Jurnal 4 Blok 1

download Jurnal 4 Blok 1

of 6

description

jurnal

Transcript of Jurnal 4 Blok 1

  • 487

    HASIL PENELITIAN

    CDK-230/ vol. 42 no. 7, th. 2015

    ABSTRAKLatar Belakang: Jumlah pengguna NAPZA (narkotika, psikotropika, dan zat aditif ) suntik (penasun) terinfeksi HIV/AIDS (ODHA/orang dengan HIV AIDS) yang menjalani terapi antiretroviral (ART/antiretroviral therapy) dan metadon bersamaan makin meningkat. ODHA penasun di Indonesia rentan terko-infeksi oleh penyakit tuberkulosis (TB) dan hepatitis virus. Kombinasi konsumsi ART, metadon, obat-obat untuk ko-infeksi, dan NAPZA secara bersamaan berefek negatif pada kepatuhan optimal ODHA pada ART. Tujuan: Memberi gambaran kepatuhan ODHA penasun yang menjalani ART dan metadon, dengan/tanpa ko-infeksi TB/hepatitis virus. Metode: Sejumlah 34 ODHA penasun yang menjalani terapi ART di kios Atma Jaya dan puskesmas Tambora, pada Oktober - Desember 2012, mengikuti studi potong lintang ini. Responden mengisi kuesioner data demografi s, status infeksi hepatitis virus dan TB, terapi ART dan metadon, serta kepatuhan ART (self-report). Hasil: Grup 1 terdiri dari 20 ODHA penasun (58,8%) sedang/pernah terko-infeksi TB/hepatitis virus (9 orang terko-infeksi hanya TB dan sudah selesai terapi TB, 6 orang sedang dalam pengobatan TB, dan 5 orang terinfeksi virus hepatitis saja). Grup 2 terdiri dari 14 ODHA penasun (41,2%) tanpa koinfeksi TB dan hepatitis virus. Kepatuhan ART optimal dicapai oleh 9 orang (45%) pada grup 1, yaitu: 6 dari 9 (66,7%) responden yang selesai berobat TB, 1 dari 6 (16,7%) responden yang sedang berobat TB, dan 2 dari 5 (40%) responden yang menderita hepatitis virus. Di grup 2 terdapat 6 orang (42,9%) yang mencapai kepatuhan ART optimal. Simpulan: ART optimal dicapai < 50% total responden. Pada responden yang terko-infeksi, ART optimal dicapai oleh 66,7% responden yang telah menyelesaikan terapi TB, 16,7% responden yang belum menyelesaikan terapi TB, dan 40% responden yang menderita hepatitis virus.

    Kata kunci: ODHA penasun, kepatuhan ART, koinfeksi TB, koinfeksi hepatitis virus

    ABSTRACTBackground: People living with HIV/AIDS (PLWHA) who are intravenous drug users (IVDU) are increasing in number, and mostly are on both antiretroviral therapy (ART) and methadone maintenance therapy (MMT). In Indonesia, PLWHA and IVDU are more easily infected with tuberculosis (TB) and/or viral hepatitis. Co-infections and drug interaction may negatively aff ect their adherence to ART. Goal: To observe ART adherence among IVDU who were on MMT with PLWHA with/without co-infections (TB and/or viral hepatitis). Method: Thirty-four PLWHA who were IVDU from kios Atma Jaya and Tambora public primary health care participated in this cross-sectional study from October to December 2012. They fi lled out questionnaires on demographic data, previous viral hepatitis and TB infection, ART & MMT data, and adherence to ART by self report. Results: Group 1 20 (58.8%) respondents were/had been co infected with TB/viral hepatitis (9 respondents had fi nished TB treatment, 6 respondents were on TB treatment, 5 respondents had untreated viral hepatitis only). Group 2 14 (41.2%) respondents had never been co-infected with TB/viral hepatitis. We found that nine respondents in group 1 (45%) and six respondents in group 2 (42,9%) adhered optimally to ART. Six (66,7%) respondents who had fi nished TB treatment, one respondent (16,7%) who were on TB drugs, and two respondents (40%) who had untreated viral hepatitis, adhered optimally to ART. Conclusions: Less than 50% respondents adhered optimally to ART. Respondents who had optimal ART adherence among those who had fi nished TB treatment, who were on TB drugs, and who had untreated viral hepatitis were 66.7%, 16.7%, and 40%. Surilena, Minawati, Rensa, Isadora, Eva Suryani, Teguh Sarry Hartono. Compliance on ART and Methadone Therapy among HIV-positive IVDU with/without TB/Viral Hepatitis Co-infection.

    Keywords: PLWHA IVDU, ART adherence, TB co-infection, viral hepatitis co-infection

    Alamat korespondensi email: [email protected]

    Kepatuhan ODHA Pengguna Napza Suntik dengan atau tanpa Ko-infeksi TB/Hepatitis Virus

    dalam Terapi Antiretroviral dan MetadonSurilena,* Minawati,* Rensa,* Isadora,* Eva Suryani,* Teguh Sarry Hartono**

    *Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya,**Kios Atma Jaya, Jakarta, Indonesia

    PENDAHULUANUnited Nations Joint Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) menyatakan bahwa di dunia pada tahun 2012 terdapat 35,3 juta penderita

    human immunodefi ciency virus (HIV), 2,3 juta kasus HIV baru, dan 1,6 juta kematian karena acquired immune defi ciency syndrome (AIDS).1 Sampai tahun 2013, diperkirakan se-

    banyak 39 juta orang meninggal karena HIV/AIDS.2 Jumlah kasus HIV baru di Indonesia tahun 2013 dilaporkan sekitar 80.045 orang, sementara prevalensi HIV positif di Indonesia

  • 488

    HASIL PENELITIAN

    CDK-230/ vol. 42 no. 7, th. 2015

    atas, akan diteliti gambaran kepatuhan terapi ART pada ODHA penasun yang menjalani terapi ART dan PTRM, baik dengan/tanpa ko-infeksi hepatitis virus/tuberkulosis.

    METODE PENELITIANDesain penelitian adalah potong lintang. Sampel diperoleh secara consecutive sampling, diperoleh 34 ODHA penasun, usia 20-58 tahun, yang menjalani terapi ART dan metadon di kios Atma Jaya dan puskesmas Tambora, Jakarta Barat, bulan Oktober-Desember 2012. Responden dapat mem-baca, menulis, tidak menderita gangguan mental dan kognitif berat (psikosis, retardasi mental). Responden mengisi kuesioner data demografi s, status infeksi hepatitis virus dan TB, terapi ART dan metadon, serta kepatuhan ART (self-report) dan di-wawancarai. Pada penelitian ini, responden dinyatakan menderita ko-infeksi TB apabila saat wawancara responden menyatakan: (i) didiagnosis menderita TB oleh dokter yang merawatnya, (ii) sedang meminum obat anti-TB (OAT). Responden dinyatakan menderita ko-infeksi hepatitis virus apabila pada saat wawancara responden menyata-kan didiagnosis menderita hepatitis virus oleh dokter yang merawatnya. Kepatuhan adalah kemampuan ODHA untuk mengikuti rencana perawatan dan mengkonsumsi obat sesuai waktu yang ditentukan, frekuensi melakukan pengobatan sesuai petunjuk medik, dengan dosis dan cara pemberian yang tepat. Kepatuhan ART dapat dinilai berdasarkan metode self report, hitung pil, dan viral load. Pada penelitian ini digunakan metode per-hitungan self report.25

    Responden dinyatakan patuh apabila pada hasil perhitungan didapat persentase > 95%, dan dinyatakan tidak patuh jika persentasenya < 95%.

    HASIL DAN PEMBAHASANKarakteristik Demografi kResponden penelitian ini adalah 34 ODHA penasun, terdiri dari grup 1: 20 ODHA yang pernah/sedang terkena ko-infeksi TB/hepatitis virus, dan grup 2: 14 ODHA yang tidak pernah terkena ko-infeksi TB/hepatitis virus.

    adalah sekitar 641.359 orang.3 Selain itu, prevalensi HIV pada pengguna jarum suntik (penasun) di Asia masih cukup tinggi, yaitu sekitar 28%.1 Di Indonesia, pada tahun 2013, pengguna NAPZA suntik berjumlah sekitar 74.326. Persentase pengguna NAPZA suntik yang menderita HIV/AIDS pada tahun 2011 sebesar 36,4%.3

    Kepatuhan terapi ART merupakan komponen penting untuk keberhasilan penanggulangan infeksi HIV. Pada akhir tahun 2013, 11,7 juta penderita HIV di negara miskin dan negara berekonomi menengah (36% dari total 32,6 juta penderita HIV di negara-negara ter-sebut) mendapat ART. Di tahun 2013, 54.144 penderita HIV di Indonesia menjalani terapi anti-retroviral (ART).3 Tingkat kepatuhan ART sedikitnya 95% berhubungan bermakna dengan penurunan kadar virus dalam darah, perbaikan klinis, peningkatan hitung limfosit CD4, tidak adanya infeksi oportunistik, ber-kurangnya angka kegagalan pengobatan, serta berkurangnya masa perawatan di rumah sakit.4-6 ART juga dapat menurunkan transmisi HIV sampai 96%.7 Akan tetapi, angka kepatuhan optimal 95% ini sulit dicapai. Penelitian menunjuk kan kepatuhan ART di beberapa negara (Nigeria, Uganda, Afrika) sekitar 53-78% dan di beberapa pusat penelitian didapatkan sekitar 69-79%.6,8-12 Faktor-faktor yang menurunkan angka kepatuhan antara lain efek samping obat, jumlah pil/tablet, tingkat pendidikan rendah, status fi nansial buruk, kerahasiaan yang kurang terjamin, faktor pekerjaan, dan adanya stigma. 13

    Di Asia, tingkat infeksi hepatitis C virus (HCV) di kalangan penasun mencapai 90% (Thailand), 41% (India), dan 67% (Cina), dan hampir semua penasun terinfeksi HIV.14 Di Indonesia, prevalensi HCV di antara penasun mencapai 77%, dengan tingkat ko-infeksi HIV antara 60-90%.15 Hepatitis B kronik mengko-infeksi 20% ODHA di negara-negara Asia yang endemis hepatitis B.16 Ko-infeksi hepatitis virus pada ODHA dapat meningkatkan progresivitas infeksi HIV, mempengaruhi toksisitas obat ART pada hati, menurun kan kualitas hidup, serta meningkatkan morta litas. Sebaliknya, infeksi HIV dilaporkan mengubah progresivitas infeksi HCV, serta meningkat kan kecepatan terjadinya fi brosis, kegagalan hati, dan keganasan hepatoseluler.15-17

    Di tahun 2012, TB menyebabkan kematian pada 320 ribu penderita HIV di dunia.2 Dari 322.882 kasus baru TB di Indonesia pada tahun 2012, 2.676 kasus sudah dites HIV, dan ternyata terdapat 754 pasien menderita HIV.3 Pada tahun 2012 dari seluruh ODHA di Indonesia, 2100 ODHA meninggal karena TB. Data Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Indonesia (KPAN) (2010) menunjukkan bahwa dari 450.000 kasus TB, sekitar 2-6% (9.900-29.000 orang) adalah ODHA.18 Infeksi TB pada ODHA merupakan masalah serius yang harus ditangani karena dapat memperberat infeksi HIV/AIDS, me-nimbulkan interaksi obat TB dan ART, serta meningkatnya angka penularan TB. Terapi HAART (highly active antiretroviral therapy) dapat menurunkan risiko tuberkulosis antara 70-90%.20 Pengobatan TB dan HIV harus berjalan seiring karena kedua hal tersebut saling mempengaruhi prognosis.19

    Di Indonesia, 15%-50% penasun terinfeksi HIV/AIDS menerima terapi metadon.21 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa adiksi NAPZA yang masih aktif berpengaruh buruk pada progresivitas HIV/AIDS dan kepatuhan ART, seperti penurunan penggunaan fasilitas kesehatan, penurunan konsumsi ART, dan peningkatan perilaku seksual serta NAPZA berisiko.16,22 Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) memiliki beberapa manfaat bagi ODHA penasun, seperti menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat infeksi HIV/AIDS, me-ningkatkan kepatuhan terapi antiretroviral, membantu mencapai keadaan bebas dari ketergantungan obat, meningkatkan status kesehatan menuju normal dan produktif, mengembalikan kemampuan sosial, dan menurunkan angka kriminalitas.22,23 Akan tetapi, obat ART yang diminum bersama metadon dapat berinteraksi dan berdampak pada kepatuhan berobat dan minum obat, baik pada terapi ART maupun metadon.22 Penggunaan ART bersama metadon mem-butuhkan pemantauan fi sik seperti keadaan umum, tingkat kesadaran, tanda vital, dan pemeriksaan fi sik umum lainnya,24 serta memerlukan intervensi psikososial berupa dukungan kepatuhan terapi, baik terhadap ART maupun metadon.22,24 Melihat kondisi di

    PIL YANG HARUS DIMINUM DALAM 30 HARI PIL LUPA/TIDAK DIMINUM (DOSIS PAGI+MALAM) / 2 OBAT DIMINUM TERLAMBAT >2 JAM (DOSIS PAGI+MALAM) / 2PIL YANG HARUS DIMINUM DALAM 30 HARI

    X 100%

    Metode perhitungan self report:

  • 489

    HASIL PENELITIAN

    CDK-230/ vol. 42 no. 7, th. 2015

    Karakteristik Demografi k, HIV/AIDS, Terapi ART dan Terapi Metadon Grup I (ODHA Penasun Pernah/Sedang Terko-infeksi oleh TB/Hepatitis virus)Pada penelitian ini, didapatkan 20 ODHA yang pernah/sedang terko-infeksi TB/hepatitis, 90% laki-laki dan 10% perempuan, dengan rentang usia 25-48 tahun dan rerata umur 33,4 tahun. Sebanyak 50% responden status tidak menikah, 55% masih tinggal dengan orang tua atau mertuanya, 55% pendidikan SMU, 75% bekerja (tukang ojek dan membantu orang tua atau mertua), 85% responden dengan status ekonomi keluarga rendah, yaitu penghasilan keluarga < Rp. 1.250.000 (tabel 1).

    Sebanyak 70% responden menjalani terapi metadon dan ART dengan biaya sendiri karena tidak memiliki asuransi kesehatan; 95% responden menjalani terapi metadon > 2 tahun dan 30% dengan dosis metadon 191-230 mg. Seluruh responden di grup ini merokok, dan 10 orang (50%) juga mengkonsumsi satu NAPZA lainnya. Pada kelompok ini, 75% responden menggunakan NAPZA golongan benzodiazepin. Titer CD4 kebanyakan (40%) pada 201-350 sel/mm3. Sebesar 65% responden menderita infeksi HIV/AIDS > 5 tahun, sekitar 80% menjalani terapi ART < 5 tahun. Sebanyak 50% responden mengkonsumsi regimen ART: AZT+3TC+NVP, 30% mengkonsumsi AZT+3TC+EFV, dan 20% mengkonsumsi 3TC+NVP+d4T. Pada penelitian ini, didapatkan dari 15 ODHA dengan ko-infeksi TB saja, 6 responden (40%) sedang menjalani terapi TB (OAT) dan 9 (60%) responden sudah menyelesaikan program terapi OAT. Responden terko-infeksi hepatitis virus tidak ada yang pernah mendapatkan pengobatan khusus untuk hepatitis virusnya (tabel 1).

    Karakteristik Demografi k, HIV/AIDS, Terapi ART dan Terapi Metadon pada Grup 2 (ODHA Tidak Pernah Terko-infeksi TB/Hepatitis)Pada penelitian ini, didapatkan 14 ODHA tanpa ko-infeksi TB/hepatitis, dengan 92,9% laki-laki, berusia antara 21-58 tahun dengan rerata usia 31,6 tahun. Sebanyak 64,3% menikah, 71,4% berpendidikan SMU, 57,1% bekerja sebagai tukang ojek dan LSM HIV/AIDS. Sebanyak 57,1% responden berstatus ekonomi keluarga rendah, yaitu penghasilan < Rp. 1.250.000 dan 50% responden masih tinggal di rumah

    Tabel 1. Karakteristik demografi k, HIV/AIDS, terapi ART dan metadon pada ODHA

    VariabelGrup 1 (n = 20)

    Pernah/Sedang Terko-infeksi TB / Hepatitis Virus

    Grup 2 (n = 14)Tanpa Ko-infeksi TB &

    Hepatitis Virus

    Usia (tahun) 25 48 (mean = 33.4) 21 58 (mean = 31.6)

    Jenis KelaminLaki-lakiPerempuan

    18 (90%)*2 (10%)

    13 (92.9%)*1 (7.1%)

    Status PernikahanMenikahTidak Menikah

    10 (50%)10 (50%)

    9 (64.3%)*5 (35.7%)

    Pendidikan TerakhirSDSMPSMA

    2 (10%)7 (35%)

    11 (55%)*

    0 (0%)4 (28,6%)

    10 (71,4%)*

    Status PekerjaanBekerjaTidak bekerja

    15 (75%)*5 (25%)

    8 (57,1%)*6 (42,9%)

    Pendapatan< Rp. 1,25 jutaRp. 1,25 2,5 juta> Rp. 2,5 juta

    17 (85%)*3 (15%)0 (0%)

    8 (57.1%)*4 (28.6%)2 (14.3%)

    Asuransi KesehatanTidak punya asuransi kesehatanAskes/jamsostekGakin/jktmAsuransi kesehatan lainnya

    14 (70%)*4 (20%)1 (5%)1 (5%)

    11 (78.6%)2 (14.3%)1 (7.1%)0 (0%)

    Tempat TinggalMemiliki sendiriTempat tinggal orang tua/mertuaTempat tinggal sewa/kontrakan

    3 (15%)11 (55%)*

    6 (30%)

    3 (21.4%)7 (50%)*4 (28.6%)

    Hitung CD4< 200201-350351-500> 500

    3 (15%)8 (40%)*4 (20%)5 (25%)

    3 (21.4%)2 (14.3%)6 (42.9%)*3 (21.4%)

    Lama Terdiagnosis HIV< 5 tahun> 5 tahun

    7 (35%)13 (65%)*

    7 (50%)7 (50%)

    Lama Terapi ART< 5 tahun> 5 tahun

    16 (80%)*4 (20%)

    10 (71.4%)*4 (28.6%)

    Regimen ARTAZT+3TC+NVPAZT+3TC+EFV3TC+NVP+d4T

    10 (50%)*6 (30%)4 (20%)

    10 (71,4%)*2 (14.3%)2 (14.3%)

    Lama Terapi Metadon< 2 tahun> 2 tahun

    1(5%)19 (95%)*

    2 (14.3%)12 (85.7%)*

    Dosis Metadon30-7071-110111-150151-190191-230> 230

    4 (20%)2 (10%)4 (20%)2 (10%)6 (30%)*2 (10%)

    5 (35.7%)*2 (14.3%)4 (28,6%)

    0 (0%)2 (14.3%)1 (7,1%)

    Status Ko-infeksiPernah/sedang ko-Infeksi TBKo-infeksi hepatitis sajaKo-infeksi TB+hepatitis

    Status Pengobatan Ko-infeksi:Pengobatan Hepatitis

    Sedang mendapat pengobatanSelesai Pengobatan

    Pengobatan TB (N=15)Sedang berobat OATSudah selesai OAT

    15 (75%)5 (25%)3 (6%)

    0 (0%)0 (0%)

    6 (40%)9 (60%)

  • 490

    HASIL PENELITIAN

    CDK-230/ vol. 42 no. 7, th. 2015

    dengan studi ini yang mendapatkan bahwa kebanyakan kadar CD4 di grup 1 lebih rendah daripada kadar CD4 di grup 2.

    Kepatuhan ODHA Penasun pada ART dan Terapi MetadonProgram terapi rumatan metadon adalah program mengurangi dampak buruk NAPZA yang berupa kesakitan, kematian, dan penyakit infeksi.31,32 Diharapkan, terapi metadon yang berjalan baik bersamaan dengan obat ART dapat meningkatkan kepatuhan ART pada ODHA penasun.15 Namun, terapi metadon bersama ART memerlukan pemantauan gejala withdrawal metadon (hidung berair, banyak berkeringat, lakrimasi, dan insomnia) dan penyesuaian dosis metadon.12,32,33 Pada 45 pasien terapi rumatan metadon dan terapi ART (kombinasi nevirapin dan duviral), sekitar 31% memerlukan peningkatan dosis metadon karena timbulnya efek withdrawal.12 Efek withdrawal ini juga ditemukan pada ODHA yang mendapat terapi efavirenz.34 Studi Clarke31 melibatkan 11 pasien yang dinyatakan stabil menggunakan terapi rumatan metadon, kemudian mendapat terapi ART (efavirenz-based); didapatkan bahwa 9 dari 11 pasien mengeluhkan gejala withdrawal metadon pada hari ke-8 sampai 10 sejak dimulainya terapi ART tersebut, sehingga perlu peningkatan dosis metadon, rata-rata sebesar 22% dosis rumatan sebelumnya. Hal ini mungkin karena efavirenz dapat menurunkan konsentrasi metadon rata-rata dalam darah (AUC) sampai 60% setelah dosis pertama ART.31 Obat ART yang diminum bersama metadon dapat mengalami interaksi dan menurunkan konsentrasi metadon rata-rata dalam darah.32

    Saat ini, regimen pengobatan ART yang dianjurkan WHO adalah kombinasi 3 obat ART.33 Kombinasi obat ART lini pertama yang umum digunakan di Indonesia adalah

    orang tua atau mertua. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa 78,6% responden menggunakan biaya sendiri untuk terapi ART dan metadonnya, sebanyak 50% responden telah menderita infeksi HIV/AIDS selama < 5 tahun dan 71,4% telah menjalani terapi ART selama < 5 tahun. Sebanyak 71,4% respon-den mengkonsumsi regimen ART+3TC+NVP, 14,3% mengkonsumsi 3TC+NVP+d4T, 14,3% mengkonsumsi AZT+3TC+EFV. Sebanyak 85,7% responden menjalani terapi metadon > 2 tahun dan hampir sebagian besar (35,7%) responden mengkonsumsi metadon dengan dosis 30-70 mg. Seluruh responden di grup ini merokok, 8 responden (57,1%) mengkonsumsi rokok bersama-sama dengan > 2 NAPZA lainnya. Benzodiazepin diguna kan oleh 8 (57,1%) dari 14 responden. Titer CD4 terbanyak (42,9%) pada 351-500 sel/mm3 (tabel 1).

    Kepatuhan ODHA Penasun pada ART dan Karakteristik ODHA PenasunHambatan kepatuhan pada ART dapat berasal dari karakteristik pasien (pendidikan rendah, usia muda), kondisi lingkungan (akses ke sarana kesehatan kurang, asuransi kesehatan tidak ada, status ekonomi rendah, dukungan keluarga rendah, adanya stigma), dan dari segi pengobatan (interaksi atau efek samping obat, polifarmasi, frekuensi minum obat, banyaknya pil yang harus diminum), serta komorbiditas seperti konsumsi NAPZA, dan ko-infeksi. Pada penelitian ini, angka kepatuhan ART optimal ( 95%) dicapai oleh 95%95%4 macam (rokok + >3 NAPZA lain)

    10 (50%)*8 (40%)2 (10%)

    6 (42,9%)*5 (35,7%)3 (21,4%)

    Penyalahgunaan BenzodiazepinYaTidak

    Penyalahgunaan AlkoholYaTidak

    15 (75%)*5 (25%)

    3 (15%)17 (85%)

    8 (57,1%)*6 (42,9%)

    4 (28,6%)9 (71,4%)

    *Jumlah paling banyak

    Keterangan: AZT = Zidovudin; 3TC = Lamivudin; NVP = Nevirapin; EFV = Efavirenz; d4T = Stavudin.

  • 491

    HASIL PENELITIAN

    CDK-230/ vol. 42 no. 7, th. 2015

    kombinasi zidovudin (AZT)/lamivudin (3TC) dengan nevirapin (NVP).18,33 Pada penelitian ini, regimen nevirapine-based digunakan oleh 71,4% responden. Sebagian besar responden telah menjalani terapi metadon > 2 tahun: 95% responden pada grup 1 dan 85,7% responden pada grup 2. Di grup 1, 50% responden dosis metadonnya lebih dari 150 mg, bahkan 30% dengan dosis 191-230 mg. Sebaliknya pada grup 2, sebanyak 78,6% responden menjalani terapi metadon dengan dosis < 150 mg, 35,7% dengan dosis 30-70 mg. Perbedaan antara kedua grup ini mungkin karena pengaruh ko-infeksi Tb; pada grup 1, 9 responden tersebut pernah/sedang menjalani pengobatan TB. Rifampisin, salah satu obat lini pertama TB, dapat menurunkan konsentrasi dan efek metadon secara signifi kan, sehingga di-perlukan peningkatan dosis metadon untuk mencegah efek withdrawal.34

    Kepatuhan ODHA Penasun pada ART dan Ko-infeksi TBInfeksi TB adalah infeksi oportunistik yang paling sering ditemui pada ODHA dan merupakan penyebab kematian 20% ODHA.35 Ko-infeksi TB akan mempercepat perjalanan penyakit HIV menuju AIDS.16 Di Indonesia, dilaporkan bahwa 56% ODHA mengalami ko-infeksi TB.15 Rendahnya imunitas tubuh ODHA menyebabkan risiko aktivasi kuman TB laten pada ODHA 30 kali lipat dibandingkan pada bukan ODHA; dan risiko sakit TB pada ODHA 21-34 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bukan ODHA.35,36 Selain itu, rokok juga turut berperan menyebabkan sekitar 20% kasus TB di dunia.36 Merokok meningkatkan risiko pneumonia bakterial sebanyak 2-5 kali lipat.34 Seluruh responden adalah perokok. Kenyataan ini makin meningkatkan risiko ODHA terko-infeksi TB. Hasil penelitian me-nunjukkan sebanyak 15 (44,1%) responden pernah/sedang ko-infeksi TB; 6 responden sedang mengkonsumsi OAT, dan 9 responden lainnya sudah selesai mengkonsumsi OAT.

    Adanya interaksi atau efek samping obat ART dengan terapi rumatan metadon atau dengan obat TB sering menyebabkan kejadian putus obat ART. Kejadian interaksi atau efek samping akan menyebabkan pasien atau bahkan dokternya mengurangi dosis atau menghentikan pengobatan ART.15 Pada studi ini, dari 9 orang responden sudah selesai berobat OAT, 6 orang (66,7%)

    mencapai tingkat kepatuhan ART optimal (tabel 3).

    Pemberian ART dan OAT berisiko terjadinya beberapa efek toksisitas yang serupa. Studi di Asia mendapatkan bahwa konsumsi OAT pada ODHA yang mendapat ART menyebabkan hepatotoksisitas stadium 1 atau 2 pada 34 (31,4%) pasien; jumlah pasien dengan hepatotoksisitas derajat 3 atau 4 lebih banyak pada yang mendapat terapi nevirapin dibandingkan dengan yang mendapat evafirenz.37 Rifampisin menginduksi enzim sitokrom CYP3A4 yang dapat mengakselerasi metabolisme obat protease inhibitor (PI) dan non-nukleosida penghambat enzim reverse transcriptase (nevirapin dan efavirenz, ter-utama nevirapin). Kadar obat ART dalam darah turun, sehingga dosisnya mungkin perlu ditingkatkan. Selain itu, ODHA dalam pengobatan TB harus mengkonsumsi kombinasi 3 atau 4 OAT sekaligus kombinasi dengan obat HAART setiap hari. Polifarmasi ini meningkatkan risiko pasien mengalami efek samping obat, reaksi interaksi obat, yang pada akhirnya mengurangi kepatuhan berobat pasien.

    Kepatuhan ODHA Penasun pada ART dan Ko-infeksi HepatitisHepatitis virus adalah penyakit infeksi virus endemik di Indonesia. Pengguna napza suntik berisiko tinggi terkena infeksi virus HIV dan hepatitis bersamaan.16 Diperkira-kan 5-20% ODHA di dunia terinfeksi virus hepatitis B kronik, 5-15% ODHA terinfeksi virus hepatitis C kronik.34 ODHA dengan ko-infeksi hepatitis mengalami kerusakan hati yang lebih progresif dibandingkan dengan bukan ODHA.11,16 Keadaan ini menambah masalah kesehatan. Hepatitis C merupakan faktor risiko independen hepatotoksisitas derajat 1-4.37 Pada studi ini, didapatkan 5 (25%) responden menderita ko-infeksi hepatitis, dan 3 (5%) responden menderita ko-infeksi TB-hepatitis. Semua responden dengan ko-infeksi hepatitis tidak men dapat pengobatan hepatitis. Dari kelompok responden yang menderita hepatitis saja, 2 dari 5 orang (40%) mencapai tingkat kepatuhan ART optimal (tabel 3).

    ODHA penasun tetap berobat ART sampai meninggal, jadi tetap dapat dinilai kepatuhan ART-nya.

    Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, penelitian ini adalah penelitian potong lintang (cross-sectional), sehingga kurang memberi gambaran interaksi obat (ART, metadon, OAT). Untuk itu, perlu dilakukan studi lebih lanjut dengan jumlah sampel lebih besar. Kedua, data didapatkan dari laporan lisan/tertulis responden; data koinfeksi hepatitis didapatkan dari anamnesis langsung pada responden saat penelitian berlangsung: Apakah Anda saat ini didiagnosis menderita hepatitis?, Jika ya, apakah didiagnosis hepatitis virus, dan tipe apa?, Apakah Anda mendapat pengobatan untuk hepatitis tersebut? Ketiga, pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan serologis baik untuk hepatitis B maupun hepatitis C. Interaksi obat dan gangguan fungsi organ tubuh karena koinfeksi pada ODHA penasun di Indonesia perlu diteliti lebih lanjut secara longitudinal dengan jumlah responden lebih besar dan data laboratorium lebih lengkap.

    SIMPULANPenelitian ini menunjukkan kurang dari 50% ODHA penasun dengan kepatuhan ART optimal (kepatuhan 95%). Tingkat kepatuhan ART pada kelompok responden dengan ko-infeksi (45%) lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat kepatuhan ART pada kelompok responden tanpa ko-infeksi (42,9%). Akan tetapi, apabila ditelaah lebih lanjut, kepatuhan ART optimal pada responden yang belum menyelesaikan terapi TB hanya 16,7% (1 dari 6 responden), jauh lebih rendah dari grup tanpa ko-infeksi (6 dari 14 responden = 42,9%). Sementara itu, kelompok responden yang telah menyelesaikan terapi TB (6 dari 9 responden = 66,7%), lebih tinggi daripada kelompok responden tanpa ko-infeksi (6 dari 14 responden = 42,9%). Secara farmakologis, hal ini dapat disebabkan oleh interaksi obat OAT dan ART. Kepatuhan ART optimal dicapai oleh 40% responden yang dinyatakan menderita hepatitis virus.

    Interaksi terapi metadon, ART, dan terapi ko-infeksi menambah kompleksitas kepatuhan ART pada ODHA penasun. Interaksi obat ini perlu diteliti lebih dalam dan menyeluruh karena banyak faktor yang berpengaruh seperti dosis dan regimen ART, dosis metadon, adanya infeksi lain atau kondisi fi sik lain responden.

  • 492

    HASIL PENELITIAN

    CDK-230/ vol. 42 no. 7, th. 2015

    DAFTAR PUSTAKA

    1. UNAIDS. Global Reports. UNAIDS report on the Global AIDS epidemics 2013.

    2. 10 Facts on HIV/AIDS [Internet]. 2014. Available from: http://www.who.int/features/factfi les/hiv/en/.

    3. AIDS info online database [Internet]. 2013. Available from: http://www.aidsinfoonline.org/devinfo/libraries/aspx/dataview.aspx.

    4. Bangsberg DR. Less than 95% adherence to nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor-based HIV therapy and virologic outcomes. Ann Intern Med. 2007; 146(8): 564-73.

    5. Paterson DL, Swindells S, Mohr J, Brester M, Vergis EN, Squier C, et al. Adherence to protease inhibitor therapy and outcomes in patients with HIV infection. Ann Intern Med. 2000; 133:

    21-30.

    6. Desclaux A, Ciss M, Taverne B, Sow PS, Egrot M, Faye MA, et al. Access to antiretroviral drugs and AIDS management in Senegal. AIDS. 2003; 17(3): 95-101.

    7. Cohen M, Chen YQ, McCauley M, Gamble T, Hosseinipour MC, Kumarasamy N, et al. Prevention of HIV-1 infection with early antiretroviral therapy. N Engl J Med. 2011; 365: 493-505.

    8. Zuurmond M. Adherence to ART challenges and successes. JIAS. 2008; 2: 22-8.

    9. Clarke SM, Mulcahy FM, Tjia J, Reynolds HE, Gibbons SE, Barry MG, et al. Pharmacokinetic interactions of nevirapine and methadone and guidelines for use of nevirapine to treat injection

    drug users. Clin Infect Dis. 2001; 33(9):1595-7.

    10. Gaur AH, Belzer M, Britto P, Garvie PA, Hu C, Graham B, et al. Directly observed therapy (DOT) for nonadherence HIV-infected youth: Lessons learned, challenges ahead. AIDS Res Hum

    Retroviruses 2010; 26(9): 947-53.

    11. Garfein RS, Vlahov D, Galai N, Doherty MC, Nelson, KE. Viral infections in short-term injection drug users: The prevalence of the hepatitis C, hepatitis B, human immunodefi ciency, and

    human T-lymphotropic viruses. Am J Public Health 1996; 86(5): 655-61.

    12. Staszewski S, Haberl A, Gute P, Nisius G, Miller V, Carlebach A. Nevirapine/didanosine/lamivudine once daily in HIV-1 infected intravenous drug users. Antiviral Ther. 1998; 3(4): 55-6.

    13. Erah PO, Arute JE. Adherence of HIV/AIDS patients to antiretroviral therapy in a tertiary health facility in Benin City. African J Pharmacy and Pharmacology 2008: 2(7): 145-52

    14. Eyster ME, Fried MW, Di Bisceglie AM. Increasing hepatitis C virus RNA levels in hemophiliacs: Relationship to human immunodefi ciency virus infection and liver disease. Multicenter

    Hemophilia Cohort Study. Blood 1994; 84(4): 1020-3.

    15. Djauzi S, Djoerban Z. Penatalaksanaan infeksi HIV di pelayanan kesehatan dasar. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.

    16. Altice FL, Kamarulzaman A, Sariano VV, Schechter M, Fredland GH. Treatment of medical, psychiatric, and substance-use comorbidities in people infected with HIV who use drugs. The

    Lancet 2010; 376: 367-87.

    17. Conte D, Fraquella M, Prati D, Colucci A, Minola E. Prevalence and clinical course of chronic hepatitis C virus (HCV) infection and rate of HCV vertical transmission in a cohort of pregnant

    women. Hepatology 2000; 31(3): 751-5.

    18. Komisi Penanggulangan AIDS. Strategi dan rencana aksi nasional penanggulangan HIV dan AIDS 2010-2014. [Interner]. Available from: www.aidsindonesia.or.id/repo/ES-SRAN20102014.pdf

    19. Lawrinson P, Ali R, Chiamwongpaet S, Dvoryak S, Habrat B, Jie S, et al. Key fi ndings from the WHO collaborative study on substitution therapy for opioid dependence and HIV/AIDS.

    Addiction 2008; 103(9): 1484-92.

    20. Estabenez-Munoz M, Soto-Abanades CI, Rios-Blanco JJ, Ambas JR. Updating our understanding of pulmonary disease associated with HIV infection. Arc Bronconeumol. 2012: 48(4): 126-32.

    21. Widjaja FF, Puspita CG, Daud F, Yudhistrie I, Tiara MR, Suwita CS, et al. Highly active antiretroviral therapy adherence. Its determinants in selected regions in Indonesia. AMJ Indones. 2011; 20: 50-5.

    22. Khalsa JH, Elkashef A. Drug Interactions between antiretroviral medications and medications used in the treatment of drug addiction: Research needs. Am J Addict. 2010; 19(1): 96-100.

    23. Reisner SL, Mimiaga MJ, Skeer M, Perkovich B, Johnson CV, Safren SA. A review of HIV antiretroviral adherence and intervention studies among HIV-infected youth. Top HIV Med. 2009; 17(1):14-25.

    24. Knobel H, Carmona A, Lopez JL, Gimeno JL, Sabalis P, Gonzalez A, et al. Adherence to very active antiretroviral treatment: Impact of Individualized assessment. Enferm Infec Microbiol Clin.

    1999; 17(2): 78-81.

    25. Surilena. Efek terapi pendekatan perilaku emosi rasional pada kepatuhan pengobatan antiretroviral perempuan yang terinfeksi HIV/AIDS. Disertasi. 2012.

    26. Du Plessis N, Loebenberg L, Kriel M, von Groote-Bidlingmaier F, Ribechini E, Loxton AG, et al. Increased frequency of myeloid-derived suppressor cells during active tuberculosis and after

    recent mycobacterium tuberculosis infection suppresses T-cell function. Am J Respir Crit Care Med. 2013; 188(6): 724-32.

    27. Day CL, Abrahams DA, Lerumo L, Janse van Rensburg E, Stone L, Orie T, et al. Functional capacity of Mycobacterium tuberculosis-specifi c T cell responses in humans is associated with

    mycobacterial load. J Immunol. 2011; 187(5): 2222-32.

    28. Geldmacher C, Schuetz A, Ngwenyama N, Casazza JP, Sanga E, Saathoff E, et al. Early depletion of Mycobacterium tuberculosis specifi c T helper 1 cell responses after HIV-1 infection. J

    Infect Dis 2008; 198: 1590-8.

    29. Matthews K, Ntsekhe M, Syed F, Scriba T, Russell J, Tibazarwa K, et al. HIV-1 infection alters CD4+ memory T-cell phenotype at the site of disease in extrapulmonary tuberculosis. Eur J

    Immunol. 2012; 42: 147-57.

    30. Wilkinson KA, Seldon R, Meintjes G, Rangaka MX, Hanekom WA, Maartens G, et al. Dissection of regenerating T-cell responses against tuberculosis in HIV-infected adults sensitized

    by Mycobacterium tuberculosis. Am J Respir Crit Care Med. 2009; 180: 674-83.

    31. Clarke SM, Mulcahy FM, Tija J, Reynolds HE, Gibbons SE, Barry MG, et al. The pharmacokinetics of methadone in HIV-positive patients receiving the non-nucleoside reverse transcriptase

    inhibitor efavirenz. Br J Clin Pharmacol. 2001; 51(3): 213-7.

    32. Pinzani V, Faucherre V, Peyiere H, Blayac JP. Methadone withdrawal symptoms with nevirapine and efavirenz. Ann Pharmacother. 2000; 34(3): 405-7.

    33. WHO: Consolidated guidelines on the use of antiretroviral drugs for treating and preventing HIV infection. Recommendations for a public health approach [Internet]. 2013. Available from:

    http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/85321/1/9789241505727 _eng.pdf

    34. WHO: Consolidated guidelines on HIV prevention, diagnosis, treatment and care for key populations [Internet]. 2014. Available from: http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/128048/1/

    9789241507431_eng.pdf?ua=1&ua=1

    35. WHO: Tuberculosis [Internet]. 2014. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/

    36. Benito N, Moreno A, Miro JM, Torres A. Review: Pulmonary infections in HIV-infected patients: An update in the 21st century. Eur Respir J. 2012; 39: 730-45.

    37. Mankhatitham W, Lueangniyomkul A, Manosuthi W. Hepatotoxicity in patients co-infected with tuberculosis and HIV-1 while receiving non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor-

    based antiretroviral therapy and rifampicin-containing anti-tuberculosis regimen. Southeast Asian J Trop Med Public Health 2011: 42(3): 651-8.