JURNAL PTERIGIUM

18
FAKTOR PRE-OPERASI YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN DALAM PEMBEDAHAN PTERIGIUM Oleh: Giska Tri Putri 0918011046 Preceptor : dr. Aryanti Ibrahim, Sp.M

description

tugas mata

Transcript of JURNAL PTERIGIUM

FAKTOR PRE-OPERASI YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN DALAM PEMBEDAHAN PTERIGIUM Oleh: Giska Tri Putri 0918011046 Preceptor : dr. Aryanti Ibrahim, Sp.M

FAKTOR PRE-OPERASI YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN DALAM PEMBEDAHAN PTERIGIUM

Oleh:Giska Tri Putri0918011046

Preceptor :dr. Aryanti Ibrahim, Sp.M

Latar Belakang: Untuk mengidentifikasi faktor resiko pra-operasi , perioperatif dan pasca operasi yang mempengaruhi keberhasilan pembedahan pterygium .

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian prospektif dengan tiga puluh enam pasien yang memiliki pterygia primer atau berulang. Sebuah anamnesis rinci dan pemeriksaan oftalmologi dilakukan untuk mencari faktor-faktor berikut : usia, ras, garis lintang dan ketinggian tempat tinggal, lama terpapar sinar matahari, penggunaan UV protektif, klasifikasi pterygium, lebar pterygium di limbus, teknik bedah (autograft konjungtiva ditambah penjahitan dibandingkan lem jaringan), perubahan graft (misapposition, granuloma, perdarahan, edema, retraksi atau nekrosis), dan gejala pasca operasi (sensasi benda asing, nyeri). Pemeriksaan dilakukan pada hari ke 2 dan ke 7 dan bulan ke 2, 6 dan 12 setelah operasi. Selain itu, kekambuhan didefinisikan sebagai setiap pertumbuhan konjungtiva ke kornea .

ABSTRAKHasil: Analisis data yang digunakan adalah logistik dan analisis survival. Tiga puluh enam pasien sudah menyelesaikan follow up selama satu tahun. Sebanyak 13 pasien lahir dan tinggal di Spanyol, dan 26 lainnya berasal dari Amerika Latin. Sejumlah 8 laki-laki (tidak ada perempuan) menunjukkan kekambuhan, terutama antara 2 dan 6 bulan. Lamanya terpapar sinar matahari selama kehidupan mereka secara independen berkaitan dengan keberhasilan pembedahan. Pterigium dengan kelebaran kurang dari 5 mm menunjukkan positif lemah terhadap kekambuhan.Tidak satu pun dari faktor-faktor lain dianggap secara signifikan terkait dengan kekambuhan.

Kesimpulan: Jenis kelamin pria dan paparan sinar matahari sangat berkaitan dengan keberhasilan bedah setelah pengangkatan pterygia .

Kata kunci: Faktor risiko, paparan sinar matahari, pembedahan Pterygium, konjungtiva autograft

Pterygium adalah jaringan fibrovascular berbentuk sayap melewati limbus menuju kornea. Pterigium merupakan penyakit mata bagian luar yang paling umum, tetapi berpotensi pada kebutaan, sehingga dilakuakan pembedahan ntuk mencegahnya. Kekambuhan setelah eksisi masih menjadi tantangan yang besar. Saat ini, pembedahan konjungtiva autograft merupakan prosedur pilihan untuk pengobatan pterigium primer maupun berulang.

LATAR BELAKANGPatogenesis pterygia masih belum dipahami.Beberapa penelitian mengungkapkan adanya multi faktor yang berkorelasi dan saling berkaitan. Penelitian terbaru menunjukan adanya mekanisme anti-apoptosis, mekanisme imunologi, sitokin, faktor pertumbuhan, modulator matriks ekstraseluler, faktor genetik dan infeksi virus, diantara faktor lain yang mungkinTingkat prevalensi bervariasi (dari 2 % menjadi 29%)Prevalensi meningkat pada daerah geografis yang menuju khatulistiwa dan pada orang-orang yang bekerjadi luar ruangan. Selain itu, berhubungan dengan daerah pedesaan, usia dan jenis kelamin laki-laki yang berhubungan dengan bekerja di luar ruangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor resiko pra-operasi, perioperatif dan pasca operasi yang mempengaruhi keberhasilan pembedahan pterygiumPenelitian ini adalah penelitian prospektif, yang melibatkan tiga puluh enam pasien dengan pterygia primer atau berulang, yang dirawat di RS Dr Peset (Valencia, Spanyol) dari September 2007 sampai Juli 2008.anamnesis rinci dan pemeriksaan oftalmologi dilakukan untuk mengevaluasi: tempat tinggal utama, lamanya paparan sinar matahari, penggunaan UV proteksi, klasifikasi pterygium, lebar pterygium di limbus, dan teknik bedah (autograft konjungtiva ditambah penjahitan dibandingkan lem jaringan)METODEKriteria inklusi: Pasien dengan pterygia primer atau berulang, yang operasi direkomendasikan berdasarkan indikasi:Gangguan visus baik melalui invasi ke celah pupil atau astigmatisme kornea (lebih dari 2 dioptri diukur dengan topografi kornea dan tidak terkait dengan penyebab lain ). Adanya pembesaran dari waktu ke waktu menuju pusat kornea. Gejala peradangan kronis (sensasi benda asing atau nyeri, hiperemia, dellen, defek epitel kornea).

Kriteria eksklusi: Pasien dengan patologi lain, seperti:infeksi pada permukaan mata yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka, penyakit jaringan ikat penyakit diabetes melitusTeknik bedah yang digunakan yaitu pasien diacak menjadi 2 subkelompok : kelompok Tissue Glue (TG) kelompok Mersilk (MG).

Tissue glue digunakan untuk menempelkan auto graft pada 21 pasien dan 7.0 Mersilk digunakan untuk menjahit pada 18 kasusTeknik BedahSemua pasien dioperasi oleh dokter bedah yang sama (LM). Prosedur dilakukan dengan menggunakan anastesi lokal menggunakan lidokain 2%. Pemotongan pterygium dibuat dari kepala menuju badan. Kemudian dieksisi bersama dengan kapsul tenon yang mendasari.Skar episclera dibuang dan katerisasi minimal digunakan untuk mengontrol perdarahan.Luas defek konjungtiva diukur dengan jangka lengkungMengukur konjungtiva limbus auto graft sesuai ukuran yang sama seperti defek konjungtiva yang diperoleh pada kuadran superotemporal dari konjungtiva bulbar yang bebas pterigium. Sebelum pemotongan graft, suntikan lidokain 2% di bawah konjungtiva. Selanjutnya, konjungtiva dipotong dari forniks menuju limbus, pemotongan graft diperpanjang sebesar 0,5 mm ke kornea yang jernih untuk mencapai limbus. Pemotongan secara teliti dilakukan untuk membuang kapsul Tenon sebanyak yang mungkinKelompok dengan penggunakan teknik jahit, bagian limbus dari graft dijahit pada konjungtiva yang berdekatan dan episklera dengan 2 jahitan menggunakan 7-0 Mersilk. Kelompok dengan menggunakan lem jaringan, satu tetes larutan trombin diteteskan di atas sclera (defek konjungtiva setelah dieksisi) dan satu tetes larutan konsentrat protein diteteskan diatas sisi stroma graft kemudian graft segera ditempatkan diatas sklera tadi. Terapi pascaoperasi menggunakan kombinasi Tobramycin-Dexametasone setiap enam jam, Pranoprofen tetes mata setiap enam jam selama empat minggu dan Povidone air mata buatan setiap enam jam selama dua bulan. Follow up pasca operasi dilakukan oleh seorang dokter mata tunggal (AT) . Pemeriksaan dilakukan pada hari ke 2 dan ke 7 dan bulan ke 2, 6 dan 12 setelah pembedahan Pemeriksaan yang dilakukan adalah untuk mengevaluasi : Segmen anterior dan autograft (pembentukan granuloma, perdarahan subconjunctival, edema, nekrosis, retraksi dan menganga atau pergeseran graft-tempatnya) dievaluasi dengan pemeriksaan biomickroskopik slit lamp, dan gejala pasca operasi dinilai menjadi 4 kelompok: asimtomatik, sensasi-benda asing, nyeri ringan atau nyeri berat (didefinisikan oleh permintaan untuk mengkonsumsi analgesik oral)

Analisis statistik telah dilakukan menggunakan perangkat lunak statistik R dengan metode analisis regresi logistik dan analisis survivalAnalisis StatistikStatistik untuk usia menunjukkan pasien yang menderita kekambuhan lebih sedikit daripada yang tidak kambuh, walaupun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik (p-value=0.4107)

HASIL

Table ini dapat menunjukkan bahwa jenis kelamin merupakan faktor risiko yang paling penting untuk hasil pembedahan

Variabel yang paling mempengaruhi keberhasilan terhadap pembedahan adalah jenis kelamin. Semua pasien yang menderita kekambuhan adalah laki-laki. Variabel kedua yang paling penting adalah lamanya terpapar sinar matahari, terutama pada hari kerja, tetapi juga pada hari libur (non-kerja).Tidak ada hubungan yang jelas antara kekambuhan dan upaya perlindungan (PM), ras (R), ketinggian (ALT) dan lintang (LAT) dari tempat tinggal utama, jenis pterygium (PT), pterygia primer berulang (PR), teknik bedah (ST) dan miss-aposisi (MA). Pasien yang kambuh adalah usia yang lebih muda daripada mereka yang tidak kambuh (tapi statistik tidak signifikan).Hanya ukuran pterigium yang sempit (kurang dari 5 mm) menunjukkan positif lemah untuk terjadinya kekambuhanJenis kelamin laki-laki dan paparan sinar matahari merupakan dua hal kuat yang dapat dihubungkan dengan kesuksesan operasi pasca operasi pterigia. Paparan sinar matahari sepanjang kehidupan dan jenis kelamin laki-laki perlu diperhitungkan sebagai faktor resiko tambahan untuk kejadian rekurensi pasca transplantasi pterigiumKESIMPULAN