ITS Master 29048 2110203806 Chapter1 Budiyono
description
Transcript of ITS Master 29048 2110203806 Chapter1 Budiyono
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
PT. Chevron Pacific Indonesia Duri saat ini memproduksi minyak
mentah sekitar 170,000 BOPD (Barrel Oil Per Day). Fluida yang berasal dari
sumur minyak disebut sebagai produced fluid karena masih banyak mengandung
air dengan kandungan air sekitar 80%. Produced fluid diolah terlebih dahulu pada
stasiun pengumpul atau Central Gathering Station (CGS) untuk mendapatkan
produk minyak mentah dengan kadar Basic Sediment and Water (BS&W) kurang
dari 1%. Terdapat 5 (lima) fasilitas CGS yang tersebar di seluruh lapangan minyak
Duri untuk mengolah produced fluid dari 12 area produksi yang berbeda. CGS
dengan kapasitas terbesar adalah CGS Area 5 dengan produksi rata-rata harian
saat ini adalah 52,000 BOPD. CGS Area 5 dibangun pada tahun 1992.
Bagian dari CGS yang mengolah produced fluid agar menjadi minyak
mentah yang dapat dijual adalah Oil Treating Plant (OTP). Prinsip dasar
pengolahan crude oil adalah pemisahan gas-liquid, solid-liquid dan pemisahan
oil-water, yang dapat terjadi berdasarkan perbedaan sifat fisika yang dipengaruhi
oleh cukupnya panas, waktu tinggal (retention time) dan bahan kimia
(demulsifier) yang diinjeksikan pada aliran produced fluid untuk membantu
proses pemisahan.
Bagian utama dari Oil Treating Plant untuk mendukung proses
pemisahan sampai dihasilkan minyak mentah yang dapat dijual terdiri dari
peralatan utama berikut:
Heat Exchanger
Degassing Boot Separator
FWKO dan Wash Tank
Shipping Tank
Shipping Pump
Metering
2
Proses flow di OTP dimulai dari penerimaan produced fluid yang
dipompakan dari sumur-sumur produksi (oil well producer) melalui suatu sistem
pemipaan ke stasiun pengumpul (CGS) yang berfungsi sebagai tempat pemisahan
seluruh fluida produksi.
1. Fluida dari sumur produksi masuk ke unit Heat Exchanger melalui inlet
header.
2. Heat exchanger memanaskan fluida dari temperatur fluida sekitar 140-160 ºF
sampai mencapai temperature 185-190 ºF. Panas yang terukur adalah penting
untuk pemisahan fluida produksi. Bahan kimia diinjeksikan untuk membantu
pemisahan minyak dengan air dan untuk mencegah korosi dan scaling.
3. Setelah fluida produksi melewati unit Heat Exchanger, fluida akan memasuki
unit separator yang biasa disebut Gas Boot. Gas Boot memisahkan gas dari
liquid dan menurunkan tekanan fluida sebelum masuk ke tangki Free Water
Knock Out (FWKO).
4. Gas dan uap yang dipisahkan dialirkan ke Fin-Fan Cooler untuk proses
pengolahan lebih lanjut.
5. Gas yang telah berubah menjadi kondensat dengan proses pendinginan pada
Fin-Fan Cooler akan dikirim ke condensate plant untuk pengolahan
selanjutnya sehingga menghasilkan light oil.
6. Tangki FWKO memisahkan sebagian besar air, pasir dan sedimen dari
minyak. Air dialirkan melalui pipa water leg ke fasilitas pengolahan air
(Water Treating Plant) untuk diolah sebagai sumber GFW (Generator Feed
Water) yang dikirim ke Steam Generator.
7. Dari tangki FWKO, minyak memasuki Wash Tank. Wash Tank berfungsi
sebagai tempat pemisahan lebih lanjut antara minyak dan air. Waktu retensi
(retention time) yang cukup, diperlukan untuk proses pemisahan minyak
dengan air.
8. Minyak dari Wash Tank akan mengalir ke Shipping Tank. Sebelum
dipompakan ke pipa pengapalan, crude oil harus diukur terlebih dahulu
kandungan BSW-nya (Basic Sediment and Water). Jika belum memenuhi
syarat, yaitu kurang dari 1%, maka crude oil akan disirkulasikan kembali ke
proses awal.
3
9. Air dari proses pemisahan di Wash Tank dialirkan ke fasilitas pengolahan air
untuk diproses di API separator.
10. Pasir halus yang mengendap pada bagian bawah tanki akan diambil
menggunakan sand pan dan fasilitas jetting dan dikirimkan ke Sand Removal
Facility.
Proses pemisahan minyak tersebut dapat digambarkan seperti pada
Gambar 1.1 berikut:
Gambar 1.1. Proses Pemisahan Minyak pada Fasilitas Oil Treating Plant.
(PT. CPI, 2012)
Minyak mentah yang dihasilkan, selanjutnya akan dipompakan
menggunakan pompa Low Pressure Shipping (LPS) dan High Pressure Shipping
(HPS) menuju ke terminal untuk dikapalkan di pelabuhan Dumai. Pompa LPS
memompakan dari Shipping Tank melalui Lease Automatic Custody Transfer dan
selanjutnya sebagai suction untuk HPS, seperti diagram proses dalam Gambar 1.2.
4
Gambar 1.2. Diagram Proses Pompa LPS dan HPS. (PT.CPI, 2012)
Gambar 1.3. Tangki dan Pompa Shipping (PT.CPI, 2012)
Dari unit operasi yang ada tersebut, peralatan yang bersifat statik, seperti
tanki dan bejana tekan dapat dikatakan tidak pernah mengalami kerusakan. Jika
diperlukan perbaikan berdasarkan hasil inspeksi, maka pekerjaan dilakukan
dengan cara mematikan tanki pada saat dilakukan pekerjaan pembersihan.
Peralatan rotating seperti pompa lebih sering mengalami kerusakan dibandingkan
dengan peralatan statik.
LACT UNIT METER
LPS PUMP HPS PUMP
CRUDE OIL FROM SHIPPING TANKBS&W : < 1.0%
CRUDE OIL TO DUMAI CPSBS&W : < 1.0%
LACT UNIT & SHIPPING PUMPLACT UNIT METER
LPS PUMP HPS PUMP
CRUDE OIL FROM SHIPPING TANKBS&W : < 1.0%
CRUDE OIL TO DUMAI CPSBS&W : < 1.0%
LACT UNIT & SHIPPING PUMP
5
Shipping Pump merupakan peralatan yang kritis karena jika pompa ini
tidak dapat bekerja, maka CGS tidak dapat mengirimkan produksi minyaknya,
sehingga kegiatan produksi terganggu. Berdasarkan data histori, fasilitas CGS-5
pernah mengolah minyak dengan produksi puncak sebesar sekitar 100.000 BOPD
pada tahun 2004. Dengan produksi sebesar itu maka jumlah pompa yang
terpasang adalah 8 pompa LPS dan 6 pompa HPS yang masing-masing memiliki
kapasitas terpasang rata-rata 880 gpm (=30.000 BOPD), dengan konfigurasi
seperti pada Gambar 1.5.
Penurunan produksi pada lapangan minyak yang sudah tua merupakan
hal yang pasti terjadi. Laju penurunan rata-rata produksi minyak Duri sekitar 5%
per tahun, seperti ditunjukkan pada grafik di Gambar 1.4. Hal yang sama juga
terjadi pada fasilitas CGS-5 sebagai bagian dari Duri Field. Saat ini minyak yang
dihasilkan di CGS-5 hanya sekitar 52.000 BOPD.
Gambar 1.4. Grafik Penurunan Produksi Minyak Duri (PT.CPI, 2012)
Dengan produksi saat ini sebesar 52.000 BOPD maka untuk normal
operasinya hanya diperlukan masing-masing 2 pompa LPS dan 2 pompa HPS
yang beroperasi seperti pada Gambar 1.5.
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Duri Field 202.396 197.154 196.086 187.903 188.577 177.632 171.250
CGS‐5 81.775 77.708 70.122 61.347 59.172 55.353 51.607
‐
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
BOPD
Tahun
Grafik Produksi Minyak Duri
6
Gambar 1.5. Konfigurasi Pompa LPS dan HPS pada DCS (PT.CPI, 2012)
Saat ini ketersediaan (availability) pompa LPS dan HPS dihitung secara
bulanan untuk mengetahui performance masing-masing peralatan dengan
memperhatikan total waktu operasi, waktu standby dan waktu kerusakan atau
down time. Persamaan berikut ini digunakan untuk menghitung ketersediaan
peralatan:
100%
Berdasarkan Pedoman Tata Cara Pemeliharaan Fasilitas Produksi
Minyak dan Gas Bumi yang diatur oleh BP MIGAS dalam PTK nomor
041/PTK/I/2011, ketersediaan (availability) didefinisikan sebagai kemampuan
suatu alat dalam keadaan dapat berfungsi sesuai peruntukkannya pada kondisi
operasi yang ditetapkan pada saat tertentu atau selang waktu tertentu. Sedangkan
kehandalan (reliability) adalah kemampuan suatu peralatan untuk mampu
beroperasi sesuai dengan kebutuhan untuk jangka waktu yang telah ditetapkan.
7
Ketersedian dan kehandalan peralatan harus selalu ditingkatkan dan
dipertahankan dengan tujuan untuk mendapatkan peralatan yang handal sehingga
dapat mencapai kapasitas terpasang dengan biaya operasi optimal, dengan tetap
memperhatikan faktor kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan hidup
(BPMIGAS, 2011).
Berdasarkan data peralatan dalam 3 tahun terakhir, data ketersediaan
pompa LPS dan HPS disajikan dalam Tabel 1.1. Saat ini target ketersediaan
peralatan kritis yang ditetapkan dalam Operations Scorecard adalah 95%. Sebagai
pembanding bahwa kebanyakkan perusahaan Jepang mentargetkan ketersediaan
peralatan lebih dari 90% (Mobley, 2002). Dari data pada Tabel 1.1 tersebut
terlihat bahwa ketersediaan pompa LPS secara konsisten melebihi target dan
untuk pompa HPS cenderung mengalami kenaikan dan sudah melebihi target pada
tahun 2012. Semakin tinggi persentasi ketersediaan peralatan maka akan semakin
baik, hanya perlu dilakukan evaluasi terhadap strategi dan biaya untuk
mendapatkannya.
Tabel 1.1. Data Availability Pompa LPS dan HPS pada Tahun 2010-2012
Redundancy peralatan sebagai standby equipment berpengaruh terhadap
ketersediaan peralatan atau sub sistim secara keseluruhan. Redundancy adalah
cara paling mudah untuk meningkatkan ketersediaan atau kehandalan sistim.
Akan tetapi dengan semakin banyak redundancy, maka biaya yang diperlukan
juga semakin besar, baik untuk pembelian dan pemasangan, maupun untuk
perawatan operasionalnya. Selain biaya, redundancy juga menyebabkan
kebutuhan area yang lebih luas, berat peralatan dan volume yang lebih besar.
Secara umum rasio keuntungan dibandingkan biaya untuk redundancy akan
Tahun Ketersediaan
LPS HPS
2010 90% 79%
2011 98% 84%
2012 *) 100% 98%
*) data sampai dengan bulan April (Sumber PT. CPI, 2012)
8
optimal pada redundancy yang pertama dan akan menurun jika redundancy
semakin besar (Scribd, Reliability for Begineers).
Sistim Shipping Pump saat ini yang memiliki 8 pompa LPS dan 6 pompa
LPS. Sementara untuk normal operasinya hanya diperlukan masing-masing 2
pompa LPS dan 2 pompa HPS. Sehingga dapat dikatakan 2 dari 6 unit pompa
HPS dan 2 dari 8 unit pompa LPS diperlukan setiap saat untuk memastikan
operasi dapat berjalan dengan baik. Dengan kondisi seperti ini dan kecenderungan
produksi yang harus dipompakan akan semakin menurun di waktu mendatang,
maka dapat dikatakan sistim ini mempunyai redundancy yang cukup besar, yaitu
200% untuk HPS (4 pompa HPS standby) dan 300% untuk LPS (6 pompa LPS
standby).
Salah satu kerugian dari redundancy adalah biaya perawatan yang besar.
Biaya perawatan pompa LPS dan HPS dalam 3 tahun terakhir disajikan dalam
Tabel 1.2. Biaya tersebut dibagi menjadi 2 kategori, yaitu untuk kegiatan
perawatan yang bersifat pencegahan atau preventive dan predictive maintenance
serta biaya perawatan yang dikeluarkan untuk perbaikan peralatan sebagai
rekomendasi dari PM ataupun karena pompa tersebut mengalami kerusakan.
Tabel 1.2. Biaya Perawatan Pompa LPS dan HPS pada Tahun 2009-2011
Tahun Biaya Perawatan Tahunan Pompa Shipping (US$)
PM-PdM Perbaikan Total
2009 13,713.06 188,294 202,007.34
2010 11,211.31 185,816 197,027.50
2011 23,016.03 139,380 162,396.39
Total 47,940.40 513,490.83 561,431.23
Rata-rata 15,980.13 171,163.61 187,143.74
(Sumber: PT.CPI 2012)
Gambar 1.6 menunjukkan grafik pareto dari biaya perawatan masing-
masing sistim utama fasilitas OTP dalam 3 tahun terakhir yaitu antara tahun 2009
sampai dengan 2011. Berdasarkan informasi dari grafik di Gambar 1.6 tersebut,
9
dapat dilihat bahwa biaya perawatan untuk pompa LPS dan HPS menduduki
peringkat paling tinggi yang memberikan kontribusi terhadap keselutuhan biaya
perawatan. Diikuti oleh biaya perawatan sistim Sand Removal Facility, dan
seterusnya sampai dengan tangki FWKO yang memerlukan biaya perawatan
paling kecil. Selain karena sistim pompa shipping mempunyai jumlah pompa
yang paling banyak dibandingkan dengan sistim yang lain, fungsi pompa shipping
juga kritikal, sehingga perawatan yang dilakukan juga lebih ketat untuk
memastikan peralatan tidak mengalami un-planned shutdown. Sementara itu
untuk sistim yang terdiri dari tanki, seperti Wash Tank dan tangki FWKO, terlihat
bahwa biaya perawatan relatif rendah karena peralatan statik memang secara
umum lebih sedikit mengalami kegagalan. Begitu juga inspeksi yang dilakukan
lebih sedikit dan lebih lama intervalnya dibandingkan rotating equipment.
Gambar 1.6. Pareto Biaya Perawatan Sub Sistim Utama OTP CGS-5 (Sumber:
PT.CPI, 2012)
Selama ini belum pernah dilakukan evaluasi terhadap sistim Shipping
Pump yang ada, apakah jumlah peralatan pompa LPS dan HPS yang ada masih
sesuai dalam hal jumlahnya untuk mendukung operasi, ataukah dapat dikurangi ke
561.431
213.930
186.748
183.471
171.935
107.018
63.062
34.851
31.505
31.418
22.080
17.949
6.995
‐
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
Biaya Perawatan
(US$)
Sub Sistim Utama
Biaya Perawatan OTP CGS‐5 (2009‐2011)
10
jumlah yang optimal untuk menurunkan biaya perawatan. Pada umumnya Tim
Operasi senang jika memiliki redundancy yang banyak, karena akan lebih mudah
menjalankan operasi dengan memiliki fleksibilitas operasi yang tinggi. Namun,
sering kali tidak disadari bahwa banyaknya peralatan juga akan menambah biaya
perawatan.
Evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui berapa banyak pompa yang
dapat dinonaktifkan dari sistim ini dan disimpan di gudang atau digunakan untuk
fasilitas sejenis di tempat lain. Sebagai batasannya adalah nilai ketersediaan sistim
harus tetap dalam batas yang diinginkan untuk mendukung proses operasi yang
handal. Dengan berkurangnya jumlah peralatan, maka biaya perawatan pada
sistim ini juga akan berkurang. Evaluasi akan dilakukan dengan membuat
modeling simulasi menggunakan sofware Relex yang sudah tersedia.
1.2. Perumusan Masalah
Fungsi utama dari fasilitas Stasiun Pengumpul CGS-5 adalah melakukan
pemisahan air dan minyak, sehingga minyak yang diproduksi oleh sumur-sumur
minyak dapat dikirimkan ke pelabuhan untuk dikapalkan atau dijual dengan
memenuhi spesifikasi yang sudah ditetapkan, yaitu BSW < 1%.
Dengan memiliki peralatan yang mempunyai spare besar, maka Tim
Operasi akan memiliki kemampuan untuk meminimalkan gangguan pengiriman
minyak, karena jika salah satu pompa mati atau mengalami kerusakan, maka dapat
digantikan oleh pompa lainnya.
Kondisi seperti ini bagus dari sisi ketersediaan peralatan. Tapi disisi yang
lain, dengan banyaknya peralatan yang ada sebagai standby spare, maka secara
teori beban finansial untuk melakukan peralatan juga tinggi, baik untuk jumlah
jam kerja yang diperlukan, jumlah tenaga yang diperlukan, material consumable
yang digunakan seperti oli, spare part yang harus disediakan, lebih banyak PM
(Preventive Maintenance) yang dilakukan, lebih banyak laporan ORD (Operator
Routine Duty) yang harus dibuat.
Fasilitas yang ada didesign untuk beban kondisi produksi puncak, yaitu
sekitar dua kali dari kondisi produksi saat ini. Kondisi puncak sudah terlewati dan
11
tidak akan pernah kembali ke kondisi itu lagi, bahkan kecenderungannya akan
semakin menurun.
Dari uraian tersebut, dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini yaitu:
Perlunya dilakukan evaluasi untuk melihat ketersediaan masing-masing
komponen berdasarkan data MTTF dan MTTR.
Perlunya dilakukan evaluasi atau engineering review untuk mengetahui
berapa minimal peralatan yang diperlukan dan standby sparing capacity
yang optimal dengan tetap mempertahankan availability sesuai dengan yang
telah ditargetkan oleh perusahaan.
Perlunya dilakukan evaluasi life cycle cost atau cost benefit analysis jika
dilakukan pengurangan jumlah pompa pada sistim shipping pump untuk
mendapatkan keuntungan secara ekonomi.
1.3. Batasan Masalah
Penelitian ini hanya untuk mengevaluasi ketersediaan sub sistim pompa
LPS dan HPS di CGS-5 sebagai salah satu komponen kritikal pada sistim OTP,
yang berdasarkan data memberikan kontribusi terbesar terhadap biaya perawatan
fasilitas OTP.
Data yang diambil dan digunakan adalah data dari sistim JDE yang
merupakan CMMS (Computerized Maintenance Management System) yang
dikelola oleh tim perawatan untuk tiga tahun terakhir, yaitu tahun 2009 sampai
dengan 2012. Data tersebut meliputi permintaan Work Order perawatan yang
terkait dengan tanggal terjadinya kegagalan, lamanya waktu perbaikan, jenis
masalah yang perlu penanganan, dan biaya yang diperlukan.
12
1.4. Asumsi Yang Diambil
Dalam melakukan evaluasi dan pemodelan pada penelitian ini, berikut
adalah beberapa asumsi yang diambil;
Untuk pompa yang berfungsi sama, yaitu sesama pompa LPS dan sesama
HPS dianggap merupakan komponen yang identik karena merk dan
kapasitasnya sama.
Biaya perawatan masing-masing pompa per tahun dianggap sama
berdasarkan rata-rata biaya perawatan semua pompa LPS dan HPS dibagi
dengan jumlah unit pompa yang ada.
Laju kegagalan (failure rate, λ) dan laju perbaikan (repair rate, µ) dianggap
konstan sepanjang waktu.
Sebaran data untuk kegagalan (Time To Failure) terdistribusi secara
exponensial.
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini terkait dengan permasalahan dan adanya potensi
penghematan, yaitu untuk:
Melakukan evaluasi availability masing-masing komponen untuk
mengetahui failure rate dan repair rate berdasarkan MTBF dan MTTR. Dari
hasil ini dapat dilihat komponen mana yang kondisinya lebih jelek
dibanding yang lain.
Melakukan evaluasi kebutuhan peralatan dan standby sparing capacity yang
optimal berdasarkan data kondisi produksi terkini, kapasitas masing-masing
peralatan dan data perawatannya.
Melakukan evaluasi life cycle cost atau cost benefit analysis terhadap sistim
shipping pump setelah dilakukan pengurangan jumlah komponen pompa
untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomi.
13
1.6. Manfaat Penelitian
Dengan melakukan penelitian ini maka akan dapat memberikan
rekomendasi kepada Management PT. Chevron Pacific Indonesia, berdasarkan
evaluasi teknikal mengenai jumlah peralatan optimal yang diperlukan untuk sistim
Shipping Pump di CGS-5, sehingga dapat memberikan keuntungan yang berupa
pengurangan biaya perawatan.
Dengan menggunakan metode Markov untuk melakukan modeling, maka
akan memberikan sumbangan kepada dunia ilmu pengetahuan bahwa metode ini
juga dapat diterapkan pada industri MIGAS untuk melakukan evaluasi terhadap
peralatan yang sudah ada untuk tujuan efisiensi biaya perawatan dengan cara
mengurangi jumlah peralatan.
14
Halaman ini sengaja dikosongkan