Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. ·...

41
HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA SISWA-SISWI SMA N 5 SEMARANG OLEH LOLLA PURPITA FIASARI NINGRUM SILALAHI 80 2009 103 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Transcript of Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. ·...

Page 1: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA DENGAN SUBJECTIVE

WELL-BEING PADA SISWA-SISWI SMA N 5 SEMARANG

OLEH

LOLLA PURPITA FIASARI NINGRUM SILALAHI

80 2009 103

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk

Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 2: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang
Page 3: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang
Page 4: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang
Page 5: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang
Page 6: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang
Page 7: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA DENGAN SUBJECTIVE

WELL-BEING PADA SISWA-SISWI SMA N 5 SEMARANG

Lolla Purpita Fiasari Ningrum Silalahi

Chr. Hari Soetjiningsih

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

2015

Page 8: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

i

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keberfungsian keluarga

dengan subjective well-being pada siswa-siswi SMA N 5 Semarang. Teknik sampling

yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel jenuh dengan partisipan sebanyak

108 siswa-siswi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Manual for the

Multidimentional Student’ Life Satisfaction Scale (MSLSS), skala psikologis untuk

mengukur kepuasan domain, Positive Affective and Negative Affective Scale (PANAS)

dan Family Environment Scale (FES). Hubungan antara keberfungsian keluarga dengan

subjective well-being diuji dengan korelasi Pearson’s Product Moment. Koefisien

korelasi yang diperoleh sebesar 0,203 dengan nilai signifikansi 0,018, sehingga dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara keberfungsian

keluarga dengan subjective well-being pada siswa-siswi SMA N 5 Semarang.

Kata kunci : Keberfungsian keluarga, subjective well-being,remajaakhir

Page 9: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

ii

ABSTRACT

The aim of this study is to find out the relationship between family functioning with

subjective well-being on students of SMA N 5 Semarang. The sampling technique used

in this study is a sampling saturated with 108 partisipants. The data was collected

usingManual for the Multidimentional Student’ Life Satisfaction Scale (MSLSS), scale

to measure satisfaction psychological domain, Positive Affective and Negative Affective

Scale (PANAS), and Family Environment Scale (FES).The relationship between family

functioning and subjective well-being tested with Pearson's product moment

correlation. The obtained correlation coefficient is at 0,203 with a significance value of

0.018, thus it can be concluded that there is a significant positive correlation between

family functioning with subjective well-being on students of SMA N 5 Semarang.

Keywords: family functioning, subjective well-being ,late adolescence

Page 10: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

1

PENDAHULUAN

Dalam perjalanan hidupnya setiap individu pasti mengalami berbagai

macam peristiwa. Baik peristiwa menyenangkan maupun tidak menyenangkan.

Menyenangkan atau tidaknya peristiwa-peristiwa tersebut, tergantung

bagaimanacara individu tersebut menilainya. Setiap individu memiliki caranya

masing-masing dalam menyikapi setiap peristiwa. Ada individu yang mampu

mengatasi peristiwa yang tidak menyenangkan, tapi ada juga yang tak mampu

mengatasinya, dalam hal ini remaja.

Remaja merupakan suatu tahap perkembangan yang mencakup dalam

kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1999). Beberapa

peneliti menemukan bahwa terdapat kecenderungan rendahnya tingkat kepuasan

hidup pada orang-orang muda (Ehrlich & Isaacowitz, 2002 (Nisfiannor,

Rostiana &Triana, 2004)). Nolen-Hoeksema (1988) (Nisfiannor et. Al., 2004)

juga mengemukakan bahwa remaja memiliki level depresi yang tinggi dan orang

dewasa menunjukkan level depresi yang lebih. Selain itu, Arnett, 1999

(Nisfiannor et. Al., 2004) juga mengemukakan bahwa para remaja merasakan

self-concious dan kebingungan dua atau tiga kali lebih sering daripada orang tua

mereka dan juga cenderung merasa canggung, kesepian, cemas, dan diabaikan.

Belakangan ini, melalui media massa cetak dan elektronik makin sering

diberitakan berbagai fenomena kenakalan yang melanda remaja, seperti

perkelahian, pencurian, penghancuran, pelanggaran susila, pembangkangan

terhadap orang tua, guru, bahkan tindakan yang bisa menyengsarakan diri

sendiri seperti mengkonsumsi narkoba. Penelitian mengenai kenakalan remaja

Page 11: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

2

yang di lakukan oleh Asfiyati (2003) mengungkapkan bahwa jelaslah bahwa

kenakalan remaja sangat dipengaruhi oleh keluarga walaupun faktor lingkungan

juga sangat berpengaruh.

Dari fenomena tersebut dapat dilihat bahwa anak usia remaja banyak

mengalami rasa tidak puas akan hidupnya. Rasa tidak puas yang dialami remaja

biasanya berpusat dari lingkungan keluarga. Seperti yang dikemukakan oleh

Diener dan McGravran, (2008) bahwa keluarga merupakan sumber kepuasan

hidup yang paling penting. Dimana keluarga merupakan lingkungan pertama

dalam kehidupan manusia dan memiliki keberfungsian di dalamnya.

Keberfungsian keluarga pada dasarnya mengacu kepada kualitas interaksi

anggota keluarga (Moos & Moos dalam Stewart, 1998).

Dalam ikatan keluarga, orang-orang mengalami pergolakan dan

perubahan yang hebat, khususnya mereka yang tinggal di kota besar (Gunarsa,

1976). Jika melihat keluarga yang tinggal di daerah-daerah yang belum

mengalami maupun menikmati hasil kemajuan teknologi, kemajuan dalam dunia

industri dan sebagainya, maka dapat dilihat gambaran keberfungsian keluarga

yang tinggal di kota besar. Melihat masa sekarang ini banyak tuntutan yang

muncul baik dalam pekerjaan, kebutuhan dan hubungan sosial. Hal tersebut

memiliki pengaruh terhadap keberfungsian keluarga yang awalnya sebagai

keluarga utuh yang memiliki tugas dan peran yang jelas, baik dalam hal mencari

nafkah keluarga maupun dalam mengurusi kebutuhan sehari-hari. Namun yang

terjadi pada masa sekarang adalah tidak hanya ayah yang bekerja keluar untuk

mencari nafkah, namun ibu pun ikut bekerja di luar rumah.

Page 12: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

3

Dengan kondisi tersebut maka keberfungsian keluarga dan tugas-tugas

dalam keluarga mulai mengalami perubahan (Nayana, 2013). Salah satunya

adalah kurangnya perhatian kepada anak, yang akan menimbulkan anak memilih

untuk mencari perhatian di luar lingkungan rumah. Namun menurut Crounter &

McHale (dalam Santrock, 2002) menyatakan bahwa bekerja dapat menghasilkan

pengaruh positif dan negatif pada pengasuhan. Hal positif dari orangtua bekerja

menurut Santrock (2002) yaitu munculnya rasa sejahtera bagi orangtua yang

bekerja dan dapat menghasilkan pengasuhan positif. Namun tidak selamanya

kehidupan dalam keluarga berjalan mulus, terkadang dapat terjadi pertengkaran

yang dapat menyebabkan perbedaan pendapat antar anggota keluarga, kesibukan

orang tua dalam usaha memenuhi kebutuhan ekonomi membuat waktu antara

orang tua dan anak berkurang, dst. Dengan adanya kondisi tersebut akan

memengaruhi subjective well-being atau kesejahteraan subjectif pada diri

seseorang dalam hal ini anak usia remaja.

Menurut McFarlane (dalam Van Der Aa, Boomsma, Rebollo-Messa,

Hudziak & Bartels, 2010), bila seorang remaja memiliki keberfungsian keluarga

yang negatif seperti keluarga yang tidak saling mendukung serta memiliki

banyak konflik maka menyebabkan remaja tersebut memiliki kualitas well-being

yang rendah. Penelitian lain oleh Joronen dan Kurki (2004) menemukan faktor-

faktor keluarga yang berkontribusi terhadap kepuasan remaja, yaitu rumah yang

nyaman, atmosfer emosional yang hangat, komunikasi yang terbuka,

keterlibatan keluarga, kemungkinan untuk membuka hubungan dengan orang di

luar keluarga dan perasaan bahwa diri penting dalam keluarga. Penelitian yang

di lakukan Ni Made (2001) mengenai tingkat keberfungsian keluarga dan

Page 13: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

4

subjective well-being pada remaja menunjukan tidak ada perbedaan signifikan

pada kepuasan hidup, perasaan menyenangkan, perasaan tidak menyenangkan

pada keluarga seimbang, mid-range, maupun tidak seimbang, tetapi ada

hubungan signifikan antara komunikasi ibu-anak dan ayah-anak dengan

kepuasan hidup dan perasaan tidak menyenangkan.

Banyak penelitian sebelumnya yang meneliti mengenai keberfungsian

keluarga dengan subjective well-being pada remaja, namun sejauh yang peneliti

menemukan penelitian sebelumnya tidak memberikan spesifikasi keluarga yang

kedua orangtuanya bekerja formal (bekerja keluar rumah dan memiliki jam kerja

yang tetap). Kebutuhan remaja akan perhatian dari keberadaan dari orangtua

menarik peneliti untuk meneliti apakan keberfungsian keluarga memiliki

hubungan dengan subjective well-being pada remaja.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dikaji

dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara keberfungsian keluarga

dengan subjective well-being pada siswa-siswi SMA N 5 Semarang. SMA N 5

merupakan sekolah menengah atas yang terletak di pusat kota Semarang yang

menurut peneliti sesuai dengan latar belakang penelitian ini yaitu kondisi remaja

di kota besar. Tujuan yang ingin dicapai ialah melihat hubungan antara

keberfungsian keluarga dengan subjective well-being pada siswa-siswi SMA N 5

Semarang. Penelitian tentu saja memiliki manfaat yang dapat dirasakan oleh

manusia. Berbagai masukan dalam penelitian ini dapat dimanfaatkan secara

teoritis dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian

yang berhubungan dengan penelitian keberfungsian keluarga dan subjective

well-being pada remaja. Selain itu manfaat praktisnya adalah untuk menambah

Page 14: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

5

pengetahuan para pembaca, khususnya mahasiswa Psikologi, pendididk serta

masyarakat yang peduli terhadap keberfungsian keluarga dan subjective well-

being pada remaja. Memberi informasi bagi anggota keluarga untuk menyikapi

keberfungsian keluarga bagi kesejahteraan subjektif anggota keluarga,

memberikan pandangan baru sehingga keluarga di kota besar khususnya dapat

mengerti akan keberfungsian keluarga dalam kehidupan berkeluarga dan

memberikan pandangan baru pada remaja dalam menyikapai kehidupan di

tengah keluarga dan lingkungan sosial.

Subjective Will Being

Subjective Well-Being didefinisikan sebagai sebuah evaluasi kognitif dan

afeksi seseorang terhadap hidupnya (Diener dkk, 2003).Subjective Well-Being

merupakan istilah besar yang digunakan untuk menggambarkan level well-being

yang dialami individu menurut evaluasi subyektif atas hidup mereka sendiri.

Evaluasi ini bisa berupa positif atau negatif, termasuk penilaian dan perasaan

mengenai kepuasan hidup, minat dan keterikatan, reaksi-reaksi afektif seperti

gembira dan sedih atas peristiwa hidup, kepuasan dalam pekerjaan, hubungan,

kesehatan, hiburan, makna dan tujuan, dan bidang-bidang penting lainnya

(Diener & Ryan, 2008).

Komponen Subjective Well Being

Subjective Well-Being memiliki tiga komponen yaitu kepuasan hidup,

kepuasan domain, dan afektif (Diener et. al., 2003; Schimach, 2008; Diener,

Lucas, & Oishi, 2002). Kepuasan hidup adalah penilaian individu terhadap

kualitas kehidupannya secara global. Individu dapat menilai kondisi

Page 15: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

6

kehidupannya, menentukan kepentingan dari kondisi itu dan mengevaluasi

kehidupannya pada skala yang berkisar dari tidak puas hingga puas.

Kepuasan domain merefleksikan eveluasi seseorang mengenai aspek

khusus dalam hidupnya. Kepuasan domain ini penting karena dengan mengukur

kepentingan domain dari kehidupan seseorang. Kepuasan domain ini dapat

memberikan informasi mengenai bagaimana seseorang menyusun penilaian

globalnya mengenai kebahagiaan dan juga memberikan informasi yang detil

tentang aspek khusus kehidupan seseorang. Kepuasan domain juga dibagi dalam

berbagai domain-domain tertentu. Diener et al. (1999) membagi kepuasan

domain menjadi pekerjaan, keluarga, waktu luang, kesehatan, diri, dan

keuangan. Schimmack, Diener, Oishi, dan Suh (dalam Eid & Larsen, 2006)

membagi tujuh domain yaitu romantis, keuangan, keluarga, pendidikan,

kehidupan sosial, rekreasi dan tempat tinggal. Lebih lanjut Schimmack dan

Oishi (dalam Eid & Larsen, 2006) menyebutkan sepuluh domain yaitu

pendidikan, rekreasi, romantis, keluarga/orang tua, persahabatan, kesehatan,

tempat tinggal, lalu lintas, cuaca, dan peningkatan tujuan. Loewe,

Bagherzadehniri, Anaya, Thieme, dan Batista-Foguet (2013) mencoba

mengkombinasikan domain-domain dari beberapa penelitan yang kemudian

menyimpulkan domain-domain yang sering disebutkan dalam beberapa

penelitian yaitu kesehatan, keuangan, sosial, diri sendiri, waktu luang, keluarga,

dan pekerjaan.

Komponen afektif terdiri dari dua indikator utama yaitu perasaan positif

dan perasaan negatif. Perasaan positif merefleksikan keadaan suasana hati yang

Page 16: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

7

positif dari seseorang, sedangkan perasaan negatif merefleksikan keadaan

suasana hati yang negatif. Pada Positive and Negative affect Schedule Watson,

Clark, dan Tellegen (dalam Carwford, & Henry, 2004) merincikan perasaan

positif antara lain tertarik, waspada, penuh perhatian, bergairah, antusias,

bersemangat, bangga, tekun, kuat, dan aktif. Menurut Diener et al. (1999)

kesenangan, gembira, kepuasan/ kebanggaan, cinta, kebahagiaan, dan

kegembiraan yang meluap-luap merupakan afek positif atau perasaan

menyenangkan merupakan bagian dari positive affect. Selanjtunya, perasaan

negatif dapat disebut unpleasant feelings atau perasaan tidak menyenangkan

yang merupakan refleksi keadaan suasana hati yang negatif. Perasaan negatif

menurut Diener et al. (1999) menyebutkan bersalah dan malu, kesedihan,

kecemasan dan marah, stres, depresi dan iri hati merupakan perasaan negatif

atau perasaan tidak menyenangkan.

Faktor yang Memengaruhi Subjective Well-Being

Menurut Diener (1984) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

subjective well-being seseorang. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai

berikut:

a. Kepuasan Subjektif (subjective satisfaction)

Penilaian mengenai kepuasan cenderung berpengaruh pada subjective

well-being daripada kesejahteraan secara objektif. Hal ini menginformasikan

perbandingan kepuasan pada berbagai jenis domain dan kepuasan hidup

secara keseluruhan. Kepuasan seseorang terhadap domain dan kepuasan

hidup secara keseluruhan. Kepuasan seseorang terhadap domain

Page 17: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

8

kehidupannya berpengaruh pada Subjective well being seperti yang

dijelaskan pada topdown theory, dimana kesejahteraan pada domain

mengakibatkan subjective well-being.

b. Pendapatan/Income

Kepuasan pada pendapatan juga berhubungan dengan kebahagiaan. Meski

demikian pengaruh pendapatan terhadap kesejahteraan subjektif relatif

rendah, ketika faktor-faktor lainnya terkontrol. Veen hoven (dalam Diener,

1933) mengemukakan bahwa pendapatan membantu seseorang dalam

memenuhi kebutuhannya secara universal.

c. Faktor Demografis

1. Usia/Age

Beberapa penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan antara usia

dengan kesejahteraan subjektif, dimana orang muda lebih merasa

bahagia dibanding orangtua. Braun (dalam Diener, 1984) menemukan

bahwa orang muda lebih banyak melaporkan tingkatan yang lebih kuat

mengenai perasaan positif dan negatif, sedangkan orangtua melaporkan

tingkatan yang lebih baik mengenai kebahagiaan secara keseluruhan.

2. Gender

Meskipun wanita lebih sering mengalami perasaan negatif, namun

wanita nampak lebih merasakan kesenangan, hal ini menunjukan adanya

sedikit perbedaan pada kebahagiaan secara global atau kepuasan yang

biasanya ditemukan pada jenis kelamin. Meski demikian beberapa

penelitian menemukan bahwa wanita muda lebih merasa senang

dibanding pria muda, dan wanita yang lebih tua lebih merasa tidak

Page 18: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

9

bahagia di bandingkan pria yang lebih tua. Terdapat perbedaan antara

wanita dan pria, namun tidak terlalu besar. Selain itu penelitian yang

dilakukan oleh Fujita (dalam Römer, Klingebiel & Tomasik, 2008)

menyebutkan bahwa wanita memiliki perasaan positif dan kepuasan

hidup yang lebih tinggi.

3. Suku Bangsa/Race

Masyarakat berkulit hitam memiliki subjective well-being yang lebih

rendah daripada kulit putih. Meski demikian , faktor-faktor lain seperti

usia, pendidikan, penghasilan dan urbanitas belum terkontrol, sehingga

dampak ras pada subjective well-being belum begitu nampak.

4. Pekerjaan/Employment

Campbell (dalam Diener, 1984) menemukan bahwa orang-orang

pengangguran adalah grup yang sangan tidak bahagia. Hal ini

dikarenakan pengangguran sangat berdampak besar pada subjective well-

being pada beberapa orang yang mengalami kesulitan finansial. Selain

itu, kepuasan kerja berdampak pada subjective well-being, karena

sebagian besar orang dewasa menghabiskan waktunya di tempat kerja

(Russell, 2008).

5. Pendidikan/Education

Beberapa penelitian menemukan bahwa pendidikan tidak berpengaruh

signifikan terhadap subjective well-being. Namun penelitian-penelitian

lain menemukan bahwa pendidikan lebih berpengaruh untuk wanita.

Meski demikian analisis yang dilakukan Campbell (dalam Diener, 1984)

menyatakan bahwa meskipun pendidikan mungkin ada sebgai akal

Page 19: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

10

seseorang, pendidikan juga memampukan seseorang untuk meningkatkan

aspirasi dan mempersiapkan alternatif tipe kehidupan pada seseorang.

6. Agama/Religion

Kepercayaan religi berhubungan dengan mood positif. Spreitzer dan

Snyder (dalam Diener, 1984) menemukan bahwa agama memiliki

pengaruh yang signifikan pada orang-orang dibawah 65 tahun, namun

justru tidak berpengaruh pada subjek orangtua.

7. Pernikahan dan Keluarga/Marriage and Family

Banyak penelitian yang mengindikasikan bahwa orang yang menikah

dilaporkan memiliki subjective well-being yang lebih besar daripada

orang-orang yang tidak menikah. Campbell (dalam Diener, 1984) ketika

seseorang beralih dari kenyataan objektif tentang pernikahan ke

pentingnya kepuasaan pernikahan pada kebahagiaan secara global

menyebabkan pernikahan dan kepuasan keluarga menjadi salah satu

prediktor terpenting pada subjective well-being.

d. Perilaku dan Outcome

1. Kontak Sosial/Social Contact

Banyak penelitian yang menemukan korelasi antara kepuasan pada

teman atau pengukuran subjektif lain dan subjective well-being. Meski

demikian, banyak penelitian menemukan bahwa terdapat korelasi positif

antara berbagai macam pengukuran aktifitas sosial dan subjective well-

being. Sebuah program yang bertujuan untuk meningkatkan

kebahagiaan, merekomendasikan kontak sosial sebagai cara untuk

Page 20: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

11

meningkatkan subjective well-being dan program tersebut berjalan

dengan efisien, Fordyce (dalam Diener, 1984).

2. Peristiwa hidup/Life Events

Bukti-bukti menuenjukan bahwa peristiwa menyenangkan dan peristiwa

buruk itu berdiri sendiri pada kehidupan individu. Peristiwa

menyenangkan hubungan dengan perasaan positif dan peristiwa buruk

berhubungan dengan perasaan negatif.

3. Aktifitas/Activities

Aktifitas cenderung menjadi perilaku dimana peristiwa-peristiwa yang

terjadi menjadi hal yang dihasilkan atau tampak. Penelitian yang

didasarkan pada sempel orangtua cenderung untuk bermacam-macam hal

seperti kontak sosial, aktifitas fisik, hobi dan partisipasi dalam organisasi

formal.

4. Kepribadian/Personality

Kepribadian dikatakan dapat mempengaruhi kebahagiaan. Ekstraversi

dan neurotisme memiliki korelasi tinggi pada subjective well-being.

Costa dan McCrae (dalam Diener, 1984) menemukan bahwa ekstraversi

berhubungan dengan perasaan positif, sedangkan neurotism berhubungan

dengan perasaan negatif.

5. Faktor Biologis

Kesehatan berhubungan dengan subjective well-being. Meski demikian

hubungan ini bersifat relatif. Kesehatan subjektif berhubungan kuat

dengan subjective well-being, sedangkan kesehatan objektif (kesehatan

Page 21: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

12

yang diukur) memiliki hubungan yang lemah terhadap subjective well-

being.

Singkatnya, terdapat berbagai faktor yang dapat memengaruhi subjective

well-being yaitu kepuasan subjektif; pendapatan; faktor-faktor demografis

diantaranya usia, gender, ras, pekerjaan, pendidikan, agama, dan pernikahan dan

keluarga; perilaku dan outcomes antara lain kontak sosial, peristiwa hidup, dan

aktivitas; kepribadian; faktor biologis; dan faktor lainnya seperti komitmen

organisasi, faktor genetis dan budaya.

Keberfungsian keluarga

Keberfungsian keluarga pada dasarnya mengacu kepada kualitas interaksi

anggota keluarga. Secara spesifik dapat dilihat dari jumlah komunikasi, keluarga

dapat beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi, konflik yang terjadi

dalam keluarga, dukungan dan kasih sayang antar anggota keluarga, kemampuan

mengekspresikan apa yang dirasakan dan diinginkan, menghabiskan waktu

bersama, kebebasan antar anggota keluarga, orientasi prestasi, moral,

keagamaan, dan penyelesaian masalah yang dapat dilakukan anggota keluarga

(Moos dan Moos dalam Stewart, 1998). Keberfungsian keluarga menjadi tempat

individu dapat tumbuh menjadi dirinya sendiri, didalamnya terdapat rasa cinta

dan kebersamaan antara anggota keluarga. Antar anggota keluarga dapat

memberikan waktu dan dukungan antara satu dengan yang lain, peduli terhadap

keluarga dan membuat kesejahteraan anggota keluarga menjadi prioritas dalam

kehidupan. Keberfungsian keluarga juga dapat didefinisikan sebagai keluarga

Page 22: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

13

yang telah mampu melaksanakan fungsinya, ditandai dengan terpenuhinya

karakteristik yang ada.

Menurut Shek (lestari, 2012) menyatakan bahwa secara umum

keberfungsian keluarga merujuk pada kualitas kehidupan keluarga, baik pada

level sistem maupun subsistem dan berkenaan dengan kesejahteraan, kompetisi,

kekuatan dan kelemahan keluarga. Keberfungsian keluarga menurut Shek dapat

dilihat dari tingkatan kelentingan (resiliency) atau kekukuhan (strenght)

keluarga dalam menghadapi tantangan.Kelentingan keluarga (resiliency)

merupakan kemempuan untuk bangkit dari penderitaan dengan menjadi lebih

kuat dan lebih memiliki sunber daya. Sedangkan kekukuhan keluarga

menggambarkan kualitas relasi di dalam keluarga yang menyumbang bagi

kesehatan emosi dan kesejahteraan bagi anggota keluarga di dalamnya (Shek

dalam Lestari, 2012).

Dimensi Keberfungsian Keluarga

Dimensi yang terdapat dalam keberfungsian keluarga antara lain (Moos

&Moos, 2002), antara lain;

1. Dimensi Relationship memiliki aspek sebagai berikut:

a. Cohesion : Derajat komitmen, bantuan, dan dukungan yang

diberikan anggota keluarga satu sama lainnya.

b. Expressiveness : Sejauhmana anggota keluarga diperbolehkan

untuk mengekspresikan perasaannya secara langsung.

c. Conflict : Jumlah / banyaknya kemarahan dan konflik yang

diekspresikan secara terbuka diantara anggota keluarga.

Page 23: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

14

2. Dimensi Personal Growth memiliki aspek sebagai berikut:

a. Independence : Sejauh mana anggota keluarga dapat bersikap

tegas, mampu mandiri, dan membuat keputusan sendiri.

b. Achievement Orientation : Seberapa banyak aktifitas yang termasuk

dalam kerangka / pola kerja yang berorientasi pada prestasi atau

persaingan.

c. Intellectual-Cultural Orientation : Tingkat ketertarikan anggota

keluarga terhadap hal-hal politik, intelektual, dan budaya.

d. Active-recreational Orientation : Jumlah partisipasi anggota

keluarga dalam kegiatan sosial dan rekreasi.

e. Moral-religious emphasis : Adanya penekanan pada etika

dan nilai-nilai agama.

3. Dimensi System Maintenance memiliki aspek sebagai berikut:

a. Organization : Derajat pentingnya pengaturan yang jelas dalam

merencanakan aktivitas dan tanggungjawab dalam keluarga.

b. Control : Seperangkat aturan dan prosedur yang digunakan untuk

menjalankan kehidupan keluarga.

Berdasarkan uraian mengenai dimensi keberfungsian keluarga yang

diungkapkan oleh Moos dan Moss (2002), maka disimpulkan dimensi

keberfungsian keluarga terdiri dari dimensi relationship dengan aspek saling

mendukung antar anggota keluarga, adanya kesempatan untuk mengeluarkan

pendapat, dan keterbukaan konflik yang terjadi dalam keluarga; dimensi

personal growth dengan aspek adanya kebebasan dalam menentukan keputusan

sendiri, adanya orientasi menekankan pada prestasi, anggota keluarga

Page 24: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

15

memberikan kesempatan untuk menyukai berbagai bidang yang diinginkan,

seperti politik, ilmuan, ataupun budaya, adanya kebersamaan yang diwujudkan

melalui rekreasi ataupun aktivitas sosial, dan antar anggota keluarga

menjalankan nilai agama dan etika yang sudah diatur dalam keluarga; dimensi

system maintenance dengan aspek adanya tanggung jawab masing-masing

anggota keluarga terhadap keluarga dan adanya aturan yang mengatur setiap

anggota keluarga.

Remaja Akhir

Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa latin yaitu adoelscere

kata bendanya adalah adolescentia yang artinya adalah “tumbuh” atau “tumbuh

menjadi dewasa”. Masa remaja (adolescence) adalah suatu tahap dalam

perkembanganyang mencakup dalam kematangan mental, emosional, sosial dan

fisik. Masa remaja juga merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak

menuju dewasa baik dalam hal fisik, kognitif dan psikososial. Remaja menurut

Hurlock, 1999 merupakan individu yang berusia antara 13 sampai 18 tahun

dengan pembagian usia 13-16 tahun termasuk masa remaja awal dan usia 16-18

tahun termasuk usia remaja akhir.

Page 25: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

16

Tugas-tugas Perkembangan Remaja

Tugas-tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (Hurlock, 1999)

adalah sebagai berikut :

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya

baik pria maupun wanita.

b. Mencapai peran sosial pria, dan wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.

Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa

lainnya.

e. Mempersiapkan karier ekonomi.

f. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

g. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk

berperilaku - mengembangkan ideologi.

Hubungan antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being

pada Remaja Akhir

Masa remaja sudah sejak dulu dianggap sebagai masa yang sulit secara

emosional (Hall dalam Santrock, 2007). Masa remaja itu berada pada tahap

peralihan yang rentan terhadap masalah. Masalah dapat berasal dari sekolah,

teman kelompok dan keluarga, dan masalah dapat menjadi sulit diatasi (Patil

dalam Aminbhavi, 2003). Banyak remaja yang ketika menghadapi masalah

memilih untuk melampiaskannya dengan merokok, minum-minuman

beralkohol, pergi dengan teman, penggunaan obat-obat terlarang, dan terlibat

Page 26: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

17

seks bebas. Penyebab dari kenakalan tersebut sangatlah bermacam-macam, salah

satunya adalah faktor lingkungan dan faktor keluarga (Sarwono, 1989).

Dua atau lebih individu yang tergabung dalam keluarga karena adanya

ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan

emosional, serta mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga

(Friedman, 1998). Di dalam keluarga terbagi atas kepala keluarga (ayah), ibu,

dan anak-anak yang saling mengisi dan berbagi sebagai keluarga untuk

mewujudkan fungsi di dalamnya. Keberfungsian keluarga menjadi pengaruh

yang sangat kuat dalam mempegaruhi kesejahteraan psikologis dan subjektif

anak dan orang tua dalam menerima kebahagian sepanjang waktu.

Keberfungsian keluarga menurut Moos danMoos, (2002) mengacu pada kualitas

interaksi keluarga. Interaksi tersebut dapat dilihat dari karakteristik yang ada dari

jumlah komunikasi, dukungan dan kasih sayang anggota keluarga, dst.

Keluarga memiliki arti dan peran yang penting untuk ikut bertanggung

jawab atas setiap kebutuhan anggota keluarganya, dalam hal ini anggota

keluarga usia remaja. Ada beberapa faktor dalam keluarga yang dapat

menyebabkan remaja mudah mengalami stress atau depresi yaitu kondisi

orangtua yang mengalami stress atau depresi, orangtua yang tidak memberikan

dukungan emosional, orangtua yang memiliki konflik perkawinan, dan juga

orangtua yang memiliki masalah keuangan (Blatt, 2004; Graber, 2004; Holmes

& Holmes, 2005). Oleh sebab itu keluarga harus dapat menciptakan lingkungan

yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan dan penuh semangat agar

tercipta kesejahteraan (subjective well-being) bagi anggota keluarga. Subjective

well-being (SWB) merupakan konsep yang luas dalam kehidupan seseorang

Page 27: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

18

secara keseluruhan. Subjective well-being ini dipengaruhi oleh banyak faktor,

diduga salah satunya adalah keberfungsian keluarga.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah : ada hubungan korelasi positif

antara keberfungsian keluarga dengan subjective well-being pada siswa-siswi di

SMA N 5 Semarang.

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional untuk

meneliti hubungan keberfungsian keluarga dengan subjective well-being pada

remaja (siswa-siswi) Sekolah Menengah Atas Negeri 5 di Semarang. Adapun

variable-variabel dalam penelitian ini variable bebas adalah keberfungsian

keluarga dan variable tergantung adalah subjective well-being.

Partisipan

Subjek dalam penelitian inia dalah remaja akhir (siswa-siswi) SMA N 5

Semarang yang memiliki usia 16-18 tahun (Hurlock, 1999) yang di mana usia

tersebut di golongkan dalam usia sekolah menengah atas pada kelas XII dan usia

mahasiswa tingkat awal.

Kriteria partisipan merupakan anak usia remaja akhir, memiliki orangtua

dan saudara, tinggal dengan orangtua dan saudara dan kedua orangtua bekerja

formal. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 108 partisipan. Teknik

Page 28: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

19

pengambilan sample yang di gunakan adalah teknik sampling bertujuan

(purposive sampling), artinya peneliti memiliki tujuan (kriteria) bagi partisipan.

Instrumen alat ukur

Terdapat dua jenis skala psikologis untuk pengukurannya. Untuk

mengukur subjective well-being digunakan dua skala psikologis yang

dimodifikasi oleh penulis dengan mengacu pada skala Manual for the

Multidimentional Student’ Life Satisfaction Scale (MSLSS) dirancang untuk

memberikan profil multidimensi penilaian kepuasan hidup anak-anak dan remaja

yang diukur dari 5 domain (keluarga, sekolah, teman, lingkungan dan diri

sendiri) (Huebner, 2001) dan Positive and Negative Affect Schedule (PANAS)

untuk mengukur perasaan positif dan negatif dengan aitem-aitem seperti

“bermusuhan, antusias, penuh perhatian, lekas marah” (Crawford & Henry,

2004). Kedua alat ukur tersebut mengacu berdasarkan teori kepuasan diri

(subjective well-being) dari Diener. Dari skala yang digunakan, maka

terbentuklah 2 skala psikologis untuk mengukur subjective will being. Skala 1

merupakan MSLSS dengan 40 aitem untuk pengukuran domain, danskala 2 yaitu

PANAS dengan 20 aite. Sedangkan untuk mengukur keberfungsian keluarga

peneliti menggunakan Family Environment Scale (FES), dimana aitem-aitemnya

disusun berdasarkan dimensi keberfungsian keluarga yang diungkapkan oleh

Moos dan Moos (2002). Skala psikologis untuk mengukur keberfungsian

keluarga merupakan modifikasi penulis berdasarkan skala yang dibuat oleh

Moos dan Moos (2002) dalam Sari (2012).

Dalam penelitian ini uji coba skala psikologis menggunakan try out

terpakai. Dari hasil penghitungan yang dilakukan menggunakan SPSS 16.0

Page 29: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

20

dengan standar daya diskriminasi item dinilai berdasar item-total correlation

pada program SPSS 16.0 sebesar > 0,3. Skala 1 setelah 2 kali peghitungan

terdapat 17 aitem gugur sehingga aitem yang dapat digunakan sebanyak 23

aitem . Untuk skala 2 terdapat 7 aitem gugur setelah 2 kali penghitungan

sehingga aitem yang bertahan berjumlah 13 aitem. Sedangkan untuk skala 3

menghasilakan 32 aitem dengan 2 kali penghitungan.

Setelah didapat aitem-aitem yang gugur dan aitem-aitem yang dapat

digunakan, kemudian dilakukan penghitungan dengan bantuan Alfa Cornbach

untuk mendapatkan reliabilitas skala yang digunakan sebagai alat ukur. Dari

hasil penghitungan tersebut, didapat hasil reliabilitas skala 1 yaitu kepuasan pada

siswa sebesar 0,859, skala 2 yaitu afektif sebesar 0,801, dan skala 3 yaitu

keberfungsian keluarga sebesar 0,894.

Prosedur Pengambilan Data

Penelitian ini dimulai dengan pembuatan skala psikologis. Pembuatan

skala psikologis ini mengalami proses bimbingan yang kemudian menghasilkan

tiga skala pengukuran. Skala 1 mengukur variabel SWB untuk komponen

kepuasan hidup dan kepuasan domain pada siswa dengan jumlah 40 aitem. Skala

2 berjumah 20 aitem untuk mengukur komponen afektif variabel SWB, dan

skala 3 untuk mengukur variabel keberfungsian keluarga dengan jumlah 48

aitem. Sebelum pengambilan sampel dilakukan, peneliti melakukan uji coba

bahasa terlebih dahulu kepada 10 orang responden yang memiliki kriteria yang

sama seperti partisipan dari penelitian ini yaitu siswa-siswi SMA Kristen 1

Salatiga. Saat melakukan uji bahasa kesepuluh partisipan tidak mengalami

kesulitan dalam memahami bahasa, sehingga tidak adanya perbaikan.

Page 30: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

21

Setelah proses bimbingan menemui kesepakatan, maka penulis mendapat

ijin melakukan penelitian pada tanggal 27 November 2014. Pengambilan data

penelitian dilakukan pada tanggal 7-10 Januari 2015, dilakukan dengan metode

purposive sampling. Artinya, peneliti memiliki tujuan (kriteria) bagi partisipan.

Dari 12 kelas yang terdapat di SMA N 5 Semarang peneliti hanya diberikan 9

kelas, dikarenakan jadwal dan urusan sekolah dari guru yang mengampu mata

pelajaran bimbingan konseling. 9 kelas tersebut adalah XII IPA 1, XII IPA 2,

XII IPA 3, XII IPA 4, XII IPA 7, XII IPA 8, XII IPA 9, XII IPA 10 dan XII IPS

2. Dari masing-masing kelas didapat jumlah partisipan yang sesuai kriteria 10-

16 partisipan. Kemudian peneliti membagikan skala kepada calon partisipan

yang sesuai dengan kriteria penelitian. Terkumpul 108 partisipan yang bersedia

mengisi skala yang diberikan peneliti kepada partisipan. Setelah dilakukan

pengambilan data, maka dilakukan penghitungan reliabilitas dan korelasi antar

aitem, uji asumsi, dan uji hipotesis menggunakan bantuan program SPSS ver.

16.00.

TeknikAnalisis Data

Untuk melihat hubungan antara keberfungsian keluarga dengan

subjective well-being pada siswa-siswi SMA N 5 Semarang menggunakan uji

korelasi. Untuk menguji daya deskriminasi aitem maupun reliabilitas pada

penelitian ini menggunakan teknik Alfa Cornbach. Pengujian normalitas pada

penelitian ini menggunakan Kolmogorov-Smirnov, untuk uji linearitas

digunakan ANOVA table of linearity, sedangkan pengujian hipotesisnya

menggunakan Pearson’s product momment. Analisis data dilakukan dengan

bantuan program bantu komputer yaitu SPSS 16.0 for Windows.

Page 31: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

22

HASIL PENELITIAN

Uji Asumsi

a. Uji Normalitas dan Linieritas

Setelah alat ukur diuji reliabilitas serta validitasnya maka peneliti

melanjutkan ke pengujian asumsi. Langkah yang harus diambil adalah:

Melakukan uji signifikansi dengan hasil koefisien Kolmogorov-Smirnov di

dapatkan bahwa skor K-S-Z SWB dengan signifikansi sebesar 0,644 (p>0,05)

sedangkan skor K-S-Z keberfungsian keluarga dengan signifikansi sebesar 0,652

(p>0,05). Dari hasil tersebut, maka data kedua variabel dapat dikatakan

berdistribusi normal.

Uji linearitas dilakukan agar mengetahui hubungan antar variabel memiliki

hubungan secara linear atau tidak secara signifikan. Dari hasil uji linearitas yang

dilakukan dengan menggunakan ANOVA table of linearity, maka didapatkan

hasil Fbeda dengan signifikansi sebesar 0.928 (p>0,05). Artinya keberfungsian

keluarga dan SWB memiliki hubungan yang linear.

Uji Statistik Deskriptif

Setelah dilakukan uji asumsi, maka stastistik deskriptif dilakukan, untuk

mengetahui kategorisasi tiap variabel. Total aitem untuk mengukur SWB

sebanyak 36 aitem. Melalui hasil analisis statistik deskriptif, maka dilakukan

pengkategorisasian berdasarkan 5 jenjang yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup,

rendah, dan sangat rendah. Terdapat 5 alternatif jawaban pada skala 1 dan skala

2, sehingga didapatkan kemungkinan pembagian skor tertinggi 144, sedangkan

skor terendah 0. Sama dengan pengkategorisasian pada keberfungsian keluarga,

Page 32: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

23

dimana terdapat 5 alternatif jawaban pada skala 3. Berdasarkan penghitungan

yang dilakukan, maka kemungkinan pembagian skor tertinggi pada

keberfungsian keluarga adalah 128, sedangkan skor terendah 0. Melalui

pengkategorisasian yang dilakukan, maka SWB siswa dapat dikategorisasikan

tinggi, sedangkan keberfungsian keluarga pada siswa dapat dikategorisasikan

rendah.

Tabel 1.

Kategorisasi SWB

Interval Kategori Frekuensi % Mean SD

115,3 ≤ x ≤ 144 Sangat tinggi 8 7,4 %

100,00

10,477

86,5≤ x ≤ 115,2 Tinggi 94 87%

57,7 ≤ x ≤ 86,4 Cukup 6 5,5%

28,9 ≤ x ≤ 57,6 Rendah 0 0%

0≤ x ≤ 28,8 Sangat rendah 0 0%

Berdasarkan kriteria kategorisasi pada tabel 1 menunjukan bahwa 8

orang (7,4%) termasuk dalam SWB yang sangattinggi, 94 orang (87%) termasuk

dalam SWB tinggi, 6 orang (5,5%) termasuk dalam SWB cukup, dan tidak ada

yang termasuk dalam SWB rendah dan sangat rendah. Hal ini dapat diartikan

bahwa sebagian besar SWB dari siswa berada dalam kategori tinggi

Page 33: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

24

Tabel 2.

Kategorisasi Keberfungsian Keluarga

Interval Kategori Frekuensi % Mean SD

102,5 ≤ x ≤ 128 Sangat tinggi 0 0%

44,10

14,165

76,89≤ x ≤ 102,4 Tinggi 2 1,85%

51,3 ≤ x ≤ 76,8 Cukup 27 25%

25,8 ≤ x ≤ 51,2 Rendah 69 63,9%

0≤ x ≤ 25,6 Sangat rendah 10 9,25%

Berdasarkan kriteria kategorisasi pada tabel 2 menunjukan bahwa tidak

ada yang termasuk dalam keberfungsian keluarga yang sangat tinggi, 2 orang

(1,85%) termasuk dalam SWB yang tinggi, 27 orang (25%) termasuk dalam

keberfungsian keluarga yang cukup, 69 orang (63,9%) termasuk dalam

keberfungsian keluarga yang rendah, dan 10 orang (9,25%) termasuk dalam

keberfungsian keluarga yeng sangat rendah. Hal ini dapat diartikan bahwa

sebagian besar keberfungsian keluarga dari siswa berada dalam kategori rendah.

Tabel 3.

Skor hipotetik SWB

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SWB 108 67.49 130.99 1.0000E2 10.47740

Valid N (listwise) 108

Page 34: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

25

Untuk skor hipotetik hasil pengujian statistik deskriptif menunjukan

bahwa total skor minimun pada variabel SWB adalah sebesar 67,49, sedangkan

total skor maksimum sebesar 130,99 dengan mean 100,00, dan standart deviasi

10,477.

Tabel 4.

Skor Hipotetik Keberfungsian keluarga

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Keberfungsian Keluarga 108 2.00 84.00 44.1019 14.16587

Valid N (listwise) 108

Hasil pengujian terhadap variable keberfungsian keluarga menunjukkan

bahwa total skor minimum pada variabel ini adalah 2, sedangkan total skor

maksimal 84, dengan mean 44,1, dan standar deviasi 14,165.

Uji Korelasi

Langkah selanjutnya setelah melakukan uji asumsi ialah melakukan uji

korelasi dengan menggunakan Pearson-Product Moment. Adapun kemudian

dihitung dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows.

Page 35: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

26

Tabel 3.

Correlations

Korelasi antara Keberfungsian Keluarga dan SWB

SWB

Keberfungsian

Keluarga

SWB Pearson Correlation 1 .203*

Sig. (1-tailed) .018

N 108 108

Keberfungsian Keluarga Pearson Correlation .203* 1

Sig. (1-tailed) .018

N 108 108

*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).

Setelah mengetahui kelayakan data yang diperoleh melalui uji asumsi

yang dilakukan, maka dilakukan uji hipotesis dengan mengggunakan Pearson’s

product momment untuk mengetahui arah korelasi kedua veriabel. Uji korelasi

yang dilakukan menemukan bahwa korelasi antara keberfungsian keluarga

dengan SWB memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,203 dengan nilai

signifikansi sebesar 0.018 (p<0,05). Dari hasil tersebut, maka hubungan yang

kecil antara keberfungsian keluarga dan SWB.

Hasil perhitungan koefisien determinan variabel (r²) diperoleh 0,041 atau

4,1% menandakan bahwa keberfungsian keluarga memiliki sumbangan yang

efektif terhadap subjective well-being sebesar 4,1%, sedangkan sisanya 95,9%

dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Page 36: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

27

PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan positif signifikan

antara keberfungsian keluarga dengan subjective well-being. Artinya, maikin

tinggi keberfungsian keluarga pada remaja, maka makin tinggi pula SWB remaja

tersebut. Sebaliknya, semakin rendah keberfungsian keluarga pada remaja

semakin rendah juga SWB remaja tersebut. Hasil tersebut selaras dengan

penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa keberfungsian

keluarga memiliki faktor pengaruh dalam kesejahteraan pada remaja. Menurut

McFarlane (Nayana, 2013) bila seorang remaja memiliki keberfungsian keluarga

yang negatif seperti keluarga yang tidak saling mendukung serta memiliki

banyak konflik maka akan menyebabkan remaja tersebut memiliki kualitas well-

being yang rendah.

Dalam penelitian ini sebagian besar (87%) siswa pada penelitian ini

memiliki SWB dengan kategori tinggi dan 63,9% siswa memiliki keberfungsian

keluarga pada kategori rendah. Dengan kondisi tersebut dapat peneliti katakan

bahwa kesejahteraan psikologis seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal

lain salah satunya lingkungan luar. Nayana (2013) menyatakan bahwa walaupun

remaja memiliki kondisi diri yang tidak stabil namun bila ia memiliki

penerimaan diri, penyesuaian diri, adaptasi yang baik dengan lingkungannya

juga akan membuatnya nyaman dengan kondisi dirinya sendiri. Gore

(Hikmatunnisa & Takwin, 2007) menyebutkan bahwa individu dengan adaptasi

yang baik akan dapat menghadapi kejadian hidup lebih baik sehingga well-being

pun menjadi lebih baik.

Page 37: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

28

Keberfungsian keluarga dapat dikatakan sebagai salah satu bagian

penting dalam hidup seseorang, namun tidak semua individu memiliki

keberfungsian keluarga yang baik dapat mencapai SWB yang sempurna. Hal

tersebut dikarenakan banyak faktor lain yang dapat menjadi penentu kondisi

subjective well-being pada diri seseorang yang dimana faktor-faktor tersebut

tidak diteliti dalam penalitian ini. Diener & Tay (2011) menyatakan ada

beberapa kebutuhan psikis yang membuat kondisi well-being seseorang

meningkat, yaitu interaksi sosial yang baik, penguasaan dan otonomi. Hasil

perhitungan koefisien determinan variabel (r²) diperoleh 0,041 atau 4,1%

menandakan bahwa keberfungsian keluarga memiliki sumbangan yang efektif

terhadap subjective well-being sebesar 4,1%, sedangkan sisanya 95,9%

dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat ditarik kesimpulan :

1. Bahwa ada korelasi positif yang kecil antara keberfungsian keluarga dengan

subjective well-being pada remaja dengan nilai korelasi r = 0,203 dengan p =

0,018. Semakin tinggi keberfungsian keluarga pada remaja, maka semakin

tinggi pula SWB remaja tersebut. sebaliknya makin rendah keberfungsian

keluarga pada remaja, makin rendah pula SWB remaja tersebut.

2. Sebagian besar (87%) siswa pada penelitian ini memiliki SWB dengan

kategori tinggi dan 63,9% siswa memiliki keberfungsian keluarga pada

kategori rendah.

3. Hasil perhitungan koefisien determinan variabel (r²) diperoleh 0,041 atau

4,1% menandakan bahwa keberfungsian keluarga memiliki sumbangan yang

Page 38: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

29

kecil terhadap subjective well-being sebesar 4,1%, sedangkan sisanya 95,9%

dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

SARAN

Dari kesimpulan tersebut, maka penulis menyarankan pada pihak keluarga agar:

1. Lebih memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak baik dalam

kebutuhan psikologis maupun fisik.

2. Lebih menjalin komunikasi terhadap kegiatan maupun kehidupan anak baik

di rumah maupun di luar rumah (sekolah, teman bermain anak, tempat les,

dst).

3. Meluangkan waktu untuk quality time bersama anggota keluarga

Bagi anak-anak remaja:

1. Lebih terbuka kepada orangtua mengenani kendala dan kebutuhan.

2. Lebih memperhatikan kondisi anggota keluarga (kepada orangtua, kepada

saudara).

3. Perbanyak quality time bersama anggota keluarga.

Untuk penelitian selanjutnya, penulis memberi saran agar:

1. Dapat dilakukan penelitian serupa pada remaja secara menyeluruh di kota

Semarang.

2. Dapat melihat perbedaan SWB remaja ditinjau dari keberfungsian keluarga.

3. Melihat lebih cara penghitungan dari variabel subjective well-being.

Page 39: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

30

Datar Pustaka

Asfriyati. (2003). Pengaruh keluarga terhadap kenakalan anak. Fakultas Kesehatan,

Universitas Sumatra Utara. Diunduh pada 8 November 2014, dari

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-asfriyati1.pdf

Azwar, S. (1997). Metode penelitian. Yogyakarta: PustakaPelajar.

______ (2012). Penyusunan skala psikolgi (2nd

ed).Yogyakarta: PustakaPelajar.

Charalampous, K; Kokkinos, M, C, & Panayiotou, G. (2013). The family

environment scale: resolving psychometric problems through an

examination of a Greek translation. The International Journal of

Educational and Psychological Assessment, 13(2).

Crawford, J. R., & Henry, J. D. (2004). The positive and negative affect schedule

(PANAS): Construct validity, measurement properties and normative data

in a large non-clinical sampel. British Journal of Clinical Psychology , 43,

245-265.

Diener, E. (1984). Subjective Will Being. Psychological Bulletin, 95(3), 542-575.

Diener, E., Emmons, R. A., Larsen, R. J., & Griffin, S. (1985). The satisfaction with

life scale. Juornal of Personality Assessment , 49(1), 71-75.

Diener, E., & Suh, E. (1997). Meansuring quality of life: economic, social, and

subjective indicators. Social Indicator research. 189-216.

Diener, E., Suh, E., & Oishi, S. (1997). “Recent findings on subjective well-being”.

Retrieved Juni 29, 2014, from http://www.psych.uiuc.edu/ ∼edie

ner/hottopic/paper1.html.

Diener, E., Suh, E. M., Lucas, R. E., & Smith, H. L. (1999). Subjective well-being:

Three decade of progress. Psychological Bulletin, 125(2), 276-302.

Diener, E. (2000). “Subjective well-being: The science of happiness and a proposal

for national index”. American Psychology.

Diener, E., & Oishi, S. (2003). “Are scandinavians happier than asian?: Issues in

comparing nations on subjective well-being”. Retrieved Juni 21,2014 from

http://www.psych.uiuc. edu/∼ediener/hottopic/diener-oishi. Pdf.

Diener, E., Kesebir, P., & Lucas, R. (2008). Benefits of accounts of well-being—for

societies and for psychological science. Applied Psychology: An

International Review. 37-53.

Diener, M. L., & Diener McGravran, M. B. (2008). What makes people happy?: A

developmental approch to the literature on family relationship and well-

being. In M. Eid, & R. J. Larsen. The science of subjective well-being.

Guilford Press, New York.

Page 40: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

31

Diener, E., & Tay, L. (2011). Needs and subjective well-being around the world.

American Psychological Association. Journal of Personality and Social

Psychology. 101(2), 354-356

Daradjad, Z. (1995). Remaja, Harapan dan Tantangan. Bandung: Remaja Rosda

Karya.

Ehrlich, B. S. & Isaacowitz, D. M, “Does subjective well-being increase with age?”,

Retrieved Juni 21, 2014, from http://www.bespin.stwing.

upenn.edu/∼upsych/ perspective/ 2002/ehrlich.pdf, 2002.

Gunarsa, D.S. (1976). Psikologi untuk keluarga. Jakarta: Gunung Mulia.

Hikmatunnisa, M., & Takwin, B. (2007). Pengaruh perbedaan agama orangtua

terhadap psychological well-being dan komitmen beragama anak. Jurnal

Psikologi Sosial. 2(13), 157-165.

Hurlock, E.B. (1999). Psikologi perkembangan : suatu pendekatan sepanjang

rentang kehidupan-edisi kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Huebner, S.E. (2001). Manual for the multidimensional student’s life satisfaction

scale. Department Psychology, Columbia: Universitas of Shout Carolina.

SC 29208.

Joronen, K., & Kurki, P. A (2005). Familial contribution to adolescent subjective

well-being. International Journal of Nursing Practice, II.

Kurniati, T. M. N. (2011). Tingkat Keberfungsian Keluarga dan Subjective Well

Being pada Remaja : Tinjauan Circumplex. Depok: Fakultas Psikologi,

Universitas Gunadarma. Di unduh pada 10 Februari 2014, dari

http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/2332/1/Tingkat%20

keberfungsian%20keluarga%20dan%20subjective%20well-

being%20pada%20remaja.pdf

Lestari, S. (2012). Psikologi keluarga. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Mandara, J; & Murray, B, C. (2002). Development of an Emperical Typology of

Afrian American Family Functioning. Journal of Family Psycology, 16 (3),

318-337.

Moos, R. H. dan Moos, B. S. (2002). Family Environment Scale Manual. Palo Alto,

CA: Consulting Psychologists Press.

Nayana, N.F. (2013). Kefungsian Keluarga dan Subjective Well being pada Remaja

Akhir. Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang. Jurnal

online psikologi, 01(02). Diunduh pada 12 Februari 2014, dari

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt/article/viewFile/1580/1680.

Nisfiannor, M; Rostiana; & Puspasari, T. 2004. Hubungan antara Komitmen

Beragama dan Subjective Well Being pada Remaja Akhir di Universitas

Tarumanegara. Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanegara. Jurnal

Page 41: Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Subjective Well-Being Pada … · 2016. 11. 28. · hubungan dengan . subjective well-being . pada remaja. Berdasarkan latar belakang

32

Psikologi, 2(1). Diunduh pada 10 Februari 2014, dari

http://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Psi/article/download/19/9

Pastey, Geeta dan Aminbhavi, Vijayalaxmi. (2006). Impact of emotional maturity on

stress and self confidence of adolescence. Journal of Indian Academy of

Applied Psychology. 66-73.

Raema Andreyana. 1985. ”Masalah Delinkuensi Remaja” dalam Kartini Kartono,

ed, Bimbingan bagi Anak dan Remaja yang Bermasalah, 1sted, CV.

Rajawali, Jakarta.

Russell, J. E. (2008). Promoting subjective SWB at work. Journal of Career

Assessment, 16(1).

Santrock, J. W. (2007). Remaja, edisi kesebelas : Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Sari, P.I. (2011). Hubungan antara Keberfungsian Keluarga dengan Kematangan

Emosi Remaja laki-laki. Skripsi. Sumatra Utara: Fakultas Psikologi,

Universitas Sumatra Utara. Diunduh pada 15 Oktober 2014 dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22798/5/Chapter%20I.pdf;

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22798/4/Chapter%20II.pdf.

Stewart, L. (1998). Measuring Functioning and Well-being. United States of

America. The Rand Corpororation.

Qudsyi, Hazhira & Gusniarti, Uly. (2007). Hubungan antara keberfungsian keluarga

dengan penalaran moral pada anak usia akhir. Jurnal Ilmiah Berkala

Psikologi.

Van der Aa, N., Boomsma, D. I, Rebollo-Mesa, I., Hudziak, J.J, Bartels, M. (2010).

Moderation of genetic factors by parental divorce in adolescents’ evaluation

of family functioning and subjective well-being. Twin Research and Human

Genetic. Journal of Cambrige. 13(2), 143-162.

Watson, D., Clark, L.A., & Tellegan, A. (1988). Development and validation of brief

measures of positive and negative affect: The PANAS scale. Journal of

Personality and Social Psychology, 54(6), 1063-1070.

Werdyaningrum, Puri. (2013). Psychological Well-Being pada Remaja yang Orang

Tua Bercerai dan yang Tidak Bercerai (Utuh). Fakultas Psikologi,

Universitas Muhammadiyah Malang. Jurnal Online Psikologi, 01(02).

http://ejournal.umm.ac.id