Islam Dan Politik

download Islam Dan Politik

of 16

Transcript of Islam Dan Politik

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangIslam adalah agama yang memiliki ajaran sempurna, meliputi berbagai aspek kehidupan, yakni aspek ekonomi, hukum, seni, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan juga aspek politik. Hal ini sesuai dengan karakteristik ajaran agama Islam yang bersifat komprehensif, yaitu mencakup masalah dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, materi dan metafisika, serta masalah individu dan sosial. Pandangan bahwa ajaran Islam bersifat komprehensif, bersumber dari ayat Al-Quran yaitu firman Allah SWT,Dan telah kami turunkan Al-Quran sebagai penjelasan atas segala sesuatu. Seorang Muslim tidak boleh menaati ajaran agama hanya dalam masalah ubudiyah (ritual) semata, melainkan juga menjalankan secara konsisten dalam bidang kehidupan yang lain, termasuk yang terkait dengan aspek politik. Masalah politik adalah dimensi yang mengatur persoalan orang banyak dan menyangkut nasib masyarakat luas. Oleh karena itu, tidak heran jika para ulama memberikan perhatian besar terhadap masalah politik ini, yang tertuang dalam karya-karya mereka.

1.2 Rumusan MasalahRumusan Masalah yang akan dikaji dalam makalah ini, yaitu: 1. Bagaimanakah konsep politik Islam itu ? 2. Bagaimanakah sejarah perkembangan dan dinamaika politik Islam di Indonesian pada berbagai fase ? 3. Bagaimanakah realitas politik Islam masa kini dan orientasinya ?

1.3 TujuanSesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan pembelajarannya adalah: 1. Siswa dapat mengerti dan menjelaskan konsep politik Islam 2. Siswa dapat mengetahui dan menjelaskan sejarah perkembangan dan dinamika politik Islam Indonesia pada berbagai fase 3. Siswa dapat memahami realitas politik Islam masa kini dan orientasinya

1

BAB II PEMBAHASAN2.1 Konsep Politik IslamPolitik Islam (bahasa Arab: ) adalah Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam bukubuku para ulama dikenal istilah siyasah syariyyah. Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata ssa - yassu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan berarti Qama alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu (mengurusi / mengatur perkara). Berarti secara ringkas maksud Politik Islam adalah pengurusan atas segala urusan seluruh umat Islam. Jadi, asalnya makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan pelatihan gembalaan. Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan manusia; dan pelaku pengurusan urusan-urusan manusia tersebut dinamai politikus (siyasiyun). Dalam realitas bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amri mengurusi (yassu) rakyatnya saat mengurusi urusan rakyat, mengaturnya, dan menjaganya. Begitu pula dalam perkataan orang Arab dikatakan : Bagaimana mungkin rakyatnya terpelihara (massah) bila pemeliharanya ngengat (ssah), artinya bagaimana mungkin kondisi rakyat akan baik bila pemimpinnya rusak seperti ngengat yang menghancurkan kayu. Dengan demikian, politik merupakan pemeliharaan (riayah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah petunjuk (irsyad), dan pendidikan (ta`dib). Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya : "Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak para khalifah" (HR. Bukhari dan Muslim). Teranglah bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya adalah mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan kondisi kaum muslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman penguasa pada kaum muslimin dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka. Untuk itu perlu mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan kaum muslimin, mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya, serta memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang nyata (kufran bawahan) seperti ditegaskan dalam banyak hadits terkenal. Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW.2

Berkaitan dengan persoalan ini Nabi Muhammad SAW bersabda : "Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah maka ia bukanlah (hamba) Allah, dan siapa saja yang bangun pagi namum tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka ia bukan dari golongan mereka." (HR. Al Hakim) Rasulullah ditanya oleh sahabat tentang jihad apa yang paling utama. Beliau menjawab : "Kalimat haq yang disampaikan pada penguasa" (HR. Ahmad). Berarti secara ringkas Politik Islam memberikan pengurusan atas urusan seluruh umat Muslim. Adapun pengertian politik Islam secara terminologis merujuk pada makna kata siyasah. Menurut Imam Ibnu al-Qayyim, siyasah adalah setiap usaha yang membawa manusia memperoleh kemaslahatan dan terhindar dari kerusakan, walaupun bentuk usaha yang dilakukan itu belum ada ketentuan persis dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Di kalangan ulama terjadi perbedaan pendapat ketika membicarakan masalah Islam dan politik. Sebagian besar ulama meyakini bahwa Islam mengatur masalah politik dan mempunyai pandangan tersendiri tentang politik. Hal tersebut bisa dipahami dari sejumlah ayat al-Quran yang memerintahkan agar hukum-hukum syariat yang terkandung di dalamnya ditegakkan dalam kehidupan manusia agar terwujud tertib individu dan sosial. Perintah tersebut berimplikasi perlunya pemberian wewenang kekuasaan kepada manusia untuk menata kehidupan dengan menerapkan hukum Allah tersebut. Kekuasaan tersebut bersumber dari Allah SWT dan dilimpahkan melalui al-Quran kepada orang-orang yang beriman. Penyelenggaraan tertib masyarakat berdasarkan hukum Allah SWT itulah yang merupakan perwujudan dari kekuasaan politik. Alasan pokok lain terkait adanya konsep dan system politik dalam Islam adalah dengan merujuk pada sirah (sejarah hidup) Rasulullah SAW. Setelah Rasulullah SAW hijrah dan menetap di Madinah, beliau tidak hanya sebagai pemimpin agama, tetapi juga menjadi pemimpin politik bagi masyarakat Madinah. Jadi Nabi Muhammad merupakan pemimpin masyarakat Madinah, yang akhirnya menjadi suatu negara, dengan wilayah kekuasaan di seluruh Semenanjung Arabia. Inisiatif dan usaha Nabi Muhammad mengorganisir dan mempersatukan pengikutnya dan golongan lain menjadi suatu masyarakat yang teratur, berdiri sendiri, dan berdaulat yang akhirnya menjadi suatu negara di bawah kepemimpinan beliau merupakan praktek siyasah, yakni proses dan kebijakan politik untuk mencapai tujuan menjamin hak-hak masyarakat Madinah, menetapkan kewajiban-kewajiban mereka,dan menekankan pada hubungan baik dan kerjasama, serta berdampingan secara

3

damai di antara mereka dalam kehidupan sosial politik. Di sini system politik tersebut memiliki supremasi atas kota Madinah yang ditandai dengan keluarnya Piagam Madinah. Dengan begitu maka tegaklah system politik Islam dalam bentuk formal sebuah negara. Namun dikalangan ulama terjadi perbedaan terkait bagaimana bentuk negara tersebut, lebih-lebih yang berhubungan dengan konsep dan sistemnya. Sebagian ulama Islam menganjurkan berbentuk khilafah, ada pendapat dalam bentuk negara Islam, dan ada yang membolehkan dalam format kerajaan. Sementara di lain pihak tidak setuju dengan formalitas nama, yang terpenting ajaran Islam bisa dilaksanakan, dan lain-lain. Meskipun berbeda dalam merumuskan tentang bentuk negara, tapi para pakar bidang politik Islam menyampaikan beberapa hal yang terkait dengan prinsip-prinsip politik Islam antara lain adalah; pertama, terkait dengan konstitusi, ada prinsip keharusan untuk menerapkan syariat Islam. Dalam system politik Islam dikenal dua jenis hukum, yakni hukum syariat yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah, dan hukum Qanun yang bersumber dari keputusan lembaga pemerintahan. Kedua, terkait kekuasaan politik, adanya perintah untuk menaati Ulil Amri, yang merujuk pada al-Quran surat An-Nisa ayat 59. Seorang pemimpin sepanjang masih taat kepada al-Quran dan as-Sunnah maka wajib ditaati, tapi jika melanggar keduanya, maka tidak wajib dipatuhi. Dari sini, tidak heran jika perintah taat kepada penguasa (Ulil Amr) didahului oleh perintah menunaikan amanah. Ketiga, terkait nilai-nilai politik, harus ada penunaian amanah dan penegakan keadilan. Kemudian juga ada nilai kebebasan, pewujudan persamaan, dan partisipasi politik. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah pelaksanaan musyawarah. Bisa juga ditambahkan lagi nilai-nilai lain sebagaimana terkandung dalam Piagam Madinah yaitu persatuan, toleransi beragama, tolong menolong, membela yang teraniaya, pertahanan dan perdamaian, amar makruf dan nahi munkar, ketakwaan, dan kepemimpinan yang terdapat dalam butir-butir Piagam Madinah. Namun, realitas politik demikian menjadi pudar saat terjadi kebiasaan umum masyarakat baik perkataan maupun perbuatannya menyimpang dari kebenaran Islam yang dilakukan oleh mereka yang beraqidahkan sekularisme, baik dari kalangan non muslim atau dari kalangan umat Islam. Jadilah politik disifati dengan kedustaan, tipu daya, dan penyesatan yang dilakukan oleh para politisi maupun penguasa. Penyelewengan para politisi dari kebenaran Islam, kezhaliman mereka kepada masyarakat, sikap dan tindakan sembrono mereka dalam mengurusi masyarakat memalingkan makna lurus politik tadi. Bahkan, dengan pandangan seperti itu jadilah penguasa memusuhi rakyatnya

4

bukan sebagai pemerintahan yang shalih dan berbuat baik. Hal ini memicu propaganda kaum sekularis bahwa politik itu harus dijauhkan dari agama (Islam). Sebab, orang yang paham akan agama itu takut kepada Allah SWT sehingga tidak cocok berkecimpung dalam politik yang merupakan dusta, kezhaliman, pengkhianatan, dan tipu daya. Cara pandang demikian, sayangnya, sadar atau tidak mempengaruhi sebagian kaum muslimin yang juga sebenarnya ikhlas dalam memperjuangkan Islam. Padahal propaganda tadi merupakan kebenaran yang digunakan untuk kebathilan (Samih Athief Az Zain, As Siyasah wa As Siyasah Ad Dauliyyah, hal. 31-33). Jadi secara ringkas Islam tidak bisa dipisahkan dari politik.

2.2 Hukum Berpolitik dalam IslamPolitik dalam islam mempunyai andil yang sangat besar, sehingga dapat dikatakan bahwa islam sangat menganjurkan adanya politik, karena dengan politik itu sendiri, Islam dapat bertahan dan tersebar dan hal itu dapat dilihat dengan jelas, baik dalam setiap peperangan dan futuhaatnya. Namun dalam perkembangan terakhir, politik dinilai sangat keji dan kotor sehingga tidak heran jika Syekh Muhammad Abduh pernah berkata: Auzu billahi min Assiyasah, dan kemudian oleh para pengikutnya, ungkapan tersebut lebih ditegaskan lagi: Auzu billahi min Syaitani Assiyasah wa Assasah. Politik itu sendiri pernah menjadi polemik antar Imam Syafii dengan Ibnu Aqil salah seorang ulama mazhab Hanbali, Ibnu Aqil mengoreksi perkataan imam Syafii, La Siyasata Illa ma wafaqa bihi Assyaru, menurutnya bila yang dimaksud Siyasah yang tidak menyalahi prinsip-prinsip agama maka hal itu adalah benar, namun jika yang dimaksud dari kata tersebut hanyalah sebatas apa yang digambarkan oleh islam secara eksplisit maka itu tidak benar. Hal ini menunjukan bahwa setiap prilaku politik dinilai sebagai hal yang benar jika tidak menyalahinilai-nilai yang ada dalam agama.

2.3 Prinsip Politik IslamMenurut teori Islam, dalam mekanisme operasional pemerintahan negara sebaiknya mengacu pada prinsip-prinsip syariah. Islam sebagai landasan etika dan moral direalisir dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Endang Saifuddin Anshari (1986:167) mengatakan, Negara adalah organisasi (organ, badan atau alat) bangsa untuk mencapai tujuannya. Oleh karena itu, bagi setiap Muslim negara adalah alat untuk merealisasikan kedudukannya sebagai abdi Allah dan

5

mengaktualisasikan fungsinya sebagai khalifah Allah, untuk mencapai keridhaan Allah, kesejahteraan duniawi dan ukhrawi, serta menjadi rahmat bagi sesama manusia dan alam lingkungannya. Secara konseptual di kalangan ilmuwan dan pemikir politik Islam era klasik, menurut Mumtaz Ahmad dalam bukunya State, Politics, and Islam, menekankan tiga ciri penting sebuah negara dalam perspektif Islam, yakni adanya masyarakat Muslim (ummah), hukum Islam (syariah), dan kepemimpinan masyarakat Muslim (khilafah). Prinsip-prinsip negara dalam Islam tersebut ada yang berupa prinsipprinsip dasar yang mengacu pada teks-teks syariah yang jelas dan tegas. Selain itu, ada prinsip-prinsip tambahan yang merupakan kesimpulan dan termasuk ke dalam fikih. Prinsip-prinsip dasar politik adalah: pertama, kedaulatan, yakni kekuasaan itu merupakan amanah. Kedaulatan yang mutlak dan legal adalah milik Allah. Abu al-Ala al-Maududi menyebutnya dengan asas pertama dalam teori politik Islam. Al-Maududi dalam bukunya Its Meaning and Message (1976: 147-148) menegaskan,Kepercayaan terhadap keesaan (tauhid) dan kedaulatan Allah adalah landasan dari sistem sosial dan moral yang dibawa oleh Rasul Allah. Kepercayaan itulah yang merupakan satusatunya titik awal dari filsafat politik dalam Islam. Kedaulatan ini terletak di dalam kehendak-Nya seperti yang dapat dipahami dari syariah. Syariah sebagai sumber dan kedaulatan yang aktual dan konstitusi ideal, tidak boleh dilanggar. Sedang masyarakat Muslim, yang diwakili oleh konsensus rakyat (ijma al-ummah), memiliki kedaulatan dan hak untuk mengatur diri sendiri. Kedua, syura dan ijma. Mengambil keputusan di dalam semua urusan kemasyarakatan dilakukan melalui konsensus dan konsultasi dengan semua pihak. Kepemimpinan negara dan pemerintahan harus ditegakkan berdasarkan persetujuan rakyat melalui pemilihan secara adil, jujur, dan amanah. Sebuah pemerintahan atau sebuah otoritas (sulthan) yang ditegakkan dengan cara-cara non-syariah adalah tidak dapat ditolerir dan tidak dapat memaksa kepatuhan rakyat. Ketiga, semua warga negara dijamin hak-hak pokok tertentu. Menurut Subhi Mahmassani dalam bukunya Arkan Huquq al-Insan, beberapa hak warga negara yang perlu dilindungi adalah: jaminan terhadap keamanan pribadi, harga diri dan harta benda, kemerdekaan untuk mengeluarkan pendapat dan berkumpul, hak untuk mendapatkan pelayanan hukum secara adil tanpa diskriminasi, hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, pelayanan medis dan kesehatan, serta keamanan untuk melakukan aktifitasaktifitas ekonomi. Keempat, hak-hak negara. Semua warga negara, meskipun yang oposan atau yang bertentangan pendapat dengan pemerintah sekalipun, mesti tunduk kepada otoritas negara yaitu kepada hukum-hukum dan peraturan negara. Kelima, hak-hak khusus dan batasan-batasan bagi warga negara yang non-Muslimmemiliki hak-hak sipil yang sama. Karena negara ketika itu

6

adalah negara ideologis, maka tokoh-tokoh pengambilan keputusan yang memiliki posisi kepemimpinan dan otoritas (ulu al-amr), mereka harus sanggup menjunjung tinggi syariah. Dalam sejarah politik Islam, prinsip dan kerangka kerja konstitusional pemerintahan seperti ini, terungkap dalam Konstitusi Madinah atau Piagam Madinah pada era kepemimpinan Rasulullah di Madinah, yang mengayomi masyarakat yang plural. Keenam, ikhtilaf dan konsensus yang menentukan. Perbedaanperbedaan pendapat diselesaikan berdasarkan keputusan dari suara mayoritas yang harus ditaati oleh seluruh masyarakat. Prinsip mengambil keputusan menurut suara mayoritas ini sangat penting untuk mencapai tujuan bersama. Selain prinsip-prinsip dasar negara yang konstitusinya berdasar syariah, ada juga prinsip-prinsip tambahan (subsider) yang merupakan kesimpulan dan termasuk ke dalam bidang fikih siyasah (hukum ketatanegaraan dalam Islam). Prinsip-prinsip tambahan tersebut adalah mengenai pembagian fungsi-fungsi pemerintahan yaitu hubungan antara Badan Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Dalam hubungan ketiga badan (lembaga negara) tersebut prinsip-prinsip berkonsultasi (syura) mesti dilaksanakan di dalam riset, perencanaan, menciptakan undang-undang dan menjaga nilai-nilai syariah dengan memperhatikan otoritas (kewenangan) yang dimiliki masing-masing lembaga tersebut. Prinsip-prinsip politik dalam Islam, Abdul Qadir Audah dalam bukunya Al-Amal al-Kamilah: Al-Islam wa Audhauna al-Qanuniyah (1994: 211-223) mensistematisir sebagai berikut: 1) Persamaan yang komplit; 2) Keadilan yang merata; 3) Kemerdekaan dalam pengertian yang sangat luas; 4) Persaudaraan; 5) Persatuan; 6) Gotong royong (saling membantu); 7) Membasmi pelanggaran hukum; 8) Menyebarkan sifat-sifat utama; 9) Menerima dan mempergunakan hak milik yang dianugerahkan Tuhan; 10) Meratakan kekayaan kepada seluruh rakyat, tidak boleh menimbunnya; 11) Berbuat kebajikan dan saling menyantuni; dan 12) Memegang teguh prinsip musyawarah). Para pakar politik dan hukum Islam yang menguraikan prinsip-prinsip negara dalam syariat Islam sangat bervariasi. Namun dari uraian di atas cukup representatif untuk memformulasikan bahwa prinsip-prinsip negara dalam Islam itu adalah : 1) prinsip tauhid (kekuasaan/jabatan pemerintahan itu sebagai amanah); 2) prinsip keadilan; 3) prinsip kedaulatan rakyat; 4) prinsip musyawarah; 5) prinsip kesamaan di hadapan hukum (equality before the law) ; 6) prinsip kebebasan rakyat; 7) prinsip persatuan; 8) prinsip persaudaraan; 9) prinsip gotong-royong dalam ridha Ilahi; 10) prinsip kepatuhan rakyat; 11) prinsip perdamaian; 12) prinsip kesejahteraan; 13) prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Prinsip-prinsip politik tersebut mengejawantah pada periode Negara Madinah era kepemimpinan Rasulullah. Dalam Piagam Madinah, digalang suatu perjanjian untuk menetapkan persamaan hak dan kewajiban semua komunitas dalam kehidupan sosial politik. Muatan piagam ini menggambarkan hubungan antara Islam dan ketatanegaraan dan undang-

7

undang yang diletakkan oleh Nabi SAW, untuk menata kehidupan sosialpolitik masyarakat Madinah. Prinsip-prinsip negara tersebut sangat representatif untuk masa itu. Bahkan untuk dewasa ini pun relevan karena nilai-nilainya universal. Sebab prinsip-prinsip tersebut telah menjadi tuntunan berbagai bangsa di dunia, agar tegak dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, yaitu tatanan masyarakat yang demokratis, adil, dan damai. Karena pada hakikatnya implementasi prinsip-prinsip tersebut merupakan penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, dan akan menumbuhkan sikap demokratis dalam berbagai aspek kehidupan.

2.4 Sejarah Gerakan dan Pemikiran Islam di IndonesiaPada dasarnya gerakan Islam bertujuan kepada tegaknya agama Islam di muka bumi agar kedamaian dan kesejahteraan bagi umat Islam terwujud. Banyak ideologi atau paham yamng melandasi gerakan ini. Ada yang bersifat fillah dan sabilillah. Fillah adalah gerakan Islam yang berangkat dengan dakwah yang didasari oleh ilmu. Sedangkan sabilillah adalah gerakan dengan sifat kearah peperangan. Semua gerakan ini bertujuan sama akan tetapi gerakan ini harus melihat kapan waktu yang tepat untuk menggunakan cara fillah dan fisabilillah. Yang terpenting dalam sebuah gerakan Islam adalah gerakan yang di dalamnya semua Muslim bersatu hati dan pikirannya yang dilandasi dengan sikap wala wal bara. Karena sebuah gerakan Islam tanpa barisan yang kuat akan mudah dihancurkan dengan gerakan musuh Islam yang memiliki barisan yang rapi. Oleh karena itu mari perlu adanya menyatukan pola pikir yang islami dan langkah dakwah Islam yang sesuai dengan metode Rasulullah SAW. a. Masa Penjajahan Sejarah Islam dimulai sejak masuknya Islam di Indonesia, yang kemudian berkembang pesat karena mendapat sambutan yang baik dari rakyat Indonesia. Sampai akhirnya muncul beberapa kerajaan Islam di sejumlah daerah di Nusantara. Kerajan-kerajan tersebut merupakan cikal bakal lahirnya kesadaran adanya komunitas Islam olitik di Indonesia. Kekuatan Islam politik tersebut kemudian mengkristal dalam perjuangan sejumlah tokoh Islam melawan penjajah, terutama dalam rangka menjaga umat Islam dan syariat Islam. Awal abad 20 masehi, penjajah Belanda mulai melakukan politik etik atau politik balas budi yang sebenarnya adalah hanya membuat lapisan masyarakat yang dapat membantu mereka dalam pemerintahannya di Indonesia. Politik balas budi memberikan pendidikan dan pekerjaan kepada bangsa Indonesia khususnya umat Islam tetapi

8

sebenarnya tujuannya untuk mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh dari Al Quran dan hadist dan akan dijadikannya boneka-boneka penjajah. Selain itu juga mempersiapkan untuk lapisan birokrasi yang tidak mungkin di pegang oleh lagi oleh orang-orang Belanda. Yang mendapat pendidikan pun tidak seluruh masyarakat melainkan hanya golongan Priyayi (bangsawan), karena itu yang pemimpin-pemimpin pergerakan adalah berasalkan dari golongan bangsawan. Strategi perlawanan terhadap penjajah pada masa ini lebih kepada bersifat organisasi formal daripada dengan senjata. Berdirilah organisasi Serikat Islam merupakan organisasi pergerakan nasional yang pertama di Indonesia pada tahun 1905 yang mempunyai anggota dari kaum rakyat jelata sampai priyayi dan meliputi wilayah yang luas. Tahun 1908 berdirilah Budi Utomo yang bersifat masih bersifat kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Serikat Islam dapat disebut organisasi pergerakan Nasional pertama daripada Budi Utomo. Awal abad ke-20 ditandai lahirnya gerakan-gerakan Islam yang monumental. Gerakan Islam tersebut telah mengukir tinta emas baik untuk kebangkitan Islam maupun pergerakan perjuangan kemerdekaan di Indonesia, yang kemudian dikenal dengan organisasi kemasyarakatan Islam. Organisasi kemasyarakatan Islam atau sering disebut Ormas Islam sungguh merupakan pilar penting dan strategis di negeri tercinta ini. Lebih-lebih bagi Ormas Islam tertua yang telah menyertai perjalanan sejarah bangsa ini. Sebutlah Sarekat Islam, Muhammadiyah, Persatuan Islam, Nahdlatul Ulama, dan lain-lain yang telah berdiri jauh sebelum Republik Indonesia lahir. Kiprah gerakan Islam tersebut kendati berbeda orientasi dan aktivitasnya sangatlah nyata. dan secara monumental telah menorehkan tinta emas dalam perjalanan umat dan bangsa tercinta ini. b. Masa Orde Lama Dihapuskannya tujuh kata dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya di belakang sila Ketuhanan dalam Piagam Jakarta menyebabkan terjadinya perdebatan panjang antara golongan Islam dan golongan kebangsaan. M. Natsir, wakil golongan Islam dari Masyumi, menyatakan dengan tegas bahwa Islam harus menjadi dasar negara Indonesia. Menurut Natsir: Manusia merupakan khalifah di Bumi, negara harus didasarkan atas ajaran dan keyakinan Islam. Keharusan untuk menegakkan negara Islam bukan saja karena ajaran Islam mengatur hubungan manusia dan Tuhannya, melainkan juga mengatur aspek-aspek kehidupan manusia lainnya seperti aspek sosial, politik, dan ekonomi. Tugas seorang muslim adalah melaksanakan perbuatan baik dan mencegah perbuatan buruk atau amru bil maruf wannahyu anil munkar Supomo, salah seorang juru bicara golongan kebangsaan, menyatakan bahwa pada dasarnya ia mengakui Islam sebagai suatu sistem kehidupan manusia yang komprehensif. Tetapi karena bangsa Indonesia9

mempunya kekhasannya tersendiri, gagasan negara Islam sulit untuk diterima (Boland, 1985: 22). Inti dari penolakan Islam sebagai dasar negara adalah agar Indonesia yang masih bayi tidak mengalami instabilitas. Indonesia bagian Timur, yang notabene mayoritas nonmuslim, akan merasa dianaktirikan oleh Pemerintah, dan kemungkinan akan banyak terjadi gerakan separatis. Selain dihapuskannya tujuh kata dalam Preambule UUD 1945, kekalahan kelompok Islam pada Pemilu 1955 dengan perolehan suara 45,2% yang menggambarkan realitas kekuatan umat sekaligus menghapus mitos mayoritas umat, menyebabkan kelompok Islam kembali menuntut agar naskah asli Piagam Jakarta diakui sebagai kaidah dasar negara dan peraturan perundangan. Untuk meredam perdebatan ini, Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan setahun kemudian, ia memperkenalkan ideologi Nasakom (nasionalisme, agama, dan komunisme) sebagai upaya untuk menyatukan ketiga ideologi dominan dalam masyarakat. Tidak lama kemudian, Soekarno meminta Masyumi membubarkan diri untuk meredam kembali munculnya isu negara Islam dan menyingkirkannya dari DPRGR yang dibentuk Soekarno setelah dibubarkannya parlemen hasil Pemilu 1955. Pembubaran Masyumi ini membuat semakin mundurnya pergerakan Islam dalam kancah politik. c. Masa orde baru Ketika tumbangnya rezim Orde Lama, golongan Islam memiliki harapan besar terhadap pemerintah Orde Baru. Namun di awal pemerintahannya, Orde Baru yang didominasi pihak militer lebih memilih kelompok sosialis. Salah satu alasannya karena kelompok Islam dianggap akan menghambat modernisasi, isu sentral yang digaungkan pemerintah Orde Baru. Bukan hanya itu, Soeharto menilai instabilitas Orde Lama adalah akibat sistem politik yang memusatkan perhatian pada pembangunan politik dan terlalu dominannya peran partai politik yang terbagi secara ideologis. Masalah yang dipersoalkan di sini adalah isu primordial-sakral yang diyakini secara fanatik oleh pendukungnya (Dhurorudin Mashad, 2008:80). Oleh karena itu, rezim Orde Baru mengarahkan sasaran penataan pada masalah kepartaian dan ideologi. Dalam mewujudkan paradigma baru ini, maka diluncurkan dua kebijakan penting: 1. Aliansi militer-teknokrat, menjalankan fungsi security/political order (pendekatan keamanan), sementara teknokrat menjalankan pembangunan ekonomi (pendekatan kesejahteraan). 2. Pemerintah membentuk dan membesarkan Golkar sebagai alat rivalitas dan marjinalitas partai.

10

Dengan diluncurkannya dua kebijakan ini, Orde Baru memulai langkah awal dengan depolitisasi partai Islam. Dimulai dengan penolakan rehabilitasi Masyumi dan pembersihan pimpinan eks-Masyumi dalam tubuh Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), kemudian terjadi pemfusian semua partai Islam pada tahun 1973. Depolitisasi ini mencapai puncaknya ketika tahun 1985, PPP sebagai satu-satunya partai Islam diminta untuk mengubah dasar ideologi Islam dengan Pancasila. Permintaan ini berdasarkan SU MPR 1978 mengenai Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) dan UU No. 3 tahun 1985 tentang partai politik dan Golongan Karya yang menjadikan Pancasila sebagai satusatunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Birokratisasi politik ini memberikan kesadaran baru bagi kelompok Islam. Dakwah di kancah politik praktis tidak lagi menjadi agenda utama, dan sebagai gantinya, kelompok Islam mulai bergumul di bidang pendidikan, sosial, dan budaya. Tidak lama setelah dikeluarkannya UU No. 3 tahun 1985, Orde Baru kembali mengeluarkan kebijakan mengenai Pancasila sebagai asas tunggal untuk organisasi-organisasi kemasyarakatan melalui UU No. 8 tahun 1985. Organisasi masyarakat diberi waktu dua tahun untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Ormas-ormas Islam bereaksi keras terhadap kebijakan ini. Presiden Soeharto berhasil menenangkan keadaan dengan pidatonya yang berisi tentang Pancasila bukan agama dan tidak akan diagamakan. Tapi dalam prakteknya, rezim Orde Baru bersikap keras terhadap kelompok dan individu yang terangterangan menolak Pancasila sebagai asas tunggal. Hal ini dapat dibuktikan dengan terjadinya Tragedi Tanjung Priok 1984 dan Gerakan Usroh di Lampung serta penculikan para aktivis, khususnya aktivis dakwah, yang dianggap bertindak subversif dan menggoyang ketahanan negara. NU, yang ingin mengakhiri konflik ini, menjadi pencetus ormas Islam berasaskan Pancasila. Setelah NU, kemudian satu per satu ormas-ormas lainnya melakukan hal yang sama dan diakhiri oleh Muhammadiyah pada tahun 1986. d. Masa Reformasi Pasca Soeharto, yaitu era reformasi nampaknya merupakan momentum untuk melahirkan ekspresi Islam masing-masing, NU dan Muhammadiyah tidak lagi menjadi dwi-tunggal yang mengundang perhatian banyak pengamat asing. Selain NU dan Muhammadiyah, realitasnya, ada banyak organisasi massa Islam di Indonesia, misalnya Persis atau Perti, namun memang tidak sebesar dua organisasi sebelumnya. Sementara itu, seperti disinggung di atas, era reformasi adalah era keterbukaan yang memungkinkan orang untuk mengekspresikan pikiran termasuk cara keberagaamaan. Ambillah contoh misalnya; lahirnya Front Pembela Islam (FPI) dan MMI (Majelis Mujahidin Indonesia). Forum Komunikasi Islam Ahlussunnah wal Jamaah dengan

11

Laskar Jihadnya, dan lain-lain. Masing-masing organisasi Islam ini lahir dengan karakternya masing-masing. Yang menarik, gerakan organisasi ini mampu menyedot perhatian media massa dengan coverage seluas-luasnya di media dalam dan luar negeri. Wajar saja, karena selain sangat kental dengan simbol, gerakannya yang lebih mengandalkan unjuk kekuatan dalam melawan sesuatu di mana hal ini tidak dijumpai sebelumnya banyak orang dirugikan atas pembenaran tindakannya yang mengatasnamakan agama dengan kata lain jihad. Fenomena munculnya gerakan baru Islam ini juga didukung oleh menguatnya wacana penerapan syariat Islam yang dibarengi oleh kebijakan pemerintah dengan otonomi daerah masa presiden Abdurrahman Wahid. Pemerintah memberikan keleluasaan daerah untuk mengatur pemerintahnnya sendiri. Sejak inilah Islam Indonesia banyak dikenal lebih pada gerakannya, beberapa gerakan yang anarki dengan mengatasnamakan amar maruf lebih sering didengar masyarakat daripada kegiatan-kegiatan ilmiah dan kajian-kajian untuk mengeksplorasi Islam.

12

BAB III PENUTUP3.1 KesimpulanPolitik Islam adalah pengurusan atas segala urusan seluruh umat Islam. Adapun pengertian politik Islam secara terminologis merujuk pada makna kata siyasah. Menurut Imam Ibnu al-Qayyim, siyasah adalah setiap usaha yang membawa manusia memperoleh kemaslahatan dan terhindar dari kerusakan, walaupun bentuk usaha yang dilakukan itu belum ada ketentuan persis dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Prinsip-prinsip negara dalam Islam itu adalah : 1) prinsip tauhid (kekuasaan/jabatan pemerintahan itu sebagai amanah) 2) prinsip keadilan 3) prinsip kedaulatan rakyat 4) prinsip musyawarah 5) prinsip kesamaan di hadapan hukum (equality before the law) 6) prinsip kebebasan rakyat 7) prinsip persatuan 8) prinsip persaudaraan 9) prinsip gotong-royong dalam ridha Ilahi 10) prinsip kepatuhan rakyat 11) prinsip perdamaian 12) prinsip kesejahteraan 13) prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.

3.2 Latihan / Tugas1. Jelaskan konsep politik islam dan sebutkan prinsip-prinsipnya! Sebagian ulama meyakini bahwa islam mengatur masalah politik dan mempunyai pandangan tersendiri tentang politik. Hal tersebut bisa dipahami dari sejumlah ayat al-Quran yang memerintahkan agar hukum-hukum syariat yang terkandung di dalamnya ditegakkan dalam kehidupan manusia agar terwujud tertib individu dan social. Perintah tersebut berimplikasi perlunya pemberian wewenang kekuasaan kepada manusia untuk menata kehidupan dengan menerapkan hukum Allah tersebut. Hakikat kekuasaan politik adalah kewenangan untuk menyelenggarakan tertib masyarakat berdasarkan hukum Allah SWT. Prinsip prinsip politik Islam : Adanya keharusan untuk menerapkan syariat Islam

13

Adanya perintah untuk menaati Ulil Amri, yang merujuk pada alQuran surat An-Nisa ayat 59 Adanya penunaian amanah dan penegakan keadilan 2. Mengapa sebagian ulama berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang kepala negara? Jelaskan! Karena inisiatif dan usaha Nabi Muhammad mengorganisir dan mempersatukan pengikutnya dan golongan lain menjadi suatu masyarakat yang teratur, berdiri sendiri, dan berdaulat yang akhirnya menjadi suatu negara di bawah pimpinan beliau sendiri merupakan praktek siyasah, yakni proses dan kebijakan politik untuk mencapai tujuan menjamin hak-hak masyarakat, menetapkan kewajibankewajiban mereka, menekankan hubungan baik dan kerjasama, serta hiudp berdampingan secara damai dalam kehidupan social politik. 3. Uraikan perdebatan kalangan tokoh pergerakan Indonesia tentang agama dan negara menjelang kemerdekaan! Pada masa perjuangan muncul tokoh tokoh bangsa yang mulai berpikir tentang bentuk negara Indonesia jika nantinya sudah merdeka. Namun pemikiran dan pandangan para tokoh berbeda-beda, ada yang cenderung Islamis dan yang lain cenderung sekuler. Perdebatan yang sangat menonjol adalah antara Soekarno dan M. Natsir. Dalam artikel di panji Islam, Soekarno menegaskan keharusan negara dipisahkan dari agama. Soekarno menolak keras konsep negara Islam. Natsir menolak pemikiran sekuler Soekarno. Ia menegaskan bahwa dalam Islam mustahil kita memisahkan agama dari politik. Islam menurutnya adalah ideology komprehensif yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia di dunia ini. Tapi akhirnya, sebuah kompromi politik dalam bentuk Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945 dapat tercapai, dengan Pancasila sebagai dasar negara. 4. Bagaimanakah kebijakan politik rezim Orde Baru terhadap umat Islam? Jelaskan! Di awal rezim Orde Baru berkuasa, pemerintah menunjukkan kebijakan yang meminggirkan peran politik umat islam sehingga muncul sikap antagonistic dari umat Islam. Depolitisasi dan deideologisasi yang diterapkan Orde Baru adalah suatu rekayasa politik untuk menyingkirkan hal hal yang membahayakan bagi pemerintahan baru. 5. Jelaskan kondisi politik Islam pada masa kini, dan bagaimanakah sikap Anda terkait ide formalisasi syariat Islam? Politik Islam masa kini lebih cenderung diwarnai kekerasan. Banyak anarkisme yang mengatasnamakan jihad seperti tindak pengeboman dan lain-lain. Adanya sikap formalisasi syariat Islam menunjukkan belum dewasanya bangsa kita dalam menyikapi perbedaan paham dan kepercayaan sehingga memunculkan suatu paham fanatisme.

14

Masayarakat Indonesia memiliki agama dan kepercayaan yang beragam. Jika kita memformalisasikan syariat Islam, lalu bagaimana dengan masyarakat yang non-muslim? Tentunya dibutuhkan sikap saling menghormati agar bangsa Indonesia bisa hidup rukun berdampingan.

15

DAFTAR PUSTAKA1. http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/WACANA%20HUKUM%20ISLAM/ HUKUM%20ISLAM%20DI%20INDONESIA.pdf 2. http://sangpenyihirkata.wordpress.com/category/pergerakan-islam/ 3. http://panduummat.wordpress.com/2011/03/12/kelahiran-gerakan-islam-masapenjajahan-belanda/ 4. http:// id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_Islam 5. http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-peradaban-islam-di-indonesia.html 6. http://efrinaldi.multiply.com/journal/item/8?&show_interstitial=1&u=%2Fjour nal%2Fitem# 7. http://ms.wikipedia.org/wiki/Politik_Islam 8. Yani, M. Turhan dan M. Ali Haidar. 2011. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi. Surabaya: Unesa University Press

16