Agama Islam Dan Politik
-
Upload
wahyu-hudaningrum -
Category
Documents
-
view
9 -
download
1
description
Transcript of Agama Islam Dan Politik
AGAMA ISLAM DAN POLITIK
Islam sebagai agama yang mencakup semua aspek kehidupan, tentu tidaklah
melupakan atau meninggalkan permasalahan politik, yang dikenal dengan istilah
“siyasah”. Islam mengandung ajaran yang berlimpah tentang etika dan moralitas
kemanusiaan, termasuk etika dan moralitas politik. Karena itu, wacana politik tidak
bisa dilepaskan dari dimensi etika dan moralitas. Melepaskan politik dari gatra moral-
etis, berarti mereduksi Islam yang komprehensif dan mencabut akar doktrin Islam
yang sangat fundamental, yakni akhlak politik. Dengan demikian, muatan etika dalam
wacana politik merupakan keniscayaan yang tak terbantahkan. Kebanyakan
masyarakat merasa dan mengetahui, atau bahkan meyakini, bahwa hubungan antara
agama dan politik dalam Islam sudah sangat jelas. Yaitu bahwa antara keduanya
terkait erat secara tidak terpisahkan, sekali pun dalam segi pendekatan teknis dan
praktis dapat dibedakan. Agama adalah wewenang shahib al-syari'ah (pemilik
syari'ah), yaitu Rasulullah, melalui wahyu atau berita suci yang diterimanya dari Allah
s.w.t. Sedangkan masalah politik adalah bidang wewenang kemanusiaan, khususnya
sepanjang menyangkut masalah-masalah teknis struktural dan prosedural. Dalam hal
ini, besar sekali peranan pemikiran ijtihadi manusia.
I. APA ITU POLITIK?
Banyak orang menganggap politik itu kotor. Benarkah demikian? Sebenarnya apa
sih yang dinamakan dengan politik? Lalu, apakah kita kaum Muslim harus
menjauhinya atau terjun di dalamnya?
Kalau kita tinjau dari asal kata politik itu berasal dari bahasa yunani yaitu “polis”
dimana artinya adalah negara kota, dan dari kata polis tersebut bisa didapatkan
beberapa kata, diantaranya :
polities => warga negara
politikos => kewarganegaraan
politike episteme => ilmu politik
Politicia => pemerintahan Negara
Jadi kalau kita tinjau dari asal kata tersebut pengertian politik secara umum dapat
dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam suatu system politik atau Negara yang
menyangkut proses penentuan tujuan dari system tersebut dan bagaimana
melaksanakan tujuannya. Namun banyak versi dari pengertian politik tersebut,
diantaranya :
1.Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional
maupun nonkonstitusional.
2.Politik adalah bermacam2 kegiatan dari suatu sistem politik (negara) yg
menyangkut proses menentukan tujuan2 dari sistem indonesia dan
melaksanakan tujuan2 itu (Mirriam Budiharjo)
3.Politik adalah perjuangan utk memperoleh kekuasaan / teknik menjalankan
kekuasaan2 / masalah2 pelaksanaan dan kontrol kekuasaan / pembentukan
dan penggunaan kekuasaan (Isjware)
4.Politik adalah pelembagaan dari hubungan antar manusia yg dilembagakan
dalam bermacam2 badan politik baik suprastruktur politik dan infrastruktur
politik (Sri Sumantri)
5.Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan
kebaikan bersama (Aristoteles)
6.Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan
negara.
7.Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan
mempertahankan kekuasaan di masyarakat.
8.Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan
kebijakan publik.
Untuk memahami arti dari politik dalam literatur yang banyak berkembang di
Barat, pendekatan legalitas sering digunakan. Politik diartikan sebagai urusan yang
ada hubungan lembaga yang disebut negara. Pemerintahan diartikan politik. Inilah
pengertian politik yang paling umum dan kentara. Sehingga belajar tentang ilmu
politik berarti belajar mengenai lembaga-lembaga politik, legislatif, eksekutif dan
yudikatif. Inilah definisi yang sampai sekarang masih tetap bertahan. Namun definisi
bahwa politik adalah negara tidak bisa menggambarkan dinamika dalam kehidupan
politik itu sendiri. Kalau studi politik hanya mempelajari institusi itu maka tidak bisa
menjelaskan mengapa institusi itu ada dan bagaimana proses sampai menjadi lembaga
itu seperti parlemen, pengadilan, pemerintahan. Pengertian kelembagaan juga tidak
dapat menjelaskan prose pengambilan keputusan di eksekutif misalnya. Definisi yang
menekankan legalitas gagal menjelaskan kehidupan politik yang sebenarnya. Jadi
kalau misalnya membicarakan. Oleh sebab itulah berkembang definisi politik sebagai
constrained use of social power (Goodin and Klingemann,1998). Oleh karena itu
maka baik studi politik maupun praktek politik beralih menjadi studi mengenai sifat
dan sumber keterbatasannya serta teknik-teknik menggunakan kekuasaan sosial di
dalam keterbatasannya itu.
Dalam mengartikan “power” atau kekuasaan maka pandangan ilmuwan Robert
Dahl bisa digunakan di sini. Jadi X memiliki power terhadap Y jika 1) X mampu
dengan berbagai cara Y melakukan sesuatu 2) yang disukai X dan 3) Y tidak memiliki
pilihan lain untuk melakukannya.
Di dunia Islam pun muncul beberapa pengertian mengenai politik atau Siyasah
ini. Imam Al Bujairimi dalam Kitab At Tajrid Linnafi’ al-‘Abid menyatakan Siyasah
adalah memperbaiki dan merencanakan urusan rakyat. Lalu Ibnul Qoyyim dalam
kitab ‘Ilamul Muaqqin menyebutkan dua macam politik yakni siyasah shohihah
(benar) dan siyasah fasidah (salah).
POLITIK SEBAGAI ILMU DAN SENI
Berbicara politik sebagai ilmu yang berkembang di Barat maka berkembang
beberapa pendekatan baik politik sebagai tugas moral sehingga politisi seharusnya
juga seorang yang bermoral, filosof dan intelek. Politik diartikan sebagai cara untuk
mencapai nilai-nilai moral yang tertinggi.
Lalu studi politik beralih dari pendekatan filosofi ke pendekatan institusi
sehingga yang menjadi politisi adalah mereka yang mengerti hukum, aturan
perundangan dan para hakim.
Selanjutnya berkembang studi politik yang menekankan kepada perilaku politik
atau dinamika politik. Dari sini lahir ilmu politik sebagai sebuah proses dalam sistem
terbuka dimana dipengaruhi factor eksternal dan internal. Jadi kehidupan politik di
dalam masyarakat atau sebuah system tidaklah ada di dalam ruang hampa.
Di dalam praktek yang selain pendekatan tradisional dalam mengaplikasikan
politik yakni sebagai sebuah kewajiban moral, atau penggunaan kekuasaan untuk
tujuan mulia, maka di Barat muncul apa yang disebut power of politics. Penggunaan
kekerasan dalam politik. Muncul istilah dari Machiavelli tujuan menghalalkan segala
cara.
Seni mengejar kekuasaan politik ini yang dilakukan di Barat pada umumnya baik
dalam skala mikro (sebuah negara,propinsi atau kabupaten) seringkali mengandalkan
kepada politik dalam arti Machiavelli yang melepaskan diri dari moral. Setelah
runtuhnya raja-raja yang digantikan dengan bentuk negara sejak abad ke 16 maka
praktek ala Barat seperti ini juga yang menular ke dunia negara berkembang seperti
Indonesia yang lahir setelah Perang Dunia II. Dan politik ini pula yang banyak
dipraktekan baik oleh politisi ataupun raja/sheikh di Dunia Islam, sebuah amal politik
yang tidak berlandaskan pada moral Islam.
Politik yang dipraktekan di banyak negara Barat inilah yang kemudian juga
terpantul dalam tata hubungan antar negara. Hubungan internasional baik dalam
tataran ekonomi and politik diwarnai oleh penekanan terhadap negara lemah. Istilah
jika Anda mau Damai siaplah perang merupakan diktum penting dalam pergaulan
internasional sehingga masalah persenjataan menjadi utama. Dominasi Barat dalam
persenjataan ini berangkat dari sebuah konsep yang disebut pendekatan realisme
dimana manusia ditafsirkan sebagai mahluk yang senantiasa akan
berperang/menguasai untuk memuaskan nafsunya. Hans Morgenthau salah seorang
penulis aliran realis menyatakan, International politics, like all politics, is a struggle
for power. Jadi inilah yang kemudian mewarnai negara seperti Amerika dalam
berhubungan dengan negara lain. Penggunaan kekuasaan (militer, ekonomi, politik,
budaya) sudah terbiasa dilakukan terhadap negara lain termasuk Indonesia.
POLITIK DALAM ISLAM
Yang penting dalam memahami politik dari sudut Islam sekarang ini adalah
mengenali adanya upaya untuk memisahkan salah satu cabang kehidupan manusia
yang ada urusannya dengan penggunaan kekuasaan ini dari sudut konsepsi, teori,
pandangan dan akhirnya praktek umat Islam. Umat Islam dalam kehidupan modern
ini menjadi terasing dan alergi bahkan mengartikan salah politik atau institusi politik.
Berpolitik, berpartai politik atau berkampanye dianggap sebagai sebuah tabu dan aneh
dalam kehidupan seorang Muslim. Inilah yang menjadi tragedi dalam Umat Islam
sehingga sifat Islam yang syumul menjadi terkucil manakala berbicara mengenai
pentingnya tata kenegaraan baik para pejabat dan institusinya dicelup Islam.
Untuk mengenal pemikiran yang menolak Islam dalam kancah politik kita kenal
apa yang disebut sekularisme. Inilah ajaran yang menekankan adanya pemisahan
kehidupan dunia dan agama. Dengan kata lain berbicara politik di parlemen, berbicara
Islam di mesjid. Dan tidak boleh terjadi sebaliknya atau tidak boleh terjadi bersamaa-
sama di satu tempat. Apalagi berbicara nilai-nilai Islam dalam pemerintahan/birokrasi
mungkin sesuatu yang bisa ditertawakan karena tidak wajar.
Menurut Ali bin Abdurraziq negarawan dari Mesir yang menekankan tidak ada
nash Al Quran dan Sunnah yang menjelaskan umat Islam terjun dalam politik. Islam
bukan politik dan tidak perlu berpolitik. Pendapat ini diterima di banyak kalangan
umat Islam Indonesia sebagai pandangan yang mengartikan umat Islam tidak perlu
campur tangan dalam urusan pemerintahan atau politik, cukup sebagai kekuatan
budaya yang memberi warna dalam kehidupan politik. Akibat pandangan ini maka
Islam tidak perlu dinegarakan/distrukturkan tetapi cukup semangat dan nafas Islam
ada dalam lembaga negara itu.
Pandangan Ali bin Abdurraziq inilah yang dominan dalam dunia Islam termasuk
di Indonesia. Pendapat ini menolak menerapkan syariah dalam kehidupan masyarakat
dengan alasan tidak ada contohnya misi Nabi Muhammad itu mendirikan negara atau
lembaga/tata pemerintahan. Misi Nabi Muhammad adalah membawa rahmat untuk
seluruh alam bukan mendirikan negara atau kekhalifahan, begitu pendapat dari
golongan yang menentang interaksi Islam kedalam politik.
Selain adanya penolakan hubungan politik dalam Islam dengan pengaturan
masyarakat, Islam dalam menggunakan kekuasaan ini, ada pula dari Barat upaya
mengaburkan peran Islam dalam perjalanan kehidupan masyarakat. Dalam literature
politik misalnya muncul istilah demokrasi. Namun begitu kekuatan Islam menang
dalam pemilu maka dibatalkan hasil pemilu, seperti di Aljazair dan bahkan dikudeta
seperti di Turki. Oleh karena itu berbicara politik maka dalam praktek ada upaya
untuk menyisihkan umat Islam dari politik dan pada saat yang sama berbagai
pandangan muncul dari Barat untuk mengaburkan nilai-nilai Islam yang ada kaitannya
dengan pengaturan masyarakat. Irak adalah contoh terakhir bagaimana
penyalahgunaan demokrasi. Untuk mendirikan demokrasi yang diinginkan Barat, Irak
diperangi, dibuat pemilu dan dibangun pemerintahan yang sebenarnya pemerintahan
boneka karena tidak bisa menentang yang memerintahkannya.
POLITIK ISLAM MASA MENDATANG
Perdebatan ilmiah mengenai Islam dan politik muncul sejak tumbangnya
kekhalifahan Islam Ottoman 1924. Sebelumnya literature mengenai pendekatan Islam
terhadap masalah kenegaraan baik dalam soal pemilihan imam, kualifikasi pemimpin
amir dan tata administrasi kekhalifahan tidak meragukan integrasi Islam dalam
politik. Setelah itulah muncul berbagai literature yang banyak dibaca kalangan umat
Islam sehingga mengaburkan jati diri Islam dalam kehidupan masyarakat dan
lembaga-lembaga yang dibangun untuk mengendalikannya.
Oleh karena itulah sebenarnya dengan terbukanya studi-studi baru mengenai
Islam dan politik maka ada beberapa hal untuk masa depan politik Islam. Pertama,
definisi holistik menyeluruh, syumuliyah Islam akan menyelesaikan kontradikisi dan
pertentangan diantara umat Islam sendiri mengenai apa yang seharusnya dilakukan
baik secara ilmiah maupun praktis dalam mengelola hal-hal kenegaraan atau hal-hal
yang berkaitan dengan kekhalifahan, bila sudah berdiri di masa mendatang.
Hasan Al Banna mengatakan politik segala hal yang berkaitan dengan
memikirkan (dan bertindak) tentang persoalan internal dan eksternal ummat. Konsep
Islam yang menyeluruh mengenai kehidupan tergambar dalam Al Quran sendiri yang
mengatur seluruh tindak tanduk dan sepak terjang mulai dari sosial, ekonomi dan
kenegaraan. Bahkan dalam praktek Rasulullah sendiri pengelolaan kekuasaan di
Madinah dilembagakan dalam Piagam Madinah. Jelas di sini, konsep dan contoh tidak
ada kontradiksi seperti terjadi di sebagian kalangan umat Islam.
Kedua, mengingat asingnya keteribatan umat Islam dalam kehidupan politik
kenegaraan maka menghilangkan kecanggungan itu perlu dilakukan secara berangsur-
angsur. Politik sebagai seni mengatur masyarakat untuk mencapai Ridha Allah
seharusnya dipraktekkan oleh kalangan umat Islam yang komit dengan tujuan-tujuan
Islami. Pengenalan partai politik berasas Islam dengan perangkat leadership,
administrasi dan struktur yang modern akan memberikan rasa percaya umat kepada
adanya sebuah konsep yang hidup dalam praktek.
Amal yang kentara dalam mengatur kekuasaan yang adil oleh pelaku kenegaraan
memberikan kemakmuran serta kepercayaan masyarakat terhadap Islam sebagai masa
depan pengaturan politik.
Ketiga, karena politik tidak hanya seni mengatur kekuasaan dalam tingkat sebuah
entitas politik, maka studi dan praktek politik di era globalisasi perlu dilakukan di
tataran internasional. Dengan semakin tipisnya batas territorial dan kedaulatan sebuah
bangsa atau negara maka sudah selayaknya perlu dimasukkan faktor eksternal dalam
interaksi politik lokal. Banyak kasus menunjukkan kepentingan eksternal
menyebabkan terjadinya masalah dalam sebuah kehidupan politik. Contohnya, perang
Irak lebih disebabkan karena individu bukan oleh sebuah masalah sebuah negara.
PENUTUP
Menjelaskan konsep bahwa politik sebenarnya dilakukan setiap masyarakat
primitif atau modern karena sifat dan karakter manusia serta jawaban ilmiah Islam
terhadap tuntutan kehidupan politik memang perlu waktu. Bahkan di kalangan aktifis
saja masih ada sebuah anggapan bahwa berpolitik tidak dilakukan dalam Islam.
Menekankan sejarah Rasulullah SAW serta praktek-praktek kontemporer akan
mengingatkan keagungan Islam dalam menggunakan kekuasaan untuk mencapai
tujuan kehidupan manusia sebagai khalifah fil ardhi dan Abdullah sekaligus
menyadari pentingnya politik dalam kehidupan Islam.
Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh, sudah sepatutnya memiliki
peran utama dalam kehidupan politik sebuah negara. Untuk menuju ke arah integrasi
kehidupan masyarakat, negara dan Islam diperlukan ijtihad yang akan memberikan
pedoman bagi anggota parlemen atau politisi dalam menjelaskan hujahnya dalam
berpolitik. Dan interaksi umat Islam yang hidup dalam alam modern ini dengan
politik akan memberikan pengalaman dan tantangan baru menuju masyarakat yang
adil dan makmur. Berpolitik yang bersih dan sehat akan menambah kepercayaan
masyarakat khususnya di Indonesia bahwa memang Islam mengatur seluruh aspek
mulai ekonomi, sosial, militer, budaya sampai dengan politik.