ITS-Master-16881-Chapter1-240143
description
Transcript of ITS-Master-16881-Chapter1-240143
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan yang berkelanjutan atau sustainable development
merupakan pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa
mengurangi pemenuhan generasi yang akan datang (Achmad, 2004). Dalam
operasionalnya pembangunan berkelanjutan tidak terlepas dari ketiga ranah
diantaranya ranah ekonomi, lingkungan dan sosial atau yang disebut dengan triple
bottom line. Dalam triple bottom line untuk ranah financial seringkali dikaitkan
untuk mengukur keberhasilan dan kesuksesan seseorang sehingga tujuan
utamanya adalah untuk menghasilkan profit atau laba yang sebesar-besarnya
sehingga terlihat kurang relevan di masa saat ini. Untuk ranah lingkungan
dikaitkan dengan kontribusi yang dilakukan perusahaan dalam menggunakan
energi dan sumber daya alam secara besar-besaran sehingga menghasilkan
dampak bagi buangan limbah. Sedangkan pada ranah sosial dikaitkan dengan
tanggung jawab perusahaan terhadap stakeholdersnya. Diantaranya adalah
tanggung jawab perusahaan pada masyarakat yaitu memberikan produk yang
berkualitas dan aman untuk dikonsumsi. Selain itu tanggung jawab perusahaan
pada tenaga kerjanya yaitu pemberian gaji tenaga kerja tidak kurang dari UMR
(Upah Minimum Regional), tidak membedakan gender antara laki-laki dan
perempuan, serta menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja selama
proses berlangsung.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut telah banyak dilakukan penelitian
dalam ranah ekonomi, untuk mengatasi permasalahan lingkungan telah dilakukan
perancangan model kematangan pengelolaan lingkungan oleh Yuliana, 2010.
Sedangkan untuk mengatasi permasalahan sosial dengan perancangan model
kematangan belum pernah dilakukan oleh peneliti lainnya. Oleh karena itu
peneliti akan membahas perancangan model kematangan pengelolaan sosial
dengan obyek penelitian di industri makanan dan minuman di Surabaya.
2
Seperti yang kita ketahui pertumbuhan industri di Jawa Timur mengalami
kenaikan dari 698.002 perusahaan di tahun 2007 menjadi 702.379 di tahun 2008
(Disperindag propinsi Jawa Timur, 2008).Terdapat beberapa peraturan pemerintah
untuk mengelola dan mengatasi permasalahan sosial di Indonesia pada khususnya
wilayah Jawa Timur. Diantaranya adalah Undang-Undang Republik Indonesia No
7 tahun 1996 . Untuk menjamin kesehatan konsumen dengan melakukan proses
produksi, pengolahan serta pendistribusian melalui teknologi yang baik
berdasarkan peraturan Undang-Undang Republik Indonesia No 38 tahun 2009.
Untuk pemasangan label dan iklan pangan berdasarkan pada Peraturan
Pemerintah No 69 tahun 1999. Untuk keterbukaan informasi pada publik
berdasarkan pada peraturan perundang-undangan No 14 tahun 2008. Untuk ijin
membuka usaha industri dengan tujuan meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara
bertahap berdasarkan pada perundang-undangan No5 tahun 1984. Untuk
melindungi ketanagakerjaan selama proses produksi berlangsung berdasarkan
pada perundang-undangan No 13 tahun 2003.
Dari beberapa peraturan dan mekanisme tersebut menunjukkan bahwa
perlindungan perusahaan pada aspek sosial merupakan hal yang sangat penting.
Dalam jangka panjangnya pemerintah berharap adanya suatu perancangan model
yang dapat membantu industri untuk menemukan gambaran area yang tepat
sasaran sehingga dapat melakukan suatu perbaikan yang dapat ditemukan sejak
awal suatu proses yaitu solusinya adalah dengan perancangan maturity model.
Maturity Model atau model kematangan merupakan suatu model
pengembangan bertahap suatu proses pada organisasi yang di dalamnya
menggambarkan jalur pengembangan evolusioner mulai dari kondisi ad hoc atau
proses tak matang menuju proses yang berdisiplin dan matang dengan efektivitas
dan kualitas yang lebih baik (Chrissis et al., 2003). Telah banyak organisasi
menggunakan maturity model ini untuk kerangka kerja (framework) yang bisa
digunakan untuk mengembangkan proses di dalam perusahaan. Model ini dapat
membantu untuk memperbaiki proses di perusahaan atau organisasi. Dengan
membaiknya proses diharapkan produk yang dihasilkan akan ikut menjadi baik.
Selain itu dapat menaksir proses pengembangan dan pemeliharaan,
3
mengimplementasikan pengembangan, dan juga untuk mengukur perkembangan
proses. Sejak 1991 maturity model telah dikembangkan untuk beragam ranah dan
disiplin ilmu, yang paling menonjol adalah model kematangan untuk rekayasa
sistem, pengembangan perangkat lunak, akuisisi perangkat lunak, pengembangan
dan manajemen tenaga kerja, serta pengembangan proses dan produk terintegrasi.
Saat ini maturity model dalam ranah SM (Sustainable Manufacturing)
belum banyak dieksplorasi oleh para peneliti. Riset ini akan menkontribusikan
desain maturity model dalam pengelolaan sosial (yang merupakan bagian dari
SM) dengan mempertimbangkan metode perancangan model CMM terkemuka.
Ini artinya, beragam implikasi desain berdasarkan keunikan pengelolaan sosial
dalam bentuk prinsip dasar, asumsi, bentuk implementasi. Kajian dari model
CMM akan menghasilkan rekomendasi terkait bagaimana model ini dapat
dikembangkan hingga mencapai tingkat kematangan tertentu hingga model
kematangan ini siap untuk diadopsi. Dengan perancangan maturity model ini akan
memberikan pedoman dan pijakan sebagai dasar yang kuat untuk pengembangan
lebih lanjut pada tingkat kematangan selanjutnya. Dalam penelitian ini akan
mengembangkan model dasar aspek sosial yang didasarkan pada proses bisnis
CIMOSA dan siklus hidup produk. CIMOSA ditujukan untuk menyesuaikan
proses bisnis yang secara keseluruhan dan saling berkaitan dan diorganisir untuk
mencapai tujuan perusahaan dengan kaidah pengelolaan aspek sosial. Pada proses
bisnis CIMOSA terdiri dari tiga level yaitu manage process, core business
process, dan support process.
Untuk mengetahui apakah rancangan maturity model dapat memberikan
motivasi pada dirinya ketika berada pada tingkat kematangan yang belum optimal
maka perlu dilakukan uji validasi terlebih dahulu pada obyek penelitian yaitu
industri makanan dan minuman. Ada beberapa alasan mengapa memilih industri
makanan dan minuman. Pertama dari tahun ke tahun industri makanan dan
minuman mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga dalam
operasionalnya hendaknya juga selalu memperhatikan dan memajukan fasilitas
area kerja yang digunakan. Kedua, industri makanan dan minuman merupakan
kategori industri primer yang dalam operasional serta proses bisnisnya harus
menjaga agar bahan baku tidak terbuat dari bahan-bahan berbahaya dan apabila
4
dikonsumsi oleh konsumen juga tidak membahayakan konsumen. Ketiga,
permasalahan sosial lainnya yang berasal dari masyarakat, dimana banyak produk
makanan dan minuman yang dijual tidak memberikan komposisi bahan baku serta
label pada makanan dan minuman, sehingga diantaranya banyak ditemukan
bahan-bahan makanan yang tak layak untuk dikonsumsi karena mengandung
formalin, boraks, zat pewarna tekstil. Keempat, berdasarkan Disperindag Propinsi
Jawa Timur tahun 2005 tenaga kerja mengalami peningkatan dari 896.027 orang
di tahun 2001 menjadi 924.250 orang di tahun 2002 yang kemudian mengalami
peningkatan 987.269 di tahun 2005, dengan peningkatan sangat pesat pada tenaga
kerja inilah perusahaan harus mampu memberikan fasilitas tenaga kerja yang
sesuai dengan standar sehingga dapat meminimalisir tingkat kecelakaan kerja.
1.2 Perumusan Masalah
Mengingat sejauh ini belum dikembangkan maturity model atau model
kematangan dalam pengelolaan aspek sosial untuk industri makanan dan
minuman, maka penelitian ini bermaksud mengembangkan model tersebut.
Adapun permasalahan yang perlu diselesaikan dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimanakah menyusun model konseptual kerangka kerja yang dapat
dipergunakan sebagai dasar pengembangan model kematangan ?
b. Apa sajakah penentuan kriteria, sub kriteria dan indikator yang akan
digunakan berdasarkan proses bisnis CIMOSA dan siklus hidup suatu produk?
c. Bagaimanakah penerapan validasi perancangan model kematangan aspek
sosial di industri makanan dan minuman?
1.3 Tujuan Penelitian
a. Tersusunnya kerangka kerja yang akan dipergunakan sebagai dasar
pengembangan model tingkat kematangan.
b. Diperolehnya kriteria, sub kriteria dan indikator berdasarkan proses bisnis
CIMOSA dan siklus hidup suatu produk.
c. Terbentuknya konstruksi model tingkat kematangan dalam ranah industri
makanan dan minuman.
5
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Perusahaan Makanan Dan Minuman Yang Menjadi Validation
a. Dapat mengetahui informasi terkait seberapa besar perubahan yang ada ketika
menerapkan model tingkat kematangan dan mengetahui upaya apa yang perlu
dilakukan dalam menerapkan model tingkat kematangan.
b. Dapat membantu industri makanan dan minuman untuk menemukan
gambaran area yang tepat sasaran untuk melakukan suatu perbaikan yang
dapat ditemukan sejak awal proses.
c. Dapat memberikan motivasi bagi perusahaan untuk menuju ke pendekatan
yang lebih proaktif.
d. Dapat membantu industri makanan dan minuman membuat daftar area
perbaikan untuk mendahulukan proses mana yang mempunyai prioritas
kepentingan yang lebih tinggi sehingga dalam solusinya tidak memakan
banyak waktu.
e. Dapat memberikan suatu panduan atau program yang jelas akan bisnis proses
yang ada pada industri makanan dan minuman, sehingga sumber daya
manusia maupun stakeholders yang berperan dapat melakukan area perbaikan
yang tepat sasaran.
1.4.2 Bagi Pemerintahan
a. Memperoleh masukan standar untuk mengkategorikan perusahaan
berdasarkan performa kematangannya.
b. Dapat dijadikan dasar bagi pembuatan panduan penerapan inisiatif aspek
sosial sustainbility di ranah makanan dan minuman.
c. Dapat digunakan sebagai standar minimum yang harus dimiliki industri terkait
dengan konstruksi model tingkat kematangan yang telah ditetapkan.
d. Dapat dijadikan untuk membuat reward and punishment kepada industri
terkait penerapannya dalam ranah sustainbility.
6
1.4.3 Bagi Peneliti
a. Dapat lebih memahami penerapan rancangan model kematangan yang telah
disusunnya.
b. Dapat meningkatkan wawasan dan keilmuan yang berkaitan dengan
perancangan model kematangan.
1.5 Lingkup dan Batasan
a. Penelitian ini tidak diarahkan pada penyusunan panduan dan peningkatan
level.
b. Validasi model kematangan hanya dilakukan di tiga industri makanan dan
minuman yang dipilih berdasarkan kemudahan akses.
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN
Bab 1. PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas mengenai hal-hal yang mendorong dilakukannya
penelitian ini. Bab ini terdiri atas (1) latar belakang penelitian; (2) permasalahan
apa yang ingin diselesaikan; (3) tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini; (4)
manfaat yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan; (5) ruang lingkup
penelitian (lingkup dan batasan) serta (6) sistematika penulisan.
Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan dasar teori yang digunakan dalam penelitian serta
mengeksplorasi penelitian terdahulu yang menunjang pengembangan model pada
penelitian ini.
Bab 3. METODOLOGI PENGEMBANGAN MODEL
Pada bab ini akan dijelaskan tentang alur dalam melakukan penelitian ini.
Alur penelitian tersebut akan dibuat dalam flowchart kemudian akan dijelaskan
perbagiannya.
7
Bab 4. MODEL KONSEPTUAL
Pada bab ini membahas tentang representasi model kematangan penelitian
sebelumnya pada beberapa bidang, framework theory dan indikator-indikator
yang digunakan dalam pengelolaan sosial oleh industri.
Bab 5. VALIDASI MODEL
Pada bab ini akan dilakukan pengumpulan data baik itu data primer yang
didapatkan dengan cara wawancara (interview), kuisioner yang telah disusun
peneliti maupun data sekunder yang didapatkan dari sumber-sumber ilmiah
ataupun data yang tidak diperoleh secara langsung oleh peneliti. Validasi model
ini akan dilakukan pada industri makanan.
Bab 6. ANALISA DAN DISKUSI
Pada bab ini akan membahas hasil validasi model yang telah diterapkan
pada industri makanan dan minuman. Hasil temuan ini akan dirumuskan sebagai
materi analisis atau diskusi validasi model
Bab 7. KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan disimpulkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan serta
arah bagi penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
8
-
( Halaman ini sengaja dikosongkan)