HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2...

60
HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelas S1 Psikologi Islam (S.Psi) Pada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Raden Intan Lampung Oleh : Eka Septarianda 1531080036 PROGRAM STUDI : PSIKOLOGI ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM 1440 H/2019 M

Transcript of HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2...

Page 1: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING

PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Guna Memperoleh Gelas S1 Psikologi Islam (S.Psi)

Pada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

UIN Raden Intan Lampung

Oleh :

Eka Septarianda

1531080036

PROGRAM STUDI : PSIKOLOGI ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM

1440 H/2019 M

Page 2: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

ii

HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING

PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Guna Memperoleh Gelas S1 Psikologi Islam (S.Psi)

Pada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

UIN Raden Intan Lampung

Oleh :

Eka Septarianda

1531080036

PROGRAM STUDI : PSIKOLOGI ISLAM

Pembimbing I : Drs. M. Nursalim Malay, M. Si

Pembimbing II : Khoiriyah Ulfah, M.A

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

1440 H/2019 M

Page 3: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

iii

ABSTRAK

Hubungan Forgiveness dengan Subjective Well-Being

pada Remaja di Panti Asuhan

Oleh :

Eka Septarianda

Subjective well-being adalah konsep psikologis yang dapat dikategorikan

sebagai hal terpenting dalam diri individu dengan tiga komponen penting di

dalamnya, yaitu life satisfaction (LS), positive affect (PA) yang tinggi dan

negative affect (NA) yang rendah. Konsep psikologis dalam diri tersebut haruslah

selalu dalam taraf yang tinggi, dan apabila seseorang memiliki forgiveness yang

tinggi hal tersebut dapat dengan mudahnya diraih. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan forgiveness dengan subjective well-being pada remaja yang

berada di panti asuhan, melalui tiga komponen yang terdapat di dalamnya, yaitu

life satisfaction, positive affect dan negative affect pada remaja di panti asuhan

Budi Mulya Muhammadiyah Sukarame. Hipotesis yang diajukan oleh peneliti

adalah terdapat hubungan positif antara forgiveness dengan subjective well-being

pada remaja di panti asuhan Budi Mulya Muhammadiyah Sukarame.

Subjek penelitian adalah remaja yang tinggal di panti asuhan Budi Mulya

Muhammadiyah Sukarame yang berjumlah 58 anak yang diambil menggunakan

teknik sampling total. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data

menggunakan skala psikologi yang berjumlah tiga skala, yaitu HFS (Heartland

Forgiveness Scale) dengan 18 aitem ( = 0.853), SWLS (Satisfaction with Life

Scale) sebanyak 25 aitem ( = 0.820) dan PANAS (Positive and Negative Affect

Schedule) dengan 13 aitem ( = 0.831). Data yang didapatkan kemudian di

analisis dengan menggunakan teknik korelasi product moment dan dibantu

menggunakan SPSS 21.0 for windows. Data-data tersebut menunjukkan hasil,

bahwa hipotesis diterima dengan sumbangan efektif sebesar 56.504%, yaitu

terdapat hubungan yang positif antara forgiveness dengan subjective well-being

melalui tiga komponen dalam SWB, yakni sebagai berikut:

1. Hasil pertama menunjukkan rx-y1 = 0.493 dengan p = 0.000 (p < 0.01) yang

artinya hipotesis diterima, yakni terdapat hubungan yang positif forgiveness

dengan life satisfaction yang memiliki sumbangan efektif sebesar 6.098%.

2. Hasil kedua dengan rx-y2 = 0.431 dengan p = 0.001 (p < 0.01), hal tersebut

berarti hipotesis diterima, yaitu terdapat hubungan positif yang signifikan

antara forgiveness dengan positive affect dan sumbangan efektif sebesar

2.955%.

3. Hasil ketiga menunjukkan nilai rx-y3 = -0.897 dan p = 0.000 (p<0.001).

sehingga hipotesis diterima, yaitu terdapat hubungan negatif antara

forgiveness dengan negative affect yang memiliki sumbangan efektif sebesar

47.451%.

Kata Kunci: Forgiveness dan Subjective Well-Being

Page 4: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

iv

Page 5: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

v

Page 6: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin digunakan sebagai pedoman yang mengacu pada

Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Nomor 158 Tahun 1987 dan Nomor 0543b/U/1987, sebagai berikut :

1. Konsonan

Arab Latin Arab Latin Arab Latin Arab Latin

M م Zh ظ Dz ذ A ا

R ر B ب

ع

(Koma

terbalik di

atas)

N ن

W و Z ز T ت

H ه Gh غ S س Ts ث

F ف Sy ش J ج

ع

`

(Apostrof, tetapi

tidak

dilambangkan

apabila terletak di

awal kata)

Q ق Sh ص H ح

خ

Kh ض Dh ك K

Y ي L ل Th ط D د

2. Vokal

Vokal Pendek Contoh Vokal Panjang Contoh Vokal Rangkap

_

- - - - - A َََا جَدل Ȃ ََيَ سَار… Ai

- -- - -

I ََي سَذِل Ȋ ََوَ قيِ ل… Au

و

- - - - - U ََو ذكَِر Ȗ ََر يَجُو

Page 7: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

vii

3. Ta Marbutah

Ta marbutah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasroh dan

dhammah, transliterasinya adalah /t/. Sedangkan ta marbuthah yang mati atau

mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah /h/. Seperti kata: Thalhah,

Raudhah, Jannatu al-Na’im.

4. Syaddah dan Kata Sandang

Transliterasi tanpa syaddah dilambangkan dengan huruf yang diberi tanda

syaddah itu. Seperti kata: Nazzala, Rabbana. Sedangkan kata sandang “al”, baik

pada kata yang dimulai dengan huruf qamariyyah maupun syamsiyyah.

Contohnya: al-Markaz, al-Syamsu.

Page 8: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

viii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Assalamu’alaikum wr.wb

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Eka Septarianda

NPM : 1531080036

Program Studi : Psikologi Islam

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan

Forgiveness dengan Subjective Well-Being pada Remaja di Panti Asuhan”

merupakan hasil karya peneliti dan bukan plagiasi dari karya orang lain. Apabila

dikemudian hari ditemukan adanya plagiasi, maka peneliti bersedia menerima

konsekuensi sesuai aturan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Raden Intan

Lampung.

Demikian pernyataan ini dengan sebenar-benarnya.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Bandar Lampung, 11 November 2019

Yang menyatakan

Page 9: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

ix

MOTTO

“Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada di antara

keduanya, melainkan dengan kebenaran. Dan sungguh, kiamat pasti akan datang,

maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik”

(Q.S. Al-Hijr : 85)

Page 10: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

x

PERSEMBAHAN

Bismillahirahmanirrahim

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas izin-Nya dapat

saya persembahkan skripsi ini untuk orang-orang tercinta dan tersayang:

1. Kedua orangtua yang sangat saya cintai dan hargai, Bapak Imam Andayono

dan Ibu Linda Sari yang dengan setulus hati dan segenap jiwa selalu

mendo’akan, memotivasi, menyemangati, menjaga, merawat dan senantiasa

mencurahkan perhatian dengan rasa cinta dan kasih sayang sehingga saya

dapat menyelesaikan salah satu langkah dalam hidup saya.

2. Untuk kedua adik yang sangat saya sayangi dan selalu melindungi saya,

Rizky Sabtas Novanda Putra dan Irsyafli Oktavianda Affvivi yang selalu

menjadi pacuan saya untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini.

Page 11: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

xi

RIWAYAT HIDUP

Nama peneliti adalah Eka Septarianda yang dilahirkan di Bandar Lampung

tanggal 29 September 1997. Peneliti merupakan anak pertama dari tiga bersaudara

dari pasangan Bapak Imam Andayono dan Ibu Linda Sari. Peneliti bertempat

tinggal di Jalan H. Abdul Mutholib No. 37 RT.04 Lk. I Gedong Air Tanjung

Karang Barat Bandar Lampung. Berikut riwayat pendidikan peneliti:

1. SD Negeri 1 Gedong Air sejak tahun 2005-2009

2. SMP Negeri 10 Bandar Lampung tahun 2009-2012

3. SMA Negeri 16 Bandar Lampung tahun 2012-2015

Setelah menamatkan Sekolah Menengah Atas pada tahun 2015, peneliti terdaftar

sebagai mahasiswi pada program S1 Psikologi Islam, Fakultas Ushuluddin dan

Studi Agama, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

Page 12: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

xii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabil’alamin. Puji syukur selalu tercurah kepada Allah SWT

yang telah memberi segala kenikmatan dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam memenuhi gelar Sarjana

Psikologi.

Skripsi yang peneliti susun masih jauh dari kata sempurna, sehingga kritik

dan saran yang membangun sangat dibutuhkan kedepannya. Terselesaikannya

penulisan karya ilmiah skripsi ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan dan

bimbingan dari pihak-pihak yang turut serta dalam memberikan dukungan secara

moril maupun materil. Oleh karena itu, dengan segala hormat peneliti

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Moh. Mukri., M.Ag., selaku Rektor UIN Raden Intan

Lampung.

2. Bapak Dr. H. M. Afif Ansori, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

dan Studi Agama UIN Raden Intan Lampung.

3. Bapak Abdul Qohar, M.Si selaku Ketua Prodi Psikologi Islam dan Ibu

Annisa Fitriani, S.Psi, MA selaku Sekretaris Prodi Psikologi Islam

Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam Negeri Raden

Intan Lampung yang telah memberikan arahan serta informasi penting

dalam hal perkuliahan.

4. Bapak Drs. M. Nursalim Malay, M. Si selaku dosen pembimbing I dan

pembimbing akademik peneliti yang telah meluangkan waktu serta

Page 13: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

xiii

memberikan bimbingan, arahan, motivasi, nasihat, dan do’a kepada

peneliti sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini dan juga dalam hal

permasalahan perkuliahan pada semester akhir.

5. Bapak Alm. Dr. Himyari Yusuf, M. Hum selaku pembimbing akademik

peneliti sejak awal perkuliahan yang telah memberikan waktu, bimbingan

dan arahan dalam permasalahan perkuliahan, semoga segala amal ibadah

bapak diterima disisi-Nya.

6. Ibu Khoiriyah Ulfah, M.A, selaku Pembimbing II yang telah memberikan

waktu untuk membimbing, memberikan motivasi, nasihat, dan do’a

kepada peneliti sehingga dapat terselesaikannya tugas akhir ini.

7. Ibu Citra Wahyuni, M.Si selaku dosen yang selalu memberi arahan,

masukan dan bantuan dalam pengerjaan skripsi ini hingga selesai.

8. Seluruh dosen dan staf Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Raden

Intan Lampung.

9. Ustadz Hadi Sururuddin, S. Sy. S. Pd.I selaku Ketua pengurus dan Bapak

Mustolih Rifin serta seluruh staf di panti asuhan Budi Mulya

Muhammadiyah Sukarame yang telah memberikan izin kepada peneliti

untuk mengumpulkan data yang diperlukan oleh peneliti.

10. Keluarga besar mbah Nicholas/Niklas, terkhusus sepupu saya Olivia

Arieska Surry, Dwi Rismaytiara Surry, Nikita Belanova Amanda Nicholas

dan keponakan tersayang Calista Anviza Qyaraalesha, Gilang Anviza

Nicholas dan Farqah Agma Khairan, terima kasih atas do’a yang selalu

Page 14: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

xiv

terucap, keceriaan, kebersamaan, tawa-canda yang semua itu menjadi

penyemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman yang selalu menolong peneliti dengan mengerahkan tenaga,

saling bertukar pikiran, memberi dorongan dan semangat untuk peneliti

yang tiada hentinya bahkan sejak awal perkuliahan serta tempat peneliti

bertanya ketika menemui kesulitan dalam penyusunan skripsi dan segala

urusan perkuliahan, Dwi Noktaviani, Anggi Lucyana, Desi Novita Sari,

Anis Kharisma, Adelia Putri Lestari, Diah Nafisah, Deden Gusti Laksana

dan Ahmad Nurramadhani, dan juga Annisa Huda Mawarni dan Agista

Mufidah.

12. Teman-teman seperbimbingan yang turut membantu pengerjaan skripsi

dan saling bertukar pikiran Fitri Agustina, Jelita Dinda Aziza, Renita

Febriana, Dwi Rahayu Ningsih dan lainnya yang tidak dapat disebutkan

satu persatu.

13. Keluarga Besar Psikologi Islam angkatan 2015 terkhusus kelas A, kakak

serta adik tingkat yang telah banyak memberikan kebersamaan, cerita,

dukungan, kerjasama dan motivasi dalam proses perkuliahan.

14. Teman-Teman KKN Kelompok 28 dan 29 Desa Rejomulyo, Dolly Rizkia

Putri, Fatullah Iqbal, Hafizh Arizal, Melisa Eka Putri, Yowanda Saputra,

dan lainnya yang selalu memberi motivasi untuk menyelesaikan skripsi

ini.

15. Teman-teman Sekolah Menengah Atas, Agustina Tri Wulandari, Citra

Yulistiyan Sazkia, dan Nova Sari teman sebangku selama tiga tahun serta

Page 15: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

xv

Syntia yang selalu memberiku semangat dan juga terkhusus kelas IPA 2

yang selalu memberi motivasi disetiap perjumpaan.

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah

berjasa membantu baik secara moril maupun materil dalam penyelesaian

skripsi.

Semoga Allah SWT selalu memberikan berkah, segala kemudahan dan

keihklasan atas apa yang telah mereka berikan dan menjadikannya pahala dan

amal jariyah.

Akhir kata, peneliti memohon taufik dan hidayah-Nya kepada Allah SWT

dan semoga skripsi ini bermanfaat untuk semua.

Bandar Lampung, 11 November 2019

Eka Septarianda

153108003

Page 16: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

xvi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii

ABSTRAK ..................................................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... iv

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... v

PEDOMAN LITERASI ................................................................................ vi

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ............................................. viii

MOTTO ......................................................................................................... ix

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... x

RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... xi

KATA PENGANTAR ................................................................................... xii

DAFTAR ISI .................................................................................................. xvi

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xx

DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xxii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Tujuan Penelitian ................................................................................ 13

C. Manfaat Penelitian .............................................................................. 14

1. Manfaat Teoritis ......................................................................... 14

2. Manfaat Praktis .......................................................................... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Subjective Well-Being ......................................................................... 16

1. Pengertian Subjective Well-Being .............................................. 16

Page 17: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

xvii

2. Komponen Subjective Well-Being ............................................. 17

3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Subjective Well-Being ......... 18

4. Subjective Well-Being dalam Perspektif Islam .......................... 21

B. Forgiveness ......................................................................................... 23

1. Pengertian Forgiveness ........................................................... 23

2. Aspek-Aspek Forgiveness ...................................................... 23

3. Sumber Kesalahan dan Objek Forgiveness ............................. 25

4. Manfaat Forgiveness ............................................................... 26

5. Forgiveness dalam Perspektif Islam ....................................... 28

C. Hubungan Antara Forgiveness dengan Subjective Well-Being ........... 30

D. Kerangka Berpikir ............................................................................... 32

E. Hipotesis Penelitian ............................................................................. 35

BAB III METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian ........................................................... 37

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................................ 37

1. Subjective Well-Being .................................................................. 37

2. Forgiveness .................................................................................. 37

C. Subjek Penelitian ................................................................................. 38

1. Populasi ........................................................................................ 38

2. Sampel .......................................................................................... 38

3. Teknik Sampling .......................................................................... 39

D. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 39

E. Validitas dan Reliabilitas .................................................................... 41

Page 18: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

xviii

1. Validitas .................................................................................. 41

2. Reliabilitas .............................................................................. 42

F. Teknik Analisis Data ........................................................................... 42

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Orientasi Kancah dan Persiapan .......................................................... 43

1. Orientasi Kancah .......................................................................... 43

2. Persiapan Penelitian ..................................................................... 45

3. Pelaksanaan Try Out ..................................................................... 47

4. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ...................................... 48

5. Penyusunan Skala Penelitian ........................................................ 52

B. Pelaksanaan Penelitian ........................................................................ 53

1. Penentuan Subjek Penelitian ........................................................ 53

2. Pelaksanaan Pengumpulan Data ................................................... 54

3. Skoring ......................................................................................... 55

C. Analisis Data Penelitian ...................................................................... 56

1. Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ......................................... 56

2. Kategorisasi Skor Variabel Penelitian .......................................... 57

3. Uji Asumsi .................................................................................... 61

4. Uji Hipotesis ................................................................................. 63

5. Pengujian Sumbangan Efektif dan Relatif Penelitian .................. 65

D. Pembahasan ......................................................................................... 66

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................... 73

Page 19: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

xix

B. Saran .................................................................................................... 74

1. Bagi Subjek Penelitian ............................................................ 74

2. Bagi Orangtua atau Kerabat .................................................... 74

3. Bagi Pengasuh dan Pengurus .................................................. 75

4. Bagi Penelitian Selanjutnya .................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 20: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

xx

DAFTAR TABEL

Tabel

Tabel 1. Populasi Penelitian ............................................................................ 38

Tabel 2.Blue Print Skala Heartland Forgiveness Scale ................................. 40

Tabel 3. Blue Print Skala Satisfaction with Life Scale ................................... 41

Tabel 4.Blue Print Skala Positive and Negative Affect Schedule ................... 41

Tabel 5. Rancangan Skala Heartland Forgiveness Scale Sebelum TryOut .... 45

Tabel 6. Rancangan Skala Satisfaction with Life Scale Sebelum Try Out ...... 46

Tabel 7. Rancangan Skala Positive and Negative Affect Schedule Sebelum Try

Out ................................................................................................................... 46

Tabel 8. Aitem Valid dan Gugur Skala HFS ................................................... 49

Tabel 9. Aitem Valid dan Gugur Skala SWLS ............................................... 50

Tabel 10. Aitem Valid dan Gugur Skala PANAS ........................................... 51

Tabel 11. Uji Validitas dan Reliabilitas .......................................................... 52

Tabel 12. Sebaran Aitem Valid HFS .............................................................. 53

Tabel 13. Sebaran Aitem Valid dan Gugur SWLS ......................................... 53

Tabel 14. Sebaran Aitem Valid dan Gugur PANAS ....................................... 53

Tabel 15. Deskripsi Data Penelitian ................................................................ 56

Tabel 16. Kategorisasi Forgiveness ................................................................ 58

Tabel 17. Kategorisasi Life Satisfaction .......................................................... 59

Tabel 18. Kategorisasi Positive Affect ............................................................ 60

Tabel 19. Kategorisasi Negative Affect ........................................................... 60

Tabel 20. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Normalitas ............................... 62

Tabel 21. Rangkuman Hasil Uji Linieritas ..................................................... 63

Tabel 23. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif ................................... 65

Page 21: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

xxi

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Kerangka Berpikir ............................................................................ 35

Page 22: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Lampiran 1. Rancangan Ketiga Skala Penelitian

Lampiran 2. Distribusi Data Uji Coba

Lampiran 3. Validitas dan Reliabilitas Hasil Uji Coba Ketiga Skala

Lampiran 4. Ketiga Skala Penelitian

Lampiran 5. Data Skor Penelitian

Lampiran 6. Tabulasi Data Penelitian

Lampiran 7. Hasil Uji Asumsi

Lampiran 8. Hasil Uji Hipotesis

Lampiran 9. Perhitungan Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif

Lampiran 10. Surat Izin Penelitian

Lampiran 11. SK Pembimbing

Lampiran 12. Kartu Konsultasi

Lampiran 13. Turnitin

Lampiran 14. Dokumentasi

Page 23: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keluarga adalah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang saling

terhubung baik melalui hubungan darah, proses adopsi, pernikahan atau pilihan,

dan saling mengandalkan antar satu sama lain untuk kehidupan sosial, emosional

dan dukungan finansial atau ekonomi (Howe, 2012). Berdasarkan pernyataan

tersebut, maka di dalam sebuah keluarga sangat dibutuhkan cinta, kasih sayang

dan perhatian, dimana hal-hal itu biasanya diberikan oleh orang tua terhadap anak

mereka tanpa mengharap imbal balik terhadap dirinya. Hubungan orang tua dan

anak yang terjalin dengan cinta, kasih sayang dan perhatian dapat berdampak baik

pada tahap perkembangan anak. Howe (2012) juga turut membahas terkait

pentingnya hubungan orang tua dan anak yang selalu diliputi dengan rasa cinta,

kehangatan dan perhatian. Hubungan tersebut dapat berpengaruh terhadap anak

yang nantinya akan memiliki keberanian dan hubungan yang baik dengan

lingkungan sekitar saat mereka dewasa.

Pentingnya hubungan orang tua dan anak tersebut menyebabkan para orang

tua menginginkan agar kebutuhan anaknya dapat terpenuhi dengan baik. Menurut

Collins dan Sprinthall (Selviana, 2017) pengaruh hubungan orang tua dan anak

tersebut sangat memengaruhi perkembangan anaknya, terlebih pada masa remaja

bahkan hingga lepas remaja. Selviana (2017) juga turut menambahkan bahwa

implikasi dari cara orang tua melatih dan mengajarkan anaknya sangat dapat

Page 24: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

2

membentuk arah kehidupannya. Selain itu Singgih dan Susantoputri (Gunarsa

dalam Selviana, 2017) mengemukakan bahwa kelekatan antara orang tua dengan

anak dapat mencegah munculnya perilaku deliquen atau kenakalan remaja.

Keluarga yang harmonis akan memunculkan afek yang hangat dan positif antara

orang tua dengan anaknya. Sebaliknya hubungan yang buruk antara orang tua dan

anak akan memunculkan afek negatif, yakni remaja tidak mendapatkan perhatian

dan dukungan dari orang tua atau bahkan penolakan yang diterima anak tersebut.

Teori-teori di atas menjabarkan pentingnya hubungan orang tua dan anak bagi

tumbuh kembang anak.

Terdapat beberapa kondisi yang membuat orang tua tidak dapat memenuhi

tugasnya terhadap anak secara tuntas. Kondisi-kondisi yang dimaksud antara lain,

terjadinya perceraian yang menyebabkan terputusnya hubungan orang tua dan

anak, faktor ekonomi, dan bahkan kematian. Anak-anak korban perceraian orang

tua biasanya masih dapat diasuh oleh salah satu pihak orang tuanya, ayah atau ibu,

sedangkan anak-anak yang tidak memiliki orang tua atau biasa disebut yatim-

piatu umumnya ditempatkan di panti asuhan, disebabkan tidak adanya pihak yang

dapat menjadi wali bagi mereka. Selain itu, orang tua dengan kondisi ekonomi

yang tidak memadai atau biasa disebut dhuafa juga umumnya meletakkan anak-

anak mereka di panti asuhan.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemendikbud (2017)

menyatakan bahwa pada akhir tahun 2016 didapatkan data sekitar 896.000 anak

adalah pelajar dengan status sebagai yatim piatu dan sekitar 44.000 anak

bertempat tinggal di panti asuhan. Sedangkan menurut Kementrian Sosial (2016)

Page 25: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

3

terdapat setidaknya 90% dari anak-anak yang tinggal di panti asuhan masih

memiliki orang tua. Selain dikarenakan faktor rendahnya ekonomi keluarga,

ketidaksiapan mempunyai anak dan bahkan karena banyaknya permasalahan

dalam keluarga menjadi alasan anak-anak tersebut berada di panti asuhan.

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak semua anak-anak yang

berada di panti asuhan adalah karena faktor yatim piatu saja, melainkan ada

dhuafa atau kurang mampu, dan permasalahan lainnya.

Panti asuhan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah rumah

atau kediaman tempat memelihara dan merawat anak yatim piatu. Selain itu, pada

Peraturan Mentri Sosial No. 30/HUK/2011 panti asuhan atau lembaga

kesejahteraan sosial anak merupakan lembaga-lembaga yang dibentuk oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau masyarakat dalam menyelenggarakan

pengasuhan terhadap anak. Ketetapan Mentri Sosial No. 50/HUK/2004 mengatur

terkait tugas dari panti asuhan kepada anak asuhnya yaitu dengan memberikan

bimbingan dan pelayanan bagi anak yatim piatu yang kurang mampu atau bahkan

terlantar agar potensi yang dimiliki dapat hidup kembali dan berkembang dengan

baik secara wajar. Jadi, panti asuhan dapat disimpulkan adalah suatu tempat atau

lembaga yang dibentuk untuk mengasuh, membimbing dan memberikan

pelayanan sehingga anak-anak merasa aman, nyaman serta dapat mengembangkan

potensi mereka layaknya anak-anak lain yang tinggal bersama keluarga mereka di

rumah.

Page 26: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

4

Pengertian panti asuhan tersebut selaras dengan perintah Allah SWT yang

tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 220 yang berbunyi

Artinya: “Tentang dunia dan akhirat Dan mereka bertanya kepadamu

tentang anak yatim, maka katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut

adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah

saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang

mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat

mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi

Maha Bijaksana.”

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan kepada seluruh

umat muslim untuk saling melindungi dan merawat anak-anak yatim piatu yang

ada di sekitarnya, dan menganggap mereka sebagai saudara, sehingga anak-anak

tersebut mendapat kehidupan yang layak. Bahkan apabila seorang individu

melakukan perbuatan tercela terhadap anak-anak yatim piatu Allah SWT akan

mendatangkan kesulitan-kesulitan dalam hidupnya dengan kekuasaan-Nya.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa anak yatim piatu sangat

diperhatikan kondisinya baik dari segi pemerintah maupun dari segi agama.

Indonesia pada tahun 2008 diperkirakan memiliki 5.000 hingga 8.000

jumlah panti asuhan yang aktif mengasuh anak. Data tersebut dikemukakan oleh

Kementrian Sosial dan kemungkinan meningkat setiap tahunnya. Selain itu,

berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh peneliti terhadap empat panti

asuhan pada akhir Juni 2019, didapatkan data bahwa setiap panti memiliki

Page 27: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

5

setidaknya 40 hingga 80 anak yang diasuh dan sebagian besar dari anak-anak

tersebut adalah remaja. Berdasarkan fakta di atas, dapat diartikan bahwa terdapat

cukup banyak remaja yang tidak mendapat kasih sayang, bimbingan dan

hubungan yang baik dengan kedua orang tua mereka.

Sedangkan remaja menurut Hurlock (2003) merupakan masa transisi dari

perilaku masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang biasanya ditandai dengan

perubahan-perubahan yang dominan baik secara fisik maupun psikologis individu

tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut, remaja berada pada masa transisi, yang

pada umumnya masa transisi adalah masa-masa yang rentan terkena masalah.

Pernyataan tersebut diperkuat oleh Rienneke dan Setianingrum (2018) yang

mengemukakan bahwa pada masa remaja seseorang akan memiliki kesadaran

terhadap lingkungan sosial yang semakin tinggi, akan tetapi dikarenakan hal

tersebut maka semakin banyak pula tekanan sosial di setiap harinya, sehingga

remaja dianggap sebagai populasi yang rentan atau vulnerable untuk mengalami

masalah.

Hal tersebut kemungkinan akan semakin memperburuk keadaan pada

remaja yang berada di panti asuhan. Sebab pada dasarnya setiap anak yang

ditempatkan di panti asuhan membutuhkan sesuatu selain dari perlindungan yang

diberikan kepada mereka. Damayanti dan Sandjaja (2012) menyimpulkan

berdasarkan pendapat beberapa ahli bahwa terlepas dari segala macam alasan

yang diberikan pada dasarnya menempatkan seorang anak di panti asuhan dapat

membuatnya beranggapan bahwa ia mengalami bentuk penolakan dari lingkungan

sekitar. Penolakan akibat ditempatkan di panti asuhan nantinya akan sangat

Page 28: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

6

beresiko untuk menimbulkan emosi-emosi negatif dan rasa tidak percaya diri pada

anak karena merasa dikhianati, benci dan amarah.

Remaja yang diliputi oleh emosi-emosi negatif dan perubahan yang dialami

tentu akan mengganggu keadaan dirinya. Jika hal tersebut terjadi, maka remaja

akan merasa kurang bahagia, kurang nyaman, dan kondisi yang tidak

menyenangkan lainnya, Kartono (dalam Damayanti dan Sandjaja, 2012). Hal-hal

tersebut baik disadari maupun tidak akan berdampak pada kondisi subjective well-

being atau kesejahteraan subjektif remaja tersebut. Joshanloo dan Weijers (2019)

menafsirkan ayat Al-Qur’an dimana Allah SWT juga turut menegaskan pada surat

Yusuf ayat 53:

Artinya: Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena

sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu

yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha

Pengampun lagi Maha Penyanyang.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Al-Qur’an juga turut menyatakan bahwa

manusia memiliki nafsu-nafsu atau emosi yang cenderung kearah negatif atau

tercela. Komponen tersebut seperti menyalahkan, mencela, menuduh diri sendiri

(Al-Nafs Al-Lawwama) dan lain sebagainya. Namun, hal tersebut dapat dinetralisir

atau dikurangi jika Allah bersedia memberi rahmat dan mendapat perlindungan

dari-Nya.

Psikologi juga turut menjelaskan terkait subjective well-being yang

sebenarnya merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan individu

Page 29: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

7

khususnya remaja, seperti layaknya surat Yusuf ayat 53 tersebut. Ed Diener,

Biswas-Diener dan Tamir (2004 dalam Azra, 2017) juga menyatakan bahwa

tingginya tingkat subjective well-being dapat membuat individu melakukan

adaptasi dan coping yang lebih baik terhadap keadaan sehingga ia akan merasa

hidupnya menjadi lebih baik.

Penjelasan lebih rinci dijabarkan kembali oleh Diener & Biswas-Diener

(Azra, 2017) bahwa subjective well-being merupakan salah satu prediktor kualitas

hidup seseorang sebab akan berpengaruh terhadap keberhasilan individu dalam

berbagai domain kehidupan yang penting, seperti kesehatan, pekerjaan dan

hubungan yang di dalamnya terdapat emosi-emosi positif seperti keceriaan dan

keterlibatan serta pengalaman emosi negatif seperti kemarahan, kesedihan dan

ketakutan. Hal tersebut dikarenakan subjective well-being memiliki tiga

komponen menurut Dienner (Eid & Larsen, 2008) yang terdiri atas, life

satisfaction atau kepuasan hidup, positive affect atau afek positif dan negative

affect atau afek negatif. Jadi, emosi-emosi negatif yang dialami oleh para remaja

yang berada di panti asuhan, seperti perasaan ditolak, ketakutan, merasa kurang

bahagia, kurang nyaman dan kondisi tidak menyenangkan lainnya dapat secara

perlahan mengganggu subjective well-being yang dimiliki oleh remaja yang

berada di panti asuhan tersebut.

Pernyataan di atas selaras dengan hasil wawancara oleh peneliti terhadap

remaja yang berada di sebuah panti asuhan B. Mereka menyatakan bahwa pada

masa awal berada di panti cukup sulit untuk beradaptasi dengan keadaan, teman-

teman dan pengurus panti. Sehingga muncul perasaan malas, bahkan acuh, jenuh

Page 30: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

8

dan lelah karena harus berjuang tanpa dampingan orang tua. Observasi singkat

yang dilakukan oleh peneliti mendapatkan hasil yang mendukung pernyataan dari

wawancara tersebut. Anak-anak panti asuhan terlihat menginginkan perhatian

yang lebih untuk diri mereka, sebab saat awal peneliti datang mereka mendekat

dan meminta untuk bermain bersama mereka. Bahkan saat peneliti sudah

memasuki ruangan pengurus panti terdapat anak yang mengikuti masuk dan turut

duduk di dalam untuk berbincang dengan peneliti.

Hasil wawancara tersebut diperkuat oleh wawancara terhadap dua remaja

putra dan putri di panti asuhan Budi Mulya Muhammadiyah Sukarame, yaitu FM

dan AQA. Mereka menyatakan bahwa pada awalnya merasa tidak nyaman dan

ingin pulang bersama keluarga mereka, bahkan mereka menyatakan bahwa pada

awalnya merasa tertekan dengan kehidupannya di panti. Mereka juga pernah

beberapa waktu melanggar peraturan yang ada di panti saat awal. Bahkan AQA

membutuhkan waktu yang cukup lama baginya untuk beradaptasi dengan teman-

teman dan pengurus di panti.

Hasil-hasil wawancara serta observasi tersebut memiliki makna yang hampir

sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Zotova, Tarasova dan Syutkina

(2016) yaitu mereka melakukan penelitian terhadap 204 remaja yang berusia 14-

16 tahun yang dibagi menjadi dua kelompok, 104 remaja yang tinggal di rumah

dengan kedua orang tuanya dan 100 remaja yang tinggal di panti asuhan. Hasilnya

menunjukkan bahwa subjective well-being yang dimiliki oleh kedua kelompok

remaja tersebut tidak ada perbedaan yang mendalam pada tingkat pernyataan

subjective well-being. Namun, terdapat perbedaan dalam struktur internal kedua

Page 31: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

9

kelompok tersebut, yaitu pada komponen subjective well-being mereka (salah

satunya yaitu motivasi untuk terbebas dari masalah). Jadi, penelitian tersebut

memaparkan bahwa remaja yang tinggal dengan orang tua utuh dan remaja yang

tinggal di panti asuhan memiliki perbedaan terkait motivasi mereka untuk

terbebas dari masalah. Pada remaja yang tinggal dengan kedua orang tua utuh

motivasi untuk terbebas dari masalah cenderung lebih tinggi daripada remaja yang

bertempat tingal di panti asuhan. Hal tersebut dapat disebabkan dari perasaan

lelah, jenuh, tidak nyaman dan malas yang diutarakan oleh anak panti asuhan

dalam wawancara yang dilakukan di atas.

Datu (2013) juga melakukan penelitian terkait subjective well-being pada

kalangan remaja Filipina. Ia melakukan penelitian terhadap 201 remaja dan

mendapatkan hasil pada uji analisis regresi linier berganda bahwa gratitude atau

rasa bersyukur menjadi penentu yang kuat bagi subjective well-being remaja

begitupun dengan dimensi forgiveness atau pemaafan setelah mengontrol

karakteristik tempat tinggal. Bagian terpenting yang dapat memprediksi subjective

well-being pada hasil penelitian ini adalah gratitude dan salah satu dimensi

forgiveness (forgiveness of self atau pemaafan terhadap diri sendiri). Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai-nilai moral seperti gratitude dan

forgiveness memiliki kontribusi terhadap subjective well-being remaja. Kontribusi

yang diberikan oleh gratitude dan forgiveness berupa pengurangan pengaruh

negatif dalam diri individu sehingga dapat memprediksi subjective well-being

individu menjadi lebih baik.

Page 32: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

10

Berdasarkan penelitian Datu tersebut, maka emosi-emosi atau pengaruh

negatif yang ada dalam diri individu dapat diatasi dengan upaya forgiveness. Hal

tersebut juga berlaku bagi para remaja yang bertempat tinggal di panti asuhan,

upaya forgiveness diperlukan untuk mereduksi emosi-emosi negatif yang berasal

dari perasaan dalam diri remaja akibat ditempatkan di panti asuhan dan kurangnya

mereka mendapat bimbingan, perhatian dan kasih sayang dari orang tua.

Forgiveness atau pemaafan menurut Thompson dan Synder (2002) adalah sebagai

cara bagi individu untuk membingkai kesalahan menjadi satu dan merubah

kesalahan tersebut dari sisi negatif menjadi netral atau positif. Michael

McCullough (Arif, 2018) juga mendefinisikan forgiveness adalah berkurangnya

keinginan untuk melukai atau membalas dendam dan disertai peningkatan rasa

belas kasihan (compassion) dan keinginan untuk bertindak secara positif ke arah

orang yang menyakiti.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa forgiveness adalah

suatu usaha yang dilakukan oleh individu untuk merubah kesalahan-kesalahan

yang dilakukan oleh pihak lain terhadap dirinya atau situasi-situasi yang ia rasa

salah terjadi pada dirinya menjadi sesuatu hal yang lebih positif dengan tidak lagi

menghindari hal yang pernah menyakiti dan tidak pula membalas dendam serta

adanya rasa belas kasihan kepada pihak yang menyakiti. Individu yang tidak

memiliki keinginan untuk membalas dendam dan menerima segala keadaan yang

terjadi pada dirinya akan mengurangi pengaruh-pengaruh negatif yang ada

sehingga pengaruh positif dan kepuasan terhadap hidupnya akan meningkat. Hal

tersebut sesuai dengan hasil penelitian Datu (2013) bahwa dengan adanya

Page 33: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

11

forgiveness pada diri individu nantinya akan berpengaruh terhadap subjective

well-being individu tersebut, dimana kepuasan hidup, pengaruh positif yang tinggi

dan pengaruh negatif yang rendah adalah komponen dalam subjective well-being.

Oleh sebab itu, forgiveness dinilai penting bagi para remaja yang berada di

panti asuhan agar mereka dapat mereduksi emosi-emosi negatif yang terjadi pada

diri remaja-remaja tersebut. Allah SWT juga bahkan menegaskan dalam Al-

Qur’an surat Ali Imran ayat 134 yang berbunyi

134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu

lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan

mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat

kebajikan.

Allah memerintahkan umatnya agar menahan amarah, memaafkan dan selalu

berbuat kebajikan terhadap semua makhluk Allah SWT, bahkan termasuk orang-

orang yang telah menyakitinya juga.

Damayanti dan Sandjaja (2012) mencoba untuk menggambarkan

forgiveness pada remaja yang tinggal di panti asuhan melalui penelitiannya.

Adapun hasil dari penelitian tersebut adalah sebanyak 87 remaja yang tinggal di

Panti Asuhan Bersinar dan Yayasan Berkat Kasih Immanuel memiliki tingkat

forgiveness yang cukup tinggi dengan nilai 57,20. Hal tersebut dikarenakan nilai-

nilai kerohanian yang selalu ditanamkan kepada seluruh penghuni panti. Selain

nilai-nilai kerohanian, remaja yang berada di kedua panti tersebut juga

mendapatkan perlakuan dan kasih sayang yang baik dan cukup bagi mereka dari

Page 34: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

12

pengurus panti asuhan. Kemudian membuat para remaja yang ada di panti asuhan

tersebut memiliki tingkat forgiveness yang tinggi sebab motivasi membalas

dendam dan motivasi menghindari sesuatu yang menyakitkannya yang rendah

sedangkan motivasi berdamai pada para remaja tersebut tinggi.

Selain itu, Allemand, Hill, Ghaemmaghami dan Martin (2012) juga turut

mengemukakan pentingnya forgiveness terhadap subjective well-being bagi

individu dalam penelitiannya. Adapun hasil dari penelitian terhadap 962

partisipan adalah pandangan terhadap masa depan bagi individu dan sikap terkait

forgiveness sangat berhubungan dengan pengaruh positif dari subjective well-

being serta anggapan terhadap kehidupan yang singkat membuat individu

memiliki kepuasan hidup dan optimisme yang baik dan memberikan kontribusi

positif terhadap pandangan masa depan mereka. Jadi, dapat disimpulkan bahwa

individu yang memiliki pola pikir bahwa hidup mereka cukup singkat lebih

memiliki pandangan untuk masa depan yang lebih baik dengan tingkat forgiveness

yang tinggi dan berhubungan pada tingkat subjective well-being yang semakin

tinggi pula.

Berdasarkan data dan penelitian yang telah dijabarkan di atas, peneliti

berasumsi bahwa terlepas dari tipe kepribadian, rentang usia, atau bahkan jenis

kelamin, individu pada masa remaja yang tinggal di panti asuhan sewajarnya

memiliki tingkat forgiveness yang tinggi baik terhadap keadaan atau situasi, diri

sendiri, maupun terhadap individu lain. Remaja yang pada dasarnya sedang dalam

masa transisi dan membutuhkan bimbingan serta kasih sayang yang cukup dari

kedua orang tuanya, namun tidak ia dapatkan karena harus ditempatkan di panti

Page 35: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

13

asuhan terlepas dari alasan mereka berada di sana. Hal tersebut sangat berisiko

munculnya emosi-emosi negatif yang tentunya akan mengganggu subjective well-

being mereka. Sehingga forgiveness perlu dilakukan guna mereduksi emosi-emosi

negatif yang kemungkinan terjadi pada para remaja di panti asuhan tersebut.

Selain dari pengurangan negative affect yang dimiliki remaja, forgiveness juga

turut meningkatkan positive affect dan juga memiliki efek yang baik terhadap life

satisfaction sehingga dapat menyebabkan subjective well-being remaja yang

berada di panti asuhan menjadi lebih baik. Hal tersebut berguna untuk

kelangsungan masa depan para remaja tersebut agar lebih baik.

Adapun pernyataan di atas adalah asumsi dari peneliti yang dijadikan bahan

acuan dalam penelitian ini. Selain itu, rumusan masalah yang diangkat dalam

penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara forgiveness dengan subjective

well-being melalui ketiga komponen, yaitu life satisfaction, positive affect dan

negative affect pada remaja yang berada di panti asuhan?

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya

hubungan forgiveness dengan subjective well-being pada remaja yang berada di

panti asuhan, melalui tiga komponen yang terdapat dalam subjective well-being,

yaitu:

1. Hubungan forgiveness dengan life satisfaction.

2. Hubungan forgiveness dengan positive affect.

3. Hubungan forgiveness dengan negative affect.

Page 36: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

14

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu manfaat

teoritis dan manfaat praktis, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

dalam bidang psikologi khususnya psikologi positif dan nantinya dapat menjadi

rujukan bagi para peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Subjek Penelitian

Adapun manfaat praktis dari hasil penelitian bagi subjek penelitian

adalah dapat diaplikasikan bagi anak-anak khususnya para remaja yang

berada di panti asuhan untuk lebih memfokuskan diri pada forgiveness

mereka agar subjective well-being remaja tersebut menjadi lebih baik,

dengan memperbaiki life satisfaction dan mengubah afek-afek yang bersifat

negatif menjadi lebih positif.

b. Bagi Orangtua atau Wali

Orang tua atau wali untuk bisa membimbing dan memberikan

pengertian terkait forgiveness terhadap anak saat sedang bersama, sebab

dengan begitu anak dapat memahami dan mengerti pentingnya forgiveness

bagi subjective well-being mereka.

Page 37: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

15

c. Bagi Pengasuh

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk bisa membantu

tercapainya subjective well-being pada remaja di panti asuhan dengan

memahami dan menanamkan pentingnya forgiveness bagi anak/adik

asuhnya.

d. Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan bagi

penelitian selanjutnya dalam bidang psikologi khususnya psikologi positif,

yang berkaitan dengan forgiveness dan subjective well-being.

Page 38: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Subjective Well-Being

1. Pengertian Subjective Well-Being

Diener, Biswas-Diener dan Tamir (Azra, 2017) menyatakan bahwa tingginya

tingkat subjective well-being dapat membuat individu melakukan adaptasi dan

coping yang lebih baik terhadap keadaan sehingga individu akan merasa hidupnya

menjadi lebih baik. Subjective well-being menurut Ed Diener (Eid dan Larsen,

2008) adalah sebagai konsep psikologis dalam kehidupan individu yang memiliki

tiga komponen, yaitu life satisfaction atau kepuasan hidup (LS), positive affect

atau pengaruh positif (PA) yang tinggi dan negative affect atau pengaruh negatif

(NA) yang rendah.

Diener (1984) juga mengemukakan bahwa subjective well-being adalah

persepsi seseorang terhadap pengalaman hidupnya dan afeksi terhadap hidupnya.

Diener & Biswas Diener (Azra, 2017) menjelaskan kembali bahwa subjective

well-being merupakan salah satu prediktor kualitas hidup seseorang sebab akan

berpengaruh terhadap keberhasilan individu dalam berbagai domain kehidupan

yang penting, seperti kesehatan, pekerjaan dan hubungan yang di dalamnya

terdapat emosi-emosi seperti keceriaan dan keterlibatan serta pengalaman emosi

negatif seperti kemarahan, kesedihan dan ketakutan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa subjective

well-being adalah konsep psikologis yang dapat dikategorikan sebagai hal

Page 39: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

17

terpenting dalam diri individu yang di dalamnya terdapat tiga komponen penting,

yaitu life satisfaction (LS), positive affect (PA) yang tinggi dan negative affect

(NA) yang rendah.

2. Komponen Subjective Well-Being

Subjective well-being memiliki tiga komponen atau dimensi menurut Diener

(Eid dan Larsen, 2008), yaitu:

a. Life Satisfaction atau Kepuasan Hidup (LS)

Life satisfaction merupakan komponen dalam subjective well-being,

sebab individu yang merasa puas terhadap hidupnya cenderung akan

menghargai, memiliki makna mendalam terhadap hidupnya dan menikmati

semua hal yang terjadi padanya. Life satisfaction juga memiliki makna

bahwa individu tersebut menikmati setiap area kehidupannya. Adapun area

kehidupan yang dimaksudkan meliputi area rekreasi, cinta, pernikahan,

persahabatan, kekeluargaan dan lain sebagainya.

b. Positive Affect atau Afek positif (PA)

Positive Affect merupakan komponen dari kesejahteraan subjektif yang

memiliki perasaan di dalamnya berupa rasa nyaman. Positive Affect

membuat individu lebih menikmati aktifitasnya sehari-hari dan

hubungannya dengan individu lain. Hal tersebut dikarenakan positive

affect merupakan emosi positif yang dimiliki oleh setiap individu, yang

Page 40: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

18

terdiri atas emosi suka cita, kasih sayang, harga diri, forgiveness dan

sebagainya.

Positive Affect juga menyebabkan individu untuk mendekati sesuatu

yang menyenangkan dan bermanfaat, seperti tempat berlindung, makanan

dan mencari pasangan hidup. Selain itu, positive affect dapat ditingkatkan

melalui berbagai aktifitas fisik sehari-hari, memenuhi kebutuhan tidur

yang cukup, bersosialisasi dengan teman dekat dan bekerja keras untuk

mencapai tujuan yang memiliki nilai.

c. Negative Affect atau Afek Negatif (NA)

Negative affect berisikan perasaan-perasaan tidak nyaman yang

dirasakan oleh individu. Bentuk dari negative affect salah satunya

adalah perilaku menghindar yang bertujuan untuk menjauhkan individu

dari situasi berbahaya. Emosi-emosi yang termasuk ke dalam negative

affect seperti rasa malu, rasa bersalah, kesedihan, kemarahan,

kecemasan dan lain sebagainya.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Subjective Well-Being

Diener (1984) menjabarkan terkait faktor-faktor yang mempengaruhi

subjective well-being, sebagai berikut:

a. Kepuasan Subjektif

Campbell (Diener, 1984) mengemukakan bahwa penilaian kepuasana

daam ranah subjektif akan lebih dekat dalam rantai sebab akibat ke arah

Page 41: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

19

subjective well-being. Berdasarkan penelitian yang dilakukan korelasi

terhadap kepuasan subjektif juga turut menunjukkan korelasi yang cukup

tinggi. Adapun unsur yang terkait dengan kepuasan subjektif yakni,

kepuasan terhadap diri, kehidupan keluarga, pekerjaan, dan kesehatan.

b. Pendapatan

Freedman (Diener1984) mengemukakan hasil penelitiannya bahwa

pendapatan pada dasarnya tidak tidak terlalu berpengaruh, apabila

kebutuhan dasar sudah terpenuhi maka pendapatan tidak lagi berpengaruh.

Campbel (1976, dalam Diener 1984) menunjukkan data bahwa pendapatan

memiliki efek yang lebih kecil di Amerika. Faktor-faktor seperti

kekuasaan dan status yang mencakup pendapatan seeorang yang cukup

bertanggung jawab terhadap pengaruh pada subjective well-being.

c. Variabel Demografi

Diener (1984) mengemukakan terdapat beberapa variabel demografi

yang turut mempengaruhi subjective well-being yaitu usia, jenis kelamin,

ras, pekerjaan, pendidikan, agama, serta pernikahan dan keluarga. Variabel

tersebut memiliki sumbangan yang berbeda terhadap subjective well-being.

d. Perilaku dan Hasil

Adapun faktor-faktor yang terdapat di dalamnya adalah kontak sosial,

peristiwa kehidupan dan aktivitas sehari-hari. Faktor perilaku dan hasil

Page 42: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

20

mencakup terkait hubungan antar individu. Selain itu faktor perilaku dan

hasil juga terkait dengan kegiatan individu sehari-hari.

e. Kepribadian

Keperibadian adalah faktor yang turut mempengaruhi subjective well-

being terlebih pada kondisi tempramen seseorang (Tatarkiewicz dalam

Diener 1984). Diener juga turut mengemukakan bahwa kepribadian

ekstraversi secara signifikan dapat memprediksi terjadinya kesejahteraan.

Individu yang memiliki kepribadian ekstraversi biasanya memiliki banyak

teman dan juga relasi sosial yang lebih banyak. Individu dengan

kepribadian ekstraversi juga cenderung lebih peka terhadap apresiasi

positif dan sensitivitas dengan orang lain.

f. Kontrol Diri

Kontrol diri dimkasudkan sebagai suatu keyakinan dari diri individu

bahwa ia mampu berperilaku dengan cara yang tepat sesuai kehendaknya

ketika menghadapi suatu peristiwa atau persoalan. Kontrol diri sangat

berkaitan dengan proses emosi, motivasi, perilaku dan aktifitas

fisik.sehingga kontrol diri mencakup proses pengambilan keputusan,

forgiveness, mengerti dan memahami serta dapat mengatasi konsekuensi

dari keputusan yang telah dipilih dan juga turut mencari pemaknaan atas

peristiwa yang terjadi.

Page 43: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

21

4. Subjective Well-Being dalam Perspektif Islam

Subjective Well-Being dalam Islam dipandang berdasarkan pada dimensi

sikap dan perilaku manusia sebagai makhluk Allah SWT (Rahmanita, Uyun &

Sulistyarini (2016). Pernyataan tersebut diperkuat oleh pendapat dari Al-

Jauziyyah (2004) yang turut menjelaskan manusia yang dicipatakan oleh Allah

terbentuk dari akal dan syahwat, dimana akal digunakan untuk menentukan sikap

dan perilaku serta mengontrol syahwat.

Selain itu, Utami (2012) mengungkapkan bahwa agama memiliki peranan

yang cukup penting dalam penurunan negative affect serta memberikan individu

pengarahan, bimbingan, dukungan dan harapan dalam menjalani kehidupan.

Seligman (Rahmanita, Uyun & Sulistyarini, 2016) juga menyatakn bahwa agama

merupakan harapan bagi setiap umat yang memeluknya. Individu yang memiliki

pemahaman yang baik terkait agamanya akan percaya bahwa semua sudah ada

yang mengatur, sehingga akan dengan mudah menerima keadaan sesulit apapun

tanpa rasa marah dan mudah putus asa.

Joshanloo dan Weijers (2019) juga turut menafsirkan ayat Al-Qur’an

dimana Allah SWT menegaskan dalam surat Yusuf ayat 53:

Artinya: Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena

sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu

yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha

Pengampun lagi Maha Penyanyang.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Al-Qur’an juga tururt menyatakan bahwa

manusai memiliki nafsu-nafsu atau emosi yang cenderung kearah negatif atau

Page 44: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

22

tercela. Komponen tersebut seperti menyalahkan, mencela, menuduh diri sendiri

(Al-Nafs Al-Lawwama) dan lain sebagainya. Namun, hal tersebut dapat

dinetralisisr atau dikurangi jika Allah bersedia memberi rahmat dan mendapat

perlindungan dari-Nya.

Subjective well-being juga menjadi kajian yang cukup diminati oleh para

cendekiawan muslim kontemporer. Mereka berpendapat bahwa terdapat banyak

dampak psikologis, salah satunya adalah tidak dapat menjalani kehidupan dengan

baik, dan dapat menghancurkan individu apabila tidak memiliki keyakinan

beragama (Joshanloo & Weijers, 2019). Yahwa (Joshanloo & Weijers, 2019)

kehidupan individu yang tidak memiliki keyakinan akan dipenuhi oleh kesia-siaan

dan orang tersebut jelas tidak memiliki tingkat well-being yang tinggi.

Joshanloo & Weijers (2019) juga menyatakan bahwa sejumlah sarjana

muslim kontemporer berpendapat bahwa individu yang tidak memiliki keyakinan

spiritualitas dan agama yang kuat akan menyebabkan manusia tidak dapat

mencapai kesejahteraan individu. Para muslim kontemporer tersebut meyakini

bahwa agama terkhusus Islam akan memberikan makna pada kehidupan manusia

serta memberi pengalaman yang menyenangkan sehingga akan menimbulkan

kesan yang lebih permanen daripada kesenangan materialistis. Adapun contoh

dari kesenangan religious adalah kepercayaan diri bahwa menyembah Allah SWt

akan menimbulkan well-being di akhirat kelak.

Para ahli mengemukakan bahwa hidup yang memiliki banyak kekhawatiran,

kesulitan dan kegagalan dapat diatasi dengan nilai-nilai agama. Agama dapat

membawa individu dalam kedamaian dan kebahagiaan, kondisi tersebut

Page 45: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

23

meupakan kondisi subjektif duniawi yang paling diinginkan. para ulama

perpendapat bahwa iman yang membantu umat Islam untuk mengatasi kesulitan

dalam kehidupan. (Joshaloo & Weijers, 2019)

B. Forgiveness

1. Pengertian Forgiveness

Forgiveness atau yang biasa disebut pemaafan menurut Thompson dan

Synder (2002) adalah sebagai cara bagi individu untuk membingkai kesalahan

menjadi satu dan merubah kesalahan tersebut dari sisi negatif menjadi netral atau

positif. McCullough (Arif, 2018) juga mendefinisikan forgiveness adalah

berkurangnya keinginan untuk menghindari individu atau sesuatu yang pernah

menyakiti dan berkurangnya keinginan untuk melukai atau membalas dendam dan

disertai peningkatan rasa belas kasihan (compassion) dan keinginan untuk

bertindak secara positif ke arah orang yang menyakiti.

Jadi, forgiveness adalah cara yang dilakukan oleh individu dalam merubah

suatu kesalahan yang tidak menyenangkan baginya menjadi sebuah hal yang lebih

positif dan tidak untuk dihindari ataupun membalas dendam terhadap hal tidak

menyenangkan tersebut.

2. Aspek-Aspek Forgiveness

Mc Cullough (2000), McCullough dkk (1998) membagi forgiveness menjadi

beberapa aspek, yaitu:

Page 46: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

24

a. Avoidance Motivations

Avoidance Motivations atau motivasi-motivasi menghindar, individu

yang sudah melakukan pemaafan cenderung mengalami penurunan

motivasi untuk menghindari kontak dengan pelaku, baik itu secara kontak

fisik maupun psikologis. Korban akan menepis keinginan untuk menjaga

jarak dengan hal-hal yang menyakitinya. Oleh sebab itu, korban tidak lagi

menghindar ataupun menjauhi pelaku dan akan terus menjaga hubungan

yang baik dengan pelaku.

b. Revenge Motivations

Selain tidak akan menghindari pelaku, individu yang telah melakukan

pemaafan juga akan mengalami penurunan motivasi dalam membalas

dendam atau mencoba untuk melihat hal-hal berbahaya yang dapat terjadi

pada pelaku. Individu yang telah melakukan pemaafan artinya sudah

membuang keinginan untuk membalas perbuatan yang telah terjadi

kepadanya. Individu tersebut akan meminimalisir atau bahkan

menghilangkan rasa marah untuk membalas dendam terhadap hal-hal yang

menyakitinya.

c. Beneviolence Motivations

Adapun motivasi yang terakhir adalah motivasi yang berhubungan

dengan berbuat baik kepada pelaku. Individu yang telah melakukan

pemaafan cenderung akan meningkatkan motivasi untuk berbuat baik

Page 47: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

25

kepada pelaku. Walaupun individu masih merasa bahwa ia adaah korban,

tetapi individu senantiasa berbuat baik kepada pelaku. Oleh sebab itu, ia

akan terus menjaga hubungan agar tetap berjalan baik dengan pelaku.

3. Sumber Kesalahan dan Objek Forgiveness

Thompson, Snyder, Hoffman, Michael & Rasmussen (2002)

mengemukakan terkait sumber kesalahan atau pelanggaran dan objek dari

forgiveness terdiri atas tiga sumber, yaitu:

a. Diri Sendiri

Individu menganggap semua kesalahan disebabkan oleh dirinya sendiri,

merasa bahwa ia sangat buruk, selalu memberikan kritik negatif terhadap

diri sendiri dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, Thompson dalam

penelitiannya mengungkapkan bahwa forgiveness terhadap diri sendiri

adalah sebagai salah satu upaya untuk merubah pengaruh-pengaruh negatif

terhadap diri sendiri menjadi pengaruh yang lebih positif atau netral.

b. Individu Lain

Forgiveness memiliki hubungan yang cukup kuat dengan menjadi

individu lain sebagai sumber dari kesalahan yang terjadi. Forgiveness

dengan mudah terjadi pada hubungan interpersonal atau antara manusia

dengan manusia. Jadi, individu akan merasa bahwa ada seorang individu

yang bertanggung jawab atas kesalahan-kesalahan yang menimpa dirinya.

Page 48: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

26

c. Situasi

Sumber pelanggaran dan objek forgiveness yang terakhir adalah yang

dilakukan terhadap situasi. Thompson menyatakan dalam hasil

penelitiannya, bahwa forgiveness memiliki hubungan dengan diri sendiri,

individu lain dan selanjutnya adalah situasi. Forgiveness tidak hanya

terjadi pada hubungan antara manusia dengan manusia saja, melainkan

juga dapat terjadi pada diri sendiri dan situasi.

Ketiga sumber kesalahan dan objek forgiveness tersebut dalam penelitian ini

akan digunakan sebagai skala psikologi. Skala forgiveness menurut sumber

kesalahan dan objek dalam teori Thompson (2002) dinamakan skala Heartland

Forgiveness Scale atau HFS.

4. Manfaat Forgiveness

Berdasarkan beberapa penelitian, manfaat dari forgiveness dapat

dikategorikan menjadi dua manfaat utama, yaitu: (Arif, 2018)

a. Kesehatan

Forgiveness yang dilakukan oleh seseorang akan menimbulkan dampak

yang sangat baik terhadap kesehatan seseorang tersebut. Hal tersebut

dibuktikan oleh Lutjen, Silton dan Flannelly (Arif, 2018) dalam

penelitiannya tahun 2012 silam. Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa

tingkat stress orang-orang yang mau memaafkan mengalami penurunan dan

sikap hostility (bermusuhan) yang terjadi juga turut berkurang. Adapun

stress dan hostility adalah perilaku-perilaku yang terkait dengan penyakit

Page 49: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

27

jantung. Berdasarkan hasil penelitian, manfaat terhadap kesehatan ini lebih

dirasakan oleh orang-orang lanjut usia, mereka yang mau memaafkan juga

jarang mengalami nervousness, kegelisahan dan kesedihan.

Selain itu, keinginan untuk tidak ingin memaafkan ternyata dapat

mengganggu fungsi dari hormon yang ada di dalam tubuh manusai. Harris

dan Thoresen (Arif, 2018) telah membuktikan dalam penelitiannya, selain

mengganggu fungsi dari hormon, individu yang tidak mau memaafkan juga

dapat menghambat respon tubuhnya untuk mengatasi bakteri, infeksi, dan

berbagai gangguan kesehatan lain.

Jinting Liu dan Xiaolin Zhou (2017) juga mengungkapkan dalam

penelitiannya bahwa seseorang yang memiliki tingkat forgiveness yang

tinggi akan berpengaruh terhadap pengurangan dari gelaja-gelaja depresi

yang terjadi pada individu. Jadi, gejala-gejala depresi yang diderita oleh

seseorang dapat diminimalisir dengan upaya pemaafan yang dilakukan oleh

individu tersebut.

b. Relasi atau Hubungan Sosial

Pada tahun 2006, Tsang, McCullough dan Fincham (Arif, 2018)

mengemukakan dalam penelitiannya bahwa forgiveness memiliki korelasi

yang cukup kuat bagi hubungan individu terhadap orang-orang disekitarnya.

Forgiveness yang terjadi dapat membuat relasi menjadi lebih bahagia dan

senantiasa menunjukkan komitmen, terlebih dalam relasi pernikahan. Pada

relasi penikahan sendiri, forgiveness memudahkan dalam suatu relasi intim,

Page 50: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

28

tapi lebih terhadap persepsi pasangan, dimana pasangan akan dpersepsi

sebagai seseorang yang dapat diperkaya dan bersedia berkorban bagi

pasangannya.

Sedangkan Worthington dan Wade (Arif, 2018) meneliti tentang orang-

orang yang tidak memiliki kemauan untuk memaafkan. Individu yang sulit

dalam memaafkan justru akan lebih sering mengalami konflik, emosi

negatif dan ketidaksanggupannya dalam berkompromi. Selain itu, pasangan

yang tidak mau memaafkan satu sama lain dapat menjadi saling bersaing

dan saling menghitung “skor” masing-masing. Tentu saja hal tersebut akan

semakin memperburuk keadaan suatu relasi dari hari ke hari.

5. Forgiveness dalam Perspektif Islam

Kata forgiveness atau pemaafan dalam jurnal Khasan (2017) dikatakan

bahwa berasal dari akar kata bahasa Arab ‘al-afw’, terdiri atas tiga partikel huruf,

haitu ‘ain, fa’ dan mu’tall. Selain kata al-‘afuw juga muncul kata al-‘afiyah yang

berarti pembelaan atau penjagaan Allah terhadap hamba-Nya. Kata al’afw disebut

sebanyak 34 kali di dalam Al-Qur’an, tujuh di antara nya berbicara terkait

forgiveness.

Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dari surat Al-Baqarah ayat 219 yang

juga turut ditafsirkan oleh Shihab (1996) terkait permulaan munculnya kata

al’afw. Adapun maksud dari kata al’afw pada ayat ini yaitu yang berlebih

seharusnya diberikan agar keluar, hal tersebut menyebabkan al’afw berkembang

maknanya menjadi keterhapusan. Sehingga forgiveness berarti menghapus luka

Page 51: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

29

atau bekas-bekas luka yang ada di dalam hati. Hal tersebut memiliki arti bahwa

forgiveness memiliki kaitan yang cukup erat dengan kehidupan seorang muslim.

Selain itu, pada surat Ali-Imran ayat 152 dan 155 serta Al-Maidah ayat 95

dan 101 membicarakan perihal tobat dan maaf, dimana ayat-ayat tersebut

didahului usaha manusia untuk bertobat, selain itu pemaafan dikemukakan tanpa

adanya usaha terlebih dahulu dari orang yang bersalah (Khasan, 2017). Hal

tersebut bermakna bahwa umat Islam diperintahkan oleh Allah SWT untuk

memberi maaf terlebih dahulu tanpa perlu permohonan maaf dari orang yang

bersalah, seperti yang dicontohkan oleh Allah SWT pada ayat-ayat tersebut,

dengan memaafkan manusia yang berbuat salah bahkan tanpa diminta oleh umat-

Nya.

Khasan (2017) juga turut menafsirkan makna dari surat An-Nur ayat 22

yang berbunyi:

Artinya: “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan

kelaparan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi

(bantuan) kepada kerabat(nya), orang-orang miskin, dan orang-orang yang

berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang

dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah

Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Ayat tersebut menganjurkan seseorang untuk tidak menanti atau menunggu

permintaan maaf dari orang lain yang menyakitinya, melainkan dengan berlapang

dada memberikan maaf sebelum diminta. Selain itu, dinyatakan bahwa individu

yang enggan untuk memberi maafnya sama saja enggan untuk memperoleh

pengampunan dari Allah SWT. Selain itu, surat Al-Baqarah ayat 178 juga turut

Page 52: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

30

membahas terkait forgiveness yang dijadikan sebagai salah satu asas penerapan

sanksi qisas dalam Islam. Jadi, qisas dilakukan dengan forgiveness agar hubungan

yang terjalin antara pelaku dan pihak keluarga korban tetap terpelihara, kasih

sayang kembali diperbahrui, dan atas dasar ini Allah SWT sangat menyukai

forgiveness terhadap pelaku kejahatan.

Islam juga menganjurkan bahwa forgiveness yang dilakukan oleh individu

hendaknya dilakukan secara sungguh-sungguh, tidak dengan syarat-syarat tertentu

yang diajukan dan bahkan tanpa diminta. Allah SWT menganjurkan bukan hanya

untuk melakukan forgiveness secara sungguh-sungguh saja tapi juga turut

mendoakan individu yang berbuat salah, sehingga dapat disimpulkan bahwa

forgiveness tidak hanya dilakukan melalui ucapan saja tapi hingga ke hati, sesuai

surat Ali-Imran ayat 159 (Khasan, 2017).

C. Hubungan Antara Forgiveness dengan Subjective Well-Being

Forgiveness atau pemaafan dapat dikatakan sebagai salah satu aspek

psikologis yang turut mendukung tingginya tingkat subjective well-being atau

kesejahteraan subjektif yang dimiliki oleh individu. Hal tersebut dapat dilihat dari

pengertian forgiveness dan subjective well-being itu sendiri. Forgiveness menurut

Thompson dan Snyder (2002) adalah berkurangnya keinginan untuk menghindari

individu atau sesuatu yang pernah menyakiti dan berkurangnya keinginan untuk

melukai atau membalas dendam dan disertai peningkatan rasa belas kasihan

(compassion) dan keinginan untuk bertindak secara positif ke arah orang yang

menyakiti. McCullough (Arif, 2018) juga mendefinisikan forgiveness adalah

Page 53: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

31

berkurangnya keinginan untuk menghindari individu atau sesuatu yang pernah

menyakiti dan berkurangnya keinginan untuk melukai atau membalas dendam dan

disertai peningkatan rasa belas kasihan (compassion) dan keinginan untuk

bertindak secara positif ke arah orang yang menyakiti.

Sedangkan subjective well-being menurut Diener (Eid dan Larsen, 2008)

adalah sebagai konsep psikologis dalam kehidupan individu yang memiliki tiga

komponen, yaitu life satisfaction atau kepuasan hidup (LS), positive affect atau

afek positif (PA) yang tinggi dan negative affect atau afek negatif (NA) yang

rendah. Berdasarkan pengertian di atas dapat kita lihat bahwa forgiveness adalah

salah satu bagian yang turut menyumbang dalam subjective well-being, sebab

dengan melakukan forgiveness individu dapat menurunkan negative affect,

meningkatkan positive affect dan kemudian akan memperbaiki life satisfaction

bagi individu tersebut.

Datu (2013) juga melakukan penelitian terkait subjective well-being bagi

kalangan remaja di Filipina. Ia mengemukakan bahwa dari 201 partisipan

penelitian ditemukan gratitude dan forgiveness memberikan kontribusi terhadap

subjective well-being individu. Berdasarkan hasil pada uji korelasi terdapat

hubungan yang signifikan antara gratitude dan forgiveness dengan subjective

well-being dari responden. Hal tersebut memiliki makna bahwa seorang remaja

yang memiliki gratitude dan forgiveness yang tinggi akan turut membuat life

satisfaction yang besar, memiliki emosi-emosi positif yang lebih banyak daripada

emosi-emosi negatif dalam dirinya.

Page 54: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

32

Kontribusi terbesar yang sangat berpengaruh terhadap subjective well-being

seseorang terletak pada komponen atau dimensi dari forgiveness yang akan

mengurangi negative affect atau pengaruh negatif dalam diri individu tersebut.

Berdasarkan penelitian tersebut, emosi-emosi negatif yang ada dalam diri remaja

dapat diatasi salah satunya dengan upaya forgiveness yang dilakukan. Begitupun

dengan para remaja yang berada di panti asuhan, upaya forgiveness dapat dimulai

dengan penerimaan remaja-remaja tersebut terhadap keadaan yang terjadi.

Setelah melihat dari beberapa hasil penelitian di atas, peneliti tertarik untuk

mengetahui lebih lanjut apakah terdapat hubungan yang signifikan antara

forgiveness dan subjective well-being yang dimiliki oleh remaja-remaja di panti

asuhan.

D. Kerangka Berpikir

Remaja menurut Hurlock (2003) merupakan masa transisi dari perilaku

masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang biasanya ditandai dengan

perubahan-perubahan yang dominan baik secara fisik maupun psikologisnya.

Masa transisi sendiri adalah masa-masa peralihan, dimana masa tersebut

merupakan masa yang rentan akan terjadinya masalah. Rienneke dan

Setianingrum (2018) juga mengemukakan bahwa remaja sudah mulai memiliki

kesadaran terhadap keadaan sosial mereka. Hal tersebut yang menyebabkan

mereka banyak mendapat tekanan sosial dan juga rentan terhadap masalah. Oleh

sebab itu, remaja tentunya sangatlah butuh bimbingan, perhatian dan kasih sayang

dari kedua orang tua mereka. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Howe (2012)

Page 55: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

33

bahwa seseorang memiliki hubungan yang baik saat dewasa dikarenakan

terpenuhinya rasa cinta, kehangatan dan perhatian dari kedua orang tua mereka.

Namun, terdapat cukup banyak remaja yang tidak mendapat kasih sayang,

bimbingan, perhatian dan hubungan yang baik dengan kedua orang tua mereka.

Hal tersebut dikarenakan, mereka ditempatkan di panti asuhan karena berbagai

macam alasan dan menurut survey peneliti terhadap empat panti asuhan semuanya

menyatakan bahwa sebagian besar dari mereka adalah remaja. Sedangkan

menurut Damayanti dan Sandjaja (2012) terlepas dari berbagai macam alasan

yang diberikan menempatkan seorang anak di panti asuhan akan membuat anak

beranggapan bahwa ia mengalami bentuk penolakan dari lingkungan sekitar.

Perasaan ditolak tersebut sangat beresiko tinggi untuk memunculkan emosi

negatif dalam dirinya.

Emosi-emosi negatif yang terjadi pada remaja dapat berupa perasaan kurang

bahagia, kurang nyaman dan kondisi tidak menyenangkan lainnya (Kartono, 2008

dalam Damayanti dan Sandjaja, 2012). Hal tersebut tentu saja meningkatkan

negative affect dalam dirinya dan membuat subjective well-being pada dirinya

menurun, negative affect berisikan perasaan-perasaan tidak nyaman yang

dirasakan oleh individu. Sedangkan Diener (2004 dalam Azra, 2017) menyatakan

bahwa tingginya tingkat subjective well-being dapat membuat individu melakukan

adaptasi dan coping yang lebih baik terhadap keadaan sehingga hidupnya akan

terasa lebih baik. Pernyataan Diener menegaskan pentingnya subjective well-being

seseorang, akan tetapi jika remaja-remaja di panti asuhan tersebut mengalami

penurunan terhadap tingkat subjective well-being mereka, maka nantinya akan

Page 56: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

34

menglami kesulitan dalam melakukan adaptasi dan coping terhadap keadaan yang

menimpanya. Hal tersebut membuat para remaja di panti asuhan perlu mereduksi

emosi-emosi negatif yang dapat mengganggu subjective well-being mereka dan

diperlukannya forgiveness, Datu (2013).

Thompson dan Synder (2002) mengemukakan bahwa forgiveness adalah

sebagai cara bagi individu untuk membingkai kesalahan menjadi satu dan

merubah kesalahan tersebut dari sisi negatif menjadi netral atau positif.

McCullough (Arif, 2018) juga mendefinisikan forgiveness adalah berkurangnya

keinginan untuk menghindari individu atau sesuatu yang pernah menyakiti dan

berkurangnya keinginan untuk melukai atau membalas dendam dan disertai

peningkatan rasa belas kasihan (compassion) dan keinginan untuk bertindak

secara positif ke arah orang yang menyakiti. Pernyataan-pernyataan tersebut

memiliki makna bahwa forgiveness dapat menurunkan negative affect menjadi

netral atau secara tidak langsung menaikkan positive affect individu tersebut.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat forgiveness yang tinggi memiliki

hubungan yang positif terhadap tingkat subjective well-being yang dimiliki

seseorang, yang dapat dibuat bagan sebagai berikut,

Bagan 1. Kerangka Berpikir

Hubungan Forgiveness dengan Subjective Well-Being

Page 57: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

35

Berdasarkan kerangka berpikir yang peneliti buat di atas, dapat diketahui

bahwa variabel bebas dari penelitian ini adalah forgiveness sedangkan variabel

terikat dalam penelitian ini adalah subjective well-being. Hal tersebut dikarenakan

forgiveness adalah variabel yang turut berhubungan dengan tingkat subjective

well-being yang dimiliki oleh individu, dimana tinggi rendahnya tingkat

forgiveness yang dimiliki individu berhubungan dengan life satisfaction atau

kepuasan hidup dan affect baik positif maupun negatif dalam komponen

subjective well-being.

E. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara

forgiveness atau pemaafan dengan ketiga komponen subjective well-being atau

kesejahteraan subjektif, yaitu life satisfaction, positive affect dan negative affect

pada remaja yatim-piatu di panti asuhan. Semakin tinggi tingkat pemaafan yang

dimiliki individu, maka semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan subjektif pada

anak yatim-piatu di panti asuhan tersebut, begitupun sebaliknya. Hal tersebut juga

dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memiliki tiga hipotesis yang

membuktikan hipotesis di atas, yaitu:

1. Terdapat hubungan positif antara forgiveness dengan life satisfaction.

2. Terdapat hubungan posititf antara forgiveness dengan positive affect.

3. Terdapat hubungan negatif antara forgiveness dengan negative affect.

Page 58: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jauziyah, I.Q. 2004. Kunci Kebahagiaan. Jakarta: Akbar.

Allemand, Mathias., Hill, P.L., Ghaemmaghami, Pearl. & Martin, Mike. 2012.

Forgiveness and Subjective Well-Being in Adulthood: The moderating role

of future time perspective. Journal of Research in Personality, 46, 32-39.

Arif, Imam S. 2018. Psikologi Positif: Pendekatan Saintifik Menuju Kebahagiaan.

Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Azra, Fatima N. 2017. Forgiveness dan Subjective Well-Being Dewasa Awal Atas

Perceraian Orang Tua Pada Masa Remaja. PSIKOBORNEO, Universitas

Mulawarman, Volume 5, nomor 3, 529-540.

Azwar, S. 2017. Dasar-Dasar Psikometrika. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

. 2017.Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

. 2017. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

D. Datu, J.A. 2013. Forgiveness, Gratitude and Subjective Well-Being Among

Filipino Adolescents. DOI 10.1007/s10447-013-9205-9.

Damayanti, Ria. & Sandjaja, S.S. 2012. Gambaran Forgiveness Pada Remaja yang

Tinggal Di Panti Asuhan. Jurnal NOETIC Psychology, Universitas Kristen

Krida Wacana, Vol. 2, No. 2, 108-125.

Diener, Ed. 1984. Subjective Well-Being. Psychological Bulletin, American

Psychology Assosiation. Volume 95, No. 3, 542-575.

Eid, Michael. & Larsen, Randy J. 2008. The Science Of Subjective Well-Being.

London. The Guilford Press.

Howe, Tasha R. 2012. Marriages and Families In The 21st Century: A

Bioecological Approach. India : Wiley BlackWell.

Hurlock, E. 2003. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Joshanloo, Mohsen & Weijers, Dan. 2019. Chapter 11: Islamic Perpspektif on

Well-Being.

Liu, Jinting. & Zhou, Xiaolin. 2017. The Association Between Well-Being and

The COMT Gene: Dispositional Gratitude and Forgiveness As Mediators.

Journal of Affective Disorders. Vol. 214, Pages 115-121.

Page 59: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2018. Jakarta : Pusat Bahasa Departemen

Pendidikan Nasional.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Artikel. 2017, Anak Yatim Di

Panti Asuhan Juga Akan Terima KIP. https://www.kemendikbud.go.id/

main/blog/2017/01/2017-anak-yatim-di-panti-asuhan-juga-akan-terima-kip.

Kementrian Sosial Republik Indonesia. 2004. Ketetapan Mentri Sosial

50/HUK/2004. Jakarta: Departemen Sosial RI.

___________________________________. 2004. Panti Sosial Asuhan Anak

(PSAA). http://www.kemsos.go.id/content/panti-asuhan-anak-psaa.

___________________________________. 2011. Peraturan Mentri Sosial

30/HUK/2011. Jakarta: Departemen Sosial RI.

___________________________________. 2016. Artikel. Anak Jalanan

Mendapatkan Layanan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA).

http://www.kemsos.go.id.

Khasan, Moh. 2017. Perspektif Islam dan Psikologi Tentang Pemaafan. Jurnal At-

Taqaddum. Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. Vol 9, No

1, 69-94.

Malay, M.N. 2017. Modul Praktikum Statistika II (Analisis Data SPSS). Fakultas

Ushuluddin dan Studi Agama UIN Raden Intan Lampung.

Malay, M.N., Fitriani, A., & Islamia, I. 2019. Pedoman Penulisan Skripsi Prodi

Psikologi Islam. Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Raden Intan

Lampung.

Martono, Nanang. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis

Data Sekunder. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Mc Cullough. 1998. Lopez dan Synder (ed). Positive Psychological Assessment :

A Handbook of Models and Measures. Washington DC: American

Psychological Association.

___________. 2000. Lopez dan Synder (ed). Positive Psychological Assessment :

A Handbook of Models and Measures. Washington DC: American

Psychological Association.

Rahmanita, Anisa., Uyun, Qurotul., & Sulistyarini, Rr. Indahria. 2016. Efektivitas

Pelatihan Kebersyukuran Untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif pada

penderita hipertensi. Jurnal Intervensi Psikologi, Universitas Islam

Indonesia, Vol. 8 No. 2. 165-184.

Page 60: HUBUNGAN FORGIVENESS DENGAN SUBJECTIVE WELL ...repository.radenintan.ac.id/9556/1/SKRIPSI 2 EKA.pdfpada Remaja di Panti Asuhan Oleh : Eka Septarianda Subjective well-being adalah konsep

Rienneke, T. C. & Setianingrum, M.E. 2018. Hubungan antara Forgiveness

dengan Kebahagiaan Pada Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan. Persona:

Jurnal Psikologi Indonesia, Universitas Kristen Satya Wacana, Vol. 7, No.

1, 18-31.

Selviana. 2017. Pentingnya Kelekatan Orang Tua dengan Remaja. Buletin KPIN.

Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesi YAI. Vol. 3, No. 1.

Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Shihab, M. Q. 1996. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai

Persoalan Umat. Bandung: Mizan.

Thompson, L.Y. & Synder, C.R. 2002. Lopez dan Synder (ed). Positive

Psychological Assessment : A Handbook of Models and Measures.

Washington DC: American Psychological Association.

Thompson, L.Y., Synder, C.R., Hoffman, L., Michael, S.T., Rasmussen, H., dkk.

2002. Dispositional Forgiveness of Sels, Other, and Situastions. Lopez dan

Synder (ed). Positive Psychological Assessment : A Handbook of Models

and Measures. Washington DC: American Psychological Association.

Utami, M.S. 2009. Religiuasitas, Koping Religious dan Kesehatan Subjektif.

Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada, Vol. 39 (1), 46-66).

Winarsunu, T. 2015. Statistik dalam Penelitian Psikologi & Pendidikan. Malang:

UMM Press.

Zotova, O.Y., Tarasova, L.V. & Syutkina, E.N. 2016. Features of Subjective

Well-Being Characteristic of Teenagers Raised in Two-Parent Families and

Orphanages. Procedia-Sosial and Behavioral Sciences, 233, 160-164.