jppi_volume_17_nomor_4_2011.doc

download jppi_volume_17_nomor_4_2011.doc

If you can't read please download the document

Transcript of jppi_volume_17_nomor_4_2011.doc

Potensi Produksi Ikan dan Status.. Malahayu, Kabupaten Brebes Jawa Tengah (Warsa A. et al.)POTENSI PRODUKSI IKAN DAN STATUS PERIKANAN DI WADUK MALAHAYU, KABUPATEN BREBES JAWA TENGAHAndri Warsa dan Kunto PurnomoPeneliti pada Balai Riset Pemulihan Sumberdaya Ikan-Jatiluhur Teregistrasi I tanggal: 2 Maret 2011; Diterima setelah perbaikan tanggal: 12 Juli 2011;Disetujui terbit tanggal: 5 September 2011ABSTRAKWaduk Malahayu di Kabupaten Brebes - Jawa Tengah dengan luas 620 ha mempunyai fungsi utama sebagai penyedia air baku untuk kebutuhan air minum dan irigasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga potensi produksi ikan dan status perikanan di Waduk Malahayu. Penelitian dilakukan pada bulan Mei, Juli, Agustus, dan Oktober 2010 dengan metode survei berstrata. Potensi produksi ikan dihitung berdasarkan produktivitas primer fitoplankton dan survey sumberdaya ikan dilakukan dengan pemasangan jaring insang percobaan serta pengumpulan data hasil tangkapan nelayan oleh enumerator. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis ikan yang tertangkap di Waduk Malahayu adalah ikan mujair (Oreochromis mossambicus), beunteur (Puntius binotatus), sili (Macrognathus aculeatus), nila (Oreochromis niloticus), gabus (Channa striata), dan sepat (Trichogaster pectoralis). Rata rata nilai produktivitas primer kotor Waduk Malahayu adalah 3,3 mgC/m3/jam dengan rata rata potensi produksi ikan sebesar 1.337 kg/ha/tahun atau 828 ton/tahun. Jumlah nelayan yang beroperasi di Waduk Malahayu setiap hari berkisar 27 70 orang dengan tangkapan per satuan usaha adalah 5,8 kg/orang/ hari dengan rata rata produksi mencapai 157,3 ton/tahun sehingga tingkat pemanfaatan sumberdaya ikannya sekitar 40 % dari total potensi produksi ikan.KATA KUNCI :ABSTRACT: produktivitas primer, potensi produksi, ikan, perikanan, Waduk MalahayuEstimation of the fish potential yield and state of fisheries of Malahayu Reservoir, Brebes Regency, Central Java Province by Andri Warsa and Kunto PurnomoMalahayu Reservoir in Brebes Regency, Central Java, a total water surface area of 620 ha has main function as source of drinking water and irrigation. The aim of this study was to estimate the fish potential yield and state of fisheries of the reservoir. The study was conducted in May, July, August, and October 2010 using stratified survey method. Fish potential yield was estimated based on phytoplankton primary productivity and survey of fisheries resources was conducted using experimental gillnets and fish catch data collected by enumerator. The result showed that fish species caught were mozambique tilapia (Oreochromis mossambicus), spotted barb (Puntius binotatus), lesser spiny eel (Macrognathus aculeatus), nile tilapia (Oreochromis niloticus), striped snakehead (Channa striata) and snakeskin gourame (Trichogaster pectoralis). Average of gross primary productivity of the reservoir was 3.3 mg C/ m3/hour with an average fish potential yield was 1,337 kg/ ha/ year or 828 tons/year. An average of fishermen operated were between 27-70 people per day with an average catch per unit of effort was 5.8 kg/person/day and fish production reached 157.3 tons/year, so that fish resources exploitation was about 40 % of the total fish potential yield.KEYWORDS:primary productivity, fish potential yield, fish, fisheries, Malahayu ReservoirPENDAHULUAN Jones & Hoyer, (1982) menghubungkan antara biomassa jenis jenis ikan untuk keperluanEstimasi potensi produksi ikan sangat pentingpemancingan (sport fish) dengan konsentrasi klorofil-untuk pengelolaan sumberdaya ikan di suatu badana di waduk dan danau di Amerika Serikat. Liang et al. air agar tetap lestari (Anonim, 1999; Bramick, 2002).(1981) dalam MRAG (1995) melakukan pendugaaan Banyak rumus sederhana yang telah digunakan untukpotensi produksi ikan bersih (dikurangi dengan berat menduga potensi produksi ikan di waduk dan danaujuvenil ikan yang ditebar) dengan produktivitas primer (Ryder, 1965; Moreau & de Silva, 1991). Dasar teorikotor di danau dan kolam di Cina.dari beberapa model pendugaan potensi produksi ikantersebut didasarkan atas produktivitas primer suatuWaduk Malahayu yang terletak di Kabupaten badan air (Oglesby, 1977). Produktivitas primer kotor Brebes, Propinsi Jawa Tengah dibangun pada tahun telah digunakan untuk menduga potensi tangkapan 1930 dengan luas 620 ha. Fungsi utama waduk ini ikan pada beberapa danau di Afrika (Melack, 1976). sebagai penyedia air baku untuk kebutuhan air minum ___________________Korespondensi penulis:229Jl. Cilalawi Tromol Pos No. 1 Jatiluhur, Purwakarta-Jawa Barat 41152 Tlp. 0264-208768J. Lit. Perikan. Ind. Vol.17 No. 4 Desember 2011 : 229-237dan irigasi. Selain fungsi tersebut, waduk ini juga digunakan untuk pariwisata, transportasi dan perikanan tangkap sebagai sumber mata pencaharian masyarakat sekitar. Waduk Malahayu merupakan badan air yang subur atau eutrofik dengan kelimpahan fitoplankton berkisar 1.006 9.772 sel/l di mana genera Pediastrum dari kelas Chlorophyceae mempunyai kelimpahan tertinggi (Sugianti & Purnomo, 2009). Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga potensi produksi ikan dan mendeskripsikan status perikanan di Waduk Malahayu Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.BAHAN DAN METODEeufotikPenelitian dilakukan di Waduk Malahayu Kabupaten Brebes, Jawa Tengah (Gambar 1) pada bulan Mei, Juli, Agustus, dan Oktober 2010 dengan metode survey berstrata (Johnson & Nielson, 1985). Pengukuran produktivitas primer dilakukan pada dua lokasi yaitu daerah Dam dan Karacak dengan menggunakan metode oksigen (Botol gelap terang). Contoh air diambil pada kedalaman 0,5m, 2m dan 4m dengan menggunakan Kemmerer Water Sampler bervolume 5 L. Contoh air yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam botol gelap - terang dan diinkubasi selama 4 jam sesuai dengan kedalaman pengambilan contoh air atau zona eufotik yang diukur berdasarkan nilai kecerahan badan air tersebut. Nilai parameter kecerahan diukur secara in situ dengan menggunakan sechi disk. Kedalaman eufotik (Z) dihitung dengan persamaan Viner (1984) dalam An & Jones, (2000) dengan rumus: Perhitungan produktivitas primer fitoplankton berdasarkan botol gelap terang menggunakan rumus Wetzel & Likens, (2000), sebagai berikut:PQ = (BT t BG) x 0,375x1000 keterangan:GPP= produktivitas primer kotor (mg C/m3/Jam)BT= konsentrasi oksigen terlarut dalam botol terang (mg/L)BG= konsentrasi oksigen terlarut dalam botol gelap (mg/L)t= lamanya waktu inkubasi (jam)0,37= faktor konversi dari oksigen terlarut 5 ke karbonPQ= rasio antara oksigen yang dihasilkan terhadap karbon yang digunakan (photosynthetic quotient=1,2)Pendugaan potensi produksi ikan menggunakan rumus (Alamazan & Boyd dalam Boyd, 1990) sebagai berikut:Y = 166,64 + 354,6Xp 18,06 Xp2keterangan:Y= Potensi produksi ikan (kg/ha/tahun)Xp= Produktivitas primer kotor (gC/m2/hari)Z eufotik = 2,3 x Kecerahan (m)CawiriDesaMalahayuDAMPenanggapanKaracakStasiun penelitianGambar 1. Figure 1. Peta Waduk Malahayu dan stasiun penelitian Map of Malahayu Reservoir and research station230Potensi Produksi Ikan dan Status.. Malahayu, Kabupaten Brebes Jawa Tengah (Warsa A. et al.)Produksi ikan hasil tangkapan nelayan dihitung berdasarkan data hasil pencatatan oleh empat orang enumerator selama 10 bulan yang berlangsung dari bulan Januari sampai Oktober 2010. Pencatatan hasil tangkapan dilakukan setiap hari di empat lokasi pendaratan ikan yaitu Desa Karacak, Pananggapan, Cawiri, dan Malahayu/daerah Dermaga (Gambar 1).Percobaan penangkapan dilakukan dengan memasang jaring insang percobaan ukuran mata jaring 1; 1,25; 1,5; 1,75; 2; 2,25; 2,5; 2,75; dan 3 inci. Ikan yang diperoleh diukur panjangnya dengan menggunakan papan ukur ketelitian 0,1 cm dan ditimbang beratnya dengan menggunakan timbangan ketelitian 0,1 g. Ikan contoh yang diperoleh diawetkan dengan formalin 10% dan diidentifikasi berdasarkan Kottelat et al. (1993) dan Robert, (1986) di Laboratorium Balai Riset Pemulihan Sumberdaya Ikan, Jatiluhur serta dicocokan dengan data dari Fishbase. Nilai relatif penting jenis ikan yang tertangkap dihitung berdasarkan bobot total, jumlah total dan frekuensi tertangkapnya untuk setiap jenis ikan dengan persamaan Kolding dalam De Silva, (2001):% IRI = 100* [(%Wi + % Ni)%Fi]/[ ((%Wi + %Ni)% Fi)]keterangan:IRI = indeks relatif pentingWi = persentase berat dari spesies ke i dalam total tangkapanNi = persentase jumlah dari spesies ke i dalam total tangkapanFi= frekwensi keberadaan spesies ke i dalam total tangkapanUntuk mengetahui tekanan pada suatu komunitas ikan yang diakibatkan oleh introduksi suatu jenis ikan dilakukan dengan menggunakan kurva perbandingan kelimpahan dan biomassa ikan (The Abundance/ Biomass Comparison Curve, ABC Curve) (Rocha & Freire, 2009). Kurva ABC dihitung berdasarkan Warwick, (1986) dan nilai W dihitung dengan persamaan Clarke (1990): keterangan:Bi = biomassa species ke i (%) Ai = kelimpahan species ke i (%) S = jumlah speciesHASIL DAN PEMBAHASANInformasi tentang keberadaan fitoplankton akan memberikan kontribusi penting yang mengindikasikan biomassa energi yang tersedia untuk semua sumberdaya hidup lainnya pada badan air tersebut. Hal ini karena fitoplankton merupakan dasar dari suatu rantai makanan dan sumber makanan primer di suatu sistem akuatik. Kajian potensi produksi ikan merupakan konsep dasar dalam mendiskripsikan sumberdaya ikan yang akan diekploitasi (Rahardjo et al. 2007). Hasil penelitian yang dilakukan di sembilan waduk yang tersebar di Jawa Barat dan Jawa Tengah pada tahun 2003 memperlihatkan bahwa potensi produksi di badan air tersebut berkisar antara 1.617 - 1.903 kg/ha/tahun dengan tingkat pemanfaatan sekitar 38 53% (Kartamihardja et al. 2003). Welcomme, (2001) menyatakan bahwa umumnya potensi produksi ikan di perairan waduk adalah 573,1 kg/ha/tahun.Nilai kecerahan di Waduk Malahayu berkisar 1,5 1,8 m dengan kedalaman eufotik berkisar 3,5 4,2 m. Berdasarkan kedalaman eufotiknya maka pemasangan botol gelap terang dilakukan pada kedalaman 0,5; 2,0 dan 4,0 m. Nilai produktivitas primer kotor dan rata rata potensi produksi ikan di Waduk Malahayu disajikan pada Tabel 1. Rata rata potensi produksi ikan Waduk Malahayu adalah 1.337 kg/ha/tahun atau 828 ton/tahun. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan potensi produksi ikan di Danau Limboto yang berkisar 210,5 589,7 kg/ha/ tahun (Warsa et al. 2009) dan di Waduk Darma, Jawa Barat yang berkisar 67,6 124,1 kg/ha/bulan atau 811,2 1489,2 kg/ha/tahun (Tjahjo, 2004), namun lebih rendah jika dibandingkan dengan yang dikemukakan Kartamihardja et al. (2003). Hal ini disebabkan di Danau Limboto memiliki kecerahan yang lebih rendah yaitu 10 90 cm (Krismono et al. 2009) jika dibandingkan dengan Waduk Malahayu yaitu 29 160 cm (Purnomo, 2010). Potensi produksi tangkapan ikan pada suatu badan air dipengaruhi oleh produktivitas primer sedangkan produktivitas primer sendiri dipengaruhi oleh intensitas cahaya (Karlsson et al. 2009).231J. Lit. Perikan. Ind. Vol.17 No. 4 Desember 2011 : 229-237Tabel 1. Table 1. Rata rata produktivitas primer dan potensi produksi ikan di Waduk Malahayu Average of primary productivity and fish potensial yield at Malahayu ReservoirKedalaman (m) Depth (m)0 2 4 Produktivitas primer (mgC/m3/jam)Primary productivity (mgC/m3/hour)4,2 3,3 2,4 Produktivitasprimer (gC/m2/hari)Primary productivity (gC/m2/day)4,2 6,6 4,8 Potensi produksi ikan (kg/ha/tahun)Fish potensial yield (kg/ha/year) 1337,4 1720,3 1452,6Jenis ikan yang tertangkap di Waduk Malahayu selama penelitian dengan menggunakan jaring insang percobaan adalah ikan nila (Oreochromis niloticus), mujair (Oreochromis mossambicus), beunteur (Puntius binotatus), sili (Macrognathus aculeatus), gabus (Channa striata) dan sepat (Trichogaster pectoralis). Ikan nila, mujair, dan sepat memanfaatkan fioplankton sebagai makanan alaminya (Purnomo, 2010). Jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan lebih banyak jika dibandingkan dengan hasil tangkapan jaring insang percobaan. Jenis ikan yang umumnya tertangkap oleh nelayan antara lain nila, beunteur, gabus, keting (Mystus nigriceps), paray (Stigmatogobius sp), mas (Cyprinus carpio) dan udang (Caridina sp). Hal ini disebabkan nelayan menggunakan berbagai macam alat tangkap yaitu jaring insang, pancing (hook), jala (cash net), bubu (trap) dan tangkul (lift net). Perbedaan alat tangkap yang digunakan akan menyebabkan perbedaan jenis dan jumlah ikan yang tertangkap (Andersson et al. 2007; Medeiros et al. 2010).Ikan yang tertangkap dengan biomassa tertinggi adalah ikan nila (44%) dan mujair (38%) (Gambar 2). Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian Purnomo, (2010) dimana ikan nila merupakan jenis ikan yang dominan tertangkap di Waduk Malahayu. Perhitungan menggunakan indeks relatif penting juga menunjukkan hal yang sama, dimana ikan nila (50,65%) dan mujair (42,34%) adalah jenis ikan yang dominan tertangkap baik dari segi jumlah, berat total maupun frekwensi tertangkapnya (Tabel 2). Hasil penghitungan berdasarkan jumlah individu, berat total dari spesies ikan dan frekwensi tertangkapnya suatu jenis ikan menunjukkan bahwa kedua jenis ikan tersebut memiliki nilai indeks relatif penting yang lebih tinggi dibanding jenis ikan lainnya yang menggambarkan bahwa kedua jenis ikan tersebut mendominasi hasil tangkapan.Gabus Sepat Sepat 1,13% 0,28 0,10%GabusMujaer9,02% Nila43,06%39,09%Mujaer38,18%Nila 44,20%Sili 0,57% Beunteur 15,86% SiliBeunteur 0,91% 7,58%A. Jumlah individu (Number of individu)B. Berat Total (Total Weight)Gambar 2. Figure 2. Komposisi hasil tangkapan ikan di Waduk Malahayu Composition of fish catch at Malahayu Reservoir23220% kumulatif(% Cumulative)Potensi Produksi Ikan dan Status.. Malahayu, Kabupaten Brebes Jawa Tengah (Warsa A. et al.)Tabel 2. Table 2. Indeks relatif penting ikan yang tertangkap di Waduk Malahayu Important relative index of fish species caught at Malahayu ReservoirNama lokalLokal nameMujairBeunteurSiliNilaGabusSepat Nama ilmiah Scientific nameOreochromis mossambicus Puntius binotatus Macrognathus aculeatus Oreochromis niloticus Channa striata Trichogaster pectoralis Berat Jumlah weight Number(g)(individu)3633,9152721,75686,524207138858,849,61 frekuensifrequency622731 %berat% weight38,187,580,9144,209,020,10 %jumlah% number43,0615,860,5739,091,130,28 %frekuensiIRI (%)%frequencyIRI (%)28,5742,349,524,079,520,2633,3350,6514,292,654,760,03Ikan mujair merupakan jenis ikan yang mempunyai kemampuan tumbuh yang cepat, mempunyai kemampuan adaptasi terhadap kondisi lingkungan, dan merupakan jenis ikan introduksi yang dominan di beberapa badan air tawar di Australia (Canonico et al. 2005), serta yang dominan tertangkap dari perairan waduk di Sri Lanka (70%) (Pullin et al. 1997). Dominansi ini dapat terjadi karena ikan ini mempunyai karakteristik penginvasi (invander) sukses antara lain tidak bergantung pada makanan tertentu, mempunyai rentang habitat asli yang luas (Meffe et al. 1997; Helfman, 2007; Corfield et al. 2008). Ikan nila yang merupakan ikan introduksi tertangkap pada semua waktu dan lokasi penelitian. Hal ini menandakan bahwa jenis ikan ini sudah menyebar ke seluruh bagian perairan tersebut. Ikan nila juga merupakan jenis ikan introduksi dan ikan dominan tertangkap di beberapa waduk di Cote d Ivoire (26%) serta beberapa badan air di Sri Lanka dan Philipina (de Morais, 2002; Da Costa et al. 2002, Kolding & Zwiete, 2006; Wijeyanake et al. 2007; Taabu & Munyaho, 2004). Ikan ini mampu hidup pada kualitas air yang buruk, mempunyai kemampuan beradaptasi dengan pakan alami yang tersedia dan mampu tumbuh dengan cepat dan mampu bertahan pada konsentrasi oksigen rendah (Quiros & Mari, 1999; Njiru et al. 2004; Offem et al. 2007; Shipton et al. 2008). lebih besar jika dibandingkan dengan persentase jumlah dengan nilai W statistik masing masing adalah 0,03 dan 0,02. Hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis ikan introduksi tersebut dapat berkembang dengan baik (Rocha & Freire, 2009). Pada ikan sepat, sili dan beunteur terjadi hal yang sebaliknya dengan nilai W statistik masing masing adalah -0,0007; -0,02 dan -0,02. Nilai W Statistik negatif menunjukkan adanya tekanan terhadap spesies ikan asli yang ada di Waduk Malahayu oleh ikan nila dan mujair. Hal yang sama juga terjadi di Danau Victoria dimana ikan nila yang merupakan ikan introduksi menjadi ikan yang dominan tertangkap dan menekan keberadaan ikan asli danau tersebut (Njiru et al., 2005).100 90 80 70 605040Biomassa30Jumlah100Hasil analisa menggunakan kurva perbandingan biomassa dan jumlah individu menunjukkan bahwa komunitas ikan di Waduk Malahayu berada dalam tingkat sedang (moderate condition) dengan nilai W statistik (-0,011) (Gambar 3). Hal ini menandakan bahwa ikan yang terdapat di Waduk Malahayu mempunyai ukuran yang kecil namun dengan jumlah individu yang banyak (Yemane et al. 2005). Ikan nila dan mujair mempunyai nilai persentase biomassa 1Gambar 3.Figure 3. 23456Urutanindeks relatif penting (Ranking species)Grafik perbandingan biomassa kelimpahan jenis ikanGraphic of abundance-biomass comparison of fish species2332.50JanuariFebruariMaretAprilMeiJuniJuliAgustusSeptemberOktoberJ. Lit. Perikan. Ind. Vol.17 No. 4 Desember 2011 : 229-237%15,1 1,98% ,98%13,03% 4,53%1.001.25 20,68%1.501.75 2.002.25 43,34%9,35%3.00Gambar 4.Hasil tangkapan jaring insang percobaanFigure 4.Composition of fish caught using experimental gillnetsSecara umum ikan ikan di Waduk Malahayu tertangkap pada ukuran mata jaring 1,0 - 1,75 inci (Gambar 4) dengan persentase 10 43 %. Ikan nila tertangkap pada jaring insang percobaan dengan ukuran mata jaring 1,25 3 inci, namun tangkapan tertinggi terdapat pada ukuran mata jaring 1,25 dan 1,75 inci dan mujair tertangkap pada ukuran mata jaring 1 2,25 inci (paling banyak di ukuran 1,25 inci). Hal yang sama juga diperoleh Purnomo et al. (2009) di mana ikan di Waduk Malahayu dominan tertangkap pada ukuran mata jaring 1 1,5 inchi dengan persentase 6,9 50,2% yang menandakan bahwa ikan yang ada di Waduk Malahayu banyak yang berukuran kecil. Ukuran ikan yang tertangkap pada ukuran mata jaring tertentu proposional dengan ukuran panjang maksimal ikan sehingga dapat digunakan untuk monitoring distribusi ukuran stok ikan pada suatu badan air (Millar & Holst, 1997; Porch et al. 2002; Ozekinci, 2005).Tangkapan (Kg)500 400 300 200 100 0NilaMendoUdangKetingParayGabusMasMujaerBeunteur Perikanan tangkap di Waduk Malahayu merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat setempat. Hasil tangkapan nelayan di Waduk Malahayu tertinggi terdapat pada bulan Oktober (Gambar 5), dimana tangkapan didominasi oleh ikan nila. Ikan ini merupakan jenis ikan yang dominan tertangkap pada setiap bulannya dan hasil tangkapan tertinggi terdapat di lokasi Dermaga dan Penanggapan. Jumlah nelayan yang beroperasi di Waduk Malahayu setiap hari rata rata berkisar 27 70 orang dengan tangkapan per satuan usaha adalah 5,8 kg/orang/hari dengan produksi rata rata tahun 2010 mencapai 157,3 ton/tahun. Produksi ini mengalami penurunan jika dibandingkan produksi tahun 2009 yang mencapai 318,4 ton/tahun (Purnomo et al. 2010). Hal ini karena adanya penurunan hasil tangkapan ikan nila yang merupakan jenis ikan dominan tertangkap. Penurunan ini sebagai akibat dari benih ikan nila yang ditebar pada tahun 2009 lebih sedikit yaitu 250.000 ekor dibandingkan tahun 2008 yaitu 325.000 ekor.Jika dibandingkan antara potensi produksi ikan dan produksi maka tingkat pemanfaatannya adalah 40 %. Apabila produksi lestari yang dialokasikan adalah sebesar 60% dari potensinya (Kartamihardja et al. 2008) atau sebesar 496,8 ton/tahun, maka produksi perikanan tangkap di Waduk Malahayu dapat ditingkatkan sebesar 25 % atau 125 ton. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan nelayan setempat untuk meningkatkan hasil tangkapan adalah dengan melakukan penebaran benih ikan antara lain nila, mujair dan mas. Penebaran ini telah dilakukan secara berkala oleh nelayan, dimana dana untuk pembelian benih diperoleh dari iuran nelayan (Purnomo et al. 2009). Jumlah benih yang ditebar di Waduk Malahayu antara tahun 2005, 2006, dan 2007 masing masing adalah 324.500; 263.000 dan 311.00 ekor dengan produksi ikan adalah 545; 688 dn 754 ton/ tahun (Kustanto, 2008). Penebaran atau intoduksi suatu jenis ikan merupakan cara yang paling umum digunakan untuk peningkatan produksi ikan pada perairan waduk atau danau (Moreau & De Silva, 1991). Penebaran benih ikan pada 15 Waduk di Sri Lanka dapat meningkatkan hasil tangkapan berkisar 42,8 134% dengan kepadatan benih yang ditebar berkisar 217 870 ekor/ha/tahun (Pushpalatha & Chandrasoma, 2010). CBF yang dilakukan diperairan waduk yang berukuran besar di Cina dapat menghasilkan produksi ikan sebesar 1.165.075 Mt (De Silva, 2001).Gambar 5.Figure 5. Rataan hasil tangkapan ikan (kg) di Waduk MalahayuAverage of fish catch (kg) in Malahayu Reservoir Kegiatan CBF sebenarnya telah dilaksanakan di Waduk Malahayu namun hasilnya belum optimal. Hal ini disebabkan jumlah benih yang ditebar belum maksimal sesuai dengan daya dukung perairan. Jumlah benih optimal yang dapat ditebar dalam234Potensi Produksi Ikan dan Status.. Malahayu, Kabupaten Brebes Jawa Tengah (Warsa A. et al.)kegiatan CBF untuk jenis ikan planktivora misalnya patin (Pangasianodon hypopthalmus) adalah 261.253 813.679 ekor/tahun dengan rata rata 352.412 ekor/ tahun (Purnomo et al. 2010) atau dengan kepadatan benih yang ditebar berkisar 421 1.312 ekor/ha/tahun dengan rata rata 568 ekor/ha/tahun. Jumlah benih yang ditebar akan menentukan produksi ikan pada suatu badan air (Cowan et al. 1997), semakin tinggi padat tebar maka akan semakin besar produksi ikan yang dihasilkan sehingga mendekati daya dukungnya yang ditentukan berdasarkan produktivitas primer (Quiros, 1999).KESIMPULANJenis ikan yang dominan tertangkap di Waduk Malahayu selama penelitian adalah ikan mujair (Oreochromis mossambicus) dan nila (Oreochromis niloticus). Potensi produksi ikan diduga sebesar 1.337 kg/ha/tahun atau 828 ton/tahun dengan tingkat pemanfaatannya sebesar 40 % dan produksi ikan dapat ditingkatkan sebesar 125 ton (25%) melalui penebaran (perikanan berbasis budidaya) dengan jumlah benih yang ditebar berkisar adalah 261.253 813.679 ekor/tahun dengan rata rata 352.412 ekor/ tahun.DAFTAR PUSTAKAAndersson, M. H., M, Gullstrom., M. E Asplund, & M. C. Ohman. 2007. Importance of using multiple sampling methodologies for estimating of fish community composition in offshore wind power construction areas of the Baltic Sea. Ambio 36 (8). 634 636.Anonim. 1999. Estimation of fish biomass in Laguna de Bay based on primary productivity. National Statistical Coordination Board. Philipinas. 42 pp.An, K.G & J.R. Jones. 2000. Factors regulating bluegreen dominance in a reservoir directly influenced by the Asian monsoon. Hydrobiologia 432: 3748.Boyd, C.E. 1990. Water quality in ponds for aquaculture. Birmingham Publishing Co. Birmingham, Alabama. 482 pp.Bramick. U. 2002. Estimation of the fish yield potential of lake in north-east Germany. Edited by Cowx I.G. Management and Ecology of lake and reservoir fisheries. Blackwell Science. Iowa. 26 33.Canonico, G.C., A. Arthington., J.K Mc Crary & M.L Thieme. 2005. The effects of introduced tilapia on native biodiversity.Aquatic conserv: Mar. Freshw. Ecosyst 15. 463 483.Clarke, K. R. 1990. Comparison of dominance curve. J. Exp. Mr Biol. Ecol 138. 143 157.Corfield J., B. Diggles, C. Jubb, R. M. McDowall, A. Moore, A. Richards D. K. Rowe, 2008. Review of the impacts of introduced ornamental fish species that have established wild populations in Australia.Commonwealth of Australia. 284 pp.Cowan. V., M. Aeron-Thomas & I Payne. 1997. An evaluation of floodplain stock enhancement. MRAG. 116 pp.Da Costa K.S, K Traore & W. Yte. 2002. Potential species for fishery enhancement in Lake Fae, Cote d Ivore. Edite by Cowx I.G. Management and Ecology of lake and reservoir fisheries. Blackwell Science. Iowa. 344-366.De Morais, L.T. 2002. Fish population structure and its relation to fisheries yiled in small reservoirs in Cote d Ivoire. Edited by Cowx I.G. Management and Ecology of lake and reservoir fisheries. Blackwell Science. Iowa. 112-122.De Silva, S S. 2001. Reservoir and culture-based fisheries: biology and management. Proceedings of an International Workshop held in Bangkok, Thailand from 1518 February 2000. ACIAR Proceedings No. 98. 384 pp.Helfman, G. S. 2007. Fish conservation: A guide to understanding and restoring global aquatic biodiversity and fishery resources. Island press. Washington. 584 pp.Johnson, D. L & L. A Nielson. 1983. Sampling consideration in Fihseries tecniques. Nielson, L. A & D. L Johnson (ed). American fisheries society. Maryland. 1 21.Jones. J.R & Hoyer, M.V. 1982. Sportfish harvest predicted by summer chlorophyll a concentration in mid-western lake and reservoir. Trans. Am. Fish. Soc. 111: 176-179.Karlsson, J., P. Bystrom., J. Ask., P. Ask,. L Persson & M. Jansson. 2009. Light limitation of nutrien-poor lake ecosystem. Nature 460. 506 600.Kartamihardja, E.S. K. Purnomo. D.W.H. Tjahjo. C. Umar. M.T. D. Sunarno. & S. Koeshendrajana. 2008. Petunjuk teknis: Pemulihan sumberdaya235J. Lit. Perikan. Ind. Vol.17 No. 4 Desember 2011 : 229-237ikan di perairan umum daratan, Indonesia. Pusat Riset Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan. 65 pp.Kolding, J. & Zwieten, P.A.M. van, 2006. Improving productivity in tropical lakes and reservoirs. Challenge Program on Water and Food - Aquatic Ecosystems and Fisheries Review Series 1. Theme 3 of CPWF, C/o WorldFish Center, Cairo, Egypt. 139 pp.Kottelat, M., Whitten, A. J, Kartikasari, S. N & Wirjoatmodjo, S. 1993. Freshwater fishes of western Indonesia and Sulawesi (Ikan air tawar Indonesia bagian barat dan Sulawesi). Periplus Editions. Hongkong. 293 pp.Krismono, L. P. Astuti & Y. Sugianti. 2009. Karakteristik kualitas air Danau Limboto. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 15 (1). 59 68 pp.Kustanto, H. 2008. Sukses story pemacuan sumberdaya ikan di Waduk Malahayu, Kabupaten Brebes. Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Brebes. Materi presentasi pada Lokakarya Pemacuan sumber daya Ikan di Perairan Umum. Hotel Saphir Yogyakarta 4 7 November 2008.Lorenzen, K. 2001. Usng population models to assess culture-based fisheries: a brief review with an application to the analysis of stocking experiments. In: Reservoir and culture-based fisheries: Biology and management. De Silva, S. S (Ed). ACIAR Proceeding 98. Canberra: ACIAR. 257265 pp.Medeiros, E. S. F., M.J Silva., B. R. S Figueredo., T. P. A Ramos & R. T. C Ramos. 2010. Effect of fishing technique on assessing species composition in aquatic system in semi-arid Brazil. Braz. J. Biol 70(2). 255-262Meffe, G. K., C. R Caroll & Contributors. 1997. Principles of conservation biology. 2nd edition. Sinauer Associates, Inc. Sunderland. 7291 pp.Melack J.M. 1976. Primary productiviy and fish yield in tropical lakes. Trans Am. Fish. Soc 105: 575-580.Millar, R.B & R Holst. 1997. Estimation of gillnet and hook selectivity using log-linier models. ICES Journal of Marine Science 54. 471 477.Moreau, J & De Silva, S, S. 1991. Predictive fish yield models for lakes and reservoirs of the Philipines, Sri Lanka and Thailand. FAO Fish. Tech. 319 pp. MRAG, 1995. A synthesis of simple empirical models to predict fish yield in tropical lakes and reservoirs. Fisheries Management Science Programe of the Overseas Development Administration. Project report R. 6178 (MRGA). 109 pp.Njiru. M, E. Waithaka, M. Muchiri, M. van Knaap & I. G. Cowx. 2005. Exotic introductions to the shery of Lake Victoria: What are the management options?. Lakes & Reservoirs: Research and Management 10: 147155.Njiru, M.,Okeyo-Owuor, J. B, Muchiri, M., & Cowx I.G., 2004. Shift in feeding ecology of Nile tilapia in Lake Victoria, Kenya. African Journal of Ecology42, 163-170.Offem, B. O., Y. Akegbejo-Samsons and I. T. Omoniyi. 2007. Biological assessment of Oreochromis niloticus (Pisces: Cichlidae; Linne, 1958) in a tropical floodplain river. African Journal of Biotechnology 6 (16), 1966-1971.Oglesby, R.T. 1977. Relationship of fish yield to lake phytoplankton standing crop, prodaction, and morphoedaphic factors. J. Fish. Res. Board Can, 34:2271-2279.Ozekinci, U. 2005. Determination of the selectivity of monofilaments giinets used for catch the Annular Sea Bream (Diplodus annularis L., 1758) by lenght-gierth relatioships in Izmir Bay (Aegean Sea). Turk J Vet Anim Sci. 29. 375-380.Porch. C.E., M.R Fisher & L.W. McEachron. 2002. Estimating abundance from gillnet samples with application to red drum (Sciaenops ocellatus) in Texas bays. Can. J. Fish. Aquat. Sci. (59). 657-668.Pullin, R.S.V., Palomares, M.L, Casal, C.V., Dey, M.M & D. Pauly. 1997. Environmental impact of tilapias. 554-570. in K. Fitzsimmons (Ed) Tilapia Aquaculture. Proceddings from the Fourth International Symposium on Tilapia in Aquaculture, Volume 2. Northeast Regional Agricultural Engineering Service (NRAES) Coorperative Extention, Ithaca. New York. 808 pp.Purnomo K., E.S Kartamihardja. A Nurfiarini & Z. Nasution. 2009. Penelitian perikanan berbasis budidaya (Culture based fisheries, CBF) di perairan waduk/danau di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pusat Riset Perikanan Tangkap (tidak dipublikasi). 47 pp.Punomo, K. 2010. Potensi sumber daya ikan di Waduk Malahayu (Jawa Tengah) dan Situ236Potensi Produksi Ikan dan Status.. Malahayu, Kabupaten Brebes Jawa Tengah (Warsa A. et al.)Lengkong (Jawa Barat). Syamsudin, S., Y. H Sipahutar., Saifurridjal, A. Basith., S. Z. Nubani., Suharto., A. N Siregar., S. Rahardjo., R. S. Hadi & V. Sanova (ed). Prosiding seminar Nasional Perikanan. Sekolah Tinggi Perikanan. 396-402.Purnomo, K., E. S Kartamihardja, Z. Nasution., A. Warsa., Y. Sugianti & S. Romdon. 2010. Penelitian perikanan berbasis budidaya (Culture-Based fisheries, CBF) di Waduk Malahayu (Kabupaten Brebes) dan Situ Panjalu (Kabupaten Ciamis). Laporan akhir. Balai Riset Pemulihan Sumbedaya ikan.(Tidak dipublikasi). 66 pp.Pusphalatha, K. B. C & J. Chandrasoma. 2010. Culture-based fisheries in minor perenial reservoirs in Sri Lanka: Variability in production, stocked species and yield implication. J. Appl. Ichthyol 26: 99 104.Quiros, R. 1999. The relatioships between fish yield and stocking density in reservoirs from tropical and temperate regions. Tundisi, J. G & M. Straskraba (ed). Theoritical reservoir ecology and its applications. 67 83Quiros, R & Mari, A. 1999. Factor contributing to outcome of stocking programmes in Cuban reservoirs. Fisheries management and ecology 5. 241 254.Rahardjo, M.F., E.S Kartamihardja & A.D. Utomo. 2007. Identifikasi dan karakterisasi potensi perikanan perairan umum daratan. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia Ke 3. Pusat Riset Perikanan Tangkap. 1-17.Roberts, T.R. 1986 Systematic review of the Mastacembelidae or spiny eels of Burma and Thailand, with description of two new species of Macrognathus. Jap. J. Ichthyol. 33(2): 95-109.Rocha, G. R. A & K. M. Freire. 2009. Biology and dominance relationship of the main fish species in teh Lake Encantada, Ilheus, Brazil. Acta Limnol, Bras 21(3). 309 316.Ryders, R.A. 1965. A method for estimating the potential fish production of North-Temperate lakes. Tras.am.Fish.Soc. 84:154-164.Shipton, T. D. Tweddle & M. Watts. 2008. Introduction of the Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) into the Eastern Cape. The Eastern Cape Development Corporation. 29 pp. Sugianti. Y & K. Purnomo. 2009. Inventarisasi jenis plankton di Waduk Malahayu, Jawa Tengah. Djumanto., Dwiyitno., E. Chasanah., E. S Heruwati., H. E Irianto., H. Saksono., I. Y. B. Lelana., J. Basmal., Murniyati., Murwantoko., N. Probosunu., R. Peranginangin., Rustadi., Ustadi (ed). Prosiding Seminar Nasional Tahunan VI. Jilid 2 Manajemen Sumberdaya Perikanan. Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas pertanian UGM: 1-6Tjahjo, D.W.H. 2004. Kemantapan hasil tangkapan, keterkaitannya dengan sintasan, pertumbuhan dan intensitaspenangkapanudanggalah (Macrobrachium rosenbergii) yang ditebarkan di Waduk Darma, Kuningan-Jawa barat. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor: 149 pp. (tidak dipublikasi)Taabu & A. Munyaho, 2004. Assessment of the status of the stock and fishery of nile perch in lake victoria, uganda. Final project. The United Nationals University. 53 pp.Warwick, R. M. A new method for detecting pollution effects of marine macrobenthic communities. Mar. Biol 92. 557 562.Warsa A. Krismono & L.PAstuti. 2009. Pendugaan potensi produksi perikanan dan hasil tangkapan di Danau Limboto, Gorontalo. A. Permadi., Y. H Sipahutar., A. Basith., E. Sugriwa., A.N Siregar., E. A thaib., R Surya & S. Wulandari (Ed). Seminar Nasional Perikanan. Sekolah Tinggi Perikanan. 84-89.Welcomme. R.L . 2001. Inland fisheries: Ecology and management. Blackwell science. United Kingdom. 358 pp.Wetzel, R.G. & G. E. Likens. 2000. Limnological analyses. 3rd edition. Springer - Verlag New York, Inc. USA. 429 pp.Wijenayake, W.M.H.K, U.S. Amarasinghe & SS. De Silva. 2007. Performance of GIFT strain of Oreochromis niloticus in culture-based fisheries in non-perennial reservoirs, Sri Lanka. Sri Lanka J. Aquat. Sci. 12. 1-18.Yemane, D. J.G Field & R. W. Leslie. 2005. Exploring the effect of fishing on fish assemblages using abundance biomass comparison (ABC) curves. ICES Journal of Marine Science (62). 374 379.237Struktur Komunitas dan Biomassa . Papudak, Kalimantan Tengah(Kartamihardja, ES., et al.)STRUKTUR KOMUNITAS DAN BIOMASSA STOK IKANDI DANAU SEMBULUH DAN PAPUDAK, KALIMANTAN TENGAHEndi Setiadi Kartamihardja,1) Kunto Purnomo2) dan Zulkarnaen Fahmi1) 1)Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan 2)Balai Riset Pemulihan Sumberdaya IkanTeregistrasi I tanggal: 2 Pebruari 2011; Diterima setelah perbaikan tanggal: 18 Mei 2011; Disetujui terbit tanggal: 29 November 2011ABSTRAKDanau Sembuluh (luas 9.612 ha) dan Papudak (luas 247 ha) adalah danau banjiran (flood lake) yang terletak di bagian tengah DAS Seruyan, Kalimantan Tengah merupakan sentra penangkapan ikan. Penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan struktur komunitas dan besaran stok ikan serta karakteristik perikanan tangkap di ke dua danau tersebut. Penelitian dilakukan dengan metode survey, pengambilan sampel ikan dengan menggunakan gill net percobaan dan pencatatan data hasil tangkapan ikan harian oleh enumerator. Besaran stok ikan dianalisis menggunakan metode akustik dengan alat Echo sounder portable EY-60, transducer model ES120-7 dengan frekuensi 120 Khz dan alat dioperasikan pada pulsa durasi 0,512 ms. Komposisi jenis ikan yang tertangkap di Danau Sembuluh dan Papudak terdiri dari 29 jenis yang didominasi oleh jenis ikan dari famili Cyprinidae. Beberapa jenis ikan yang populasinya menurun dan jarang tertangkap adalah ikan jelawat (Leptobarbus hoevenii), patin (Pangasius spp), bakut (Oxyeleotris marmorata) dan pipih (Notopterus spp). Biomassa stok ikan berkisar antara 64-1.628 kg/ha dengan rata-rata 461,8 kg/ha atau total biomasa stok ikan 4.552,4 ton. Hasil tangkapan ikan berkisar antara 10.212 9.649 kg/bl dengan rata-rata 39.608 kg/bl, sedangkan rata-rata hasil tangkapan udang galah 1.046 kg/bl. Hasil tangkapan ikan dan udang galah berfluktuasi menurut musim dan fluktuasi permukaan air danau. Produksi ikan di Danau Sembuluh masih dapat ditingkatkan melalui penebaran ikan asli (restocking) yang populasinya sudah menurun sedangkan Danau Papudak sangat potensial untuk dijadikan kawasan suaka produksi ikan.KATA KUNCI :ABSTRACT: struktur komunitas ikan, biomassa stok, perikanan tangkap, Danau Banjiran, Kalimantan TengahStructure of fish community and biomass of Sembuluh and Papudak Lakes at Central Kalimantan. By Endi Setiadi Kartamihardja, Kunto Purnomo and Zulkarnaen Fahmi.Sembuluh (9,612 ha) and Papudak (247 ha) lakes, a type of flood lake located at central part of Seruyan river basin, is a main fishing area at Central Kalimantan. A study to investigate structure of fish community, fish biomass and characteristics of fisheries of the both lakes has been conducted. A survey method, sampling by using experimental gillnet and daily data of fish catches collected by enumerators were carried out. Fish biomass was analyzed by using hydroaccoustics method with a portable Echo sounder EY-60, transducer model ES120-7 with the frequency of 120 KHz and its operated at pulse duration of 0,512 ms. The results showed that structure of fish community of the Sembuluh and Papudak lakes composed of 29 species which is dominated by species of the cyprinids. Some degraded and rare species are carp (Leptobarbus hoevenii), catfish (Pangasius spp), sand goby (Oxyeleotris marmorata) and feather back (Notopterus spp). Fish stock kibiomass ranged between 64-1,628 kg/ha with an average of 461.8 kg/ha or the total biomass 4,552.4 tones. The actual fish yield was between 10,212 79,649 kg/month with an average of 39,608 kg/month, while the actual giant prawn yield was 1,046 kg/ month. The fish and giant prawn yield fluctuated by monsoon and water surface fluctuation. The fish production of the Sembuluh lake can be increased through restocking of degraded fish population while the Papudak lake was highly potential and suitable for conservation area.KEYWORDS :structure of fish community, fish biomass, fisheries, flood lakes, Central KalimantanPENDAHULUANDanau Sembuluh dengan luas 9.612 ha merupakan danau terbesar yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Seruyan, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. DAS Seruyan dikelilingi oleh anak-anak sungai, hutan rawang, dataran banjiran dan beberapa danau tapal kuda (oxbow lakes). Danau Sembuluh merupakan sentra usaha perikanan tangkap di Kabupaten Seruyan yang telah berjalan sejak dahulu kala. Danau Papudak dengan luas 247 ha merupakan danau banjiran yang terletak___________________Korespondensi penulis:Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur-Jakarta 14430, Telp. (021) 64711940, Fax. (021) 6402640, E-mail: [email protected]. Lit. Perikan. Ind. Vol.17 No. 4 Desember 2011 : 239-245berdampingan dengan Danau Sembuluh. Pada waktu permukaan air tinggi, Danau Papudak dan Sembuluh bersatu sehingga sumberdaya ikan di ke dua danau ini terdistribusi di perairan yang terbentuk. Danau Sembuluh dan Papudak sebagai danau banjiran juga merupakan tempat konsentrasi jenis-jenis ikan rawa (black fishes) pada waktu permukaan air surut sehingga ke danau tersebut merupakan daerah penyangga stok ikan dan umumnya layak dijadikan sebagai daerah suaka perikanan (Kartamihardja et al., 2000; Hartoto et al., 2000).Dewasa ini, hasil tangkapan ikan di perairan umum Kalimantan Tengah cenderung menurun dan terdapat beberapa jenis ikan ekonomis penting seperti jelawat (Leptobarbus hoeveni), tangkalasa atau arwana (Sclerophages formosus), dan pipih/belida (Notopterus chitala) yang sudah mulai langka. Penurunan hasil tersebut selain disebabkan penangkapan yang intensif juga disebabkan oleh pembangunan di luar sektor perikanan (pertambangan, kehutanan, reklamasi lahan gambut dsb) yang menyebabkan degradasi lingkungan perairan. Sebagai contoh, penurunan hasil tangkapan ikan yang sangat drastis terjadi di perairan umum sekitar Proyek Pembukaan Lahan Gambut (PLG) sejuta hektar di Kabupaten Kapuas. Hasil tangkapan pada usaha perikanan beje yang merupakan usaha perikanan tangkap yang utama menurun drastis dari kisaran 500-1.500 kg/beje/th sebelum proyek PLG dilaksanakan menjadi 50-150 kg/beje/th setelah 4 tahun proyek PLG dilaksanakan (Kartamihardja, 2002).Data dan informasi mengenai struktur komunitas dan biomassa/besaran stok ikan di suatu badan air sangat penting dalam rangka optimasi pemanfaatan dan pengelolaan perikanan. Penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan struktur komunitas, biomassa stok ikan dan karakteristik perikanan tangkap di Danau Sembuluh dan Papudak.BAHAN DAN METODEPenelitian stusktur komunitas dan potensi produksi ikan dilakukan di Danau Sembuluh dan Papudak, DAS Seruyan, Kalimantan Tengah. Danau Sembuluh terletak pada koordinat 02o3830.1" LS dan 112o1252.4" BT, sedangkan Danau Papudak terletak pada koordinat 02o48'54.1" LS dan 112o15'34.6" BT dengan elevasi 20 m diatas permukaan laut (Gambar 1).Data dikumpulkan melalui metoda survei (stratified sampling method) (Nielsen & Johnson, 1985) wawancara (Participatory Rural Appraisal dan atau Rapid Rural Apraisal) dengan nelayan, dan analisis di laboratorium. Kunjungan lapangan ditentukan berdasarkan pertimbangan musim, yaitu musim hujan, peralihan antara musim hujan-kemarau, musim kemarau, dan peralihan antara musim kemarau-hujan.Data komposisi jenis ikan, frekwensi panjang-berat diperoleh dari hasil percobaan penangkapan ikan memakai jaring insang berbagai ukuran mata jaring (dari ukuran mata 1 inci sampai dengan 4 inci dan selang ukuran mata jaring 0,5 inci) dan alat tangkap ikan yang digunakan nelayan, yaitu jaring rempa (encircling net), bubu, dan pancing rawei. Mofometri ikan yang meliputi panjang diukur dengan papan ukur dan berat dengan timbangan. Data morfometri ikan juga diukur dari ikan sampel yang diperoleh dari hasil tangkapan nelayan.Identifikasi jenis ikan menggunakan buku identifikasi Kottelat et al. (1993). Analisis makanan dan kebiasaan makan ikan dillakukan dengan metode volumetrik dan prosentase frekuensi kejadiannya menggunakan metode Hyslop, (1980). Total hasil tangkapan ikan diestimasi berdasarkan data komposisi jenis, hasil tangkapan ikan dan hasil tangkapan per upaya (CPUE) yang dikumpulkan oleh enumerator di tempat pendaratan ikan.Pengkajian stok ikan dilakukan dengan metode Hydroacoustics menggunakan Echo Sounder portable EY-60, Transducer model ES120-7 dengan frekuensi 120 kHzdan alat dioperasikan pada pulsa durasi 0,512 ms. Pelaksanaan pengkajian stok dilakukan pada waktu permukaan air danau tertinggi sehingga kedalaman air yang diliput lebih besar dari 3 meter. Alur perjalanan perahu dilakukan secara zig-zag sehingga meliput seluruh luas permukaan danau. Data hasil rekaman akustik kemudian dianalisis di laboratorium.240Struktur Komunitas dan Biomassa . Papudak, Kalimantan Tengah(Kartamihardja, ES., et al.)Gambar 1. Figure 1. Peta Daerah Penelitian Danau Sembuluh dan Papudak Map of Sembuluh and Papudak LakesKegiatan utama di laboratorium adalah analisis citra satelit secara digital dengan peralatan komputer dan ditunjang analisis data secara visual. Analisis visual dimaksudkan untuk mengetahui kondisi fisik dan lingkungan wilayah kajian secara umum. Analisis digital dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang biomassa ikan, kondisi fisik alami tipe ekosistem danau Sembuluh dan Papudak untuk kemudian data tersebut ditumpang susun sehingga membentuk peta distribusi biomassa ikan di ke dua danau tersebut.HASIL DAN PEMBAHASANStruktur Komunitas IkanJenis ikan yang dominan tertangkap dan kelimpahan relatifnya di perairan DAS Seruyan terdiri dari 29 jenis ikan dan 1 jenis udang galah (Tabel 1). Secara umum, jenis-jenis ikan yang tertangkap didominasi oleh jenis ikan yang termasuk ke dalam famili Cyprinidae.Diantara 29 jenis ikan tersebut, hanya 3 jenis ikan, yaitu ikan biis, betutung dan benangin yang paling dominan tertangkap. Populasi ke tiga jenis ikan tersebut, nampaknya masih cukup tinggi. Populasi ikan ekonomis penting seperti jelawat, pipih, dan bakut sudah menunjukkan penurunan.Berdasarkan makanan dan kebiasaan makannya, jenis-jenis ikan yang ditemukan di Danau Sembuluh dan Papudak didominasi oleh ikan karnivora dan omnivora hanya beberapa jenis ikan termasuk ikan planktivora dan detritrivora (Table 1). Keseimbangan antara populasi ikan karnivora sebagai ikan pemangsa dengan populasi ikan mangsa akan menentukan produktivitas sumber daya ikan di perairan tersebut.241J. Lit. Perikan. Ind. Vol.17 No. 4 Desember 2011 : 239-245Tabel 1. Table 1. Jenis-jenis ikan yang ditemukan di Danau Sembuluh dan Papudak Fish species found at Sembuluh and Papudak lakesNo Nama Lokal/Local name Nama Ilmiah/Scientific name Famili/Family Kebiasaan makan/Food habit Kelimpahan relatif/ Relative abundance1. Adungan Hampala macrolepidota Cyprinidae Karnivora ++ 2. Jelawat Leptobarbus hoevenii Cyprinidae Omnivora + 3. Kepras Cyclocheilichthys apogon Cyprinidae Planktivora +++ 4. Kelabau Osteochilus melanopleura Cyprinidae Omnivora ++ 5. Bantak Osteochilus waandersii Cyprinidae Detritivora ++ 6. Sanggang Barbodes schwanenfeldii Cyprinidae Omnivora ++ 7. Betutung Puntioplites wandeersi Cyprinidae Omnivora +++ 8. Parang- Macrochirichthys macrochirus Cyprinidae Karnivora ++parang9.BenanginThynnichthys thynnoidesCyprinidaeOmnivora+++ 10.BiisThynnichthys polylepisCyprinidaeOmnivora+++ 11.PapuntiBotia macracanthaCyprinidaeOmnivora ++ 12.SeluangRasbora borneensisCyprinidaePlanktivora+++ 13.AruanChanna striataChannidaeKarnivora ++ 14.TomanChanna micropeltesChannidaeKarnivora ++ 15.KerandangChanna pleurophthalmusChannidaeKarnivora ++ 16.KemacungChanna melasomaChannidaeKarnivora ++ 17.BakutOxyeleotris marmorataOxyeleotridaeKarnivora + 18.BaungMystus nemurusBagridaeKarnivora ++ 19.SenggiringanMystus nigricepsBagridaeKarnivora ++ 20.BiawanHelestoma temminckiiAnabantidaePlanktivora ++ 21.TapahWallago leeriSiluridaeKarnivora ++ 22.Lais bambanKryptopterus apogonSilurideaKarnivora ++ 23.Lais buluKryptopterus laisSilurideaKarnivora ++ 24.TabiringBelodontichthys dinemaSilurideaKarnivora ++ 25.LawangPangasius nasutusPangasidaeKarnivora ++ 26.SepatungPristolepis fasciatusNandidaeKarnivora+++ 27.TilanMastacembelus erythrotaeniaMastacembelidaeDetritivora ++ 28.Baga-bagaParambasis macrolepisChandidaeKarnivora ++ 29.Baga-bagaParambasis wolffiiChandidaeKarnivora ++laut30.Udang galahMacrobrachium rosernbergiiCrustacea-++ Keterangan/Remarks: + = lebih kecil dari 25% total tangkapan/less than 25% of total catch; ++ = antara 26-50% total tangkapan/between 26-50% of total catch; +++ = lebih dari 50% total tangkapan/more than 50% of total catchBiomassa Stok IkanHasil kajian stok ikan dengan menggunakan akustik menunjukkan bahwa distribusi biomasa ikan di Danau Sembuluh dan Papudak berkisar antara 64-1.628 kg/ha dengan rata-rata 461.76 kg/ha (Gambar 2). Berdasarkan luas permukaan air Danau Sembuluh sebesar9.612 ha dan danau Papudak 247 ha, maka total biomasa ikan di kedua danau ini adalah 4.552,4 ton. Danau Papudak yang merupakan bagian dari Danau Sembuluh mempunyai biomassa ikan yang tinggi yaitu 1.628 kg/ha. Biomassa ikan di kedua danau ini jauh lebih tinggi dari biomassa ikan di Danau Toba (Wijopriono et al., 2010). Perbedaan ini disebabkan danau Papudak dan Sembuluh merupakan tipe danau banjiran yang subur sedangkan danau Toba merupakan tipe danau tekto-vulkanik yang miskin hara.242Struktur Komunitas dan Biomassa . Papudak, Kalimantan Tengah(Kartamihardja, ES., et al.)Gambar 2. Figure 2. Distribusi Biomassa Ikan di Danau Sembuluh dan Papudak Distribution of fish biomass of Sembuluh and Papudak lakesPotensi produksi ikan di beberapa perairan danau di belahan Asia berkisar antara 15.937 kg/ha/th dengan rata-rata 573,1 kg/ha, sedangkan apabila danau tersebut ditebari ikan dengan jenis yang sesuai maka potensi produksinya akan meningkat berkisar antara 61.625 kg/ha/th dengan rata-rata 365 kg/ha/ th (Welcomme, 2001). Dengan demikian biomasa ikan di Danau Sembuluh dan Papudak termasuk perairan danau dengan biomasa ikan yang tinggi diatas rata-rata potensi biomassa ikan perairan danau di Asia. Potensi produksi ikan Danau Sembuluh yang dihitung dari produktivitas primernya berkisar antara 113-487 kg/ha/th atau 8.58837.012 ton/th (Kartamihardja & Purnomo, 2011). Potensi produksi ikan tersebut akan meningkat jika danau tersebut ditebari dengan jenis ikan asli (restocking) yang populasinya sudah mulai menurun, seperti ikan jelawat, bakut dan udang galah. Danau Papudak dengan potensi biomassa ikan yang tinggi dan keanekaragaman jenis ikannya dapat dijadikan kawasan suaka perikanan. Di Danau Sembuluh suaka perikanan dapat ditetapkan di daerah teluk Lampasa, Batu Berjanggut dan Bejakau yang mempunyai biomassa ikan tinggi (Gambar 2). Pertimbangan penetapan suaka di kawasan tersebut didukung dengan karakteristik limnologisnya seperti yang dikemukakan oleh Kartamihardja & Purnomo (2011). Penetapan suaka perikanan di perairan tawar harus dilakukan secara terintegrasi dan secara ekologis mempunyai konektivitas dengan perairan sekitarnya (Abell et al., 2007; Geist, 2011). Kawasan suaka yang diusulkan di Danau Sembuluh maupun Danau Papudak harus selalu berhubungan dengan sungai Seruyan meskipun air danau dalam keadaan surut sehingga benih ikan yang dihasilkan dari kawasan tersebut dapat memasok peremajaan ikan ke perairan sekitarnya (kawasan penangkapan ikan).Karakteristik Perikanan TangkapKomposisi jenis ikan yang tertangkap nelayan di Danau Sembuluh didominasi oleh ikan Biis, yang kemudian disusul oleh ikan Baung, Sanggang,2430.0ProseTotal Hasil Tangkapan (kg)Rata-rata Berat Individu (g)Total Hasil Tangkapan (kg)J. Lit. Perikan. Ind. Vol.17 No. 4 Desember 2011 : 239-245Betutung, Benangin, dan Tabiring (Gambar 3). Jenis-jenis ikan tersebut termasuk kelompok ikan putihan (white fish) yang keberadaannya di danau sangat dinamis dan jika tinggi permukaan air danau menurun serta kualitas airnya juga memburuk maka ikan-ikan tersebut akan melakukan ruaya ke sungai. 90000508000070000Series14060000Series250000304000020 30000200001010000Rata-rata Hasil Tangkapan (kg/nelayan/hari)0 0 J F M A M J J A S O N DGambar 4.Figure 4. Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan di Danau Sembuluh 2005Fluctuation of fish catch of Sembuluh lake in 2005Gambar 3.Figure 3. Komposisi Hasil Tangkapan Ikan (% total berat) di Danau Sembuluh. Fish catch composition (in % of total weight) of Sembuluh lake. 25008070200060Hasil tangkapan ikan yang dicatat oleh enumerator di Danau Sembuluh selama periode Januari sampai dengan Desember sangat berfluktuasi dan berkisar antara 10.21279.649 kg/bl dengan rata-rata 39.608 kg/bl (Gambar 4). Hasil tangkapan tertinggi terjadi pada bulan Juli, Agustus dan September, sedangkan hasil tangkapan terrendah terjadi bulan Februari, Maret dan April. Kondisi seperti ini berkaitan erat dengan fluktuasi permukaan air danau, dimana tangkapan tertinggi terjadi pada waktu permukaan air rendah dan sebaliknya hasil tangkapan terendah terjadi pada waktu permukaan air tinggi. Dari Gambar 4 juga terlihat bahwa rata-rata hasil tangkapan nelayan berkisar antara 2,519,5 kg/nelayan/hari dengan rata-rata 9,6 kg/nelayan/hari. 150010005000JGambar 5.Figure 5. 50403020Total Berat10 Berat Individu0 F M A M J J A S O N D10.05.0Hasil tangkapan Udang Galah di Danau Sembuluh 2005Giant prawn catch of Sembuluh lake in 2005Selama periode Januari sampai dengan Desember 2005, hasil tangkapan udang galah di Danau Sembuluh berkisar antara 3811.972 kg dengan rata-rata 1.046 kg (Gambar 5). Seperti halnya ikan, fluktuasi hasil tangkapan udang galah juga sangat berkaitan erat dengan fluktuasi permukaan air danau. Ukuran rata-rata udang galah yang tertangkap berkisar antara 5368 g per ekor dengan rata-rata 58 gram/ ekor. Ukuran udang galah yang tertangkap ini berkaitan erat dengan pola migrasi udang galah untuk melakukan pemijahannya di muara Sungai Seruyan. Pada periode migrasi pemijahan, ukuran rata-rata udang galah yang tertangkap akan menurun karena udang dewasa yang berukuran besar akan meninggalkan danau masuk ke sungai untuk kemudian melakukan pemijahan di muara. Berbagai jenis alat tangkap ikan yang digunakan oleh nelayan di Danau Sembuluh dan Papudak adalah alat tangkap gillnet, pancing rawei dan banjur serta bubu. Untuk menangkap udang galah, sebagian besar nelayan menggunakan tamba (trap) yang diberi umpan berupa potongan daging kelapa.Jumlah Rumah Tangga (RTP) Nelayan di Danau Sembuluh adalah sebesar 226 RTP dengan rata-rata nelayan yang beroperasi selama periode Januari sampai dengan Desember 2005 adalah 138 RTP. Jumlah nelayan yang khusus menangkap udang galah berkisar antara 2556 orang dengan rata-rata jumlah nelayan yang beroperasi selama tahun 2005 adalah sebanyak 41 orang.244Struktur Komunitas dan Biomassa . Papudak, Kalimantan Tengah(Kartamihardja, ES., et al.)KESIMPULANStruktur komunitas ikan di Danau Sembuluh dan Papudak tersusun atas 29 jenis ikan yang didominasi oleh jenis-jenis yang termasuk famili Cyprinidae dan udang galah serta empat jenis ikan ekonomis penting, yaitu ikan jelawat, bakut, dan pipih sudah jarang tertangkap sehingga perlu upaya pelestariannya. Potensi biomasa ikan di Danau Sembuluh dan Papudak termasuk tinggi dengan hasil tangkapan aktualnya berfluktuasi menurut fluktuasi tinggi muka air. Hasil tangkapan tertinggi terjadi pada waktu permukaan air rendah dan hasil tangkapan terrendah terjadi pada waktu permukaan air tinggi. Pelestarian sumberdaya ikan dapat dilakukan dengan menetapkan Danau Papudak dan beberapa teluk di Danau Sembuluh sebagai kawasan suaka perikanan.DAFTAR PUSTAKAAbell, R., D.J. Allan & B. Lehner. 2007. Unlocking the potential of protected areas for freshwaters. Biological Conservation, 134 (2007):4863.Geist, J. 2011. Integrative freshwater ecology and biodiversity conservation. Ecological Indicators, 11 (2011): 15071516Hartoto, D.I., A.S. Sarnita, D.S. Sjafei, A. Satya, Y. Syawal, Sulastri, M.M. Kamal & Y. Siddik. 2000. Kriteria Evaluasi Suaka Perikanan Perairan Darat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Limnologi, LIPI.Hyslop, E.J. 1980. Stomach content analysis: a review of methods and theirs application. Journal of Fish Biology, 17: 411-429. Kartamihardja, E.S. 2000. Identifikasi dan karakterisasi sumberdaya perikanan perairan umum di sekitar lahan rawa bukaan, Kecamatan Kapuas Murung, Kalimantan Tengah untuk pengembangan beje dan suaka produksi ikan. Pros. Seminar Hasil Penel. Perikanan 1999/2000. Puslitbang Eksplorasi Laut dan Perikanan, SekJen DKP. Jakarta.Kartamihardja, E.S. 2002. Pengaruh reklamasi lahan rawa terhadap penurunan produksi dan perubahan komposisi jenis ikan pada usaha perikanan beje di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. JPPI, 8 (4).Kartamihardja, E.S. & K. Purnomo. 2011. Aspek Limnologi dan Potensi Produksi Ikan di Danau Sembuluh, Kalimantan Tengah. Pros. Seminar Nasional Penelitian Perikanan VIII. UGM. Yogjakarta.Kottelat, M, A.J. Whitten, S.R. Kartikasari & S. Wirjoatmojo. 1993. Freshwater Fishes Of Western Indonesia and Sulawesi, Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat Dan Sulawesi. Periplus edition (HK) Ltd. 293 hal + 84 plate.Nielsen, L.A. & D.L. Johnson.1985. Fisheries Techniques. American Fisheries Society, Bethesda, Maryland. 468 pp.Welcomme, R.L. 2001. Inland Fisheries: Ecology and Management. FAO. Blackwell Sci., Fishing News Books. 358 pp.Wijopriono, K. Purnomo, E.S. Kartamihardja & Z. Fahmi. 2010. Fishery Resources and Ecology of Toba lake. Ind. Fish. Res. J. 16 (1).245Perkembangan Perikanan Pelagis Kecil.di Perairan Barat Sumatera (Hartati. T. et al.)PERKEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KECIL HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DAN BAGAN DI PERAIRAN BARAT SUMATERATuti Hariati1) dan Khairul Amri2)1) Peneliti pada Balai Penelitian Perikanan Laut2) Peneliti pada Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan Teregistrasi I tanggal: 16 Maret 2011; Diterima setelah perbaikan tanggal: 23 Juni 2011;Disetujui terbit tanggal: 23 Agustus 2011 ABSTRAKcccSumberdaya ikan pelagis kecil merupakan target utama pukat cincin dan bagan yang beroperasi di perairan barat Sumatera. Penelitian pada periode Maret sampai November 2008 di Sibolga bertujuan untuk memperoleh informasi perkembangan perikanan pelagis kecil di barat Sumatera meliputi perkembangan jumlah pukat cincin dan bagan, jumlah trip, lama trip, indeks kelimpahan dan panjang ikan pertama kali tertangkap (l ). Data yang dikumpulkan adalah hasil tangkapan pukat cincin dan bagan per jenis ikan per trip tahun 2007-2008, jumlah trip, lama trip serta frekuensi panjang ikan pelagis kecil dominan. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan aktivitas penangkapan (jumlah trip) pukat cincin dari tahun 2002 sampai 2008, sedangkan jumlah trip bagan meningkat sampai tahun 2007 disusul dengan penurunan tajam pada tahun 2008.Indeks kelimpahan (CPUE) ikan pelagis dari pukat cincin tahun 2007 dan 2008 berkisar 500-600kg/hari, naik dari tahun 2003 (400-500 kg/hari). Diduga indeks kelimpahan ikan pelagis kecil di perairan barat Sumatera pada tahun 2008 masih tetap karena meluasnya daerah penangkapan. Penurunan CPUE ikan pelagis kecil bagan perahu dari 590 kg/hari (2007) menjadi 340 kg/hari (2008), diduga merupakan indikasi turunnya kelimpahan jenis-jenis ikan tersebut di perairan pantai yang relatif sempit. L ikan layang (Decapterus russelli dan D. macrosoma) dan banyar (Rastrelliger kanagurta) pada tahun 2008 cenderung turun dibanding tahun 2003-2004, sedangkan nilai L ikan layang biru (D. macarellus) cenderung tetap. Untuk mempertahankan kelestarian sumber daya ikan pelagis kecil, perlu dilakukan pengelolaan jumlah kapal pukat cincin dan bagan yang beroperasi di perairan pantai barat SumateraKATA KUNCI :ABSTRACT : ikan pelagis kecil, alat tangkap, pukat cincin, bagan, perairan barat SumateraThe development of small pelagic fishery of purse seiner and boat lift net in the western Sumatera waters, Sibolga. By Tuti Hariati and Khairul AmriccccSmall pelagic resources is the main target of both purse seine and boat lift net fisheries operated in the western Sumatera waters . This research was conducted in the period of March until November 2008. The objective is to obtain some information on development of small pelagic fishery in the western Sumatera waters including the number of purse seine and boat lift net, number and duration of trip, index of abundance (CPUE), and fish length of first catch (L ). Data collected consist of number of purse seine and boat lift net, number of trip catch by species per trip during 2007-2008, and length frequency distribution of several dominant species.The results indicated decreasing of trip number during years 2004 to 2008. The CPUE of purse seine in 2007 and 2008 were 500-600 kg/day, relatively similar with in 2003 (300-400 kg/day). Index of abundance of small pelagic fish caught by purse seine supposed to be stable by expansion of fishing ground toward off shore. The CPUE of boat lift net decreased from 590 kg/day (2007) to 340 kg/day (2008), indicated of decreasing small pelagic fish abundance in the fishing ground of the coastal area. Compared with the length of first catch (L ) of Decapterus russell, D. macrosoma and Rastrelliger kanagurta in years 2003-2004, L values of those species in 2008 decreased, while L values of D. macarellus were relatively constant. For maintaining sustainable of small pelagic fishes resources, management the number of both purse seine and boat liftnet is needed.KEYWORD :small pelagic, purse seine, boat lift net, west Sumatera watersPENDAHULUANPerairan barat Sumatera, bagian dari perairan timur laut Samudera Hindia (TLSH) merupakan perairan yang kaya akan sumber daya ikan pelagis kecil. Berbagai jenis ikan pelagis kecil hasil tangkapan nelayan yang beroperasi di perairan ini, umumnya didaratkan di beberapa lokasi pendaratan utama, salah satunya adalah Sibolga.Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan barat Sumatera dilakukan dengan berbagai jenis alat tangkap. Dua jenis alat tangkap yang berperan sebagai penghasil ikan pelagis kecil adalah___________________ Korespondensi penulis:Komplek Pelabuan Perikanan Samudera, Jln. Muara Baru Ujung Jakarta-14440.Email:[email protected], Email: [email protected]. Lit. Perikan. Ind. Vol.17 No. 4 Desember 2011 : 247-253pukat cincin dan bagan. Sejak tahun 2003 kapal pukat cincin Sibolga didominasi oleh kapal ukuran besar (50-130 GT) dengan persentase mencapai 85% dan sisanya (15%) merupakan kapal berukuran 20 49 GT (Hariati, 2005). Sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan barat Sumatera selain dari jenis oseanik juga dari neritik dengan migrasi yang tidak terlalu jauh dibandingkan dengan kelompok pelagis besar.Armada pukat cincin maupun bagan Sibolga telah mengalami perkembangan yang berarti untuk meningkatkan produksi ikan pelagis kecil. Perkembangan yang tampak selain menyangkut peningkatan bobot kapal juga penambahan kekuatan mesin, dimensi jaring dan ukuran mata jaring, alat bantu penangkapan, serta penggunaan teknologi terbaru baik untuk navigasi maupun penjejak ikan. Kapal pukat cincin yang telah memperbesar bobot dan dimensinya tidak diizinkan lagi beroperasi di perairan pantai, melainkan harus beroperasi di perairan yang lebih jauh. Saat ini perairan pantai telah menjadi daerah penangkapan bagan perahu dan pukat ikan (Hariati, 2005). Perluasan daerah penangkapan bagan perahu yang semula di dalam Teluk Tapian Nauli ke perairan pantai pada tahun 1997 menyebabkan hasil tangkapan lebih bervariasi. Selain ikan teri, juga tertangkap juwana dari ikan pelagis yang bernilai ekonomis seperti ikan tongkol dan tenggiri.Tujuan penelitian ini untuk memperoleh informasi perikanan pelagis kecil di perairan barat Sumatera dari alat tangkap pukat cincin dan bagan pada tahun 2008. terutama perkembangan jumlah alat tangkap dan jumlah trip, indeks kelimpahan, dan ukuran ikan pelagis kecil yang dominan.BAHAN DAN METODETempat, Waktu dan Jenis DataPenelitian dilakukan di Sibolga pada bulan Maret, Agustus, dan November 2008. Data yang dikumpulkan meliputi :vHasil tangkapan pukat cincin dan bagan tiap trip menurut jenis-jenis ikan pada tahun 2007-2008 dari Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga.vJumlah unit kapal pukat cincin dan bagan perahu dari Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Utara maupun Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kota Sibolga tahun 1985 sampai tahun 2007 vJumlah trip kapal pukat cincin tahun 2000-2008 dan bagan tahun 1998-2007 dari kantor ADPEL SibolgavSebaran frekwensi panjang beberapa jenis ikan pelagis kecil yang didaratkan pada saat 3 kali pengamatan menggunakan kertas ukur yang khusus.Analisis DataHasil tangkapan pukat cincin dan bagan tiap trip menurut jenis ikan (A) serta lama trip/day at sea (B) selama periode tahun 2007 dan 2008 ditabulasi per bulan. Komposisi hasil tangkapan tiap jenis ikan dinyatakan dalam % dari total.Indeks kelimpahan masing-masing jenis alat tangkap (C) tiap bulan : C=A/B.Jumlah kapal dan jumlah trip dari pukat cincin dan bagan perahu tiap tahun dinyatakan dalam bentuk grafis.c1 2cNilai-nilai L diperoleh dari akumulasi data sebaran frekwensi panjang tiap jenis ikan kemudian dihitung dengan rumus ogif selectivity : S(L)=1/(1+exp(S -S * L)), di mana S(L) adalahjumlah ikan dengan panjang L dalam kantong dibagi dengan jumlah ikan dengan panjang L dalam kantong dan dalam penutup, L merupakan interval titik tengah panjang; S1 dan S2 adalah konstanta. L =S2/S1(Sparre & Venema, 1999).HASIL DAN PEMBAHASANJumlah Upaya Pukat Cincin dan Bagan PerahuDalam Gambar 1a, jumlah pukat cincin Sibolga dan sekitarnya meningkat dan mencapai puncak pada tahun 2000. Pada tahun 1992-1994 daerah penangkapan tersebar di atas paparan dari Kepulauan Banyak di Aceh Selatan sampai ke Pulau Pini dan P Telo di perbatasan Sumatera Utara dengan Sumatera Barat.Dari tahun 2000 sampai 2003 jumlah kapal bertahan pada sekitar 200 unit dan daerah penangkapan telah meluas sampai ke perairan wilayah Aceh, juga ke wilayah Sumatera Barat. Antara tahun 2005 dengan 2007 jumlah kapal yang aktif turun (Gambar 1a ), antara lain karena beberapa kali terjadi kenaikkan harga BBM .248Standardisasi Upaya Penangkapan Pukat Cincin di Laut Jawa (Mahiswara, et al.)STANDARDISASI UPAYA PENANGKAPAN PUKAT CINCIN DI LAUT JAWAMahiswara, Mohamad Natsir dan Tri Wahyu Budiarti Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-JakartaTeregistrasi I tanggal: 16 Maret 2011; Diterima setelah perbaikan tanggal: 23 Juni 2011; Disetujui terbit tanggal: 25 Agustus 2011ABSTRAKPemanfaatan sumber daya ikan pelagis kecil di Laut Jawa didominasi oleh armada pukat cincin. Pukat cincin merupakan jenis alat tangkap yang efektif yang dalam kajian stok sumber daya ikan pelagis sering dijadikan sebagai alat tangkap standard. Oleh karena armada pukat cincin memiliki variasi karakteristik teknis, maka untuk menghindari bias perlu dilakukan standardisasi upaya. Standardisasi upaya penangkapan kapal pukat cincin di Laut Jawa periode 2006-2008 dilakukan menggunakan metode analisis komponen utama dari karakteristik teknis; panjang kapal, lebar kapal, dalam kapal, tonase, tenaga penggerak, daya lampu, dimensi jaring, kapasitas palka, dan jumlah ABK. Tiga komponen utama telah dapat menjelaskan lebih dari 60 % total varians yang difungsikan untuk menghitung fishing power masing-masing kapal. Metode analisis komponen utama menghindarkan ketergantungan terhadap satu karakter sehingga memungkinkan untuk melakukan penghitungan nilai fishing power bagi kapal pukat cincin baru yang masuk ke dalam armada pukat cincin. Berdasarkan hasil analisis diperoleh fungsi hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) CPUE = 353.4 * 16.95.Ci dan Fishing Power Indeks (FP) = 1 +(16.59) * (353.4)-1. Ci.KATA KUNCI :ABSTRACT : standardisasi, upaya penangkapan, pukat cincin, Laut JawaStandardization of purse seine fishing effort in Java Sea. By: Mahiswara, Moh. Natsir and Tri Wahyu BudiartiExploitation of small pelagic fish resources in Java Sea was dominated by purse seiners fishery. Purse seine is an effective type of fishing gear, this gear was often used as standard fishing gear for pelagic fish stock assessment. Since purse seiners has a variety of technical characteristics, standardization efforts need to be done to avoid the bias during analysis. Catch effort of purse seiners in Java Sea on the period of 2006-2008 was standardized using principal components analysis method of the boat characteristics, boat length, boat width, boat depth, gross tonnage, engine propulsion, light power, net dimensions, fish hold capacity and total number of crews. Three new major components have explained more than 60% of the total variance which enabled to calculate the fishing power of each boat. Principal components analysis method was used to avoid dependence on a single character to allow the calculation of the value of fishing power for new purse seine fleet. Based on the results obtained by analyzing the function of catch per unit effort formula was CPUE = 353.4 * 16.95.Ci and Fishing Power Index (FP) = 1 + (16.59) * (353.4) -1. Ci.KEYWORDS :standardization, fishing effort, purse seiner, Java SeaPENDAHULUANKajian tentang besaran stok dan distribusi sumber daya ikan merupakan hal yang sangat penting dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Kajian stok meliputi proses pengumpulan dan analisis data dan informasi biologi dan statistik untuk menentukan berbagai perubahan dalam kelimpahan sejumlah stok ikan dalam merespon kegiatan penangkapan, dan sejauhmungkinmemprediksiberbagai kecenderungan mendatang atas kelimpahan stok.Data statistik tangkapan ikan dari armada kapal komersial biasanya digunakan sebagai basis pendugaan stok di berbagai jenis perikanan. Karena hasil tangkapan adalah fungsi dari upaya penangkapan dan kelimpahan populasi ikan. Kecenderungan hasil tangkapan sepanjang periode waktu merefleksikan perubahan proporsi populasi yang dieksploitasi, perubahan kelimpahan, atau keduanya. Namun demikian, kajian stok dengan menggunakan secara langsung data mentah (raw data) hasil tangkapan dan upaya penangkapan akan menghasilkan prediksi yang bias oleh karena efisiensi dari upaya penangkapan berubah dari waktu ke waktu dan antar kapal penangkap. Diperlukan standardisasi upaya penangkapan untuk mereduksi bias dengan memperhitungkan faktor-faktor efisiensi penangkapan (Sparre et al, 1989). Kajian dengan prosedur dan metode yang memperhitungkan faktor-faktor ini akan menghasilkan time series hasil dan upaya penangkapan (CPUE) yang lebih mewakili kecenderungan dari kelimpahan populasi.___________________Korespondensi penulis:Komplek Pelabuan Perikanan Samudera, Jln. Muara Baru Ujung Jakarta-14440255J. Lit. Perikan. Ind. Vol.17 No. 4 Desember 2011 : 255-263Pada pertengahan tahun 1970, jenis alat tangkap pukat cincin diperkenalkan pertama kali di Batang, Jawa Tengah. Dalam waktu relatif singkat, sejak pasca pelarangan trawl (tahun 1980), perikanan pukat cincin mengalami perkembangan yang sangat pesat ke arah perikanan semi-industri (Potier, 1998). Perkembangan tersebut terus berlangsung hingga kini. Kondisi ini tercermin diantaranya : (a) peningkatan fishing capacity, yakni ukuran kapal beserta kekuatan propulsi mesinnya, (b) perubahan taktik penangkapan, berupa penggunaan lampu fluorecent (merkuri dan halogen) sebagai alat bantu pengumpul ikan (menggantikan peranan rumpon), (c) modernisasi teknologi alat bantu penangkapan seperti radio komunikasi, alat penentu posisi (GPS) dan fish finder (echosounder) dan (d) ekspansi daerah penangkapan (Muhamad & Susilo, 1998). Oleh karena konstribusi produksinya yang besar terhadap produksi ikan pelagis di Laut Jawa, maka unit penangkapan pukat cincin dijadikan sebagai unit penangkapan standard dalam kajian stok. Keanekaragaman karakteristik setiap individu unit penangkapan pukat cincin membutuhkan standardisasi untuk menghindari bias yang bisa terjadi dalam kajian stok sumberdaya ikan.Perlunya standardisasi upaya penangkapan telah disadari sejak lama. Berbagai metode telah diterapkan untuk keperluan tersebut. Metode-metode tersebut menghitung faktor-faktor standar dengan membandingkan rata-rata laju tangkap kapal-kapal kelas ukuran tertentu dengan kelas kapal-kapal standar. Prosedur dan metode-metode lainnya juga banyak digunakan seperti linier model dengan least squares atau maximum likelihood dan multiplicative model untuk menghitung power factor .Perikanan pukat cincin telah menyebar di hampir seluruh perairan Indonesia, dengan bagian terbesar berpangkalan di utara Jawa. Sekitar 51% diantaranya terdapat di Jawa Tengah, dengan dua basis utama yaitu Pekalongan dan Juwana, Pati. Oleh karena konstribusinya yang demikian besar maka dalam penelitian standardisasi upaya penangkapan difokuskan terhadap unit penangkapan pukat cincin yang berada Jawa Tengah, khususnya yang berbasis di Pekalongan. Tujuan penelitian adalah menentukan model upaya (effort) penangkapan standard pada armada perikanan pukat cincin.BAHAN DAN METODESumber dan jenis dataData dan informasi dihimpun dari dari berbagai sumber terutama dari lembaga yang yang terkait dengan pengelolaan perikanan pukat cincin, yakni Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. Verifikasi dan konfirmasi data juga dilakukan dengan pengelola/pelaku perikanan pukat cinicn. Data sekunder berasal dari data statistik perikanan dan data primer hasil wawancara dengan nelayan. Data yang dikumpulkan dan divalidasi adalah karakteristik kapal yang meliputi; GT, panjang kapal, lebar kapal, dalam kapal, kekuatan tenaga penggerak (HP), kapasitas palkah, dimensi jaring pukat cincin, daya lampu yang digunakan dan jumlah ABK. Jenis data upaya penangkapan dalam hal ini adalah trip kapal (jumlah hari), dan data hasil tangkapannya (baik dalam harian, bulanan dan tahunan). Data hasil tangkapan dikumpulkan dari buku laporan tahunan perikanan dan buku bakul di tempat pendaratan ikan. Dalam studi ini diambil 113 unit penangkapan pukat cincin yang aktif beroperasi pada periode 2006 2008.ANALISIS DATAMetode analisis komponen utama (Principal Component Analysis = PCA) (Pieleau, 1984) digunakan untuk menganalisis karakteristik teknis armada pukat cincin di Laut Jawa, yang beroperasi antara tahun 20062008. Informasi karakeristik kapal pukat cincin sebagai basis analisis secara ringkas disajikan dalam Table 1.Tabel 1.Nilai rataan, simpangan baku dan kisaran kapal pukat cincin yang berbasis di PekalonganTable 1.Mean, standard deviation and range values of purse seiner based in PekalonganKarakteristikNMeanStd. Deviation RangeGT (Ton)11379.9612.0759 Panjang (m)11322.49 2.99 20.68 Lebar (m)113 6.88 0.41 1.8 Dalam (m)113 2.22 0.2 1.22 Dayamesin (pk)113 283.9851.42 230 Luas Jaring (1000m2)11350.68 5.06 24.6 Jumlah ABK11331.98 3.0415 Daya Lampu (kilowatt)11327.35 6.2234 Kapasitas Palka (ton)11312.63 2.2911Nilai karakteristik sampel kemudian digunakan untuk menghitung komponen utama (principal component, Ci) (Garcia & Victor, 1992) yang merupakan kombinasi linier dari karakteristik kapal (Xj) , dengan formula sbb.:Ci = j ij . (Xj - Xj ) . Sj-1.............................(1256Standardisasi Upaya Penangkapan Pukat Cincin di Laut Jawa (Mahiswara, et al.)dimana:ij adalah eigenvector ke j dari komponen prinsipal Ci; yang merepresentasikan kontribusi tiap karakteristik Xj (dengan rata-rata dan nilai variance Sj 2).Dari komponen prinsipal Ci yang menjelaskan total variabilitas dan korelasi dengan CPUE, untuk memperoleh standardisasi upaya penangkapan digunakan persamaan:0iimCPUE = a + a . Ci............(2 i=1Fishing Power Index (FP) untuk tiap kapal dihitung berdasarkan persamaan:FP = CPUE. CPUE(standar) = 1 + ai . a0-1. Ci..Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan analisis korelasi antar karakteristik kapal. Berdasarkan hasil analisis korelasi, program principle component diaplikasikan guna memperoleh nilai-eigen karakteristik kapal dan persen varians. Akumulasi persen varians ( > 60 %) dari beberapa komponen ditetapkan sebagai komponen yang paling berperan dalam unit penangkapan pukat cincin. Diantara komponen yang berperan utama akan dilihat yang paling signifikan berkorelasi dengan CPUE. Setelah diketahui komponen yang berkontribusi secara signifikan dengan CPUE maka komponen tersebut akan difungsikan dalam persamaan regresi linear bagi perhitungan CPUE standard. Gambar 1.Figure 1. Penyebaran (dalam %) armada pukat cincin di Indonesia menurut wilayah perairanPercentage distribution of purse seiner according to FMA in Indonesia (Keterangan: I-Barat Sumatera, II-Selatan Jawa, III-Selat Malaka, IV-Timur Sumatera, V-Utara Jawa, VI-Bali-Nusatenggara, VII-Selatan/Barat Kalimantan, VIII-Timur Kalimantan, IX-Selatan Sulawesi, X-Utara Sulawesi, XI-Maluku-Papua)Sumber: Atmaja, 2004HASIL DAN BAHASANPada tahun 2007 dilaporkan bahwa pukat cincin telah menyebar di hampir seluruh perairan Indonesia, dengan jumlah armada terbanyak (sekitar 30%) terdapat di utara Jawa. Dari jumlah yang ada di utara Jawa sebanyak 51% diantaranya terdapat di Jawa Tengah (Gambar 1). Gambar 2.Figure 2. Struktur armada pukat cincin di PekalonganStucture of purse seiner in PekalonganArmada pukat cincin yang berbasis di Pekalongan terbanyak adalah kapal pukat cincin medium dan besar yang berukuran > 30 GT dengan mesin penggerak 120- 370 HP. Jumlah ABK antara 25-50 orang pada tiap kapalnya. Karakteristik armada pukat cincin yang berbasis di Pekalongan disajikan pada Tebel 1. Kemampuan tangkap kapal pukat cincin yang direpresentasikan oleh hasil tangkapan per satuan upaya (ton/tawur), menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun. Tahun 1998 kemampuan tangkap rata-rata kapal pukat cincin mencapai 1.433 ton/tawur/kapal, kemudian menurun hingga tinggal 0.528 ton/tawur/ kapal pada tahun 2008 (Tabel 2). Dalam satu dekade terakhir, juga telah terjadi penurunan jumlah armada pukat cincin di Pekalongan. Pada tahun 2005 terdapat 357 unit, kemudian menurun menjadi 218 unit pada tahun 2007. Struktur armada pukat cincin sampai dengan tahun 2008 disajikan pada Gambar 2. Rentang ukuran kapal pukat cincin di Laut Jawa adalah 20 -140 GT, persentasi terbesar adalah kelas 81 120 GT (40%), dan yang terkecil kelas 20 40 GT (1%). Ukuran kapal yang besar merupakan dampak dari pengembangan armada pukat cincin yang dimulai pada tahun 80-an.257J. Lit. Perikan. Ind. Vol.17 No. 4 Desember 2011 : 255-263Tabel 2.Laju tangkap rata-rata kapal pukat cincin keseluruhan yang berbasis di Pekalongan tahun 1998-2007.Table 2.Mean of catch rate of purse seiner in Pekalongan from 1998 to 2007YearCatchEffortMean of catch rate (ton) (setting) (ton/setting)199876 97953 7111.433 199976 82163 7631.205 200062 37954 4151.146 200161 00357 9411.053 200267 51457 8391.167 200347 55360 5270.786 200450 75856 9120.892 200554 53571 4410.763 200638 73970 4890.550 2007 1881734 4000.547 2008 1350225 5560.528 Berdasarkan data karakteristik armada pukat cincin yang berhasil dihimpun, analisis standardisasi upaya dilakukan melalui beberapa tahapan. Hasil analisis korelasi antar karakteristik kapal pukat cincin secara umum memberikan nilai positif, seperti hubungan antara; tonase kapal (GT) dengan mesin kapal (HP) daya lampu yang digunakan, dan ukuran jaring. Nilai korelasi tertinggi ditemukan antara tonase kapal dengan jumlah anak buah kapal (ABK). Nilai ini mengindikasikan bahwa, perikanan pukat cincin masih bersifat manual dalam operasinya. Kapal dengan tonase besar cenderung mengoperasikan jaring (pukat cincin) yang besar, sehingga dalam operasinya membutuhkan banyak tenaga kerja (ABK). Nilai korelasi positif ditemukan hampir pada seluruh hubungan antar karakteristik. Hal ini mengindikasikan bahwa seluruh variabel secara sinergi memberikan kontribusi dalam menentukan efisiensi dan efektivitas unit penangkapan pukat cincin. Nilai korelasi negatif yang relatif kecil ditemukan hanya pada hubungan antara panjang kapal dengan dalam kapal. Nilai-nilai korelasi antar karakteristik kapal pukat cincin selengkapnya disajikan pada Tabel 3.Tabel 3. Table 3. Matrik korelasi antar karakteristik kapal pukat cincin yang berbasis di Pekalongan Matrix correlation between characteristic of purse seiner based in PekalonganKarakteristikGTPanjang KapalLebar Kapal Dalam Kapal Daya Mesin Luas Jaring Jumlah ABK Daya LampuKapasitas Palka GTPanjang Kapal1.0000.4701.000 Lebar DalamDaya KapalKapal Mesin J0.304 0.200 0.285 0.002 -0.019 0.1411.000 0.430 0.218 1.000 0.1061.000Penerapan analisis komponen utama dari 9 karakteristik kapal pukat cincin menghasilkan komponen baru yang dibentuk berdasarkan kombinasi dari keseluruhan karakteristik yang terlibat dalam analisis komponen utama. Pada Tabel 4 dapat dilihat nilai-nilai eigen dan nilai persentase varians yang dijelaskan untuk masing-masing komponen. Berdasarkan nilai-eigen dan persentase varians yang dijelaskan dapat dilihat komponen 1 memiliki eigen tertinggi sebesar 3,63 dan menjelaskan 40% dari keseluruhan varians. Pada analisis selanjutnya hanya akan digunakan 3 komponen utama dari komponen-komponen yang dihasilkan. Proses penentuan 3 komponen ini dilakukan dengan melihat persentase varians dari masing-masing komponen, dimana terlihat komponen ke 4 dan selanjutnya hanya menghasilkan persentase varians dibawah 10%. Tiga komponen pertama secara kumulatif sudah menjelaskan 66,14 % varians keseluruhan data.Proses ekstraksi eigen-vektor ketiga komponen untuk sembilan karakteristik kapal disajikan pada Tabel 5. Kombinasi vektor tiga komponen pertama inilah yang akan menjadi dasar dalam analisis selanjutnya. Dengan mengunakan ekstraksi eigen-vector dari ketiga komponen, dapat diketahui peran258CPUEStandardisasi Upaya Penangkapan Pukat Cincin di Laut Jawa (Mahiswara, et al.)dari masing-masing karakteristik kapal dalam membangun kombinasi linier untuk masing-masing komponen, seperti disajikan dalam Tabel 5. yang diperoleh. Dengan menggunakan formula (2) maka diperoleh CPUE standard yang didasarkan persamaan linear regresi sebagai berikut :Tabel 4.Table 4.Component2 3 4 5 6 7 8 9Tabel 5.Table 5. Nilai-eigen dari komponen-komponen hasil dari analisis komponen utama dan persentase total variance yang dijelaskan oleh masing-masing komponen utamaEigen values of components resulted from PCA and the percentage of total variance explained by the principal component associated with themInitial% ofCumulative Eigenvalues Variance %3.6340.3040.30 1.3615.1055.40 0.9710.7466.14 0.82 9.1675.30 0.64 7.0682.36 0.53 5.8588.22 0.49 5.4693.68 0.40 4.4498.12 0.17 1.88 100.00Eigen-vektor dari tiga komponen prinsipal pertamaEigenvector of the first three principal components CPUE = 353,4 x 16,95.CiNilai Fishing Power Indeks (FP) adalah sebagai berikut:FP = 1 +(16,59) * (353,4)-1. CiDengan menggunakan formula FP maka dapat diperoleh nilai-nilai upaya penangkapan (fishing effort) yang terstandard untuk seluruh sampel kapal seperti disajikan pada Lampiran 1. Dalam Lampiran 1 tampak bahwa nilai upaya penangkapan, dalam hal ini jumlah trip (hari) yang sudah terkoreksi (distandardkan) mengalami perubahan, Untuk perbedaan nilai yang muncul pada masing-masing kapal sampel ditentukan oleh karakteristik kapal yang dimiliki. Secara umum dengan nilai R2 sebesar 0.46 mengindikasikan bahwa model yang dibangun dari kombinasi linear beberapa karakteristik kapal pukat cincin sudah menjelaskan 46,6 % dari keseluruhan hubungan antara data jumlah kombinasi faktor (Ci) dengan CPUE. Dengan menggunakan model tersebut dapat diperoleh nilai Fishing Power untuk masing-masing kapal dan selanjutnya dilakukan standarisasi upaya penangkapan.1,2001,000 y = 16.95x + 353.4R = 0.4666 800GT (Ton) Panjang (m) Lebar (m) Dalam (m)Dayamesin (pk) 230.909-0.0830.010 0.579-0.4520.150 0.434 0.7090.007 0.312 0.741 -0.2120.3560.2280.703 600400200--20.00 -15.00 -10.00 -5.000.005.0010.00 15.00CiLuas Jaring (1000m2) Jumlah ABKDaya Lampu (kilowatt)Kapasitas Palka (ton) 0.713-0.1270.185 0.831-0.0920.021 0.800-0.075 -0.2120.462-0.121-0.571 Gambar 3.Figure 3. Hubungan antara CPUE dengan nilai kombinasi linear (Ci)Correlation between purse seiner CPUE with linear combination (Ci)iKeseluruhan 3 komponen utama (Tabel 4) digunakan untuk menentukan nilai kombinasi linear (C) guna memperoleh persamaan regresi linear untuk CPUE seperti disajikan pada dalam Gambar 3. Berdasarkan Gambar 3 diperoleh nilai korelasi (R2) sebesar 0,466, yang menggambarkan bahwa data yang digunakan untuk keperluan analisis sebagain besar (> 40%) dapat dijelaskan melalui persamaan Metode analisis komponen utama telah diterapkan pada kajian standardisasi upaya penangkapan pada armada perikanan pukat cincin tuna di Meksiko. Sejumah 51 unit kapal pukat cincin tuna dianalisis. Karakteristik unit penangkapan yang digunakan dalam analisis adalah; tahun pembuatan, tonase (GT dan NT), panjang total (LoA), lebar dan dalam kapal, daya muat dukung (carryng capacity), tenaga pengerak dan259J. Lit. Perikan. Ind. Vol.17 No. 4 Desember 2011 : 255-263luas jaring. Hasil analisis menunjukkan bahwa 3 komponen utama pertama telah dapat menjelaskan 85 % varians data yang dianalisis. Untuk keperluan penentuan formula standardisasi upaya (day/trip) pukat cincin tuna meksiko, dipilih satu komponen utama yang menjelaskan 66 % varians data yang ada (Garcia & Victor, 1992).Melalui persamaan yang diperoleh maka untuk standardisasi upaya, dalam hal ini jumlah hari per trip bagi setiap unit penangkapan dapat dilakukan. Model persamaan yang diperoleh dapat diterapkan untuk standardisasi armada yang telah ada sebelumnya, maupun bagi armada baru yang masuk sepanjang memiliki karakteristik yang sesuai.KESIMPULANKajian stok sumberdaya ikan berbasis upaya penangkapan armada pukat cincin yang bersifat dinamis membutuhkan standardisasi upaya untuk menghasilkan nilai/angka stok ikan yang akurat. Analisis terhadap karakteristik armada pukat cincin di Laut Jawa telah menghasilkan persamaan yang dapat dijadikan sebagai standar upaya penangkapan guna perhitungan stok ikan pelagis kecil yaitu; Catch Per Unit Effort (CPUE) = 353,4 * 16,95.Ci dan Fishing Power Indeks (FP) = 1 +(16,59) * (353,4)-1. Ci.PERSANTUNANMakalah ini merupakan salah satu hasil dari kegiatan penelitian Standardisasi Upaya Penangkapan (Fishing Effort) Armada Perikanan Pelagis Kecil Di Laut Jawa, yang didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional melalui Program Hibah Penelitian Bagi Peneliti Dan/Atau Perekayasa, Tahun Anggaran 2009. DAFTAR PUSTAKAAtmaja, S. B. & D. Nugroho. 2004. Pendugaan hasil tangkapan lestari ikan pelagis di Laut Jawa dan sekitarnya setelah penggunaan lampu sorot sebagai taktik penangkapan pukat cincin. In: Ngurah N. Wiadnyana, Endang Sriyati & Dian Oktaviani. Prosiding Hasil-hasil Riset. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Jakarta.Garcia, S.O., & Victor, M. Gomes, 1992. Standardization of Fishing Effort Using Principlal Component Analysis of Vessel Characteristic. Sci. Mar. 56 (1).Muhamad, S. & Susilo, 1998. East Java fishermens attitudes towards new fishing technologies. In: Roch, J., S. Nurhakim, J. Widodo & A. Purnomo (eds): Seminar Sosekima. Proceedings of Socio-economics, Innovation and Management of the Java Sea Pelagic Fisheries. Bandungan, 4 7 December 1995. AARD/EEC/ ORSTOM.Pielou, E.C., 1984. The interpretation of Ecological Data. A Primer on Clasification and Ordination. John Wiley & Sons, New York, 263 pp.Potier, M., P. Petitgas & D. Petit, 1997. Tentative relation between acoustics and dynamics. A case study: The purse seine fishery of the Java Sea. Proseeding of Acoustics. Seminar Akustikan 2. AARD/EEC/ORSTOM.Sparre, P., E. Ursin & S.C. Venema. 1989. Introduction to Tropical Fish Stock Assessment. FAO Fisheries Technical Paper.260Standardisasi Upaya Penangkapan Pukat Cincin di Laut Jawa (Mahiswara, et al.)Lampiran 1.Lampiran 1. Nilai Fishing Power Indeks (FPI), upaya penangkapan nominal dan upaya penangapan terstandard (jumlah hari) kapal pukat cincin di Jawa.Fishing Poser Index (FP), nominal effort and standardized effort (number of day) of the java seinersUpayaKapalCiFPSebelum Standarisasi Upaya Setelah Standarisasi1 -9.511 2 -2.852 3 -4.617 4 -0.794 5 -7.944 6 -4.609 7 2.701 8 -3.727 9 -6.910 10 -5.831 11 1.298 12 1.494 13 -2.479 14 -11.008 15 -5.744 16 2.376 17 2.565 18 -6.409 19 0.973 20 -1.898 21 -9.331 22 -6.971 23 -6.649 24 -2.223 25 1.214 26 -1.860 27 4.690 28 -15.890 29 -4.560 30 -0.467 31 -7.728 32 -3.993 33 4.502 34 -5.681 35 -3.930 36 0.968 37 -4.258 38 -4.29039-3.397 2006 0.544203 0.863276 0.779308 0.962 56 0.619100 0.779259 1.130312 0.821226 0.669291 0.720113 1.062232 1.072 72 0.881 80 0.472110 0.724193 1.114241 1.123122 0.693 63 1.047247 0.909 47 0.552 77 0.666 72 0.681103 0.893279 1.058180 0.911 10 1.225 67 0.238114 0.781306 0.978212 0.629213 0.809176 1.216157 0.728 57 0.811138 1.046193 0.796128 0.7941480.837134 200720082006 198 298 110 260 56 23843 107 240 242 0 54 79 206 62 209 160 202 225 84 352 289 120 186 192 194 195 64 71 81 269 164 246 220 82 77 174 102 70 318 168 52 256 88 140 308 69 268 276 277 137 180 56 44 319 84 259 229 182 43 257 0 43 176 79 48 170 306 70 128 0 249 178 136 190 81 276 9 168 261 82 179 56 27 243 269 239 187 0 207 93 55 134 107 226 142 118 291 191 70 232 41 156 291 112 211 160 202 33 113 102 144 232 11810472112 20072008 108 162 224 4833 83 233 0 49 128 163 125 254 95 237 99 128