ISOLASI DAN DETEKSI KOMPONEN KIMIA HASIL PEMURNIAN...

31
ISOLASI DAN DETEKSI KOMPONEN KIMIA HASIL PEMURNIAN MINYAK TEMPE BUSUK ISOLATION AND CHEMICAL COMPONENT’S DETECTION OF PURIFIED OVERRIPE TEMPE OIL Oleh: Areny Antonia Keraba 652013020 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2017

Transcript of ISOLASI DAN DETEKSI KOMPONEN KIMIA HASIL PEMURNIAN...

ISOLASI DAN DETEKSI KOMPONEN KIMIA HASIL PEMURNIAN MINYAK

TEMPE BUSUK

ISOLATION AND CHEMICAL COMPONENT’S DETECTION OF PURIFIED

OVERRIPE TEMPE OIL

Oleh:

Areny Antonia Keraba

652013020

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika guna

memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Matematika

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2017

i

ISOLASI DAN DETEKSI KOMPONEN KIMIA HASIL PEMURNIAN MINYAK

TEMPE BUSUK

ISOLATION AND CHEMICAL COMPONENT’S DETECTION OF PURIFIED

OVERRIPE TEMPE OIL

Oleh:

Areny Antonia Keraba

652013020

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika guna

memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Matematika

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2017

ii

iii

iv

1

ISOLASI DAN DETEKSI KOMPONEN KIMIA HASIL PEMURNIAN MINYAK

TEMPE BUSUK

ISOLATION AND CHEMICAL COMPONENT’S DETECTION OF PURIFIED

OVERRIPE TEMPE OIL

Areny Antonia Keraba*, Hartati Soetjipto**, A. Ign. Kristijanto**

*Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

**Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

Jl. Diponegoro No. 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia

[email protected]

ABSTRACT

The objectives of this study are : Firstly, to obtain the purified tempe oil optimum as revealed by various

concentrations of H3PO4 and NaOH and its interaction. Secondly, to determine the physico-chemical

characteristics of purified rotten rempe oil. Thirdly, to identify chemical compound of purified rotten tempe oil

by GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry). Data were analyzed using factorial design (3x3) and it

was laid out with Randomized Completely Block Design (RCBD), 3 replications and as the block is the time

analysis. As the first factor is degumming consisted 3 concentrations of H3PO4 which are 0,2%; 0,3%; and 0,5%

respectively. Whereas the second factor is neutralization consisted 3 concentrations of NaOH which are 0,1 N;

0,3 N; and 0,5 N, repectively. Honestly Significance Differences (HSD) with 5% significance level were used to

test between the treatment mean.

The result of the studies showed that the optimum yield of rotten tempe oil is in the amount of 55,81 ±

0,69 % (w/w) in the interaction concentrations of 0,2% H3PO4 and 0,1 N NaOH. The physical characteristics of

purified rotten tempe oil are asa follows: light brown colored oil with the scent of rotten tempe, moisture 71 ±

0,03%, density 0,90 ± 0,0006 g/cm3, and viscosity 135,74 ± 1,58 cP. Whereas the chemical characteristics of

purified rotten tempe oil compared to without purification are as follows: decreasing of acid value (133,58 ± 2,49

mg KOH/g sample), relatively same of saponification value (10,38 ± 0,05 mg KOH/ g sample), and decreasing of

peroxide value (3,54 ± 0,25 mgek/kg sample). The results of GC-MS analysis showed that the main component

of purified rotten tempe oil is oleate acid in amount of 32,01%. While, the other components are linoleat acid

19,40% and palmitate acid 13,53%, repectively.

Keywords : Rotten Tempe Oil, Purified Oil, Oil Physico-Chemical Characteristics, Oil Chemical Compound

PENDAHULUAN

Tempe merupakan makanan khas Indonesia hasil fermentasi bergizi tinggi yang

biasanya terbuat dari kedelai dan memiliki masa simpan singkat. Fermentasi oleh kapang

merubah tampilan fisik maupun kimia dari kedelai, sehingga dapat dengan mudah dicerna

tubuh. Tempe segar yang biasanya dikonsumsi adalah tempe dengan lama waktu fermentasi 2

hari, setelah 2 hari kapang pada tempe akan mati dan selanjutnya tumbuh mikroba, akibatnya

tempe cepat busuk dengan berwarna beludru kehitam-hitaman (Sarwono, 2005). Sampai

2

sejauh ini, tempe busuk kurang mendapat perhatian lebih jika dibandingkan dengan tempe

segar.

Selama proses fermentasi, lemak pada kedelai akan terdegradasi oleh kapang yang

menyebabkan kandungan asam lemak pada tempe akan berubah. Minyak tempe dapat diambil

melalui sokletasi. Minyak tempe tersebut mengandung asam lemak esensial yang sangat

dibutuhkan tubuh seperti linolenat dan linoleat (Santoso, 2005). Lama waktu proses fermentasi

tempe berpengaruh terhadap kandungan gizi tempe seperti lemak. Menurut penelitian

Dwinaningsih (2010), kandungan lemak pada tempe segar berkurang diikuti dengan semakin

lama waktu fermentasi tempe.

Minyak nabati diperoleh melalui proses ekstraksi dari bahan yang mengandung

minyak. Minyak kasar hasil ekstraksi umumnya mengandung fosfolipid, asam lemak bebas,

pigmen dan getah yang berpengaruh terhadap kualitas minyak seperti aroma, masa simpan,

maupun kejernihan minyak (Verleyen, 2002). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan kualitas minyak yaitu dilakukan proses pemurnian minyak (degumming dan

netralisasi).

Bedasarkan penelitian mengenai pemurnian yang pernah dilakukan oleh Herwanda

(2011) terhadap biji bintaro menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi H3PO4 dan NaOH

cenderung menurunkan nilai rendemen, kadar abu, viskositas bilangan asam lemak bebas,

bilangan peroksida, dan viskositas. Sampai sejauh ini, penelitian tentang pemurnian minyak

tempe busuk belum pernah dilakukan, sehingga data terkait minyak tempe serta pemurniannya

tidak dapat ditemukan. Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian untuk

menganalisa rendemen, sifat fisiko-kimiawi, dan komponen kimiawi penyusun minyak tempe

ditinjau dari konsentrasi NaOH yang digunakan pada tahap netralisasi. Diharapkan hasil

penelitian ini dapat memperkaya wawasan dan menjadi sumber informasi dasar terkait minyak

tempe busuk hasil pemurnian. Adapun tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut :

1. Memperoleh rendemen minyak tempe busuk murni yang optimal ditinjau dari berbagai

konsentrasi H3PO4 dan NaOH serta interaksinya.

2. Menentukan sifat fisiko-kimiawi minyak tempe busuk hasil pemurnian.

3. Mengidentifikasi komponen penyusun minyak tempe busuk hasil pemurnian dengan

Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS).

3

METODE PENELITIAN

Bahan dan Piranti

Tempe yang digunakan berasal dari pabrik tempe kedelai “X” di Bugel, Salatiga, Jawa

Tengah. Bahan kimiawi yang digunakan antara lain akuades, heksana (p.a), kloroform, etanol,

asam asetat glasial, asam klorida, kalium iodida, natrium tiosulfat, kanji, kalium hidroksida,

indikator fenolftalein. Semua reagensia yang digunakan produk Merck, Jerman.

Piranti yang digunakan adalah grinder, soxhlet, moisture analyzer (OHAUS PA214),

rotary evaporator (Buchii R0114, Swiss), swing type centrifuge ( Tomy Seiko C-40N Japan),

inkubator, penangas air (Memmert WNB 14, Germany), neraca analitis 0,01 g (OHAUS MB

25), viskometer Ostwald, drying cabinet, piranti gelas dan Gas Chromatography-Mass

Spectrometry (GCMS-QP2010 SE - Shimadzu).

Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan September 2016 sampai Januari 2017 bertempat di

laboratorium kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana.

Ekstraksi Minyak Tempe (Albertina dkk. (2015) yang dimodifikasi)

Serbuk tempe diekstraksi menggunakan pelarut heksana (1:4, b/v) pada suhu 700C

selama 3-7 jam. Ekstrak heksana kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu

50-600C sehingga diperoleh minyak tempe pekat. Minyak tempe pekat dipindahkan ke dalam

botol sampel, kemudian diuapkan dengan menggunakan waterbath untuk menghilangkan sisa

pelarut yang masih terperangkap. Selanjutnya minyak tempe yang diperoleh dihitung

rendemennya dengan persamaan 1.

% 𝐫𝐞𝐧𝐝𝐞𝐦𝐞𝐧 𝐦𝐢𝐧𝐲𝐚𝐤 = massa minyak

massa sampelx 100% (1)

Karakterisasi sifat Fisiko-Kimiawi Minyak Tempe

Penentuan aroma dan warna ditentukan dengan pemaparan secara deskriptif,

sedangkan penentuan secara kuantitatif untuk kadar air, massa jenis, viskositas secara

gravimetri, sedangkan bilangan peroksida, bilangan penyabunan, dan bilangan asam sesuai

SNI 01-3555-1998.

4

Kadar air

Sebanyak 1 g minyak tempe ditimbang dan diukur persen kadar airnya menggunakan

Moisture Analyzer.

Massa Jenis

Sebanyak 1 mL minyak diukur seksama lalu ditimbang dengan neraca analitis

ketelitian 0,0001 g. Massa jenis dinyatakan dalam g/mL.

Viskositas

Sebanyak 3 mL minyak tempe dimasukkan ke dalam viskometer Ostwald, dihitung

waktu yang dibutuhkan minyak untuk bergerak dari batas atas sampai batas bawah garis tera.

Bilangan Asam (SNI 01-3555-1998)

Sebanyak 2 g minyak ditambah 50 mL etanol 95% dan ditambah 3-5 tetes indikator

fenolftalein, kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga warna merah muda (tidak berubah

selama 15 detik).

Perhitungan :

Bilangan Asam = V x T x 56,1 g/mol

m

Keterangan :

V = Volume KOH yang diperlukan dalam titrasi (mL)

T = Normalitas larutan standar KOH

m = bobot contoh (g)

Bilangan Penyabunan (SNI 01- 3555-1998)

Ditimbang 2 g minyak lalu ditambah dengan 25 mL KOH 0,5 M, kemudian direfluks

selama 1 jam. Setelah itu ditambah 0,5 mL indikator fenolftalein dan dititrasi dengan HCl 0,5

M sampai warna indikator berubah menjadi tidak berwarna.

Perhitungan :

Bilangan Penyabunan (mg KOH/g lemak) = 56,1 x T x (V0-V1)

m

Keterangan :

V0 = Volume dari larutan HCl 0,5 M untuk blanko (mL)

V1 = Volume larutan HCl 0,5 M untuk contoh (mL)

T = Normalitas larutan HCl 0,5 M

m = bobot contoh (g)

Bilangan Peroksida (SNI 01-3555-1998)

Ditimbang 0,3 g minyak ditambah 30 mL campuran 55 mL kloroform, 20 mL asam

asetat glasial, dan 25 mL etanol 95%. Sebanyak 1 gram KI ditambahkan ke dalam campuran

5

tersebut dan disimpan di tempat yang gelap selama 30 menit, kemudian ditambah 50 mL air

suling bebas CO2. Penentuan bilangan peroksida dilakukan dengan mengukur jumlah KI yang

teroksidasi melalui titrasi dengan Na2S2O3 0,02 N dengan larutan kanji sebagai indikator.

Perhitungan :

Bilangan Peroksida (mgek/kg) = (V1-V0) x T x 1000

m

Keterangan :

V0 = Volume dari larutan natrium tiosulfat untuk blanko (mL)

V1 =Volume larutan natrium tiosulfat untuk contoh (mL)

T = Normalitas larutan standar natrium tiosulfat

m = bobot contoh (g)

Analisa Komposisi Kimiawi Minyak Tempe

Analisis komposisi kimiawi minyak tempe dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography–Mass Spectrometry (GCMS-QP2010 SE - Shimadzu) di UII, Yogyakarta.

Jenis kolom yaitu AGILENT%W DB-1 dengan panjang 30 meter dan suhu oven kolom 80 ºC.

Suhu injeksi 300 ºC pada tekanan 16,5 kPa dengan total aliran 80,1 mL/ menit, aliran kolom

0,50 mL/ menit dan kecepatan linier 26,1 cm/detik. Purge flow 3,0 mL/ menit dengan split

ratio 153 ID 0,25 mm dengan gas pembawa Helium dan pengionan EI 70 Ev.

Analisa Data

Data dianalisis menggunakan rancangan perlakuan Faktorial (3 x 3) dengan rancangan

dasar yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah

konsentrasi asam fosfat terdiri dari tiga aras yaitu 0,2%; 0,3%; dan 0,5% (v/b). Faktor kedua

adalah konsentrasi NaOH yang terdiri dari tiga aras yaitu 0,1 N; 0,3 N; dan 0,5 N. Pengujian

purata antar perlakuan dilakukan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat

kebermaknaan 5% (Steel dan Torie, 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Minyak Tempe Busuk Antar Berbagai Konsentrasi Degumming

Rataan rendemen minyak tempe busuk (dalam % ± SE) antar berbagai konsentrasi

H3PO4 berkisar antara 26,85 ± 2,86% sampai 51,30 ± 3,05% (Tabel 1). Dari Tabel 1 terlihat

bahwa rendemen minyak tempe busuk hasil pemurnian menurun sejalan dengan peningkatan

konsentrasi H3PO4. Rendemen minyak tempe busuk sebesar 51,30 ± 3,05% diperoleh pada

konsentrasi H3PO4 terendah (0,20%).

6

Tabel 1. Rataan Rendemen (% ± SE) Minyak Tempe Busuk Hasil Pemurnian Antar

Berbagai Konsentrasi H3PO4

Rendemen Konsentrasi H3PO4 20%

0,2% 0,3% 0,5%

Rataan ± SE 51,30 ± 3,05 50,64 ± 2,76 26,85 ± 2,86

W= 0,38 (c) (b) (a)

Keterangan : SE = Simpangan Baku Taksiran; W = BNJ 5%.

*Angka-angka yang diiukuti huruf yang tidak sama menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata sebaliknya

angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata. Keterangan

ini berlaku untuk Tabel 2.

Penurunan rendemen minyak tempe busuk pada konsentrasi 0,5% terkait dengan reaksi

antara fosfolipid dan H3PO4 yang merubah senyawa fosfolipid yang bersifat non hydratable

menjadi hydratable (Mardani et al., 2015). Penambahan air mengakibatkan fosfolipid akan

kehilangan sifat lipofiliknya dan berubah menjadi lipofobik sehingga mudah dipisahkan dari

minyak. Peningkatan konsentrasi H3PO4 menyebabkan senyawa fosfolipid hydratable yang

berikatan dengan air semakin banyak akibatnya hasil rendemen minyak tempe busuk menurun

(Gambar 1).

Gambar 1. Reaksi Degumming

Rendemen Minyak Tempe Busuk Antar Berbagai Konsentrasi NaOH

Rataan rendemen minyak tempe busuk (dalam % ± SE) antar berbagai konsentrasi

NaOH berkisar antara 38,51 ± 9,17% sampai47,14 ± 9,22% (Tabel 2). Dari Tabel 2 terlihat

bahwa rendemen minyak tempe busuk hasil pemurnian menurun seiring peningkatan

konsentrasi NaOH dan pada konsentrasi terendah (0,1 N) diperoleh rendemen minyak tempe

busuk sebesar 47,14 ± 9,22%.

7

Tabel 2. Rataan Rendemen (% ± SE) Minyak Tempe Busuk Hasil Pemurnian Antar

Berbagai Konsentrasi NaOH

Rendemen Konsentrasi NaOH

0,1 N 0,3 N 0,5 N

Rataan ± SE 47,14 ± 9,22 43,14 ± 9,44 38,51 ± 9,17

W= 0,38 (c) (b) (a)

Hal ini terkait dengan NaOH yang berfungsi mengubah asam lemak bebas menjadi

sabun (Mardani et al., 2015). Pada proses pencucian sabun dan minyak akan membentuk

emulsi sehingga rendemen minyak yang dihasilkan berkurang (Gambar 2).

Gambar 2. Reaksi Saponifikasi

Rendemen Minyak Tempe Busuk Hasil Interaksi Berbagai Konsentrasi H3PO4 dan

NaOH

Rendemen minyak tempe busuk hasil interaksi berkisar antara 22,61 ± 0,64% sampai

55,81 ± 0,69% (Tabel 3).

Tabel 3. Rataan Rendemen (% ± SE) Minyak Tempe Busuk Hasil Interaksi

Konsentrasi

NaOH

Konsentrasi H3PO4

0,2% 0,3% 0,5%

0.1 N

W = 0,65

55,81±0,69 (c)

(c)

54,43±0,71 (c)

(b)

31,18±0,89 (c)

(a)

0.3 N

W = 0,65

51,40±1,11 (b)

(b)

51,27±0,76 (b)

(b)

26,77±1,06 (b)

(a)

0.5 N

W = 0,65

46,68±0,45 (a)

(b)

46,23±0,13 (a)

(b)

22,61±0,64 (a)

(a)

8

W = 0,65 W = 0,65 W = 0,65

Keterangan:* Angka-angka yang diikuti huruf yang tidak sama antar baris atau lajur yang sama menunjukkan antar

perlakuan berbeda nyata, sebaliknya angka-angka yang diikuti huruf yang sama antar baris atau lajur yang

sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata.

Dari Tabel 3 terlihat bahwa rendemen minyak tempe busuk antar konsentrasi H3PO4

dalam konsentrasi NaOH 0,1 N, mengalami penurunan seiring peningkatan konsentrasi

H3PO4. Sebaliknya peningkatan konsentrasi H3PO4 sebesar 0,2% dan 0,3% dalam konsentrasi

NaOH 0,3 N dan 0,5 N mengakibatkan rendemen minyak tempe busuk sama. Selanjutnya

menurun pada konsentrasi H3PO4 0,5%.

Lebih lanjut, rendemen minyak tempe busuk hasil pemurnian antar konsentrasi NaOH

dalam setiap konsentrasi H3PO4 mengalami penurunan yang signifikan seiring dengan

peningkatan konsentrasi NaOH. Rendemen minyak tempe busuk optimal sebesar 55,81 ±

0,69% diperoleh pada konsentrasi H3PO4 0,2% dan konsentrasi NaOH 0,1 N.

Sifat Fisiko-Kimiawi Minyak Tempe Busuk

Sifat-sifat fisikawi (aroma, warna, kadar air, massa jenis dan viskositas) dan kimiawi

(bilangan asam, bilangan penyabunan dan bilangan peroksida) minyak tempe busuk disajikan

dalam Tabel 4.

Tabel 4. Sifat Fisiko-Kimiawi Minyak Tempe Busuk

Sifat Fisiko Kimiawi Satuan Minyak Kasar

(Tanpa Pemurnian)

Minyak Hasil

Pemurnian

Warna - Coklat Coklat Muda

Aroma - Tempe Busuk Tempe Busuk

Kadar Air % 0,79 ± 0,01 0,72 ± 0,03

Massa Jenis g/cm3 0,90 ± 0,01 0,90 ± 0,0006

Viskositas cP 139,75 ± 0,88 135,74 ± 1,58

Bilangan Asam mg KOH/g 160,69 ± 0,24 133,58 ± 2,49

Bilangan Penyabunan mg KOH/g 11,12 ± 0,85 10,38 ± 0,05

Bilangan Peroksida mgek/kg 6,70 ± 4,07 3,54 ± 0,25

Warna dan Aroma

9

Minyak tempe busuk berwarna coklat muda dan beraroma tempe busuk. Jika

dibandingkan dengan warna dan aroma minyak tempe kasar maka terdapat perbedaan pada

warna minyak. Warna minyak yang lebih jernih menunjukkan bahwa zat-zat pengotor minyak

seperti gum, lendir dan pigmen berkurang selama proses pemurnian minyak (Herwanda,

2011). Proses degumming dan netralisasi tidak berpengaruh terhadap aroma minyak tempe.

Kadar Air

Tabel 4 menunjukkan minyak tempe hasil pemurnian memiliki kadar air yang lebih

rendah dibanding minyak tempe kasar yaitu sebesar 0,72 ± 0,03%. Kadar air merupakan salah

satu parameter uji yang penting terhadap sifat kimia minyak, karena terkait dengan reaksi

hidrolisis. Minyak dengan kadar air yang tinggi dapat memperpendek masa simpan minyak

dan memicu pertumbuhan mikroba (Zahir et al., 2014).

Massa Jenis

Berdasarkan Tabel 4, massa jenis minyak tempe busuk hasil pemurnian yaitu 0,90 ±

0,0006 g/cm3 . Setiap jenis minyak mempunyai massa jenis yang khas, tergantung pada jenis

asam lemak penyusun minyak tersebut (Nichols dan Sanderson, 2003).

Viskositas

Viskositas merupakan tahanan alir suatu cairan. Tabel 4, menunjukkan nilai

kekentalan minyak hasil pemurnian sebesar 135,74 ± 1,58 cP. Minyak tempe hasil pemurnian

memiliki nilai viskositas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan viskositas minyak tempe

kasar yaitu sebesar 139,75 ± 0,88 cP. Hal ini disebabkan karena zat – zat pengotor dalam

minyak yang menyebabkan tingginya viskositas pada minyak telah berkurang (Mardani et al.,

2015).

Bilangan Asam

Tabel 4 menunjukkan bilangan asam minyak tempe busuk hasil pemurnian 133,58 ±

2,49 mg KOH/g. Pada proses netralisasi, asam lemak bebas yang terdapat pada minyak

tersabunkan dengan adanya penambahan larutan NaOH sehingga terpisah dari minyak

(Kurniati dan Susanto, 2015). Kecilnya nilai bilangan asam pada minyak menunjukkan bahwa

minyak memilki kandungan asam lemak bebas yang rendah (Kurnia dkk., 2014).

Bilangan Penyabunan

10

Berdasarkan Tabel 4, bilangan penyabunan minyak tempe hasil pemurnian sebesar

10,48 mg KOH/g. Bilangan penyabunan yang rendah menunjukkan proporsi triasilgliserol

asam lemak berantai panjang lebih banyak daripada triasilgliserol asam lemak berantai pendek

(Zahir et al., 2014).

Bilangan Peroksida

Nilai bilangan peroksida minyak tempe hasil pemurnian sebesar 3,54 ± 0,25 mgek/kg,

lebih rendah dibandingkan minyak tempe kasar 6,70 ± 4,07 mgek/kg. Pada proses netralisasi,

NaOH bereaksi dengan asam lemak bebas dan senyawa polimer peroksida, sehingga bilangan

peroksida menurun (Herwanda, 2011). Bilangan peroksida menentukan derajat

kerusakanminyak atau lemak. Semakin rendah bilangan peroksida berarti kualitasminyak

semakin baik. Kenaikan nilai bilangan peroksida merupakan indikator dan peringatan bahwa

minyak tidak lama lagi akan berbau tengik (Mardani et al., 2015).

Identifikasi Komponen Kimiawi Penyusun Minyak Tempe Busuk Hasil Pemurnian

Hasil analisis GC-MS disajikan pada Gambar 3. Hasil analisa menunjukkan bahwa

sampel minyak tersusun dari 20 puncak senyawa dan 3 diantaranya merupakan senyawa

dominan yang ditunjukkan oleh masing-masing puncak bernomor 1, 2, dan 3 (Gambar 3,

Tabel 5) pada kromatogram.

Gambar 3. Kromatogram GC-MS Minyak Tempe Busuk Hasil Pemurnian

Dari Gambar 3 terlihat spektrum puncak nomor 1 merupakan puncak tertinggi dalam

kromatogram minyak tempe hasil pemurnian. Analisa data hasil spektroskopi massa tiap

puncak dilakukan dengan membandingkan spektra sampel dengan spektra data base Wiley

yang disajikan pada Gambar 4.

2

3

1

11

4a

4b

Gambar 4. (4a) Spektrum Puncak No 1 Minyak Tempe Hasil Pemurnian

(4b) Spektrum Asam 9-Oktadekenoat Data Base Wiley

Bila dibandingkan dengan spektrum referensi data base Wiley, spektrum puncak

nomor 1 (Gambar 4a) sesuai dengan Gambar 4b adalah asam 9-Oktadekenoat yang memiliki

BM pada m/z 296.

Bila dilihat fragmentasinya, maka Gambar 4a merupakan puncak yang mengacu pada

senyawa asam 9-Oktadekenoat atau asam oleat dan senyawa ini memiliki BM pada m/z 364.

Pada spektrum 4a puncak massa ion molekul [M]+ (m/z 364) tidak muncul, hal ini disebabkan

karena ion telah habis terdeteksi. Selanjutnya terjadi pelepasan senyawa CH3 dan H yang

ditunjukkan pada puncak [M-16]+ (m/z 348). Dilanjutkan dengan pelepasan senyawa C2H2,

H2O, CH3 dan CH2 ditunjukkan pada puncak [M-21]+ (m/z 327), [M-18]+ (m/z 309), [M-13]+

(m/z 296), [M-14]+ (m/z 282). Pelepasan senyawa CH3 ditunjukkan pada puncak [M-16]+ (m/z

266), namun pada spektrum 4a puncak pada m/z 266 tidak ada, melainkan muncul pada m/z

264. Pada spektrum 4b puncak massa ion molekul [M]+ (m/z 296) tidak muncul, karena terjadi

pelepasan ion CH3OH sehingga puncak massa ion terdeteksi pada m/z 264. Spektrum 4a dan 4

b memiliki puncak massa ion molekul yang sama dan teridentifikasi sebagai asam oleat.

Dengan cara yang sama, spektrum puncak nomor 2 dan 3 teridentifikasi sebagai asam

linoleat dan asam palmitat. Kilo dkk. (2012) melaporkan tentang komposisi minyak tempe hari

ke-2, menunjukkan bahwa minyak tempe hari ke-2 terdiri dari 14 senyawa dengan 5

komponen utama yaitu asam linoleat 66,34%, asam palmitat 18,28%, asam strearat 8,23%,

12

asam arakidat 1,53%, dan asam behenat 1,50%. Selain 5 komponen tersebut juga mengandung

metil oleat 1,35%.

Tabel 5. Komposisi Kimiawi Penyusun Minyak Tempe Busuk Hasil Pemurnian

NP WR (det) Komponen Kimia Rumus Molekul

/ Berat Molekul Kandungan (%)

1 43,215 9-Oktadekenoat

(Asam Oleat) C18H34O2/364 32,01

2 42,991 9,12-Oktadekadienoat

(Asam Linoleat) C19H34O2/328 19,40

3 39,223 Asam Heksadekanoat

(Asam Palmitat) C17H34O2/299 13,53

Keterangan : NP = Nomor Puncak, WR = Waktu Retensi

Hasil penelitian ini didominasi oleh 3 asam lemak utama (3 puncak) yaitu asam oleat

(32,01%), asam linoleat (19,40%) dan asam palmitat (18,28%) (Tabel 5). Kandungan asam

oleat minyak tempe busuk hasil pemurnian lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Kilo

dkk. (2012), sedangkan kandungan asam linoleat dan palmitat lebih rendah. Hal ini disebabkan

karena asam linoleat yang terdapat dalam minyak tempe mengalami reaksi adisi akibat

pemanasan saat proses pemurnian minyak sehingga mengalami perubahan menjadi asam oleat.

Oleh karena itu, kandungan asam oleat pada minyak hasil pemurnian meningkat.

Meninjau kandungan asam oleat dalam minyak tempe busuk yang relatif tinggi

(32,01%), minyak ini dapat digunakan sebagai bahan baku dalam bidang industri berbasis

minyak. Namun, dibutuhkan penelitian lebih lanjut terkait dengan aroma minyak dan warna

yang kurang menarik.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Rendemen minyak tempe busuk optimal sebanyak 55,81 ± 0,69 % (b/b) pada interaksi

konsentrasi 0,2% H3PO4 dan 0,1 N NaOH.

13

2. Sifat fisikawi minyak tempe busuk hasil pemurnian adalah: berwarna coklat muda,

berbau khas tempe busuk, kadar air 0,72 ± 0,025 % (b/b), massa jenis 0,8995±0,0006

g/cm3, dan viskositas 135,74±1,58 cP. Sifat kimiawi minyak tempe busuk hasil

pemurnian adalah: bilangan asam menurun (133,58 ± 2,49 mg KOH/g sampel),

bilangan penyabunan relatif sama (10,38 ± 0,05 mg KOH/ g sampel), dan bilangan

peroksida menurun (3,54 ± 0,25 mgek/kg sampel).

3. Asam lemak utama penyusun minyak tempe busuk hasil pemurnian adalah 9-

Oktadekenoat (asam metil oleat) 32,01%,asam metil 9-12-Oktadekadienoat (asam

metil linoleat) 19,40% dan asam metil heksadekanoat (asam metil palmitat) 13,53%.

SARAN

1. Perlu dilakukan pemurnian lebih lanjut yaitu bleaching dan deodorize agar diperoleh

kualitas minyak yang lebih baik.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang masa simpan minyak tempe busuk hasil

pemurnian.

DAFTAR PUSTAKA

Albertina, H., H. Soetjipto, dan S. Andini. 2015. Pengaruh Lama Waktu Ekstraksi Minyak Biji

Mangga (Mangifera indica L. Var Arumanis) Terhadap Sifat Fisiko Kimianya.

Prosiding Seminar Nasional Kimia Dan Pendidikan Kimia VII, “Penguatan Profesi

Bidang Kimia dan Pendidikan Kimia Melalui Riset dan Evaluasi”. 18 April.

Universitas Sebelas Maret.

Dwinaningsih, E.A. 2010. Karakteristik Kimia Dan Sensori Tempe Dengan Variasi Bahan

Baku Kedelai/Beras Dan Penambahan Angkak Serta Variasi LamaFermentasi. Skripsi.

Program Studi Teknologi Hasil Pertanian. UniversitasSebelas Maret, Surakarta.

Herwanda, A.E. 2011. Kajian Proses Pemurnian Minyak Biji Bintaro (Cerbera Manghas L)

Sebagai Bahan Bakar Nabati. Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kilo, A,K., I. Isa., dan W.JA. Musa. 2012. Analisis Kadar Asam Lemak Linoleat dan Asam

Linolenat pada Tahun dan Tempe yang Dijual Di Pasar Telaga Secara GC-MS. Jurusan

Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Ggorontalo.

14

Kurnia,M.D., H. Soejipto dan A.I. Kristijanto. 2014. Karakterisasi dan Komposisi Kimia

Minyak Biji Tumbuhan kupu-kupu (Bauhinia purpurea L.) Bunga Merah Muda.

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains IX, hal 11-17, Universitas

Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Kurniati, Yeni., dan H. Susanto. 2015. Pengaruh Basa NaOH dan Kandungan ALB CPO

terhadap Kualitas Minyak Kelapa Sawit Pasca Netralisasi. Jurnal Pangan dan Agroindustri

3(1) : 193-202.

Mardani, Sh., M. Ghavami., A. Heidary-Nasab., and M. Gharachorloo. 2015. The Effect of

Degumming and Neutralization on the Quality of Crude Sunflower and Soyabean Oils.

Journal of Food Biosciences and Technology 6(2) : 47-52.

Nichols, D.S. dan K. Sanderson, 2003. The Nomenclature, Structure, and Properties of Food

Lipids. In: Sikorski, Z.E and A. Kolakowska, Ed. Chemical and Functional Properties of

Food Lipids. CRC Press Washington. Pp. 29-59.

Santoso, S. P. 2005. Teknologi Pengolahan Kedelai. Fakultas Pertanian Universitas

Widyagama, Malang.

Sarwono B. 2005. Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya. Jakarta.

SNI 01-3555-1998. Cara Uji Minyak dan Lemak. Badan Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta.

Steel, R. G. D. dan Torie, J. H. 1980. Prinsip Dan Prosedur Statistika Suatu Pendeketan

Biometrik. Jakarta : Gramedia.

Verleyen T, Sosinska U, Ioannidou S, Verhe R, Dewettinck K, Huyghebaert A, Greyt W.

2002. Influence of the vegetable oil refining process on free and esterified sterols.

Journal of the American Oil Chemists’ Society 79: 947-953.

Zahir, Erum., R. Saeed., M. A. Hameed., and A. Yousuf. 2014. Study of Physico-chemical

Properties of Edible Oil and Evaluation of Frying Oil Quality By Fourier Transform-

Infrared (FTIR) Spectroscopy. Arabian Journal Of Chemistry.

15

LAMPIRAN I

MAKALAH SEMINAR I

SN-KPK 2017

UNS, SURAKARTA

22 APRIL 2017

16

17

rotten tempe oil compared to without purification are as follows: decreasing of acid value (133,58 ± 2,49 mg KOH/g sample), relatively same of saponification value (10,38 ± 0,05 mg KOH/ g sample), and decreasing of peroxide value (3,54 ± 0,25 mgek/kg sample).

Keywords: Oil Purification, Tempe Oil, Rotten Tempe, Degumming, Neutralization

PENDAHULUAN

Tempe merupakan makanan khas

Indonesia hasil fermentasi bergizi tinggi yang

biasanya terbuat dari kedelai dan memiliki

masa simpan singkat. Tempe dengan masa

simpan lebih dari 6 hari dapat dikatakan

sebagai tempe busuk dan tidak termanfaatkan.

Selama proses fermentasi, lemak pada kedelai

akan terdegradasi oleh kapang yang

menyebabkan kandungan asam lemak pada

tempe akan berubah. Minyak tempe

mengandung asam lemak esensial yang

sangat dibutuhkan tubuh seperti linolenat dan

linoleat [1]

Minyak hasil ekstraksi umumnya

mengandung fosfolipid, asam lemak bebas,

pigmen dan getah yang berpengaruh terhadap

kualitas minyak seperti aroma, masa simpan,

maupun kejernihan minyak [2]. Untuk

meningkatkan kualitas minyak diperlukan

pemurnian minyak. Proses degumming dan

netralisasi merupakan 2 tahap awal pemurnian

minyak untuk memisahkan fosfolipid dan asam

lemak bebas dalam minyak. Minyak yang

mengandung sedikit fosfolipid seperti minyak

kedelai, lebih baik menggunakan metode

degumming asam dibandingkan jenis lainnya

[3]. Hal ini disebabkan oleh penggunaan asam

berpengaruh terhadap fosfolipid yang

terbuang.

Minyak biji bunga matahari dan kedelai

yang diperoleh setelah proses pemurnian

memiliki bilangan asam yang lebih rendah

dibandingkan minyak kasarnya. Sedangkan

bilangan peroksida minyak murni lebih tinggi

dibandingkan minyak kasarnya [4]. Pemurnian

minyak biji bintaro menunjukkan bahwa

semakin tinggi konsentrasi H3PO4 dan NaOH

cenderung menurunkan nilai rendemen, kadar

abu, viskositas bilangan asam lemak bebas,

bilangan peroksida, dan viskositas [5].

Konsentrasi larutan NaOH mempengaruhi

rendemen minyak. Rendemen minyak

cenderung menurun seiring dengan tingginya

konsentrasi NaOH [6].

Berdasarkan latar belakang maka

tujuan dari penelitian ini adalah : Pertama,

memperoleh rendemen minyak tempe busuk

murni yang optimal ditinjau dari berbagai

konsentrasi H3PO4 dan NaOH serta

interaksinya. Kedua, menentukan sifat fisiko-

kimiawi minyak tempe busuk hasil pemurnian.

METODE PENELITIAN

Bahan dan Piranti

Tempe yang digunakan berasal dari pabrik

tempe kedelai “X” di Bugel, Salatiga, Jawa

Tengah. Bahan kimiawi yang digunakan antara

lain akuades, heksana (p.a), kloroform, etanol,

asam asetat glasial, asam klorida, kalium

iodida, natrium tiosulfat, kanji, kalium

hidroksida, indikator fenolftalein. Semua

reagensia yang digunakan produk Merck,

Jerman.

Piranti yang di pakai dalam penelitian

adalah grinder, soxhlet, moisture analyzer

(OHAUS PA214), rotary evaporator (Buchii

R0114, Swiss), swing type centrifuge ( Tomy

18

Seiko C-40N Japan), inkubator, penangas air

(Memmert WNB 14, Germany), neraca analitis

0,01 g (OHAUS MB 25), viskometer Ostwald,

drying cabinet serta piranti gelas.

Preparasi Sampel

Tempe hasil pemeraman 7 hari

dipotong tipis-tipis dan dikeringkan dengan

drying cabinet pada suhu 500C selama 2 hari.

Tempe kering kemudian dihaluskan

menggunakan grinder, disimpan dalam wadah

kering yang diberi silica gel.

Ekstraksi Serbuk Tempe [7]

Serbuk tempe diekstraksi

menggunakan pelarut heksana (1:4, b/v) pada

suhu 700C selama 3-7 jam (sampai larutan

bening). Ekstrak heksana kemudian dipekatkan

dengan rotary evaporator pada suhu 50-600C

sehingga diperoleh minyak tempe pekat.

Minyak tempe pekat dipindahkan ke dalam

botol sampel, kemudian diuapkan dengan

menggunakan waterbath untuk menghilangkan

sisa pelarut yang masih terperangkap.

Selanjutnya minyak tempe yang diperoleh

dihitung rendemennya dengan persamaan 1.

% 𝐫𝐞𝐧𝐝𝐞𝐦𝐞𝐧 𝐦𝐢𝐧𝐲𝐚𝐤 = massa minyak

massa sampelx 100% (1)

Pemurnian Minyak [5]

Proses pemurnian minyak diawali

dengan proses degumming. Minyak hasil

ekstaksi ditimbang 5 gram. Minyak dipanaskan

hingga suhu mencapai 70-75ºC dan

ditambahkan H3PO4 20% sebanyak 0,2%;

0,3% dan 0,5% (v/b) dari bobot minyak.

Dilakukan pengadukan selama 10 menit pada

suhu 70-75ºC. Minyak dimasukkan kedalam

corong pemisah untuk dicuci dengan aquades

suhu 60ºC hingga air buangan memiliki pH

netral. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi

kecepatan 90 rpm selama 15 menit.

Selanjutnya dilakukan proses

netralisasi menggunakan NaOH. Minyak hasil

sentrifugasi dipanaskan pada suhu 70-75oC

dan ditambahkan larutan NaOH konsentrasi

0,1 N; 0,3 N; dan 0,5 N. Minyak diaduk selama

15 menit. Minyak dimasukkan kedalam corong

pemisah untuk dicuci dengan aquades suhu

60ºC hingga air buangan memiliki pH netral.

Selanjutnya dilakukan sentrifugasi kecepatan

90 rpm selama 15 menit.

Karakterisasi dan Komposisi Fisiko-Kimia

Minyak Tempe Busuk

Penentuan aroma dan warna

ditentukan dengan pemaparan secara

deskriptif, penentuan kadar air menggunakan

instrumen moisture analyzer, penentuan

densitas, bilangan asam, bilangan peroksida,

dan bilangan penyabunan [8].

Analisa Data

Data dianalisis menggunakan

rancangan perlakuan Faktorial (3 x 3) dengan

rancangan dasar yaitu Rancangan Acak

Kelompok (RAK), dengan 3 ulangan dan

sebagai kelompok adalah waktu analisis.

Faktor pertama adalah konsentrasi H3PO4

terdiri dari tiga aras yaitu 0,2%; 0,3%; dan

0,5% (v/b). Faktor kedua adalah konsentrasi

NaOH yang terdiri dari tiga aras yaitu 0,1 N;

0,3 N; dan 0,5 N. Pengujian purata antar

perlakuan dilakukan dengan uji Beda Nyata

Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%

[8].

PEMBAHASAN

19

Rendemen Minyak Tempe Busuk Antar

Berbagai Konsentrasi Degumming

Rataan rendemen minyak tempe

busuk (dalam % ± SE) antar berbagai

konsentrasi H3PO4 berkisar antara 26,85 ±

2,86% sampai 51,30 ± 3,05% (Tabel 1). Dari

Tabel 1 terlihat bahwa rendemen minyak

tempe busuk hasil pemurnian menurun sejaln

dengan peningkatan konsentrasi H3PO4.

Rendemen minyak tempe busuk sebesar 51,30

± 3,05% diperoleh pada konsentrasi H3PO4

terendah (0,20%).

Tabel 1. Rataan Rendemen (% ± SE) Minyak Tempe Busuk Hasil Pemurnian Antar Berbagai

Konsentrasi H3PO4

Konsentrasi H3PO4 20%

0,20% 0,30% 0,50%

Rataan ± SE 51,30 ± 3,05 50,64 ± 2,76 26,85 ± 2,86

W= 0,38 (c) (b) (a)

Keterangan : SE = Simpangan Baku Taksiran; W = BNJ 5%.

*Angka-angka yang diiukuti huruf yang tidak sama menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata

sebaliknya angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata.

Keterangan ini berlaku untuk Tabel 2.

Penurunan rendemen minyak tempe

busuk pada konsentrasi 0,50% terkait dengan

reaksi antara fosfolipid dan H3PO4 yang

merubah senyawa fosfolipid yang bersifat non

hydratable menjadi hydratable [4].

Penambahan air mengakibatkan fosfolipid

akan kehilangan sifat lipofiliknya dan berubah

menjadi lipofobik sehingga mudah dipisahkan

dari minyak. Peningkatan konsentrasi H3PO4

menyebabkan senyawa fosfolipid hydratable

yang berikatan dengan air semakin banyak

akibatnya hasil rendemen minyak tempe busuk

menurun.

Tabel 2. Rataan Rendemen (% ± SE) Minyak Tempe Busuk Hasil Pemurnian Antar Berbagai

Konsentrasi NaOH

Konsentrasi NaOH

0,1 N 0,3 N 0,5 N

Rataan ± SE 47,14 ± 9,22 43,14 ± 9,44 38,51 ± 9,17

W= 0,38 (c) (b) (a)

Rendemen Minyak Tempe Busuk Antar

Berbagai Konsentrasi NaOH

Rataan rendemen minyak tempe

busuk (dalam % ± SE) antar berbagai

konsentrasi NaOH berkisar antara 38,51 ±

9,17% sampai 47,14 ± 9,22% (Tabel 2). Dari

Tabel 2 terlihat bahwa rendemen minyak

tempe busuk hasil pemurnian menurun seiring

peningkatan konsentrasi NaOH dan pada

konsentrasi terendah (0,1 N) diperoleh

rendemen minyak tempe busuk sebesar 47,14

± 9,22%.

20

Hal ini terkait dengan NaOH yang

berfungsi mengubah asam lemak bebas

menjadi sabun [4]. Pada proses pencucian

sabun dan minyak akan membentuk emulsi

sehingga rendemen minyak yang dihasilkan

berkurang.

Rendemen Minyak Tempe Busuk Hasil

Interaksi Berbagai Konsentrasi H3PO4 dan

NaOH

Rendemen minyak tempe busuk hasil interaksi

berkisar antara 22,61 ± 0,64% sampai 55,81 ±

0,69% (Tabel 3).

Tabel 3. Rataan Rendemen (% ± SE) Minyak Tempe Busuk Hasil Interaksi

Konsentrasi

NaOH

Konsentrasi H3PO4

0,2% 0,3% 0,5%

0.2 N

W = 0,65

55,81±0,69 (c)

(c)

54,43±0,71 (c)

(b)

31,18±0,89 (c)

(a)

0.3 N

W = 0,65

51,40±1,11 (b)

(b)

51,27±0,76 (b)

(b)

26,77±1,06 (b)

(a)

0.5 N

W = 0,65

46,68±0,45 (a)

(b)

46,23±0,13 (a)

(b)

22,61±0,64 (a)

(a)

W = 0,65 W = 0,65 W = 0,65

Keterangan:* Angka-angka yang diikuti huruf yang tidak sama antar baris atau lajur yang sama menunjukkan antar perlakuan

berbeda nyata, sebaliknya angka-angka yang diikuti huruf yang sama antar baris atau lajur yang sama

menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata.

Dari Tabel 3 terlihat bahwa rendemen

minyak tempe busuk antar konsentrasi H3PO4

dalam konsentrasi NaOH 0,1 N, mengalami

penurunan seiring peningkatan konsentrasi

H3PO4. Sebaliknya peningkatan konsentrasi

H3PO4 sebesar 0,20% dan 0,30% dalam

konsentrasi NaOH 0,3 N dan 0,5 N

mengakibatkan rendemen minyak tempe busuk

sama. Selanjutnya menurun pada konsentrasi

H3PO4 0,50%.

Lebih lanjut, rendemen minyak tempe

busuk hasil pemurnian antar konsentrasi NaOH

dalam setiap konsentrasi H3PO4 mengalami

penurunan yang signifikan seiring dengan

peningkatan konsentrasi NaOH. Rendemen

minyak tempe busuk optimal sebesar 55,81 ±

0,69% diperoleh pada konsentrasi H3PO4 0,2%

dan konsentrasi NaOH 0,1 N.

Sifat Fisiko-Kimiawi Minyak Tempe Busuk

Sifat-sifat fisikawi (aroma, warna,

kadar air, massa jenis dan viskositas) dan

kimiawi (bilangan asam, bilangan penyabunan

dan bilangan peroksida) minyak tempe busuk

disajikan dalam Tabel 4.

Warna dan Aroma

Minyak tempe busuk berwarna coklat

muda dan beraroma tempe busuk. Jika

dibandingkan dengan warna dan aroma

minyak tempe kasar maka terdapat perbedaan

pada warna minyak. Warna minyak yang lebih

jernih menunjukkan bahwa zat-zat pengotor

minyak seperti gum, lendir dan pigmen

berkurang selama proses pemurnian minyak

[5]. Proses degumming dan netralisasi tidak

berpengaruh terhadap aroma minyak tempe.

21

Kadar Air

Tabel 4 menunjukkan minyak tempe

hasil pemurnian memiliki kadar air yang lebih

rendah dibanding minyak tempe kasar yaitu

sebesar 0,72 ± 0,03%. Kadar air merupakan

salah satu parameter uji yang penting terhadap

sifat kimia minyak, karena terkait dengan

reaksi hidrolisis. Minyak dengan kadar air yang

tinggi dapat memperpendek masa simpan

minyak dan memicu pertumbuhan mikroba

[10].

Massa Jenis

Berdasarkan Tabel 4, massa jenis

minyak tempe busuk hasil pemurnian yaitu

0,90 ± 0,0006 g/cm3 . Setiap jenis minyak

mempunyai massa jenis yang khas, tergantung

pada jenis asam lemak penyusun minyak

tersebut [11].

Viskositas

Viskositas merupakan tahanan alir

suatu cairan. Tabel 4, menunjukkan nilai

kekentalan minyak hasil pemurnian sebesar

135,74 ± 1,58 cP. Minyak tempe hasil

pemurnian memiliki nilai viskositas yang lebih

rendah jika dibandingkan dengan viskositas

minyak tempe kasar yaitu sebesar 139,75 ±

0,88 cP. Hal ini disebabkan karena zat – zat

pengotor dalam minyak yang menyebabkan

tingginya viskositas pada minyak telah

berkurang [4].

Bilangan Asam

Tabel 4 menunjukkan bilangan asam

minyak tempe busuk hasil pemurnian 133,58 ±

2,49 mg KOH/g. Pada proses netralisasi, asam

lemak bebas yang terdapat pada minyak

tersabunkan dengan adanya penambahan

larutan NaOH sehingga terpisah dari minyak

[6]. Kecilnya nilai bilangan asam pada minyak

menunjukkan bahwa minyak memilki

kandungan asam lemak bebas yang rendah

[12].

Bilangan Penyabunan

Berdasarkan Tabel 4, bilangan

penyabunan minyak tempe hasil pemurnian

sebesar 10,48 mg KOH/g. Bilangan

penyabunan yang rendah menunjukkan

proporsi triasilgliserol asam lemak berantai

panjang lebih banyak daripada triasilgliserol

asam lemak berantai pendek [10].

Bilangan Peroksida

Nilai bilangan peroksida minyak tempe

hasil pemurnian sebesar 3,54 ± 0,25 mgek/kg,

lebih tinggi dibandingkan minyak tempe kasar

6,70 ± 4,07 mgek/kg. Pada proses netralisasi,

NaOH bereaksi dengan asam lemak bebas

dan senyawa polimer peroksida, sehingga

bilangan peroksida menurun [5]. Bilangan

peroksida menentukan derajat kerusakan

minyak atau lemak. Semakin rendah bilangan

peroksida berarti kualitas minyak semakin baik.

Kenaikan nilai bilangan peroksida merupakan

indikator dan peringatan bahwa minyak tidak

lama lagi akan berbau tengik [4].

22

Tabel 4. Sifat Fisiko-Kimiawi Minyak Tempe Busuk

Sifat Fisiko Kimiawi Satuan

Minyak Kasar

(Tanpa Pemurnian) Minyak Hasil Pemurnian

Warna - Coklat Coklat Muda

Aroma - Tempe Busuk Tempe Busuk

Kadar Air % 0,79 ± 0,01 0,72 ± 0,03

Massa Jenis g/cm3 0,90 ± 0,01 0,90 ± 0,0006

Viskositas cP 139,75 ± 0,88 135,74 ± 1,58

Bilangan Asam mg KOH/g 160,69 ± 0,24 133,58 ± 2,49

Bilangan Penyabunan mg KOH/g 11,12 ± 0,85 10,38 ± 0,05

Bilangan Peroksida mgek/kg 6,70 ± 4,07 3,54 ± 0,25

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

hasil minyak tempe busuk optimal sebanyak

55,81 ± 0,69 % (b/b) pada interaksi konsentrasi

0,2% H3PO4 dan 0,1 N NaOH. Sifat fisikawi

minyak tempe busuk hasil pemurnian adalah:

berwarna coklat muda, berbau khas tempe

busuk, kadar air 0,72 ± 0,025 % (b/b), massa

jenis 0,8995±0,0006 g/cm3, dan viskositas

135,74±1,58 cP. Sifat kimiawi minyak tempe

busuk hasil pemurnian adalah: bilangan asam

menurun (133,58 ± 2,49 mg KOH/g sampel),

bilangan penyabunan relatif sama (10,38 ±

0,05 mg KOH/ g sampel), dan bilangan

peroksida menurun (3,54 ± 0,25 mgek/kg

sampel).

Daftar Pustaka

[1] Santoso, S. P. 2005. Teknologi Pengolahan Kedelai. Fakultas Pertanian Universitas Widyagama, Malang.

[2] Verleyen T, Sosinska U, Ioannidou S,

Verhe R, Dewettinck K, Huyghebaert A, Greyt W. 2002. Influence of the vegetable oil refining process on free and esterified sterols. Journal of the American Oil Chemists’ Society 79: 947-953.

[3] Deffense, E. 2011. Chemical Degumming. AOCS Lipid Library.

[4] Mardani, Sh., M. Ghavami., A. Heidary-Nasab., and M. Gharachorloo. 2015. The Effect of Degumming and Neutralization on the Quality of Crude Sunflower and Soyabean Oils. Journal of Food Biosciences and Technology 6(2) : 47-52.

[5] Herwanda, A.E. 2011. Kajian Proses Pemurnian Minyak Biji Bintaro (Cerbera manghas L.) Sebagai Bahan Bakar Nabati. Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

[6] Kurniati, Yeni., dan H. Susanto. 2015. Pengaruh Basa NaOH dan Kandungan ALB CPO terhadap Kualitas Minyak Kelapa Sawit Pasca Netralisasi. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(1) : 193-202.

[7] Albertina, Happy., H. Soetjipto., dan S. Andini. 2015. Pengaruh Lama Waktu Ekstraksi Minyak Biji Mangga ( Mangifera indica L. Var Arumanis ) Terhadap Sifat Fisiko Kimianya. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia.

[8] SNI 01-3555-1998. Cara Uji Minyak dan Lemak. Badan Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta.

[9] Steel, R. G. D. dan Torie, J. H. 1980. Prinsip Dan Prosedur Statistika Suatu Pendeketan Biometrik. Jakarta : Gramedia.

[10] Zahir, Erum., R. Saeed., M. A. Hameed., and A. Yousuf. 2014. Study of Physico-chemical Properties of Edible Oil and Evaluation of Frying Oil Quality By Fourier

23

Transform-Infrared (FTIR) Spectroscopy. Arabian Journal Of Chemistry.

[11] Nichols, D.S. dan K. Sanderson, 2003. The Nomenclature, Structure, and Properties of Food Lipids. In: Sikorski, Z.E and A. Kolakowska, Ed. Chemical and Functional Properties of Food Lipids. CRC Press Washington. Pp. 29-59.

[12] Kurnia,M.D., H. Soejipto dan A.I. Kristijanto. 2014. Karakterisasi dan Komposisi Kimia Minyak Biji Tumbuhan kupu-kupu (Bauhinia purpurea L.) Bunga Merah Muda. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains IX, hal 11-17, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

24

25

7