Journal Reading

15
JOURNAL READING Juvenile myopia progression, risk factors and interventions Pembimbing: Dr. Hj.Hasri Danri, Sp.M

description

efvcds

Transcript of Journal Reading

Page 1: Journal Reading

JOURNAL READINGJuvenile myopia progression, risk factors and

interventions

 Pembimbing:

Dr. Hj.Hasri Danri, Sp.M

Page 2: Journal Reading

Latar Belakang

Prevalensi untuk miopia yang merupakan gangguan mata paling umum di seluruh dunia, meningkat selama tiga dekade terakhir di Amerika Serikat dari 25% menjadi 41% dan telah meningkat menjadi 70-90% di beberapa negara Asia

Page 3: Journal Reading

Perkembangan pada miopia sedang banyak diteliti. Walupun miopia sering dianggap sebagai masalah yang biasa, namun ia merupakan suatu masalah untuk masyarakat karena mempengaruhi fungsi penglihatan, kualitas hidup, dan konsekuensi ekonomi.

Hampir setengah dari populasi di dunia yang mempunyai masalah kelainan refraksi yang tidak dikoreksi sehingga miopi mempunyai persen yang tinggi dari kelompok itu.

Page 4: Journal Reading

Tujuan

Untuk memahami faktor-faktor risiko dan intervensi yang paling umum dari miopia pada remaja.

Mekanisme emetropisasi dan memahami apa yang terjadi ketika proses ini gagal adalah target penelitian ini.

Memahami, mengendalikan dan mengobati miopia juga merupakan tujuan dari Organisasi Kesehatan Dunia, proyek visi 2020.

Page 5: Journal Reading

MIOPIA REMAJA

Kebanyakan penelitian mengklasifikasikan lebih dari 60% miopia sebagai onset awal disebut juga juvenile miopia atau miopia sekolah, yang terjadi terjadi pada anak usia antara 9 dan 11 tahun dengan perkembangan di awal usia remaja.

Prevalensi miopia yang dilaporkan pada anak-anak berusia 6 tahun bervariasi. Prevalensi di Oman untuk anak-anak berusia 6 tahun adalah 0,6%, namun definisi miopia lebih dari -1,0 dioptri ketika sebagian besar penelitian menggunakan -0,5 dioptri. Prevalensi miopia di kalangan anak-anak pra-sekolah di King Abdulaziz Medical City, Riyadh, Arab Saudi adalah 2,5%.

Page 6: Journal Reading

Dalam tiga tahun pertama kehidupan kornea dan lensa, mengalami perubahan untuk menyeimbangkan peningkatan sekitar 20 dioptri dengan panjang aksial dari pertumbuhan mata.

Antara usia 3 dan 13 tahun, lensa dan kornea perlu menyesuaikan sekitar 3 dioptri untuk menjaga emmetropia.

Karena terlalu kuat pembiasan sinar di dalam mata untuk panjang nya bola mata yang diakibatkan kornea terlalu cembung, lensa mempunyai kecembungan yang kuat, sehingga bayangan dibiaskan kuat dan bola mata terlalu panjang sehingga terjadilah miopi.

Page 7: Journal Reading

Faktor genetik

Dalam sebuah penelitian 80% dari miopia pada usia remaja miopia mempunyai faktor yang diturunkan

Bukti genetik menunjukan adanya prevalensi miopia pada anak-anak meningkat dengan jumlah orang tua yang rabun dari 7.6, 14.9, 43.6 persen.

Namun, pengamatan dari nilai heritabilitas rendah pada orang tua dengan korelasi genetik yang drastis pada lingkungan antar generasi. Penelitian faktor gen dalam pada Miopia keluarga dihitung indeks heritabilitasnya antara 27% dan 55%.

Page 8: Journal Reading

Sebuah tinjauan terbaru yaitu dari data satu dekade terakhir dalam mencari gen untuk myopia yaitu dengan melihat panjang aksial dan refraksi gen yang sama dan menyatakan bahwa sebagian besar kasus myopia tidak mungkin disebabkan oleh kelainan pada struktural protein.

Mereka menyimpulkan dalam membahas faktor gen dan pengaruhnya terhadap miopia, sulit untuk menunjukkan apa pun kecuali efek sederhana pada etiologi mereka.

Jadi masih meninggalkan kesan bahwa pengaruh lingkungan memberikan efek yang lebih besar daripada beberapa faktor gen

Page 9: Journal Reading

Faktor lingkungan

Peningkatan prevalensi miopia yang drastis tinggi di Taiwan, Singapura, Hong Kong, Skandinavia, dan Amerika serikat telah menunjukan kemungkinan yang lebih mungkin adalah faktor lingkungan.

Di Sydney memiliki kelompok sampel acak yaitu sekelompok anak-anak usia 6 dan kelompok usia 12, dengan interval pemeriksaan ulang selama tiga tahun.

Penelitian ini digunakan dengan auto refraksi. Dengan juga mengumpulkan data dari orang tua dari populasi penelitian bertujuan untuk menilai interaksi antara faktor risiko genetik dan lingkungan.

Page 10: Journal Reading

Penelitian longitudinal Orinda menemukan perbedaan mendahului timbulnya myopia.

Penurunan kemungkinan perkembangkan miopia dengan kelas delapan jika seorang anak memiliki dua orang tua rabun dari 0,60 dan jika waktu diluar ruangan di kelas tiga rendah (0-5 jam per minggu) dengan 0,20 jika waktu diluar ruangan tinggi (>14 jam per minggu).

Statistik menunjukan faktor risiko yang meliputi usia, etnis, sekolah, tingkat IQ, jumlah buku yang dibaca per minggu, tinggi miopia pada orangtua dan waktu yang dihabiskan di luar rumah secara signifikan mempengaruhi.

Page 11: Journal Reading

Untuk membantu mengukur peran dari lingkungan dan faktor gen sangat penting untuk memeriksa prevalensi etnis yang sama dalam suatu populasi yang bermigrasi ke lingkungan yang berbeda.

Hal ini dilakukan dalam membandingkan faktor prevalensi dan risiko pada anak-anak usia 6 dan 7 tahun dari etnis tionghoa di Sydney dan Singapura.

Prevalensi miopia pada anak tionghoa adalah 3,3% di Sydney dan 29,1% di Singapura karena anak-anak di Sydney lebih sering membaca buku dan memiliki total waktu dengan kegiatan jarak dekat.

Page 12: Journal Reading

India menunjukkan prevalensi sangat rendah miopia di India, prevalensi miopia pada etnis India di Singapura tinggi.

Park dan Congdon berpendapat bahwa banyak dari studi prevalensi dalam literatur memiliki kekurangan yang signifikan terutama karena kurangnya data longitudinal.

Morgan dan Rose merasa ada bukti lingkungan yang cukup bahwa dalam lingkungan dengan sistem pendidikan intensif di lingkungan perkotaan, hampir semua orang bisa menjadi rabun.

Page 13: Journal Reading

Intervensi

Intervensi untuk mengontrol perkembangan miopia remaja termasuk pemberian obat-obatan farmasi, biofocal dan kontak lensa yang dibuat dari bahan kaku, permeabel terhadap gas atau bahan lunak.

Dalam uji coba 2 tahun secara acak memberi atropin pada anak-anak rabun dalam satu mata.

Hasilnya mata yang diobati berkembang 0,38 dioptri dan mata yang tidak diobati berkembang 1,20 dioptri. Perbedaan perkembangan miopia 0,92 D juga disertai oleh perpanjangan aksial berkurang 0,40 mm. Tidak ada efek samping yang serius yang berhubungan dengan atropin dilaporkan. Namun, perbedaan ini menyempit satu tahun setelah atropin itu dihentikan.

Page 14: Journal Reading

Kelompok studi atropin ini juga melaporkan memulai uji coba klinis secara acak baru menggunakan tiga atropin yang berbeda dengan pengobatan bilateral selama lebih dari dua tahun dengan pemantauan pasca pengobatan untuk mengevaluasi efek kontrol pengobatan miopia.

Ada dua studi menggunakan Pirenzepine gel, di Amerika Serikat, dan, di Asia, menunjukkan penurunan hampir 50% dalam perkembangan bila digunakan dua kali sehari.

Page 15: Journal Reading

Pemakaian lensa kontak kaku telah dilaporkan untuk memperlambat perkembangan miopia tetapi tidak diteliti dalam uji coba kontrol secara acak hingga tahun 2003. lensa kontak permeabel yang kaku ditemukan hanya memiliki efek perlindungan ringan.

Studi dua tahun terbaru dari empat puluh, anak-anak berusia 8-11 tahun yang diberikan lensa kontak membentuk kembali kornea saat tidur. Pertumbuhan mata dilaporkan melambat dibandingkan dengan lensa kontak lunak yang dipakai.