Istilah Psikiatri New
-
Upload
devianna-chandra -
Category
Documents
-
view
167 -
download
58
description
Transcript of Istilah Psikiatri New
PENDAHULUAN
Definisi :
1.Tanda’ itu sendiri adalah temuan dokter yang bersifat objektif, misalnya afek yang
terbatas dan retardasi psikomotor.
2.Gejala adalah pengalaman subjektif yang digambarkan oleh pasien, misalnya mood
yang tertekan dan berkurangnya tenaga.
3.Sindrom adalah kelompok tanda dan gejala yang terjadi secara bersama–sama
sebagai suatu kondisi yang dapat dikenali, walaupun mungkin masih kurang spesifik
dibandingkan gangguan penyakit yang jelas.
TANDA DAN GEJALA PSIKIATRI
Berikut ini adalah daftar dari tanda dan gejala, yang mana setiap butirnya
mengandung definisi atau deskripsi.
KESADARAN : tingkat kesadaran
Gangguan Kesadaran
Apersepsi. Persepsi yang dimodifikasi oleh emosi dan pikiran dari seseorang.
Sensorium. Keadaan fungsi kognitif tentang perasaan khusus (seringkali digunakan
sebagai sinonim kesadaran). Gangguan kesadaran paling sering berhubungan
keadaan patologis pada otak.
1. Disorientasi : Gangguan orientasi waktu, tempat, dan orang.
2. Kesadaran berkabut : Kejernihan ingatan yang tidak lengkap dengan
gangguan persepsi dan sikap.
3. Stupor : Hilangnya reaksi dan terjadi ketidakwaspadaan terhadap
lingkungan sekitar.
4. Delirium : Reaksi kebingungan, gelisah, disorientasi yang disertai rasa
takut dan halusinasi.
5. Koma. Penurunan kesadaran yang berat.
6. Koma vigil. Keadaan koma dimana pasien tampak tertidur, tetapi dapat
segera disadarkan.
7. Twilight state. Keadaan temaram, kesadaran yang terganggu dengan
adanya halusinasi.
8. Dreamlike state. Keadaan seperti mimpi. Seringkali digunakan secara
sinonim dengan kejang parsial kompleks atau epilepsi psikomotor.
9. Somnolens. Rasa kantuk abnormal yang paling sering ditemukan pada
proses organik. Terjadi penurunan kesadaran, tetapi pasien masih dapat
dibangunkan meskipun sulit.
10. Drowsiness. Keadaan dimana terjadi penurunan kewaspadaan yang
berhubungan dengan keinginan atau kecondongan untuk tidur.
Gangguan Atensi (Perhatian)
Atensi adalah jumlah usaha yang dilakukan untuk memusatkan pada bagian
tertentu dari pengalaman, kemampuan untuk mempertahankan perhatian pada satu
aktifitas, kemampuan untuk berkonsentrasi.
1. Distraktibilitas : Ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian,
pengalihan perhatian kepada stimulus eksternal yang tidak penting atau
tidak relevan.
2. Inatensi selektif : Pengalihan perhatian hanya pada hal–hal yang
menimbulkan kecemasan.
3. Hipervigilensi : Perhatian yang berlebihan dan terfokus pada semua
stimulus internal maupun eksternal, biasanya sekunder dari keadaan
delusional atau paranoid.
4. Trance : Perhatian yang difokuskan dan kesadaran yang berubah,
biasanya terlihat pada hipnosis, gangguan disosiatif, dan pengalaman
religius yang luar biasa.
Gangguan Sugestibilitas
Kapatuhan dan respon yang tidak kritis terhadap suatu ide atau suatu
pengaruh.
1. Follie a deux (follie a trois). Penyakit emosional yang berhubungan
diantara dua atau tiga orang.
2. Hipnosis. Modifikasi kesadaran yang diinduksi secara buatan dan ditandai
dengan peningkatan sugestibilitas.
EMOSI
Suatu perasaan yang kompleks dengan komponen psikis, somatik, serta
perilaku yang terkait dengan mood dan afek.
Afek
1. Appropriate affect. Kondisi dimana irama perasaan seseorang sesuai
dengan gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang ada.
2. Inappropriate affect. Ketidaksesuaian antara irama perasaan dengan
gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang menyertainya.
3. Afek tumpul. Penurunan yang berat intensitas irama perasaan yang
diungkapkan keluar.
4. Afek terbatas. Penurunan intensitas irama perasaan yang kurang parah
bila dibandingkan dengan afek tumpul.
5. Afek yang labil. Perubahan irama perasaan yang cepat dan tiba–tiba,
tidak berhubungan dengan stimulus eksternal.
Mood
Suasana perasaan yang meresap dan dipertahankan, yang secara subyektif
dirasakan dan dilaporkan oleh pasien dan terlihat oleh orang lain.
1. Mood disforik. Suasana perasaan yang tidak menyenangkan.
2. Mood eutimik. Suasana perasaan yang normal, tidak menurun atau
meningkat.
3. Expansive mood. Suasana perasaan yang diekspresikan tanpa hambatan,
sering disertai dengan penilaian yang berlebihan.
4. Mood irritabel. Suasana perasaan seseorang yang mudah diprovokasi,
sehingga mudah terganggu dan mudah marah.
5. Mood swings / Labile mood. Suasana perasaan yang mudah berganti-
ganti antara euforia dan depresi atau kecemasan.
6. Elevated mood. Suasana perasaan penuh dengan keyakinan dan
kesenangan ; mood yang lebih ceria dari biasanya.
7. Euforia. Elasi yang kuat disertai dengan perasaan kebesaran.
8. Ectasy. Kegembiraan yang luar biasa / perasaan kegairahan yang kuat.
9. Depresi. Kesedihan yang psikopatologis.
10. Anhedonia. Hilangnya minat dan menarik diri dari semua aktifitas rutin
yang menyenangkan, seringkali dikaitkan dengan depresi.
11. Dukacita atau berkabung. Kesedihan yang disebabkan dengan
kehilangan yang nyata.
12. Aleksitimia. Seseorang yan tidak mampu atau kesulitan dalam
menggambarkan atau menyadari emosi-emosi dan mood.
13. Ide bunuh diri. Pikiran-pikiran atau tindakan untuk mengakhiri hidupnya.
14. Elation. Perasaan senang, euphoria, puas diri, .....dan optimis.
15. Hipomania. Mood abnormal dengan karakteristik mirip mania tapi lebih
ringan.
16. Mania. Mood yang abnormal, bercirikan agitasi, elasi, hiperaktifitas,
hiperseksualitas dan berpikir serta berbicara yang lebih cepat.
17. Melankolia. Keadaan depresi berat.
18. La Belle indifference. Perilaku yang tidak sesuai, dimana sikap tenang
atau tidak ada perhatian terhadap kesulitan yang dialami orang lain.
Emosi-emosi Yang Lain
1. Kecemasan. Perasaan khawatir yang muncul oleh adanya dugaan bahaya
yang datang dari dalam maupun dari luar dirinya.
2. Free floating anxiety / Kecemasan yang mengambang. Rasa khawatir
yang meresap dan tidak terpusatkan, yang tidak berhubungan dengan
suatu gagasan.
3. Ketakutan. Kecemasan yang disebabkan oleh adanya bahaya yang
dikenali secara sadar dan nyata.
4. Agitasi. Kecemasan yang berat disertai dengan kegelisahan motorik.
5. Ketegangan. Peningkatan aktifitas motorik dan psikologis yang tidak
menyenangkan.
6. Panik. Serangan kecemasan yang kuat, akut, episodik, dikaitkan dengan
adanya suasana perasaan yang di penuhi dengan ........dan gejala-gejala
otonomik.
7. Apatis. Irama perasaan yang tumpul dikaitkan dengan menarik diri atau
ketidakacuhan.
8. Ambivalensi. Dua impuls berlawanan terhadap suatu hal yang sama, pada
orang dan waktu yang sama.
9. Abreaksi. Pelepasan emosional setelah mengingat pengalaman yang
menyakitkan.
10. Malu. Kegagalan mencapai sesuatu yang diharapkan.
11. Rasa bersalah. Emosi yang di sebabkan karena melakukan sesuatu yang
dianggap salah.
12. impulse control. Kemampuan untuk menahan keinginan-keinginan,
dorongan-dorongan atau godaan-godaan.
13. Ineffability. Keadaan ekstatik pada seseorang, yang tidak dapat
digambarkan, tidak dikatakan, dan mustahil untuk mempengaruhi orang
lain.
14. Akateksis. Hilangnya perasaan terhadap subyek yang biasanya terdapat
ikatan emosional.
15. Dekateksis. Terlepasnya ikatan emosi dari pikiran2, ide–ide,atau orang2.
Gangguan Fisiologis Yang Berhubungan Dengan Mood
Tanda–tanda disfungsi somatik (otonom) pada seseorang, paling sering
berhubungan dengan depresi.
1. Anoreksia. Menurunnya atau hilangnya nafsu makan.
2. Hiperfagia. Peningkatan asupan makanan yang dimakan.
3. Insomnia. Menurun atau hilangnya kemampuan untuk tidur. Fase awal,
kesulitan jatuh tertidur. Fase pertengahan, kesulitan tertidur sepanjang
malam tanpa terbangun dan kesulitan kembali tidur. Fase terminal,
terbangun pada dini hari.
4. Hipersomnia. Tidur yang berlebihan.
5. Variasi diurnal. Mood yang secara reguler memburuk pada pagi hari dan
membaik dengan semakin siangnya hari.
6. Penurunan libido. Penurunan minat, dorongan, dan daya seksual.
7. Konstipasi. Kesulitan atau tidak mampu defekasi.
8. Fatigue. Perasaan lelah, letih, lesu, mengantuk atau iritabel saat
melakukan aktifitas mental atau fisik..
9. Pica. Dorongan untuk memakan substansi yang bukan makananmis : cat.
10. Pseudocyesis. Keadaan dimana pasien mempunyai tanda dan gejala
kehamilan, seperti distensi abdomen, pembesaran payudara, pigmentasi,
berhentinya menstruasi, dan morning sickness.
11. Bulimia. Kelainan berupa perasaan lapar yang tidak terpuaskan dan rakus
saat makan, terdapat pada bulimia nervosa dan depresi atipikal.
12. Adinamia. Kondisi kelemahan dan fatigabilitas.
PERILAKU MOTORIK (KONASI)
Aspek kejiwaan yang meliputi impuls, motivasi, harapan, dorongan, naluri, dan
idaman seperti yang diekspresikan oleh perilaku atau aktifitas motorik seseorang.
1. Ekopraksia. Peniruan gerakan yang patologis seseorang oleh orang lain.
2. Katatonia dan abnormalitas postural. Terdapat pada skizophrenia tipe
katatonik dan pada beberapa pasien dengan penyakit yang mengenai
jaringan otak, misalnya ensefalitis.
3. Katalepsi. Aistilah umum untuk suatu posisi yang tidak bergerak dan
dipertahankan terus–menerus.
4. Luapan(excitement) katatonik. Aktifitas motorik yang teragitasi, tidak
bertujuan dan tidak dipengaruhi faktor eksternal.
5. Stupor katatonik. Penurunan aktifitas motorik yang nyata hingga tidak
bergerak, dan tidak acuh terhadap keadaan sekelilingnya.
6. Rigiditas katatonik. Pembentukan postur yang kaku yang disadari dan
menentang semua usaha untuk menggerakkannya.
7. Posturing katatonik. Penerimaan postur yang tidak sesuai / aneh yang
tidak disadari, dipertahankan dalam waktu yang lama.
8. Cerea flexibilitas / Waxy flexibility. Pembentukkan posisi tertentu pada
seseorang, kemudian dipertahankannya. Jika pemeriksa menggerakkan
anggota tubuh pasien, maka dia seakan–akan terbuat dari lilin.
9. Akinesia. Hilangnya pergerakan, seperti imobilitas yang ekstrim pada
schizophrenia katatonik ; juga dapat timbul sebagai gejala ekstrapiramidal
akibat efek samping obat antipsikotik.
10. Negativisme. Resistensi tanpa alasan terhadap semua usaha untuk
menggerakkan atau terhadap semua instruksi.
11. Katapleksi. Hilangnya sementara tonus otot dan kelemahan yang
dicetuskan oleh berbagai keadaan emosional.
12. Stereotipik. Pola gerakkan fisik atau bicara yang terfiksasi dan berulang.
13. Mannerisme. Pergerakan yang tidak disadari dan menjadi suatu
kebiasaan.
14. Automatisme. Tindakan yang otomatis, biasanya mewakili suatu aktifitas
simbolik yang tidak disadari.
15. Automatisme perintah. Automatis mengikuti sugesti.
16. Mutisme. Tidak bersuara tanpa adanya kelainan struktural / organik.
17. Agitasi psikomotor. Overaktifitas motorik dan kognitif yang berlebihan dan
tidak produktif akibat ketengangan dalam diri.
18. Hiperkinesis. Tidak dapat diam, agresif, aktifitas yang destruktif, seringkali
didasari gangguan patologis pada otak.
19. Tic. Pergerakan motorik yang spasmodik dan tidak disadari.
20. Sleepwalking / Somnambulisme. Aktifitas motorik pada saat tertidur.
21. Akathisia. Perasaan subyektif tentang ketegangan motorik, sekunder
akibat medikasi antipsikotik atau medikasi lainya, menyebabkan tidak dapat
diam/istirahat , melangkah bolak–balik, duduk dan berdiri berulang–ulang ;
dapat disalahartikan sebagai agitasi psikotik.
22. Kompulsi. Impuls yang tidak terkontrol untuk melakukan suatu tindakan
yang berulang-ulang. Contohnya dipsomania (kompulsi untuk minum
alkohol), kleptomania (kompulsi untuk mencuri), nimfomania (kompulsi
untuk melakukan koitus yang kuat pada diri seorang wanita), satiriasis
(seperti nimfomania, tetapi pada pria), trikotilomania (kompulsi untuk
mencabuti rambut), ritual (aktifitas kompulsif otomatis bertujuan untuk
menurunkan kecemasan).
23. Ataksia. Kegagalan melakukan koordinasi otot.
24. Polifagi. Makan berlebihan yang patologis.
25. Tremor. Perubahan gerakan secara ritmis, biasanya beberapa
gerakan/detik .
26. Floccillation. Memilih pakaian sehari-hari atau pakaian tidur tanpa tujuan,
umumnya terlihat pada saat delirium.
27. Hipokinesis. Penurunan aktifitas motorik dan kognitif seperti pada
retardasi psikomotor, terlihat pada perlambatan pikiran, bicara, dan
pergerakan.
28. Mimikri. Peniruan aktifitas motorik yang sederhana pada anak – anak.
29. Agresi. Tindakan yang kuat untuk mencapai tujuan yang mungkin verbal
atau fisik.
30. Acting out. Ekspresi langsung dari suatu harapan atau impuls yang tidak
disadari dalam bentuk tindakkan.
31. Abulia. Penurunan impuls untuk bertindak dan berpikir disertai dengan
ketidakacuhan tentang konsekuensi tindakannya, sebagai akibat
terdapatnya defisit neurologis.
32. Anergia. Kehilangan energi.
33. Koprofagia. Memakan feses.
34. Diskinesia. Kesulitan untuk melakukan gerakan volunter, terdapat pada
gangguan ekstrapiramidal.
35. Kekakuan otot. Keadaan dimana otot tidak dapat digerakkan, terlihat pada
skizophrenia.
36. Twirling. Tanda yang tampak pada anak yang autistik dimana badan
berputar ke arah tolehan kepala secara terus–menerus.
37. Bradikinesia. Aktifitas motorik yang lebih pelan dari normal, pergerakan
spontan.
38. Chorea. Gerakan tidak beraturan, cepat, menghentak-hentak yang tidak
dapat dikendalikan dan tidak bertujuan.
39. Konvulsi. Kontraksi otot yang kasar dan tidak dikehendaki. Bersifat klonik
apabila terjadi kontraksi-relaksasi secara bergantian, tonik apabila kontraksi
terjadi terus–menerus.
40. Kejang. Serangan tiba2 atau terjadi gejala2 yang tiba2 mis: konvulsi, hilang
kesadaran dan gangguan psikologis atau pancaindera terdapat pada
epilepsi atau dapat di induksi dengan obat.
41. Distonia. Lambat, kontraksi otot untuk menopang batang tubuh atau
anggota gerak.
BERPIKIR
Aliran gagasan, simbol, dan asosiasi yang bertujuan, dimulai oleh suatu
masalah dan mengarah pada suatu kesimpulan yang berorientasi kenyataan ; jika
terjadi urutan yang logis, berpikir adalah normal.
Gangguan Umum Dalam Bentuk atau Proses Berpikir.
1. Gangguan mental. Sindrom perilaku atau psikologis yang bermakna
secara klinis disertai dengan penderitaan atau ketidakmampuan dalam
bentuk respon atau terbatas pada hubungan antara seseorang dan
masyarakat.
2. Psikosis. Ketidakmampuan membedakan kenyataan dari fantasi ; RTA
terganggu, dimana tercipta realita baru.
3. Tes realitas. Pemeriksaan obyektif tentang dunia di luar dirinya.
4. Gangguan pikiran formal. Gangguan dalam bentuk pikiran juga isi pikiran,
ditandai dengan kekenduran asosiasi, neologisme, dan konstruksi yang
tidak logis ; proses berpikir mengalami gangguan, dan orang didefinisikan
psikosis.
5. Berpikir tidak logis. Berpikir dengan kesimpulan yang salah dan
kontradiksi internal.
6. Dereisme. Aktifitas mental yang tidak sesuai dengan logika dan
pengalaman.
7. Berpikir autistik. Preokupasi dengan dunia dalam dan pribadi.
8. Berpikir magis. Bentuk pikiran dereistik ; serupa dengan fase
preoperasional pada masa kanak – kanak (Jean Piget), dimana pikiran dan
kata – kata serta tindakan mempunyai kekuatan untuk dapat menyebabkan
suatu peristiwa.
9. Proses berpikir primer. Berpikir yang dereistik, tidak logis, dan magis,
normalnya ditemukan pada mimpi jarang pada psikosis.
10. Emotional insight. Pemahaman yang dalam atau kewaspadaan yang
mengarah pada perubahan – perubahan positif pada sikap dan perilaku.
Gangguan Spesifik Pada Bentuk Pikiran.
1. Neologisme. Kata baru yang diciptakan oleh pasien.
2. Word salad. Campuran kata dan frase yang membingungkan.
3. Sirkumstansialitas. Pembicaraan tidak langsung yang lambat mencapai
tujuan,namun pada akhirnya tercapai juga ; adanya rincian dan tanda –
tanda kutp yang berlebihan.
4. Tangensialitas. Ketidakmampuan untuk mencapai asosiasi pikiran.
5. Inkoherensi. Pikiran yang tidak dapat dimengerti ; kata – kata yang tidak
logis tanpa tata bahasa, yang menyebabkan disorganisasi.
6. Perseverasi. Respon yang menetap terhadap stimulus yang sebelumnya
setelah stimulus baru diberikan, sering disertai dengan ganguan fungsi
kognitif.
7. Verbigerasi. Pengulangan kata atau frase spesifik yang tidak mempunyai
arti.
8. Ekolalia. Pengulangan kata atau frase secara psikopatologis, berulang dan
menetap, dapat diucapkan dengan intonasi yang berbeda.
9. Kondensasi. Penggabungan beberapa konsep menjadi satu.
10. Jawaban yang tidak relevan. Jawaban yang tidak harmonis dengan
pertanyaan yang ditanyakan.
11. Pengenduran asosiasi. Aliran pikiran dimana gagasan bergeser dari satu
subyek ke subyek yang lain dalam cara yang sama sekali tidak berhubungan
; Jika berat dapat timbul inkoherensi.
12. Derailment. Penyimpangan mendadak dalam urutan pikiran tanpa
hambatan.
13. Flight of ideas. Verbalisasi atau permainan kata – kata yang cepat dan
terus – menerus menghasilkan pergeseran terus – menerus dari satu ide ke
ide lain.
14. Clang association. Asosiasi kata – kata yang mirip bunyinya tetapi artinya
berbeda.
15. Blocking. Terputusnya aliran pikiran secara tiba – tiba sebelum pikiran atau
gagasan diselesaikan ; setelah satu periode terhenti singkat orang tampak
tidak ingat akan apa yang telah dikatakan.
16. Glosolalia. Ekspresi pesan – pesan yang relevan melalui kata – kata yang
tidak dapat dipahami.
Gangguan Spesifik Isi Pikiran
1. Kemiskinan isi pikiran. Pemikiran yang memberikan hanya sedikit
informasi karena tidak mengandung pengertian, pengulangan kosong
atau frase yang tidak jelas.
2. Gagasan yang berlebihan. Keyakinan palsu yang tidak beralasan yang
dipertahankan kurang kuat dibandingkan dengan waham.
3. Waham. Keyakinan palsu, didasarkan pada kesimpulan yang salah, tidak
sejalan dengan intelegensi pasien dan latar belakang budaya yang tidak
dapat dikoreksi.
a. Waham yang kacau / Bizzare. Keyakinan palsu yang aneh, mustahil,
sama sekali tidak masuk akal.
b. Waham tersistematisasi. Keyakinan yang palsu yang digabungkan
oleh suatu tema atau peristiwa tunggal.
c. Waham yang sejalan dengan mood. Isi waham sesuai dengan mood.
d. Waham yang tidak sejalan dengan mood. Isi waham yang tidak
sejalan dengan mood.
e. Waham nihilistik. Perasaan palsu bahwa dirinya, orang lain dan dunia
tidak ada atau berakhir.
f. Waham kemiskinan. Keyakinan palsu bahwa harta pasien telah
terampas atau hilang.
g. Waham somatik. Keyakinan yang palsu menyangkut fungsi tubuh
pasien.
h. Waham persekutorik. Keyakinan palsu yang merasa sedang
diganggu, ditipu dan disiksa.
i. Waham kebesaran. Gambaran kepentingan, kekuatan atau identitas
seseorang yang berlebihan.
j. Waham referensi. Keyakinan bahwa peristiwa, benda dan oran lain
mempuyai kepentingan tertentu dan tidak biasanya, umumnya dalam
bentuk negatif.
k. Waham menyalahkan diri sendiri. Keyakinan yang palsu tentang
penyesalan yang mendalam dan bersalah.
l. Waham pengendalian. Perasaan palsu bahwa kemauan, pikiran atau
perasaan pasien dikendalikan oleh tenaga dari luar. Terdiri atas : 1)
Thought withdrawal (waham bahwa pikiran pasien dihilangkan dari
ingatannya oleh orang/tenaga lain), 2) Thought insertion (waham
bahwa pikiran ditanam dalam pikiran pasien dikendalikan oleh orang
lain), 4) Thought broadcasting (waham bahwa pikiran pasien dapat
didengar oleh orang lain, pikiran mereka tersiar di udara).
m. Waham ketidaksetiaan. Kayakinan yang palsu didapatkan dari
kecemburuan patologis bahwa kekasih pasien adalah tidah jujur.
n. Erotomania. Keyakinan yang lebih sering pada wanita, bahwa
seseorang sangat mencintai dirinya.
o. Pseudologia phantastica. Jenis kebohongan dimana seseorang
tampak percayaterhadap kenyataan fantasinya dan bertindak atas
kenyataan ; disertai dengan sindrom Munchausen, berpura – pura
sakit yang berulang.
4. Kecenderungan atau preokupasi pikiran. Pemusatan pikiran pada ide
tertentu disertai dengan irama afektif yang kuat, seperti kecenderungan
paranoid atau preokupasi tentang bunuh diri atau dibunuh.
5. Egomania. Preokupasipada diri sendiri yang patologis.
6. Monomania. Preokupasi dengan suatu obyek yang tunggal.
7. Hipokondria. Keprihatinan yang berlebihan tentang kesehatan pasienyang
didasarkan bukan pada patologi organik yang nyata, tetapi pada
interpretasi yang tidak realistik terhadap tanda atau sensasi fisik yang
abnormal.
8. Obsesi. Ketekunan yang patologis dari pikiran atau perasaan yang tidak
dapat ditentang, tidak dapat dihilangkan dan disertai dengan kecemasan.
9. Kompulsi. Kebutuhan yang patologis untuk melakukan suatu impuls jika
ditahan menyebabkan kecemasan.
10. Koprolalia. Pengungkapan secara kompulsif dari kata – kata yang cabul.
11. Fobia. Rasa takut patologis yang persisten, irasional, berlebihan dan selalu
terjadi terhadap suatu jenis stimulasi atau situasi tertentu ; menyebabkan
keinginan yang memaksa untuk menghindari stimulus yang ditakuti.
12. Fobia spesifik. Rasa takut yang jelas terhadap obyek atau situasi yang
jelas.
13. Fobia sosial. Rasa takut akan keramaian masyarakat.
14. Akrofobia. Rasa takut terhadap tempat tinggi.
15. Agorafobia. Rasa takut terhadap tempat terbuka.
16. Algofobia. Rasa takut terhadap rasa nyeri.
17. Ailurofobia. Rasa takut terhadap kucing.
18. Eritrofobia. Takut terhadap warna merah, merujuk kepada hal yang
berdarah.
19. Panfobia. Takut terhadap segala sesuatu.
20. Klaustrofobia. Takut terhadap tempat tertutup.
21. Xenofobia. Rasa taku terhadap orang asing.
22. Zoofobia. Rasa takut terhadap binatang.
23. Needlefobia. Rasa takut yang menetap, berkesinambungan dan patologis
akan suntikan, disebut juga blood injection phobia.
24. Noesis. Perasaan bahwa pasien telah dipilih untuk memimpin dan
memerintah.
25. Unio mystica. Perasaan yang meluap, pasien secara mistik menyatu
dengan kekuatan yang tidak terbatas.
BICARA
Gangguan pikiran, perasaan, yang diekspresikan melalui bahasa ; komunikasi
melalui penggunaan kata – kata dan bahasa.
Gangguan Bicara
1. Tekanan bicara. Bicara cepat, yaitu peningkatan jumlah dan kesulitan untuk
memutus pembicaraan.
2. Kesukaran bicara (logorrhea). Bicara yang banyak sekali, bertalian dan
logis.
3. Kemiskinan bicara (poverty of speech). Pembatasan jumlah bicara yang
digunakan ; jawaban mungkin hanya satu suku kata (monosyllabic).
4. Bicara yang tidak spontan. Respon verbal yang diberikan hanya jika ditanya
atau dibicarakan langsung; tidak ada pembicaraan yang dimulai dari dirinya
sendiri.
5. Kemiskinan isi bicara (poverty of content of speech). Bicara yang adekuat
dalam jumlah tertentu, tetapi hanya memberikan sedikit informasi karena
ketidakjelasan, kekosongan atau frase yang stereotipik.
6. Diprosodi. Hilangnya irama bicara yang normal.
7. Disartria. Kesulitan dalam artikulasi.
8. Bicara yang keras atau lemah secara berlebihan. Hilangnya modulasi
volume bicara normal ; dapat mencerminkan berbagai keadaan yang patologis
mulai dari psikosis, depresi sampai ketulian.
9. Stuttering. Pengulangan atau perpanjangan suara atau suku kata yang sering
menyebabkan gangguan kefasihan bicara yang jelas.
10. Cluttering. Bicara yang aneh dan disritmik, yang mengandung semburn yang
cepat dan menyentak.
11. Bradilalia. Berbicara lambat yang abnormal.
12. Disfonia. Kesulitan atau nyeri saat berbicara.
Gangguan Afasik
Gangguan dalam pengeluaran suara.
1. Afasia motorik. Gangguan bicara yang disebabkan oleh gangguan
kognitif, masih dapat dimengerti tetapi kemampuan bicara sangat
terganggu, bicara sepotong-potong dengan susah payah dan tidak akurat
(afasia Brocca, tidak fasih dan ekspresif).
2. Afasia sensoris. Kehilangan kemampuan organik untuk mengerti arti
kata; bicara spontan dan lancar, tetapi membingungkan dan yang bukan-
bukan (afasia Wernicke, fasih dan reseptif ).
3. Afasia nominal. Kesulitan untuk menemukan nama yang tepat untuk
suatu benda ( afasia anomia, dan amnestik )
4. Afasia sintatikal. Ketidakmampuan untuk kata-kata dalam urutan yang
tepat.
5. Afasia logat khusus. Kata – kata yang dikeluarkan semuanya
neologistik; kata-kata yang bukan – bukan dan diulangi dengan berbagai
intonasi dan nada suara.
6. Afasia global. Kombinasi afasia yang sangat tidak fasih dan afasia fasih
yang berat.
7. Alogia. Ketidakmampuan untuk bicara dikarenakan defisiensi mental atau
suatu episode dari demensia.
8. Koprofasia. Penggunaan kata-kata yang vulgar secara tidak sadar dan
bahasa yang mengejutkan ; terdapat pada gangguan Tourette’s dan
beberapa pasien dengn schizophrenia.
PERSEPSI
Proses memindahkan stimulasi fisik menjadi informasi psikologis, proses mental
dimana stimulasi sensorik dibawa ke kesadaran.
Gangguan Persepsi
1. Halusinasi. Persepsi sensoris yang palsu dan tidak disertai dengan
stimulasi eksternal yang nyata ; mungkin terdapat atau tidak terdapat
interpretasi waham tentang pengalaman halusinasi.
a. Halusinasi hipnagogik : persepsi sensoris yang palsu yang terjadi saat
akan tertidur, biasanya dianggap fenomena nonpatologis.
b. Halusinasi hipnopompik : persepsi palsu yang terjadi saat terbangun
dari tidur ; biasanya nonpatologis.
c. Halusinasi dengar (audiotoris) : persepsi bunyi yang palsu, biasanya
suara tapi juga bunyi-bunyian lain, seperti musik; merupakan
halusinasi yang paling sering dijumpai pada ganguan psikiatri.
d. Halusinasi visual : persepsi palsu tentang penglihatanyang berupa
citrayang berbentuk (contoh: orang) dan citra yang tidak berbentuk
(contoh : kilatan cahaya) paling sering pada gangguan organik.
e. Halusinasi cium ( olfaktorius ): persepsi membau yang palsu; paling
sering pada ganguan organik.
f. Halusinasi kecap ( gustatorius ) : persepsi tentang rasa kecap yang
palsu; seperti rasa kecap yang tidak menyenangkan yang disebabkan
oleh kejang; paling sering pada gangguan organik.
g. Halusinasi raba ( taktil, haptik ) : persepsi palsu tentang perabaan dan
sensasi permukaan, seperti dari tungkai yang teramputasi (phantom
limb), sensasi adanya gerakan pada atau dibawah kulit (kesemutan).
h. Halusinasi somatik : sensasi palsu tentang sesuatu yang terjad di
dalam atau terhadap tubuh, paling sering berasal dari viseral
(halusinasi kenestetik).
i. Halusinasi liliput : persepsi yang palsu dimana benda-benda tampa
lebih kecil dari ukurannya (mikropsia).
j. Halusinasi sesuai mood ( mood-congruent hallucination ) : isi
halusinasi konsisten dengan mood yang depresi atau manik ( contoh :
pasien manik mendengar suara yang mengtakan bahwa pasien
memiliki harga diri, kekuatan dan pengetahuan yang tinggi, pasien
depresi mendengar suara yang mengatakan bahwa pasien adalah
orang jahat.
k. Halusinasi tidak sesuai mood ( mood incongruent hallucination ) : isi
halusinasi tidak sesuai dengan mood yan depresif atau manik
( contoh : pasien depresi , halusinasi tidak melibatkan rasa bersalah,
hukuman yang layak diterima dan ketidakmampuan; pasien manik,
halusinasi tidak melibatkan harga diri dan kekuasaan tinggi ).
l. Halusinosis : paling sering adalah halusinasi dengar, yang
berhubungan dengan penyalahgunaan alkohol kronis dan terjadi dalam
sensorium yang jernih, berbeda dengan delirium tremens ( DTs ), yaitu
halusinasi yang terjadi dalam konteks sensorium yang berkabut.
m. Sinestesia : sensasi atau halusinasi yang disebabkan oleh sensasi lain
( contoh : sensasi auditoris yang disertai atau dicetuskan oleh sensasi
visual; suatu bunyi dialami sebagai sesuatu yang dapat dilihat, suatu
penglihatan dialami sebagai suatu bunyi ).
n. Trailing phenomenon : kelainan persepsi yang berhubungan dengan
obat-obat halusinogen dimana benda yang bergerak dilihat sebagai
sederetan citra yang terpisah dan tidak kontinu.
o. Halusinasi perintah ( command hallucination ) : persepsi yang palsu
terhadap suatu perintah dimana orang tersebut merasa memiliki
kewajiban untuk mematuhi atau tidak dapat menolak.
2. Ilusi. Mispersepsi atau misinterpretasi terhadap stimuli eksternal yang
nyata.
Gangguan Yang Berhubungan Dengan Gangguan Kognitif dan Kondisi
Kesehatan
1. Agnosia. Ketidakmampuan untuk megenali atau menginterpretasikan
kepentingan kesan sensoris.
2. Agnosia Visual. Ketidakmampuan untuk mengenali benda-benda atau
orang.
3. Anosogonia. Ketidakmampuan untuk mengenali suatu defek neurologis
yang terjadi pada dirinya.
4. Somatopagnosia. Ketidakmampuan untuk mengenali suatu bagian tubuh
sebagai milik tubuhnya sendiri (juga disebut autopagnosia).
5. Asteorognosia. Ketidakmampuan untuk mengenali benda melalui
sentuhan.
6. Prosopagnosia. Ketidakmampuan mengenali wajah.
7. Apraksia. Ketidakmampuan untuk melakukan tugas tertentu.
8. Simultagnosia. Ketidakmampuan untuk mengenali lebih dari satu elemen
pandang visual pada suatu waktu atau untuk menginterpretasikan bagian-
bagian menjadi keseluruhan.
9. Adiadokinesia. Ketidakmampuan untuk melakukan pergerakan yang
berubah dengan cepat.
10. Aura. Sensasi peringatan seperti hal nya automatisme, rasa penuh di
perut, wajah memerah, dan perubahan pernafasan, sensasi kognitif, dan
status afektif yang biasanya dialami sebelum kejang ; sensasi prodromal
yang mencetus sakit kepala migren klasik.
Gangguan Yang Berhubungan Fenomena Konversi dan Disosiatif
1. Anestesia histerikal. Hilangnya modalitas sensoris yang disebabkan
oleh konflik emosional.
2. Makropsia. Menyatakan bahwa benda – benda tampak lebih besar dari
ukuran sesungguhnya.
3. Mikropsia. Menyatakan bahwa benda – benda lebih kecil dari ukuran
sesungguhnya.
4. Depersonalisasi. Suatu perasaan subyektif bahwa lingkungan adalah
aneh dan tidak nyata atau tidak mengenali diri sendiri.
5. Derealisasi. Suatu perasaan subyektif bahwa lingkungan adalah aneh
dan tidak nyata ; suatu perasaan tentang perubahan realitas.
6. Fugue. Mengambil identitas baru pada amnesia, seringkali termasuk
berjalan–jalan atau berkelana ke tempat yang baru.
7. Kepribadian ganda. Satu orang yang tampak pada waktu yang berbeda
menjadi dua atau lebih kepribadian dan karakter yang sama sekali
berbeda, disebut juga gangguan identitas disosiatif dalam DSM IV.
DAYA INGAT
Fungsi dimana informasi disimpan dalam otak dan selanjutnya diingat kembali
ke kesadaran.
Gangguan Daya Ingat
1. Amnesia. Ketidakmampuan sebagian atau kesluruhan untuk mengingat
pengalaman masa lalu, mungkin berasal dari organik atau emosional.
2. Amnesia anterograd. Amnesia untuk peristiwa yang terjadi setelah suatu
waktu.
3. Amnesia retrograd. Amnesia untuk peristiwa yang terjadi sebelum suatu
waktu.
4. Paramnesia. Pemalsuan ingatan oleh distorsi ingatan, terdiri atas : 1)
Fausse Reconnaisance (pengenalan yang palsu), 2) Pemalsuan
retrospektif (ingatan secara tidak diharapkan atau tidak disadari menjadi
terdistorsi saat disaring melalui keadaan emosional, kognitif, dan
pengalaman pasien sekarang), 3) Konfabulasi (pengisian kekosongan
ingatan secara tidak disadari oleh pengalaman yang dibayangkan atau
tidak nyata yang dipercaya oleh pasien tapi tidak mempunyai dasar
kenyataan ; paling sering berhubungan dengan patologi organik, 4) Deja vu
(ilusi pengenalan visual dimana situasi yang baru secara keliru dianggap
sebagai suatu pengulangan ingatan sebelumnya, 5) Deja entendu (ilusi
pengenalan auditorik), 6) Deja pense (ilusi bahwa suatu pikiran baru
dikenali sebagai pikiran yang sebelumnya telah dirasakan atau
diekspresikan, 7) Jamais vu (perasaan palsu tentang ketidak kenalan
terhadap situasi nyata yang telah dialami seseorang).
5. Hiperamnesia. Peningkatan derajat penyimpanan dan pengingatan.
6. Eidetic image. Ingatan visual tentang kejelasan halusinasi.
7. Screen memory. Ingatan yang dapat ditoleransi secara sadar menutupi
ingatan yang menyakitkan.
8. Represi. Suatu mekanisme pertahanan yang ditandai oleh peluapan
secara tidak disadari terhadap gagasan atau impuls yang tidak dapat
diterima.
9. Letologika. Ketidakmampuan sementara untuk mengingat suatu nama
atau suatu kata benda yang tepat.
Tingkat Daya Ingat
1. Immediate. Pengingatan hal – hal yang dirasakan dalam beberapa detik
sampai menit.
2. Recent. Pengingatan peristiwa yang telah lewat beberapa hari.
3. Recent past. Pengingatan peristiwa yang telah lewat beberapa bulan.
4. Remote. Pengingatan peristiwa yang telah lama terjadi.
INTELEGENSIA
Kemampuan untuk mengerti, mengingat, menggerakkan dan menyatukan
secara konstruktif pelajaran sebelumnya dalam menghadapi situasi yang baru.
1. Retardasi mental. Kurangnya intelegensia sampai derajat dimana
terdapat gangguan pada kinerja sosial dan kejuruan.
2. Demensia. Pemburukan fungsi intelektual organik dan global tanpa
pengaburan kesadaran. Terdiri atas : 1) diskalkulia/akalkulia (hilangnya
kemampuan untuk melakukan perhitugan yang tidak disebabkan oleh
kecemasan atau gangguan konsentrasi), 2) disgrafia (hilangnya
kemampuan untuk menulis dalam gaya yang kursif ; hilangnya struktur
kata), 3) aleksia (hilangnya kemampuan membaca yang sebelumnya
dimiliki, tidak disebabkan olek gangguan ketajaman penglihatan).
3. Pseudodemensia. Gambaran klinis yang menyerupai demensia yang
tidak disebabkan oleh suatu kondisi organik ; paling sering disebabkan
oleh depresi (sindrom demensia dari depresi).
4. Berpikir konkrit. Berpikir harfiah ; penggunaan kisaran yang terbatas
tanpa pengertian nuansa arti, pikiran satu dimensional.
5. Berpikir abstrak. Ketidakmampuan untuk mengerti nuansa arti ; berpikir
multidimensional dengn kemampuan menggunakan kiasan dan hipotesisi
dengan tepat.
INSIGHT (TILIKAN)
Kemampuan pasien untuk mengerti penyebab sebenarnya dan arti dari suatu
situasi.
1. Intelektual insight. Mengerti kenyataa obyektif tentang suatu keadaan
tanpa kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dalam cara yang
berguna untuk mengatasi situasi.
2. True insight. Mengerti kenyataan obyektif tentang suatu situasi, disertai
dengan daya pendorong, motivasi dan emosional untuk mengatasi situasi.
3. Disturbance insight. Menghilangnya kempuan untnuk mengerti
kenyataan obyektif dan dari situasi.
JUDGEMENT (PERTIMBANGAN)
Kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan untuk bertindak secara
tepat dalam situasi tersebut.
1. Pertimbangan kritis. Kemampuan unutk menilai, melihat, dan memilih
berbagai pilihan di dalam suatu situasi.
2. Pertimbangan otomatis. Kinerja refleks di dalam suatu tindakan.
3. Pertimbangan yang terganggu. Menghilangnya kemampuan untuk
mengerti suatu situasi dengan benar dan bertindak secara tepat.