ISOLASI PROMOTER /3-ACTZN IKAN NILA Oreochroinis niloticus · siklus pada suhu 94°C selama 30...
Transcript of ISOLASI PROMOTER /3-ACTZN IKAN NILA Oreochroinis niloticus · siklus pada suhu 94°C selama 30...
ISOLASI PROMOTER /3-ACTZN
IKAN NILA Oreochroinis niloticus
ANNA OCTAVERA
SKRIPSI
PROGRAM STUD1 TEIWOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAICULTUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
ANNA OCTAVERA. lsolasi Promoter P-Actin Ikan Nila Oreochromis niloticus. Dibimbing oleh ALIMUDDIN dan AGUS OMAN SUDRAJAT.
Promoter merupakan elemen penting untuk pembuatan konstruksi untuk pembuatan ikan transgenik. Promoter yang digunakan untuk mengaktitkan gen yang akan ditransfer akan lebih baik jika menggunakan promoter yang berasal dari spesies yang sama dengan ikan target transgenik. Selain ekspresi gen yang baik, penggunaan pronioter yang berasal dari spesies yang sama memungkinkan penerimaan konsumen terhadap ikan transgenik akan baik pula. Oleh karena itu, dalam rangka pembuatan ikan nila Oreochromis niloticus transgenik dibutuhkan promoter dari ikan nila.
Genom p-actin ikan nila diisolasi dari jaringan hati menggunakan kit Puregene DNA isolation. Setelah itu diamplifikasi dengan PCR dengan primer degenerate yang disusun berdasarkan database gen p-actin dari berbagai spesies ikan di Bank Gen. Primer forward F-BP adalah 5'-GTGWGTGACGCYGGACC AATC-3'. Primer reverse adalah R-BPI (5'-TAGAAGGTGTGRTGCCAGATCT TC-3') dan R-BP2 (5'-TTGCACATRCCRGAKCCGTTGTC-3'). Amplifikasi PCR dilakukan dengan program: pre-denaturasi pada suhu 94'C selama 3 menit; 5 siklus pada suhu 94°C selama 30 detik dan 62OC selama 3 menit; 30 siklus pada suhu 94OC selama 30 detik, 58OC selama 30 detik dan 72OC selama 3 menit; serta 1 siklus pada suhu 72'C selama 3 menit. PCR dilakukan dua kali: PCR peltama menggunakan primer F-BP dengan R-BPI, PCR kedua atau dikenal dengan istilah 17r.rted PCR dengan primer F-BP dan R-BP2 dimana program yang digunakan sama. DNA dipurifikasi dan selanjutnya diligasi ke vektor kloning pGEM-T Easy. Plasmid tersebut ditransformasi ke sel kompeten bakteri E. coli DH5a untuk dikloning. Penyeleksian koloni hasil transformasi dilakukan dengan penambahan antibiotik ampisilin, IPTG dan X-gal pada media seleksi. Koloni kandidat pembawa plasmid adalah koloni yang berwalna putih, selanjutnya plasmid tersebut diisolasi. Kemudian plasmid disekuensing dan hasilnya dianalisis menggunakan software GENETYX versi 7 dan TFBind.
Panjang fragmen DNA hasil PCR yang diperoleh berkisar 1,3 kb. Panjang sekuen promoterp-Actin hasil sekuensing arah forward sekitar 1234 bp, sementara dari arah reverse sekitar 1259 bp. Setelah dilakukan analisis dengan soffivare GENETYX d a ~ i TFBind diketahui bahwa sekuens DNA hasil isolasi memiliki semua elemen penting yang konserf (conserved) untuk promoter P-actin dari ikan. Elemen penting bagi promoter P-actin adalah CCAAT yang terletak pada nt. 16 - 20, CC(A/T)&G atau disebut motif CArG pada nt. 46 - 55 dan boks TATA pada nt. 79 - 83 dihitung dari ujung terminal 5. Motif CArG juga terdapat pada intron I yaitu pada nt. 225 - 234 dihitung dari ujung terminal 3. Selain itu, dari hasil alignment diketahui bahwa posisi dari elemen-elemen penting tersebut adalali konserf seperti dengan sekuensnya. Selanjutnya, berdasarkan kemiripan asam amino gen P-actin ikan nila dengan ikan medaka dan ikan mas didapatkan persentase kemiripan berturut-turut sebesar 94,l 1% dan 85,24 %. Dengan demikian dapat disi~npulkan promoterp-Actin ikan nila telah berhasil diisolasi.
ISOLASI PROMOTER /?-ACTIN
IKAN NILA Oreochromis niloticrrs
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
Anna Octavera
C14103026
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AICUAKULTUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyampaikan bahwa Skripsi yang berjudul:
ISOLASI PROMOTER P-ACTIN IKAN NILA Oreochromis niloticus
adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2008
ANNA OCTAVERA C14103026
Judul
Nama
NRP
: Isolasi Promoter P-Actin Ikan NiIa Oreocl~romis niloiicus
: Anna Octavera
: C14103026
Menyetujui,
Pembimbing I
-
Dr. Alimuddin NIP. 132133953
Pembimbing I1
Drhi=raiat, NIP. 131953476
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2007 sampai Februari 2008
adalah genetika ikan, dengan judul "lsolasi promoter p-actin ikan nila
Oreochromis niloticus".
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak semata
didapatkan sendiri, melainkan dengan bantuan orang-orang sekitar. Untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Alimuddin selaku Pembimbing I yang telah membimbing dan
mengarahkan penulis selama melakukan penelitian sampai dengan
penyusunan karya ilmiah ini.
2. Dr. Agus Oman Sudrajat selaku Pembimbing I1 dan Pembimbing
Akademik yang telah membimbing penulis sejak awal perkuliahan sampai
dengan penyusunan karya ilmiah ini.
3. Ayahanda Jamalis dan Ibunda Aniar serta kakak-kakakku Anita dan
Antoni serta adikku Andri yang telah memberi kasih sayang, doa restu,
dukungan moril dan materil.
4. Lina, Novi, Peggy, Tyas dan mbak Lina serta kepada semua orang yang
tidak bisa disebutkan namanya satu per satu.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penulisan ini.
Akhirnya, diantara kelebihan dan kekurangannya, penulis berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.
Bogor, Maret 2008
Anna Octavera
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sawahlunto, Sumatera Barat tanggal 24 Oktober
1984 dari Ayah Jamalis dan Ibu Aniar. Penulis merupakan anak ketiga dari empat
bersaudara.
Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SDN 02 Payakumbuh,
Sumatera Barat pada tahun 1991-1997 dilanjutkan di SLTPN 1 Payakutnbuh pada
tahun 1997-2000, kemudian SMUN 2 Payakumbuh pada tahun 200 dan lulus
tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di IPB melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama dan memilih
program studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah magang di Taman
Akuarium Air Tawar, Taman Mini Indonesia Indah dan praktek lapang (PL) di
Balai Besar Pengenibangan Budidaya Air Tawar, Sukabumi. Penulis juga pernah
menjadi asisten mata kuliah Fisiologi Reproduksi Ikan semester ganjil 200512006,
Dasar-Dasar Genetika tkan semester genap 200612007 dan koordinator assisten
Casar-Dasar Genetika Ikan semester genap 200712008. Selain itu penulis juga
aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode
200312004, 200412005, dan 200512006. Penulis juga pernah menjabat sebagai
ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Taekwondo fPB. Tugas akhir dala~n
pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul "Isolasi
Promoter /?-Actin Ikan Nila Oreochrornis nilotic~rs".
DAFTAR IS1
Halaman ...
DAFTAR TABEL ................................................................................................ 111
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... v
I . PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1 . 1 Latar Belakang .......................................................................................... I
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2
.................................................................................. II . TINJAUAN PUSTAKA 3
..................................................................................................... 2.1 Ikan Nila 3
......................................................................................... 2.2 Promoter b-actin 3
2.3 Ekstraksi DNA Genom .............................................................................. 5
2.4 Polymerase Chain Reaction (PCR) ........................................................... 6
2.5 Ligasi .......................................................................................................... 8
2.6 Transformasi dan Seleksi Koloni ............................................................. 10
2.7 Sekuensing ............................................................................................. 11
m . BAHAH DAN METODE .......................................................................... 12
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................... 12
3.2 Prosedur Kerja ...................................................................................... 12
3.2.1 Ekstraksi DNA Genom ............................................................. 12
3.2.2 Amplitikasi DNA dengan Polimerase Chain Reaction (PCR) ........ 13
3.2.3 Elektroforesis .................................................................................. 14
3.2.4 Isolasi DNA dari Gel ...................................................................... 14
3.2.5 Ligasi ke Vektor pGEM-T Easy ..................................................... 15
3.2.6 Transformasi ................................................................................... 15
3.2.7 Seleksi Koloni Bakteri dan Pembuatan Masfer Plate ..................... 15
3.2.8 Isolasi Plasmid ................................................................................ 16
3.2.9 Sekuensing dan Analisis Sekuens .................................................... 18
IV . HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 19
4.1 Hasil .......................................................................................................... 19
4.1.1 Ekstraksi DNA Genom ................................................................... 19
.... 4.1.2 Amplifikasi DNA Kandidat Promoter dan Isolasi DNA dari Gel 20
........................................ 4.1.3 Transformasi dan Seleksi Koloni Bakteri 20
................................................................................. 4.1.4 Isolasi Plasmid 22
........................ 4.1.5 Sekuensing dan Analisis Sekuens Promoter B-actin 22
4.2 Pembahasan ............................................................................................... 27
V . KESIMPULAN ......................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 31
LAMPIRAN ......................................................................................................... 35
DAFTAR TABEL
Halamao
1. Kuantifikasi DNA genom ikan nila (Oreochromis niloticus) ........................... 19
2. Konsentrasi plasmid yang mengandung fragmen kandidat sekuen promoter
/?-actin ikan nila Oreocrhomis niloricus ............................................................ 22
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 . Ikan nila Oreochromis niloticus .................................................................. 3
2 . Tahapan ke j a PCR (Erlich. 1989) ................................................................... 7
3 . Peta plasmid pGEM-T Easy ............................................................................. 9
4 . Elektroforesis hasil ekstraksi DNA ikan nila .................................................... 19
5 . Elektroforesis DNA has11 PCR kedua dan hasil purifikasinya dari gel agarosa .......... 20
6 . Koloni bakteri transforman ............................................................................... 21
7 . Elektroforesis hasil "cracking" bakteri ............................................................. 21
8 . Sekuens promoter p-actin ikan nila hasil sekuensing dari arah forward ........... 23
9 . Sekuens promoter p-actin ikan nila hasil sekuensing dari arah reverse ............ 24
10 .Alignment sekuens parsial promoter p-actin ikan nila (hasil sekuensing
dari arah forward, F-nila) ................................................................................. 25
1 1 .Alignment sekuens parsial promoter p-actin ikan nila (hasil sekuensing
dari arah reverse, R-nila) ................................................................................. 26
12 . Perbandingan asam amino dari gen j?-actin ikan nila, ikan mas dan ikan
medaka ............................................................................................................ 27
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Penyusunan primer berdasarkan database genp-actin dari berbagai
spesies ikan ....................................................................................................... 36
2. Alat-alat yang digunakan dalam mengisolasi promotera-actin ikan
nila Oreochromis niloticus ............................................................................... 38
3. Hasil sekuensing genom a-actin ikan nila Oreochromis niloticus dari
arah forward ...................................................................................................... 41
4. Hasil sekuensing genom p-actin ikan nila Oreochronzis niloticus dari
arah reverse ....................................................................................................... 42
1.1 Latar Belakang
Promoter adalah sekuens DNA yang terletak di upsfreant suatu gen yang
mengatur transkripsi (Glick & Pasternak, 2003); mencakup waktu, tempat dan
tingkat transkripsi gen. Dengan demikian, promoter dianalogikan sebagai switch
suatu gen. Selanjutnya promoter me~pakan salah satu faktor penentu
keberhasilan pembuatan ikan transgenik nila.
Pada awal pengembangan ikan transgenik, menggunakan promoter dari
mamalia atau virus, namun hasilnya kurang efektif. Kemudian masalah ini
dipecahkan dengan menggunakan promoter yang diperoleh dari spesies yang
sekerabat seperti yang telah dilaporkan oleh Alam et a1.,(1996). Selain tingkat
ekspresi gen yang tinggi, ikan transgenik yang dibuat menggunakan elemen
regulator dari ikan kemungkinan lebih mudah diterima konsumen daripada yang
dibuat menggunakan promoter dari mamalia atau virus (Maclean & Laight, 2000).
Beberapa jenis promoter yang sudah diisolasi dan sudah dicoba pada
beberapa spesies ikan oleh beberapa peneliti, yaitu promoter cytomegalovirus
(CMV) dari virus manusia, elongation factor-la (EF-la) dari ikan medaka /?-
actin dari ikan medaka dan myosin light chrrfn-2 (MY!~-2) dari ikan zebra
(Alimuddin, 2003). Berdasarkan penelitian Alimuddin (2003), pada ikan zebra,
promoter p-actin dan Mylz-2 menunjukan aktivitas lebih kuat dibandingkan EF-
la. Sedangkan CMV menunjukan aktivitas lebih rendah. Hal ini dikarenakan
promoter CMV berasal dari virus manusia dimana ada kemungkinan bahwa tidak
semua elemen cis-acting-nya dikenali oleh faktor trans-acting dari ikan zebra.
Sedangkan promoter lainnya yang berasal dari ikan menunjukan aktivitas yang
tinggi. Selanjutnya promoter p-actin merupakan promoter yang bersifat hozrse-
keeping dimana dalam siklus hidupnya akan selalu aktif. Selain bersifat house-
keeping, p-actin juga mempunyai sifat ubiquitous macket, 1993), dimana
promoter ini akan aktif dimana-mana dan constitutive (Volckaert et al., 1994)
yang berarti bahwa promoter ini bisa aktif tanpa diberikan rangsangan dari luar
seperti suhu dan hormon.
Promoter 8-actin sudah diisolasi dari berbagai macam ikan seperti pada
ikan mas (Liu et al., 1990), ikan zebra (Higashijima et al., 1997), ikan medaka
(Hamada et al., 1998), ikan ntud loach (Noh et al., 2003), dan red sea bream
(Kato et al., 2007). Promoter 8-actin ini sudah banyak dilaporkan dapat aktif pada
spesies yang sama, sekerabat atau berbeda jenis dengan asal promoter, seperti
pada ikan rainbow trout (Yoshizaki, 2001), ikan zebra (Alimuddin et al., 2005),
ikan nila (Kobayashi et al., 2007), ikan lele (Ath-thar, 2007), dan ikan mas
(Purwanti, 2007) yang menggunakan promoter dari ikan medaka. Tetapi,
berdasarkan penelitian Higashijima et ul., (1997) penggunaan promoter p-actin
ikan zebra untuk ikan zebra lebih baik.
Oleh karena itu, dalam rangka pembuatan ikan nila hansgenik dengan
konstruksi gen "all nila" maka dilakukan isolasi promoter &actin dari ikan nila.
Ikan nila merupakan ikan budidaya air tawar yang mempunyai nilai ekonomis
tinggi yang banyak diminati oleh konsumen.
Untuk isolasi promoter, metode yang umum digunakan adalah metode
Vectorette PCR. Tetapi metode ini mempunyai beberapa kekurangan, seperti
harga kit yang cukup mahal dan waktu pengerjaan yang relatif lama. Salah satu
metode altematif yang bisa digunakan untuk isolasi promoter adalah metode
degenerate PCR. Metode ini menggunakan primer mix yang didapat dari
menderetkan informasi sekuen yang konserf dari berbagai spesies ikan. Metode
degenerate biasa digunakan untuk kloning suatu gen. Pada penelitian ini, metode
tersebut digunakan untuk mengisolasi promoter 8-actin dari ikan nila.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi promoter /-actin
menggunakan metode degenerate PCR dan melakukan analisis sekuen promoter
p-uctin ikan nila.
Promoter berperan penting dalam pembuatan ikan transgenik. Promoter
mengatur waktu dan tempat ekspresi suatu gen sehingga promoter dianalogikan
sebagai switch suatu gen. Menurut Hacket (1993) promoter ada yang bersifat aktif
dimana-mana (ubiquitous) dan jaringan spesifik. Promoter yang bersifat jaringan
spesifik aktivitasnya lebih lemah dari yang bersifat ubiquitous. Aktivitas promoter
yang bersifat ubiquitous dapat aktif pada setiap cell line sedangkan yang bersifat
jaringan spesifik hanya aktif pada jaringan tertentu. Promoter /?-actin memiliki
beberapa sifat yang terkait dengan aktivitas eiemen-elemennya yaitu constitutive,
ubiquitous dan house keeping (Liu, 1990 dalam Volckaert, 1994). Constitutive
berarti promoter ini dapat aktif tanpa diberikan rangsangan dari luar seperti suhu
dan hormon. Promoter pactin bersifat ubiquitous artinya dapat aktif pada semua
jaringan otot. Sedangkan bersifat house keeping berarti promoter /?-actin dapat
aktif kapan saja bila diperlukan.
Actin merupakan protein yang Sitoskeleton berlimpah dalam sel eukariotik
dan sedikitnya 6 isoform utama telah diidentifkasi dalam vertebrata
(Vandekerckhove & Weber, 1978 dalam Quitschke et al., 1988). /?-actin
merupakan isoform aklin sitoplasmik dan diekspresikan pada kebanyakan sel-sel
non~nuscle eukariotik juga dalam myoblasts undiferensiasi. Selama myogenesis,
ekspresi isoform p-actin menurun dan akhirnya diganti oleh isoform a yang
spesifik daging (Hayward & Schwartz, 1986 dalam Quitschke et al., 1988).
Di dalam promoter terdapat sekuen faktor transkripsi, yaitu elemen yang
menentukan aktivitas promoter. Sekuen faktor transkripsi yang berperan dalam
aktivitas promoter /?-actin adalah boks TATA, boks CCAAT, dan CC(A/T)6GG
atau motif CAffi (Quitschke et al., 1988; Takagi et al., 1994). Motif CAffi berada
pada 2 tempat, yang pertama ada di antara boks TATA dan boks CCAAT
sedangkan yang lain berada di intron 1. Motif CAffi yang terdapat pada intron 1
berfungsi sebagai pemicu (enhancer) aktivitas transkripsi (Liu et al., 1990; Noh et
al., 2003). Boks TATA mempakan elemen yang umum dijumpai pada sekuen
promoter, sebagai tempat melekatnya RNA polimerase pada saat transkripsi RNA
akan berlangsung (Glick & Pasternak, 2003). Secara in vitro penghapusan boks
TATA membuat promoter tidak aktif dan pada in vivo aktivitasnya menurun
(Quitschke et al., 1989). Selanjutnya dikatakan aktivitas promoter p-actin
tergantung pada keberadaan elemen CCAAT, dengan adanya elemen ini berguna
pada tingkat tertinggi transkripsi promoter @tin (Quitschket et al., 1989).
2.3 Ekstraksi DNA Genom
Ekstraksi DNA dilakukan untuk memisahkan genom DNA dari molekul-
molekul lain di dalam satu jaringan yang dilarutkan. Ada dua tahap yang
dilakukan dalam ekstraksi DNA. Tahap pertama adalah menghancurkan sel dan
mengisolasi asam nukleat. Penghancuran sel dilakukan dkngan menambahkan
larutan deterjen pekat seperti sodium dodecyl suphate (SDS). Deterjen ini
bertindak sebagai penghancur inti sel sehingga DNA akan terlepas dan
meningkatkan viskositas larutan, sehingga molekul DNA terlihat lebih nyata.
Deterjen juga bertindak sebagai penghambat aktivitas semua enzim nuklease yang
ada selama proses ekstraksi (Karp, 1984; Brown, 1995). Tahap kedua adalah
pemisahan DNA dari bahan-bahan kontaminan seperti RNA dan protein. Untuk
menghilangkan kontaminasi RNA digunakan enzim ribonuklease (RNase)
sedangkan untuk menghilangkan kontaminasi dari protein digunakan enzim
proteolitik (Proteinase K) pada larutan DNA (Saunders & Parkes, 1999).
Dalam proses eksiraksi, proses sentrifugasi sangat berperan penting dimana
sentrikgasi akan menyebabkan sairan DNA terletak di lapisan atas larutan. DNA
yang sudah terpisah dari kontaminasi RNA dan protein dipindahkan dari
microtube. Dengan proses sentrifugasi juga asam nukleat diendapkan dari larutan
supernatan dengan penambahan etanol dingin. Setelah proses sentrifugasi, pellet
DNA yang terbentuk dilarutkan kembali dengan buffer yang mengandung
Ethylenediaminetetraacetic (EDTA) (Saunders & Parkes, 1999) atau Steril
Destillation Water (SDW).
Penghitungan jumlah ekstraksi DNA yang dihasilkan dilakukan dengan
meliat hubungan DNA dengan absorbansi optikalnya pada panjang gelombang
260 nm dimana 1 mg DNA mempunyai daya absorbansi sebesar 20 unit
(Saunders & Parkes, 1999). Brown (1990) dalam Ekasari (1999) menyebutkan
rasio absorbansi 260 nml280 nm yang kurang dari 1,8 menunjukkan bahwa hasil
ekstraksi telah terkontaminasi oleh protein atau fenol.
2.4 Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR merupakan suatu metode in vitro yang digunakan untuk mensintesis
sekuen DNA tertentu dengan menggunakan dua primer ~Iigonukleotida yang
menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua target DNA (Erlich,
1989). Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuen DNA
yang diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas penggunaannya (Saiki et al.,
1988 dalam Wahyudi, 2001).
Menurut Erlich (1989) pada dasarnya reaksi PCR adalah tiruan dari proses
replikasi DNA in vivo, yaitu dengan adanya pembukaan rantai DNA (denaturasi)
utas ganda, penempelan primer (annealing) dan perpanjangan rantai DNA baru
(extension) oleh DNA polimerase dari arah 5' ke 3'. Hanya saja pada teknik PCR
tidak menggunakan enzim ligase dan primer RNA. Secara singkat, teknik PCR
dilakukan dengan cara mencampurkan sampel DNA dengan primer
oligonukleotida, deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), enzim termostabil Taq
DNA polimerase dalam larutan DNA yang sesuai, kemudian menaikkan dan
menurunkan suhu campuran secara beruiang selama beberapa jam sampai
diperoleh jumlah sekuen DNA yang diinginkan.
Proses PCR memerlukan sejumlah siklus untuk menpmplifikasi suatu
sekuen DNA spesifik. Setiap siklus terdiri atas :iga :aha?, yaitu denaturasi,
annealing (hibridisasi), dan ekstensi (polimerasi). Denaturasi dilakukan pada suhu
90-95"C, sehingga terjadi pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal
DNA yang menjadi cetakan (template) tempat penempelan primer dan te~npat
kerja DNA polimerase. Selanjutnya, suhu diturunkan untuk penempelan primer
oligonukleotida pada sekuen yang kompiementer pada molekul DNA cetakan.
Tahap ini disebut annealing. Suhu campuran diturunkan sampai mencapai -55°C
atau sesuai melting temperatzrre (Tm) dari primer o!igonukleotida (Glick &
Pastemak, 2003). Selama tahap ini, primer berpasangan dengan sekuen
komplementernya di dalam DNA cetakan. Primer oligonukleotida melekat pada
masing-masing utas tunggal DNA dengan arah yang berlawanan; satu primer
melekat pada ujung utas DNA sense, sedangkan primer yang lain melekat pada
ujung utas DNA antisense. Tahap selanjutnya adalah tahap ekstensi yang
dilakukan pada suhu 72°C. Suhu ini merupakan suhu optimum untuk kerja enzim
Taq DNA polimerase. Pada tahap ini enzim Taq DNA polimerase mengkatalis
reaksi penambahan mononukleotida pada primer yang sesuai dengan utas DNA
komplemen yang berada di sebelahnya. Hasil amplifikasi DNA yang dihasilkan
tergantung dari berapa siklus yang pakai. Contohnya jika siklusnya 20 maka
amplifkasi PCR yang dihasilkan adalah 220 (Erlich, 1989). Tahapan kerja PCR
secara singkat digambarkan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Tahapan kerja PCR; 1. Tahap denaturasi; 2. Tahap annealing; 3 . Tahap ekstensi (P: Polimerase); 4. Perkembangan pada siklus selanjutnya (Erlich, 1989)
Degenerate PCR mempunyai banyak kesamaan dengan PCR biasa.
Perbedaan utamanya adalah primer spesifik pada PCR biasa diganti dengan
primer mix. Primer mix disusun berdasarkan kemiripan struktur gen dalam suatu
famili. Koelle (1996) menyebutkan dengan menderetkan sekuen nukleotida dari
sejumlah nukleotida yang berhubungan akan dapat ditemukan bagian nukleotida
yang konserf (conserved). Berdasarkan informasi tersebut dapat ditemukan motif
nukleotida yang konserf yang dapat digunakan sebagai titik awal pembuatan
primer degenerate PCR. Kode nukleotida pada primer mix ini adalah R=A+G,
Y=C+T, M=A+C, K=G+T, W=A+T, S=CG, B=C+G+T, D=A+G+T, H=A+C+T,
V=A+C+G, N=A+C+G+T (http//boneslab.chembio.ntnu.no). Pada penelitian ini
menggunakan primer yang didesain berdasarkan database di Bank Gen (Lampiran
1). Database yang digunakan meliputi genp-actin dari ikan mas (no. Aksesi Bank
Gen: M24113), ikan nila (no. Aksesi Bank Gen: AY 116536), ikan medaka (no.
Aksesi Bank Gen: S74868), ikan Mylopharyngodonpiceus (no. Aksesi Bank Gen:
AY289135), dan ikan Megalobrama amblycephala (no. Aksesi Bank Gen:
AY170122).
2.5 Ligasi
Menurut Voet & Voet (1994) ligasi merupakan pemasukan sekuens DNA
yang mengandung gen yang diinginkan ke dalarn elemen genetik yang dapat
bereplikasi sendiri (vektor), seperti plasmid. Enzim yang mengkatalis reaksi ini
adalah DNA ligase. Enzim ini dapat mengkatalisis pembentukan ikatan
fosfodiester pada DNA utas ganda antara ujung basa 3' dan ujung fosfat 5'. Jellis
enzim ligase yang sering digunakan adalah T4-DNA Ligase yang dapat
menyambung kembali DNA plasmid yang terbuka setelah dipotong oleh
endonuklease restriksi. Pada proses penyambungan ini dapat juga disisipkan
potongan DNA yang lain sehingga diperoleh plasmid rekornbinasi yang baru
(Smith, 1985 dalarn Asikin, 2003). Proses ligasi ini menghasilkan produk yang
disebut DNA rekombinan.
Vektor ekspresi adalah DNA rekombinan pang membawa transgen yang
diinginkan dan sekuen regulator yang menentukan dimana, kapan dan tingkatan
mana transgene akan diekspresikan. Sejauh ini vektor yang dipakai adalah
plasmid yang dapat mereplikasi ke tingkat 500-2000 salinan per sel Escherichia
coli (Hacket, 1993). Plaslnid merupakan suatu molekul yang dapat bereplikasi
sendiri (self-replicating), terdiri atas utas ganda DNA yang berbentuk sirkular
(Glick & Pasternak, 2003). ICemampuannya untuk bereplikasi sendiri dan tidak
bergantung pada kromosom inang disebabkan oleh adanya titik awal replikasi
pada plasmid (origin of replication; orl]. Plasmid pada umumnya mengandung
satu atau lebih gen yang menyandi ketahanan (resisten) terhadap antibiotik,
sehingga sel inang yang mengandung plasmid dapat bertahan dalam lingkungan
yang mengandung antibiotik tertentu, misalnya ampisilin, kanamisin, tetrasiklin
dan kloramfenikol. Hal ini dapat digunakan untuk membedakan (menyeleksi)
bakteri yang mengandung plasmid atau tidak (sebagai selectable marker) (Brown,
1995). Selain itu plasmid juga mengandung cloning site, yaitu sekuen yang
mengandung situs restriksi untuk memasukkan insersi tanpa mengganggu fungsi
plasmid secara keselumhan (Feinbum, 1998 dalam Hadi, 2004). Pada penelitian
ini digunakan plasmid p ~ ~ M @ - ~ Easy yang bemkuran sebesar 3015 bp dan peta
plasmid pf3EMm-T Easy dapat dilihat pada Gambar 3. Plasmid p ~ ~ ~ @ - ~ Easy
berasal dari plasmid PGEM@-sz~(+) yang dipotong dengan EcoR V dan ditalnbah
gugus timin di kedua ujungnya. Plasmid pGEMm-T Easy mempakan plasmid
sirkular terbuka memiliki dua buah ori dan gen ketahanan terhadap ampisilin
( ~ m p ~ ) serta mengandung multi cloning site. Karena memiliki kelebihan Timin
yang menggantung di ujung terbuka plasmid (T overhang) plasmid ini sering
dipakai sebagai vektor dari produk PCR yang selalu terdapat kelebihan Adenin
(A) pada ujungnya, sehingga penempelan gen insert tidak perlu menggunakan
enzim restriksi. Selain itu, plasmid p ~ ~ ~ @ - ~ Easy termasuk plasmid high copy
number yang cocok untuk menyimpan gen insert dalam suatu inang (bakteri).
Gambar 3. Peta plasmid p ~ ~ ~ @ - ~ Easy (Promega)
2.6 Transformasi dan Seleksi Koloni
Transformasi merupakan proses pemasukan hasil ligasi dari plasmid
rekombinan ke dalam sel kompeten (Old & Primrose, 1994). Sel kompeten adalah
sel yang telah memperoleh perlakuan kimiawi atau perlakuan fisik tertentu yang
meningkatkan kemampuan sel tersebut untuk dapat dimasuki oleh plasmid
(Hanahan, 1983 dalam Darmawan, 2004). Introduksi plasmid rekombinan ke
dalam sel bertujuan agar dapat mengalami replikasi (penggandaan).
Bertambahnya jumlah vektor rekombinan menyebabkan DNA yang tersisip juga
mengalami replikasi.
Sel kompeten yang sering digunakan adalah Escherichia coli DH5a yang
merupakan salah satu galur yang sering digunakan sebagai inang. Bakteri E. coli
dapat tumbuh dengan mudah sampai 2-5 x 10' seVml media kultur, 1 ml sel
bakteri dapat memproduksi lebih dari loi3 plasmid rekombinadml. Kemampuan
untuk memperoleh salinan rekombinan DNA yang tak terbatas dalam bentuk yang
murni membuat pekerjaan transgenik jadi mungkin (Hacket, 1993).
Sel E. coli kompeten dibuat dengan merendam sel dalam larutan CaC12
yang berfungsi menahan DNA yang akan dimasukkan ke dalam sel sehingga
DNA masih melekat pada permukaan luar sei, belum ditranspor ke sitoplasma.
Pemasukkan DXA ke dalam se! kompeten distimulasi oleh peningkatan
temperatur lingkungan sel sampai 42°C. Teknik transformasi ini disebut kejutan
panas (heat shock). Teknik ini sederhana dan tidak memerlukan peralatan khusus
(Brown, 1995).
Sel inang yang membawa DNA sisipan dapat diketahui dengan penanda
seleksi, yaitu berupa sifat ketahanan terhadap antibiotik. Bakteri yang membawa
plasmid rekombinan (mengandung DNA sisipan) akan resisten terhadap antibiotik
tertenhi dai; yang bukan plasmid rekcrnbinan akan mati. Plasmid p ~ ~ ~ a D - ~ Easy
yang digunakan pada penelitian ini mengandung penanda seleksi ampisilin
( ~ m ~ ~ ) . Sel inang yang membawa plasmid rekombinan yang membaya DNA
sisipan atau tidak, dapat diseleksi dengan penambahan X-gal (5-broino-4-chloro-
3-indolyl-8-D-galactopyranoside) dan IPTG (isopropil thiogalaktosida) pada
media tumbuh, sehingga memberikan koloni benvarna biru dan putih (Suharsono,
2000). Gen LacZ pada vektor kloning yang menyandi P-galactosidase akan
mengubah molekul X-gal dari tidak berwama menjadi molekul berwama biru.
Gen Lac2 diinduksi oleh IPTG. Apabila gen LacZ tersisipi oleh molekul DNA
lain, maka LacZ tidak dapat diekspresikan, sehingga sel yang mengandung sisipan
tidak mampu merubah X-gal menjadi biru.
2.7 Sekuensing
Informasi mengenai sekuens DNA sangat diperlukan pada penelitian DNA
rekombinan. Informasi ini sangat membantu terutama jika DNA rekombinan
tersebut akan diekspresikan menjadi protein melalui vektor ekspresi. Sekuens
nukleotida dari suatu fragmen DNA dapat ditentukan menggunakan prosedur
kimia yang dikembangkan oleh Alan Maxam dan Walter Gilbert atau
menggunakan prosedur enzimatik yang dikembangkan oleh Fred Sanger (Glick &
Pastemak, 2003). Kedua metode ini berbeda dalam teknik yang digunakan untuk
menyusun tangga oligonukleotida. Metode kimia menggunakan reaksi kimia
spesifik bagi tiap b a a untuk memotong DNA berlabel, sedangkan metode
enzimatik menggunakan DNA polimerase untuk mensintesis DNA berlabel yang
komplementer dengan DNA cetakan (Ausubel et al., 1999 dalam Hadi, 2004).
Metode Sanger mengalami modifikasi yang memiliki sensitivitas dan efektivitas
analisis yang lebih baik dari metode Sanger tanpa modifikasi. Metode yang sudah
dikembangkan ada yang menggunakan gel dan kapiler. Dalam pengerjaannya
metode kapiler lebih cepat dan sensitif jika dibandingkan dengan metode gel
(Hashimoto et al., 2003).
111. BAHAN DAN METODA
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai Februari
2008 di Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan, Departemen
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
3.2 Prosedur Kerja
Tahapan kerja untuk mengisolasi promoter 8-actin adalah ekstraksi DNA
genom, amplifikasi DNA dengan PCR dan elektroforesis, isolasi DNA dari gel,
ligasi ke pGEM-TEasy, transformasi ke bakteri E. coli, seleksi koloni kandidat
pembawa plasmid, isolasi plasmid dari bakteri, sekuensing dan selanjutnya analisa
sekuens.
3.2.1 Ekstraksi DNA Genom
Jaringan yang digunakan untuk ekstraksi DNA adalah hati ikan nila. Hati
ditimbang dengan berat 20-25 mg dan dimasukkan ke dalam microfzibe 1,5 mL.
Setelah itu ditambahkan 400 p1 Cell Lysis Solution (Gentra, Minneapolis, USA)
dan 2 pL Proteinase K (20 mg/ml) menggunakan micropipette (Lampiran 2A),
divorteks (Lampiran 2B) dan diinkubasi menggunakan Dry Thernu, Unit
(Lampiran 2C) pada suhu 55°C selama 1 malam (overnight). Sampel dibiarkan
pada suhu ruang selama 10 menit setelah itu ditambahkan 2 & RNAse (4 mg/mL)
dan diaduk dengan hati-hati dengan cara membolik-baiik microtube. Inkubasi
pada suhu 37°C selama 60 menit dan disimpan dalam es (on ice) selama 5 menit.
Ditambahkan 200 pL Protein Precipitation Solzition (Gentra, Minneapolis, USA),
disentrifuse (Lampiran 2D) dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit.
Supematan dipindahkan ke dalam microtube 1,5 mL barn yang diisi dengan 300
pL Isopropanol, lalu diaduk sebanyak 50x dengan hati-hati. Disentrifuse dengan
kecepatan 12.000 Tin selama 10 menit. supernatant dibuang dan ditambahkan
300 pL Etanol 70% dingin. Disentrifuse dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10
menit, supernatan dibuang, pellet DNA dikeringudarakan sampai etanol benar-
benar kering. Setelah kering ditambahkan 50 pL ion exchange water dm DNA
disimpan dalam freezer (suhu -20°C) untuk digunakan pada proses selanjutnya.
DNA hasil ekstraksi dilihat kualitas d m kuantitasnya dengan melakukan
analisa kemurnian dan kandungan DNA dengan menggunakan spektrofotometer
GeneQuant (Lampiran 2E) dan elektroforesis. Absorbansi diukur pada panjang
gelombang 260 (12~1) nm. Kemurnian DNA diketahui dengan melihat ratio DNA
pada perbandingan absorbansi panjang gelombang 260 nm dengan panjang
gelombang 280 nm. Kandungan DNA ditentukan dari pengukuran pada 1 2 ~ ) .
Selanjutnya dilakukan elektroforesis pada gel agarose 0,7%.
3.2.2 Amplifikasi DNA dengan Polimerase Chain Reaction (PCR)
Amplifikasi DNA hasil ekstraksi dilakukan dengan menggunakan
Polimerase Chain Reaction (PCR) (Lampiran 2F). Primer untuk PCR didesain
berdasarkan database yang ada di Bank Gen. Primer forward F-BP adalah 5'-GT
GWGTGACGCYGGACCAATC-3'. Primer reverse adalah R-BPI (5'-TAGAAG
GTGTGRTGCCAGATCTTC-3') dan R-BP2 (5'-TTGCACATRCCRGAKCCGT
TGTC-3') dimana W = A + T; R = A + G; Y = C + T; K=G+T. PCR dilakukan
dua kali; PCR pertama menggunakan primer F-BP dengan R-BPI, PCR kedua
atau dikenal dengan istilah nested PCR dengan primer F-BP dan R-BP2. Reaksi
PCR yang digunakan, yaitu dengan volume 10 pL yang mengandung 1 pL LA
Buffer; 1 pL dNTPs mix; 1 pL MgCI2, 1 WL (1 pmol) masing-masing primer; 0,05
pL LA Taq polymerase (Takara Bio, Shiga, Japan); 1 pL DNA genomik hasil
pengenceran lox dan sisanya adalah air steril hasil destilasi (SDW). Amplifikasi
PCR dilakukan dengan program: pre-denaturasi pada suhu 94OC selama 3 menit; 5
siklus pada suhu 94°C selama 30 detik dan 62OC selama 3 menit; 30 siklus pada
suhu 94OC selama 30 detik, 5S°C selama 30 detik dan 72'C selama 3 menit; serta
1 siklus pada suhu 72'C selama 3 menit. Pengecekan hasil amplifikasi PCR
dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarosa 0,7%. Produk PCR
pertama diencerkan 10x sebeluin digunakan sebagai cetakan dalam proses PCR
kedua dimana program PCR kedua sama dengan yang pertama.
3.2.3 Elektroforesis
Gel agarose 0,7% dibuat dimulai dengan melarutkan serbuk gel agarose
sebanyak 0,14 gram dalan 20 mL larutan tris boric EDTA (TBE) yang
mengandung etidium bromida (0,Ol g/mL). Kemudian dipanaskan dalam
microwave @ampiran 2G) sampai larutan menjadi berwama bening, larutan
tersebut didiamkan sampai hangat lalu dituangkan ke dalam cetakan yang sudah
terpasang sisir pembuat sumur (Lampiran 2H). Kemudian gel dibiarkan sampai
membeku. Setelah itu sisir dilepaskan dan padatan gel dimasukkan ke dala~n bak
elektroforesis (Lampiran 21) yang berisi buffer TBE.
Sample DNA sebanyak 1 pL dicampurkan dengan 1 pL loading buffer, lalu
dimasukkan ke dalam sumur yang terdapat dalam gel dengan menggunakan
micropipette. Setelah itu 3 pL marker DNA dimasukkan ke dalam sumur di dekat
sumur sample. Bak elektroforesis ditutup dan listrik dialirkan dengan tegangan
200 Volt dan kuat arus 70 mA. Lalu DNA akan bermigrasi dari kutub negative ke
positif. Setelah Bromophenol blue bermigrasi sampai tiga per empat bagian dari
panjang gel, aliran listrik dihentikan. Lalu gel diangkat dan dilepaskan dari
cetakannya. Kemudian keberadaan DNA dilihat dengan ultraviolet illuminator
jang sudah terhubun~ ke komputer (Lampiran 25).
3.2.4 Isolasi DNA dari Gel
Isolasi DNA dari gel ini menggunakan GeVPCR DNA Fragments
Extraction Kit (Geneaid Biotech, Bade city, Taiwan). Hasil PCR sebanyak 9 pL
dielektroforesis, kemudian gel dipotong pada bagian yang terdapat pita DNA
dengan panjang yang sesuai yaitu 1,3 kb lalu gel ditimbang dan dimasukkan ke
dalam nzicrotube 1,s mL. Selanjutnya ditambahkan DF buffer sebanyak 500 pL
dan di inkubasi pada suhu 55 "C selama 15-20 menit. Selama inkubasi, setiap 2-3
menit microtube dibolak-balik. Setelah gel hancur, larutan dipindahkan ke dalam
DF Colurnn dan disentrifuse dengan kecepatan 12.000 rpm selama 30 detik,
supernatan dibuang. Setelah itu ditambahkan 600 pL wash buffer yang sudah
ditambah Etanol 70%, disentrifuse 12.000 rpm selama 30 detik dan supernatan
dibuang. Disentrifuse lagi selama 3 menit untuk meyakinkan benar-benar bersih.
Setelah itu, DF Colurtzn dipindahkan ke microtube 1,5 mL, ditambahkan SDW
sebanyak 30 pL. ke pusat DF Column, disentrifuse 12.000 rpm selama 2 menit.
Supematan yang merupakan DNA, disimpan untuk digunakan pada proses
selanjutnya.
3.2.5 Ligasi ke Vektor pGEM-T Easy
Fragmen DNA hasil purifikasi dari gel diligasi dengan vektor kloning
pGEM-T Easy (Promega, WI, USA). Volume total reaksi yaitu 13 pL. terdiri dari
4 pL lamtan DNA; 1 pL pGEM-T Easy; 6,5 pL 5x buffer ligasi, dan 1 pL enzim
T4 DNA ligase (Takara Bio, Shiga, Japan). Inkubasi dilakukan selama 2 jam
pada suhu ruang, kemudian inkubasi dilanjutkan semalaman di refrigerator (suhu
sekitar 4'C).
3.2.6 Transformasi
Hasil reaksi ligasi digunakan dalam proses transformasi; suatu proses
memasukkan plasmid b e ~ p a vektor kloning yang mengandung fragmen DNA
insersi ke dalam bakteri E. coli DH5a. Transformasi ini dilakukan di laminar air
flow (Lampiran 2M). Sebanyak 6,5 pL hasil reaksi ligasi dicampur ke dalam
microtube berisi 100 pL sel kompeten. Transfonnasi dilakukan dengan cara
kejutan panas suhu 42'C selama 50 detik. Microlube disimpsn on-ice selama 2-3
menit, setelah itu ke dalam microtube ditambahkan larutan SOC (1,2 g
polypeptone, 0,3 g yeast extract, 0,035 g NaCI, 0,011 g KCI, 600 pL MgClz IM,
600 pL MgS04 IM, dan 60 pL glucose 2M dalam 60 mL SDW) sebanyak 900
L . Selanjutnya microtube berisi bakteri hasil transformasi diinkubasi di dalam
shaker (Lampiran 2K) pada suhu 37°C selama 1,5 jam. Kemudian 100 pL bakteri
disebar di atas cawan agarosa 2xYT (1,6% polypeptone, 1% yeast extract, 0,5%
NaCl dan 1,5% agarosa dalam SDW) yang mengandung IPTG, X-gal dan
ampisilin (disingkat menjadi 2xYT (I, X, A)). Inkubasi di dalam inkubator
(Lampiran 2L) pada suhu 37OC selama 14 jam.
3.2.7 Seleksi Koloni Bakteri dan Pembuatan "Master Plate"
Seleksi koloni bakteri yang membawa plasmid insersi dilakukan dengan
metode "cracking". Koloni bakteri benvarna putih yang tumbuh dalam cawan
agarosa diambil menggunakan tusuk gigi steril dan dioleskan ke dasar microtube
volume 1,5 mL untuk "cracking", dan dilanjutkan dengan menggoreskan tusuk
gigi tersebut ke dalam cawan agarosa 2xYT-A,I,X untuk membuat "master plate".
"Master plate" mempakan cawan agarosa yang mengandung setiap koloni bakteri
yang dianalisa dengan cracking, yang mempakan sumber koloni bakteri untuk
tahap penelitian berikutnya. Master plate diinkubasi pada suhu 37OC sekitar 8
jam. Ke dalam tabung mikro yang berisi bakteri ditambahkan 10 pL buffer
cracking (0,2 g saccharosa, 40 pL NaOH 5M, 50 pL SDS 10% dan sisanya SDW
sehingga volume lamtan menjadi 1 mL), 10 pL lamtan EDTA lOmM dan sekitar
2 pL 6x buffer loading DNA berisi KC1 4 M dengan perbandingan volume 1:l.
Setelah diinkubasi sekitar 5 menit, dilakukan sentrifuse pada kecepatan 13.000
rpm selama 15 menit. Sebanyak 10 pL supematan yang terbentuk digunakan
untuk elektroforesis menggunakan gel agarosa 0,7%. Untuk mengetahui koloni
bakteri yang membawa DNA insersi dalam plasmid digunakan koloni bakteri bim
sebagai kontrol.
Koloni putih dari masing-masing bakteri yang membawa plasmid dengan
insersi diambil menggunakan tusuk gigi steril dan dioleskan ke microtube 1,5 mL
dan dilanjutkan dengan pembuatan master plate agarosa 2xYT (I, X, dan A).
Master plate diinkubasi pada suhu 37OC sekitar 8 jam. Ke dalam microtztbe berisi
bakteri ditambahkan 10 pL buffer cracking (0,2 g saccharosa, 40 pL NaOH 5 M,
50 pL SDS 10% dan sisanya SDW hingga lamtan menjadi 1 mL), 10 pL larutan
EDTA 1 M dan sekitar 2 pL 6x buffer loading berisi KC1 1 M dengan
perbandingan volume 1:l pada tutup bagian dalam microtube. Setelah diinkubasi
sekitar 5 menit dilakukan spin down, vortex dan sentrifuse pada kecepatan 13.000
rpm selama 5 menit. Sebanyak 10 pL supernatan yang terbentuk dielekhoforesis
dengan gel agarosa 0,7%.
3.2.8 Isolasi plasmid \ )
Koloni bakteri yang membawa DNA insersi diambil dari "master plate"
menggunakan tusuk gigi steril dan disentuhkan ke media cair 2xYT yang
mengandung ampisiiin dalam tabung kultur berbentuk "L" untuk diperbanyak.
Inkubasi bakteri menggunakan shaker dilakukan pada suhu 37'C selama sekitar
18 jam.
Isolasi plasmid dilakukan menggunakan kit FlexiPrep (Arnersham
Biosciences, NJ, USA) dengan prosedur sesuai manual. Bakteri dari setiap tabung
kultur dituang ke dalam microtube 1,5 mL. Bakteri diendapkan dengan cara
sentrifuse pada kecepatan 13.000 rpm sekitar 30 detik, supernatan dibuang dan ini
dilakukan sampai bakteri di media kultur habis. Ke dalam microtube berisi pelet
bakteri ditambahkan larutan I sebanyak 200 pL, dilanjutkan dengan vorteks
hingga semua pelet bakteri lepas dari dasar tabung. Kemudian ditambahkan
larutan 11 sebanyak 200 pL, microlube dibolak-balik sekitar 10 kali hingga
terbentuk seperti benang pada saat membuka tutup microtzibe. Setelah itu
ditambahkan larutan 111 sebanyak 200 pL. Microtube dibolak-balik hingga
terbentuk gumpalan-gumpalan putih, dilanjutkan dengan sentrifuse pada
kecepatan 13.000 rpm selama 5 menit pada suhu ruang. Supernatan dipindahkan
ke microtube yang barn, disentrifuse sekali lagi pada kecepatan dan lama waktu
yang sama dengan sebelumnya. Supernatan dipindahkan ke microtube berisi
isopropanol 420 pL. Divorteks seiama sekitar 1 menit, dan dilanjutkan dengan
inkubasi pada suhu ruang selama 10 menit. Kemudian dilakukan sentrifuse pada
kecepatan 13.000 rpm selama 15 menit. Setelah isopropanol dibuang dengan
bantuan aspirator, ke dalam tabung mikro berisi pelet DNA ditambahkan
Sephaglas sebanyak 150 pL, divorteks selama 1 menit dan dilanjutkan dengan
sentrifuse 13.000 rpm selama 30 detik. Supernatan dibuang dan ke dalam
microtube ditambahkan larutan wash buffer sebanyak 200 pL, divorteks selama 1
menit dan kemudian disentrifuse 13.000 rpm selama 30 detik. Larutan wash
buffer dibuang dan diganti dengan etanol70% dingin sebanyak 300 pL, divorteks
selama 1 menit dan kemudian disentrifus 13.000 rpm selama 30 detik. Setelah
selnua etanol dibuang, microtube dibiarkan kering udara selama sekitar 30 menit.
Plasmid DNA dilarutkan menggunakan SDW sebanyak 30-50 pL, divorteks dan
microtube berisi plasmid dibiarkan selama 5 menit di suhu ruang. Sentrifuse
dilakukan pada suhu ruang dengan kecepatan 13.000 rpm selama 1-2 menit.
Supernatan yang berisi plasmid DNA dipindahkan ke microtube yang baru.
Sebanyak 1 pL hasil isolasi digunakan untuk elektroforesis. Konsentrasi DNA
diukur menggunakan mesin DNA/RNA Gene Quant.
3.2.9 Sekuensing dan Analisis Sekuen
Plasmid yang telah diisolasi dikirim ke Department of Marine Biosciences,
Tokyo University of Marine Science and Technology, Tokyo, Jepang untuk
disekuensing. Sekuensing dilakukan menggunakan mesin ABI PRISM 3100-
Avant Genetic Analyzer (Lampiran 2N).
Urutan nukleotida yang diperoleh dari hasil sekuensing dianalisis dengan
menggunakan software GENETYX versi 7 untuk menganalisa kemiripan
nukleotida dengan ikan lain. Selanjutnya software TFBind digunakan untuk
menganalisa faktor-faktor transkripsi promoter p-actin yang dimiliki oleh ikan
nila.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Ekstraksi DNA Genom
Ekstraksi DNA genom dari hati ikan nila telah berhasil dilakukan dengan
kuantifikasi berdasarkan spehofotometer (Tabel 1) dan pengecekan kualitas
berdasarkan elektroforesis pada gel agarose 0,7% (Gambar 4).
Tabel 1. Kuantifikasi DNA genom ikan nila (Oreochrornis niloticus) hasil
ekstraksi
* DNA
Gambar 4. Elektroforesis hasil ekstraksi DNA ikan nila. M adalah marker DNA 2- Log Loadder (BioLabs Inc., New England). NI adalah sampel DNA ikan nila 1 dan N2 adalah sampel DNA ikan nila 2.
Berdasarkan Tabel 1 di alas didapatkan konsentrasi DNA dengan msio
1,664 dan 1,805. Hasil ini menunjukan bahwa sampel N2 lebih baik dibandingkan
sampel N1. Hasil yang serupa juga ditunjukan pada elektroforesis yaitu terdapat
sinear di bawah pita DNA N1. Namun demikian, kualitas DNA tersebut masih
layak digunakan untuk proses amplifikasi PCR.
4.1.2 Amplifikasi DNA Kandidat Promoter dan Isolasi DNA dari Gel
Hasil ekstraksi selanjutnya diamplifikasi dengan PCR dan produk PCR
dielektroforesis menggunakan gel agarose 0,7% (Gambar 5). Fragmen DNA yang
terlihat memiliki panjang sekitar 1,3 kb dan diduga sebagai sekuen promoter p- actin. Fragmen tersebut dipurifikasi menggunakan kit dan selanjutnya
dielektroforesis kembali (Gambar 5).
M 1 2
Gambar 5. Elektroforesis DNA hasil PCR kedua untuk purifikasi DNA (1) dan hasil purifikasinya dari gel agarosa (2). M adalah marker DNA 2-Log Loadder (BioLabs Inc., New England). Angka di sebelah kiri gambar adalah ukuran fragrnen marker DNA. Tanda kepala panah (4) di sebelah kanan gambar menunjukkan DNA target dari hasil PCR dan purifikasinya.
4.1.3 Transformasi dan Seleksi Koloni Bakteri
Hasil transformasi terlihat dengan adanya koloni bakteri benvama putih
dan biru (Gambar 6) pada media kultur yang mengaudung antibiotik. Selanjutnya
untuk memhuktikan kebenaran koloni putih membawa insersi plasmid kandidat
promoter dilakukan cracking dengan pengecekan pada gel agarosa 0,7% (Gambar
6). Ukuran pita DNA plasmid koloni putih yang membawa insersi lebih besar
dibandingkan dengan koloni biru yang digunakan sebagai kontrol (Gambar 7).
Koloni Putih Koloni Biru
Gambar 6. Koloni bakteri transforman; Koloni Biru, Koloni yang tidak membawa insersi; Koloni Putih, Koloni yang membawa insersi; Lingkaran Merah, Koloni yang diambil untuk "cracking" dan dikultur untuk diisolasi plasmidnya
Gambar 7. Elektroforesis hasil cracking bakteri koloni b e m a biru (K) dan yang putih (no. 1-10). Tanda kepala panah (4 ) di sebelah kanan gambar menunjuMtan ukuran plasmid DNA dari bakteri biru, sedangkan tanda minus (-) untuk bakteri dengan plasmid yang mengandung DNA insersi.
Berdasarkan elektroforesis hasil cracking, dapat dilihat ada perbedaan
dam11 DNA antara koloni biru dan koloni putih. Posisi koloni biru sekitar 3 kb
sedangkan koloni putih berada di atas koloni biru sekitar 1,3 kb sehingga panjang
total koloni sekitar 4.3 kb.
4.1.4 Isolasi Plasmid
Koloni putih (no. 4, 5, 7, dan 10 pada "master plate") diambil
menggunakan tusuk gigi steril untuk dikultur di media cair, kemudian plasmidnya
diisolasi dan selanjutnya dilakukan pengukuran konsentrasi DNA. Konsentrasi
DNA dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Konsentrasi DNA plasmid yang mengandung hgrnen kandidat sekuen
promoter p-actin nila Oreochromis niloticus
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, rasio yang mendekati 1,8
tergolong bersih yang bebas dari kontaminan dan kurang dari 1,8 berarti ada
indikator kontaminasi. Untuk itu, plasmid yang dijadikan cetakan untuk
sekuensing dipilih no 4 dan no 7, karena dilihat dari rasionya kedua plasmid ini
mendekati angka 1,s.
4.1.5 Sekuensing dan Analisa Sekuen Promoter p-aciin
Plasmid (no. 4) yang telah diisolasi selanjutnya disekuensing sehingga
didapatkan sekuens seperti pada Gambar 8 dan Lampiran 3. Sekuensing
dilahkan dari arah forward dan reverse menggunakan primer "T7-BS" (5'-TTG
TAATACGACTCACTATAGGGCGAA-3') atau DyeT-R (5'-GGAATTGTGA
GCGGATAACA-3') (Alimuddin et al., 2007).
5 ' - GTG AGT GAC GCC GGA CCA ATC AGG AGG CGC AAT TCC GAA AGT TTA CCT TTT ATG GCT AGA GCC AGG CAA CCG GCT GAG TAT AAA AAA CAA GCG CCC ACA GCT AAC GGA TTC ACT CTG AGC GCC GTC ACA CTC ACA GCT TGT GCG GGA TAT CAT TTG CCT G M ACC GTT TCC CTT A M GCG AkA AGC CCC CCA CCC AAA GGT AAG GAG ACG GAG AAA TCC TTA TTT ATA GAT TCT TAT TTT AGG ATG m AT MG TAA A- ACG AGC TGA TTT GTT TAT TTT ATG TAA ACA TGG ATG AAT TTA TTC ACT TTA ATG CAA ACT GTC GTC GGG GAC CAC GCG GTT CTT TGT CTT CGC AAG AAT TGT ATT GAT TGT TAA ACA GCA GTA TCT GTA TCT TGT GCT TGG CTT TTT TAA AAC GAG GAA CGG TTA TGA CTG CAG ACA AGT TCA TTA GCG CTG CTG CTG CGA TTC ACA GGT GCT rn GGA TGG AGC CGG CTT CTA GTA AAT GGC GTC CTA TGA m AAT GGT TGC GCT AAA ACC m GTT TGT CAC CGT GTA GTC GTG CAC m m TTT TGT TTT m TTT TTT GTA GGA TTG TGG TGA CAC TTG GGA m GAT ccc AGG CAG GAT ACT TTG AAG CGG GTT TCC GAG TTG AGG CTG TCT GGA TCC CGG CTG CTC CCT TTG TGC FCC CGA TGC GGC GGG GTG TGA CCT ACT TTA GCA TAT TAG CCT AGC CAC ATC ATG CTA GCA CGC CCT TTT AGA rn GCA GCA GTT GCA GTT TTA AGT CTC TCT CGG TTT ATC CTG GAT ACT CCC ACA CAC GGC m TAA AGG ATG AAT TAC TTT TO r r ~ TAT TTT AAC m AAT CTG GGG GTC AGG m ATA AGG CCT TGC AGT TAA AAA GGA TAG AAA GGG ACT AGG CTT TTT TCT TTT TCC TTA AAG GTG GAT AAA CTG GAT TTA ATA GGC TTC AAG GTG GAA TGG AAT GGT TCC TGG ATC CTG GTT CAG GTC TTT TTC m ATA TGG TGG ACC 8 4 ~ GGA AAT TGA axi AAA TTG GGC AAT CAT CCG TCC TGG ATT CGG TCC CAC TCT CGG AGA AAG GGC GGT GGC TTT TCA GGA AAT GGA T I C ACC TAG TTC AGG CCC CTT GGG GGA CCG TTC ATG GAG TTC GGC ATA GGT TCA ATT ATG GCC AAC TTC CTT TCT CAA TAA AAC CTA GCT TTC CAT AAT TTA GGT AAT ccc GCA GAG AAC m CAT - 3 '
Gambar 8. Sekuens promoter /3-actin ikan nila hasil sekuensing dari arah fonvard. Warna biru merupakan elemen penting promoter yaitu CCAAT, CArG (CC(A/T)6GG), d m boks TATA. CCAAT yang terletak pada nt. 16 - 20 dihitung dari ujung terminal 5, CC(A/T)6GG pada nt. 46 - 55 dihitung dari ujung terminal 5 d m boks TATA. Warna merah merupakan daerah ekson 1.
Dilihat dari arah fonvard, sekuen promoter 8-actin memiliki elemen
penting promoter yaitu CCAAT, CAffi (CC(A/T)6GG), dan boks TATA. CCAAT
yang terletak pada nt. 16 - 20 dihitung dari ujung terminal 5, CC(A/T)&G pada
nt. 46 - 55 dihitung dari ujung terminal 5 dan boks TATA. Pada sekuen ini juga
terdapat ekson 1 (huruf merah). Dari arah reverse (Gambar 9), terdapat motif
CArG pada nt. 225 - 234 dihitung dari ujung terminal 3. Pada sekuen ini terdapat
juga intron 1 dan ekson 2 dimana pada ekson 2 terdapat kodoli awal (ATG,
digarisbawahi)
5 ' - C A A C ~ C A G G ~ G G C ~ T A G M T A A G G A A G C ~ A C T T T T C T A 45 ATT AAA A M TGG GCG TCC TAA TGA AGT TAA TGG GTG GCG CCT AAA ACC 93 GGG GTT TTT TGT w CCG GGG TTA TGT TCC GTG CAC AGT TTT TTT m 1 4 1 AGT TTT TTT TTT TTT TTG TAA GGA ATT TGT GGG TGA CCk CCT TGG GAT 189 TTG ,w ccc MG GCA GGA TM, CTT GGA AGC GGG TTT CCG AGT TGA AGC 237 TGT TCT GGA TCC CGA CTG CTC CCT T T T GTG CGC CCC GAT TGC GGA CGG 285 GGT GTG ACC CTA CTT T P A GCA T A A T T A K C CTA GGC CAC ATT CAA L 9 C 333 TA& GCA CGC CCT TTA Gi\7 TTG CAG CAG TTG CAG T T T TAA AGT CTC T O 381 CGT TTP, TCC TGG ATA CTC CCA CAC kCG CTT T T A A h \ G / i i GI'A T T A CTT 429 TCT T T T AT? TCU: CCT AAT CTG GTG TCA GTT T A T i iAA GGC TTG CAG T M 477 M b , 1.GA TAG M G GAC TAG CTT T T C T T T T C : T W AGG TGA TA.4 ACT GAT 525 TI+. TAG CTC AAG TGA ATG i i i i T GTC CTG ATC TGT TTI\ GTC TTT TCT TAT 573 ATG TGA c/iji AGA AAT GAG GAA ATT GCA PAT c.4 TCG CCT GAT crjr CCA 621 CTC CGA GAR ~ n s GCG TGG CTT TCA GGA mi GGR TCA CCA GTC ARG CGC 669 TTG TG4 C m TTC ATG AGT CGG CAT AAG TTC ATT kTG fAi: O T CCC l T C 717 TG4 T W ACT AGC T T C AAT b.TT AAG TAA TCG CAG ACT TCA TCT T T T TTA 765 AZIC GTC TCG TCG TGT GCA ATG PAT GAG TGT GCT GCT GCA TGA CGC AGT 8 1 3 GAT ATT CGC TCA AAG GAC TTG GAA GGT TCA TAA hAG CGA GCG TGA TTA 861 AGC AAC AGT GGG /&GG GCG CTG GTT G I G ACG ATA GTA iWi\ CGA AGG GAG 909 TGG TCT GTC GGC TAG TCT GTA ATG TGG A i 7 GTT CCT T T i TTT TCT CGC 957 CGT GCG TTG CCG CTC TGG CGT CGC GCC ACG CGC CGG TAG C t G CAA rSCiC 1 0 0 5 TGC TCA a m CCG PAC CAT GTC c r r ATA TGG TM TM CAG AAC GCA GCG 1 0 5 3 CCA CTT CCT TTT GTC TGG CTT ACT CGG AAT G I G CGG CAC GAG CTC CTC 1101 CTi; GCG GCC GAG CTC GTG hciC T T C CGC TAG T T A ACIX GGA AGT AGA K C 1149 GGA ATG GCC GCA GGC TTG AGT GCT *AT CTT T T T T T T CTT TAT CTT TAA 33.97 CAG T T C &GC G e G A .AGA TGA AAT CEC CGC ACT GGT TGT T G i i W. CGG 1245 C T C CGG CAT GTTG CA - 3' 1259
Gambar 9. Sekuens promoter 8-actin ikan nila hasil sekuensing dari arah reverse. Warna bii merupakan elemen penting promoter yaitu CArG (CC(AI'T)~GG) pada nt. 225 - 234 dihitung dari ujung terminal 3. Yang digarisbawahi merupakan kodon awal (ATG), warna orange merupakan daerah intron 1 d m warna hijau merupakan daerah ekson -
Selanjutnya dilakukan analisa sekuens dengan rnenggunakan software
GENETYX untuk mengetahui elemen penting yang konserf (consewed) untuk
promoter a-actin dari ikan. Alignment sekuens parsial promoter p-actin ikan nila
dengan ikan mas (no. Aksesi Bank Gen: M24113), ikan medaka (no. Aksesi Bank
Gen: S74868), ikan megalobrama (no. Aksesi Bank Gen: AY170122) dan ikan
mylopharyngodon (no. Aksesi Bank Gen: AY289135) ditunjukkan pada gambar
di bawah ini.
- Primer fomard - r Motif CArG 7 Mas ! 5n Meoaka 1 . -
0 _. Megalobrama 1 60 Myophabngooon ! c F-ni6 1 i!
Mas 6 1 !I-
Medaka i 1 12') Mega!obrama 6 1 !li
Mfophalyngooon 6: 11: F-nla 6: !::
Uas 176 . . " A !
Medana 178 , : .
Vega oorama 17-1 .. .,; .
Myopnaryngodon 177 .. 3,i . F-n a 131 ? 1?
Gambar 10. Alignment sekuens parsial promoter p-actin ikan nila (hasil sekuensing dari arah forward, F-nila), ikan mas (no. Aksesi Bank Gen: M24113), ikan medaka (no. Aksesi Bank Gen: S74868), iltan megalobrama (no. Aksesi Bank Gen: AY170122) dan ikan mylopharyngodon (no. Aksesi Bank Gen: AY289135). Posisi primer foiward, motif CArG pertama, dan boks TATA ditunjukkan di atas sekuens. Posisi motif CCAAT yang ada alam sekuens primer F, CArG pertama dan boks TATA untuk ikan nila sarna dengan ikan laiiulya dilihat dari ujung terminal 5 (dilihat dari sebelah kiri).
Mega ogrzm3 7se
R-nila 901 Mas 687 -----------------------------*----*---
Medaka 8 65 Megalobrama 658 Myopharyngodon 849
R-nila 9 6 1 GBE]TTC. 0 . T T C ~ T ~ G ~ G 3 . 0 G T ------------------- -- -- .AG i4
,.,b"".\" . .. ,
Megalobrama 97s 1039 Myopharyngodon so 1026
R-nila 1140 Mas 1031 Medata 067 ------------.-.-.----------------------- 967
Megalobrama 1152 Myopharyngodon r 192
Gambar 11. Alignment sekueils parsial promoter /?-actin ikan nila (hasil sekuensing dari arah reverse, R-nila), ikan mas (no. Aksesi Bank Gen: M24113), ikan medaka (no. Aksesi Bank Gen: S74868), ikan megalobrama (no. Aksesi Bank Gen: AY170122) dan ikan nzylopharyngodon (no. Aksesi Bank Gen: AY289135). Motif CArG (CC(A/T)&G), kodon awal (ATG) dan posisi primer reverse ditunjukkan di atas sekuens. Posisi motif CArG kedua untuk ikan nila sedikit berbeda dengan ikan lainnya bila dilihat dari ujung terminal 3 (dari sebelah kanan).
Selanjutnya dengan software GENETIX juga dilakukan analisis kemiripan asam amino gen 8-actin ikan nila dengan ikan lainnya, yaitu ikan mas dan ikan medaka. Kemiripan asam amino ditunjukan pada Gambar 12
~n R-ni la 1:MEDEIAALWDNGSGMC 17 An beta a c t i n mas 1:MDDEIAALWDNGSGMC 17 AA beta act in medaka 1:MDDDIAALWDNGsGMC 17 *~*~*************
Gambar 12. Perbandingan asam amino dari gen p-actin ikan nila, ikan mas dan ikan medaka.* = asam amino yang sama, .= asam amino yang berbeda.
4.2 Pembahasan
Fragment promoter p-actin dari ikan nila telah berhasil diekstraksi dan di
isolasi dengan menggunakan metode degenerate PCR dimana primer yang
digunakan merupakan primer mix. Primer mix ini didapatkan dari mengumtkan
nukleutida yang konserf pada berbagai spesies ikan pada database yang ada di
Bank Gen. Fragment yang berhasil diamplifikasi sekitar 1,3 kb.
Fragmen DNA hasil purifikasi selanjutnya diligasi dengan vektor kloning
pGEM-T Easy, ditransformasi dan bakteri disebar ke dalam media kultur di cawan
Petri. Untuk menyeleksi hasil transformasi digunakan ampisilin, karena vektor
kloning memiliki gen resisten terhadap antibiotik tersebut. Seleksi juga dilakukan
dengan penambahan IPTG dan X-gal pada media agarosa. Keberhasilan
transformasi ditunjukkan dengan adanya koloni putih pada media seleksi. Koloni
putih adalah transforman yang mengandung sisipan fiagmen DNA kandidat
promoter, sedangkan koloni bim adaiah non-transforman. Bakteri yang dapat
hidup pada media seleksi yang mengandung ampisilin adalah bakteri E. coli
DH5a yang mengandung vektor kloning pGEM-T Easy rekombinan. Bakteri ini
tidak mampu menghasilkan 8-galaktosidase karena adanya sisipan fragmen DNA
kandidat promoter pada gen lacZ sehingga X-gal tidak dapat dipotong dan koloni
tetap benvarna putih. Sedangkan koloni yang mengandung pGEM-T Easy non-
rekombinan tidak mengalami penyisipan fragmen DNA kandidat promoter pada
gen lacZ sehingga mampu menghasilkan 8-galakiosidase yang mengubah
molekul X-gal dari tidak benvarna menjadi molekul benvarna biru pada koloni.
Koloni putih yang diduga memhawa insersi DNA dikonfirmasi dengan
"cracking". Untuk mengetahui koloni bakteri yang membawa DNA insersi dalam
plasmid digunakan koloni bakteri biru sebagai kontrol. Hasil elektroforesis
menunjukkan bahwa ukuran plasmid dari bakteri benvama putih lebih besar
dibandingkan dengan kontrol bakteri benvama biru. Hal ini menunjukkan bahwa
bakteri benvarna putih membawa plasmid yang mengandung DNA insersi.
Karena sekuens DNA hasil isolasi relatif panjang, meskipun kemampuan
mesin sekuensing bisa membaca sekuens sampai sekitar 1,2 kb, tidak semua
sekuens nukleotida (nt.) hasil sekuensing pada ujung terminal 3 pada Gambar 7
dan ujung terminal 5 pada Gambar 8 adalah tepat. Sekuens yang diperlihatkan
dalam penelitian ini adalah hasil pembacaan dari masing-masing primer. Untuk
memperoleh semua sekuens promoter p-actin ikan nila dengan tepat, perlu
dilakukan sub-kloning dengan minimal 2 sub-klon yang panjangnya masing-
masing sekitar 400-700 bp.
Berdasarkan hasil sekuensing, didapatkan hasil dari arah fonvard atau dari
kiri dan dari arah reverse atau dari kanan dengan panjang sekuen masing-masing
1234 bp dan 1259 bp. Setelah dilakukan analisa dengan sofiware GENETYX dan
TFBind diketahui bahwa sekuens DNA hasil isolasi memiliki semua elemen
penting yang konserf (conserved) untuk promoter 8-actin dari ikan. Dengan
demikian diduga hasil kloning mempakan sekuens promoter p-actin ikan nila.
Elemen penting bagi promoter $-.zc?in adalah CCAAT yang terletak pada nt. 16 -
20 dihitung dari ujung terminal 5, CC(A/T)6GG atau disebut motif CArG pada nt.
46 - 55 dihitung dari ujung terminal 5 dan nt. 225 - 234 dihitung dari ujung
terminal 3, don boks TATA pada nt. 79 - 83. Selain itu, dari hasil alignment
diketahui bahwa posisi dari elemen-elemen penting tersebut adalah konserfseperti
dengan sekuensnya. Hal ini memperkuat dugaan bahwa hasil kloning merupakan
promoter p-actin ikan nila.
Berdasarkan kemiripan asam amino gen 8-actin ikan nila dengan ikan
lainnya yaitu ikan mas dan ikan medaka didapatkan persentase kemiripan dari
masing-masing ikan. Persentase holnologi gen p-actin ikan nila hasil isolasi
dengan ikan medaka sebesar 94,11% dan dengan ikan mas sebesar 88,24 %,
sehingga dapat disimpulkan bahwa gen yang diisolasi merupakan gen p-actin.
Sekuen DNA yang diisolasi memiliki 2 ekson dan 1 intron. Ekson adalah
bagian utas DNA yang ditranskripsi menjadi messenger RNA (mRNA) dan
ditranslasi menjadi protein (Griffiths et al., 1999). Ekson 1 merupakan sekuen
yang tidak mengkodekan asam amino atau disebut unfranslated region. Ekson 2
merupakan sekuen yang mengkodekan asam amino. Ekson I terdapat pada nt. 108
- 199 pada sekuen dari arah forward. Ekson 2 dimulai dari nt. 1205 pada sekuen
dari arah reverse. Pada Ekson 2 terdapat sekuen awal dimulai transkripsi yaitu
ATG yaitu pada nt. 1209. Intron merupakan bagian utas DNA yang tidak
ditranskripsi menjadi mRNA karena dipotong dan dikeluarkan dari utas DNA
sebelurn proses transkripsi berlangsung (Page & Holmes, 1998). Intron 1 terdapat
pada nt. 159 - 1204 diantara ekson 1 dan ekson 2 pada sekuen dari arah reverse
yang diawali dengan nukleotida G T dan diakhiri nukleotida AG. Nukleotida
GTIAG adalah nukleotida yang selalu dikenali oleh protein spliceosorne.
Spliceosolne adalah suatu protein yang memotong intron (Griffiths el al., 1999).
Pada intron I juga terdapat motif CArG yang berfungsi sebagsi enhancer
(pemicu).
Sekuen promoter b-actin ikan nila telah diperoleh. Tahap yang dapat
dilakukan selanjutnya adalah pembuatan konstruksi gen untuk pengujian aktivitas
promoter b-acfin nila. Gen yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut adalah gen
GFP, Luc, atau LacZ. Selain itu, untuk tujuan perbaikan fenotip ikan nila, gen
yang dapat digunakan adalah seperti gen untuk meningkatkan laju pertumbuhan
(Devlin et al., 1995), gen untuk meningkatkan daya tahan ikan terhadap penyakit
(Dunham, 2004) dan lain-lain.
V. KESIMPULAN
Promoter p-actin ikan nila telah berhasil diisolasi dengan panjang 1234 bp
dari arah forward dan 1259 bp dari arah reverse. Pada sekuens yang diisolasi
terdapat faktor transkripsi yang biasa ditemukan pada promoterp-actin, yaitu boks
TATA, motif CCAAT dan motif CArG (CC(A1T)aGG).
DAFTAR PUSTAKA
Alam MS, Lavender FL, Iyengar A, Rahrnan MA, Ayad HH, Lathe R, Moriey SD, and Maclean N. 1996. Comparison of the activity of carp and rat P- actin gene regulatory sequences in tilapia and rainbow trout embryos. Mol. Reprod. Dev, 45 : 117-122.
Alimuddin. 2003. Introduction and Expression of foreign A6 desaturase-Like Gene in a teleostean fish. Thesis. Graduate School of Fisheries Science. Tokyo University of Fisheries.
Alimuddin, Yoshiiaki G, Kiron V, Satoh S and Takeuchi T. 2005. Enhancement of EPA and DHA biosynthesis by over-expression of masu salmon A6- desaturase-like gene in zebrafish. Transgenic Research, 14 : 159 - 165.
Alimuddin, Nugrahani W, Aliah RS, Sumantadinata K, Faizal I, Carman 0, dan Yoshizaki G. 2007. lsolasi dan karakterisasi promoter p-actin dari ikan kerapu bebek Cromileptis altivelis. Jurnal Riset Akuakultur, 2(2) : 199 - 209.
Asikin Y. 2003. Isolasi DNA dari lingkungan dan studi transformasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Ath-thar MHF. 2007. Efektivitas promoter p-actin ikan medaka Oiyzias latipes dengan penanda gen hrGFP (Humanized Renilla reniformis Green Fluorescent protein) pada ikan lele Clarias sp. Ketumnan FO. Skripsi. Departemen Budidaya Perairai. Fakultas Perikanan dan Ihnu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Brown TA. 1995. Gene cloning and introduction. London: Chapman & Hall.
Darmawan N. 2004. Isolasi, kloning dan sekuensing gen putatif enzim PQQ glukosa dehidrogenase dari Agrobacteritirn tunzefaciens. Skripsi. Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.
Devlin RH., Yesaki TY., Donaldson EM, Du SJ and Hew CL. 1995. Production of germline transgenic Pacific salmonids with dramatically increased growth performance. Canadian Journal of Fisheries Aquatic Sciences, 52 : 1376 - 1384.
Dunham RA. 2004. Aquaculture and fisheries biotechnology : genetic approaches. CAB1 Publishing. Cambridge, MA, USA.
Ekasari J. 1999. Isolasi DNA mitokondria (mtDNA) ikan patin Pangasius hypophthaln~us. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Erlich HA. 1989. PCR technology principles and application for DNA amplification. New York: M Stockton Press.
Glick BR & Pasternak JJ. 2003. Molecular biotechnology: principles and application of recombinant DNA. Thud Edition. A S ~ P ~ ~ S S , washington DC.
Griffiths AFJ, Gelbert WM, Miller JH, and Lewontin RC. 1999. Modem genetic analysis. New York: WH Freeman & company.
Hacket PB. 1993. The molecular biology of transgenic fish. In : Hocachka and mommesen (Eds.). Biochemistry and Molecular Biology of Fishes, 2:218 - 221.
Hadi SN. 2004. Kloning dan ekspresi daerah determinan "a" gen s virus hepatitis B pada khamir Saccharomyces cerevisiae YRDI5. Skripsi. Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.
Hamada K, Tamaki K, Sasado T, Watai Y, Kani S, Wakamtsu Y, Ozato K, Kinoshita M, Kohno R, Takagi S and Kimura M. 1998. Usefulness of the medaka p-actin promoter investigated using a mutant GFP reporter gene in transgenic medaka Oryzias latipes. Molecular Marine Biology and Biotechnology, 7 : 173 - 180.
Hashimoto M. 2003. Integration of PCR and cycle sequencing in capillaries: froin human genomic DNA. http://u~~~?~.oxfordjoumaIs.com. Rabu, 23 Januari 2008.
Higashijima S, Okamoto H, Ueno N, Hotta Y and Eguchi G. 1997. High- frequency generation of transgenic zebrafish which reliably express GFP in whole muscles or the whole body by using promoter of zebrafish origin. Developmental Biology, 192 : 289 - 299.
Karp G. 1984. Cell Biology. Thud Edition. Mc Graw Hill, Inc. USA.
Kato K, Takagi M, Tamaru Y, Akiyama S-I, Konishi T, Murata 0 and Kumai H. 2007. Construction of an expression vector containing a p-actin promoter region for gene transfer by microinjection in red sea bream Pagrus major. Fisheries Science, 73: 440-445.
Kobayashi S, Alimuddin, Morita T, Miwa M, Lu J, Endo M, Takeuchi T and Yoshizaki G. 2007. Transgenic nile tilapia Oreochromis niloticus over- expressing growth hormone show reduced ammonia excretion. Aquaculture, 270: 427-435.
Koelle M. 1996. Degenerate PCR. httD://www.dartmouth.edu. Kamis, 9 September 2007.
Liu Z, Moav B, Faras AJ, Guise KS, Kapuscinski AR and Hacket PB. 1990. Functional analysis of elements affecting expression of the p-actin gene of carp. Molecular Cell Biology, 10:3432-3440.
Maclean N & R.J. Laight. 2000. Transgenic fish: an evalution of benefits and risks. Fish fish, 1 : 146 - 172.
Noh JK, Cho KN, Han EH, Kim A, Lee JS, Kim DS, and Kim CG. 2003. Genomic cloning of mud loach Misgirrnus mizolepis (Cypriniformes, Cobitidae) beta-actin gene and usefulness of its promoter region for fish transgenesis. Marine Biotechnology, 5 (3): 244-252.
Old RW & Primrose SB. 1994. Principles of genetic manipulation. Fifth Edition. Oxford: Blackwell Scientific.
Page RDM, Holmes EC. 1998. Molecular evolution a phylogenetic approach. New York: Blackwell Sci, Inc.
Punvanti LI. 2007. Uji efektivitas promoter p-actin ikan medaka Oryzias latipes dengan penanda gen hffiFP (Humanized Renilla reniformis Green Fluorescent protein). Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Quitschke WW, Lin 2-Y, DePoti-Zilli L and Paterson BM. 1989. The p-actin promoter. Journal of Biology and Chemistry, 264: 9539-9546.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan kunci identifikasi ikan. Bina Cipta, Bandung. 256 hal.
Saputra A. 2007. Pertumbuhan benih ikan nila hasil Sex Reversal, benih Genetically Male Tilapia dan benih ikan nila YY. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Saunders GC & Parkers HC. 1999. Analytical molecular biology: quality and validation. Laboratory of the Government Chemistry. Teddinton. UK.
Takagi S, Sasado G, Tamiya G, Ozato K, Wakamatsu Y, Takeshita A and Kimura M. 1994. An efficient expression vector for transgenic ~nedaka construction. Molecular Marine Biology and Biotechnology, 3: 192-199.
Wahyudi TH. 2001. Pengaruh suhu annealing dan jumlah siklus berbeda pada program PCR terhadap keberhasilan isolasi dan amplifikasi mtDNA ikan patin Pangasius hypophthal~nus. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Voet D 62 Voet JG. 1994. Biochemistry. Second Edition. New York: Jhon Willey & Sons.
Volckaert FA, Hellemans BA, Galbusera P and Ollevier F. 1994. Replication, expression and fate of foreign dna during embryonic and larval development of the African catfish Clarias gariepinus. Molecular Marine Biology and Biotechnology, 3(2) : 57 - 69.
Yoshizaki G. 2001. Gene transfer in salmonidae : applications to aquaculture. Suisanzoshoku, 49(2) : 137 - 142.
Lampiran 1. Penyusunan Primer Berdasarkan Database Gen p-actin dari Berbagai
Spesies Ikan
F-RP
grass carp.txc 270 nas.txt 270 neqalobrans.txt 223:- 280
uyopharynaodon.txt 210: 267 rrdal;a.txt 255
grsss carp.txt 271: 330 ~!ss.txt 271: 330 negalobraxa.trt 281: 340 nyopharipngodon.crt 268: 327 red&a.tut 256: 315
grass csrp.cxc 331: 390 UJS.LXC 331: 390 negnlobr4l;h.t~~ 341: 400
~yvph~rjllqodon. cxc 328: 387 rcd&e.cxc 316: 375
mu intrm-exm grass carp.tn 1: 60 anu mro~exon u.cn I: 60 anu mron-exm [email protected] I: 60 actu utron-erm nyopharyngodon.tn I: 60 antm mtron-exon aedaka.tn I: 60
anin intron-exon grass cq.tn 61: 118 anin intron-exon nas.cxt 61: 118 anin intron-eron ~egalobrau.ta 61: 118 actin intron-exan iyopharyngodon.tn 61: 118 win intron-exon 1edaka.cn 118
Lampiran 2. Alat-Alat yang Digunakan dalam Mengisolasi Promoter pactin nila
Oreochromis niloticus
A. Micropipette dan Tip B. Vortex
C. Dry ThermoUnit D. Sentrifuse
E. GeneQuant F. Mesin Thermocycle VCR)
G. Microwave H. Cetakan & Sisir Pembuat Sumw
I. Bak Elektroforesis J. Ultraviolet Illuminator
K. Shaker
M. Laminar Air Flow
N. Mesin Sekuensing ABI PRISM 3100
Lampiran 3. Hasil Sekuensing Genom p-actin Ikan Nila Oreochromis niloticus
dari arah forward
Lampiran 4. Hasil Sekuensing Genom p-actin Ikan Nila Oreochromis niloticus
dari arah reverse