ISKE LBM 2

download ISKE LBM 2

of 20

description

n

Transcript of ISKE LBM 2

Lbm 2 mosculoskeletal

STEP 11. Hipestesi: penurunan kepekaan saraf terhadap sentuhan, berkurangnya kepekaan kulit / kepekaan terhadap sensasi khusus.

2. Reflek fisiologi : gerakan akibat mekanisme kerja tubuh yang normal, aktifitas spontan dari saraf motorik shg sbgai jawaban dari rangsangan yang tidak adekuat secara normal.

3. Reflek patologis: reflek yang secara umum tidak ada namun ada dalam tubuh,

aktifitas spontan dari saraf motorik shg sbgai jawaban dari rangsangan yang adekuat secara normal4. Pemeriksaan sensorik: pemeriksaan yang digunakan untuk menilai reflek fisiologis pada tubuh.5. Pemeriksaan motorik: pemeriksaan pada reseptor motorik ( otot dan syaraf)Pemeriksaan untuk mengetahui kekuatan / kelemahan reseptor motorik,

STEP 2

1. Mengapa terjadi rasa lemah pada kedua tungkai yang semakin lama semakin berat dan di ikuti kelemahan kedua lengan?

2. Bagaimana mekanisme terjadinya hipestesi pada kedua kaki?3. Hubungan riwayat demam dengan kelumpuhan?

4. Faktor apa saja yang mempengaruhi kelemahan otot pada skenario?

5. Bagaimana manifestasi klinis kelemahan otot

6. Bagaimana Patofisiologi kelemahan otot

7. Apakah manifestasi pada skenario ada hubungan dengan LMN (lower motor neuron)?

8. Apakah macam-macam pemeriksan fisik dan penunjang?9. Perbedaan UMN dan LMN

10. Apakah kelemahan otot bisa menyebar ke otot lainnya?

11. Apakah hubungan gangguan BAB dan BAK pada skenario?

12. Mekanisme dari reflek fisiologis?

13. Apakah komplikasi dari kelemahan otot?

14. DD:STEP 3

1. Mengapa terjadi rasa lemah pada kedua tungkai yang semakin lama semakin berat dan di ikuti kelemahan kedua lengan?

Jawab:

Ketidak adekutnya impul/rangsangan yg tidak melebih/ sama pada nilai ambang reseptor.

Gangguan pada respon saraf yang mengatur:

Extremtas superior cervical-thoracalExtemitas inferior lumbal-sacral

Lemah kontraksi otot yang kuat( metabolisme serbut( Infeksi (cervical dan lumbal

2. Bagaimana mekanisme terjadinya hipestesi pada kedua kaki?

Jawab:

Infeksi ( LMN(gangguan fisiologis saraf(resistensi rangsangaan

3. Hubungan riwayat demam dengan kelumpuhan?

Jawab: suhu ekstrim(paralisi otot(kelumpuhan

4. Faktor apa saja yang mempengaruhi kelemahan otot pada skenario?

Jawab:

Gangguan/ luka pada otak

Pembekuan darah5. Bagaimana manifestasi klinis kelemahan otot

Jawab:

Atropi otot

Flaksit /lemah Reflek fisiologis menurun Reflek patologis negatif

6. Bagaimana Patofisiologi kelemahan otot

Jawab:

Infeksi(LMN(gangguan fisiologis saraf(kelemahan otot

7. Apakah manifestasi pada skenario ada hubungan dengan LMN (lower motor neuron)?

Jawab:

Iya, berdasarkan pemeriksaan motorik

8. Apakah macam-macam pemeriksan fisik dan penunjang?

Jawab:

Px. Fisik( px reflek tendo pattela, achilles, ulnaris, radialis, triceps, biceps

penunjang

Darah( peningkatan leukosit

Urin(kalsium

Lumbal pungsi

9. Perbedaan UMN dan LMN

Jawab:

UMN

Medula spinalis dan otak

Reflek fisiologis meningkat

Reflek patologis positif

Otot normal

LMN

Radix dorsal dan ventral

Reflek fisiologis menurun

Reflek patologis negetif

Otot atrofi

10. Apakah kelemahan otot bisa menyebar ke otot lainnya?

Jawab:

Virus(penyebaran

Ex: regio femoral(pengaruh pada regio cruris

11. Apakah hubungan gangguan BAB dan BAK pada skenario?

Jawab:

12.Mekanisme dari reflek fisiologis?

13.Apakah komplikasi dari kelemahan otot?

14.DD:

Myastenia gravis( Kelemahan dan kelelahan otot yg cepat bisa sembuh apa bila istirahat

Etiologi:autoimun

Patogenesis: menghambat jalannya asetilkolin

Menifes:

penatalaksanaan

GBS(sindrom guillain barre)

Gangguan saraf yang menyebabkan kelemahan pada tungkai, lengan dan otot( paralisis/ paresis) lainnya. Etio:autoimun

Poliomielitis

Inveksi virus(GIT dan respi(aliran darah(SSP

Media penularan:

Histerikal Paralisis

STEP 4

Step 7

STEP 2

1. Mengapa terjadi rasa lemah pada kedua tungkai yang semakin lama semakin berat dan di ikuti kelemahan kedua lengan?

2. Bagaimana mekanisme terjadinya hipestesi pada kedua kaki?

3. Hubungan riwayat demam dengan kelumpuhan?

4. Faktor apa saja yang mempengaruhi kelemahan otot pada skenario?Kontraksi otot dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

1. Treppe atau staircase effect, yaitu meningkatnya kekuatan kontraksi berulang kali pada suatu serabut otot karena stimulasi berurutan berseling beberapa detik. Pengaruh ini disebabkan karena konsentrasi ion Ca2+ di dalam serabut otot yang meningkatkan aktivitas miofibril.

2. Summasi, berbeda dengan treppe, pada summasi tiap otot berkontraksi dengan kekuatan berbeda yang merupakan hasil penjumlahan kontraksi dua jalan (summasi unit motor berganda dan summasi bergelombang).

3. Fatique adalah menurunnya kapasitas bekerja karena pekerjaan itu sendiri.

4. Tetani adalah peningkatan frekuensi stimulasi dengan cepat sehingga tidak ada peningkatan tegangan kontraksi.

5. Rigor terjadi bila sebagian terbesar ATP dalam otot telah dihabiskan, sehingga kalsium tidak lagi dapat dikembalikan ke RS melalui mekanisme pemompaan.

5. Bagaimana manifestasi klinis kelemahan ototKelemahan otot mempengaruhi otot-otot yang dapat dikontrol. Otot-otot tertentu yang biasanya sering terpengaruh meliputi otot yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata, mengunyah, menelan, batuk, dan ekspresi wajah. Otot yang mengendalikan pernafasan dan gerakan lengan dan kaki bisa juga terpengaruh. Kelemahan otot yang diperlukan untuk bernafas dapat menyebabkan sesak nafas, kesulitan mengambil nafas panjang dan batuk.

Kelemahan otot meningkat dengan aktivitas yang terus menerus dan akan menguat kembali setelah istirahat. Otot-otot yang terkena bisa berbeda dari pasien yang satu dengan pasien yang lain. Kelemahan bisa terbatas pada otot yang mnendalikan gerakan mata dan kelopak mata. Pada tingkat yang parah, dapat mengenai banyak otot tubuh seperti otot yang diperlukan untuk pernafasan. Tingkat dan distribusi dari kelemahan otot dari banyak pasien terjadi diantara dua hal ekstrem ini. Ketika kelemahan menjadi parah dan mengenai pernafasan, perawatan rumah sakit biasanya diperlukan.

Autoimmune Myathenia Gravis , 2009. Myasthenia Gravis Foundation of America.

www.myasthenia.org6. Bagaimana Patofisiologi kelemahan otot

7. Apakah manifestasi pada skenario ada hubungan dengan LMN (lower motor neuron)?UMN ( tonus meningkat , splastik

LMN ( flaksit

8. Apakah macam-macam pemeriksan fisik dan penunjang?Pemeriksaan penunjang1. Cairan serebrospinal (CSS) Yang paling khas adalah adanya disosiasi sitoalbuminik, yakni meningkatnya jumlah protein (100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya pleositosis (peningkatan hitung sel). Pada kebanyakan kasus, di hari pertama jumlah total protein CSS normal; setelah beberapa hari, jumlah protein mulai naik, bahkan lebih kanjut di saat gejala klinis mulai stabil, jumlah protein CSS tetap naik dan menjadi sangat tinggi. Puncaknya pada 4-6 minggu setelah onset. Derajat penyakit tidak berhubungan dengan naiknya protein dalam CSS. Hitung jenis umumnya di bawah 10 leukosit mononuclear/mm2. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMG) Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS terjadi akibat demyelinasi saraf, antara lain prolongasi masa laten motorik distal (menandai blok konduksi distal) dan prolongasi atau absennya respon gelombang F (tanda keterlibatan bagian proksimal saraf), blok hantar saraf motorik, serta berkurangnya KHS. Pada 90% kasus GBS yang telah terdiagnosis, KHS kurang dari 60% normal.3. EMG menunjukkan berkurangnya rekruitmen motor unit Dapat pula dijumpai degenerasi aksonal dengan potensial fibrilasi 2-4 minggu setelah onset gejala, sehingga ampilitudo CMAP dan SNAP kurang dari normal. Derajat hilangnya aksonal ini telah terbukti berhubungan dengan tingkat mortalitas yang tinggi serta disabilitas jangka panjang pada pasien GBS, akibat fase penyembuhan yang lambat dan tidak sempurna. Sekitar 10% penderita menunjukkan penyembuhan yang tidak sempurna, dengan periode penyembuhan yang lebih panjang (lebih dari 3 minggu) serta berkurangnya KHS dan denervasi EMG.4. Pemeriksaan darah Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang dengan pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal dan fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia jarang ditemui. Laju endap darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara anemia bukanlah salah satu gejala.5. Dapat dijumpai respon hipersensitivitas antibodi tipe lambat, dengan peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM, akibat demyelinasi saraf pada kultur jaringan. Abnormalitas fungsi hati terdapat pada kurang dari 10% kasus, menunjukkan adanya hepatitis viral yang akut atau sedang berlangsung; umumnya jarang karena virus hepatitis itu sendiri, namun akibat infeksi CMV ataupun EBV.6. Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan adanya perubahan gelombang T serta sinus takikardia. Gelombang T akan mendatar atau inverted pada lead lateral. Peningkatan voltase QRS kadang dijumpai, namun tidak sering.7. Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas vital paru) akan menunjukkan adanya insufisiensi respiratorik yang sedang berjalan (impending).8. Pemeriksaan patologi anatomi, umumnya didapati pola dan bentuk yang relatif konsisten; yakni adanya infiltrat limfositik mononuklear perivaskuler serta demyelinasi multifokal. Pada fase lanjut, infiltrasi sel-sel radang dan demyelinasi ini akan muncul bersama dengan demyelinasi segmental dan degenerasi wallerian dalam berbagai derajat Saraf perifer dapat terkena pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung saraf motorik intramuskuler, meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada ventral root, saraf spinal proksimal, dan saraf kranial. Infiltrat sel-sel radang (limfosit dan sel mononuclear lainnya) juga didapati pada pembuluh limfe, hati, limpa, jantung, dan organ lainnya.Victor Maurice, Ropper Allan H. Adams and Victor's Principles of neurology. 7th edition. USA: the McGraw-Hill Companies; 2001. p.1380-879. Perbedaan UMN dan LMN

10. Apakah kelemahan otot bisa menyebar ke otot lainnya?Lemah di tungkai

Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu akan timbul autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-saraf perifer.

Pada tempat-tempat tertentu perlekatan pasca infeksi itu dapat menjirat radiks ventralis (sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak segenap radiks ventralis terkena jiratan, namun kebanyakan pada yang berkelompokan saja, maka radiks-radiks yang diinstrumensia servikalis dan lumbosakralis saja yang paling umum dilanda proses perlekatan pasca infeksi. Oleh karena itu kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada otot-otot anggota gerak, kelompok otot-otot di sekitar persendian bahu dan pinggul. Kelumpuhan tersebut bergandengan dengan adanya defisit sensorik pada kedua tungkai atau otot-otot anggota gerak.

(Sumber : Pedoman Pelayanan Medik dan Standar Terapi Penyakit Syaraf)

Lumpuh di wajah

ditemukan ptosis unilateral atau bilateral, salah satu otot okular paretik, paresis N III interna (reaksi pupil).

Saraf kranialis yang paling sering dikenal adalah N.VII. Kelumpuhan otot-otot muka sering dimulai pada satu sisi tapi kemudian segera menjadi bilateral, sehingga bisa ditemukan berat antara kedua sisi. Semua saraf kranialis bisa dikenai kecuali N.I dan N.VIII.paresis N VII bilateral atau unilateral yang bersifat LMN, kelemahan otot pengunyah, paresis palatum mol/arkus faringeus/uvula/otot-otot farings dan lidah. Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan, menimbulkan suara yang abnormal, atau suara nasal, dan pasien tidak mampu menutup mulut yang dinamakan sebagai tanda rahang yang menggantung.

(Sumber : Pedoman Pelayanan Medik dan Standar Terapi Penyakit Syaraf)

11. Apakah hubungan gangguan BAB dan BAK pada skenario?

12. Mekanisme dari reflek fisiologis?a. Mekanisme fisiologis kerja otot

Otot rangka adalah organ peka-rangsang yang dipersarafi oleh saraf motorik somatik dalam kesatuan yang disebut unit motorik (motor unit). Penghantaran impuls (potensial aksi) saraf motorik alfa menuju motor endplate di membran otot rangka (lihat kembali Pengantar Sistem Motorik Somatik) merupakan peristiwa yang mengawali kontraksi otot. Sebelum terjadi potensial aksi saraf motorik alfa, di motor endplate telah terjadi depolarisasi (EPP = endplate potential) sebagai akibat terlepasnya (release) ACh (asetilkolin) dalam kuantum kecil secara terus menerus. Dengan adanya potensial aksi di saraf motoriknya, penglepasan ACh akan sangat banyak sehingga depolarisasi di endplate menjadi potensial aksi otot yang kemudian menjalar sepanjang membran sel otot dan tubulus T. Akibatnya, pintu Ca di retikulum sarkoplasma membuka danmelepaskan ion Ca ke sitoplasma sel otot. Ion Ca kemudian menyebar ke seluruh sitoplasma dan berikatan dengan troponin C. Ikatan troponin C dengan ion Ca mengakibatkan perubahan konformasimolekul troponin, membuka binding sites untuk kepala miosin di molekul aktin. Pembukaan binding sites tersebut memungkinkan terjadinya jembatan silang (cross bridges) antara filamen aktin dan miosin. Selanjutnya, dengan katalis enzim myosin-ATP-ase, terjadi hidrolisis ATP menjadi ADP + Pi + energi di kepala miosin yang memungkinkan pembengkokan kepala miosin hingga miofilamen bergerak saling bergeser (sliding of myofilaments) ke arah pertengahan sarkomer menghasilkan kontraksi otot. Seluruh peristiwa kontraksi otot rangka mulai dari perangsangan saraf motorik hingga pergeseran miofilamen disebut sebagai excitation-contraction coupling.Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. Edisi 10. Philadelphia: W.B. SaundersCompany; 2000.Refleks fisiologis dibagi menjadi 2:

Refleks superficial

Contohnya :

1. Reflek kornea : Dengan cara menyentuhkan kapas pada limbus, hasil positif bila mengedip (N IV & VII )

2. Reflek faring : Faring digores dengan spatel, reaksi positif bila ada reaksi muntahan ( N IX & X )

3. Reflek Abdominal : Menggoreskan dinidng perut dari lateral ke umbilicus, hasil negative pada orang tua, wanita multi para, obesitas, hasil positif bila terdapat reaksi otot.

4. Reflek Kremaster : Menggoreskan paha bagian dalam bawah, positif bila skrotum sisi yang sama naik / kontriksi ( L 1-2 )

5. Reflek Anal : Menggores kulit anal, positif bila ada kontraksi spincter ani ( S 3-4-5 )

Refleks tendo

Contohnya : refleks triceps, refleks biceps, refleks patella, refleks

Achilles

Sumber : kuliah pakar REFLEX DAN NEUROMUSCULAR JUNCTION

Detty Iryani, Bagian Fisiologi FK-UNAND

13. Apakah komplikasi dari kelemahan otot?

14. DD:Miastenia GrafisDefinisi:

Kelainan neuromuskular yang ditandai oleh kelemahan otot dan cepat lelah akibat adanya antibodi terhadap asetilkolin (AChR) sehingga jumlah AchR di neuromuscular junction itu berkurang

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed. IV Jilid III. FKUI 2006. Jakarta Hal 2636-2637Etologi :

Etiopatogenesis proses autoimun pada miastenia gravis masih belum diketahui sepenuhnya , walaupun demikian diduga kelenjar timus turut berperan pada patogenesis miastenia gravis. Sekitar 75% pasien miastenia gravis menunujukan timus yang abnormal, 65% pasien menunjukan hiperplasi timus dan 10% timoma.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed. IV Jilid III. FKUI 2006. Jakarta Hal 2636-2637Patofisiologis: Dalam keadaan miastenia gravis, jumlah AchR menurun dan postynaptic fold menurun menjadi lebih rata sehingga tranmisi neuromuskular menjadi tidak efisien sehingga kontraksi otot melemah.

Kelainan neuromuskular pada miastenia gravis disebabkan oleh proses autoimun akibat adanya antibodi spesifik terhadap AchR, sehingga jumlah AchR menjadi turun.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed. IV Jilid III. FKUI 2006. Jakarta Hal 2636-2637 SGB

Definisi

Parry mengatakan bahwa, Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer,

radiks, dan nervus kranialis.

Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu

Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post

Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating

Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending

paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.

Japardi I. Sindroma Guillan-Barre. FK USU Bagian Bedah. Available from :

URL : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi46.pdf.

[diakses tanggal 3 September 2009]. Last update ; 2002.Klafikasi

1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)

Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf sensorik dan motorik yang berat dengan sedikir demielinisasi.

2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)

Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis motorik dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis simetris. AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi wallerian like tanpa inflamasi limfositik. Perbaikannya

cepat, disabilitas yang dialami penderita selama lebih kurang 1 tahun.

3. Miller Fisher Syndrome

Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB.

Sindroma ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat pada gaya jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik biasanya tidak terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan

4. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)

CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih dominant dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal

5. Acute pandysautonomia

Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi. Disfungsi dari sistem simpatis dan parasimparis yang berat mengakibatkan terjadinya hipotensi postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis, penurunan salvias dan lakrimasi dan abnormalitas dari pupil.

Davids HR. Guillain-Barre Syndrome. Available from : URL http://emedicine.medscape.com/article/315632-overview. [diakses tanggal 3

Septermber 2009]. Last Update ; 2008.

Etiologi

Penyebab SGB tidak diketahui, tetapi sering dihubungkan dengan penyakit infeksi, seperti infeksi saluran nafas dan saluran cerna.Virus yang paling sering menyebabkan penyakit ini adalah Cytomegalovirus (CMV), HIV, Measles dan Herpes Simplex Virus. Sedangkan untuk penyebab bakteri paling sering oleh Campylobacter jejuni

Peralmuni Cabang Bandung. Sindroma Guillan-Barre. Available from : URL :

http://peralmuni.medindo.com/detail_artikel.php?id=140. [diakses tanggal 3

september 2009]. Last update ; 2006.

Patofisiologi Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada

sindroma ini adalah:

1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated

immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi.

2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi.

3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada

pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi saraf tepi.

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya.

Pada SGB, gangliosid merupakan target dari antibodi. Ikatan antibodi dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin. Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari sistem imun belum diketahui, tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh. Hal ini didapatkan dari

adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid dari tubuh manusia.

Campylobacter jejuni, bakteri patogen yang menyebabkan terjadinya diare, mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari gangliosid GM1.

Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni, kerusakan terutama terjadi pada degenerasi akson. Perubahan pada akson ini menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk merespon adanya epitop yang sama.

Berdasarkan adanya sinyal infeksi yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer. Terbentuk makrofag di daerah kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan penghantaran impuls saraf.

National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Guillan-Barre

Syndrome. 2009. Available from : URL :

http://www.ninds.nih.gov/disorders/gbs/gbs.htm#Publications. [diakses

tanggal 3 September 2009]. Last update ; 2009.

Patogenesis

Fase Progresif:

Selama fase ini kelumpuhan bertambah berat sampai maksimal, berlangsung beberapa hari sampai 1 bulan.

Fase Plateau:

Kelumpuhan telah ,mencapai maksimal dan menetap. Fase ini terjadi 2 hari, jarang melebihi 7 Minggu.

Fase Rekonvalesence

Ditandai oleh perbaikan kelumpuhan perbaikan ekstermitas yg berlangsung selama beberapa bulan.

Seluruh perjalanan penyakit SGB berlangsung dalam waktu kurang dari 6 bulan.

Gambaran klinis

Hyporeflexi

Kelemahan otot yg progresif

Tak ada demam

Takikardia

Aritmia

Miastenia Gravis adalah suatu penyakit autoimun dimana persambungan otot dan saraf atau neuromuscular junction berfungsi secara tidak normal dan menyebabkan kelemahan otot menahun. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan biasanya mulai timbul pada usia 20-40 tahun.Miastenia gravis adalah salah satu penyakit gangguan autoimun yang mengganggu sistem sambungan saraf (synaps). Pada penderita miastenia gravis, sel antibodi tubuh atau kekebalan akan menyerang sambungan saraf yang mengandung acetylcholine (ACh), yaitu neurotransmiter yang mengantarkan rangsangan dari saraf satu ke saraf lainnya. Jika reseptor mengalami gangguan maka akan menyebabkan defisiensi, sehingga komunikasi antara sel saraf dan otot terganggu dan menyebabkan kelemahan otot.

PenyebabPenyebab pasti reaksi autoimun atau sel antibodi yang menyerang reseptor acetylcholine belum diketahui. Tapi pada sebagian besar pasien, kerusakan kelenjar thymus menjadi penyebabnya. Maka itu kebanyakan si penderita akan menjalani operasi thymus. Tapi setelah thymus diangkat juga belum ada jaminan penyakit autoimun ini akan sembuh.

Thymus adalah organ khusus dalam sistem kekebalan yang memproduksi antibodi. Organ ini terus tumbuh pada saat kelahiran hingga pubertas, dan akan menghilang seiring bertambahnya usia. Tapi pada orang-orang tertentu, kelenjar thymus terus tumbuh dan membesar, bahkan bisa menjadi ganas dan menyebabkan tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Pada kelenjar thymus, sel tertentu pada sistem kekebalan belajar membedakan antara tubuh dan zat asing. Kelenjar thymus juga berisi sel otot (myocytes) dengan reseptor acetylcholine.

Anatomi dan Fisiologi Neuro Muscular JunctionDi bagian terminal dari saraf motorik terdapat sebuah pembesaran yang biasa disebut bouton terminale atau terminal bulb. Terminal Bulb ini memiliki membran yang disebut juga membran pre-synaptic, struktu ini bersama dengan membran post-synpatic (pada sel otot) dan celah synaptic (celah antara 2 membran)membentuk Neuro Muscular Junction.Membran Pre-Synaptic mengandung asetilkolin (ACh) yang disimpan dalam bentuk vesikel-vesikel. Jika terjadi potensial aksi, maka Ca+ Voltage Gated Channel akan teraktivasi. Terbukanya channel ini akan mengakibatkan terjadinya influx Calcium. Influx ini akan mengaktifkan vesikel-vesikel tersebut untuk bergerak ke tepi membran. Vesikel ini akan mengalami docking pada tepi membran. Karena proses docking ini, maka asetilkolin yang terkandung di dalam vesikel tersebut akan dilepaskan ke dalam celah synaptic.

ACh yang dilepaskan tadi, akan berikatan dengan reseptor asetilkolin (AChR) yang terdapat pada membran post-synaptic. AChR ini terdapat pada lekukan-lekukan pada membran post-synaptic. AChR terdiri dari 5 subunit protein, yaitu 2 alpha, dan masing-masing satu beta, gamma, dan delta. Subunit-subunit ini tersusun membentuk lingkaran yang siap untuk mengikat ACh.

Ikatan antara ACh dan AChR akan mengakibatkan terbukanya gerbang Natrium pada sel otot, yang segera setelahnya akan mengakibatkan influx Na+. Influx Na+ ini akan mengakibatkan terjadinya depolarisasi pada membran post-synaptic. Jika depolarisasi ini mencapai nilai ambang tertentu (firing level), maka akan terjadi potensial aksi pada sel otot tersebut. Potensial aksi ini akan dipropagasikan (dirambatkan) ke segala arah sesuai dengan karakteristik sel eksitabel, dan akhirnya akan mengakibatkan kontraksi.

ACh yang masih tertempel pada AChR kemudian akan dihidrolisis oleh enzim Asetilkolinesterase (AChE) yang terdapat dalam jumlah yang cukup banyak pada celah synaptic. ACh akan dipecah menjadi Kolin dan Asam Laktat. Kolin kemudian akan kembali masuk ke dalam membran pre-synaptic untuk membentuk ACh lagi. Proses hidrolisis ini dilakukan untuk dapat mencegah terjadinya potensial aksi terus menerus yang akan mengakibatkan kontraksi terus menerus.

Patofisiologi Myasthenia GravisDalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline Receptor(AChR). Kondisi ini mengakibakan Acetyl Choline(ACh) yang tetap dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi menuju membran post-synaptic. Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh yang tetap pada jumlah normal akan mengakibatkan penurunan jumlah serabut saraf yang diaktifkan oleh impuls tertentu. inilah yang kemudian menyebabkan rasa sakit pada pasien.

Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya disebabkan karena proses auto-immun di dalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat memblok AChR dan merusak membran post-synaptic. Menurut Shah pada tahun 2006, anti-AChR bodies ditemukan pada 80%-90% pasien Myasthenia Gravis. Percobaan lainnya, yaitu penyuntikan mencit dengan Immunoglobulin G (IgG) dari pasien penderita Myasthenia Gravis dapat mengakibatkan gejala-gejala Myasthenic pada mencit tersebut, ini menujukkan bahwa faktor immunologis memainkan peranan penting dalam etiology penyakit ini.

Alasan mengapa pada penderita Myasthenia Gravis, tubuh menjadi kehilangan toleransi terhadap AChR sampai saat ini masih belum diketahui. Sampai saat ini, Myasthenia Gravis dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh sel B, karena sel B lah yang memproduksi anti-AChR bodies. Namun, penemuan baru menunjukkan bahwa sel T yang diproduksi oleh Thymus, memiliki peranan penting pada patofisiologis penyakit Myasthenia Gravis. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya penderita Myasthenic mengalami hiperplasia thymic dan thymoma.Tanda Dan GejalaMyasthenia Gravis ditandai dengan kelemahan pada otot, yang memburuk ketika digerakkan dan membaik ketika beristirahat. Karakteristik yang lain adalah sebagai berikut : Kelemahan otot ekstra okular (Extra Ocular Muscle) atau biasa disebut Ptosis. Kondisi ini terjadi pada lebih dari 50% pasien. Gejala ini seringkali menjadi gejala awal dr Myasthenia Gravis, walaupun hal ini masih belum diketahui penyebabnya. Kelemahan otot menjalar ke otot-otot okular, fascial dan otot-otot bulbar dalam rentang minggu sampai bulan. Pada kasus tertentu kelemahan EOM bisa tetap bertahan selama bertahun-tahun Sebagian besar mengalami kelemahan. Perbaikan secara spontan sangat jarang terjadi, sedangkan perbaikan total hampir tidak pernah ditemukan.

Gejala-gejala miastenia gravis pada pasein usia produktif antara lain Kelopak mata turun sebelah atau layu (asimetrik ptosis)

Penglihatan ganda

Kelemahan otot pada jari-jari, tangan dan kaki (seperti gejala stroke tapi tidak disertai gejala stroke lainnya)

Gangguan menelan

Gangguan bicara

Dan gejala berat berupa melemahnya otot pernapasan (respiratory paralysis), yang biasanya menyerang bayi yang baru lahir

Gejala-gejala ringan biasanya akan membaik setelah beristirahat, tetapi bisa muncul kembali bila otot kembali beraktifitas. Penyakit miastenia gravis ini bisa disembuhkan tergantung kerusakan sistem saraf yang dialami.

Bisa terjadi kesulitan dalam berbicara dan menelan serta kelemahan pada lengan dan tungkai.

Kesulitan dalam menelan seringkali menyebabkan penderita tersedak.

Yang khas adalah otot menjadi semakin lemah. Penderita mengalami kesulitan dalam menaiki tangga, mengangkat benda dan bisa terjadi kelumpuhan.

Sekitar 10% penderita mengalami kelemahan otot yang diperlukan untuk pernafasan (krisis miastenik).

Klasifikasi Myasthenia Gravis berdasarkan The Medical Scientific Advisory Board (MSAB) of the Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) : Class I Kelemahan otot okular dan Gangguan menutup mata, Otot lain masih normal

Class II Kelemahan ringan pada otot selain okular, Otot okular meningkat kelemahannya

Class IIa Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit mempengaruhi otot-otot oropharyngeal

Class IIb Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan, Juga mempengaruhi ekstrimitas

Class III Kelemahan sedang pada otot selain okuler, Meningkatnya kelemahan pada otot okuler

Class IIIa Mempengaruhi ektrimitas , Sedikit mempengaruhi otot-otot oropharyngeal

Class IIIb Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan, Juga mempengaruhi ekstrimitas

Class IV Kelemahan berat pada selain otot okuler, Kelemahan berat pada otot okuler

Class IVa Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit pengaruh pada otot-otot oropharyngeal

Class IVb Terutama mempengaruhi otot-otot pernapasan dan oropharyngeal, Juga mempengruhi otot-otot ekstrimitas

Class V Pasien yang membutuhkan intubasi (kecuali pada kasus post-operative)

DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, yaitu jika seseorang mengalami kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata atau wajah, atau kelemahan yang meningkat jika otot yang terkena digunakan atau berkurang jika otot yang terkena diistirahatkan.

Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai untuk melakukan pengujian guna memperkuat diagnosis.Yang paling sering digunakan untuk pengujian adalah edrofonium. Jika obat ini disuntikkan intravena, maka untuk sementara waktu akan memperbaiki kekuatan otot pada penderita miastenia gravis.

Pemeriksaan diagnostik lainnya adalah penilaian fungsi otot dan saraf dengan elektromiogram dan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap asetilkolin.

Beberapa penderita memiliki tumor pada kelenjar timusnya (timoma), yang mungkin merupakan penyebab dari kelainan fungsi sistem kekebalannya.CT scan dada dilakukan untuk menemukan adanya timoma.

DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, yaitu jika seseorang mengalami kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata atau wajah, atau kelemahan yang meningkat jika otot yang terkena digunakan atau berkurang jika otot yang terkena diistirahatkan.

Pemeriksaan diagnostik lainnya adalah penilaian fungsi otot dan saraf dengan elektromiogram dan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap asetilkolin.

Beberapa penderita memiliki tumor pada kelenjar timusnya (timoma), yang mungkin merupakan penyebab dari kelainan fungsi sistem kekebalannya.CT scan dada dilakukan untuk menemukan adanya timoma.

Pengobatan Memberi obat-obatan yang bisa menekan reaksi autoimun atau antibodi yang menyerang acetylcholine

Cuci darah atau hemodialisis, dengan menyaring antibodi dan membuatnya tidak aktif lagi

Pada penderita thymoma, maka tumor pada kelenjar thymus harus dioperasi

Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai untuk melakukan pengujian guna memperkuat diagnosis. Yang paling sering digunakan untuk pengujian adalah edrofonium. Jika obat ini disuntikkan intravena, maka untuk sementara waktu akan memperbaiki kekuatan otot pada penderita miastenia gravis.