)

keterbatasan pasokan TBS akibat persaingan dengan perusahaan indusri sejenis,

terutama pada saat harga membaik sehingga produksi perusahaan meningkat seiring

dengan meningkatnya permintaan; iv) tindakan anti dumping kertas oleh Amerika

Serikat; dan v) harga gas industri yang masih relatif tinggi serta adanya penyesuaian

tarif listrik yang berpotensi meningkatkan biaya dan menekan margin usaha.

3.4. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan

Sepeda Motor

Kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor

pada triwulan IV-2016 tercatat meningkat dari 3,61% (yoy) pada triwulan III-2016

menjadi 4,46% (yoy) pada triwulan IV-2016. Meningkatnya pertumbuhan sektor ini

didorong oleh peningkatan kinerja subsektor perdagangan mobil, sepeda motor dan

reparasinya serta perdagangan besar dan eceran yang pada triwulan IV-2016

masing-masing tumbuh sebesar 5,24% dan 4,17% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya yang masing-masing sebesar 3,29% dan 3,73% (yoy)

sebagaimana Grafik 1.35. Kondisi ini sejalan dengan pengeluaran rumah tangga

(Grafik 1.36) yang secara umum menunjukkan peningkatan. Secara tahunan, sektor

perdagangan juga tercatat tumbuh positif sebesar 4,88% (yoy), meningkat

dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 1,63% (yoy).

Page 52: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

31

Grafik 1.35. Pertumbuhan Sektor Perdagangan berdasarkan subsektor

Sumber: BPS Provinsi Riau

Grafik 1.36 Jenis Pengeluaran Rumah Tangga

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Sejalan dengan hal tersebut, peningkatan kinerja sektor perdagangan besar dan

eceran juga tercermin dari meningkatnya Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama

(Grafik 1.38) triwulan IV-2016 yang berada pada level optimis 107,25 lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya yang berada pada level 104,75. Peningkatan

konsumsi barang tahan lama ini juga didorong oleh apresiasi nilai tukar pada akhir

tahun 2016 yang menyebabkan harga sparepart, suku cadang dan aksesoris lebih

murah dan terjangkau sehingga mendorong kinerja sektor perdagangan ke depan.

Hingga triwulan I-2017 kinerja sektor perdagangan diperkirakan terus meningkat

seiring dengan perbaikan harga komoditas yang terus berlanjut, kenaikan upah

minimum, dan relatif terjaganya tingkat inflasi diharapkan dapat mendorong daya

beli masyarakat.

-0,20

-0,10

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

% yoy Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya

Perdagangan Besar dan Eceran

100

120

140

160

180

200

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

Bahan makananMakanan jadi, Minuman, Rokok, dan TembakauPerumahan, Listrik, Gas, dan Bahan BakarSandangKesehatan

Grafik.1.37. Likert Scale Perdagangan

Sumber: Liaison Bank Indonesia

Grafik.1.38. Indeks Barang Tahan Lama

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

-4,00

-3,00

-2,00

-1,00

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Penjualan Domestik

Penjualan Ekspor9

9,0

0

94

,50

98

,40

10

0,0

0

10

0,0

0

10

4,0

0

11

8,5

0

10

5,0

0

10

8,7

3

90

,33

77

,00

99

,00

81

,20

10

5,7

4

10

4,7

5

10

7,2

5

0

20

40

60

80

100

120

140

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

Page 53: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

32

3.5. Sektor Konstruksi

Kinerja sektor konstruksi pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 5,63% (yoy),

meningkat dibandingkan triwulan III-2016 sebesar 5,25% (yoy). Hal ini terkonfirmasi

dari peningkatan kredit konstruksi (Grafik 1.39) dan konsumsi semen (Grafik 1.39)

pada triwulan IV-2016. Peningkatan kinerja sektor konstruksi tercermin dari

meningkatnya realisasi penyaluran dan pertumbuhan kredit konstruksi berdasarkan

lokasi bank di Provinsi Riau yang pada triwulan laporan tercatat membaik dari

kontraksi 6,01% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi kontraksi 2,01% (yoy)

sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 1.38. Selain itu, volume realisasi konsumsi

semen yang pada triwulan laporan tumbuh positif sebesar 5,45% (yoy), meningkat

jika dibandingkan triwulan III-2016 yang terkontraksi sebesar 3,77% (yoy). Dilihat

dari volumenya, konsumsi semen pada triwulan IV-2016 mencapai 576,20 ribu ton,

lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2016 maupun triwulan yang sama periode

2015 yang masing-masing sebesar 450,54 dan 546,40 ribu ton (Grafik 1.40).

Meskipun pertumbuhan investasi tahun 2016 hanya sebesar 4,88% (yoy) atau tidak

setinggi tahun 2015 yang sebesar 6,39% (yoy), terjaganya pertumbuhan positif

investasi tersebut didorong oleh beberapa faktor diantaranya masih berlanjutnya

proyek infrastruktur strategis seperti jalan tol dan pembangunan jalur kereta api;

perbaikan kondisi permodalan karena adanya penurunan suku bunga acuan yang

diharapkan dapat mendorong menurunnya tingkat suku bunga bank; kebijakan tax

amnesti diharapkan meningkatkan kapasitas permodalan, serta relaksasi LTV yang

berpotensi meningkatkan investasi properti (sektor konstruksi).

Grafik.1.39. Kredit Konstruksi

Sumber: LBU Bank Indonesia

Grafik.1.40. Konsumsi Semen

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

0

0,5

1

1,5

2

2,5

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Persen (%)Rp. TriliunKredit Konstruksi g - yoy

-20

-10

0

10

20

30

40

50

-

100,00

200,00

300,00

400,00

500,00

600,00

700,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

%

rib

u T

on

Konsumsi Semen g-yoy

Page 54: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

33

Memasuki triwulan I-2017, kinerja sektor konstruksi diperkirakan agak sedikit

melambat. Kondisi ini sejalan dengan pola belanja pemerintah dan realisasi investasi

yang kecenderungannya mulai meningkat pada triwulan kedua. Masih tumbuh

positifnya kinerja sektor ini dapat menimbulkan optimisme bagi pelaku usaha

terhadap membaiknya daya beli masyarakat ke depan. Sebaliknya, apabila pelaku

swasta khawatir dalam merealisasikan investasinya terkait dengan kepatuhan wajib

pajak, terutama untuk penjualan rumah premium yang tercermin dari undisbursed

loan di kategori konstruksi yang didominasi oleh perumahan premium, dapat

menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan sektor konstruksi. Demikian juga

dengan belum disahkannya RTRW masih menjadi faktor penghambat dalam

pengembangan sektor tersebut.

Page 55: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

35

1. KONDISI UMUM

Sejalan dengan perkiraan Bank Indonesia, inflasi Provinsi Riau pada triwulan IV

2016 mengalami peningkatan. Meningkatnya tekanan inflasi terutama bersumber

dari peningkatan inflasi volatile food akibat gangguan produksi di daerah pemasok

terutama komoditas bumbu-bumbuan dan daging segar yang mengalami

peningkatan harga secara signifkan. Selain itu, peningkatan juga terjadi pada

kelompok administered price akibat penyesuaian tarif listrik dan kenaikan harga

rokok, serta kelompok core akibat peningkatan harga nasi dengan lauk, sewa

rumah dan kontrak rumah. Namun demikian tekanan inflasi yang lebih tinggi pada

kedua kelompok tersebut tertahan oleh penurunan harga emas perhiasan, minyak

goreng dan gula pasir (kelompok core) serta relatif stabilnya tarif angkutan udara

(kelompok administered price). Relatif terkendalinya laju inflasi di Provinsi Riau tidak

ASESMEN

INFLASI DAERAH

Bab 2

Page 56: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

36

terlepas dari berbagai koordinasi aktif Bank Indonesia, Pemerintah Daerah, dan

instansi terkait lainnya akan terus dilakukan dan difokuskan pada upaya menjamin

ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi untuk meminimalisir tekanan inflasi

yang lebih tinggi.

2. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI RIAU

Inflasi Riau pada triwulan IV-2016 tercatat 4,04% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

triwulan III-2016 yang sebesar 3,27% (yoy), dan lebih tinggi dibandingkan akhir

tahun 2015 yang sebesar 2,65% (yoy). Kondisi ini berbanding terbalik dengan

perkembangan inflasi nasional yang menunjukkan penurunan dari 3,07% (yoy)

pada triwulan III-2016 menjadi 3,02% (yoy) pada triwulan IV-2016, dan lebih

rendah dibandingkan realisasi inflasi tahun 2015 yang sebesar 3,35% (yoy). Jika

dilihat realisasi inflasi provinsi di Sumatera tahun 2016, inflasi terendah terjadi di

Provinsi Lampung sebesar 2,78% (yoy), sementara tertinggi terjadi di Provinsi

Bangka Belitung 6,75% (yoy) .

Gambar 2.1. Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional Tw IV2016

dibandingkan dengan Historisnya (yoy)

Inflasi se-Sumatera Tahun 2016

Inflasi 3 Tahun Terakhir

Sumber : BPS, diolah

Secara tahunan, meningkatnya tekanan inflasi Riau bersumber dari ketiga

komponen baik core, volatile food maupun administered price. Peningkatan

Sumbar

4,89

Aceh

3,95

Sumut

6,34

Riau4,04%

Babel

6,75

Bengkulu

5,00

Lampung

2,78

Kepri

3,53

Sumsel

3,58

Jambi

4,39

8.36

3.35 3.02

8.65

2.65

4.04

8.62

3.05

4.53

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

2014 2015 2016

% yoy Nasional Riau SumateraNasional

3,02%

Page 57: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

37

tekanan inflasi secara signifikan terjadi pada kelompok volatile food terutama

bersumber dari kenaikan harga cabai merah akibat curah hujan yang tinggi

sehingga menyebabkan gagal panen di daerah sentra produksi seperti Sumatera

Utara dan Sumatera Barat. Selain itu tekanan inflasi volatile food juga bertambah

oleh peningkatan harga daging ayam ras dan telur ayam ras yang disebabkan

meningkatnya permintaan komoditas tersebut menjelang Natal dan Tahun Baru

2017. Meningkatnya tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok administered price

dan kelompok core akibat meningkatnya tarif listrik pada bulan Oktober 2016,

harga rokok kretek dan rokok kretek filter karena meningkatnya tarif cukai rokok

(administered price), serta meningkatnya harga nasi dengan lauk, sewa rumah dan

kontrak rumah (core).

Gambar 2.2. Inflasi dan Sumbangan/Kontribusi Kelompok Barang dan Jasa (yoy)

Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di Kota

Pekanbaru mencapai 4,19% (yoy), diikuti oleh Kota Dumai dan Kota Tembilahan

masing-masing 3,98% dan 2,58% (yoy). Tekanan inflasi di Kota Pekanbaru dan

INFLASI RIAU

2.65

4.42

1.92

3.27

4.04

IV I II III IV

2015 2016

INFLASI CORE VOLATILE FOOD ADMINISTERED PRICE

3.99

9.22

2.59

8.839.76

IV I II III IV

2015 2016

3.232.98

2.60 2.50

3.19

IV I II III IV

2015 2016

0.31

3.46

-0.260.02

0.42

IV I II III IV

2015 2016

Gangguan pasokan cabai merahterutama dari Sumut dan SumbarSeptember-November 2016

Peningkatan permintaan bahanpangan menjelang Natal dan TahunBaru

Kenaikan tariff cukai sehinggameningkatkan harga rokokkretek/kretek filter

Kenaikan tariff angkutan udara padaakhir tahun

Kenaikan tariff listrik di Oktober2016

Peningkatan konsumsi pemerintah Kegiatan sektor konstruksi

meningkat Depresiasi nilai tukar Faktor yang menahan: melemahnya

harga komoditas internasional

Page 58: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

38

Kota Dumai menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan III-2016

yang masing-masing tercatat 3,37% (yoy) dan 3,07% (yoy). Sementara tekanan

inflasi di Kota Tembilahan relatif tetap pada tingkat inflasi 2,58% (yoy). Tingkat

inflasi antar ketiga kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai)

mencerminkan disparitas inflasi yang relatif mengecil.

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Nasional,

Riau, Sumatera (yoy)

Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Ketiga Kota

di Riau (yoy)

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei di Provinsi Riau,

sumber peningkatan tekanan inflasi secara tahunan pada triwulan IV 2016

terutama berasal dari peningkatan yang cukup signifikan pada kelompok bahan

makanan dan kelompok makanan jadi yang masing-masing memberikan kontribusi

sebesar 2,56% dan 1,32% pada triwulan IV-2016, meningkat dibandingkan

triwulan lalu yang masing-masing memberikan kontribusi 2,23% dan 1,03%.

Tingkat inflasi tahunan pada kedua kelompok tersebut sebesar 9,73% dan 6,33%

(yoy), meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 8,71% dan 4,96% (yoy).

Sebaliknya penurunan kontribusi terjadi pada kelompok sandang dan kelompok

kesehatan yang mengalami penurunan dari 0,14% dan 0,08% menjadi 0,12% dan

0,06%. Di sisi lain kontribusi negatif masih terjadi pada kelompok transportasi dan

komunikasi yang sebesar -0,15% pada triwulan laporan, melanjutkan tren

kontribusi negatif dari triwulan lalu.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015 2016

% yoy Nasional Riau Sumatera

0

2

4

6

8

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015 2016

% yoy Pekanbaru Dumai Tembilahan

Page 59: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

39

Grafik 2.3. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Provinsi Riau

Sumber : BPS, diolah

Sementara itu, perkembangan inflasi Riau secara triwulanan tercatat sebesar 2,01%

(qtq), sama dengan realisasi inflasi triwulanan di triwulan III 2016 yang juga sebesar

2,01% (qtq). Namun demikian, realisasi inflasi Riau pada triwulan IV 2016 tercatat

lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya dalam kurun waktu 5

(lima) tahun terakhir yang sebesar 1,86% (qtq).

Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq)

Sumber : BPS, diolah

Tekanan inflasi Riau secara triwulanan didorong oleh kenaikan harga subkelompok

bumbu-bumbuan, dan sub kelompok rokok, tembakau dan minuman beralkohol.

Berdasarkan komoditasnya, peningkatan tekanan inflasi terjadi pada subkelompok

bumbu-bumbuan yang bersumber dari kenaikan harga cabai merah, cabai hijau

dan bawang merah, akibat berkurangnya supply dari daerah sentra produksi di

-1.0

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

-2

0

2

4

6

8

10

Bhn Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,Rekreasi

TransportKomunikasi

% Kontribusi Inflasi (% yoy) Inf.yoy Tw III 2016 Inf.yoy Tw IV 2016

Kont.yoy Tw III 2016 Kont.yoy Tw IV 2016

-2

0

2

4

6

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

(% qtq) Riau Nasional Sumatera

-2

-1

0

1

2

3

4

5

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

(% qtq) Pekanbaru Dumai Tembilahan

Page 60: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

40

Sumatera Utara dan Sumatera Barat yang disebabkan oleh tingginya curah hujan

sehingga mengakibatkan gangguan produksi/gagal panen. Sementara itu

peningkatan subkelompok rokok, tembakau, minuman beralkohol terjadi akibat

meningkatnya harga rokok kretek dan rokok kretek filter akibat peningkatan tarif

cukai rokok.

Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw IV di Provinsi Riau (qtq)

Sumber : BPS, diolah

Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei, Inflasi tertinggi

berasal dari kelompok bahan makanan diikuti oleh kelompok makanan jadi, dan

kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga dengan tingkat inflasi masing-masing

sebesar 4,89%, 2,17%, dan 1,40% (qtq), atau masing-masing memberikan andil

inflasi sebesar 1,29%, 0,45% dan 0,09%. Sementara itu, realisasi inflasi triwulanan

terendah terjadi pada kelompok kesehatan dan kelompok sandang dengan tingkat

inflasi sebesar 0,05% dan -0,22% (qtq).

Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw IV 2016 di Riau (qtq)

Sumber : BPS, diolah

1.581.86 1.93

1.641.98

1.04

2.012.26

1.37

0.67

-0.5

0.5

1.5

2.5

3.5

Nasional Riau Pekanbaru Dumai Tembilahan

% (qtq) Historis 2011-2015 Tw IV-2016

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

-1

0

1

2

3

4

5

6

Bhn MakananMakanan Jadi Perumahan Sandang KesehatanPendidikan, RekreasiTransport Komunikasi

% Kontribusi Inflasi (% qtq) Inf.qtq Tw III 2016 Inf.qtq Tw IV 2016

Page 61: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

41

2.1. Inflasi Kota

2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru

Pada triwulan IV-2016, Kota Pekanbaru mengalami inflasi sebesar 4,19% (yoy),

lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,37% (yoy).

Meningkatnya tekanan inflasi di Kota Pekanbaru terutama bersumber dari

kelompok volatile food yang tercatat mengalami inflasi 10,46% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 9,60% (yoy). Tingginya inflasi

kelompok volatile food disebabkan oleh kondisi curah hujan yang cukup tinggi

sehingga beberapa sentra produksi di Sumatera Utara dan Sumatera Barat

mengalami gagal panen dan mengakibatkan berkurangnya pasokan cabai merah

yang memberikan kontribusi cukup tinggi (1,18%) terhadap inflasi Pekanbaru

selama triwulan IV 2016.

Selain itu, sumber tekanan inflasi juga bersumber dari kelompok inti yang tercatat

3,50% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III-2016 yang sebesar 2,58% (yoy).

Meningkatnya laju inflasi inti disebabkan oleh kenaikan harga nasi dengan lauk

(kelompok makanan jadi), sewa rumah, kontrak rumah (kelompok perumahan),

dan kenaikan tarif pulsa ponsel serta biaya Sekolah Menengah Pertama dan

Sekolah menengah Atas (kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga). Di sisi lain,

peningkatan inflasi core yang lebih tinggi tertahan oleh penurunan harga minyak

goreng dan emas perhiasan yang diakibatkan oleh menurunnya harga komoditas

CPO dan emas di pasar internasional. Sementara itu, inflasi administered price

masih tercatat deflasi 0,30% (yoy), meskipun tidak sedalam deflasi pada triwulan

sebelumnya yang sebesar 0,61%(yoy). Tekanan inflasi berasal dari meningkatnya

tarif listrik di Oktober 2016 dan kenaikan rokok kretek dan rokok kretek filter yang

disebabkan meningkatnya tarif cukai rokok.

Dilihat berdasarkan kelompok barang jasa, inflasi di Pekanbaru pada triwulan

laporan bersumber dari semua kelompok kecuali kelompok transportasi &

komunikasi yang mengalami deflasi 0,90% (yoy). Tekanan inflasi tertinggi berasal

dari kelompok bahan makanan dan makanan jadi yang masing-masing

memberikan andil sebesar 2,49% dan 1,33%, dengan tingkat inflasi 10,34% dan

6,56% (yoy). Laju inflasi kelompok bahan makanan dan makanan jadi tersebut

Page 62: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

42

tercatat lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2016 yang tercatat 9,44% dan

5,00% (yoy) dengan andil masing-masing sebesar 2,20% dan 1,01%.

Grafik 2.7 Perkembangan Inflasi Pekanbaru

dan Rata-rata Historis Tw IV (2011-2015)

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok

Barang dan Jasa di Pekanbaru Tw IV 2016

Sumber : BPS, diolah

2.1.2. Inflasi Kota Dumai

Sejalan dengan perkembangan inflasi kota Pekanbaru, inflasi Kota Dumai juga

tercatat mengalami peningkatan, dari 3,07% di triwulan III 2016 menjadi 3,98%

(yoy) pada triwulan IV 2016. Meningkatnya tekanan inflasi di Kota Dumai terutama

bersumber dari kelompok volatile food seiring dengan kenaikan harga komoditas

bumbu-bumbuan seperti cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah, harga ikan

segar yaitu nila, tongkol, kembung, dan gabus, serta beberapa jenis sayuran seperti

bayam dan buncis. Kenaikan harga komoditas tersebut juga dipicu oleh gangguan

pasokan dari daerah sentra produksi yang banyak memasok kebutuhan ke Kota

Dumai terutama dari Sumatera Utara dan Sumatera Barat.

Selain kelompok volatile food, tekanan inflasi dari kelompok core juga mengalami

peningkatan dari 2,11% menjadi 2,52% (yoy), demikian halnya kelompok

administered price yang meningkat dari 1,67% menjadi 2,93% (yoy). Peningkatan

inflasi core bersumber dari meningkatnya harga nasi dengan lauk, sewa rumah,

dan kenaikan tarif pulsa ponsel pada periode laporan, sementara peningkatan

inflasi administered price bersumber pada peningkatan tarif listrik pada Oktober

2016 dan peningkatan harga rokok kretek filter yang disebabkan oleh

meningkatnya tarif cukai. Peningkatan inflasi pada kelompok core tertahan oleh

menurunnya beberapa harga komoditas diantaranya harga emas perhiasan dan

gula pasir.

-1

0

1

2

3

4

5

-2

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

% (qtq)% (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy 5th

10.34

6.56

1.061.97

1.17

3.98

-0.90

-1.0

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

-2

0

2

4

6

8

10

12

BahanMakanan

MakananJadi

Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,Rekreasi

Transport &Kom

% kontribusiInflasi (% yoy) Inf.yoy Tw IV 2016 Kont.yoy Tw IV 2016

Page 63: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

43

Apabila dilihat per kelompok komoditas, kelompok bahan makanan dan makanan

jadi memiliki kontribusi terbesar terhadap inflasi Kota Dumai pada triwulan IV-2016

masing-masing 2,17% dan 1,41%, dengan tingkat inflasi 8,36% dan 6,65% (yoy).

Kontribusi tersebut meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

1,74% dan 1,10% dengan tingkat inflasi 6,73% dan 5,25% (yoy). Sementara itu,

kelompok yang memiliki andil inflasi terendah adalah transportasi dan komunikasi

yang bahkan tercatat deflasi 0,11% dengan tingkat deflasi pada triwulan laporan

sebesar 0,71% (yoy), meskipun tidak sedalam dibandingkan triwulan sebelumnya

yang tercatat deflasi sebesar 1,21% (yoy).

2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan

Berbeda dengan kedua kota perhitungan inflasi lainnya, tekanan inflasi Kota

Tembilahan pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,58% (yoy), sama dengan

realisasi inflasi pada triwulan sebelumnya yang juga sebesar 2,58% (yoy). Tekanan

inflasi bersumber dari kelompok volatile food yang meningkat dari 5,30% menjadi

6,24% (yoy), serta kelompok administered price yang tercatat sedikit meningkat

dari 0,75% menjadi 0,87% (yoy). Peningkatan inflasi volatile food bersumber dari

meningkatnya harga bumbu-bumbuan antara lain cabai merah, cabai rawit,

bawang merah, dan bawang putih, harga beras, udang basah, serta daging ayam

ras. Sementara itu kenaikan inflasi administered price, bersumber dari kenaikan tarif

listrik dan harga rokok kretek filter pada Oktober 2016.

Di sisi lain, inflasi core mengalami penurunan dari 1,88% di triwulan III 2016

menjadi 1,36% (yoy) pada triwulan IV 2016. Menurunnya tekanan inflasi core

tersebut utamanya disumbang oleh menurunnya harga komoditas emas perhiasan

Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok

Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw III-2016

Sumber : BPS, diolah

-1

0

1

2

3

4

5

-2

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

% (qtq)% (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy 5th

8.36

6.65

1.91 1.45

2.73

0.71 -0.71

-1.0

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

-2

0

2

4

6

8

10

12

BahanMakanan

MakananJadi

Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,Rekreasi

Transport &Kom

% kontribusiInflasi (% yoy) Inf.yoy Tw IV 2016 Kont.yoy Tw IV 2016

Page 64: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

44

seiring menurunnya haga emas internasional. Namun demikian, penurunan inflasi

core lebih dalam tertahan oleh peningkatan harga minyak goreng dan kenaikan

tarif pulsa ponsel yang tejadi pada Desember 2016.

Berdasarkan kelompok barang dan jasa, kelompok bahan makanan memiliki

kontribusi terbesar di Kota Tembilahan yaitu 1,74% dengan tingkat inflasi 6,04%

(yoy). Kontribusi tersebut meningkat dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar

1,45% dengan tingkat inflasi 5,12% (yoy). Kelompok penyumbang inflasi terbesar

kedua adalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok tembakau dengan

kontribusi 0,65% dan tingkat inflasi 3,20% (yoy), mengalami penurunan jika

dibandingkan triwulan sebelumnya yang memberikan kontribusi 0,80% dan

tingkat inflasi 3,88% (yoy). Kelompok transportasi dan komunikasi menjadi

kelompok dengan kontribusi terendah terhadap inflasi Kota Tembilahan, yaitu

sebesar -0,23%, atau tercatat deflasi sebesar 2,22%(yoy). Meski demikian deflasi

tersebut tidak sedalam triwulan III-2016 yang memberikan kontribusi -0,26%

dengan tiingkat deflasi 2,48% (yoy).

Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.12. Andil Berdasarkan Kelompok Barang

dan Jasa di Kota Tembilahan Tw IV-2016

Sumber : BPS, diolah

2.2. Disagregasi Inflasi1 (yoy)

Meningkatnya inflasi Riau pada triwulan IV 2016 didorong oleh tekanan inflasi

terutama berasal dari kelompok volatile food. Kenaikan inflasi volatile food tersebut

utamanya disebabkan oleh kenaikan harga bumbu-bumbuan terutama cabai

merah, cabai rawit, dan bawang merah akibat gagal panen di beberapa sentra

produksi sehingga mengganggu ketersediaan pasokan. Sementara itu, meskipun

1

Disagregasi dilakukan dengan pendekatan subkelompok

-1

-1

0

1

1

2

2

3

3

4

4

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

% (qtq)% (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy 2th

6.04

3.20

0.41

3.253.86

0.30

-1.0

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

-2

0

2

4

6

8

10

BahanMakanan

MakananJadi

Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,Rekreasi

Transport &Kom

% kontribusiInflasi (% yoy) Inf.yoy Tw IV 2016 Kont.yoy Tw IV 2016

Page 65: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

45

tidak mengalami peningkatan secara signifikan, tekanan inflasi administered price

dan inflasi core juga lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2016. Faktor yang

mendorong peningkatan inflasi administered price adalah terkait penyesuaian tarif

listrik pada bulan Oktober 2016 dan kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif

cukai rokok sehingga meningkatkan harga rokok kretek dan rokok kretek filter di

Pekanbaru, Dumai, dan Tembilahan. Pada inflasi core, tekanan inflasi berasal dari

peningkatan harga nasi dengan lauk, kontrak rumah, sewa rumah, dan tarif pulsa

ponsel.

Grafik 2.13. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy)

Sumber : BPS, diolah

2.2.1. Inflasi Inti (Core)

Laju inflasi core pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 3,19% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan triwulan III-2016 yang mencapai 2,50% (yoy). Meningkatnya tekanan

inflasi core bersumber dari peningkatan harga nasi dengan lauk yang disebabkan

meningkatnya harga bahan baku (terutama beras dan komoditas bumbu-

bumbuan), peningkatan harga kontrak rumah dan sewa rumah akibat peningkatan

tarif listrik di Oktober 2016, serta meningkatnya tarif pulsa ponsel yang disebabkan

peningkatan harga dari provider telekomunikasi yang rutin dilakukan menjelang

perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional. Faktor yang menahan peningkatan laju

inflasi core lebih tinggi adalah penurunan harga beberapa komoditas seperti emas

perhiasan, minyak goreng, dan gula pasir akibat menurunnya harga komoditas

emas dan CPO di pasar internasional. Selain itu relatif terjaganya pasokan

-5

0

5

10

15

20

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2013 2014 2016

(% yoy)CPI Core Volatile Food Administered

Page 66: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

46

komoditas core secara umum, relatif stabilnya nilai tukar rupiah, terkendalinya

ekspektasi masyarakat, dan cenderung moderatnya tekanan permintaan secara

umum juga menahan laju peningkatan inflasi core di triwulan IV 2016.

Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvei, inflasi core terendah pada triwulan IV-

2016 terjadi di Kota Tembilahan sebesar 1,73% (yoy), sementara inflasi core

tertinggi terjadi di Pekanbaru dan Dumai masing-masing sebesar 4,81%dan 3,73%

(yoy).

Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Inti (core) di

Riau (yoy)

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.15. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah

Terhadap USD

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 2.16. Perkembangan Harga Emas

Dunia

Sumber : Bloomberg, diolah

Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Tradables

Goods dan Non Tradable Goods (yoy)

Sumber : BPS, diolah

2.2.2. Inflasi Volatile Food

Perkembangan harga kelompok volatile food pada periode triwulan laporan

tercatat sebesar 9,76% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang

sebesar 8,83% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi volatile food terutama didorong

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

% (yoy) RIAU Pekanbaru Dumai Tembilahan

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

1 J

uly

20

14

14

Au

gu

st 2

01

4

19

Se

pte

mb

er

20

14

27

Oct

ob

er

20

14

2 D

ece

mb

er

20

14

12

Ja

nu

ary

20

15

17

Fe

bru

ary

20

15

26

Ma

rch

20

15

5 M

ay

20

15

12

Ju

ne

20

15

24

Ju

ly 2

01

5

1-S

ep

-15

8 O

kt

20

15

16

No

p 2

01

5

22

De

s 2

01

5

1-F

eb

-16

10

-Ma

r-1

6

18

-Ap

r-1

6

26

Me

i 2

01

6

1-J

ul-

16

12

Ag

ust

20

16

21

-Se

p-1

6

27

Okt

20

16

2 D

es

20

16

-30

-20

-10

0

10

20

30

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014 2015 2016

g (% yoy)$/OZ Harga Emas growth (yoy)

0

2

4

6

8

10

12

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2013 2014 2015 2016

% (yoy)Tradeable Non Tradeable

Page 67: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

47

oleh inflasi yang terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan yaitu cabai merah dan

bawang merah.

Berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Riau, harga cabai merah mulai mengalami peningkatan mulai

September sampai dengan November 2016 pada kisaran harga Rp.60.000-

93.000/Kg. Kenaikan harga tersebut dipicu oleh kenaikan harga dari daerah

pemasok seperti Sumatera Utara dan Sumatera Barat akibat curah hujan tinggi

yang menyebabkan gagal panen di sentra produksi sehingga supply cabai di pasar

menjadi terbatas.

Jika dilihat dari ketiga kota perhitungan inflasi di Riau, inflasi volatile food tertinggi

pada triwulan IV-2016 terjadi di Kota Pekanbaru sebesar 10,46% (yoy), diikuti oleh

Dumai dan Tembilahan masing-masing sebesar 8,24% dan 6,24% (yoy). Inflasi

volatile food di ketiga kota tersebut tercatat meningkat bila dibandingkan triwulan

III-2016 yang masing-masing tercatat 9,60%, 6,53%, dan 5,30% (yoy).

Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Volatile

Food di Riau (yoy)

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.20. Perkembangan Harga

Komoditas Beras di Kota Pekanbaru

Grafik 2.19. Perkembangan Harga Komoditas

Bumbu-bumbuan di Pekanbaru

Sumber : Survei Pemantantauan Harga BI

Grafik 2.21. Perkembangan Harga Daging dan

Telur di Kota Pekanbaru

-4

0

4

8

12

16

20

24

28

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

% (yoy) RIAU Pekanbaru Dumai Tembilahan

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

20,000

22,000

24,000

26,000

I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV

Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des

Rp Beras Kualitas Murah I Beras Kualitas Murah II Beras Kualitas Medium I

Beras Kualitas Medium II Beras Kualitas Super I Beras Kualitas Super II

15,000

25,000

35,000

45,000

55,000

65,000

75,000

85,000

95,000

105,000

I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV

Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des

Rp Cabe Merah Besar Cabe Merah Keriting Cabe Rawit

Bawang Merah Bawang Putih

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

160,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV

Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des

RpRpDaging Ayam Ras Telur Ayam Ras Daging Sapi

Sumber : Survei Pemantantauan Harga BI

Sumber : Survei Pemantantauan Harga BI

Page 68: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

48

2.2.3. Inflasi Administered Prices

Pada triwulan IV-2016 kelompok administered prices mengalami inflasi sebesar

0,42% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III-2016 yang mengalami inflasi

sebesar 0,02% (yoy). Inflasi administered price pada triwulan laporan terutama

bersumber dari kenaikan tarif listrik dan harga rokok kretek dan rokok kretek filter.

Kenaikan harga komoditas tersebut disebabkan oleh kebijakan yang ditetapkan

oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terkait penyesuaian tarif listrik

sebagai dampak kenaikan harga minyak dan depresiasi nilai tukar Rupiah di bulan

Oktober 2016, serta kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif cukai rokok.

Jika dilihat per kota perhitungan inflasi di Provinsi Riau, tekanan inflasi administered

price tertinggi terjadi di Kota Dumai dengan tingkat inflasi sebesar 2,93% dikuti

Kota Tembilahan sebesar 0,87% (yoy), sementara di Kota Pekanbaru terjadi deflasi

sebesar 0,30% (yoy).

Grafik 2.22. Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy)

Sumber : BPS, diolah

2.3 Prospek Perkembangan Harga Barang dan Jasa Triwulan Berjalan

Secara tahunan, realisasi inflasi Riau pada bulan Januari 2017 sebesar 5,21% (yoy),

lebih tinggi jika dibandingkan posisi Desember 2016 yang sebesar 4,04% (yoy).

Namun demikian realisasi inflasi tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan

rata-rata inflasi periode Januari tahun 2012-2016 yang sebesar 5,33% (yoy). Inflasi

Riau tahunan tersebut melewati sasaran inflasi nasional yang sebesar 4±1% (yoy).

-4

0

4

8

12

16

20

24

28

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

% (yoy) RIAU Pekanbaru Dumai Tembilahan

Page 69: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

49

Meningkatnya tekanan inflasi pada Januari 2017 terutama didorong oleh kenaikan

harga komoditas yang diatur pemerintah (administered price) seperti biaya

perpanjangan STNK, tarif listrik, rokok kretek filter, rokok putih, dan bensin.

Kenaikan biaya perpanjangan STNK mengacu pada PP No.60 Tahun 2016 tentang

Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), menggantikan

ketentuan PP No.50 Tahun 2010 dan berlaku sejak 6 Januari 2017. Sedangkan,

kenaikan harga rokok disebabkan oleh kenaikan tarif cukai rokok tahun 2017 mulai

10,54% s/d 13% sehingga kenaikan harga jual eceran (HJE) rata-rata meningkat

sebesar 12,26%. Selain itu, komoditas bensin juga mengalami inflasi akibat

kenaikan harga bensin non subdisi seperti Pertamax, Pertalite, Pertamina Dex, dan

Dexlite masing-masing sebesar Rp300/liter sejak tanggal 5 Januari 2017 seiring

dengan kenaikan harga minyak dunia.

Tekanan inflasi core pada Januari 2017 juga meningkat, disebabkan oleh kenaikan

tarif pulsa ponsel, sewa rumah, dan mobil. Meningkatnya tarif pulsa ponsel

terpantau sejak September 2016 disebabkan operator jasa telekomunikasi

bermaksud untuk menutup biaya investasi setelah terjadi kompetisi harga pada

periode sebelumnya. Selain itu, perubahan tarif pulsa juga dilakukan untuk

mengantisipasi lonjakan permintaan pada momentum tertentu seperti tahun baru

dan hari kebesaran agama sehingga untuk memenuhi kenaikan permintaan

tersebut perusahaan harus melakukan ekspansi dengan penambahan infrastruktur

Base Transceiver Station (BTS) yang berdampak pada penambahan biaya

operasional. Kenaikan harga sewa rumah disebabkan oleh mengikuti pola musiman

kenaikan harga pada awal tahun, serta akibat adanya kenaikan tarif listrik.

Sementara itu, kenaikan harga mobil dipengaruhi oleh faktor kenaikan upah

minimum dan kebijakan pemerintah terkait bea balik nama. Meskipun demikian,

tekanan inflasi inti lebih tinggi tertahan oleh turunnya harga telepon seluler dan

gula pasir

Kelompok volatile food, meskipun masih memberikan andil inflasi yang relatif

tinggi, namun secara tahunan sedikit menurun dibandingkan posisi Desember

2016. Tekanan inflasi volatile food pada awal tahun berasal dari berkurangnya

pasokan komoditas ikan segar (ikan mujair dan udang basah) yang disebabkan

menurunnya produksi budidaya akibat tingginya curah hujan pada awal tahun

2017. Di sisi lain, faktor yang menahan peningkatan inflasi volatile food lebih tinggi

Page 70: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

50

adalah penurunan harga cabai merah dan bawang merah, melanjutkan tren

penurunan harga cabai merah dan bawang merah di Riau yang terjadi sejak

Desember 2016.

Tekanan inflasi cukup tinggi dengan tendensi meningkat terjadi di seluruh

kabupaten/kota. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Dumai sebesar 1,58% (mtm) atau

4,94% (yoy), meningkat dibandingkan Desember 2016 yang tercatat 0,07% (mtm)

atau 3,98% (yoy), utamanya akibat kenaikan tarif listrik, dan harga daging ayam

ras. Inflasi tertinggi kedua terjadi di Kota Pekanbaru sebesar 1,46% (mtm) atau

5,45% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumya sebesar 0,27% (mtm)

atau 4,19% (yoy) seiring dengan meningkatnya tarif listrik, rokok kretek filter, sewa

rumah, ikan mujair, rokok putih, mobil, dan bensin. Sementara itu, inflasi Kota

Tembilahan tercatat terendah di Provinsi Riau yaitu sebesar 1,19% (mtm) atau

3,32% (yoy), meningkat dibandingkan Desember 2016 yang sebesar 0,02% (mtm)

atau 2,58% (yoy). Hal tersebut diakibatkan kenaikan tariff pulsa ponsel, cabai

rawit, besi beton, udang basah, papan, beras dan biaya perpanjangan STNK

Grafik 2.23. Pergerakan Inflasi Tahunan Riau

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.24. Perbandingan Inflasi Januari Riau

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.25. Perkiraan Harga 3 Bulan Ke

Depan

Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 2.26. Perkiraan Kondisi ke Depan

Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia

0

2

4

6

8

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1

2015 2016 2017

(% yoy)

Axis Title

Nas Riau Pku Dum Tbh

3.49

5.21 5.454.94

3.32

6.44 6.26 6.136.43

7.30

0

1

2

3

4

5

6

7

8

Nasional Riau Pekanbaru Dumai Tembilahan

% yoy) Jan 2017 avg Jan (2013-2015)

130

140

150

160

170

180

190

200

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan

2013 2014 2015 2016 2017

40

50

60

70

80

90

100

110

120

130

140

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan

2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Kegiatan Usaha Indeks Penghasilan Konsumen

Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Garis 100

Page 71: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

51

2.4 Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau

Kegiatan TPID yang dilakukan pada periode laporan adalah pelaksanaan Rapat

Koordinasi TPID di Kabupaten Indragiri Hilir pada tanggal 19 Januari 2017, pokok

pembahasan dalam pertemuan dimaksud yaitu: (i) mengevaluasi upaya

pengendalian inflasi yang telah dilakukan oleh TPID Kab. Indragiri Hilir di tahun

2016 dan tantangan yang dihadapi khususnya tekanan yang berasal dari kelompok

volatile food dan (ii) tantangan pengendalian inflasi yang akan dihadapi di tahun

2017. Sebagai respon kebijakan jangan pendek dan beberapa hal yang perlu

mendapatkan perhatian khusus bagi TPID antara lain: (i) budidaya cabai merah

dengan memanfaatkan lahan pekarangan rumah yang diinisiasi oleh TPID Kab.

Indragiri Hilir bekerjasama dengan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). TPID

Kab. Indragiri Hilir akan memberikan bantuan sebanyak 3.000 batang cabai kepada

300 rumah tangga di 20 Kecamatan, (ii) program Desa Maju Inhil Jaya yang

memiliki concern untuk memperbaiki infrastruktur jalur distribusi sampai ke

pedesaan, dan (iii) mengoptimalkan kegiatan operasi pasar dan pasar murah

bekerjasama dengan distributor dan agen yang ada di Kab. Indragiri Hilir. Selain itu,

sebagai bentuk upaya memaksimalkan kinerja TPID Kab. Indragiri Hilir, juga akan

disusun roadmap pegendalian inflasi sebagai acuan dan monitoring pelaksanaan

program kerja pengendalian inflasi di tahun 2017. Roadmap tersebut akan

mengacu kepada roadmap pengendalian inflasi Riau dengan 7 (tujuh) fokus utama

yang akan disesuaikan dengan karakteristik daerah. Selanjutnya, peningkatan

kinerja TPID juga akan dilakukan melalui:

1. Mengembalikan peran pasar sebagai tempat pembentukan harga dengan cara

memfasilitasi petani agar tidak menjual barang melalui tengkulak

(memperpendek rantai distribusi barang).

2. Mengoptimalkan pemanfaatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS)

sebagai sumber informasi harga pangan strategis harian dan membantu untuk

menetapkan kebijakan pengendalian inflasi secara cepat dan tepat.

3. Mengoptimalkan peran Toko Tani Indonesia sebagai media untuk

memperpendek rantai distribusi dan menghindari disparitas harga antar

daerah.

Page 72: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

52

4. Merealisasikan pembangunan pasar induk secara cermat dan melibatkan pihak

yang memiliki pengalaman dalam membangunan pasar untuk memastikan

keberlanjutan fungsinya sebagai monitoring arus lalu lintas komoditas

Page 73: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

50

1. Kondisi Umum

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan tolak ukur penting

keberhasilan suatu daerah dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah.

APBD menunjukkan alokasi belanja untuk melaksanakan program/kegiatan dan

sumber-sumber pendapatan, serta pembiayaan yang digunakan untuk mendanai

program/kegiatan dimaksud, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi

daerah, pemerataan pendapatan, serta pembangunan di berbagai sektor.

Pencapaian tujuan tersebut diharapkan dapat dilakukan melalui peningkatan

ASESMEN KEUANGAN

PEMERINTAHAAH

Bab 3

Page 74: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

51

potensi penerimaan pajak dan retribusi daerah ditambah dengan dana transfer dari

pemerintah Pusat yang digunakan untuk mendanai penyelenggaraan layanan

publik dalam jumlah yang mencukupi juga berkualitas.

Perkembangan realisasi APBD Provinsi Riau hingga triwulan IV 2016 secara umum

sedikit membaik dibandingkan tahun 2015. Realisasi pendapatan daerah pada

triwulan IV 2016 terealisasi sebesar Rp6,74 triliun atau sebesar 93,13% dari total

yang dianggarkan yaitu Rp7,23 triliun. Nilai realisasi pendapatan tersebut sedikit

menurun jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2015 yang mencapai Rp6,91

triliun atau secara prosentase tercatat 93,30%. Penurunan realisasi anggaran ini

dikarenakan rendahnya realisasi pendapatan asli daerah yang sebelumnya pada

tahun 2015 terealisasi Rp3,47 triliun atau secara prosentase 102,04% dari Rp3,408

triliun, namun pada tahun 2016 hanya mencapai Rp3,10 triliun atau secara

prosentase 88,85% dari Rp3,496 triliun.

Dari sisi belanja daerah,

sampai dengan triwulan IV

tahun 2016 angka realisasi

tercatat Rp8,62 triliun atau

secara prosentase 83,22 %

dari total yang dianggarkan

sebesar Rp10,365 triliun.

Realisasi tersebut meningkat

signifikan apabila dibanding-

kan dengan periode 2015

yang hanya sebesar Rp7,76

triliun atau secara

prosentase 68,15% dari

total Rp11,388 triliun yang dianggarkan. Peningkatan signifikan berasal dari

realisasi komponen belanja tidak langsung yang meningkat dari 61,94% di 2015

menjadi 81,79% pada tahun 2016.

Grafik 3.1. Perkembangan APBD Provinsi Riau Tahun

2015 dan 2016

S Sumber : BPKAD Provinsi Riau

7.407

11.388

7.233

10.365

6.911 7.76

6.740

8.625

0

2

4

6

8

10

12

PendapatanDaerah

Belanja Daerah PendapatanDaerah

Belanja Daerah

2015 2016

Anggaran RealisasiTriliun

Page 75: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

52

2. Realisasi APBD Provinsi Riau Tahun 2016

Realisasi APBD pemerintah Provinsi Riau pada triwulan IV 2016 khususnya dari

sisi belanja pemerintah daerah mengalami peningkatan dibandingkan tahun

sebelumnya, sementara realisasi pendapatan daerah mengalami penurunan

meskipun tidak signifikan.

Sesuai dengan APBD Perubahan Provinsi Riau 20161

, komponen pendapatan

tercatat mengalami penurunan 2,3% (yoy), yaitu dari Rp7,407 triliun pada

tahun 2015 menjadi Rp7,233 triliun pada tahun 2016. Total realisasi

pendapatan sampai dengan akhir tahun mencapai Rp6,73 triliun atau secara

prosentase sebesar 93,13%, menurun dibandingkan realisasi pendapatan

daerah pada tahun 2015 yang mencapai Rp6,91 triliun atau secara prosentase

sebesar 93,3%. Menurunnya pendapatan daerah pada tahun 2016 didorong

oleh kondisi lifting minyak bumi di Provinsi Riau yang semakin menurun setiap

tahunnya akibat natural declining dan diperburuk oleh harga minyak

internasional yang mengalami penurunan dari USD 48,68/Barel rata-rata di

tahun 2015 menjadi USD 43,34/Barel rata-rata di tahun 2016. Penurunan

harga minyak dunia tersebut berdampak terhadap penurunan Dana Bagi Hasil

Provinsi Riau hingga 29% (yoy) dari Rp2,394 triliun di 2015 turun menjadi

Rp1,695 triliun di 2016, dengan tingkat realisasi di tahun 2016 mencapai

Rp1,46 triliun atau 86,31%.

Di sisi lain, anggaran belanja pemerintah daerah pada tahun 2016 mengalami

penurunan sebesar 8,98% (yoy), yaitu dari Rp11,388 triliun pada tahun 2015

menjadi Rp10,365 triliun pada tahun 2016. Namun demikian dari sisi realisasi

belanja daerah tahun 2016 mengalami peningkatan signifikan yaitu mencapai

Rp8,62 triliun atau secara prosentase 83,22%, meningkat dibandingkan tahun

2015 yang hanya sebesar Rp7,76 triliun atau secara prosentase 68,15%.

1 APBD Perubahan Provinsi Riau disahkan pada bulan September 2016

Page 76: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

53

Tabel 3.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 2015 & Tahun 2016

Sumber : BPKAD Provinsi Riau

Apabila dilihat secara historis realisasi APBD tahun 2013 hingga tahun 2016,

realisasi pendapatan Provinsi Riau terus mengalami penurunan, dengan realisasi

terendah terjadi pada tahun 2016 yang sebesar 93,13% dari alokasi anggaran.

Jumlah

Anggaran

(triliun)

Realisasi

(triliun)

%

Realisasi

Jumlah

Anggaran

(triliun)

Realisasi

(triliun)

%

Realisasi

PENDAPATAN 7.407 6.911 93.3 7.233 6.736 93.13

PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.408 3.477 102.04 3.496 3.106 88.85

Pajak Daerah 2.671 2.573 96.33 2.766 2.418 87.43

Pendapatan Retribusi Daerah 0.033 0.022 65.46 0.011 0.013 115.31

Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah

Yang Dipisahkan0.209 0.178 85.46 0.219 0.083 38.12

Lain-lain PAD Yang Sah 0.495 0.704 142.27 0.501 0.592 118.25

DANA TRANSFER - PERIMBANGAN 3.128 2.549 81.48 3.729 3.622 97.12

Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 2.394 1.831 76.47 1.695 1.463 86.31

Dana Alokasi Umum 0.654 0.654 100 0.604 0.738 0

Dana Alokasi Khusus 0.079 0.063 80 1.430 1.421 99.32

LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 0.872 0.885 101.57 0.008 0.008 99.54

Pendapatan Hibah 0.003 0.005 170.5 0.003 0.003 98.72

Dana Penyesuaian Otonomi Khusus 0.869 0.881 101.36 0.005 0.005 100

BELANJA DAERAH 11.388 7.761 68.15 10.365 8.625 83.22

BELANJA TIDAK LANGSUNG 6.674 4.134 61.94 5.388 4.407 81.79

Belanja Pegawai 1.167 0.980 83.95 1.178 1.008 85.56

Belanja Hibah 1.024 0.937 91.45 1.309 1.304 99.63

Belanja Bantuan Sosial 0.007 0.001 11.92 0.010 0.006 57.2

Belanja Bagi Hasil 1.435 1.233 85.92 1.423 1.177 82.77

Belanja Bantuan Keuangan 2.831 0.983 34.72 1.413 0.910 64.35

Belanja Tidak Terduga 0.209 - - 0.055 0.002 3.13

BELANJA LANGSUNG 4.714 3.627 76.94 4.977 4.219 84.76

Belanja Pegawai 0.285 0.216 75.56 0.322 0.285 88.65

Belanja Barang dan Jasa 2.092 1.397 66.78 2.320 1.898 81.83

Belanja Modal 2.337 2.014 86.21 2.336 2.035 87.14

SURPLUS/(DEFISIT) -3.981 -0.850 21.35 -3.132 -1.889 60.33

PEMBIAYAAN DAERAH 3.981 3.982 100,01 3.132 3.132 100.01

Penerimaan Pembiayaan Daerah 3.981 3.982 100,01 3.132 3.132 100.01

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah Tahun

Sebelumnya3.981 3.982 100,00 3.132 3.132 100

Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman - - - - 0.000 -

PEMBIAYAAN NETTO 3.981 3.982 100,01 3.132 3.132 100.01

SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN (SILPA) 0.000 3.132 - - 1.243 -

Uraian

2015 2016

Page 77: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

54

Sebaliknya, realisasi belanja daerah tahun 2016 justru mulai menunjukkan adanya

perbaikan.

Dilihat dari selisih anggaran, realisasi APBD Provinsi Riau untuk tahun 2016 telah

mengalami perbaikan dibandingkan tahun 2015. Pada tahun 2016, APBD Provinsi

Riau mengalami defisit sebesar Rp1,889 triliun atau terealisasi sebesar 60,33% dari

alokasi anggaran yang telah direncanakan sebesar Rp3,131 triliun. Apabila

dibandingkan dengan tahun 2015, selisih realisasi anggaran pendapatan dan

belanja Provinsi Riau mengalami perbaikan yang cukup signifikan dimana pada

tahun 2015 defisit anggaran yang terealisasi hanya sebesar Rp849,92 miliar atau

21,35% dari alokasi anggaran yang telah direncanakan.

Grafik 3.2. Perkembangan Realisasi APBD

Provinsi Riau (%)

Sumber: BPKAD Provinsi Riau

Grafik 3.3. Surplus/Defisit APBD

Provinsi Riau

Sumber: BPKAD Provinsi Riau

Hal serupa terjadi di pos pembiayaan daerah netto yang menunjukkan tren yang

searah dengan defisit daerah. Pada tahun 2016 total pembiayaan netto yang

dianggarkan mengalami penurunan cukup signifikan hingga Rp850 miliar

dibandingkan tahun 2015 dan terealisasi sesuai dengan yang telah dianggarkan

sebesar Rp3,13 triliun.

100.82 109.89

93.3 93.13 85.16 81.43

68.15

83.22

2013 2014 2015 2016

Pendapatan Daerah Belanja Daerah%

2013

2014

2015

2016

AlokasiAnggaran

-562.75 520.63 -3981.4 -3131.9

NilaiRealisasi

550.26 2530.34 -849.92 -1889.4

-5000

-4000

-3000

-2000

-1000

0

1000

2000

3000Rp. Miliar

Page 78: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

55

2.1. Realisasi Pendapatan

Berdasarkan struktur APBD Tahun Anggaran 2016, pendapatan daerah dapat

dibagi dalam tiga bagian utama yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD)2

, Dana

Perimbangan3

dan Lain-lain Pendapatan yang sah. Grafik 3.4 menunjukkan pada

tahun 2016 terjadi pergeseran komposisi antara Dana Perimbangan dan PAD

Provinsi Riau dibandingkan tahun 2015. Pada tahun 2016, Dana Perimbangan

menjadi komposisi yang paling mendominasi dalam struktur pendapatan Provinsi

Riau yaitu sebesar 54% atau Rp3,622 triliun. Sementara itu PAD memiliki share

sebesar 46% atau Rp3,106 triliun dan Lain-lain Pendapatan yang sah sebesar

0,12% atau Rp7,77 miliar.

Grafik 3.4. Komposisi Pendapatan Daerah Realisasi Provinsi Riau 2015-2016

Sumber : BPKAD Provinsi Riau

Apabila dilihat dari rasio derajat kemandirian atau derajat otonomi fiskal dimana

46% anggaran pendapatan merupakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka

kondisi Provinsi Riau masih dapat dikategorikan cukup baik meskipun rasio dana

2 Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber

sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku yang terdiri dari Pajak Daerah, Pendapatan

Retribusi Daerah, Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan Lain-lain

PAD yang sah.

3 Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan

kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang

bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

serta antar pemerintah daerah.

0%

50%

100%

2015

2016

3.4773.106

2.549 3.622

0.885 0.008

LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH

DANA TRANSFER - PERIMBANGAN

PENDAPATAN ASLI DAERAH

2015 2016

13% 0.12%

37% 54%

50% 46%

Page 79: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

56

transfer terhadap total pendapatan daerah mengalami peningkatan yang tajam dari

Rp2,54 triliun dengan prosentase sebesar 37% di 2015 hinga mencapai 54% di

2016 atau sebesar Rp3,62 triliun. Kenaikan yang signifikan ini dikarenakan adanya

peningkatan dana alokasi khusus dari pemerintah pusat.

Realisasi pendapatan daerah

Provinsi Riau tahun 2016

tercatat sebesar Rp6,73

triliun dengan prosentase

sebesar 93,13%. Realisasi ini

menurun apabila diban-

dingkan tahun 2015 yang

tercatat sebesar Rp6,91

triliun dengan prosentase

93,3%. Penurunan realisasi

pendapatan didorong oleh

penurunan realisasi PAD

yang menurun signifikan dari yang telah dianggarkan. PAD yang berhasil

direalisasikan pada tahun 2016 hanya sebesar 88,85% atau Rp3,10 triliun menurun

signifikan dibandingkan realisasi tahun 2015 dengan prosentase 102,04% atau

sebesar Rp3,47 triliun.

Komponen utama yang mendorong penurunan realisasi PAD berasal dari realisasi

pajak daerah yang tidak memenuhi target yang diharapkan, yaitu hanya mencapai

Rp2,41 triliun atau sebesar 87,43% dari total yang dianggarkan pada tahun 2016

yaitu sebesar Rp2,76 triliun. Realisasi ini lebih rendah jika dibandingkan realisasi

tahun 2015 yang mencapai Rp2,57 triliun atau sebesar 96,33% dari total yang

dianggarkan. Penerimaan pajak dan retribusi di Provinsi Riau juga dapat

dikategorikan rendah apabila dilihat dari rasio penerimaan pajak dan retribusi

terhadap PDRB Provinsi Riau. Untuk tahun 2016, rasio pajak dan retribusi Provinsi

Riau hanya mencapai 0,35%, menurun dibandingkan dengan rasio tahun 2015

yang mencapai 0,39%.

Rendahnya rasio pajak dan retribusi tersebut secara tidak langsung mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi

Grafik 3.5. Realisasi Pendapatan APBD Prov Riau

Tahun 2015 & 2016 (Triliun)

Sumber : BPKAD Provinsi Riau

Triliun

Page 80: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

57

suatu daerah yang tinggi dapat tercermin dari kemajuan dan perkembangan

sektor-sektor produksi penyumbang pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut

yang telah berperan secara optimal dalam memberikan kontribusi yang signifikan

terhadap pajak daerah. Selain itu, peran pemerintah daerah dalam menetapkan

kebijakan yang menunjang tercapainya peningkatan pajak daerah juga sangat

menentukan.

Sementara itu, pendapatan yang berasal dari Dana Perimbangan pada tahun 2016

tercatat mencapai Rp3,62 triliun atau sebesar 97,12% dari total yang dianggarkan.

Realisasi ini meningkat signifikan dibandingkan tahun 2015 yang hanya terealisasi

sebesar Rp2,54 triliun atau 81,48% dari total yang dianggarkan. Peningkatan

realisasi Dana Perimbangan berasal dari komponen pendapatan dana alokasi

khusus yang meningkat signifikan pada tahun 2016 dengan realisasi sebesar

Rp1,42 triliun atau sebesar 99,32% dari total yang dianggarkan. Jumlah ini

meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dimana Dana Alokasi Khusus hanya

terealisasi sebesar Rp63,36 miliar atau 80% dari yang dianggarkan.

Tabel 3.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Tahun 2015 & 2016

Sumber : BPKAD Provinsi Riau

Jumlah

Anggaran

(triliun)

Realisasi

(triliun)

%

Realisasi

Jumlah

Anggaran

(triliun)

Realisasi

(triliun)

%

Realisasi

PENDAPATAN 7.407 6.911 93.3 7.233 6.736 93.13

PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.408 3.477 102.04 3.496 3.106 88.85

Pajak Daerah 2.671 2.573 96.33 2.766 2.418 87.43

Pendapatan Retribusi Daerah 0.033 0.022 65.46 0.011 0.013 115.31

Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah

Yang Dipisahkan0.209 0.178 85.46 0.219 0.083 38.12

Lain-lain PAD Yang Sah 0.495 0.704 142.27 0.501 0.592 118.25

DANA TRANSFER - PERIMBANGAN 3.128 2.549 81.48 3.729 3.622 97.12

Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 2.394 1.831 76.47 1.695 1.463 86.31

Dana Alokasi Umum 0.654 0.654 100 0.604 0.738 0

Dana Alokasi Khusus 0.079 0.063 80 1.430 1.421 99.32

LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 0.872 0.885 101.57 0.008 0.008 99.54

Pendapatan Hibah 0.003 0.005 170.5 0.003 0.003 98.72

Dana Penyesuaian Otonomi Khusus 0.869 0.881 101.36 0.005 0.005 100

Uraian

2015 2016

Page 81: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

58

Adanya peningkatan pendapatan dari Dana Alokasi Khusus sejalan dengan

beberapa proyek pemerintah pusat di Provinsi Riau, diantaranya proyek jalan tol

Pekanbaru-Dumai dan rencana pembangunan jalur lintas kereta api trans-

Sumatera. Hal ini sejalan dengan prioritas pembangunan Nasional yang telah

diselaraskan dengan RKPD Provinsi Riau poin pertama yaitu fokus pembangunan

dan pemantapan infrastruktur di Provinsi Riau. Di sisi pendapatan Dana Bagi Hasil

khususnya bagi hasil sumber daya alam mengalami penurunan hingga 29 % (yoy)

dari Rp2,394 triliun turun menjadi Rp1,695 triliun. Realisasi dana bagi hasil sumber

daya alam pada tahun 2016 mencapai Rp1,46 triliun atau 86,31%. Kondisi ini

terjadi akibat penurunan harga minyak dunia dan faktor penurunan produksi yang

disebabkan oleh kondisi sumur yang semakin tua (natural declining).

2.2. Realisasi Belanja

Secara umum realisasi anggaran belanja Provinsi Riau mengalami peningkatan

sebesar 11,13% atau Rp865 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. Anggaran

belanja Provinsi Riau pada tahun 2016 tercatat sebesar Rp10,36 triliun, dengan

tingkat realisasi sebesar Rp8,62 triliun atau 83,22%. Angka realisasi tersebut

meningkat dibandingkan tahun 2015 yang hanya tercatat sebesar 68,15% atau

Rp7,76 triliun. Dengan realisasi belanja daerah sebesar Rp8,62 triliun dan realisasi

pendapatan daerah yang hanya sebesar Rp6,73 triliun, maka terdapat defisit APBD

Provinsi Riau tahun 2016 sebesar Rp1,89 triliun yang pada akhirnya kekurangan

tersebut ditutup oleh pembiayaan yang berasal dari dana SiLPA tahun 2015 sebesar

Rp3,1 triliun. Oleh karena itu, setelah realisasi anggaran tahun 2016, masih

terdapat sisa dana SiLPA Provinsi Riau sebesar Rp1,24 triliun.

Apabila dilihat dari struktur belanja daerah pada APBD tahun 2016 yang terdiri dari

Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung, komposisi Belanja Tidak Langsung

dan Belanja Langsung daerah Provinsi Riau adalah cukup berimbang yaitu 51,08 %

berbanding 48,91%. Pada tahun 2016, realisasi belanja tidak langsung tercatat

mencapai Rp4,40 triliun atau 81,79% dari alokasi anggaran. Nilai realisasi ini

meningkat cukup signifikan apabila dibandingkan dengan realisasi pada tahun

2015 yang hanya tercatat sebesar Rp4,13 triliun atau 61,94% dari alokasi

anggaran.

Page 82: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

59

Adapun empat pos belanja tidak langsung dengan komposisi realisasi terbesar

secara berturut turut adalah belanja hibah dengan realisasi Rp1,30 triliun atau

secara prosentase 99,63%, diikuti oleh belanja bagi hasil dengan realisasi sebesar

Rp1,17 triliun atau 82,77%, belanja pegawai4

dengan realisasi sebesar Rp1,0 triliun

atau 85,56%, dan belanja bantuan keuangan yang diberikan kepada pemerintah

kab/kota dan desa di Provinsi Riau dengan realisasi sebesar Rp909,50 miliar atau

64,35% dari alokasi anggaran.

Tabel 3.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Tahun 2015 & 2016

Sumber : BPKAD Provinsi Riau

Sementara itu untuk Belanja Langsung, realisasi terbesar secara berturut turut

adalah belanja modal dengan realisasi sebesar Rp2,03 triliun atau 87,14% dari total

alokasi anggaran, dan belanja barang dan jasa dengan realisasi sebesar Rp1,89

triliun atau 81,83%. Rasio belanja modal dan Rasio belanja barang dan jasa di

Provinsi Riau relatif tinggi apabila dibandingkan dengan provinsi lain di wilayah

Sumatera. Rasio belanja modal Provinsi Riau mencapai sekitar 23,63% dari total

belanja daerah, rasio tersebut berada diatas rata-rata wilayah Sumatera yang

4 Belanja Pegawai dalam Pos Belanja Langsung adalah belanja yang terkait langsung dengan

produktivitas kegiatan atau terkait langsung dengan tujuan organisasi. Contohnya Honor yang

yang harus dibayarkan oleh pemerintah kepada pegawai karena melakukan pekerjaan.

Sedangkan Belanja Pegawai dalam Pos Belanja Tidak Langsung adalah belanja yang tidak secara

langsung terkait dengan produktivitas atau tujuan organisasi. Contohnya gaji bulanan pegawai

yang harus dibayarkan baik ybs bekerja atau tidak bekerja.

Jumlah

Anggaran

(triliun)

Realisasi

(triliun)% Realisasi

Jumlah

Anggaran

(triliun)

Realisasi

(triliun)% Realisasi

BELANJA DAERAH 11.388 7.761 68.15 10.365 8.625 83.22

BELANJA TIDAK LANGSUNG 6.674 4.134 61.94 5.388 4.407 81.79

Belanja Pegawai 1.167 0.980 83.95 1.178 1.008 85.56

Belanja Hibah 1.024 0.937 91.45 1.309 1.304 99.63

Belanja Bantuan Sosial 0.007 0.001 11.92 0.010 0.006 57.2

Belanja Bagi Hasil 1.435 1.233 85.92 1.423 1.177 82.77

Belanja Bantuan Keuangan 2.831 0.983 34.72 1.413 0.910 64.35

Belanja Tidak Terduga 0.209 - - 0.055 0.002 3.13

BELANJA LANGSUNG 4.714 3.627 76.94 4.977 4.219 84.76

Belanja Pegawai 0.285 0.216 75.56 0.322 0.285 88.65

Belanja Barang dan Jasa 2.092 1.397 66.78 2.320 1.898 81.83

Belanja Modal 2.337 2.014 86.21 2.336 2.035 87.14

Uraian

2015 2016

Page 83: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

60

berkisar 20,72%. Hal serupa juga terlihat dari rasio belanja barang dan jasa yang

juga relatif tinggi sebesar 24,71% diatas rata-rata wilayah Sumatera yang berkisar

21,80%. Secara akumulasi total belanja langsung di Provinsi Riau terealisasi sebesar

Rp4,22 triliun atau 84,76% dari alokasi anggaran belanja langsung, atau 45,6%

dari total belanja daerah. Realisasi ini meningkat cukup tinggi dibandingkan

realisasi tahun 2015 yang hanya mencapai Rp3,62 triliun atau 76,94% dari alokasi

anggaran.

Tabel 3.6. Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Tahun 2015 & 2016

Sumber : BPKAD Provinsi Riau

Besarnya proporsi dari pos belanja langsung tersebut di atas dikarenakan fokus

pemerintah di tahun 2016 yang lebih menitikberatkan pada percepatan

pembangunan di daerah pedesaan khususnya pembangunan infrastruktur.

Semakin tinggi rasio belanja modal, akan semakin baik pengaruhnya terhadap

pertumbuhan ekonomi.

Namun secara keseluruhan, meskipun relatif lebih baik dibanding tahun

sebelumnya, realisasi belanja pemerintah Provinsi Riau kedepan masih perlu

mendapat perhatian serius. Adapun kendala dalam realisasi belanja APBD di

Provinsi Riau antara lain:

1. Keterlambatan pengesahan APBD Kabupaten/Kota/Provinsi, termasuk

keterlambatan Daerah dalam menetapkan Perda APBD dan terlambatnya

penyusunan dan penetapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD;

1.17 1.18 0.98 1.01

1.02 1.31 0.94 1.301.44

1.42 1.23 1.18

2.83 1.41 0.98 0.91

0.290.32 0.22 0.29

2.092.32 1.40 1.90

2.34 2.34 2.01 2.04

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2015 2016 2015 2016

Anggaran Realisasi

Belanja Pegawai (Belanja Tidak Langsung) Belanja Hibah

Belanja Bagi Hasil Belanja Bantuan Keuangan

Belanja Pegawai (Belanja Langsung) Belanja Barang dan Jasa

Belanja Modal

Page 84: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

61

2. Belum kuatnya manajemen keuangan daerah, dan masih lemahnya

pemantauan pelaksanaan program/kegiatan dengan belum diberlakukannya

reward dan punishment bagi SKPD yang tidak dapat memenuhi target

penyerapan;

3. Belum memadainya kemampuan manajemen pelaksanaaan proyek, antara lain

kurangnya koordinasi pelaksanaan kegiatan pembangunan di daerah, dan

keterbatasan SDM terkait dengan persiapan teknis, penyusunan RAB, dan

desain konstruksi atas pekerjaan fisik.

4. Tingginya pertukaran Pejabat Pengelola Keuangan pada awal tahun anggaran.

5. Pemerintah Daerah sangat berhati-hati dalam melaksanaan pengadaan barang

dan/atau jasa melalui lelang di daerah, sehingga terkadang proses lelang

mengalami keterlambatan. Proses pengadaan barang dan/atau jasa dapat

terhambat karena:

a. Tidak terdapat tenaga ahli (PPK) yang memadai pada masing-masing

satker, kurangnya personil yang mempunyai sertifikasi pengadaan

barang dan jasa; termasuk Keengganan pegawai untuk ditunjuk

menjadi PPK karena takut terjerat kasus hukum oleh oknum di

kepolisian dan kejaksaan.

b. Belum ditetapkannya pengelola anggaran dan pengelola kegiatan/

pengadaan;

c. Perencanaan pengadaan yang mengalami keterlambatan, meliputi

penetapan jadwal pengadaan, penyusunan dan penetapan dokumen

pengadaan, serta pengumuman pengadaan.

6. Terdapatnya double penganggaran antara pemerintah pusat dan

daerah terhadap kegiatan yang sama sehingga anggaran tidak

terserap dengan maksimal.

7. Kurang baiknya perencanaan anggaran yang berdampak terhadap

adanya revisi anggaran di pertengahan tahun. Hal ini biasanya akan

menyebabkan program dan kegiatan dimana program dan kegiatan

yang belum/tidak direncanakan sebelumnya tidak dapat dilaksanakan

pada awal tahun anggaran, karena harus menunggu perubahan

anggaran (APBD-P).

Page 85: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

62

Solusi yang ditempuh agar penyerapan APBD di Provinsi Riau lebih

maksimal ke depannya antara lain:

1. Menyusun rencana penyerapan anggaran (disbursement plan) yang

sinkron dengan rencana pengadaan (procurement plan).

2. Mengurangi pertukaran Pejabat Pengelola Keuangan di awal tahun

anggaran sehingga kelancaran pelaksanaan anggaran pada tahun

berjalan dapat dilakukan dengan baik.

3. Komitmen dan kesepakatan antara legislatif dan yudikatif terhadap

pentingnya ketepatan waktu dalam penyusunan anggaran.

4. Penyusunan program di daerah berpatokan pada RPJMD dengan

mengacu kepada RPJMN.

Page 86: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

66

Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan Riau

Tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan daerah Riau pada triwulan IV 2016

menurun sejalan dengan membaiknya kinerja perekonomian.

Kerentanan sektor korporasi dan rumah tangga Riau pada triwulan IV 2016

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya

Kinerja perbankan Riau pada triwulan IV membaik dibandingkan triwulan

sebelumnya

Bab 4 STABILITAS KEUANGAN

DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN dan

UMKM

Page 87: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

67

1. Perkembangan Sistem Keuangan Riau

Tekanan stabilitas keuangan Riau pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan

dibandingkan triwulan III 2016 sejalan dengan membaiknya kinerja ekonomi.

Fungsi intermediasi perbankan Riau pada triwulan IV 2016 mengalami

perlambatan, yang tercermin dari pertumbuhan kredit yang lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan lalu. Pada triwulan IV 2016, pertumbuhan kredit

perbankan Riau tercatat sebesar 3,28% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III

2016 yang tercatat 6,30% (yoy). Namun, risiko intermediasi perbankan membaik

sejalan dengan membaiknya kinerja perekonomian Riau pada triwulan IV 2016

yang tumbuh sebesar 2,22%; lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan III 2016 yang

tercatat 1,26%.

1.1. Ketahanan Sektor Korporasi

Penyerapan kredit di Provinsi Riau pada triwulan IV 2016 masih didominasi oleh

sektor pertanian dan perdagangan yang memiliki pangsa masing-masing 22,04%

dan 21,43%, dengan nilai kredit masing-masing sebesar Rp12,87 triliun dan

Rp12,51 triliun. Tingginya penyerapan kredit pada dua sektor itu tidak terlepas dari

dominasi kedua sektor tersebut dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi

Riau. Penyaluran kredit kepada sektor pertanian masih didominasi oleh subsektor

perkebunan kelapa sawit dengan pangsa 93,04% dari total kredit sektor pertanian

atau sebesar Rp11,97 triliun. Sementara itu, subsektor perdagangan didominasi

oleh subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau dengan

pangsa 18,49% dari total kredit sektor perdagangan atau sebesar Rp2,31 triliun.

Pada triwulan IV 2016 penyaluran kredit kepada sektor pertanian tumbuh sebesar

1,93% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III 2016 yang tumbuh sebesar

9,48% (yoy), begitu pula dengan penyaluran kredit di sektor perdagangan yang

juga melambat dari tumbuh sebesar 9,88% (yoy) di triwulan III 2016, menjadi

tumbuh 3,89% (yoy) di triwulan IV 2016.

Page 88: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

68

Tabel 4.1. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (RpTriliun)

Sumber : Bank Indonesia

Menurunnya penyaluran kredit sektor pertanian utamanya didorong oleh

penurunan subsektor perkebunan kelapa sawit yang pada triwulan IV 2016

tumbuh sebesar 3,15% (yoy) melambat dibanding triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 11,27% (yoy). Hal ini ditengarai akibat masih rendahnya harga

komoditas kelapa sawit dan turunannya sehingga perbankan melihat adanya

peningkatan faktor risiko dalam penyaluran kredit yang menyebabkan perbankan

lebih berhati-hati di dalam penyaluran kredit ke subsektor ini. Sementara itu

menurunnya penyaluran kredit sektor perdagangan utamanya didorong oleh

melambatnya penyaluran kredit pada sub sektor hotel berbintang dimana pada

triwulan III 2016 tumbuh sebesar 34,62% (yoy) melambat dibanding triwulan IV

2016 yang tumbuh 21,26% (yoy).

Grafik 4.1. Growth Subsektor Pertanian dan

Perdagangan

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.2. Pangsa Subsektor Pertanian dan

Perdagangan

Sumber : Bank Indonesia

Secara sektoral NPL sektor pertanian pada triwulan IV 2016 berada pada level

3,21% membaik jika dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar 3,83%,

I II III IV I II III IV

Pertanian 11,45 11,87 12,14 12,62 12,54 13,43 13,29 12,87 22,04 1,93

Pertambangan 0,39 0,50 0,42 0,45 0,36 0,40 0,38 0,33 0,57 (26,28)

Perindustrian 2,14 2,26 2,28 2,31 2,43 2,52 2,38 2,49 4,26 7,72

Listrik, gas dan air 0,11 0,10 0,11 0,22 0,21 0,20 0,19 0,17 0,30 (22,97)

Konstruksi 1,76 1,88 2,14 1,90 1,73 1,85 2,01 1,86 3,19 (2,01)

Perdagangan, restoran dan hotel 11,20 11,47 11,48 12,04 12,18 12,76 12,62 12,51 21,43 3,89

Pengangkutan, pergudangan 1,62 1,57 1,55 1,51 1,46 1,38 1,33 1,27 2,17 (15,97)

Jasa 4,08 4,24 4,08 4,05 3,76 3,64 3,51 3,57 6,12 (11,80)

Rumah Tangga dan Lainnya 19,65 20,11 20,74 21,43 21,58 22,15 22,68 23,32 39,93 8,82

Total 52,40 54,01 54,95 56,54 56,25 58,33 58,41 58,39 100,00 3,28

Pangsa (yoy)2015

RpTriliun2016

Page 89: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

69

sementara NPL di sektor perdagangan pada triwulan IV 2016 berada pada level

5,15% membaik jika dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar 6,25%. Namun

demikian level tersebut berada diatas treshold yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

yaitu 5%, sehingga penyaluran kredit secara ekspansif di sektor perdagangan

diharapkan harus dengan tetap mempertimbangkan prinsip kehati-hatian.

Berdasarkan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, optimisme masyarakat

terhadap ketersediaan lapangan kerja berada pada level 101.5 (di atas 100). Ini bisa

dipandang sebagai dampak mulai pulihnya kondisi keuangan korporasi atas

pelemahan harga komoditas yang terjadi sehingga sebagian besar korporasi akan

lebih ekspansif dan membuka peluang baru dalam hal penyediaan tenaga kerja.

Selain itu, komponen Indeks Penghasilan Konsumen menunjukkan peningkatan

dari 121,75 pada triwulan III 2016 menjadi 140,75 pada triwulan IV 2016. Hal ini

menunjukkan ekspektasi masyarakat terhadap kondisi perekonomian Provinsi Riau

dalam enam bulan mendatang lebih baik lagi.

Grafik 4.3. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia

Sumber : Bank Indonesia

1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga

Pertumbuhan kredit konsumsi di Provinsi Riau pada triwulan IV-2016 mengalami

perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan III 2016, dimana pada triwulan ini

kredit konsumsi tercatat tumbuh sebesar 8,87% (yoy) melambat jika dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,39% (yoy).

Page 90: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

70

Grafik 4.4. Perkembangan Kredit Perumahan

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.5. Perkembangan Kredit Kendaraan

Bermotor

Sumber : Bank Indonesia

Melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi tercermin dari penyaluran kredit ke

sektor kendaraan bermotor, kredit multi guna dan kredit durable goods. Kredit

kendaraan bermotor pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar Rp312,73 miliar,

mengalami kontraksi yang lebih dalam jika dibandingkan triwulan sebelumnya

yakni dari kontraksi 17,41% menjadi kontraksi 20,67% (yoy). Menurunnya

pertumbuhan kredit di sektor kendaraan bermotor bersumber dari menurunnya

kredit kendaraan roda empat (pangsa 95,84%) yang masih mengalami kontraksi

meskipun lebih kecil dari kontraksi triwulan sebelumnya yaitu 18,61% (yoy)

menjadi 15,78% (yoy). Selain itu, kredit kendaraan roda dua (pangsa 2,62%) juga

mengalami kontraksi, tercatat sebesar Rp8,21 miliar atau dari tumbuh positif

5,75% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi negatif 70,30% (yoy) di triwulan IV 2016.

Perlambatan kredit juga terjadi pada sektor kredit durable goods yang mengalami

perlambatan dari 138,76% (yoy) di triwulan III-2016 menjadi 95,66% (yoy) di

triwulan IV-2016, dengan nilai mencapai Rp89,83 miliar.

Pada triwulan laporan, kredit perumahan tercatat sebesar Rp7,85 triliun atau

tumbuh sebesar 2,33% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan III-2016

yang tercatat tumbuh Rp8,16 triliun atau tumbuh 9,02% (yoy). Melambatnya

penyaluran kredit di sektor perumahan bersumber dari kredit rumah tangga

kepemilikan rumah tinggal tipe 22 s.d 70 (pangsa 62,49%) yang pada triwulan IV

2016 tercatat tumbuh sebesar 22,03% (yoy), lebih rendah dibanding triwulan

sebelumnya yang tumbuh 23,52% (yoy). Penyaluran kredit di sektor perumahan

yang melambat ini diharapkan dapat membaik seiring dengan dilonggarkan

kebijakan LTV yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia untuk pembiayaan properti,

Page 91: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

71

Kebijakan tersebut di diharapkan dapat memperkuat permintaan domestik untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun demikian, perlambatan sebagian besar kredit konsumsi ini masih sedikit

tertahan oleh kredit Multiguna yang tumbuh lebih baik dibanding triwulan

sebelumnya. Kredit multiguna mengalami kenaikan pertumbuhan sebesar 9,06%

(yoy), setelah di triwulan sebelumnya kontraksi sebesar 1,25% (yoy) dengan nilai

Rp13,69 triliun.

Grafik 4.6. Perkembangan Kredit Multiguna

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.7. Perkembangan Kredit

Durable Goods

Sumber : Bank Indonesia

Melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi di Provinsi Riau sejalan dengan hasil

Survei Konsumen Bank Indonesia dimana Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini berada

pada level 95,8 (dibawah 100), meskipun Indeks Keyakinan Konsumen berada di

level 110,3. Namun demikian masyarakat memandang bahwa pada triwulan

mendatang kinerja perekonomian akan terakselerasi, hal ini terlihat dari Indeks

Ekspektasi Konsumen yang mengalami peningkatan dari 104,42 pada triwulan III

2016 menjadi 124,7 di triwulan IV 2016.

Page 92: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

72

Grafik 4.8. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia

Sumber : Bank Indonesia

2. Kondisi Umum Perbankan Riau

Indikator utama kinerja perbankan di Riau pada triwulan IV 2016

menunjukkan kinerja yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan aset perbankan Riau pada triwulan IV 2016 meningkat dibandingkan

triwulan III 2016 sejalan dengan membaiknya kinerja perekonomian. Total aset

perbankan Riau tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 8,24% (yoy) pada

triwulan laporan, atau meningkat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat

kontraksi sebesar 7,78% (yoy). Total aset bank umum di Riau pada triwulan IV

2016 tercatat sebesar Rp88,42 triliun. Dibandingkan dengan pertumbuhan

perbankan secara industri, pertumbuhan aset perbankan Riau masih sedikit di

bawah angka pertumbuhan nasional yang sebesar 9,74%.

Jika dilihat per kelompok Bank, penyumbang utama kenaikan aset adalah bank

BUMN (pangsa 70,51%) yang tumbuh 10,30% (yoy) pada triwulan laporan setelah

mengalami kontraksi 10,94% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Berdasarkan jenis

kegiatan bank, yang menyumbangkan kenaikan adalah bank konvensional (pangsa

93,45%) yang mengalami kenaikan pertumbuhan dari triwulan sebelumnya,

sementara bank syariah mengalami perlambatan. Bank konvensional tumbuh

sebesar 7,97% (yoy) pada triwulan laporan, setelah di triwulan sebelumnya

mengalami kontraksi sebesar 9,14% (yoy).

Page 93: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

73

Grafik 4.9. Perkembangan Aset Perbankan Riau

Sumber : Bank Indonesia

Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan aset, pertumbuhan DPK

perbankan Riau pada triwulan IV 2016 juga mengalami peningkatan. Pada

triwulan IV 2016, DPK tumbuh sebesar 7,49% (yoy), atau meningkat dibandingkan

triwulan III 2016 yang tercatat kontraksi sebesar 4,08% (yoy). Posisi DPK pada

triwulan laporan tercatat sebesar Rp66,69 triliun. Komposisi DPK Riau relatif tidak

berubah dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan porsi utama berupa

tabungan (51,48%), diikuti oleh deposito (33,27%) dan giro (15,25%).

Dibandingkan nilai DPK nasional yang sebesar Rp4.837 triliun atau tumbuh sebesar

9,60% (yoy) pada triwulan laporan, pertumbuhan DPK di Riau tumbuh lebih

rendah.

Grafik 4.10. Perkembangan DPK Perbankan Riau

Sumber : Bank Indonesia

Page 94: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

74

Seiring meningkatnya pertumbuhan aset dan DPK, fungsi intermediasi

perbankan Riau yang tercermin melalui penyaluran kredit justru mengalami

perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV 2016, kredit

perbankan Riau tumbuh 3,28% (yoy), melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 6,30% (yoy). Total kredit perbankan Riau pada

triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp58,39 triliun. Sejalan dengan pertumbuhan

aset dan DPK Riau yang berada di bawah nasional, pertumbuhan kredit perbankan

Riau pada triwulan laporan juga lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit

nasional yang tercatat sebesar 7,86% (yoy).

Grafik 4.11. Perkembangan Kredit Perbankan Riau

Sumber : Bank Indonesia

Di sisi lain, kualitas kredit perbankan Riau mengalami perbaikan pada triwulan

laporan. Pada triwulan IV 2016, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level

3,44%, atau menurun dibandingkan NPL Riau pada triwulan lalu yang tercatat

sebesar 3,91%. Tingkat NPL kredit di Riau ini juga lebih tinggi dibandingkan

nasional yang tercatat sebesar 2,93%.

Page 95: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

75

Grafik 4.12. Perkembangan Risiko Kredit Perbankan Riau

Sumber : Bank Indonesia

Loan to deposit ratio (LDR) perbankan Riau pada triwulan IV 2016 mengalami

penurunan. LDR pada triwulan laporan tercatat sebesar 87,69%, sedikit lebih

rendah dari triwulan III 2016 yang tercatat sebesar 88,18%. Penurunan LDR ini

disebabkan oleh laju pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang lebih rendah

dibandingkan penghimpunan DPK yang dilakukan oleh bank.

4.2.1 Perkembangan Bank Umum

4.2.1.1. Perkembangan Penghimpunan DPK

Peningkatan pertumbuhan DPK pada triwulan IV 2016 didorong oleh kenaikan

pertumbuhan tabungan. Pertumbuhan tabungan pada triwulan laporan tercatat

sebesar 10,33% (yoy) atau naik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 9,68% (yoy). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh tabungan

penduduk perseorangan yang tumbuh sebesar 10,54% (yoy), naik dari 9,11% (yoy)

pada triwulan III 2016. Peningkatan tabungan penduduk perseorangan tersebut

memberikan dampak yang besar kepada pertumbuhan tabungan sejalan dengan

pangsanya yang besar, yakni 96,00% dari keseluruhan tabungan di Riau. Pangsa

tabungan terhadap total DPK Riau pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 51,48%.

Pertumbuhan deposito perbankan Riau pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar

5,39% (yoy) atau naik signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

kontraksi sebesar 8,02% (yoy). Pertumbuhan deposito Riau tersebut terutama

didorong oleh kenaikan pertumbuhan deposito swasta menjadi sebesar 27,71%

(yoy) dibanding triwulan III 2016 yang sebesar 17,20% (yoy). Peningkatan deposito

Page 96: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

76

penduduk perseorangan juga turut menyumbang sejalan dengan pangsanya yang

besar, yakni 75,12% dari keseluruhan deposito di Riau. Pangsa deposito terhadap

keseluruhan DPK pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 33,20%.

Sementara itu, komponen giro juga tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan

pada triwulan IV 2016 menjadi sebesar 2,99% (yoy) dibandingkan triwulan lalu

yang tercatat kontraksi sebesar 23,6% (yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut

terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan giro swasta yang tercatat

sebesar 9,34% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat dibandingkan triwulan lalu

yang tercatat tumbuh -5,79% (yoy). Giro swasta memiliki pangsa yang cukup

dominan terhadap keseluruhan giro di Riau yakni sebesar 42,02% pada triwulan IV

2016. Sementara pangsa giro terhadap keseluruhan DPK tercatat sebesar 15,25%.

Berdasarkan kepemilikan, peningkatan pertumbuhan DPK pada triwulan IV 2016

terutama didorong oleh golongan nasabah perorangan dan sektor swasta. Pada

triwulan laporan, DPK nasabah sektor swasta tumbuh sebesar 14,25% (yoy), atau

naik signifikan dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,78% (yoy).

Pertumbuhan yang tinggi ini juga didorong oleh DPK perseorangan, yang memiliki

pangsa terbesar sebesar 77,67% dari keseluruhan DPK. Komponen tersebut

tumbuh sebesar 11,03% (yoy), naik dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar

9,06% (yoy).

Sejalan dengan DPK sektor swasta, DPK sektor pemerintah juga mengalami

perbaikan dari level kontraksi pada triwulan IV 2016. DPK sektor pemerintah

mengalami pertumbuhan sebesar -28,80% (yoy) pada triwulan laporan, atau tidak

sedalam triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -43,6% (yoy).

4.2.1.2. Penyaluran Kredit

Laju pertumbuhan kredit perbankan Riau mengalami perlambatan pada

triwulan IV 2016. Kredit perbankan pada triwulan IV tercatat mengalami

pertumbuhan sebesar 3,28% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 6,30% (yoy).

Page 97: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

77

Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit perbankan Riau pada

triwulan laporan masih didominasi oleh sektor Pertanian dengan pangsa 22,04%

dari total kredit. Sektor utama daerah lainnya, yaitu Industri Perdagangan, juga

memiliki pangsa kredit signifikan sebesar 21,43%, disusul oleh sektor Jasa sebesar

6,12%.

Apabila ditinjau berdasarkan penggunaannya, penyaluran kredit perbankan Riau

pada triwulan laporan masih didominasi oleh kredit konsumsi dengan pangsa

39,91%. Sementara itu, kredit modal kerja dan investasi menempati urutan kedua

dan ketiga dengan pangsa masing-masing sebesar 31,33% dan 28,77% dari total

kredit.

Berdasarkan sektor ekonominya, perlambatan penyaluran kredit Riau di triwulan IV

2016 terjadi hampir pada seluruh sektor, dengan perlambatan terbesar di sektor

pertanian dan perdagangan besar dan eceran. Laju pertumbuhan kredit sektor

pertanian melambat menjadi sebesar 1,93% (yoy) pada triwulan IV 2016, setelah

sebelumnya tumbuh 9,48% (yoy). Laju pertumbuhan kredit untuk sektor industri

perdagangan juga melambat menjadi 3,89% (yoy) pada triwulan laporan, dari

9,88% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Selain sektor perindustrian, seluruh sektor

lainnya mengalami kontraksi atau pertumbuhan negatif, dengan penurunan

terbesar pada sektor pertambangan serta sektor listrik, gas dan air. Sektor

pertambangan tumbuh -26,28% (yoy) pada triwulan IV 2016, lebih dalam

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -8,60% (yoy). Sementara

sektor listrik, gas dan air tumbuh -22,97% (yoy) pada triwulan laporan, setelah

tumbuh positif pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 77,40% (yoy).

4.2.1.3. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

Suku bunga simpanan di bank umum mengalami perkembangan yang

bervariasi pada triwulan III 2016. Suku bunga simpanan dalam bentuk deposito

mengalami penurunan di triwulan laporan menjadi 6,63% dari 6,99% pada

triwulan sebelumnya. Penurunan suku bunga deposito ini terjadi pada seluruh

tenor, kecuali untuk tenor panjang lebih dari 24 bulan. Sementara itu, suku bunga

tabungan juga sedikit mengalami penurunan dari 1,57% menjadi 1,48%. Sama

halnya dengan deposito dan tabungan, suku bunga giro juga mengalami

Page 98: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

78

penurunan menjadi 2,10% pada triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan

triwulan lalu yang sebesar 2,19%.

Berdasarkan jenis penggunaannya, suku bunga pinjaman pada triwulan IV 2016

secara umum mengalami penurunan dibandingkan triwulan III 2016. Penurunan

suku bunga pinjaman pada triwulan laporan terjadi pada seluruh jenis

penggunaannya. Suku bunga kredit modal kerja pada triwulan laporan tercatat

sebesar 12,24%; atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

12,44%. Suku bunga kredit investasi pada triwulan laporan tercatat sebesar

11,80% atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

11,97%. Sejalan dengan kredit modal kerja dan kredit investasi, suku bunga kredit

konsumsi pada triwulan laporan juga mengalami penurunan menjadi 12,49%,

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 12,64%.

Berdasarkan sektor ekonominya, penurunan suku bunga perbankan Riau pada

triwulan III 2016 terjadi pada hampir seluruh sektor. Suku bunga kredit sektor

perdagangan besar dan eceran pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan

dibandingkan triwulan III 2016, yakni dari 11,79% menjadi sebesar 11,47%. Suku

bunga kredit sektor industri pertanian juga mengalami penurunan pada triwulan

laporan dari 12,22% di triwulan lalu menjadi 11,84%. Suku bunga kredit sektor

lainnya juga juga mengalami penurunan suku bunga kredit, kecuali sektor listrik

gas dan air yang mengalami peningkatan suku bunga dari 11,36% menjadi

11,45%.

4.2.1.4. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum

Kualitas kredit Riau pada triwulan IV 2016 cenderung mengalami perbaikan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai indikator

kualitas kredit yang disalurkan perbankan pada periode ini tercatat sebesar 3,44

atau membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,91%.

Berdasarkan sektor ekonominya, peningkatan kualitas kredit perbankan Riau pada

triwulan IV 2016 terutama didorong oleh sektor pertanian dan perdagangan, yang

merupakan sektor dominan. NPL sektor pertanian pada triwulan laporan tercatat

Page 99: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

79

sebesar 3,21%; atau menurun dari triwulan lalu yang sebesar 3,83%. NPL sektor

industri perdagangan juga mengalami penurunan dari 6,25% pada triwulan III

2016 menjadi 5,15% pada triwulan IV 2016.

4.2.2 Perkembangan Perbankan Syariah

Industri perbankan syariah pada triwulan IV 2016 di Riau menunjukkan

pertumbuhan positif namun sedikit melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Pertumbuhan aset perbankan syariah di triwulan IV 2016

mencatatkan pertumbuhan yang meningkat dari 17,239% (yoy) pada triwulan III

2016 menjadi 12,30 (yoy).

Grafik 4.13. Perkembangan Aset Perbankan

Syariah

Grafik 4.14. DPK Perbankan Syariah

Menurut Jenis Simpanan

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Sejalan dengan pertumbuhan aset, laju pertumbuhan DPK perbankan syariah Riau

juga mengalami peningkatan pada triwulan IV 2016. DPK perbankan syariah Riau

mencatatkan pertumbuhan sebesar 12,34% (yoy); atau meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat 10,41% (yoy). Tabungan masih mendominasi

struktur DPK perbankan Syariah dengan pangsa 53,00%, disusul oleh Deposito dan

Giro dengan pangsa masing-masing sebesar 37,07% dan 9,93%.

Sementara itu, pada triwulan IV 2016 pembiayaan perbankan syariah Riau tumbuh

sebesar 22,98% (yoy); meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

20,86% (yoy). Pembiayaan jenis Konsumsi dengan pangsa terbesar (49,71%)

memiliki laju pertumbuhan yang meningkat di triwulan IV 2016, yaitu dari 19,68%

(yoy) pada triwulan III 2016 menjadi sebesar 22,81% (yoy). Selain itu, pembiayaan

Page 100: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

80

Modal Kerja (pangsa 32,89%) yang mulai tumbuh positif pada triwulan laporan

juga turut menyumbang pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah Riau dengan

laju sebesar 2,67% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan

sebelumnya yang tercatat negatif sebesar 0,86% (yoy). Sebaliknya, pembiayaan

Investasi (pangsa 17,40%) mengalami perlambatan pertumbuhan dari sebesar

39,82% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 37,69% (yoy).

Sejalan dengan laju pertumbuhan pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan

dengan peningkatan DPK, angka Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan

syariah Riau pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan ke level 100,24% dari

96,92% di triwulan III 2016.

Grafik 4.15. Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah

Berdasarkan Jenis Penggunaan

Sumber : Bank Indonesia

4.2.3 Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Aset BPR di Provinsi Riau pada triwulan IV 2016 tumbuh positif. Pertumbuhan

aset BPR pada triwulan laporan tercatat sebesar 8,28% (yoy), sedikit lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,69% (yoy).

Sejalan dengan pergerakan tumbuh aset BPR di Riau, pertumbuhan DPK BPR Riau

pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan. Pertumbuhan DPK BPR pada

Page 101: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

81

triwulan laporan tercatat sebesar 12,11% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,51% (yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut

didorong terutama oleh komponen deposito (pangsa 63,07%) yang naik signifikan

sebesar 17,20% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 11,52% (yoy).

Selain itu, komponen tabungan (pangsa 36,93%) juga tumbuh lebih tinggi pada

triwulan laporan, sebesar 4,37% (yoy) dari 1,54% (yoy) pada triwulan yang lalu.

Grafik 4.16. Perkembangan Aset BPR/S Grafik 4.17. Perkembangan DPK BPR/S

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Di sisi penyaluran kredit, pertumbuhan kredit BPR Riau pada triwulan IV 2016 juga

mengalami peningkatan. Pertumbuhan kredit BPR Riau pada triwulan laporan

tercatat sebesar 5,53% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 4,08% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaannya, kenaikan

pertumbuhan tersebut terutama disumbang oleh kredit modal kerja dan kredit

investasi. Kredit modal kerja konsumsi BPR Riau tumbuh sebesar 4,01% (yoy) pada

triwulan laporan, setelah tumbuh negatif sebesar 0,13% (yoy) pada triwulan lalu.

Sementara kredit investasi BPR Riau tumbuh sebesar 0,10% (yoy) pada triwulan

laporan, yang sebelumnya juga tumbuh negatif sebesar 3,69% (yoy). Pertumbuhan

kedua jenis kredit ini dapat meng-offset perlambatan kredit konsumsi yang pada

triwulan laporan tumbuh melambat dari 15,31% (yoy) di triwulan lalu menjadi

sebesar 10,36% (yoy).

Bila ditinjau berdasarkan sektor ekonominya, kenaikan pertumbuhan kredit BPR

Riau pada triwulan laporan terutama disumbang oleh kredit sektor pertanian,

sebagai kredit sektoral dengan pangsa terbesar, yang tumbuh sebesar 1,94% (yoy)

dari tumbuh negatif 2,36% (yoy) pada triwulan lalu.

Page 102: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

82

Grafik 4.18. Perkembangan Kredit BPR/S

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

Grafik 4.19. Perkembangan NPL BPR/S

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

NPL BPR Riau pada triwulan IV 2016 sedikit mambaik dibandingkan triwulan

sebelumnya. Pada triwulan laporan NPL BPR Riau tercatat sebesar 13,21%; turun

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 14,07%. Sementara itu, indikator

Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR Riau pada triwulan laporan turun dari sebelumnya

100,69% pada triwulan III 2016 menjadi 97,34% pada triwulan laporan.

Penurunan rasio disebabkan oleh DPK yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan

Kredit.

4.2.4 Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)

Peran perbankan dalam membiayai kegiatan UMKM di Riau pada triwulan IV

2016 sedikit mengalami penurunan dibandingkan triwulan III 2016. Kredit

UMKM Provinsi Riau tercatat sebesar 2,51% (yoy) di triwulan laporan, atau

melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 3,02% (yoy).

Riau merupakan provinsi dengan pangsa penyaluran kredit UMKM terbesar ketiga

di regional Sumatera yaitu sebesar 12,5%, setelah Sumatera Utara dan Sumatera

Selatan dengan pangsa masing-masing sebesar31,7% dan 13.7%

Page 103: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

83

Grafik 4.20 Perkembangan dan Pertumbuhan

Kredit UMKM

Tabel 4.21. Pangsa Kredit UMKM Pulau

Sumatera

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Berdasarkan kategori debitur, kredit UMKM perbankan Riau disalurkan berimbang,

dengan yang terbesar ke usaha Kecil dengan porsi 39,19% dari total kredit yang

diberikan kepada UMKM. Sementara itu, kredit yang disalurkan ke usaha Mikro

dan usaha Menengah memiliki pangsa masing-masing sebesar 30,42% dan

30,39%. Kredit yang disalurkan ke usaha Mikro pada triwulan IV 2016 melambat

sebesar 9,84% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 11,27% (yoy).

Hampir sejalan dengan kredit ke usaha Mikro, kredit yang disalurkan ke usaha

Menengah pada triwulan IV 2016 turun lebih dalam sebesar negatif 5,43% (yoy)

dibandingkan triwulan sebelumnya yang juga tumbuh negatif 3,66% (yoy).

Sementara itu, laju kredit yang disalurkan ke usaha Kecil pada triwulan laporan

menunjukkan kondisi yang positif, dengan pertumbuhan di triwulan IV 2016

3,90% (yoy), meningkat dari triwulan III 2016 yang tercatat sebesar 2,95% (yoy).

Berdasarkan lapangan usahanya, perlambatan kredit UMKM Riau pada triwulan IV

2016 terutama didorong oleh kinerja sektor perdagangan. Kredit UMKM sektor

perdagangan tercatat tumbuh sebesar 5,87% (yoy) pada triwulan laporan, atau

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,34%.

Pertumbuhan kredit UMKM sektor konstruksi juga mengalami perlambatan pada

triwulan laporan menjadi sebesar 27,31% (yoy) atau melambat dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 32,81 (yoy). Selain itu, pertumbuhan

kredit UMKM sektor perindustrian tercatat negatif sebesar 3,04% (yoy) atau turun

Kredit

UMKM

(Rp, triliun)

Aceh 9,56 5,9%

Sumatera Utara 51,76 31,7%

Sumatera Barat 15,07 9,2%

Riau 20,38 12,5%

Jambi 10,92 6,7%

Sumatera Selatan 22,41 13,7%

Bengkulu 5,73 3,5%

Lampung 15,62 9,6%

Kep. Bangka Belitung 4,01 2,5%

Kep. Riau 7,99 4,9%

Total Sumatera 163,46 100,0%

856,97

19,1%

Pangsa Kredit

UMKM Pulau Sumatera

Pangsa P. Sumatera terhadap Nasional

Kredit UMKM Nasional (Rp, triliun)

Page 104: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

84

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang masih tumbuh positif sebesar

9,24% (yoy).

Risiko kredit UMKM pada triwulan IV 2016 membaik dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) kredit UMKM di Riau pada

triwulan laporan tercatat sebesar 6,26%, lebih rendah dari triwulan sebelumnya

sebesar 7,29%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan NPL kredit UMKM nasional

triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 4,15%, dan NPL Provinsi-Provinsi lainnya di

Pulau Sumatera yang tercatat sebesar 5,06%.

Grafik 4.22. Perkembangan NPL Kredit

UMKM

Grafik 4.23. Perkembangan NPL Kredit

UMKM

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Kualitas kredit UMKM Riau pada triwulan IV 2016 mengalami perbaikan untuk

setiap kategori debitur. NPL kredit usaha Mikro pada triwulan IV 2016 tercatat

sebesar 2,83%, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

3,78%. Selain itu, NPL kredit usaha Kecil dan usaha Menengah juga memiliki

pergerakan yang sama, yang pada triwulan IV 2016 tercatat masing-masing

sebesar 8,72% dan 6,52%, yang menurun dibandingkan triwulan sebelumnya

masing-masing sebesar 9,92% dan 7,33%.

Penurunan NPL kredit UMKM Riau pada triwulan IV 2016 terutama didorong oleh

penurunan NPL sektor perdagangan, terutama perdagangan eceran makanan,

minuman dan tembakau, yang merupakan sektor ekonomi dengan pangsa kredit

UMKM terbesar di Riau. NPL kredit UMKM sektor perdagangan besar dan eceran

pada triwulan laporan tercatat sebesar 6,58%, menurun dibandingkan triwulan lalu

sebesar 8,13%. Sementara itu, sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi

Page 105: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

85

justru mengalami kenaikan NPL di triwulan laporan dan tercatat sebesar 12,00%;

meningkat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 9,21%.

Bila ditinjau berdasarkan pangsanya, porsi kredit UMKM perbankan di Riau

terhadap total kredit yang diberikan pada triwulan IV 2016 sedikit menurun

menjadi 34,91%, dari sebelumnya sebesar 35,09%. Penyaluran kredit UMKM di

Riau mayoritas ditujukan kepada sektor perdagangan (45,87%), diikuti sektor

industri pertanian (32,94%), dan sektor jasa (9,05%).

Page 106: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

87

1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai

Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan IV 2016

tercatat mengalami net outflow, hal ini sejalan dengan kondisi yang terjadi pada

triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Secara umum pada triwulan IV 2016

terjadi penurunan inflow jika dibandingkan dengan triwulan III 2016, sementara

outflow tercatat mengalami peningkatan sebanyak Rp2,23 triliun yang utamanya

didorong oleh seasonal factor akibat meningkatnya pengeluaran pemerintah

sebesar 30,66% (qtq) dibandingkan triwulan III 2016, ditambah dengan

meningkatnya penarikan secara tunai oleh masyarakat menjelang perayaan Natal

Bab 5 ASESMEN PENYELENGGARAAN

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

RUPIAH

Page 107: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

88

dan Tahun Baru 2017. Apabila dibandingkan dengan posisi triwulan IV pada tahun

2015, arus uang masuk (inflow) meningkat sebesar 24,25% (yoy) sejalan dengan

arus uang keluar (outflow) yang juga meningkat sebesar 19,24% (yoy). Sementara

itu, transaksi non tunai melalui kliring mengalami penurunan baik dari sisi nominal

maupun volume. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya,

transaksi kliring dari sisi nominal dan volume mengalami kontraksi secara berturut-

turut sebesar 10,31% dan 2,30% (yoy).

2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai

2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow)

Perkembangan peredaran

uang kartal di Provinsi Riau

dapat terlihat dari pergerakan

arus uang masuk (inflow) dan

arus uang keluar (outflow).

Sesuai dengan pola

seasonalnya, penarikan uang

kartal meningkat signifikan

(outflow) dari Rp3,19 triliun

pada triwulan III 2016 menjadi

Rp5,52 triliun pada triwulan IV

2016, atau meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 73,02% (qtq).

Kondisi ini disertai dengan penurunan jumlah setoran tunai (inflow) pada triwulan

IV 2016 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu Rp3,01 triliun menjadi

Rp1,52 triliun atau menurun 49,54% (qtq).

Peningkatan jumlah penarikan uang kartal (outflow) pada triwulan IV 2016

utamanya didorong oleh seasonal factor akibat meningkatnya pengeluaran

konsumsi pemerintah sebesar 30,66% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya

ditambah dengan meningkatnya penarikan secara tunai oleh masyarakat menjelang

perayaan Natal dan Tahun Baru 2017. Secara umum pada triwulan IV 2016,

perkembangan transaksi tunai di Provinsi Riau mencatat net cash outflow sebesar

Rp3,99 triliun.

Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow di

Provinsi Riau

Sumber : Bank Indonesia

Page 108: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

89

Kondisi net cash outflow tersebut di atas tidak hanya terjadi pada Triwulan IV 2016,

akumulasi total pada tahun 2016, transaksi tunai di Provinsi Riau juga mencatat net

cash outflow sebesar Rp9,58 triliun meningkat sebesar Rp1,97 triliun atau secara

prosentase 24,85% dibanding tahun 2015. Peningkatan tersebut tercatat baik dari

sisi inflow yang meningkat 18,11% (yoy) atau meningkat dari Rp6,84 triliun pada

tahun 2015 menjadi Rp8,08 triliun, maupun outflow yang meningkat 21,67% (yoy)

dari Rp14,52 triliun di 2015 meningkat menjadi Rp17,66 triliun di 2016.

Grafik 5.2. Perkembangan Inflow dan Outflow

Triwulan IV-2016

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 5.3. Perkembangan Inflow

dan Outflow 2016

Sumber : Bank Indonesia

Apabila dilihat dari sisi permintaan, kebutuhan uang oleh masyarakat tercermin dari

pergerakan aliran uang outflow. Sesuai dengan polanya, permintaan uang sangat

dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi entitas ekonomi seperti pemerintah dan

rumah tangga termasuk organisasi masyarakat (LNPRT). Hal tersebut dapat terlihat

pada grafik 5.4, yang menggambarkan pertumbuhan permintaan uang yang

direpresentasikan oleh aliran outflow secara historis selama tiga tahun terakhir

yang pergerakannya searah dengan pertumbuhan pengeluaran entitas ekonomi

pada umumnya.

Untuk tahun 2016, terjadi peningkatan pertumbuhan aliran outflow secara tajam

pada triwulan II 2016 hingga mencapai Rp4,97 triliun atau tumbuh 250,13% (qtq).

Hal tersebut dipengaruhi oleh peningkatan pengeluaran entitas ekonomi antara

lain tingginya peningkatan pengeluaran konsumsi pemerintah pada triwulan II

2016 yang dipicu oleh meningkatnya realisasi pembiayaan pemerintah daerah

sebesar 92.57% dari yang telah dianggarkan sebelumnya utamanya disebabkan

oleh meningkatnya anggaran belanja transfer pemerintah provinsi kepada

pemerintah kabupaten/kota Riau. Dari sisi masyarakat terjadi peningkatan

Page 109: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

90

permintaan uang tunai dikarenakan persiapan menjelang hari raya idul fitri, libur

sekolah serta tahun ajaran baru terjadi secara hampir bersamaan di trwiulan II

2016.

Grafik 5.4. Pergerakan Pertumbuhan Konsumsi (qtq) dan Outflow (qtq)

di Provinsi Riau

Sumber : Bank Indonesia

Sementara itu, permintaan uang tunai (outflow) pada triwulan IV 2016 juga

mengalami peningkatan sebanyak Rp2,23 triliun atau tumbuh sebesar 73,02%

(qtq) yang utamanya didorong oleh seasonal factor meningkatnya pengeluaran

konsumsi pemerintah untuk pembayaran proyek-proyek pemerintah sebesar

30,66% (qtq). Dilihat dari sisi masyarakat terjadinya peningkatan permintaan uang

tunai disebabkan karena tingginya pengeluaran menjelang perayaan Natal dan

Tahun Baru 2017. Selain itu, peningkatan pengeluaran dalam rangka persiapan

pemilihan umum kepala daerah oleh organisasi masyarakat (LNPRT) juga menjadi

salah satu faktor pendorong meningkatnya permintaan uang tunai di Provinsi Riau.

Berdasarkan Grafik 5.4 dapat terlihat bahwa tingkat pengeluaran pemerintah juga

memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap permintaan uang tunai dengan

Page 110: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

91

proporsi yang dominan dibandingkan tingkat pengeluaran masyarakat pada

umumnya.

2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar

Dalam melaksanakan fungsi dan wewenang mengeluarkan dan mengedarkan uang

Rupiah di wilayah Indonesia, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk memenuhi

kebutuhan uang kartal masyarakat dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang

sesuai serta tepat waktu dan layak edar (fit for circulation), maka secara berkala

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau melakukan pelayanan baik secara

langsung maupun tidak langsung melalui perbankan. Pelayanan secara langsung

dilakukan dalam bentuk kas keliling dan program/gerakan peduli uang lusuh.

Untuk meningkatkan kualitas uang beredar di masyarakat, KPw BI Provinsi Riau

melakukan kerjasama dengan 48 Bank Umum di Provinsi Riau untuk melayani

masyarakat dalam hal penukaran uang lusuh. Selain itu Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Riau juga rutin melakukan kegiatan kas keliling wholesale untuk

perbankan dan kas keliling retail untuk melayani masyarakat umum di Provinsi Riau.

Kegiatan kas keliling wholesale selama periode triwulan IV 2016 dilakukan di Pasir

Ujung Batu, Rengat, Siak, Dumai, Tembilahan, Pekanbaru, Air Molek, dan Teluk

Kuantan. Sementara itu kegiatan kas keliling retail untuk kepentingan masyarakat

umum dilakukan setiap 1 (satu) kali dalam seminggu. Dalam rangka menggalakkan

penggunaan uang layak edar, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga

memiliki program yang dinamakan GAMBUS (Gerakan Bumi Melayu Bebas Uang

Lusuh) yang dilakukan pada bulan Desember 2016.

Upaya lain yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

secara tidak langsung untuk memenuhi uang layak beredar di Provinsi Riau adalah

dengan membuka kas titipan di perbankan. Kas titipan diharapkan dapat

membantu Bank Indonesia untuk mendukung penyebaran uang layak edar agar

dapat didistribusikan sampai ke pelosok pelosok daerah. Kas titipan yang sudah

beroperasi normal berada di Kota Dumai dengan plafon sebesar Rp100 miliar sejak

triwulan IV 2016 yang sebelumnya hanya sebesar Rp50 miliar. Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi Riau juga telah membuka kas titipan baru yang mulai

beroperasi pada triwulan IV 2016 di Kota Rengat (Rokan Hulu) dengan plafon

sebesar Rp100 miliar.

Page 111: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

92

Terkait dengan upaya menjaga kualitas uang yang beredar, Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak

Layak Edar (UTLE) yang diterima dari setoran bank maupun penukaran uang dari

masyarakat. Adapun untuk jumlah UTLE yang dimusnahkan oleh Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar Rp767 miliar,

menurun 19,72% (qtq), dengan rasio UTLE terhadap inflow sebesar 50,41%.

Menurunnya pemusnahan UTLE pada triwulan IV 2016 tersebut sejalan dengan

menurunnya jumlah inflow pada triwulan laporan.

Grafik 5.5. Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan

Sumber : Bank Indonesia

2.3. Uang Rupiah Tidak Asli

Bank Indonesia terus berupaya untuk mengantisipasi penggunaan dan peredaran

uang Rupiah palsu salah satunya selain melakukan koordinasi yang intensif dan

rutin dengan berbagai pihak (termasuk kepolisian), Bank Indonesia juga berupaya

untuk meningkatkan tingkat keamanan uang Rupiah melalui peresmian uang

Rupiah tahun emisi 2016 dengan feature pengaman yang lebih canggih

dibandingkan sebelumnya di bulan Desember 2016.

Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian

uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga secara rutin

melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat di

beberapa daerah termasuk kalangan perbankan melalui prinsip 3D (Dilihat, Diraba,

Diterawang). Hingga bulan Desember 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Riau telah melakukan sosialisasi CIKUR sebanyak 14 kali melalui kunjungan

industri yang dilakukan oleh sekolah-sekolah maupun event khusus seperti Expo di

beberapa daerah dan kegiatan Car Free Day.

Page 112: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

93

Jumlah uang rupiah tidak asli yang ditemukan oleh Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Riau pada triwulan IV-2016 tercatat sebanyak 173 lembar, lebih

rendah dibandingkan dengan triwulan III-2016 yang sebanyak 295 lembar. Uang

rupiah tidak asli yang dikonfirmasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Riau tersebut terdiri dari 90 lembar menyerupai pecahan Rp100 ribu, 70 lembar

menyerupai pecahan Rp50 ribu, 7 lembar menyerupai pecahan Rp20 ribu, serta 6

lembar menyerupai pecahan Rp5 ribu. Penemuan tersebut berdasarkan permintaan

klarifikasi perbankan dan masyarakat serta setoran bank-bank ke Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi Riau.

Grafik 5.6. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau

Sumber : Bank Indonesia

3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI

3.1. Transaksi Kliring

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat aktivitas ekonomi di

suatu daerah selain melalui peredaran uang tunai juga dapat melalui transaksi non

tunai yang tercatat di daerah tersebut. Bank Indonesia memiliki SKNBI (Sistem

Kliring Nasional Bank Indonesia) sebagai sarana transfer dana non tunai secara ritel

baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun penyelenggara kliring lokal yang

ditunjuk oleh Bank Indonesia.

Berdasarkan pencatatan yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Riau, pada triwulan IV 2016 transaksi non tunai dengan menggunakan

sistem kliring di Provinsi Riau secara umum meningkat, baik dari segi nominal

Page 113: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

94

transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan. Nilai transaksi kliring pada

triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp6,607 triliun dengan volume transaksi

mencapai 201.373 lembar, meningkat jika dibandingkan triwulan III 2016 yang

nilainya tercatat sebesar Rp6,374 triliun dengan volume transaksi 194.424 lembar.

Grafik 5.7. Perkembangan Nilai

Transaksi Kliring di Provinsi Riau

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 5.8. Perkembangan Volume

Transaksi Kliring di Provinsi Riau

S Sumber : Bank Indonesia

Grafik 5.9. Nilai Transaksi Kliring Tw IV 2016 Provinsi Riaun

Sumber : Bank Indonesia

Terjadinya peningkatan transaksi pembayaran dengan kliring baik dari segi nominal

transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan, diikuti pula dengan peningkatan

nilai rata-rata transaksi per warkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari

Rp33,29 juta menjadi 34,50 juta per warkat atau meningkat 3,66% (qtq).

Peningkatan transaksi kliring pada triwulan IV 2016 baik dari nominal transaksi

maupun warkat yang digunakan diperkirakan sebagai dampak dari implementasi

Surat Edaran Bank Indonesia No.17/753/DPSP berupa penyesuaian nilai transaksi

RTGS dan SKNBI telah mulai normal kembali.

3.2. Layanan Keuangan Digital (LKD)

Dalam upaya melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai penyelenggara sistem

pembayaran, Bank Indonesia berupaya untuk selalu mengembangkan alat

pembayaran yang semakin dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat baik

secara tunai maupun non tunai. Dengan melihat perkembangan teknologi

Page 114: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

95

terutama pengguna telepon genggam dimasyarakat yang tumbuh signifikan serta

peluang menggalakkan financial inclusion terdapat potensi pasar yang sangat besar

bagi produk sistem pembayaran yang berbasis pada teknologi. Sebagai salah satu

upaya untuk meningkatkan layanan keuangan terutama non tunai dengan

memanfaatkan kemajuan teknologi berbasis mobile/web, Bank Indonesia

mendukung penyelenggaraan LKD (Layanan Keuangan Digital) yang berpotensi

besar dalam menjangkau seluruh pelosok Indonesia.

Definisi LKD sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia 16/8/PBI/2014

tentang Uang Elektronik (Electronic Money) adalah kegiatan layanan jasa sistem

pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga

serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile/web dalam

rangka keuangan inklusif. LKD akan memberikan kesempatan kepada masyarakat

yang tidak terjangkau oleh layanan resmi perbankan seperti kantor cabang bank

atau ATM (unbanked) untuk mendapatkan layanan keuangan yang efisien, aman

dan cepat.

Fasilitas LKD memberikan manfaat baik bagi konsumen maupun penyedia layanan.

Bagi konsumen, fasilitas LKD memungkinkan transaksi keuangan dilakukan dengan

efisien, aman dan cepat. Dengan memanfaatkan teknologi, transaksi keuangan

dapat dilakukan dengan biaya transaksi serta risiko kehilangan uang yang lebih

rendah. Sedangkan bagi penyelenggara/penyedia layanan, LKD memberikan

peluang untuk dapat mengakses pasar yang baru serta memperkenalkan layanan

baru untuk transaksi bernilai kecil dengan frekuensi tinggi. Selain itu, layanan

tersebut juga dapat mendorong pengembangan pelayanan, khususnya pada

produk inti. Dengan demikian bagi penyedia layanan selain dapat menjadi sumber

pendapatan baru, kegiatan ini juga memberi peluang untuk cross selling antar

penyedia layanan. Sedangkan bagi masyarakat, fasilitas LKD dapat membantu

masyarakat serta pengusaha mikro kecil, yang paling rentan dengan transfer tunai

sebagai salah satu alat pembayaran non-tunai serta menghindari .

Grafik 5.10. Perkembangan Jumlah Agen LKD

Page 115: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

96

Penyelenggaraan LKD dapat

dilakukan bank dengan agen LKD

badan hukum maupun agen LKD

individu. Khusus untuk implementasi

LKD menggunakan agen LKD

individu, saat ini hanya

diperuntukkan bagi bank BUKU 41

.

Sampai saat ini baru 3 (tiga) bank

yang memperoleh izin dari Bank

Indonesia antara lain Bank Rakyat

Indonesia, Bank Mandiri dan Bank Central Asia. Jumlah agen LKD di Provinsi Riau

per posisi November 2016 sebanyak 4016 agen. Sepanjang tahun 2016, jumlah

agen LKD di Provinsi Riau terus meningkat dari tahun sebelumnya, meskipun laju

peningkatan jumlah LKD setiap bulannya (mtm) masih cenderung rendah. Secara

keseluruhan pada tahun 2016 terjadi dua kali lonjakan penambahan jumlah agen

LKD di Provinsi Riau yaitu pada bulan Juni dan bulan November. Peningkatan tajam

di bulan Juni 2016, dikarenakan kebutuhan masyarakat akan transaksi non tunai

meningkat akibat persiapan menjelang hari raya Idul Fitri, baik untuk konsumsi

maupun untuk transfer kepada kerabat.

Saat ini LKD di Provinsi Riau

sudah tersebar hampir di

seluruh kabupaten/kota yang

ada meskipun secara umum

rasio penyebarannya masih

terpusat di daerah

kabupaten/kota dengan

tingkat pangsa PDRB yang

tinggi seperti Kota

Pekanbaru, Kampar,

Bengkalis dan Siak dengan

total rasio sebesar 63,64%. Adapun daerah dengan jumlah agen terbanyak berada

di Kota Pekanbaru sebanyak 1.179 agen, sedangkan daerah dengan jumlah agen

1

Bank dengan modal inti di atas Rp30 Triliun.

Sumber : LBBU, Bank Indonesia

Grafik 5.8. Jumlah Agen LKD Spasial Provinsi Riau

Sumber: LBBU Bank Indonesia, diolah

3,78%

35,93%

Kab. Kampar

Kab. Bengkalis

Kab. Indragiri Hulu

Kab. Indragiri Hilir

Kab. Rokan Hulu

Kab. Rokan Hilir

Kab. Pelalawan

Kab. Siak

Kab. Kuantan Singingi

Kab. Kepulauan Meranti

Kota Pekanbaru

Kota Dumai

Kab./Kota Lainnya di Riau

Page 116: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

97

terendah berada di Kabupaten Kuantan Singingi yaitu sebanyak 124 agen (pangsa

3,78%).

Berdasarkan hasil survei dan monitoring yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi Riau pada tahun 2016, masyarakat merasa terbantu

dengan adanya program LKD khususnya bagi masyarakat yang tinggal di wilayah

yang jauh dari kantor bank dan ATM sehingga dapat lebih mudah mengakses

layanan keuangan. Namun demikian, masih terdapat hambatan dari sisi

pengetahuan masyarakat yang masih rendah dan cenderung khawatir dalam

melakukan transaksi menggunakan produk LKD dan memilih produk konvensional

seperti tabungan dan setor tarik tunai di kantor Bank.

Dari sisi infrastruktur di lapangan, ketidakstabilan sinyal dan jaringan

telekomunikasi masih menjadi permasalahan dalam penggunaan layanan LKD di

beberapa daerah. Masih terdapat daerah yang masuk kategori blank spot atau

tidak tercover jaringan telekomunikasi sehingga tidak dapat dilakukan perluasan

LKD di wilayah tersebut. Dari sisi agen pelaksana, pengetahuan dalam

mengoperasionalkan perangkat butuh ditingkatkan karena masih terdapat agen

yang belum mengerti sepenuhnya cara menggunakan mesin EDC yang digunakan

untuk melayani nasabah LKD.

Sehubungan dengan hal tersebut, upaya pengembangan LKD terus dilakukan oleh

Bank Indonesia melalui kegiatan edukasi dan sosialisasi yang akan dilaksanakan di

daerah-daerah yang potensial. Bank Indonesia bersama Perbankan penyelenggara

LKD perlu lebih giat dalam memberikan edukasi keuangan terutama untuk wilayah-

wilayah di luar Kota Pekanbaru baik kepada masyarakat pada umumnya dan agen

LKD pada khususnya sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan keterbukaan

masyarakat tentang Layanan Keuangan Digital. Apabila agen LKD telah memiliki

pengetahuan yang cukup diharapkan agen LKD agar lebih aktif dalam melakukan

edukasi ke masyarakat pentingnya LKD sehingga tidak hanya meningkatkan literasi

keuangan di masyarakat namun menjadi perluasan nasabah dan pelanggan bagi

agen yang akhirnya juga akan memberikan keuntungan kepada agen. Terkait

dengan permasalahan infrastruktur, Bank Indonesia dapat melakukan diskusi dan

pendekatan kepada perusahaan telekomunikasi untuk dapat mendorong

Page 117: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

98

pengembangan jaringan yang bisa digunakan pihak perbankan untuk mengetahui

daerah-daerah yang potensial untuk dilakukan pengembangan LKD.

Page 118: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

99

1. KONDISI UMUM

Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi Riau pada

Agustus 2016 menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan.

Beberapa indikator menunjukkan terjadi peningkatan kualitas ketenagakerjaan

antara lain menurunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau dari

7,83% pada Agustus 2015 menjadi 7,43% pada Agustus 2016. Sementara

perkembangan kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik terlihat dari penurunan

persentase jumlah penduduk miskin dibanding jumlah penduduk di Riau yakni dari

8,82% pada September 2015 menjadi 7,67% pada September 2016 dan

peningkatan Nilai Tukar Petani dari 99,11 pada triwulan III 2016 menjadi 102,23

pada triwulan IV 2016.

Bab 6 ASESMEN

KETENAGAKERJAAN DAN

KESEJAHTERAAN DAERAH

Page 119: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

100

2. KETENAGAKERJAAN

Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan

Kerja (TPAK) Agustus - 2016

Sumber : BPS - diolah

Grafik 6.2. Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) Agustus - 2016

Sumber : BPS - diolah

Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau pada periode Agustus 2016 menunjukkan

bahwa 2,99 juta (atau 66,25%) dari 4,51 juta jiwa penduduk Riau dengan usia 15

tahun ke atas merupakan angkatan kerja. Angka Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT) mengalami penurunan dari periode Agustus 2015 yang tercatat sebesar

7,83% menjadi 7,43%. Trend penurunan TPT Riau searah dengan pergerakan TPT

Indonesia yang tercatat 6,18% pada Agustus 2015 menjadi 5,61% di Agustus

2016 sehingga mengindikasikan terjadinya peningkatan ketenagakerjaan secara

nasional. Hal ini juga searah dengan arah perbaikan perekonomian Riau sampai

dengan triwulan III tahun 2016 dibandingkan tahun 2015.

Di tingkat regional, Riau merupakan provinsi dengan angka TPT ketiga tertinggi di

Sumatera. Sementara Bangka Belitung menjadi daerah dengan TPT terendah di

Sumatera dengan angka 2,60%. Jika dibandingkan dengan periode Agustus 2015,

Kepulauan Riau merupakan satu-satunya provinsi di Sumatera yang mengalami

peningkatan TPT di tahun 2016, yang diperkirakan sebagai akibat perlambatan

ekonomi khususnya sektor industri, sehingga banyak pegawai yang dirumahkan.

66,25

60,00 62,00 64,00 66,00 68,00 70,00 72,00 74,00

Bengkulu

Sumatera Selatan

Lampung

Bangka Belitung

Jambi

Sumatera Barat

Indonesia

Riau

Sumatera Utara

Kepulauan Riau

Aceh

7,43

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kepulauan Riau

Aceh

Riau

Sumatera Utara

Indonesia

Sumatera Barat

Lampung

Sumatera Selatan

Jambi

Bengkulu

Bangka Belitung

Page 120: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

101

Tabel 6.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera (%)

Sumber: BPS. - diolah

Tabel 6.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja

Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Sumber: BPS Provinsi Riau

Berdasarkan sektor ekonomi, penyerapan tenaga kerja di Riau masih didominasi

oleh sektor pertanian yaitu mencapai 41,88% dari total tenaga kerja, diikuti oleh

sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi serta sektor jasa

kemasyarakatan sosial dan perorangan dengan share penyerapan tenaga kerja

masing-masing mencapai 18,65% dan 17,40%. Penyerapan tenaga kerja pada

sektor pertanian tercatat menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun

sebelumnya yaitu dari 42,61% menjadi 41,88%. Seiring dengan penurunan

penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian, penyerapan tenaga kerja pada

sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi pun mengalami penurunan,

yaitu dari 20,40% menjadi 18,65%. Sementara Sektor Industri mengalami

peningkatan yaitu dari 5,97% menjadi 7,56%.

Provinsi Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri

Agt 2014 9,02 6,23 6,50 6,56 5,08 4,96 3,47 4,79 5,14 6,69

Feb 2015 7,73 6,39 5,99 6,72 2,73 5,03 3,21 3,44 3,35 9,05

Agt 2015 9,93 6,71 6,89 7,83 4,34 6,07 4,91 5,14 6,29 6,20

Feb 2016 8,13 6,49 5,81 5,94 4,66 3,94 3,84 4,54 6,17 9,03

Agt 2016 7,57 5,84 5,09 7,43 4,00 4,31 3,30 4,62 2,60 7,69

2015 2016

Pertanian Perkebunan Kehutanan Perburuan dan Perikanan 42,61 41,88

Pertambangan dan Penggalian 1,50 1,50

Industri 5,97 7,56

Listrik Gas dan Air Minum 0,22 0,65

Konstruksi 5,72 5,70

Perdagangan Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 20,40 18,65

Transportasi Pergudangan dan Komunikasi 3,84 4,28

Lembaga Keuangan Real Estate Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 2,60 2,38

Jasa Kemasyarakatan Sosial dan Perorangan 17,14 17,40

Total 100 100

AgustusLapangan Pekerjaan Utama

Page 121: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

102

Grafik 6.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja

Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Sebagian besar penduduk bekerja di Provinsi Riau memiliki status pekerjaan sebagai

buruh/karyawan/pegawai yaitu sebesar 41,53%. Angka ini cenderung menurun

dibandingkan Agustus 2015 yang tercatat sebesar 46,29%. Penurunan penduduk

yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai diperkirakan karena terjadinya

perlambatan ekonomi khususnya penurunan Kinerja sektor migas yang

menyebabkan terjadinya pengurangan karyawan di sektor usaha tersebut dan

sektor pendukung (perusahaan subkontraktor). Sementara itu, penduduk yang

bekerja dengan berusaha sendiri mengalami peningkatan dari 18,69% pada

Agustus 2015 menjadi 21,23% pada Agustus 2016. Hal tersebut mengindikasikan

bahwa kondisi ekonomi menuntut sebagian masyarakat untuk lebih kreatif dalam

menciptakan lapangan kerja sendiri, terutama pasca terjadinya pengurangan

karyawan di beberapa sektor usaha.

41,88

0 10 20 30 40 50

Pertanian Perkebunan Kehutanan…

Pertambangan dan Penggalian

Industri

Listrik Gas dan Air Minum

Konstruksi

Perdagangan Rumah Makan dan Jasa…

Transportasi Pergudangan dan Komunikasi

Lembaga Keuangan Real Estate Usaha…

Jasa Kemasyarakatan Sosial dan Perorangan

Persen (%)2016 2015

Page 122: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

103

Grafik 6.4 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja

Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Dilihat dari jumlah jam kerja per hari, mayoritas tenaga kerja di Riau menghabiskan

waktu jam kerjanya selama 0*1

dan lebih dari 35 jam seminggu (atau pekerja

waktu penuh), yaitu sebanyak 64,04%. Pekerja dengan waktu lebih dari 35 jam

seminggu merupakan pekerja penuh, sementara pekerja dengan waktu kurang dari

35 jam seminggu merupakan pekerja tidak penuh. Dengan demikian, mayoritas

angkatan kerja yang bekerja di Riau pada Agustus 2015 merupakan pegawai

dengan waktu kerja penuh. Hal ini sesuai dengan jumlah status pekerja terbesar di

Riau yang berprofesi sebagai buruh/karyawan/pegawai. Pekerja tidak penuh di Riau

didominasi oleh pekerja yang berprofesi sebagai wirausaha, pekerja keluarga dan

buruh bebas.

Grafik 6.5. Jumlah Jam Kerja per Minggu

Agustus - 2016

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

Grafik 6.6. Pendidikan Tertinggi yang

Ditamatkan

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

1 Termasuk penduduk yang sementara tidak bekerja.

21,23

41,53

Berusaha Sendiri

Berusaha Dibantu Buruh TidakTetap / Buruh Tidak Dibayar

Berusaha Dibantu Buruh Tetap /Buruh Dibayar

Buruh / Karyawan

Pekerja Bebas

Pekerja tidak dibayar

3% 6%

14%

13%64%

1 - 7

8 - 14

15 - 24

25 - 34

0* dan 35+

37%

18%

33%

12%SD kebawah

SMP

SMA / SMK

Pendidikan Tinggi

Page 123: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

104

Grafik 6.7 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan

yang Ditamatkan

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh tenaga kerja di Riau mayoritas

merupakan tamatan SMP ke bawah, dengan prosentase sebesar 55,24%. Kondisi

ini tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya yang mencapai 56,26%dari total

angkatan kerja yang bekerja. Pekerja dengan tingkat pendidikan Diploma dan

Universitas hanya mencapai 11,89%, sementara pekerja yang menamatkan tingkat

pendidikan SMA dan SMK mencapai 32,87%. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja di Riau masih tergolong

rendah.

Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT) terbesar berada pada kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan SMA

dan SMK yaitu mencapai 12,93%. Sementara TPT kelompok penduduk dengan

tingkat pendidikan perguruan tinggi mengalami penurunan dari 9,51% pada

Agustus 2015 menjadi 7,74% pada Agustus 2016. Kondisi ini menunjukkan

adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan bahwa lapangan kerja yang tersedia di

Provinsi Riau semakin optimal dalam menyerap tenaga kerja dengan tingkat

pendidikan yang lebih tinggi.

2,79

5,66

12,93

7,74

0

2

4

6

8

10

12

14

SD kebawah SMP SMA / SMK Pendidikan Tinggi

Agustus 2015 Agustus 2016

Page 124: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

105

3. KESEJAHTERAAN DAERAH

3.1 Penduduk Miskin Riau

Jumlah penduduk miskin di Riau pada bulan September 2016 sebesar 501,59 ribu

atau 7,67% dari jumlah penduduk Riau. Jumlah ini menurun sebanyak 61,33 ribu

jiwa jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2015 yang

berjumlah 562,92 ribu atau 8,82% dari jumlah penduduk Riau.

Grafik 6.8. Perkembangan Penduduk Miskin

Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

Grafik 6.9. Sebaran Penduduk Miskin

Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

Jumlah penduduk miskin di Riau baik yang tinggal di daerah pedesaan maupun

perkotaan pada September 2016 mengalami penurunan. Di daerah pedesaan

jumlah penduduk miskinnya mencapai 337,47 ribu penduduk, turun sebesar 50,66

ribu penduduk atau sekitar 13,05% (yoy) jika dibandingkan dengan September

2015 yang sebanyak 388,13 ribu penduduk. Sementara itu, jumlah penduduk

miskin di Riau yang tinggal di daerah perkotaan September 2016 sebesar 164,12

ribu jiwa, juga turun sebesar 10,67 ribu jiwa atau sebesar 6,10%(yoy) jika

dibandingkan dengan September 2015 yang sebesar 174,79 ribu jiwa.

3.2 Garis Kemiskinan Riau

Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh GK, karena

penduduk miskin adalah penduduk yang memiki rata-rata pengeluaran per kapita

per bulan di bawah GK. Semakin tinggi GK, semakin banyak penduduk yang

tergolong sebagai penduduk miskin.

Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Provinsi Riau Tahun 2016

Page 125: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

106

Sumber : BPS Provinsi Riau

Garis Kemiskinan (GK) Riau di tahun 2016 mencapai angka Rp437.259 per

kapita/bulan, atau meningkat 4,82% (yoy) dari tahun 2015 yang tercatat

Rp417.164 per kapita/bulan. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan

yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non

Makanan (GKNM), terlihat bahwa komoditas makanan memiliki peranan yang jauh

lebih besar dibandingkan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang,

pendidikan, dan kesehatan). Peranan GKM terhadap GK pada September 2016

mencapai 73,59%, sementara peranan GKNM terhadap GK adalah 26,41%.

Peningkatan GK di daerah perdesaan pada tahun 2016 mencapai 4,12% (yoy)

sementara peningkatan GK di daerah perkotaan pada tahun 2016 mencapai

5,30% (yoy). Kondisi tersebut menggambarkan bahwa GK di daerah perkotaan

mengalami peningkatan yang lebih besar dibandingkan perdesaan sehingga

mengakibatkan jumlah peningkatan penduduk miskin di Riau relatif lebih cepat

bertambah.

3.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan Kemiskinan

(P2) Riau

Indeks kedalaman kemiskinan (P1) pada tahun 2016 menunjukkan adanya trend

penurunan. Indeks kedalaman kemiskinan turun dari 1,453 pada September 2015

menjadi 1,355 pada September 2016. Penurunan indeks ini mengindikasikan

bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis

kemiskinan.

Makanan Bukan Makanan Total

Sep-15 288.596 128.812 417.408

Sep-16 301.570 137.972 439.542

Sep-15 318.195 98.585 416.780

Sep-16 333.174 100.786 433.960

Sep-15 306.835 110.329 417.164

Sep-16 321.762 115.497 437.259

Perkotaan

DaerahGaris Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)

Kota + Desa

Perdesaan

Page 126: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

107

Grafik 6.10. Perkembangan Indeks

Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

Grafik 6.11. Perkembangan Indeks

Keparahan Kemiskinan (P2) Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

Apabila dilihat secara terpisah, tingkat kedalaman kemiskinan di daerah perkotaan

mengalami peningkatan yaitu dari 0,834 pada September 2015 menjadi 1,330

pada September 2016, berbanding terbalik dengan tingkat kedalaman kemiskinan

di daerah perdesaan yang mengalami penurunan yaitu dari 1,847 pada September

2015 menjadi 1,370 pada September 2016. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-

rata pengeluaran penduduk miskin di daerah perkotaan semakin menjauh dari garis

kemiskinan sementara rata-rata pengeluaran penduduk miskin di daerah perdesaan

semakin mendekati garis kemiskinan.

Kondisi yang sama juga terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau yang

menunjukkan tren penurunan, yaitu tercatat turun dari 0,446 pada September

2015 menjadi 0,399 pada September 2016. Penurunan indeks ini mengindikasikan

bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk miskin mengalami penurunan. Jika

dibandingkan antara daerah perdesaan dan perkotaan tercatat bahwa Indeks

Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan mengalami penurunan dari 0,599

pada September 2015 menjadi 0,364 pada September 2016, sedangkan di daerah

perkotaan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami peningkatan dari 0,206

pada September 2015 menjadi 0,454 pada September 2016, hal ini

mengindikasikan terjadi penurunan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di

daerah perdesaan sementara di daerah perkotaan terjadi kenaikan ketimpangan

pengeluaran penduduk miskin.

Page 127: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

108

3.4 Nilai Tukar Petani

Nilai Tukar Petani pada triwulan IV-2016 meningkat jika dibandingkan dengan

triwulan III-2016 yakni dari 99,11 menjadi 102,23. Kenaikan NTP pada triwulan IV-

2016 disebabkan oleh kenaikan indeks harga yang diterima petani sebesar 2,61%,

lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan indeks harga yang dibayar petani

sebesar 0,77%. Nilai NTP di atas 100 secara umum memberikan gambaran bahwa

kegiatan pertanian di Provinsi Riau mulai membaik dan memberikan nilai tambah

dalam peningkatan taraf hidup petani, tercermin dari besarnya pendapatan yang

diperoleh petani dibanding biaya yang dikeluarkan oleh petani. Peningkatan nilai

tukar petani dicatatkan oleh seluruh subsektor kecuali subsektor peternakan, yang

menjadi satu-satunya subsektor penyusun NTP yang mengalami penurunan indeks

Niali Tukar Usaha Petani (NTUP) sebesar 0,53%. NTUP terendah dicatatkan oleh

subsektor peternakan sebesar 109,15. Sementara NTUP tertinggi dicatatkan oleh

subsektor perikanan sebesar 118,05.

Grafik 6.12. Perkembangan Nilai Tukar Petani

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

Page 128: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

94

1. PROSPEK MAKROREGIONAL

Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan II-2017 secara umum diperkirakan

tumbuh meningkat, berada pada kisaran 2,8+0,5%(yoy) dengan tendensi ke arah

batas bawah. Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan berasal dari

konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, dan ekspor yang tumbuh

positif dan meningkat jika dibandingkan triwulan I-2017. Sementara itu, secara

sektoral peningkatan kinerja diperkirakan berasal dari sektor konstruksi dan

perdagangan besar dan eceran. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi Riau tertahan oleh

tingginya impor dan berlanjutnya kontraksi sektor pertambangan dan penggalian.

Secara keseluruhan tahun 2017, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan akan

mencapai 2,5-3,5% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan tahun 2016 yang sebesar

PROSPEK PEREKONOMIAN

DAERAH

Bab 7

Page 129: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

95

2,23% (yoy). Laju pertumbuhan tertinggi diperkirakan bersumber dari ekspor dan

konsumsi pemerintah. Pada tahun 2017, harga komoditas dan energi diperkirakan

mengalami perbaikan seiring dengan mulai pulihnya perekonomian global yang

dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Selain itu, lebih

besarnya anggaran APBD 2017 Provinsi Riau dibandingkan tahun 2016 diharapkan

menjadi pendorong perekonomian Riau ke depan.

Tabel 7.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Riau Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Riau Tahun 2017 (% yoy)

P Proyeksi Bank Indonesia

Perekonomian Riau ke depan masih didorong oleh konsumsi rumah tangga.

Berdasarkan perkembangan indikator terkini, indeks keyakinan konsumen terhadap

kondisi ekonomi pada awal tahun 2017 relatif menurun. Pesimisme konsumen

tersebut dilatarbelakangi oleh perkembangan harga yang belum menunjukkan

perbaikan signifikan serta lifting migas sebagai salah satu sektor utama Riau yang

masih melanjutkan tren menurun hingga Januari 2017 (Grafik 7.1). Namun jika

dilihat dari indeks ekspektasi konsumen sampai dengan 6 bulan yang akan datang

secara umum menunjukkan peningkatan (Grafik 7.2).

Grafik 7.1. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 7.2. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Sementara itu konsumsi pemerintah juga diperkirakan akan meningkat jika

dibandingkan triwulan berjalan. Hal tersebut didorong oleh lebih tingginya anggaran

APBD Provinsi Riau Tahun 2017. APBD 2017 disahkan pada bulan November 2016,

I II III IV I II III

PDRB 2,71 -0,03 -2,06 -1,36 4,39 0,22 2,74 2,75 1,26 2,22 2,23 2,0-3,0 2,3-3,3 2.5-3.5

Komponen 2014 20152015 2016 2017

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan

2012 2013 2014 2015 2016 2017

IKKIKEIEKGaris 100

40

50

60

70

80

90

100

110

120

130

140

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan

2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Kegiatan Usaha Indeks Penghasilan Konsumen

Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Garis 100

Page 130: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

96

lebih cepat dibandingkan APBD tahun sebelumnya yang biasanya baru disahkan

pada bulan Desember. Percepatan pengesahan APBD tersebut diharapkan

mendorong percepatan realisasi anggaran. Peningkatan belanja pemerintah tersebut

juga diikuti oleh peningkatan investasi seiring dengan berlanjutnya proyek strategis

yang prosesnya terus dipercepat. Adapun beberapa proyek strategis yang masih

terus berlanjut antara lain adalah pembangunan jalan tol trans sumatera yang

melewati Pekanbaru-Dumai seluar 131.475 Km, pembangunan jalur kereta api di 4

titik yakni Rantau Prapat-Dumai (249 Km), Duri-Pekanbaru (90 Km), Pekanbaru-

Muaro (164 Km), Pekanbaru-Jambi (350 Km), serta adanya program peningkatan

dan pembangunan jalan dan jembatan yang terus dilakukan dalam rangka

peningkatan kualitas jalan dalam rangka mendukung kelancaran distribusi barang

dan jasa.

Dari sisi eksternal, kinerja ekspor pada triwulan II-2017 diperkirakan tumbuh positif

sejalan dengan mulai pulihnya kondisi perekonomian global yang berdampak

terhadap peningkatan permintaan negara mitra dagang dan harga komoditas

internasional. Jika dilihat secara lebih rinci, ekspor barang dan jasa Riau triwulan ke

depan didominasi oleh ekspor luar negeri yang memiliki pangsa mencapai 88,29%.

Melihat outlook ekonomi global ke depan, perbaikan permintaan terutama

diperkirakan berasal dari India yang pertumbuhannya relatif meningkat, sementara

perkiraan ekonomi negara lainnya relatif melambat. Adapun komoditas utama yang

banyak di ekspor ke India antara lain CPO dan pulp.

Grafik 7.3 Outlook Perekonomian Global

Sumber: Recent Economic Development Bank Indonesia, Januari 2017

3,1

7,3 6,9

2,5

1,5

0,6

3,1

7,3 6,9

2,5

1,5

0,6

3,2

7,4

6,4

2,2

1,4

0,1

-

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

Dunia India Tiongkok Amerika Eropa Jepang

% y

oy

2015 2016P 2017P

Page 131: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

97

Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan

pada triwulan II-2017 diperkirakan relatif stabil. Faktor pendorong meningkatnya

pertumbuhan diperkirakan berasal dari subsektor perkebunan sawit. Kurang

optimalnya produksi sawit pada tahun 2016 disebabkan oleh musim trek yang

berlangsung sejak Januari-Agustus tahun 2016, sehingga pada semester II-2016

sampai dengan awal tahun 2017 produksi berpotensi meningkat, disamping mulai

berproduksinya tanaman yang direplanting. Dengan demikian, meningkatnya

produksi dan meningkatnya harga TBS lokal yang juga dipengaruhi oleh perbaikan

harga komoditas internasional mendorong laju pertumbuhan sektor pertanian,

kehutanan, dan perikanan ini.

Sejalan dengan peningkatan kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan

Riau, kinerja sektor industri pengolahan juga diperkirakan meningkat. Membaiknya

perekonomian negara mitra dagang dan meningkatnya harga komoditas

perkebunan mendorong capaian pertumbuhan sektor ini, terutama subsektor

industri pengolahan CPO dan produk turunannya termasuk biodiesel, serta industri

pengolahan pulp and paper. Meningkatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan

juga dipengaruhi oleh mandatori campuran biodiesel ke dalam bahan bakar nabati.

Hal tersebut dikonfirmasi oleh contact liaison yang menyatakan terjadi peningkatan

yang siginifikan terhadap permintaan biodiesel dalam negeri sejak tahun 2016.

Dengan demikian, peningkatan permintaan sektor industri pengolahan tidak hanya

bersumber dari luar negeri tetapi juga domestik.

Di sisi lain, sektor pertambangan dan penggalian migas masih cenderung

melanjutkan tren menurun. Secara natural, produksi turun 8-12% jika tidak

melakukan investasi apapun. Contact liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Riau, menginformasikan bahwa cadangan minyak bumi masih cukup

banyak, namun mahalnya teknologi yang dibutuhkan untuk kegiatan lifting minyak

bumi melalui secondary recovery belum mampu memenuhi nilai keekonomisannya.

Turunnya lifting migas menjadi faktor penahan pertumbuhan ekonomi Riau seiring

dengan proporsinya yang besar terhadap perekonomian Riau, yang pada tahun 2016

mencapai 27,93%.

Selanjutnya, perkembangan sektor konstruksi diperkirakan menunjukkan

peningkatan yang cukup baik. Hal ini didorong oleh peningkatan APBD pemerintah

Page 132: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

98

yang digunakan untuk melanjutkan sejumlah proyek infrastruktur strategis.

Pertumbuhan sektor konstruksi ini juga tercermin dari meningkatnya konsumsi

semen di Riau. Hingga akhir tahun 2017, pertumbuhan sektor ini diperkirakan masih

terus berlanjut. Adapun faktor yang dapat menghambat perkembangan sektor ini

antara lain perkembangan aktivitas swasta yang sampai dengan triwulan berjalan

diperkirakan masih berjalan relatif lambat yang terindikasi dari lambatnya

pertumbuhan kredit investasi. Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi investor yang

masih wait and see terhadap perkembangan ekonomi Riau ke depan.

Sektor perdagangan besar dan eceran juga diperkirakan meningkat hingga akhir

tahun 2017. Peningkatan tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi daya beli

masyarakat yang menunjukkan perbaikan. Secara umum, meningkatnya kinerja

sektor ini didorong oleh perbaikan harga komoditas yang terus berlanjut, kenaikan

Upah Minimum Provinsi Riau, apresiasi nilai tukar rupiah, relatif terjaganya tingkat

inflasi.

Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 secara keseluruhan

diperkirakan berada pada kisaran 2,50 3,50% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

capaian tahun 2016 yang tumbuh sebesar 2,23% (yoy). Peningkatan kinerja

ekonomi didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah,

investasi, peningkatan ekspor, dan tertahannya pertumbuhan impor. Sementara dari

sisi penawaran, sumber pertumbuhan ekonomi berasal dari 4 sektor utama yaitu

sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan; industri pengolahan; konstruksi; dan

perdagangan besar & eceran. Di sisi lain, masih terkontraksinya pertumbuhan sektor

pertambangan dan penggalian menjadi penahan laju pertumbuhan ekonomi Riau

yang lebih tinggi.

Secara umum, faktor pendorong meningkatnya pertumbuhan diperkirakan berasal

dari perbaikan harga komoditas, meningkatnya permintaan ekspor dan penyerapan

domestik, volume produksi seiring dengan berakhirnya musim trek dan mulai

berproduksinya tanaman yang telah direplanting, lebih tingginya APBD 2017

dibandingkan tahun lalu, percepatan realisasi anggaran pemerintah daerah dan terus

berlanjutnya pembangunan proyek infrastruktur strategis, serta membaiknya kondisi

perekonomian yang mendorong ekspektasi investor yang lebih baik terhadap kondisi

ekonomi ke depan.

Page 133: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

99

Meskipun demikian, kondisi perekonomian ke depan dibayangi beberapa risiko

eksternal dan domestik. Dari pasar keuangan global, risiko antara lain bersumber dari

arah kebijakan pemerintah AS dan frekuensi kenaikan suku bunga lanjutan di AS

pada tahun 2017, serta proses penyeimbangan ekonomi dan penyehatan sektor

keuangan di Tiongkok yang juga menjadi salah satu negara mitra dagang utama

Riau. Dari sisi domestik, risiko terkait dengan penyesuaian administered prices sejalan

dengan kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh pemerintah sehingga

berpotensi memberikan dampak terhadap perubahan harga barang dan jasa. Selain

itu, terdapat risiko yang berpotensi membawa pertumbuhan ekonomi Riau

menyentuh batas bawah proyeksi (downside risks). Kondisi ini utamanya terkait

dengan kondisi sumur minyak yang tidak produktif (natural declining), tidak

optimalnya penggunaan teknologi injeksi untuk optimalisasi produksi, serta

eksplorasi sumur baru yang terkendala proses perizinan sehingga diperkirakan

berpotensi mengakibatkan kontraksi yang lebih dalam pada sektor pertambangan

migas. Selain itu, potensi pemulihan kinerja sektor pertanian masih cukup rendah,

terutama terhadap subsektor perkebunan kelapa sawit sehubungan dengan dampak

el nino dan la nina yang berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan, serta

kondisi banjir sehingga produksi pertanian relatif terganggu. Berdasarkan FGD

dengan BMKG Provinsi Riau, La Nina lemah telah terjadi sejak Juli 2016 dan diprediksi

masih bertahan hingga awal tahun 2017. Hal tersebut disebabkan oleh pola

klimatologis equatorial yang secara umum akan berdampak pada penurunan

intensitas hujan pada bulan Februari dan akan kembali meningkat sekitar

pertengahan Maret, serta puncak musim hujan pertama pada bulan April 2017.

Daerah yang menjadi perhatian agak kering adalah wilayah pesisir seperti Rohil,

Dumai, Bengkalis, Siak Bagian pesisir, Meranti, Pelalawan Bagian pesisir. Musim

kemarau secara signifikan diprediksi pada bulan Mei hingga September 2017.

Prediksi curah hujan Riau pada bulan Januari-Juni 2017 didominasi kriteria

menengah (150-200mm/bulan) dan mulai berkurang pada bulan Mei Juni 2017.

Page 134: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

100

2. PERKIRAAN INFLASI

Tabel 7.2. Perkembangan Inflasi Aktual Riau dan Prakiraan Inflasi Riau Triwulan II-2017 dan Tahun 2017

Inflasi Provinsi Riau triwulan II-2017 diperkirakan berada pada kisaran 4,5-5,5% (yoy)

dengan tendensi ke arah batas atas. Tingkat inflasi triwulan II-2017 diperkirakan

lebih tinggi jika dibandingkan triwulan yang sama tahun 2016. Secara keseluruhan

tahun 2017, tingkat inflasi diperkirakan berkisar antara 4,0-5,0% (yoy) dengan

tendensi ke arah batas atas, lebih tinggi dibandingkan capaian tahun 2016 yang

sebesar 4,04% (yoy). Peningkatan tersebut disebabkan oleh peningkatan harga

terutama bahan makanan yang cukup tinggi pada awal tahun 2017, penyesuaian

tarif listrik dan penyesuaian harga BBM.

Faktor pendorong inflasi Riau pada tahun 2017 diperkirakan terutama berasal dari

inflasi volatile food, bersumber dari kenaikan harga bahan makanan akibat

keterbatasan pasokan seiring dengan kemungkinan terjadinya la nina yang menguat

sehingga mengganggu pasokan dari beberapa sentra produksi yang banyak

memasok kebutuhan ke wilayah Riau. Beberapa komoditas seperti aneka cabai,

beras, bawang merah, daging ayam ras, dan daging sapi diperkirakan akan

meningkat karena keterbatasan pasokan. Selain itu tekanan inflasi volatile food juga

didorong oleh meningkatnya permintaan masyarakat menjelang Ramadhan dan Idul

Fitri pada akhir triwulan II-2017.

Inflasi kelompok administered price, diperkirakan mengalami peningkatan seiring

dengan penyesuaian tarif listrik secara bertahap, kebijakan BBM 1 harga, dan

kenaikan harga BBM non subsidi turut menjadi faktor yang memberikan tekanan

terhadap laju inflasi kelompok administered price. Sementara itu, meskipun relatif

stabil tekanan inflasi inti diperkirakan sedikit meningkat akibat mulai membaiknya

daya beli masyarakat karena meningkatnya penghasilan (akibat mulai meningkatnya

harga TBS lokal) dan peningkatan realisasi belanja pemerintah sehingga akan

meningkatkan sisi permintaan. Faktor yang menahan peningkatan tekanan inflasi inti

adalah penguatan nilai tukar rupiah sehingga menurunkan imported inflation.

I II III IV I II III IV

INFLASI 6,17 7,40 5,70 2,65 4,42 1,92 3,27 4,04 4.0-5.0 4.5-5.5 4.0-5.0

Keterangan2015 2016 2017

Page 135: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

101

Grafik 7.4. Tracking Inflasi SPH dan BPS Grafik 7.5. Perkiraan Harga Mendatang

Sumber: SPH Bank Indonesia dan Rilis Inflasi BPS Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran

proyeksi antara lain menguatnya kemungkinan terjadinya la nina yang berpotensi

menganggu produksi daerah sentra pertanian, kenaikan permintaan pada

momentum liburan sekolah dan hari besar keagamaan, penyesuaian tarif listrik,

kenaikan harga BBM non subsidi, kenaikan cukai rokok tahunan, kenaikan harga

pakan ternak, dan sebagainya. Sementara itu, faktor yang berpotensi membawa

inflasi ke batas bawah yaitu perkembangan harga minyak dunia yang masih belum

membaik sehingga meminimalisir tekanan inflasi dari kelompok administered prices,

apresiasi nilai rupiah, melimpahnya pasokan pada saat musim panen yang terjadi

bersamaan di beberapa daerah sentra produksi, kebijakan pemerintah yang semakin

baik di bidang ketahanan pangan, kebijakan impor, penurunan tingkat suku bunga,

dan sebagainya. Pada tingkat regional, koordinasi aktif forum Tim Pengendalian

Inflasi Daerah terus ditingkatkan baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota,

dengan beberapa fokus pembahasan antara lain implementasi roadmap TPID Provinsi

dan menyusun roadmap TPID di tingkat Kota/Kabupaten, serta sosialisasi dan

membuat rencana tindak lanjut arahan Presiden dalam Rakornas VII TPID antara lain:

1. Mengintensifkan koordinasi dan mengoptimalkan program/kegiatan

pengendalian inflasi di tingkat Kota/Kabupaten, disertai dengan evaluasi

secara berkala.

2. Merumuskan dukungan program intervensi dalam rangka stabilisasi harga

atau program pengendalian harga lain yang diperlukan dengan alokasi APBD

yang memadai

(1,50)

(1,00)

(0,50)

-

0,50

1,00

1,50

2,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2016 2017

% m

tm

Rilis Inflasi BPS Tracking Inflasi SPH

140

145

150

155

160

165

170

175

180

185

190

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2013 2014 2015 2016 2017

Perkiraan Harga 3 Bulan Mendatang

Perkiraan Harga 6 Bulan Mendatang

Perkiraan Harga 12 Bulan Mendatang

Page 136: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

102

3. Melakukan monitoring kewajaran harga dan stok pangan di pasaran dan

gudang-gudang distributor besar secara berkala dengan berkoordinasi

dengan aparat penegak hukum

4. Monitoring kondisi dan pengembangan infrastruktur distribusi pangan

daerah, melakukan respon perbaikan secara cepat, serta koordinasi intensif

dengan Pemerintah Pusat jika terjadi kendala

5. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memicu disparitas harga seperti biaya

transportasi, biaya dan kondisi bongkar muat, kondisi penyimpanan barang,

serta faktor-faktor lainnya.

3. REKOMENDASI

Sehubungan dengan upaya pengendalian inflasi, dan upaya peningkatan

pertumbuhan ekonomi, maka diusulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Jangka pendek

a. Melakukan monitoring secara intensif tindak lanjut arahan Presiden

dalam Rakornas VII TPID dan Rakorpusda Tahun 2016. Selain itu seluruh

TPID di Kabupaten/Kota diharapkan dapat menyusun roadmap

pengendalian inflasi, mengacu kepada roadmap pengendalian inflasi

Provinsi Riau dengan 7 fokus utama yaitu: peningkatan produksi

berdasarkan kawasan/produk unggulan, pengembangan infrastruktur

pendukung produksi dan distribusi bahan pangan, pengembangan

struktur pasar dan tata niaga pangan pokok, kegiatan operasi pasar dan

pasar murah, pengelolaan dampak penyesuaian harga, mendorong

ketersediaan informasi, dan koordinasi intensif SKPD.

b. Penguatan sektor pariwisata dan industri kreatif sebagai sumber

pertumbuhan ekonomi daerah, yang diawali dengan penyusunan

konsep & blueprint pengembangan pariwisata berbasis alam dan budaya

yang diintegrasikan dengan rencana pengembangan infrastruktur

pendukung untuk meningkatkan aksesibilitas daerah wisata serta

promosi yang memadai. Selain itu perlu dilakukan koordinasi dari

seluruh unsur (pentahelix) agar memiliki persamaan persepsi terhadap

blueprint pengembangan yang disusun.

Page 137: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

103

c. Mendorong berbagai kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and

Exchibition (MICE) dalam rangka penguatan permintaan domestik

melalui aktivitas konsumsi seperti berbagai event pariwisata/budaya

berskala nasional dan internasional, melalui media pemasaran yang

massive dan terpusat, serta penciptaan budaya masyarakat sadar wisata.

d. Membangun persepsi positif terhadap iklim investasi melalui publikasi

perkembangan kemajuan pembangunan infrastruktur melalui media

komunikasi yang lebih luas dan terintegrasi, dengan kredibilitas

informasi yang lebih tinggi (Regional Investor Relation Unit/RIRU). Hal ini

juga disertai dengan informasi terkait kebijakan-kebijakan di daerah

yang memberikan insentif khusus bagi para investor di Provinsi Riau.

2. Jangka Menengah Panjang

a. Percepatan proyek pembangunan infrastruktur, terutama jalan, listrik

dan pelabuhan. Pada dasarnya, pembangunan infrastruktur yang

memadai akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan nilai

tambah perekonomian. Selain dapat meningkatkan kualitas kehidupan

masyarakat, kondisi infrastruktur yang baik juga akan mendorong

pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Hal

ini sejalan dengan simulai kebijakan yang dilakukan oleh Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau dengan menggunakan model

CGE-INDOTERM bahwa untuk melakukan akselerasi pertumbuhan

ekonomi di Provinsi Riau, percepatan pembangunan infrastruktur jalan,

listrik dan pelabuhan menjadi salah satu fokus pembangunan

pemerintah daerah.

b. Percepatan implementasi kerjasama antar daerah dalam pemenuhan

kebutuhan pangan dikarenakan karakteristik Provinsi Riau bukan

merupakan daerah sentra produksi pangan. Sebagai langkah awal

diperlukan realisasi rencana kerjasama antar GAPOKTAN provinsi

Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan khususnya

untuk komoditas beras yang sudah dijajaki oleh Dinas Ketahanan

Pangan

Page 138: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

104

c. Perlunya penyusunan roadmap pengembangan kemaritiman di Provinsi

Riau mengingat potensi perikanan dan kelautan yang cukup besar. Hal

ini tercermin dari total produksi perikanan yang terus meningkat setiap

tahunnya. Namun fokus pengembangan terhadap sektor kemaritiman di

Riau relatif minim. Sampai dengan saat ini, masih belum terdapat industri

pakan ikan sehingga biaya pengembangan perikanan di Riau menjadi

lebih mahal. Selain itu, pemerintah daerah Provinsi Riau perlu untuk

memperketat pengawasan kapal yang beroperasi di wilayah perairan

Riau terutama di daerah perbatasan yang rawan tindakan pencurian ikan

dan penjualan ikan di tengah laut, mendata kembali seluruh kapal

penangkap ikan, optimalisasi alokasi bantuan anggaran untuk nelayan,

peningkatan kualitas pelabuhan perikanan, dan mengaktifikan kembali

galangan kapal. Di sisi lain, diperlukan optimalisasi pengembangan

potensi wisata bahari Riau, antara lain melalui percepatan perbaikan

infrastruktur, peningkatan fasilitas pendukung dan kondisi akomodasi

agar lebih memadai, penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) di sektor

Pariwisata dan Jasa Pendukung.

Page 139: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan
Page 140: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan
Page 141: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan
Page 142: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan