Journal Reading

17
9 Percobaan Amantadine vs Kontrol Plasebo pada Cedera Kepala Berat LATAR BELAKANG Amantadine hidroklorida merupakan salah satu obat yang paling sering diresepkan pada pasien dengan gangguan kesadaran berkepanjangan setelah cedera kepala . Pendahuluan penelitian menunjukkan bahwa amantadine dapat mendorong pemulihan fungsional. METODE Kami meneliti 184 pasien dalam keadaan vegetatif atau sadar minimal 4 - 16 minggu setelah cedera kepala dan yang menerima rehabilitasi rawat inap. Pasien secara acak menerima amantadine atau plasebo selama 4 minggu dan diikuti perkembangannya selama 2 minggu setelah pengobatan dihentikan. Tingkat pemulihan fungsional pada Disability Rating Scale (DRS kisaran 0-29, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan cacat yang lebih besar) dibandingkan selama 4 minggu pengobatan (hasil primer) dan selama 2 minggu periode washout dengan menggunakan model regresi efek campuran. HASIL Selama masa pengobatan 4 minggu, pemulihan secara signifikan lebih cepat pada kelompok amantadine dibandingkan pada kelompok plasebo, yang diukur dengan skor DRS (perbedaan slope 0,24 poin per minggu; P = 0,007), menunjukkan manfaat sehubungan dengan ukuran hasil primer. Dalam analisis subkelompok yang sudah ditentukan, efek pengobatan sama untuk pasien pada

description

daeda

Transcript of Journal Reading

LATAR BELAKANG

Percobaan Amantadine vs Kontrol Plasebo padaCedera Kepala Berat

LATAR BELAKANG

Amantadine hidroklorida merupakan salah satu obat yang paling sering diresepkan pada pasien dengan gangguan kesadaran berkepanjangan setelah cedera kepala . Pendahuluan penelitian menunjukkan bahwa amantadine dapat mendorong pemulihan fungsional.

METODE

Kami meneliti 184 pasien dalam keadaan vegetatif atau sadar minimal 4 - 16 minggu setelah cedera kepala dan yang menerima rehabilitasi rawat inap. Pasien secara acak menerima amantadine atau plasebo selama 4 minggu dan diikuti perkembangannya selama 2 minggu setelah pengobatan dihentikan. Tingkat pemulihan fungsional pada Disability Rating Scale (DRS kisaran 0-29, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan cacat yang lebih besar) dibandingkan selama 4 minggu pengobatan (hasil primer) dan selama 2 minggu periode washout dengan menggunakan model regresi efek campuran.

HASIL

Selama masa pengobatan 4 minggu, pemulihan secara signifikan lebih cepat pada kelompok amantadine dibandingkan pada kelompok plasebo, yang diukur dengan skor DRS (perbedaan slope 0,24 poin per minggu; P = 0,007), menunjukkan manfaat sehubungan dengan ukuran hasil primer. Dalam analisis subkelompok yang sudah ditentukan, efek pengobatan sama untuk pasien pada keadaan vegetatif dan mereka yang dalam kondisi sadar minimal. Laju pemulihan pada kelompok amantadine melambat selama 2 minggu setelah pengobatan (minggu V dan VI) dan secara signifikan lebih lambat daripada kelompok plasebo (perbedaan slope 0,30 poin per minggu; P = 0,02). Pemulihan keseluruhan menurut skor DRS pada minggu awal dan minggu VI (2 minggu setelah pengobatan dihentikan) serupa pada kedua kelompok. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kejadian efek samping yang serius.

KESIMPULAN

Amantadine mempercepat laju pemulihan fungsional selama perawatan aktif pasien dengan gangguan kesadaran pascatrauma.

Cedera kepala berat merupakan musibah besar yang sering mengakibatkan konsekuensi yang buruk bagi keluarga, kehidupan ekonomi dan sosial. Cedera kepala adalah penyebab paling umum kematian dan kecacatan pada orang usia antara 15 - 30 tahun.1 Cedera yang paling parah dapat mengakibatkan gangguan kesadaran berkepanjangan. Sekitar 10 sampai 15% pasien dengan cedera kepala berat berujung pada perawatan akut dalam keadaan vegetatif,2 kondisi terjaga tanpa adanya perilaku sadar.3 Perkiraan prevalensi keadaan sadar minimal,4 yang dibedakan dari keadaan vegetatif oleh kehadiran setidaknya satu perilaku sadar yang terlihat jelas, 8 kali lebih tinggi dibanding prevalensi pada keadaan vegetatif.5 Pada pasien yang berada dalam keadaan vegetatif selama minimal 4 minggu, sekitar 50% akan sadar kembali setelah 1 tahun.2 Hasil umumnya lebih menguntungkan daripada pasien yang berada dalam keadaan sadar minimal, meskipun sekitar 50% tetap cacat berat setelah 1 tahun.6-9 Tidak ada intervensi yang telah ditunjukkan dalam penelitian ketat untuk mengubah laju pemulihan atau meningkatkan hasil fungsional. Terapi neurofarmakologi umumnya digunakan untuk meningkatkan gairah dan respons perilaku, pada teori bahwa cedera menyebabkan terjadinya penurunan sistem neurotransmiter dopaminergik dan noradrenergik yang dapat ditingkatkan dengan suplementasi.

Amantadine hidroklorida merupakan salah satu obat yang paling umum diresepkan pada pasien dengan gangguan kesadaran yang sedang menjalani neurorehabilitasi rawat inap.10 Mekanisme aksinya tidak jelas, walaupun begitu amantadine tampaknya bertindak sebagai antagonis N-methyl-D-aspartate dan agonis dopamin indirek.11 Hasil dari dua percobaan acak yang melibatkan pasien dengan gangguan kesadaran menunjukkan bahwa amantadine efektif,12,13 meskipun dengan keterbatasan metodologi, termasuk sampel yang kecil dan kelompok yang tidak seimbang yang menghalangi kesimpulan pasti.14,15Pada tahun 1998, sebuah konsorsium pusat rehabilitasi trauma otak melakukan uji coba studi pengamatan yang dirancang untuk menetapkan tingkat pemulihan spontan dari keadaan vegetatif dan keadaan sadar minimal dan memberikan dasar bagi percobaan klinis multicenter.10 Analisis regresi multiple meneliti efek kognisi pada peningkatan obat selama 16 minggu setelah cedera berdasarkan skor Disability Rating Scale (DRS),16 sebuah ukuran hasil fungsional khusus untuk cedera kepala, yang menunjukkan skor yang lebih baik pada pasien yang menerima amantadine dibandingkan mereka yang tidak.

Berdasarkan temuan ini, kami merancang multicenter mutakhir yang dinantikan, double-blind, acak, percobaan dengan kontrol plasebo untuk menentukan efektivitas amantadine dalam mecetuskan pemulihan dari keadaan vegetatif pascatraumatik atau keadaan sadar minimal. Kami berhipotesis bahwa dalam 4 minggu pengobatan dengan amantadine pada pasien dengan gangguan kesadaran traumatik akan meningkatkan tingkat pemulihan fungsional selama interval perawatan, perbaikan akan dipertahankan 2 minggu setelah drug washout, dan amantadine tersebut akan ditoleransi dengan baik.METODE

PASIEN DAN SITUS

Kami melakukan penelitian ini melalui 11 situs klinis di tiga negara. Pasien yang memenuhi syarat berusia 16-65 tahun yang menderita cedera kepala nonpenetrating 4-16 minggu sebelum pendaftaran dan yang mendapat rehabilitasi rawat inap. Kriteria tambahannya adalah keadaan vegetatif atau sadar minimal, yang ditunjukkan oleh skor DRS yang lebih besar dari 11 dan ketidakmampuan baik dalam mengikuti perintah secara konsisten dan keterlibatan dalam komunikasi fungsional, yang dinilai dengan skor pada skala pemulihan koma yang telah direvisi (CRS-R) .17DRS mencakup ukuran pembukaan mata, verbalisasi, dan respons motorik (berasal dari Glasgow Coma Scale); pemahaman kognitif terhadap makan, berpakaian, dan perawatan; derajat diperlukannya bantuan dan pengawasan; kemampuan kerja.16 Skor berkisar 0-29, dengan nilai yang tinggi menunjukkan cacat yang lebih besar. CRS-R adalah alat penilaian neurobehavioral standar yang terdiri dari enam subskala yang terorganisir secara hierarki (yaitu pendengaran, visual, motorik, oromotor-verbal, komunikasi, dan gairah); skor berkisar 0-23, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan tingkat fungsi neurobehavioral yang lebih tinggi.Kriteria eksklusinya adalah cacat yang berhubungan dengan sistem saraf pusat yang mendahului cedera kepala tersebut, ketidakstabilan medis, kehamilan, penyakit ginjal yang serius (perkiraan bersihan kreatinin kurang dari 60 ml per menit), kejang yang lebih dari satu kali pada bulan sebelumnya, pengobatan sebelumnya dengan amantadine, dan alergi terhadap amantadine. Pada kasus pasien yang menjalani evaluasi penempatan shunt ventrikel atau yan menerima obat psikoaktif, pendaftaran ditunda sampai penempatan shunt telah selesai atau obat psikoaktif dihentikan. Karakteristik demografi dan baseline skor fungsional pada DRS dan CRS-R diserahkan pada pusat koordinasi data melalui portal online. Pengobatan diarahkan ke pusat di empat atau enam blok acak, dengan stratifikasi diagnosis (kondisi vegetatif vs kondisis sadar minimal) dan interval antara cedera dan pendaftaran (28-70 hari vs 71-112 hari) sebagai faktor yang menunjukkan prediksi hasil. 3,6,10STUDI PENGAWASAN

Protokol ini disetujui oleh institusi di semua situs yang berpartisipasi dan informed consent tertulis telah diperoleh dari masing-masing wali pasien yang resmi. Pengawasan independen tersedia di data eksternal dan papan pemantauan keamanan. Semua data disimpan dan dianalisis oleh pusat data koordinasi di Universitas Columbia. Penelitian ini dilakukan sesuai dengan protokol. Penulis pertama dan kedua merancang penelitian. Semua penulis menjamin keakuratan dan kelengkapan data untuk dianalisis. The National Institute on Disability and Rehabilitation Research menyediakan semua dukungan keuangan untuk penelitian ini, termasuk dana untuk membeli amantadine.PROSEDUR STUDI

Amantadine dan plasebo yang identik secara visual dipasok oleh empat apotek peracikan yang melayani daerah studi yang berbeda. Pada pengacakan, koordinasi pusat data ditugaskan mengodekan botol obat untuk pasien yang terdaftar pada setiap situs klinis. Para pasien mulai menerima perawatan dengan dosis 100 mg dua kali sehari pada hari setelah pengacakan, dosis ini berlangsung selama 14 hari. Dosis ditingkatkan menjadi 150 mg dua kali sehari di minggu III dan 200 mg dua kali sehari pada minggu IV jika skor DRS tidak membaik minimal 2 poin dari baseline. Setelah minggu IV penilaian, dosis obat studi diturunkan selama 2 sampai 3 hari dan penilaian pasien terus berlanjut sampai minggu VI. Tambahan rincian prosedur disediakan dalam protokol penelitian.

Untuk meminimalkan paparan pembaur obat psikoaktif selama fase pengobatan, daftar perawatan yang disarankan untuk masalah medis yang sering diamati disusun. Daftar ini secara kasar dibuat dari yang kecil sampai yang paling berpotensi membaurkan pengobatan. Dalam mengobati dokter diminta untuk mengikuti urutan pada daftar ini, bila memungkinkan dalam memilih perawatan.

HASIL

Hasil utama adalah tingkat perbaikan menurut skor DRS selama 4 minggu pengobatan. Skor DRS dikumpulkan pada awal dan setiap minggu sampai minggu VI atas dasar penilaian konsensus yang disusun oleh tim pengobatan interdisipliner. Untuk mengukur signifikansi efek klinis dari amantadine, tolak ukur perilaku klinis yang relevan dinilai oleh personil studi menggunakan CRS-R. Kami menggunakan CRS-R sebagai ukuran kualitatif untuk lebih memahami dampak dari obat studi terhadap perilaku kunci pada keadaan vegetatif dan keadaan sadar minimal.17 Kami juga menilai apakah tingkat pemulihan berubah pada kelompok amantadine selama 2 minggu periode washout. Semua penilaian DRS dan CRS-R dilakukan oleh personil studi yang tidak termasuk dalam kelompok. Efek samping didokumentasikan di seluruh 6 minggu periode penilaian dan diberi kode sesuai dengan keparahannya, apakah diharapkan dan apakah dianggap oleh penyidik terkait atau mungkin terkait dengan obat studi. Paparan terhadap obat-obatan psikoaktif lainnya dicatat pada semua pasien selama periode 6 minggu. Semua hasil penilaian dan analisis data akhir dilakukan tanpa sepengetahuan kelompok.

ANALISIS STATISTIK

Ukuran sampel diperkirakan sebanyak 184, atas dasar petunjuk studi sebelumnya, untuk menyediakan 80% kemampuan mendeteksi perbedaan tingkat perubahan berdasarkan skor DRS 0,3 poin per minggu atau 1,2 poin pada akhir 4 minggu interval pengobatan. Ukuran sampel ini juga menyediakan 90% kemampuan untuk mendeteksi efek samping yang tidak terduga dengan insidens setidaknya 2,5% dan memungkinkan estimasi efek samping 10%. Dua analisis blinded sementara dilakukan setelah pendaftaran ke-60 dan 120 peserta dengan menggunakan batas O'Brien-Fleming dan dengan tingkat alfa masing-masing 0,0005 dan 0.014. Tingkat alfa 0,045 ditetapkan sebagai analisis akhir.

Kami menggunakan uji-T untuk variabel kontinyu dan analisis chi-square untuk variabel kategori sebagai perbandingan awal pada setiap kelompok. Kami menggunakan model regresi efek campuran dengan intercept acak untuk menguji hipotesis primer dan sekunder dari perbedaan tingkat perubahan skor DRS antara kelompok amantadine dan kelompok plasebo secara keseluruhan dan pada subkelompok bertingkat.

Hipotesis pertama (hasil primer) dinilai dengan membandingkan slope perubahan skor DRS selama 4 minggu periode perawatan di antara dua kelompok, dengan slope negatif menunjukkan perbaikan fungsional. Kami melakukan analisis deskriptif post hoc terhadap pemulihan perilaku seperti yang tercatat dalam enam tolak ukur perilaku CRS-R yang terkait dengan tingkat tertinggi proses kognitif pada setiap subskala. Karena analisis ini tidak ditetapkan sebelumnya dalam protokol dan dilakukan untuk tujuan deskriptif saja, perbandingan statistik persentase pasien pada setiap kelompok yang mampu melakukan perilaku tersebut tidak dilakukan.

Hipotesis kedua (daya tahan efek pengobatan) dinilai dengan membandingkan slope dari perubahan skor DRS antara minggu ke-4 dan 6 pada dua kelompok. Analisis subkelompok yang telah direncanakan dilakukan untuk menentukan konsistensi hasil di seluruh strata diagnosis (keadaan vegetatif vs keadaan sadar) dan interval antara cedera dan pendaftaran (28-70 hari vs 71-112 hari). Analisis residu dilakukan untuk menentukan contoh yang sesuai. Uji Fisher digunakan untuk membandingkan proporsi pasien yang mengalami efek samping di kedua kelompok. Uji Wilcoxon digunakan untuk membandingkan variabel terdistribusi tidak normal. Semua analisis dilakukan dengan tujuan untuk pengobatan. HASIL

PESERTA STUDI

Dari 1.170 pasien yang diskrining dalam uji kelayakan, 350 memenuhi kriteria kelayakan dan 184 yang mendaftar. Dari 184 pasien ini, semua kecuali 3 (2 masuk dalam kelompok plasebo dan 1 masuk dalam kelompok amantadine) menyelesaikan studi. Kelompok amantadine dan kelompok plasebo disesuaikan dengan variabel demografis utama dan faktor prognostik, termasuk skor DRS pada awalnya, interval antara cedera dan pendaftaran, dan diagnosis pada saat pendaftaran. Dari 184 pasien, 154 (84%) di antaranya kehilangan tidak lebih dari 4 dari 56 jumlah dosis obat studi. Sisanya 30 pasien (16%) kehilangan antara 5-52 jumlah dosis pada banyak kasus pemindahan ke fasilitas perawatan akut yang tidak layak atau tidak secara medis disarankan untuk melanjutkan studi pengobatan. Sekitar sepertiga dari pasien menerima obat pembaur. Paparan terhadap stimulan dan open-label amantadine biasa terjadi. Penggunaan obat antiepilepsi lebih sering pada kelompok amantadine (P = 0,04), sedangkan penggunaan agen analgesik narkotika lebih sering pada kelompok plasebo (P = 0,08).

Hasil

Kedua kelompok mengalami peningkatan yang signifikan pada skor DRS selama interval perawatan 4 minggu, tetapi kelompok amantadine mengalami pemulihan yang lebih cepat secara signifikan (perbedaan slope -.24 poin per minggu; P = 0,007) dan mendapatkan peningkatan dosis yang lebih sedikit pada minggu II dan III. Meskipun pada kedua kelompok studi, pasien yang telah terdaftar sebelumnya setelah cedera dibandingkan pasien yang terdaftar kemudian (yaitu 28-70 hari vs 71-112 hari) dan mereka yang berada dalam keadaan sadar minimal dibandingkan dengan keadaan vegetatif pada saat pendaftaran memiliki tingkat pemulihan yang lebih cepat, efek pengobatan konsisten di seluruh subkelompok. Keuntungan dari paparan terhadap amantadine paling menonjol pada pasien yang terdaftar kemudian dibandingkan pada mereka yang telah terdaftar sebelumnya (ukuran efek -.40 poin vs -.19 poin). Efek ukuran serupa di antara subkelompok diagnostik (kondisi vegetatif -.25 poin; sadar -.24 poin). Namun, semua ukuran efek subkelompok berada dalam interval kepercayaan 95% untuk efek keseluruhan (-0.41 untuk -0.07 poin).Lebih banyak pasien pada kelompok amantadine dibandingkan pada kelompok plasebo yang memiliki hasil yang baik berdasarkan skor DRS, sedikit tetap pada keadaan vegetatif, dan persentase yang lebih besar menunjukkan pemulihan perilaku kunci berdasarkan CRS-R pada akhir periode pengobatan 4 minggu. Perbandingan statistik dari tolok ukur perilaku tidak ditentukan sebelumnya dan oleh karena itu tidak dilakukan.

Selama 2 minggu periode washout, hanya kelompok plasebo yang mengalami perbaikan yang signifikan berdasarkan skor DRS (slope -0,44 poin per minggu; P 0,20). Selama penelitian, satu pasien pada kelompok amantadine meninggal karena serangan jantung. PEMBAHASAN

Di penelitian internasional, multicenter, acak, uji coba terkontrol yang melibatkan pasien dengan gangguan kesadaran pascatrauma, kami menemukan bahwa pemberian amantadine pada 4-16 minggu setelah cedera secara signifikan meningkatkan tingkat pemulihan fungsional selama periode 4 minggu pengobatan dibandingkan dengan plasebo. Kedua kelompok mengalami perbaikan selama periode 4 minggu tetapi tingkat pemulihan lebih cepat pada kelompok amantadine yang mempengaruhi perilaku fungsional bermakna seperti respons yang konsisten terhadap perintah, pidato yang dapat dimengerti, komunikasi ya-atau-tidak yang dapat dipercaya, dan penggunaan objek fungsional.

Manfaat amantadine tampaknya konsisten, terlepas dari interval sejak cedera atau

apakah pasien berada dalam keadaan vegetatif atau sadar pada saat pendaftaran. Meskipun keuntungan umumnya dipertahankan pada kelompok amantadine setelah periode washout, tingkat pemulihan dilemahkan secara substansial setelah pengobatan dihentikan dan skor DRS sebagian besar tidak dapat dibedakan antara kelompok amantadine dan kelompok plasebo pada 6 minggu penilaian lanjutan. Selama 6 minggu periode observasi, paparan amantadine tidak meningkatkan risiko yang merugikan kesehatan, neurologis, atau perilaku, termasuk perhatian terbesar dokter dalam mengobati populasi ini (misalnya kejang). Temuan ini menunjukkan bahwa amantadine dapat digunakan secara aman pada dosis antara 200 mg - 400 mg pada pasien dengan cedera kepala berat.

Temuan kami konsisten dengan hasil observasi12,19 yang menunjukkan percepatan pemulihan pada pasien yang menerima amantadine dan perlambatan atau hilangnya fungsi setelah pengobatan dihentikan. Fase akut pemulihan dari cedera kepala berat ditandai dengan periode singkat rangsangan saraf diikuti oleh periode panjang hipoeksitabilitas yang melibatkan deplesi beberapa neurotransmiter termasuk dopamin. Amantadine dapat meningkatkan aktivitas dopaminergik dengan memfasilitasi pelepasan presinaptik dan menghambat reuptake postsinaptik.20,21 Efek neurobehavioral yang menguntungkan dari amantadine mungkin digambarkan dari peningkatan neurotransmisi dopamine-dependent nigrostriatal, mesolimbic, dan sirkuit frontostriatal yang bertanggung jawab terhadap fungsi gairah, dorongan, dan fungsi atensi.

Dua studi kasus yang menggunakan serial 18F-fluorodeoxyglucose- positron-emission tomography untuk mengevaluasi efek amantadine menunjukkan peningkatan metabolisme prefrontal kortikal yang signifikan22,23 dan peningkatan ketersediaan reseptor dopamin D2 striatal yang tidak signifikan yang mendukung mekanisme aksi yang diusulkan. Tingkat efek pengobatan yang dimediasi oleh perbaikan umum terhadap fungsi gairah tidak bisa dilihat dari penelitian ini karena fungsi gairah umumnya sembuh paralel dengan kognisi. Penelitian kami memiliki beberapa keterbatasan. Sampel terdiri dari pasien yang berada di pusat rehabilitasi rawat inap yang meningkatkan kemungkinan seleksi bias karena keputusan untuk masuk ke pusat rehabilitasi dapat dipengaruhi oleh kemungkinan perbaikan lebih lanjut. Selain itu, kulit nonputih yang kurang terwakili berpotensi membatasi generalisasi hasil untuk populasi kulit nonputih. Kedua, kendala praktis dan etis memerlukan penggunaan interval perawatan singkat dan hasil penilaian jangka pendek karena kami mengantisipasi jikalau pengasuh akan menarik pasien yang tidak memberikan keuntungan dalam rangka mencoba perawatan lainnya. Dengan demikian, temuan kami tidak menunjukkan efek pengobatan jangka panjang pada hasil jangka panjang. Ketiga, kita tidak membatasi intervensi standar rehabilitasi, jadi kami tidak bisa menentukan apakah manfaat amantadine terjadi secara independen atau sinergis dengan pengobatan standar tersebut. Keempat, meskipun ada upaya untuk membatasi penggunaan obatan-obatan psikoaktif yang berpotensi sebagai pembaur tetapi obat tersebut sering digunakan. Namun, paparan obat psikoaktif lainnya diharapkan, baik untuk memblokir manfaat dari amantadine pada pasien yang diobati atau memberikan mekanisme alternatif yang manfaatnya serupa dengan kelompok plasebo sehingga lebih baik mengurangi daripada melebih-lebihkan perbedaan di antara kelompok. Akhirnya, kita tidak menggunakan pemantauan elektroensefalografi terus menerus untuk mendeteksi kejang. Namun, tingginya insiden kejang subklinis yang diinduksi amantadine lebih memperlambat daripada mempercepat pemulihan fungsional.

Kami menyimpulkan bahwa amantadine efektif dalam mempercepat laju pemulihan selama rehabilitasi akut pada pasien dengan gangguan kesadaran lama pascatrauma. Paparan amantadine dikaitkan dengan lebih cepat munculnya perilaku yang dimediasi kognitif sebagai dasar kemandirian fungsional. Tingkat pemulihan dalam kelompok amantadine melambat dan perbedaan perilaku di antara kelompok berkurang selama periode washout yang menunjukkan bahwa responsnya tergantung pada obat. Apakah pengobatan dengan amantadine dibandingkan dengan plasebo meningkatkan hasil jangka panjang atau hanya mempercepat pemulihan dalam perjalanan yang setara dengan tingkat fungsional masih belum diketahui. Mengingat kendala biaya perawatan kesehatan dan dalam mengurangi waktu tinggal untuk rehabilitasi rawat inap,24 amantadine yang memicu percepatan pemulihan dapat memberikan kemajuan penting. Penelitian masa depan harus fokus dalam menentukan karakteristik patofisiologi pasien yang memiliki respons terhadap amantadine, dosis yang paling efektif, durasi pengobatan, waktu inisiasi, dan efektivitas amantadine pada pasien dengan cedera otak nontraumatik. DAFTAR PUSTAKA

1. Faul M, Xu L, Wald MM, Coronado VG. Traumatic brain injury in the United States: emergency department visits, hospitalizations and deaths 20022006. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Injury Prevention and Control, 2010.

2. Levin HS, Saydjari C, Eisenberg HM, et al. Vegetative state after closed head injury: a Traumatic Coma Data Bank report. Arch Neurol 1991;48:580-5.

3. The Multi-Society Task Force on PVS. Medical aspects of the persistent vegetative state. N Engl J Med 1994;330:1499-508.

4. Giacino JT, Ashwal S, Childs N, et al. The minimally conscious state: definition and diagnostic criteria. Neurology 2002;58:349-53.

5. Strauss DJ, Ashwal S, Day SM, Shavelle RM. Life expectancy of children in vegetative and minimally conscious states. Pediatr Neurol 2000;23:312-9.

6. Giacino JT, Kalmar K. The vegetative and minimally conscious states: a comparison of clinical features and functional outcome. J Head Trauma Rehabil 1997;12:36-51.

7. Lammi MH, Smith VH, Tate RL, Taylor CM. The minimally conscious state and recovery potential: a follow-up study 2 to 5 years after traumatic brain injury. Arch Phys Med Rehabil 2005;86:746-54.

8. Katz DI, Polyak M, Coughlan D, Nichols M, Roche A. Natural history of recovery from brain injury after prolonged disorders of consciousness: outcome of patients admitted to inpatient rehabilitation with 14 year follow-up. Prog Brain Res 2009;177:73-88.

9. Luaut J, MaucortBoulch D, Tell L, et al. Long-term outcomes of chronically minimally conscious and vegetative states. Neurology 2010;75:246-52.

10. Whyte J, Katz D, Long D, et al. Predictors of outcome and effect of psychoactive medications in prolonged posttraumatic disorders of consciousness: a multicenter study. Arch Phys Med Rehabil 2005;86:453-62.

11. Peeters M, Page G, Maloteaux JM, Hermans E. Hypersensitivity of dopamine transmission in the rat striatum after treatment with the NMDA receptor antagonist amantadine. Brain Res 2002;949:32-41.

12. Meythaler JM, Brunner RC, Johnson A, Novack TA. Amantadine to improve neurorecovery in traumatic brain injury associated diffuse axonal injury: a pilot double-blind randomized trial. J Head Trauma Rehabil 2002;17:300-13.

13. Schneider WN, DrewCates J, Wong TM, Dombovy ML. Cognitive and behavioural efficacy of amantadine in acute traumatic brain injury: an initial doubleblind placebocontrolled study. Brain Inj 1999;13:863-72.

14. Giacino J. Rehabilitation of patients with disorders of consciousness: an evidence-based review. In: High W, Hart K, eds. Rehabilitation interventions following TBI: state of the science. New York:Oxford University Press, 2005:305-37.

15. Lombardi F, Taricco M, De Tanti A, Telaro E, Liberati A. Sensory stimulation for brain injured individuals in coma or vegetative state. Cochrane Database Syst Rev 2002;2:CD001427.

16. Rappaport M, Hall KM, Hopkins K, Belleza T, Cope DN. Disability rating scale for severe head trauma: coma to community. Arch Phys Med Rehabil 1982;63:118.17. Giacino JT, Kalmar K, Whyte J. The JFK Coma Recovery ScaleRevised: measurement characteristics and diagnostic utility. Arch Phys Med Rehabil 2004;85:2020-9.

18. Giacino JT, Kezmarsky MA, DeLuca J, Cicerone KD. Monitoring rate of recovery to predict outcome in minimally responsive patients. Arch Phys Med Rehabil 1991;72:897-901.

19. Zafonte RD, Watanabe T, Mann NR. Amantadine: a potential treatment for the minimally conscious state. Brain Inj 1998;12:617-21.

20. Sawyer E, Mauro LS, Ohlinger MJ. Amantadine enhancement of arousal and cognition after traumatic brain injury. Ann Pharmacother 2008;42:247-52.

21. Gianutsos G, Chute S, Dunn JP. Pharmacological changes in dopaminergic systems induced by long-term administration of amantadine. Eur J Pharmacol 1985;110:357-61.

22. Kraus MF, Smith GS, Butters M, et al. Effects of the dopaminergic and NMDA receptor antagonist amantadine on cognitive function, cerebral glucose metabolism and D2 receptor availability in chronic traumatic brain injury: a study using positron emission tomography (PET). Brain Inj 2005;19:471-9.

23. Schnakers C, Hustinx R, Vandewalle G, et al. Measuring the effect of amantadine in chronic anoxic minimally conscious state. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2008;79:225-7.

24. Granger CV, Markello SJ, Graham JE, Deutsch A, Reistetter TA, Ottenbacher KJ. The Uniform Data System for Medical Rehabilitation report of patients with traumatic brain injury discharged from rehabilitation programs in 20002007. Am J Phys Med Rehabil 2010;89:265-78.