Journal Reading Batal

26
Journal Reading Tanggal : 9 Februari 2015 Oleh : Lidya Christy Agustine Bonita NIM : 030.10.161 Pembimbing : dr. Sri Primawati Indraswari, Sp. KK, MM Efek Kombinasi Dari Kemoprofilaksis Rifampisin Dosis Tunggal Dan Imunoprofilaksis Dengan BCG Untuk Mencegah Penularan Penyakit Kusta Pada Kusta Yang Didiagnosa Sebagai Kasus Baru: Uji Terkontrol Acak Kelompok (penelitian MALTALEP) Renate A Richardus 1 , Khorshed Alam 2 , David Pahan 2 , Sabiena G Feenstra 1 , Annemieke Geluk 3 and Jan H Richardus 1* BMC Infectious Diseases 2013 13:456 Diterima untuk publikasi pada Oktober 2013 Abstrak Latar Belakang: Meskipun hampir 30 tahun kemoterapi yang efektif dengan penggunaan MDT, tingkat deteksi kasus baru kusta secara global, tidak ada perubahan selama beberapa tahun terakhir. Kebutuhan akan alat dan metodologi baru, diperlukan untuk mencegah penyebaran kuman M. leprae. Rifampisin dosis tunggal (SDR) terbukti mencegah 57% dari kasus insiden kusta dalam dua tahun awal, ketika diberikan kepada orang yang kontak dengan penderita yang baru terdiagnosa lepra. Imunisasi penderita dengan BCG telah tercatat dengan baik, dan memiliki

description

journal reading dermatology

Transcript of Journal Reading Batal

Journal ReadingTanggal: 9 Februari 2015Oleh: Lidya Christy Agustine BonitaNIM: 030.10.161Pembimbing: dr. Sri Primawati Indraswari, Sp. KK, MM

Efek Kombinasi Dari Kemoprofilaksis Rifampisin Dosis Tunggal Dan Imunoprofilaksis Dengan BCG Untuk Mencegah Penularan Penyakit Kusta Pada Kusta Yang Didiagnosa Sebagai Kasus Baru: Uji Terkontrol Acak Kelompok (penelitian MALTALEP)Renate A Richardus1, Khorshed Alam2, David Pahan2, Sabiena G Feenstra1, Annemieke Geluk3 and Jan H Richardus1*

BMC Infectious Diseases 2013 13:456

Diterima untuk publikasi pada Oktober 2013

AbstrakLatar Belakang: Meskipun hampir 30 tahun kemoterapi yang efektif dengan penggunaan MDT, tingkat deteksi kasus baru kusta secara global, tidak ada perubahan selama beberapa tahun terakhir. Kebutuhan akan alat dan metodologi baru, diperlukan untuk mencegah penyebaran kuman M. leprae. Rifampisin dosis tunggal (SDR) terbukti mencegah 57% dari kasus insiden kusta dalam dua tahun awal, ketika diberikan kepada orang yang kontak dengan penderita yang baru terdiagnosa lepra. Imunisasi penderita dengan BCG telah tercatat dengan baik, dan memiliki efek pencegahan yang berlangsung hingga 9 tahun. Namun, satu kelemahan utamanya adalah terjadinya peningkatan kasus dalam tahun pertama setelah imunisasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh kemoprofilaksis dengan SDR dan imunoprofilaksis dengan BCG pada hasil klinisnya serta pada respon imun host dan profil ekspresi gen pada orang yang kontak dengan penderita yang baru terdiagnosa lepra. Kami berkesimpulan bahwa efek dari kedua intervensi mungkin saling melengkapi, sehingga hasil pencegahan gabungan dua metode ini menjadi signifikan dan tahan lama.

Metode/desain: Melalui uji coba terkontrol acak kelompok, kami membandingkan imunisasi BCG saja dibandingkan dengan BCG ditambah SDR pada orang yang kontak dengan penderita kusta baru. Grup kontak sekitar 15 orang akan dibentuk untuk masing-masing 1.300 penderita kusta termasuk dalam uji tesnya, sehingga total sekitar ada 20.000 orang. BCG akan diberikan kepada kelompok intervensi diikuti oleh SDR 2 bulan kemudian. Kelompok kontrol akan menerima BCG saja. Secara total 10.000 penderita akan dimasukkan dalam kedua kelompok intervensi selama 2 tahun. Follow up akan berlangsung selama satu tahun serta dua tahun setelah intervensi awal. Hasil utamanya adalah terjadinya kusta klinis dalam waktu dua tahun. Bersamaan dengan vaksinasi dan SDR, sampel darah untuk analisis in vitro akan diperoleh dari 300 orang yang berpartisipasi dalam uji coba untuk mengetahui pengaruh intervensi kemoterapiprofilaksis dan immunoprofilaksis pada parameter kekebalan tubuh dan genetik dari host.Pembahasan: Kombinasi kemoprofilaksis dan imunoprofilaksis, berpotensi sangat kuat dan inovatif yang bertujuan pada orang yang kontak dengan penderita kusta, dapat mengurangi transmisi M. leprae nyata. Uji coba ini bermaksud untuk mengetahui efek potensial pencegahannya. Evaluasi profil biomarker kekebalan tubuh dan genetik akan memungkinkan identifikasi patogen dibandingkan dengan biomarker proteksi host (BCG-diinduksi) dan bisa mengarah pada intervensi profilaksis yang efektif untuk kusta dengan menggunakan alat dioptimalkan untuk identifikasi individu yang paling berisiko terkena penyakit.Kata Kunci: Kusta, M. leprae, vaksin BCG, Rifampisin, Pencegahan, RCT, protocol penelitian

Latar belakangJumlah kasus kusta baru secara global tetap konstan selama beberapa tahun terakhir [1], ini menunjukkan bahwa penyebaran Mycobacterium leprae, kuman penyebab kusta, berada di banyak negara endemik. Intervensi dasarnya adalah terapi dengan kombinasi obat (MDT) yang diberikan kepada penderita kusta baru yang ditemukan, tapi ini tampaknya tidak cukup untuk menurunkan jumlah kasus baru.Risiko utama dari paparan M. leprae pada kontak dekat yang baru adalah tidak mendapatkan pengobatan lepra. Penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa peluang untuk menemukan pasien kusta sebelumnya yang tidak terdiagnosis adalah sepuluh kali lebih tinggi pada kontak penderita kusta anggota se-rumah terus dibandingkan pada populasi umum, dan kesempatan untuk menemukan kusta di antara berbagai kategori tetangga dan kontak sosial menjadi - tiga sampai lima kali lipat [2,3]. Oleh karena itu, kami menyarankan bahwa kontak harus menjadi fokus utama dari strategi pengendalian kusta di masa depan. Strategi tersebut harus memiliki tiga pilar dasar: 1) deteksi kasus; 2) manajemen kasus; dan 3) manajemen kontak [4].Dalam beberapa tahun terakhir, banyak penelitian telah menyelidiki penggunaan imunoprofilaksis (vaksinasi) dan kemoprofilaksis untuk mencegah kusta. Intervensi ini telah berfokus pada kontak penderita kusta. Vaksinasi Bacillus Calmette-Guerin (BCG) dikenal sebagai vaksin terhadap TBC dan secara rutin diberikan kepada bayi sebagai bagian dari rangkaian imunisasi bayi di banyak bagian dunia. BCG juga diakui dapat melindungi terhadap penyakit kusta [5,6]. Selama bertahun-tahun, beberapa uji coba menggunakan vaksin BCG telah membangun efek perlindungan terhadap penyakit kusta, sering dalam kombinasi dengan M. leprae atau vaksin mycobacterium yang terkait. Efektivitas vaksinasi BCG sama baiknya, atau bahkan lebih unggul daripada vaksin lain mycobacterium [4].Efektivitas BCG tampaknya secara signifikan lebih tinggi di penelitian ketika vaksinasi BCG menargetkan kontak penderita kusta pada tingkat rumah tangga dibandingkan dengan yang dilakukan pada populasi umum: 68% vs 53% [5]. Di Brazil, pemerintah secara resmi merekomendasikan (re)vaksinasi BCG untuk melindungi kontak dengan penderita kusta di tingkat rumah tangga. Kebijakan ini dinilai dalam penilitian kohort, hasilnya menunjukkan bahwa perlindungan yang diberikan oleh BCG sebesar 56% dan tidak dipengaruhi oleh vaksinasi BCG sebelumnya [7]. Risiko kusta tuberkuloid selama bulan-bulan awal termasuk tinggi di antara mereka yang divaksinasi tanpa vaksinasi BCG sebelumnya; 21 dari 58 kasus kusta baru (36%) terjadi pada tahun pertama. Risiko ini, bagaimanapun, telah menurun pada tahun pertama dan tahun-tahun berikutnya, tingkat perlindungan dalam kelompok ini mencapai 80% [7]. Hasil penelitian ini tidak konklusif karena beberapa inkonsistensi metodologis di dalamnya. Secara khusus, masalah peningkatan risiko penyakit kusta tuberkuloid pada bulan-bulan pertama setelah vaksinasi BCG membutuhkan evaluasi lebih lanjut.Berkenaan dengan kemoprofilaksis, penelitan COLEP di Bangladesh menunjukkan bahwa penggunaan dosis tunggal rifampisin (SDR) pada kontak penderita kusta yang baru didiagnosis, mengurangi kejadian keseluruhan kusta dalam dua tahun pertama sebesar 57% [8]. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa efek dari SDR tergantung pada status BCG pada kontak [9]: Jika kontak telah menerima vaksinasi BCG sebagai bagian dari program vaksinasi anak-anak (seperti yang ditandai dengan adanya bekas luka/skar BCG), efek perlindungan dari SDR adalah sebesar 80%. Vaksinasi BCG pada saat anak-anak dan SDR masing-masing memiliki efek perlindungan pada kontak sekitar 60%, tetapi jika kontak yang sebelumnya telah menerima vaksinasi BCG juga menerima SDR, efek perlindungannya menjadi bertambah.Berdasarkan pengalaman dengan vaksinasi BCG dan kemoprofilaksis SDR dalam mencegah kusta antara kontak dengan penderita kusta, uji coba dimulai di Bangladesh untuk menilai efektivitas strategi kombinasi (akronim: penelitian MALTALEP). Tujuan dari makalah ini adalah untuk menggambarkan desain penelitian terkontrol secara acak kelompok, di mana kontak dengan penderita kusta yang baru didiagnosis, akan baik menerima BCG sendiri, atau diberikan BCG ditambah SDR. Secara khusus, sangat penting untuk menentukan apakah peningkatan kasus pada tahun pertama setelah imunoprofilaksis dapat dicegah dengan kemoprofilaksis, sambil mempertahankan efek perlindungannya.

Metode / DesainTujuan dan HipotesisTujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efek kombinasi dari kemoprofilaksis dengan rifampisin dosis tunggal (SDR) dan imunoprofilaksis dengan vaksinasi Bacillus Calmette-Guerin (BCG), pada kontak kasus baru kusta. Kedua intervensi diketahui memiliki efek pencegahan dan kami berhipotesis bahwa efek ini dapat saling melengkapi, sehingga efek kombinasinya mungkin signifikan dan bertahan lama.

Desain penelitianIntervensi terdiri dari uji coba kelompok acak terkontrol, dengan dua kelompok pengobatan, untuk mempelajari efektivitas vaksin BCG terhadap BCG dalam kombinasi dengan SDR dalam pencegahan kusta di antara kontak dari penderita kusta yang baru didiagnosa.

TempatPenelitian ini berlangsung di kabupaten Nilphamari, Rangpur, Thakurgaon dan Panchagarh di Barat Laut Bangladesh. Pasien akan masuk ke dalam penelitian melalui Program Kesehatan Desa dari The Leprosy Mission International Bangladesh (TLMIB), yang terletak di Rumah Sakit Nilphamari; rumah sakit rujukan khusus dalam deteksi dan pengobatan kusta. Populasi dari empat kabupaten sekitar 7.000.000 (sensus 2011 [10]) dan 800-900 penderita kusta baru terdeteksi per tahunnya. Jumlah populasi dalam empat kabupaten, utamanya berada di pedesaan, tetapi juga meliputi enam kota utama.

PesertaPenderita kusta yang baru didiagnosis akan dimasukkan dalam penelitian setelah didiagnosa kusta sesuai dengan pedoman Program Kesehatan Desa, yang mengikuti dari Program Nasional Pengendalian Kusta[11,12]. Semua penderita kusta baru dikonfirmasi oleh petugas medis, dan konfirmasi ini ditulis pada kartu pasien. Sekitar 1.300 penderita kusta akan didaftarkan ke dalam penelitian. Setelah pasien didiagnosis, rincian pasien akan disimpan (Tabel 1). Terapi multi-obat (MDT) akan dimulai sesuai dengan standar pedoman nasional. Peserta pada pasien kusta lesi tunggal PB (SLPB) akan berhenti ketika 500 pasien tersebut telah dimasukkan; hal yang sama akan berlaku untuk kelompok pasien PB lainnya (PB2-5, dengan 2-5 lesi kulit pada pemeriksaan fisik). Hal ini akan membantu memastikan peserta minimal 300 pasien multibasiler (MB). Dalam waktu dua minggu setelah penderita kusta baru telah menerima dosis kedua MDT (empat minggu setelah dosis pertama), survei akan dilakukan di antara semua kontak pada tingkat rumah tangga. Selama survei ini, grup kontak akan dibentuk yang terdiri dari sekitar 15 orang untuk setiap pasien. Dengan demikian, jumlah total kontak yang disertakan akan sekitar 20.000.Kriteria eksklusi pasiennya adalah sebagai berikut: setiap pasien yang menolak pemeriksaan kontak, setiap pasien yang menderita kusta bentuk saraf murni, setiap pasien yang hanya tinggal sementara di daerah penelitian, setiap pasien baru yang ditemukan selama pemeriksaan kontak dari indeks kasus, setiap pasien baru yang tinggal kurang dari 100 m dari pasien sudah termasuk dalam penelitian atau kerabat tingkat pertama dan kedua pasien sudah termasuk dalam penelitian ini.Kategori-kategori berikut dari kontak penderita kusta baru telah dibedakan untuk inklusinya: mereka yang tinggal di rumah yang sama (anggota rumah tangga), yang tinggal di sebuah rumah di kompleks yang sama, berbagi dapur yang sama, dan tetangga dekat (tetangga pertama). Kriteria eksklusi untuk kontak adalah sebagai berikut: setiap orang yang menolak informed consent, wanita mana pun yang menunjukkan bahwa dia sedang hamil, setiap orang saat ini dalam pengobatan TB atau kusta, setiap orang di bawah usia 5 tahun, setiap orang yang diketahui menderita penyakit hati atau penyakit kuning, setiap orang yang tinggal sementara di daerah penelitian, setiap orang yang menderita kusta di survei awal (pasien akan dirujuk ke klinik untuk pengobatan kusta) dan setiap orang yang menjadi kontak dari pasien lain dan sudah terdaftar dalam kelompok kontak dari pasien lainnya.

Tabel 1 Data Pasien dan Kontak yang Tercatat

1. Data pribadi pasien dan semua kontak yang dipilih pada penelitian: nama, tahun lahir, jenis kelamin dan hubungan kontak dengan pasien yang dipilih2. Informasi singkat tentang riwayat kesehatan dari semua kontak (penyakit hati, kanker, HIV, TB, lepra, kehamilan, status vaksinasi dan penggunaan obat-obatan) untuk memastikan bahwa peserta tidak memiliki kontraindikasi untuk vaksinasi BCG atau penggunaan obat rifampisin 3. Hasil pemeriksaan fisik pada tanda-tanda dan gejala kusta (termasuk klasifikasi kusta dan kecacatan menurut WHO grade) dan tindakan diambil yang sesuai4. Intervensi: vaksinasi BCG, obat yang disediakan, sampel darah yang diambil5. Catatan dari setiap reaksi yang merugikan dan tindakan yang diambil sesuai6. Laporan kunjungan follow-upnya

Randomisasi / PengacakanSetiap kelompok kontak akan secara acak dialokasikan ke salah satu dari dua kelompok penelitian (Kelompok 1: BCG saja, atau Kelompok 2: BCG ditambah SDR) melalui proses komputer dengan 1: 1 rasio untuk setiap kelompok. Alokasi untuk menerima SDR tertera pada formulir pengumpulan data masing-masing grup kontak. Imunoprofilaksis dengan BCG akan diberikan pada saat survei kontak ke semua kontak yang termasuk dalam kedua kelompok penelitian, diikuti oleh kemoprofilaksis dengan SDR delapan minggu kemudian di kontak kelompok 2.Sebuah representasi skematis dari penelitian MALTALEP ditunjukkan pada Gambar 1 (sisi kiri), bersama-sama dengan kelompok non-intervensi (kanan) dan kerangka sampel untuk analisis profil kekebalan tubuh dan gen host, yang merupakan bagian dari penelitian IDEAL (lihat bawah).

Penilaian HasilParameter utamanya adalah jumlah penderita kusta baru yang muncul dari kelompok kontak. Proporsi antara kedua kelompok uji coba akan dibandingkan setelah satu dan dua tahun.Analisis data sekunder akan dilakukan dalam rangka untuk menentukan kelompok-kelompok khusus yang berisiko mengidap kusta dan analisis sampel darah profil kekebalan tubuh dan gen host.

2 tahun :Follow upSampel darah :Kasus Lepra Baru2 tahun :Follow upSampel darah :Kasus Lepra Baru2 tahun :Follow upSampel darah :Kasus Lepra Baru1 tahun :Follow upSampel darah :Kasus Lepra Baru1 tahun :Follow upSampel darah :Kasus Lepra BaruCek10.000 kontak Cek+SDR10.000 kontak Penelitian Kontak15/pasien(sekitar 20.000)Vaksinasi BCG(setelah pemberian dosis MDT pertama)Penelitian Kontak15/pasien(sekitar 20.000)AsupanPenelitian MALTEPPasien Lepra Baru1300AsupanPenelitian IDEALPasien Lepra Baru500Kontrol Endemik250n=500n=250n=5000n=150n=1508 minggu1 tahun2 tahunGambar 1. Skema representasi dari penelitian (penelitian MALTALEP), bersama-sama dengan sampel darah yang diambil untuk analisis profil kekebalan tubuh dan gen host dari subyek dalam penelitian dan dalam kelompok non-intervensi (penelitian IDEAL).

Pelaksanaan intervensi dan pengumpulan dataObat yang diberikan dalam penelitian ini adalah rifampisin. Rifampisin tersedia dalam kapsul 150 mg dan dosis yang sama seperti yang direkomendasikan dalam pedoman Program Pengendalian Kusta Nasional Bangladesh dan RHP (Tabel 2). Menurut berat badan dan usia, 2 sampai 4 kapsul diambil oleh kontak di bawah pengawasan langsung dari anggota staf RHP.Vaksin yang diberikan dalam penelitian adalah BCG. Vaksin BCG diberikan oleh asisten peneliti terlatih untuk semua kontak penelitian. 0,1 ml vaksin BCG diberikan melalui suntikan intradermal. Vaksin BCG yang digunakan dalam penelitian (dan vaksinasi neonatal rutin di Bangladesh) diproduksi di Laboratorium BCG Jepang dan pembekuan kering glutamat vaksin BCG (Jepang), yang terdiri dari 0,5 mg / ampul bakteri hidup dari Calmette-Guerin (sekitar 70% bakteri lembab) dan 2,0 mg / ampul sodium glutamat (sebagai stabilisator). Vaksin disimpan di fasilitas Program Imunisasi Nasional.Semua pasien yang memenuhi syarat dan kontak mereka akan diberitahu secara lisan tentang penelitian ini melalui pembacaan formulir persetujuan, dan kemudian diundang untuk berpartisipasi. Sebelum inklusi, pasien dan kontak mereka diminta untuk menandatangani formulir jika mereka setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Bagi orang-orang buta, akan diambil cap jempol sebagai persetujuan legalnya, dan untuk anak-anak di bawah 16 tahun, persetujuan wali juga akan diminta. Kontak, secara eksplisit telah memberikan persetujuan untuk vaksinasi BCG dan SDR, dan untuk pengambilan sampel darah. Selain itu, peneliti harus menandatangani bahwa ia / dia telah secara akurat membaca atau menyaksikan pembacaan yang akurat dari bentuk persetujuan kepada peserta, bahwa individu memiliki kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan mereka telah memberikan persetujuan secara bebas. Peserta juga akan diberitahu bahwa mereka akan ditawarkan konsultasi gratis dan pengobatan mengenai efek samping setelah vaksinasi BCG. Mereka dilengkapi dengan kartu vaksinasi dengan rincian tentang bagaimana untuk berkomunikasi dengan peneliti jika mereka berkomunikasi tentang apapun. Peserta juga diberitahu bahwa partisipasi mereka benar-benar sukarela dan mereka yang mungkin memilih untuk tidak berpartisipasi atau dapat berhenti di setiap saat. Keputusan mereka untuk tidak ikut secara sukarela, atau menolak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tertentu, tidak akan mempengaruhi hubungan mereka dengan para peneliti atau anggota staf lain dari RHP.Pada awal survei kontak di rumah pasien, BCG akan diberikan kepada semua kontak yang disertakan, diikuti oleh kemoprofilaksis dengan SDR dua bulan kemudian di kelompok-kelompok secara acak untuk menerima itu (FU1). Follow up pemeriksaan yang akan dilakukan satu tahun (FU2) dan dua tahun (FU3) setelah menerima BCG. Tiga waktu follow-up akan digunakan untuk menyelidiki apakah kontak telah mengidap kusta juga atau mungkin kasus suspek kusta (ukuran hasil primer). Pasien-pasien ini akan dikirim ke rumah sakit Nilphamari atau klinik lokal untuk investigasi dan pengobatan kusta lebih lanjut. Pada saat ini, kedua kelompok juga akan diperiksa efek samping setelah vaksinasi BCG. Sampel darah akan diambil dari 300 kontak yang dipilih secara acak untuk pemeriksaan laboratorium secara molekuler dan imunologi. Subyek tidak dapat di follow up selama kunjungan rumah akan dihubungi untuk merencanakan kunjungan rumah di lain hari. Penelitian ini dimulai pada bulan Juli 2012 dan akan memiliki durasi pengobatan selama 24 bulan (2 tahun). Dengan total periode pengamatan 2 tahun setelah pengobatan, sehingga akan selesai setelah 48 bulan (4 tahun).Sebuah data dasar yang terpisah, telah dirancang untuk penelitian ini, terkait dengan data dasar sudah digunakan di RHP. Data di lapangan, dimasukkan ke lembar data tujuan yang dirancang selama kunjungan klinik dan survei kelompok kontak. Data ini dikirim ke pusat RHP di Nilphamari, di mana mereka akan dimasukkan ke dalam database-nya. Semua bentuk kertas di-scan dan dimasukkan pada hard disk dan CD. Salinan kertas dari data, akan disimpan minimal 15 tahun setelah selesai penelitian. Salinan elektronik dari database dikirim ke departemen Kesehatan Masyarakat Erasmus MC di Belanda secara bulanan. Fasilitas back-up modern tersedia di Nilphamari juga. Perlindungan privasi pasien dalam database akan sesuai dengan standar Erasmus MC.

Tabel 2. Dosis Kemoprofilaksis Rifampisin Berdasarkan Umur Dan Berat Badan

Usia/Berat BadanDosis Rifampisin

Dewasa > 35 kgDewasa < 35 kgAnak-anak 10-14 tahunAnak-anak 5-9 tahun600 mg450 mg450 mg300 mg

PenyamaranIdealnya, kami ingin telah menyiapkan penelitian (ganda) tersamar. Namun, ini tidak mungkin, karena kita belum dapat menemukan setiap perusahaan yang bisa memproduksi tablet plasebo terutama untuk percobaan ini.

Efek SampingRifampisin dapat memberikan efek samping, seperti keluhan gastrointestinal, ruam kulit, peningkatan enzim hati, sakit kepala, pusing, sindrom influenza, hilangnya fungsi ginjal akut, trombositopenia, seperti gejala asma dan shock [13]. Juga, rifampisin dapat menyebabkan urin, air liur, air mata dan tinja untuk berubah warna menjadi oranye atau merah. Namun, kemungkinan munculnya gejala ini termasuk rendah, terutama ketika memberikan dosis tunggal rifampisin saja. Dalam penelitian sebelumnya, di mana lebih dari 20.000 kontak kusta diberi SDR, tidak ada efek samping yang dilaporkan, selain dari perubahan warna merah polos urin [8,14].Komplikasi serius dari vaksinasi BCG jarang terjadi. Meskipun reaksi kulit lokal sering terjadi; kurang dari satu dalam 1000 orang yang divaksinasi terjadi reaksi lokal yang signifikan, seperti abses atau limfadenitis lokal [14,15]. Efek samping yang lebih serius termasuk osteitis, osteomyelitis, dan penyebaran infeksi, tetapi hal ini jarang terjadi [16- 18]. Sebanyak 95% dari penerima BCG memiliki reaksi lokal pada tempat inokulasi yang tidak signifikan, bagaimanapun, lesi biasanya sembuh selama tiga bulan dengan jaringan parut sisa permanen di tempat tusukan.Kedua intervensi (BCG dan SDR), secara terpisah telah digunakan secara luas pada kontak dengan penderita kusta, dengan efek samping yang minimal [8,19]. Tidak ada alasan untuk kesulitan yang serius dari intervensi kombinasi, karena mereka akan diberikan dua bulan secara terpisah. Namun, pemantauan ketat efek samping akan berlangsung penelitian. Selebaran yang berisi informasi tentang tujuan dan metodologi penelitian, dan menggambarkan reaksi merugikan yang potensial akan diberikan kepada semua kontak yang termasuk dalam bagian penelitian. Selebaran ini meminta agar kontak melaporkan setiap dugaan reaksi negatif terhadap peneliti yang bertanggung jawab. Peneliti yang bertanggung jawab, akan memeriksa semua kontak dengan efek samping yang dilaporkan. Semua kontak juga akan diperiksa pada saat dua bulan, satu tahun dan dua tahun setelah pemberian vaksin BCG. Data efek samping dikumpulkan pada Formulir Pendaftaran Kontak penelitian. Pada efek samping ringan, kontak akan dirujuk ke Dinas Kesehatan Tuberkulosis Nasional untuk pengobatan, tetapi penelitiannya tidak akan dihentikan. Dalam kasus efek samping yang serius, PI akan menghentikan dan memulai rencana perawatannya. Semua biaya pengobatan akan diganti.

Analisis DataAnalisis statistik akan dilakukan dengan menggunakan software SAS. Kami menggunakan teknik untuk analisis sampel survei untuk menjelaskan pengelompokan pada tingkat indeks pasien dalam sampel. Asosiasi bivariat diperiksa menggunakan "proc surveyfreq" dan Rao Scott 2 bukan 2 Pearson. Kami juga menggunakan "proc surveylogistic" bukan prosedur regresi logistik biasa. Kami melaporkan odds rasio, tetapi karena prevalensi rendah dari hasil ini sebanding dengan risiko relatifnya. Jumlah yang diperlukan untuk mengobati (NNT) dihitung per sub-kelompok kontak. Sebuah tingkat signifikansi 5% digunakan dalam semua tes.

Perhitungan Jumlah SampelDalam perhitungan kekuatan kita, heterogenitas dalam kesempatan kontak untuk terjadi gejala klinis kusta diperhitungkan, namun tidak berpengaruh besar terhadap angka yang dibutuhkan ditemukan. Dalam penelitian sebelumnya COLEP [8] kami menemukan tingkat kejadian (IR) kusta di antara kontak tingkat rumah tangga dan tetangga langsung dari 4 per 1000 per tahun pada kelompok yang tidak diobati selama dua tahun pertama. Kami berhipotesis bahwa dalam kontak menerima BCG saja, angka ini akan sama pada tahun pertama atau mungkin sedikit meningkat. Juga didasarkan pada penelitian sebelumnya, kami mengharapkan penurunan 50% melalui intervensi SDR (IR dari 2 per 1000). Berdasarkan angka-angka ini (dengan = 0,05 dua sisi, daya = 0.80), total sekitar 10.000 kontak akan diperlukan dalam setiap kelompok untuk mendeteksi efek perlindungan yang diharapkan dari BCG ditambah kombinasi SDR dari 50% , bahkan dengan mempertimbangkan kerugian yang diprediksi sebesar 10% untuk follow up kontak.

Sampel darah untuk analisis profil kekebalan tubuh dan gen hostDeteksi dini infeksi M. leprae (sebelum manifestasi klinis terjadi) sangat penting untuk mencegah penularan. Namun, diagnosis saat ini bergantung pada deteksi gejala klinis, karena tidak ada tes yang tersedia untuk mendeteksi infeksi asimtomatik M. leprae atau memprediksi perkembangan kusta. Selain itu, meskipun BCG vaksinasi dan kemoprofilaksis rifampisin keduanya strategi yang telah terbukti untuk mencegah kusta, tidak diketahui bagaimana profil biomarker kekebalan tubuh dan genetik dipengaruhi oleh intervensi gabungan ini. Identifikasi profil tersebut akan memungkinkan membedakan patogen dari biomarker pelindung dan menyebabkan intervensi profilaksis yang efektif untuk kusta.Dalam penelitian ini kami bertujuan untuk mengevaluasi dan mengoptimalkan alat diagnostik untuk mengidentifikasi individu yang ditargetkan untuk pengobatan profilaksis. Dalam mengembangkan tes diagnostik, berdasarkan biomarker yang dapat diandalkan yang terdeteksi dalam sampel darah, penelitian ini akan menganalisis parameter kekebalan tubuh dan genetik host untuk mengidentifikasi biomarker yang membedakan individu dalam mengendalikan replikasi bakteri dari orang-orang terserang penyakit dengan menggunakan tes sebagai berikut:1. Tes darah utuh (Whole Blood Assay/WBA): Setelah pengambilan 4 ml darah vena akan digunakan secara langsung dalam tiga WBA, menggunakan tabung telah dilapisi dengan M. leprae WCS, ML2478 / ML0840 protein rekombinan atau tanpa stimulus. Setiap tabung akan ditandai dengan tutup berwarna khusus untuk salah satu dari stimuli tersebut. Setelah 24 jam inkubasi pada suhu 37C, tabung akan dibekukan dan disimpan untuk analisis marker selular [20] dan / atau analisis tes aliran lateral untuk mendeteksi sitokin Th1 / Th2 serta anti-PGL-I Ab [21].2. Dual color Reverse Transcription Multiplex Ligation dependent Probe Amplification (dcRT-MLPA). Dari masing-masing darah vena individu (sekitar 2,5 ml) akan ditambahkan ke tabung PAXgene dan disimpan pada suhu -80C. RNA total akan diekstraksi, dimurnikan dan digunakan untuk mengidentifikasi ekspresi gen diferensial oleh dcRT-MLPA [22] menggunakan 179 gen target terpilih (Geluk A, Van Meijgaarden KE, Wilson L, Van der Ploeg- van Schip JJ, Bobosha K, E Quinten , Dijkman K, Franken KLMC, Haisma I, Haks MC et al: Respon Longitudinal kekebalan dan Profil ekspresi gen selama Perkembangan Kusta Reaksi tipe 1).

Sampel darah akan diambil dari 150 kontak yang dipilih secara acak di kedua kelompok penelitian (Total 300 orang) 6 minggu setelah vaksinasi BCG (Gambar 1). Selain itu, darah akan diambil dari kontak yang mempunyai kusta selama periode pengamatan 24 bulan pada saat diagnosis sebelum pengobatan. Tujuan dari ini bagian penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi:1. Perbandingan profil pasien vs kontak, pada : respon imun dan profil ekspresi gen spesifik host terhadap patogen serta respon imun protektif terhadap M. leprae.2. Perbandingan profil dari kontak dengan vaksinasi BCG vs non-vaksinasi pada : pengaruh intervensi kemoterapi dan immunoproprofilaksis respon imun dan profil ekspresi gen host dan penyakit klinisnya.

Sebagai bagian dari penelitian kami, pada kekebalan tubuh dan profil gen host dalam kelompok non-intervensi, yang dilakukan oleh konsorsium IDEAL (Initiative for Diagnostic and Epidemiology Test untuk Kusta), sampel darah yang sama juga akan diambil dari kelompok 500 penderita kusta baru, 5.000 dari kontak mereka, dan dari kasus baru kusta yang berasal dari grup kontak ini selama periode observasi 24 bulan. Sebagai kelompok rujukan (kontrol endemik), 250 orang yang sehat dari populasi umum akan menjadi sampel juga.

Persiapan dan Evaluasi ProsesUji coba penelitian ini dilakukan sesuai dengan protokol penelitian terperinci yang dikembangkan melalui konsultasi dengan staf senior RHP. Selain itu, semua Praktek Klinis Yang Baik (GCP) diselesaikan oleh semua Penyidik Utama. Semua asisten peneliti menerima pelatihan dalam prosedur protokol penelitian dan pemberian BCG. Mereka juga dibantu saat bertugas lapangan oleh staf program EPI nasional ketika memberikan BCG, sampai mereka cukup terlatih untuk melakukan hal ini secara mandiri. Pelatihan (baik teoritis dan praktis) juga diberikan dalam pengambilan darah vena untuk analisis imunologi tambahan dan transkripsi yang akan dilakukan nanti. Semua peneliti memiliki latar belakang profesional dalam diagnosis dan pengobatan kusta dan menerima pelatihan penyegaran ini.Pemeriksaan kualitas pada semua aspek pengumpulan dan entri data dilakukan bulanan dan umpan balik hasilnya diberikan kepada staf lapangan dan manajer entri data. Untuk tujuan inilah, Erasmus MC telah mempekerjakan seorang dokter sebagai monitor Uji Independen di Bangladesh untuk melakukan tugas-tugas pengawasan secara bulanan untuk memastikan kedisiplinan yang optimal pada protokol penelitian.

DiskusiKombinasi kemoprofilaksis dan imunoprofilaksis berpotensi sebagai alat yang sangat kuat dan inovatif pada kontak penderita kusta, untuk dapat mengurangi transmisi M. leprae secara substansial. Penelitian bertujuan untuk mendukung efek potensial pencegahan ini.BCG vaksinasi saat anak-anak dan SDR keduanya memiliki efek perlindungan terhadap kusta pada kontak sekitar 60% [7,8]. Tetapi jika kontak yang sebelumnya telah menerima vaksinasi BCG, juga menerima SDR, efek perlindungan bertembah menjadi 80% [9]. Namun, penelitian di Brasil [7] menunjukkan bahwa ada peningkatan risiko kusta tuberkuloid pada bulan-bulan pertama setelah vaksinasi BCG, meskipun ini dapat dikompensasi di kemudian hari. Karena penelitian ini tidak konklusif, penting untuk menentukan apakah peningkatan kasus pada tahun pertama setelah imunoprofilaksis dapat dicegah dengan kemoprofilaksis.Evaluasi respon imun dan profil ekspresi gen host akan memungkinkan identifikasi patogen dibandingkan dengan biomarker proteksi host (BCG-diinduksi) dan dapat mengarah pada intervensi profilaksis yang efektif terhadap kusta dengan menggunakan alat dioptimalkan untuk identifikasi individu yang paling berisiko terkena penyakit ini.Jumlah keseluruhan kasus kusta baru tetap konstan (tidak berubah) selama beberapa tahun terakhir, hal ini menunjukkan bahwa penularan kusta pada kontak dekat baru, kasus yang tidak diobati, masih tetap terjadi. Penggunaan kombinasi dari BCG dan rifampicin akan menjadi alat dalam pengendalian kusta rutin yang kuat untuk mencegah penularan kusta.

Referensi1. Anonymous: Global leprosy situation, 2012. Wkly Epidemiol Rec 2012, 87(34):317328.2. Moet FJ, Schuring RP, Pahan D, Oskam L, Richardus JH: The prevalence of previously undiagnosed leprosy in the general population of northwest Bangladesh. PLoS Negl Trop Dis 2008, 2(2):e198.3. Moet FJ, Pahan D, Schuring RP, Oskam L, Richardus JH: Physical distance, genetic relationship, age, and leprosy classification are independent risk factors for leprosy in contacts of patients with leprosy. J Infect Dis 2006, 193(3):346353.4. Richardus JH, Oskam L: Protecting people against leprosy: Chemoprophylaxis and Immunoprophylaxis (vaccination). Clin Dermatol. in press.5. Merle CS, Cunha SS, Rodrigues LC: BCG vaccination and leprosy protection: review of current evidence and status of BCG in leprosy control. Expert Rev Vaccines 2010, 9(2):209222.6. Setia MS, Steinmaus C, Ho CS, Rutherford GW: The role of BCG in prevention of leprosy: a meta-analysis. Lancet Infect Dis 2006, 6(3):162170.7. Duppre NC, Camacho LA, da Cunha SS, Struchiner CJ, Sales AM, Nery JA, Sarno EN: Effectiveness of BCG vaccination among leprosy contacts: a cohort study. Transac Royal Soc Trop Med Hyg 2008, 102(7):631638.8. Moet FJ, Pahan D, Oskam L, Richardus JH: Effectiveness of single dose rifampicin in preventing leprosy in close contacts of patients with newly diagnosed leprosy: cluster randomised controlled trial. BMJ 2008, 336(7647):761764.9. Schuring RP, Richardus JH, Pahan D, Oskam L: Protective effect of the combination BCG vaccination and rifampicin prophylaxis in leprosy prevention. Vaccine 2009, 27(50):71257128.10. Bangladesh Bureau of Statistics: Bangladesh Population & Housing Census 2011; 2011. http://www.bbs.gov.bd (Accessed 9 Sep 2013).11. Anonymous: WHO Expert Committee on Leprosy. World Health Organ Tech Rep Ser 1998, 874:143.12. Anonymous: Global strategy for further reducing the leprosy burden and sustaining leprosy control activities 20062010. Operational guidelines. Lepr Rev 2006, 77(3):150. IX, X.13. Drugs.com: Rifampin Side Effects; 2013. http://www.drugs.com/sfx/rifampinside- effects.htm (Accessed 13 Aug 2013).14. Grange JM: Complications of bacille Calmette-Guerin (BCG) vaccination and immunotherapy and their management. Commun Dis Public Health/ PHLS 1998, 1(2):8488.15. Mori T, Yamauchi Y, Shiozawa K: Lymph node swelling due to bacilli Calmette-Guerin vaccination with multipuncture method. Tuber Lung Dis 1996, 77(3):269273.16. Kroger L, Korppi M, Brander E, Kroger H, Wasz-Hockert O, Backman A, Rapola J, Launiala K, Katila ML: Osteitis caused by bacille Calmette-Guerin vaccination: a retrospective analysis of 222 cases. J Infect Dis 1995, 172(2):574576.17. Casanova JL, Blanche S, Emile JF, Jouanguy E, Lamhamedi S, Altare F, Stephan JL, Bernaudin F, Bordigoni P, Turck D, et al: Idiopathic disseminated bacillus Calmette-Guerin infection: a French national retrospective study. Pediatrics 1996, 98(4 Pt 1):774778.18. Talbot EA, Perkins MD, Silva SF, Frothingham R: Disseminated bacilli Calmette-Guerin disease after vaccination: case report and review. Clin Infect Dis 1997, 24(6):11391146.19. Cunha SS, Alexander N, Barreto ML, Pereira ES, Dourado I, Maroja Mde F, Ichihara Y, Brito S, Pereira S, Rodrigues LC: BCG revaccination does not protect against leprosy in the Brazilian Amazon: a cluster randomized trial. PLoS Negl Trop Dis 2008, 2(2):e167.20. Geluk A, Bobosha K, van der Ploeg-van Schip JJ, Spencer JS, Banu S, Martins MV, Cho SN, Franken KL, Kim HJ, Bekele Y, et al: New biomarkers with relevance to leprosy diagnosis applicable in areas hyperendemic for leprosy. J Immunol 2012, 188(10):47824791.21. Corstjens PL, de Dood CJ, van der Ploeg-van Schip JJ, Wiesmeijer KC, Riuttamaki T, van Meijgaarden KE, Spencer JS, Tanke HJ, Ottenhoff TH, Geluk A: Lateral flow assay for simultaneous detection of cellular- and humoral immune responses. Clin Biochem 2011, 44(1415):12411246.22. Joosten SA, Goeman JJ, Sutherland JS, Opmeer L, de Boer KG, Jacobsen M, Kaufmann SH, Finos L, Magis-Escurra C, Ota MO, et al: Identification of biomarkers for tuberculosis disease using a novel dual-color RT-MLPA assay. Genes Immun 2012, 13(1):7182.