Jurnal Subjective Well-being Pada Relawan Skizofrenia

download Jurnal Subjective Well-being Pada Relawan Skizofrenia

of 14

description

Jurnal

Transcript of Jurnal Subjective Well-being Pada Relawan Skizofrenia

  • eJournal Psikologi, 2015, 3 (1): 407 - 420ISSN 0000-0000, ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id Copyright 2015

    SUBJECTIVE WELL-BEING PADA RELAWANSKIZOFRENIA YAYASAN SOSIAL JOINT ADULAM

    MINISTRY (JAM) DI SAMARINDAElisha Maris Tobing1

    AbstrakPenelitian mengenai subjective well-being ini bertujuan untuk mengetahui

    bagaimana gambaran kesejahteraan subjektif pada relawan yang mengabdi untukorang-orang skizofrenia. Relawan skizofrenia di Yayasan Joint Adulam Ministry(JAM) adalah orang-orang yang mendedikasikan hidupnya untuk melayani danmembantu pasien-pasien skizofrenia.

    Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif berdasarkanteori subjective well-being yang dikemukakan oleh Diener. Teori terdiri darikepuasan hidup (life satisfaction) dan kepuasan domain (domain satisfaction) dandimensi afektif meliputi afek positif dan afek negatif. Responden diambilberdasarkan konstruk operasional (theory based/operational construct sampling).Metode pengumpulan data adalah metode wawancara mendalam (in depthinterview), dengan tiga subjek penelitian yang merupakan relawan Yayasan SosialJoint Adulam Ministry (JAM) di Samarinda.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada ketiga subjek memiliki gambaransubjective well-being atau kesejahteraan subjektif yang berbeda. Pada subjek RT,ia merasakan afek negatif seperti rasa sedih karena harus tinggal terpisah dengansuaminya dan rasa jenuh akan posisinya sebagai relawan. Namun ia lebih banyakmerasakan afek positif di beberapa domain lain sehingga menutupi rasaketidakpuasan pada domain-domain tertentu. Pada subjek TN ia merasakan lebihbanyak afek negatif daripada afek positif dalam domain kepuasan. TN merasakurang bahagia atau merasakan banyak afek negatif karena harapan-harapannyabelum tercapai. Mengabdi di Yayasan JAM menjadi penyebab subjek belumdapat mewujudkan impiannya. Pada subjek IT, dalam domain diri sendiri iamenyatakan belum puas pada hidupnya saat ini. IT mengungkapkan bahwa saatmenjadi relawan di JAM, ia belum mencapai hidup yang ideal karena menjalanipernikahan jarak jauh (Long Distance Marriage). Meskipun demikian, disampingdua domain tersebut subjek merasakan banyak afek positif dan secara keseluruhanmerasa bahagia atas hidupnya.

    Kata Kunci: Subjective Well-being, Relawan, Yayasan Sosial

    1 Mahasiswa Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UniversitasMulawarman. Email: [email protected]

  • Subjective Well-being Pada Relawan Skizofrenia (Elisha Maris Tobing)

    408

    PendahuluanData statistik Kementrian Kesehatan Medio 2014 menunjukkan bahwa

    terdapat 200.000 jiwa terindikasi mengalami gangguan jiwa di tingkat serius,sementara pasien rawat inap yang ditangani oleh RSJD Atma Husada MahakamSamarinda hanya sekitar 230 orang karena keterbatasan ruangan. Hal tersebutmembuat sejumlah pihak tergerak untuk mendirikan sebuah yayasan sosialbernama Joint Adulam Ministry (JAM) di Samarinda. Pihak-pihak yang bersediamenjadi partisipan dalam kegiatan yang bertujuan sosial disebut relawan.

    Yayasan Sosial JAM menampung kurang lebih 120 pasien skizofrenia.Relawan yang menjadi tenaga kerja adalah 5 orang, jumlah yang sangat tidaksebanding dengan banyaknya pasien. Dari hal tersebut dapat dikatakan jumlahtenaga kerja sangat terbatas, belum lagi ditambah dengan adanya waiting list ataudaftar tunggu dari para keluarga pasien yang menginginkan keluarganyamendapat penanganan baik di JAM. Rutinitas dan tanggung jawab sebagairelawan pasien skizofrenia dengan defisit perawatan diri tidaklah mudah, tentunyatidak semua orang bersedia melakukan pekerjaan tersebut karena disamping itukeluarga pasien sangat mengharapkan adanya kemajuan. Secara tidak langsungrelawan dituntut untuk dapat memberikan dampak positif terhadap kesehatanmental pasien. Menurut Greenbreg & Baron (1995) adanya tuntutan pekerjaanyang tinggi dapat menyebabkan terjadinya sindrom kelelahan atau lebih dikenaldengan burnout. Merawat pasien skizofrenia tidak mudah, pada hasil penelitianScaufeli (2003) diuraikan bahwa pekerja sosial dan profesi bidang kesehatanmenempati urutan pertama yang paling banyak mengalami burnout, yaitu sekitar43%.

    Berdasarkan wawancara tanggal 25 Agustus 2014 yang telah dilakukandengan subjek relawan yayasan beinisial IT, ia mengaku memang pernah merasalelah, bosan dan jenuh dengan pekerjaannya tersebut. Subjek juga pernah melaluihal-hal berat selama menjadi relawan, contohnya saja ia pernah ditampar,dijambak, didorong, dipukuli oleh pasien sehingga pernah membuatnya merasalelah menjadi relawan. Akan tetapi perasaan lelah tersebut tidak lama atau tidakberkelanjutan karena dia menyadari bahwa tindakannya saat ini merupakanpelayanan terhadap sesama yang merupakan wujud rasa syukurnya kepada Tuhan.Subjek juga menerangkan bahwa ia merasakan kebahagiaan yang sangat besarsaat berada ditengah-tengah pasien skizofrenia, melihat mereka dapat pulih danpulang kepada keluarganya. Subjek Ita mengatakan bukan dirinya yangmemulihkan, dirinya hanya sebagai alat atau media Tuhan untuk menolong parapasien. Subjek mengatakan bahwa ia hidup dan tinggal bersama-sama denganpasien gangguan jiwa. Subjek juga mengaku bahwa pekerjaannya saat ini adalahkebutuhan spiritual sehingga rasa lelah yang dialami dapat berlalu begitu saja.

    Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan pendiri yayasanJAM yaitu Rina Efline Mangkey pada tanggal 2 Juli 2014, subjek beserta pararelawan lainnya setiap hari bersama-sama melayani 114 pasien penderitaskizofrenia. Pelayanan yang diberikan tidak sembarangan, semua dilakukan

  • eJournal Psikologi, Volume 3, Nomor 1, 2015: 407 - 420

    409

    dengan totalitas. Rina mengatakan bahwa mereka melayani pasien secarakeseluruhan. Bahkan untuk para pasien yang tidak dapat di koordinir, relawanmengurusnya secara utuh termasuk hal-hal yang pribadi bagi pasien. Tidak hanyaitu saja, seluruh pasien juga setiap hari dibimbing berbasis keagamaan. Rina jugamenjelaskan bahwa para pasien adalah orang-orang yang terlupakan karena kerapkali tidak diingat keluarga, tidak dijenguk, bahkan dibuang ke jalanan. Haltersebut membuat Rina mengatakan untuk kesembuhan total pasien, mereka harusmemberikan perhatian ekstra agar pasien merasa dirinya berharga dimata Tuhansehingga tidak menarik diri.

    Rina menguraikan bahwa saat menjalani pekerjaannya ia mendapatbanyak sekali hal-hal positif. Menjadi relawan membuat Rina kerap untukberpikir positif, ceria, dan bahagia. Keterlibatannya dalam pelayanan terhadappasien skizofrenia membuat subjek merasakan kepuasan atas hidupnya. Rinamengatakan apa yang dilakukannya terhadap pasien skizofrenia merupakanbentuk upaya pelayanannya terhadap Tuhan, dan hal tersebut meningkatkanspiritualitasnya. Cara pandang subjek menanggapi segala masalah secara positifternyata berbanding lurus dengan kebahagiaan yang ia rasa. Ia merasa bahagiasampai saat ini karena merasa telah dipilih Tuhan untuk menjadi media dalammenolong pasien skizofrenia.

    Menolong orang lain dapat menjadi sumber kebahagiaan. MenurutRahardjo (2007) bahwa orang yang berbahagia cenderung lebih bersahabat,memiliki kemampuan sosial yang baik, relatif suka menolong dan memilikikontrol diri yang lebih baik. Perasaan positif yang muncul setelah seseorangberperilaku menolong dan timbal balik positif dari apa yang diberikan akanmembuat perasaan bahagia lebih terasa dan berdampak pada pencapaian kepuasanhidup. Menurut Seligman (2002) melihat orang yang ditolong akan menjadikanperasaan menjadi lebih bahagia.

    Dalam penelitian mengenai psikologi positif, kebahagiaan dan kepuasanhidup telah banyak disorot. Menurut Compton (2005) dalam penelitiannyakebahagiaan dan kepuasan hidup merupakan dua variabel utama dalamkesejahteraan subjektif atau lebih dikenal dengan subjective well-being. Compton(2005) menjelaskan bahwa secara garis besar, indeks kesejahteraan seseorangdilihat dari skor dua variabel utama, yaitu kebahagiaan dan kepuasan dalamhidup. Kebahagiaan cenderung terkait akan pernyataan emosional dan apa yangdirasakan individu mengenai dunianya dan dirinya sendiri, sedangkan kepuasanhidup cenderung mengenai kemampuan penerimaan individu terhadapkehidupannya. Definisi kesejahteraan subjektif secara umum adalah pandanganmengenai bagaimana seseorang atau individu melihat hidupnya sendiri. Haltersebut sebagaimana yang dipaparkan oleh Diener (1997) bahwa kesejahteraansubjektif mengacu pada bagaimana orang mengevaluasi hidup mereka yang didalamnya meliputi variabel-variabel seperti kepuasan dalam hidup dan kepuasanpernikahan, tidak adanya depresi dan kecemasan, serta adanya suasana hati(mood) dan emosi yang positif.

  • Subjective Well-being Pada Relawan Skizofrenia (Elisha Maris Tobing)

    410

    Tidak banyak yang mau menjadi relawan untuk merawat pasienskizofrenia. Pada umumnya individu mengejar hal-hal yang begitumenguntungkan dirinya. Relawan mengalami kondisi-kondisi yang tidakmenyenangkan dalam menjalani pekerjaan tersebut. Terjadinya burnout dankonflik peran ganda adalah beberapa contoh hal negatif yang dapat dituai relawan.Belum lagi ditambah beban kerja dan kelelahan emosional dan fisik yang dialamimengingat tidak sesuainya jumlah pasien dengan tenaga relawan yang ada. Bebankerja tersebut semakin meningkat karena ditambah dengan perawatan intensifyang harus diberikan terhadap semua pasien seperti memandikan, membantupasien makan, buang air besar, buang air kecil, memakai baju dan sebagainya.Meskipun demikian, dari pernyataan mengenai pekerjaannya sebagai relawanpasien skizofrenia subjek mengaku bahagia bisa menjadi saluran berkat bagiorang lain. Rasa iba mereka dengan pasien membuat mereka sangat beruntungdan bersyukur atas hidup mereka. Mereka juga lebih sering merasa senang saatmelakukan pelayanan karena terhibur melihat tingkah laku pasien danmenghilangkan rasa jenuh.

    Kerangka Dasar TeoriSubjective Well-being

    Menurut Diener dkk (1986) kesejahteraan subjektif didefinisikan sebagaievaluasi kognitif dan afektif seseorang tentang hidupnya. Evaluasi ini meliputipenilaian emosional terhadap berbagai kejadian yang dialami yang sejalan denganpenilaian kognitif terhadap kepuasan dan pemenuhan hidup.

    Compton (2005) memaparkan bahwa untuk dapat mengetahui seseorangbahagia atau tidak, orang tersebut akan diminta untuk menjelaskan tentangkeadaan emosinya dan bagaimana perasaannya tentang dunia sekitar dan dirinyasendiri. Jadi, tampak bahwa ada aspek afektif yang terlibat saat seseorangmengevaluasi kebahagiaannya, sedangkan untuk menilai kepuasan hidup lebihmelibatkan aspek kognitif karena terdapat penilaian yang dilakukan secara sadar.

    Menurut Compton (2005) orang yang indeks kesejahteraan subjektifnyatinggi adalah orang yang puas dengan hidupnya dan sering merasa bahagia, sertajarang merasakan emosi yang tidak menyenangkan seperti sedih atau marah.Sebaliknya, orang yang indeks kesejahteraan subjektifnya rendah adalah adalahorang yang kurang puas dengan hidupnya, jarang merasa bahagia, dan lebihsering merasakan emosi yang tidak menyenangkan seperti marah atau cemas.

    RelawanKamus Besar Bahasa Indonesia (2008) mendefinisikan relawan sebagai

    seseorang yang melakukan kegiatan secara suka rela tanpa adanya paksaan. Rasasosial yang tinggi membuat relawan termotivasi untuk melakukan tindakansukarela atau bersikap altruistik atau berperilaku menolong.

    .

  • eJournal Psikologi, Volume 3, Nomor 1, 2015: 407 - 420

    411

    Yayasan SosialPelayanan secara etimologi yaitu pemberian bantuan dalam bentuk barang

    atau jasa. Pelayanan sosial adalah kegiatan yang terorganisir atau seperangkatprogram yang ditujukan untuk meningkatkan kehidupan individu, kelompok ataumasyarakat, terutama mereka yang mengalami kesulitan hidup (Suharto, 1983).Menurut Damanik (2011) dalam arti sempit pelayanan sosial yang seringdiidentikkan dengan pelayanan kesejahteraan sosial. Pelayanan sosial lebihditekankan pada kelompok yang kurang beruntung, tertekan dan rentan (Damanik,2011). Damanik (2011) menyatakan bahwa secara umum pelayanan sosialdiartikan sebagai tindakan memproduksi, mengalokasi dan mendistribusisumberdaya sosial mencakup seluruh barang dan jasa sosial yang dibutuhkan olehbaik individu maupun masyarakat untuk mencapai tingkat kesejahteraan.

    Metode PenelitianJenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

    kualitatif. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah relawan YayasanJoint Adulam Ministry (JAM) Samarinda yang telah mengabdi lebih dari 2 tahun,tinggal menetap di yayasan dan tidak bekerja di tempat lain. Untuk mengetahuigambaran subjective well-being relawan, dilakukan wawancara mendalam (indepth-interview) berdasarkan aspek subjective well-being menurut Diener (dalamCarr, 2004) yaitu kepuasan hidup dan kebahagiaan yang meliputi afek positif danafek negatif. Kepuasan hidup meliputi tujuh domain atau wilayah kepuasanseperti diri sendiri, keluarga, teman sebaya, kesehatan, keuangan, pekerjaan danwaktu luang. Afek positif meliputi kebahagiaan, kegembiraan, perasaan suka cita,kebanggaan, kasih sayang, beriang hati dan kepuasan. Afek negatif meliputidepresi, kesedihan, iri, cemburu, marah, stres, perasaan bersalah, malu dankecemasan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi nonpartisipan dengan teknik pencatatan anekdot deskriptif, wawancara semiterstruktur dan triangulasi data. Analisa data yang digunakan adalah reduksi data,penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

    Hasil PenelitianHasil penelitian menunjukkan bahwa subjek RT, TN dan IT memiliki

    gambaran subjective well-being yang berbeda-beda. RT dan IT yang berstatusmenikah menunjukkan bahwa selama menjalani tanggung jawabnya sebagairelawan mereka cenderung merasakan afek positif dibandingkan dengan afeknegatif, sedangkan subjek TN cenderung merasakan afek negatif dibanding afekpositif.

    Subjek RT adalah seorang wanita yang berusia 31 tahun dan sudahmenikah. Subjek telah mengabdi selama delapan tahun sejak 2006 di YayasanJAM. Latar belakang pendidikannya di sekolah theologia membuat RT terlibat

  • Subjective Well-being Pada Relawan Skizofrenia (Elisha Maris Tobing)

    412

    dalam pelayanan di JAM. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukansubjek RT, pada domain kepuasan diri subjek RT mengatakan bahwa ia memilikikepuasan tersendiri sebagai relawan skizofrenia. Meskipun ia merasa kerepotandengan posisinya sebagai relawan dan seorang ibu, namun ia sadar untuk harustetap mengatasi masalah-masalah yang dihadapi atau disebut juga dengan strategicoping. Ia berusaha membagi-bagi perhatiannya agar semua merasa adil, tidak adayang merasa dilebihkan atau tidak ada yang merasa disepelekan. Dari hal tersebutRT memiliki afek positif seperti kasih sayang. Adapun subjek RT merasakan afeknegatif seperti rasa sedih karena menjalani pernikahan jarak jauh atau LongDistance Marriage (LDM). Subjek juga mengalami sindrom kelelahan (burnout)meliputi rasa jenuh dan bosan, akan tetapi RT dapat mengatasi afek negatiftersebut. Berbagai kegiatan spiritual dan dapat membantu pemulihan pasienskizofrenia membuat RT merasakan kepuasan tersendiri sehingga cenderungmerasakan afek positif.

    Pada domain keluarga subjek menuturkan bahwa RT menjalin hubungankeluarga dengan baik. Meskipun subjek disibukkan dengan posisinya sebagairelawan untuk orang-orang gangguan jiwa namun ia tetap dapat menjalinkomunikasi yang baik dengan dengan keluarganya dan suaminya. Ia mengakubersyukur karena semua keluarganya memberi tanggapan positif atas keputusanyang ia ambil sebagai relawan. Dukungan paling besar ia dapatkan dari ibu dansuaminya. Dari hal-hal yang telah diuraikan subjek dapat dikatakan puas akanhubungannya dengan keluarga.

    Dari sisi domain teman sebaya, hubungan sosial subjek RT terbilang baik.Meskipun terkadang subjek memiliki masalah dengan rekan sesama relawan,mereka memiliki cara untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadidiantara mereka yaitu dengan sharing. Subjek dan rekan-rekan berdiskusi,berusaha terbuka, mengungkapkan pendapat kemudian bersama-samamenyelesaikan masalah. Disaat terjadi konflik subjek dan rekan-rekan relawanlainnya berusaha untuk mencari jalan keluar agar dapat terselesaikan dengan baik.Subjek tidak ingin ada afek negatif seperti iri, cemburu dan marah yangberkelanjutan akibat konflik tersebut. Dari pernyataan-pernyatan mengenaihubungan sosial subjek maka dapat dikatakan subjek puas pada domain temansebaya atau kehidupan sosialnya. Adanya afek positif kasih sayang membuat RTmampu menyelesaikan masalah yang terjadi dengan teman sebaya.

    Pada domain kesehatan subjek mengatakan tidak pernah mengalamimasalah kesehatan yang serius. Subjek mengatakan saat melihat pasien yangdibina dapat pulih dan kembali kepada keluarganya merupakan suatu pencapaianyang membahagiakan. RT menjelaskan riwayat kesehatannya dan menerangkanbahwa ia tidak pernah mengalami masalah kesehatan yang serius. Oleh karena haltersebut dapat dikatakan RT puas akan kesehatannya. RT juga menguraikanbahwa ia merasakan afek positif seperti perasaan suka cita saat tujuannya untukmemulihkan pasien dapat terwujud.

  • eJournal Psikologi, Volume 3, Nomor 1, 2015: 407 - 420

    413

    Subjek RT juga menguraikan penilaian pribadinya mengenai finansial ataukeuangan. Meskipun subjek tidak memiliki materi yang lebih namun apa yangada pada dirinya ia cukupkan dan. Subjek mengatur pengeluaran dengan baikdengan tidak menghamburkan materi untuk hal yang tidak terlalu penting. RTmengaku selalu bersyukur atau merasa suka cita karena apa yang ia butuhkanselalu saja terpenuhi. Subjek mengaku cukup dan mencukupkan diri pada segalasesuatu hal yang dimiliki. Dalam domain atau wilayah kepuasan yangmenyangkut pekerjaan subjek mengaku menyukai pekerjaannya sebagai relawanuntuk orang-orang gangguan jiwa. Saat subjek menerangkan suka dukanyasebagai relawan untuk orang-orang skizofrenia atau gangguan jiwa subjekmengaku ia juga mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan seperti marah padapasien dan jenuh. Meskipun ia juga menuai hal-hal yang tidak menyenangkannamun pada dasarnya subjek merasakan afek positif yaitu memiliki perasaan sukacita atas pekerjaannya. Ia juga mengaku bahwa pasien sudah menjadi bagianhidupnya.

    Pada kesehariannya subjek RT mengungkapkan bahwa rutinitas sebagairelawan tidak mudah dijalani, butuh kesabaran, butuh keberanian dan tidaksembarang orang sanggup melakukannya. Pada domain waktu luang subjekmenyebutkan kembali kalau dirinya mengalami burnout meliputi rasa lelah, jenuhdan marah. Ia juga kerap kali menahan diri untuk meluapkan emosinya. Adakalanya subjek mengalami burnout, namun subjek dapat mengatasinya denganrelaksasi diri seperti jalan-jalan atau beribadah diluar yayasan. Pada domainwaktu luang mengenai kepuasan dengan jalan peristiwa kehidupan, subjek pernahmengalami afek negatif seperti jenuh dan marah karena pasien.

    Subjek kedua dalam penelitian ini adalah TN. TN adalah relawan yayasanJAM yang berusia 36 tahun dan belum menikah. Subjek TN telah mengabdi diyayasan JAM selama 2 tahun sejak 2012. Dalam riwayat pekerjaannya subjektidak pernah menjalani pekerjaan selain melakukan pelayanan di bidangkerohanian. Pada domain kepuasan diri sendiri, subjek TN merasa bahwaposisinya sebagai relawan untuk orang-orang gangguan jiwa adalah berat. Subjekmengaku terkadang mengalami sindrom kelemahan atau burnout namun tidakberlanjut panjang karena ia mengatasinya dengan meningkatkan spiritualitasyakni berdoa. TN mengatakan bahwa dirinya memperoleh manfaat sepertimemperoleh kesabaran dan pengendalian diri atau self control melalui pekerjaanini. Subjek menerangkan bagaimana hidup yang ideal menurut dirinya. Hidupideal adalah mengembangkan diri menjadi orang yang bertanggung jawab dandapat memiliki pasangan hidup. Subjek merasa bahwa saat ini hidupnya belumselaras dengan definisi hidup ideal namun ia sedang berusaha untuk mencapainya.TN merasakan afek negatif yaitu belum tercapainya rasa puas pada domain dirisendiri karena menurutnya belum mencapai hidup ideal.

    Subjek TN menuturkan bahwa hubungannya dengan keluarga terjalindengan baik dan tidak putus komunikasi. Meskipun jauh dengan keluarga danjarang bertemu karena pekerjaannya subjek dapat tetap memelihara silaturahmi

  • Subjective Well-being Pada Relawan Skizofrenia (Elisha Maris Tobing)

    414

    dengan baik. Kehilangan kedua orang tuanya membuat TN semakin dekatdengan saudara terutama kakak sulungya. Ia juga mengaku mendapat dukungandari keluarga, oleh karena itu maka dapat dikatakan bahwa subjek puas dalamdomain keluarga. Pekerjaannya sebagai relawan membuat subjek menjadi panutandalam keluarganya. Subjek menguraikan bahwa posisinya sebagai relawan yangmendalami agama mengakibatkan keluarganya bertobat. Oleh karena hal tersebutsubjek mendapat banyak dukungan dari keluarga untuk tetap terlibat dalampelayanan sosial dan kerohanian. Subjek merasa senang atas hubungannya dengankeluarga. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, terdapat afek positif yaitukebahagiaan karena tidak putus komunikasi dan terjalinnya silaturahmi yang baikdengan keluarga.

    Banyak pandangan negatif dari orang lain dan teman sebaya subjek. Padadomain ini terjadi kesenjangan atau diskrepansi antara pandangan subjek sendiridengan pandangan orang lain mengenai posisinya sebagai relawan untuk orang-orang gangguan jiwa. Subjek mengaku menikmati pekerjaannya karenamendapatkan banyak pelajaran hidup yang tidak bisa ia dapatkan di tempat lain,sementara orang-orang menganggap bahwa pekerjaannya adalah pekerjaan yangtidak menyenangkan atau unfavorable. Meskipun banyak orang menilai negatifpekerjaannya namun masih ada teman sebaya subjek yang mendukung. Subjekmengabaikan pandangan negatif dan lebih mendengarkan pandangan positif dandukungan. Subjek juga menilai hubungannya dengan rekan sesama staf yayasanbaik. Sama seperti subjek lainnya, subjek mengaku bahwa menjaga hubunganbaik dengan sesama rekan adalah sebuah proses pembentukan karakter.Permasalahan yang terjadi diantara sesama rekan dianggap sebagai media untukmembangun karakter yang lebih baik. Hubungan yang baik antara subjek denganrekan-rekan memudahkannya untuk memecahkan masalah yang terjadi. Subjekikut terlibat tukar pikiran dan intropeksi diri satu sama lain. Subjek TN merasakanafek positif dengan kehidupan sosial atau domain teman sebaya. Hal tersebutdapat dikatakan demikian karena subjek hanya menerima pandangan positif dariorang lain dan memiliki pemecahan masalah jika ada konflik dengan sesamarekan.

    TN merasakan afek-afek positif pada domain kesehatan. Dalam riwayatkesehatannya TN menyatakan bersyukur karena tidak pernah mengalami. AdapunTN telah menguraikan setelah menjadi relawan ia memiliki perubahan karakterseperti mendapat kesabaran, pengendalian diri, dan berpikir positif. Subjekmengatakan bahwa dirinya merasa sangat beruntung karena hal-hal seperti itutidak bisa ia dapatkan diluar yayasan. lebih mengembangkan dirinya dengan ilmupengetahuan.

    Pada domain keungan subjek TN juga merasakan afek positif. Subjekmenyadari bahwa kebutuhan berbeda dengan keinginan. Untuk kebutuhan seharihari subjek menilai bahwa dirinya selalu cukup dan yang terpenting adalahdirinya tidak berkekurangan. Pada wilayah kepuasan atau domain keuangansubjek tidak merasakan adanya afek negatif seperti rasa khawatir, iri, atau rasa

  • eJournal Psikologi, Volume 3, Nomor 1, 2015: 407 - 420

    415

    cemas. Ia memiliki spiritualitas yang tinggi dan sangat percaya bahwa Tuhanselalu sediakan apa yang ia butuhkan. Dari wawancara yang telah dilakukan makadapat dikatakan bahwa TN merasa cukup puas akan keadaan finansialnya.

    Pada domain pekerjaan ada beberapa hal yang subjek ingin ubah dalamhal pekerjaan. Pada posisinya saat ini sebagai relawan untuk melayani orang-orang dengan skizofrenia subjek mengaku ingin mengubah sifatnya dalam emosidan ingin lebih dapat bertanggung jawab lagi. Subjek juga mengatakan bahwa iatelah optimis untuk melakukan pelayanan kerohanian diluar. Dari pernyataan-pernyataan yang telah diuraikan, subjek ingin mengaktualisasi diri denganmengasah lagi pengetahuannya. Dia ingin seperti temannya yang dapat mahirdalam bahasa asing dan memiliki pengetahuan yang lebih. Subjek masih inginmelakukan pelayanan kerohanian namun tidak lagi untuk orang-orang skizofrenia,tapi pelayanan kerohanian di kapal. Hal tersebutlah yang membuat subjek berpikirdengan pelayanan di kapal ia akan lebih mudah dan cepat untuk meningkatkanpengetahuannya akan keagamaan dan bahasa asing. Dalam domain pekerjaanterdapat afek positif bahagia dengan pekerjaannya sebagai relawan namun optimisuntuk mengubah hidup.

    Pada domain waktu luang, dalam kesehariannya subjek melakukanrutinitas dengan baik. Subjek mendapat tanggung jawab di bagian pasien. Setiphari ia memandikan, membantu memakai baju dan mencuci baju para pasien.Rutinitas yang dijalani kadang membuat subjek mengalami burnout seperti rasajenuh atau bosan. Subjek ingin keluar dari pekerjaannya sebagai relawan YayasanJAM namun sementara masih mengurungkan niatnya karena mengingat tenagakerja di Yayasan tersebut sangat minim. Selain permasalahan tenaga kerja, subjekmerasa masih berat untuk meninggalkan pasien-pasien gangguan jiwa di yayasantersebut. Menurutnya mereka seperti sudah menjadi bagian dari hidupnya dansangat memerlukan pertolongan. Dalam rutinitasnya subjek memiliki tanggungjawab yang besar. Untuk mengatasi burnout yang dialami subjek melakukanstrategi coping yaitu dengan melakukan aktivitas spiritual seperti berdoa danbernyanyi saat memiliki waktu luang. Subjek TN merasa dengan melakukanaktivitas spiritual ia dapat mengatasi burnout yang dia alami sehingga perasaanjenuh dalam dirinya tidak berlangsung lama atau tidak berlarut-larut. Denganberdoa dan menyanyi TN dapat merasakan adanya afek positif seperti gembiradan suka cita.

    Subjek ketiga pada penelitian ini adalah IT. IT adalah seorang wanita yangberusia 36 tahun yang telah berumah tangga dan memiliki satu orang anak balita.IT telah menjadi relawan di Yayasan JAM sejak tahun 2006. Pada tahun 2008 ITmenikah dan kembali bekerja untuk menjadi relawan pada tahun 2010.

    Pada domain diri sendiri, dalam menjalani tugasnya sebagai relawan untukorang-orang dengan skizofrenia subjek harus bertanggung jawab untuk memberiperhatian pada para pasien. Namun tanggung jawab tersebut membuatnya merasabahwa dirinya kesepian dan membutuhkan motivasi lebih. Subjek merasa dirinyatidak mendapatkan motivasi yang ekstra, semangat, dan kasih sayang karena ia

  • Subjective Well-being Pada Relawan Skizofrenia (Elisha Maris Tobing)

    416

    juga menginginkan dukungan dari orang-orang yang berkunjung ke yayasan.Subjek menguraikan bahwa hal-hal tersebut yang membuat jenuh, tidak mampu,capek dan kesepian. Kesepian tersebut juga terjadi karena ia menjalani LongDistance Marriage (LDM) atau pernikahan jarak jauh. Secara keseluruhan subjekmenilai bahwa ia puas akan kehidupannya. Subjek dapat menilai puas karenaspiritualitas dan keyakinan yang tinggi akan Tuhan. Selain memiliki keyakinanyang tinggi pada Tuhan subjek juga memiliki harapan besar untuk dapat memberidampak positif. Kepuasan subjek dalam hidup dominan karena spiritualitasnya.

    Pada domain keluarga, IT saat ini telah berkeluarga dan menjalani LongDistance Marriage (LDM). Pekerjaan IT sebagai relawan untuk orang-orangskizofrenia di Samarinda dan suami yang bekerja di Pontianak membuat merekaharus menjalani pernikahan jarak jauh. Subjek mengaku masih menjalanikomunikasi dengan baik namun saat ini beharap untuk dapat berkumpul dantinggal bersama. Subjek merasa telah melakukan pelayanan dengan baik namun iaharus lebih bertanggung jawab dengan keluarga karena ada rasa khawatir akanterjadinya konflik dalam rumah tangga. Rasa khawatir subjek dikarenakan saat inibanyak orang yang terlalu sibuk akhirnya berdampak pada kehancuran dalamrumah tangga. Subjek memiliki harapan yang besar untuk mencapai hidup sesuaidengan definisi hidup ideal yaitu dengan bersatu dengan keluarga. Daripernyataan yang telah subjek uraikan maka dapat dikatakan bahwa subjek belumpuas terhadap domain keluarga. Namun disamping kondisi rumah tangganya saatini subjek menjelaskan bahwa secara umum ia menilai hubungan komunikasidengan suami, orang tua dan keluarga adalah baik. Selain komunikasi yang baik,subjek juga memiliki kedekatan dengan keluarga. Subjek bahkan memberikandampak positif bagi keluarganya karena dinilai dengan posisinya sebagaipelayanan di bidang keagamaan ia dapat memberikan solusi dalam masalah-masalah. secara umum subjek menilai hubungan keluarganya baik. Namundisamping itu subjek memiliki keinginan yang besar untuk mencapai kehidupanideal yaitu dengan dapat berkumpul bersama dengan suami dan anaknya, atautidak lagi menjalani pernikahan jarak jauh atau Long Distance Marriage (LDM).

    Pada domain teman sebaya subjek IT menilai hubungan sosial denganteman sebayanya saat ini baik, dengan rekan kerja sesama relawan maupundengan teman-teman sebaya di luar kota. Subjek bersama dengan rekan-rekanyang lain sering meluangkan waktu khusus untuk saling mengkoreksi diri danbertukar pikiran. Adapun konflik yang sering terjadi antara sesama relawanadalah masalah komunikasi dan kesalah pahaman. Namun subjek mengakumasalah yang terjadi tidak pernah berlangsung lama atau berlarut-larut. Subjekmenjadikan waktu khusus saat sharing sebagai strategi copingnya mengatasikonflik dengan sesama rekan. Subjek dan rekan juga melakukan aktifitas spiritualseperti berdoa setelah sharing.

    Pada domain kesehatan, Dalam riwayat kesehatannya subjek mengatakanbahwa dirinya tidak pernah mengalami masalah kesehatan yang serius. Subjekjuga menguraikan hal-hal yang dianggap sebagai pencapaian dari dirinya. Ia

  • eJournal Psikologi, Volume 3, Nomor 1, 2015: 407 - 420

    417

    merasakan adanya afek positif ketika melihat pasien dapat pulih total. Iamengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebahagiaan utama yang ia alami ditempat kerja.

    Di domain keuangan subjek IT menyatakan bahwa ia merasa puas padadomain keuangan karena segala kebutuhannya terpenuhi bahkan ada kalanyaberlebihan. Dari pernyataan-pernyataan yang subjek lontarkan ia terlihat memilikispiritualitas yang tinggi. Subjek mengaku selalu bersyukur atas apa yang terjadidalam hidupnya dan selalu meunjukkan afek positif. Menurut subjek materi yangia dapatkan adalah berkat Tuhan. Subjek begitu menyadari hal-hal yang iadapatkan adalah pertolongan Tuhan.

    Subjek IT menerangkan beban kerja yang ia jalani memang berat yaitusiaga 24 jam untuk melayani para pasien skizofrenia pada domain pekerjaan. Olehkarena hal tersebut, subjek sangat membutuhkan dukungan dari banyak orangyang dapat membangkitkan semangatnya. Subjek IT juga mengalami bebanpsikis dalam pekerjaannya. Subjek harus berusaha menahan diri saat menghadapipasien. Subjek memiliki komitmen yang tinggi atas pekerjaannya. Ia mengatakanbahwa ia melayani bahkan tinggal bersama dengan dengan para pasien dan tulusmelakukannya. Subjek memiliki komitmen yang tinggi atas pekerjaannya. Iamengatakan bahwa ia melayani bahkan tinggal bersama dengan para pasien.Subjek juga memiliki dedikasi yang tinggai dalam bekerja. Ia bahkanmengorbankan materi dan tenaga yang lebih dalam melakukan pelayanan. Subjekmerasakan afek-afek positif saat pasien dapat sembuh. IT mengatakan bahwa iabangga dan puas saat doa-doa atas kesembuhan pasien dapat menjadi kenyataan.Subjek banyak mengalami afek positif dari pekerjaannya sebagai relawan untukorang-orang skizofrenia. Adapun niat subjek untuk berhenti dari pekerjaan bukankarena subjek tidak bahagia dengan pekerjaannya namun subjek merasa memilikitanggung jawab yang belum terpenuhi terhadap keluarganya.

    Pada domain waktu luang IT menguraikan Meskipun disibukkan denganpelayanan di yayasan namun subjek dapat menikmati pekerjaannya. Subjekmenikmati pekerjaannya dengan kegiatan spiritual seperti berdoa. Ia juga. Adanyaafek-afek positif yang ada pada dirinya membantunya untuk menikmatipekerjaan.

    KesimpulanBerdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagaiberikut:1. Menjadi relawan skizofrenia pada dasarnya memberikan banyak dampak

    positif bagi para subjek. Rutinitas yang dilakukan di Yayasan JAM menjadipenunjang untuk pembentukan karakter dan kematangan beragama sehinggadapat menghambat perhatian terhadap masalah-masalah personal. Hal ini lahyang membuat subjek mengalami afek positif walaupun di sisi lain tidakmenutup kemungkinan mengalami afek negatif.

  • Subjective Well-being Pada Relawan Skizofrenia (Elisha Maris Tobing)

    418

    2. Subjek RT memiliki subjective well-being yang baik saat menjadi relawan.Selama menjadi relawan subjek RT cenderung merasakan afek positif disetiap domain kepuasan terutama pada domain teman sebaya, kesehatan,keuangan dan pekerjaan. Pada domain keluarga RT merasa afek-afek positifkarena keluarga mendukung pekerjaannya sebagai relawan skizofrenia, akantetapi disisi lain RT juga merasakan afek negatif karena dengan menjadirelawan ia menjalani pernikahan jarak jauh atau LDM (Long DistanceMarriage). Adapun RT merasakan afek negatif pada domain waktu luangkarena merasa jenuh dengan rutinitas yang dilakukannya. Untuk mengatasihal tersebut RT mengisi waktu luang dengan kegiatan spiritual sepertiberdoa, membaca kitab suci dan bernyanyi.

    3. Subjek TN selama menjadi relawan memiliki subjective well-being yangterbilang kurang baik. Selama menjadi relawan RT cenderung merasakanafek negatif karena hidupnya saat ini kurang sesuai dengan definisi hidupideal. TN merasakan hal tersebut karena belum menikah. TN juga belummencapai impiannya untuk bekerja di kapal seperti temannya. Pada domainwaktu luang, TN merasa jenuh dengan rutinitas merawat dan membimbingpasien skizofrenia. Untuk mengatasinya, TN menikmati waktu luangnyadengan refreshing serta aktifitas spiritual seperti berdoa, membaca kitab sucidan bernyanyi. Dengan melakukan hal-hal tersebut TN merasakan kembaliafek-afek positif.

    4. Subjek IT memiliki subjective well-being yang baik saat menjadi relawan.Subjek IT juga cenderung merasakan afek-afek positif dibanding afek-afeknegatif di setiap domain kepuasan. Ia menyukai pekerjaannya karenamengalami banyak hal spiritual yang meningkatkan iman dan taqwa. Akantetapi, pada domain diri sendiri IT menguraikan belum merasakan hidup idealkarena menjalani pernikahan jarak jauh atau Long Distance Mariage (LDM).IT khawatir karena merasa belum sepenuhnya bertanggung jawab pada suamidan anak. Hal tersebut menimbulkan keinginan untuk berhenti melakukanpelayanan di JAM dan fokus melakukan tanggung jawab pada keluarga.Pada domain teman sebaya, kadang kala IT mengalami konflik yangmenimbulkan afek negatif seperti marah, namun dapat segera mengatasinyadengan sharing dan keterbukaan. IT juga merasa kurang mendapat dukungan,perhatian, dan semangat dari masyarakat untuk terus berjuang menjadirelawan skizofrenia. Hal tersebut membuat IT merasa kesepian dan jenuhdengan rutinitas yang dijalani. Akan tetapi, di samping itu semua ITmenyatakan puas akan hidupnya dan lebih banyak merasakan afek positifdibanding afek negatif.

  • eJournal Psikologi, Volume 3, Nomor 1, 2015: 407 - 420

    419

    SaranBerdasarkan hasil penelitian diatas maka peneliti menyarankan beberapa

    hal sebagai berikut :1. Bagi relawan diharapkan memperkaya ilmu yang berkaitan dengan

    peningkatan kebahagiaan dan kepuasan hidup sebagai dua variabel utamadalam subjective well-being seperti sedona dan relaksasi.

    2. Bagi yayasan agar memperhatikan masalah sosial yang dialami relawan JointAdulam Ministry (JAM) Samarinda.

    3. Bagi pemerintah agar memperhatikan kebutuhan yayasan yakni tenagamedis atau psikolog mengingat JAM adalah yayasan yang telah membantumasyarakat.

    4. Bagi peneliti berikutnya agar melanjutkan penelitian kepada variabel yangterkait seperti burnout, religiusitas, kontrol diri, dan manajemen stres.

    Daftar PustakaArikunto, S. 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

    Rineka Cipta.Carr, Alan. 2004. Positive Psychology: The Science of Happiness and Human

    Strengths. New York: Brunner-Routledge.Compton, William C. 2005. An Introduction to Postive Psychologi. California:

    Thomson Wadsworth.Cresswell, John W. 2011. Qualitative Inquiry And Research Design: Chosing

    Among Five Traditions. London : Sage Publications.Daharnis. 2012. Kerangka Materi Asessment dalam BK. UNPDamanik, Janianton. 2011. Menuju Pelayanan Sosial yang Berkeadilan. Jurnal

    Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol. 15, No. 1, Hal. 1-14.Denzim, Norman. K dan Lincoln, Yvonna. S. 1994. Entering The Field of

    Qualitative Reasearch.Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Pedoman Umum PNPM Mandiri. Direktorat

    Jenderal Cipta Karya. Jakarta.Diener, E. 2000. Subjective Well-being: The Science of Happiness and a Proposal

    for a National Index. American Psychologist, 55(1), 34-43Diener, E., Suh, E., & Oishi, S. 1997. Recent Findings in Subjective Well-being.

    Indian Journal of Clinical Psychology. 24(1), 25-41.Diener, E., Suh, E. M., Lucas, R. E., & Smith, H. L. 1999. Subjective Well-being:

    Three Decades of Progress. Psychological Bulletin, 125(2), 276-302.Diener, E. 1994. Assessing Subjective Well-being. Psychological Bulletin. 95,

    542-575.Diener, E & Larsen, R. J. 1985. Intensity and Frequency: Dimensions underlying

    positive and negatif affect. Journal of Personalityand Social Psychology.48, 1253-1256.

  • Subjective Well-being Pada Relawan Skizofrenia (Elisha Maris Tobing)

    420

    Eddington, N & Shuman, R. 2005. Subjective Well-being (Happiness).Continuinng Psychology Education: 6 Continuing Education Hours .Diunduh 21 September 2014 dari http://www.texcpe.com/html/pdf/ca/ca-happiness.pdf.

    Greenbreg, F. & Baron, R. A. 1995. Behavior in Organization, Understandingand Managing the Human Side of Work. New Jersey: Prentice Hall inc.,Englewood Clife.

    Herdiansyah, Haris. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: SalembaHumanika.

    Miles, B.M., dan Huberman, A.M., 1996. Qualitative Data Analysis: ASourcebook of New Methods. Beverly Hills: Sage Publications.

    Moleong, L. J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.Narbuko, C dan Achmadi, A. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.Ningsih, Didin A. 2013. Subjective Well Being Ditinjau dari Faktor Demografi

    (Status Pernikahan, Jenis Kelamin, Pendapatan). Jurnal Psikologi. Vol.01 No. 02, Thn. 2013.

    Nirmaladewi, B. N dan Lubis, D. P. 2011. Persepsi dan Motivasi Relawan dalamPelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat MandiriPerkotaan. Jurnal Transdidiplin Sosiologi, Komunikasi dan EkologiManusia, 02, (05), 231-246.

    Pavot, W dan Diener, E. 1993. Review of the Satisfaction with Life Scale.Psychological Assessment, 5, (2), 164-172.

    Poerwandari, E. Kristi. 1998. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Gramedia.Schaufeli, W.B & Buunk, B.P. 2003. An Overview of 25 Years of Research and

    Theorizing Burnout. John-willey & Sons, LtdSeligman, Martin. 2005. Authentic Happiness: Using The New Positive

    Psychology to Realize Your Potential for Lasting Fullfillment. Free Press:New York.

    Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D). Alfabeta: Bandung.