Isi

46
1 BAB I PENDAHULUAN Menurut buku Sinopsis Psikiatri, gangguan depresi merupakan bagian dari gangguan mood. Sedangkan menurut Sinopsis Psikitari, mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang. Emosi adalah kompleksitas perasaan yang meliputi psikis, somatik dan perilaku yang berhubungan dengan afek dan mood. 2 Menurut Buku Ajar Psikiatri, mood adalah subjektivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat diutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain, termasuk depresi, elasi dan marah. 3 Afek adalah ekspresi eksternal dari isi emosional saat itu. 2 Dua gangguan mood, yaitu gangguan depresi berat dan gangguan bipolar I yang sering disebut dengan gangguan afektif. Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyerta. 2 Pasien depresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir untuk mati dan bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetatif (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologi yang lain). Gangguan ini hampir selalu

description

xxx

Transcript of Isi

BAB IPENDAHULUAN

Menurut buku Sinopsis Psikiatri, gangguan depresi merupakan bagian dari gangguan mood. Sedangkan menurut Sinopsis Psikitari, mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang. Emosi adalah kompleksitas perasaan yang meliputi psikis, somatik dan perilaku yang berhubungan dengan afek dan mood.2 Menurut Buku Ajar Psikiatri, mood adalah subjektivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat diutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain, termasuk depresi, elasi dan marah.3 Afek adalah ekspresi eksternal dari isi emosional saat itu.2Dua gangguan mood, yaitu gangguan depresi berat dan gangguan bipolar I yang sering disebut dengan gangguan afektif. Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyerta.2 Pasien depresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir untuk mati dan bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetatif (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologi yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan. Neurotransmitter yang mungkin berkurang pada gangguan depresi adalah norepineprin, dopamin, dan serotonin.3Gangguan depresi paling sering terjadi dengan prevalensi seumur hidup sekitar 15%. Perempuan dua kali lipat lebih besar dibandingkan laki-laki. Hal ini diduga adanya perbedaan hormon. Rata-rata usia penderita sekitar 40 tahun. Data terkini menunjukkan, gangguan depress berat diusia kurang dari 20 tahun, yang mungkin berhubungan dengan meningkatnya pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat.3Pengobatan yang diberikan adalah terapi farmakologis, yaitu obat antidepresan, seperti obat trisiklik, tetrasiklik, Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs) atau Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRIs), perawatan di rumah sakit, dan terapi psikososial, termasuk terapi kognitif, terapi interpersonal, terapi keluarga, terapi perilaku, dan terapi berorientasi psikoanalitis.2 Gangguan depresi cenderung untuk menjadi kronik dan kambuh.3Gangguan depresi merupakan gangguan yang banyak kita jumpai dalam praktik sehari-hari dan dapat mengenai semua usia. Sehingga penulis ingin membahas lebih lanjut mengenai gangguan ini.

BAB IISTATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI PASIENa. Nama: Tn. UKb. Jenis kelamin: Laki-lakic. Umur: 68 tahund. Status perkawinan: Menikahe. Agama: Islamf. Tingkat pendidikan: Tamat SMPg. Warga negara: Indonesiah. Alamat: Musi banyuasin

II. ANAMNESISA. ALLOANAMNESISDiperoleh dari: Ny. AJenis kelamin: PerempuanUmur: 64 tahunAlamat: Musi BanyuasinPendidikan: Tamat SDPekerjaan: PetaniHubungan dengan pasien: Istri OS

a. Sebab utama: OS gelisahb. Keluhan utama: tidak adac. Riwayat perjalanan penyakitSejak 2 tahun yang lalu, pasien mengeluh suara serak dan berobat ke dokter. Sejak 1 tahun yang lalu, pasien mengeluh ada benjolan di tenggorokan. Pasien dibawa berobat ke dokter dan didiagnosis menderita karsinoma laring. Kemudian pasien sering mengeluh sesak napas dan dilakukan trakeostomi.Sejak 2 minggu yang lalu, selang yang dipasang di trakea sering berdarah sehingga pasien dirujuk ke Rumah Sakit Moh. Hoesin Palembang.Sejak 3 hari yang lalu, pasien tidak bisa diam di tempat tidur sehingga selang yang dipasang di trakea berdarah, kemudian kedua tangan pasien diikat agar pasien tetap beristirahat di tempat tidur, namun pasien memberontak tidak mau diikat. Pasien mengisyaratkan bahwa pasien tidak sakit jiwa dan ingin ikatan di kedua tangan dilepas. Nafsu makan pasien berkurang dan terkadang pasien sulit tidur.

d. Riwayat penyakit dahuluPasien adalah perokok berat sejak usia muda. Riwayat penyakit lain disangkal.

e. Riwayat premorbid Lahir: lahir spontan, langsung menangis Bayi: tumbuh kembang baik Anak-anak: sosialisasi baik Remaja: sosialisasi baik Dewasa: mudah marah dan tersinggung, semua kehendak harus dipenuhi

f. Riwayat perkembangan organobiologi Riwayat kejang (-) Riwayat demam tinggi yang lama (-) Riwayat trauma kepala (-) Riwayat asma (-) Riwayat sakit ginjal (-)

g. Riwayat penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarangRiwayat mengonsumsi alkohol, dan NAPZA disangkal.

h. Riwayat pendidikanPasien tamat SMP.

i. Riwayat pekerjaanPasien adalah petani karet

j. Riwayat perkawinanPasien sudah menikah selama 38 tahun.

k. Keadaan sosial ekonomiPasien tinggal bersama keluarga dengan keadaan sosial ekonomi menengah ke bawah.

l. Riwayat keluarga Adik pasien pernah dirawat di RS Ernaldi Bahar karena mengamuk. Pedigree:

B. AUTOANAMNESIS DAN OBSERVASIWawancara dan observasi dilakukan pada Rabu, 15 April 2015 pukul 11.00 s.d. 12.00 WIB di Poli Rumah Sakit Moh Hoesin, Palembang. Pemeriksa dan pasien berhadapan dengan posisi pasien berbaring di atas tempat tidur. Wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Pasien tidak dapat berbicara karena trakeostomi, namun pasien dapat menyampaikan pesan melalui isyarat tangan dan gerakan bibir. PemeriksaPasienInterpretasi

Pak,Umurnya berapa ?

Sekarang kita lagi dimana, Pak?

Sekarang hari apa, Pak?

Ini siapa, Pak? (sambil menunjukkan istri pasien)

Bapak anaknya ada berapa?68 (sambil menunjukkan jari tangan. Kontak mata pasien cukup)

Rumah sakit (menggerakkan bibir)

Rabu (menggerakkan bibir)

Istri saya (menggerakan bibir)

5 (sambil menunjukkan 5 jari)Afek: HipotimikKontak: atensi adekuatKonsentrasi: cukup

Daya ingat: baikOrientasi waktu, tempat, dan personal: baik

Pak, ado ngeraso dak nyaman, Pak?

Bapak ingin talinya dilepas ya, Pak?

Bapak kenapa mau pindah-pindah, Pak? Kalo banyak gerak gek berdarah lagi selangnyo

Pak, tidurnya nyenyak dak?

Galak denger suaro-suaro apo bisikan-bisikan atau bunyi-bunyi dak, Pak?

Galak jingok bayangan apo benda yang dak dilihat samo yang lain pak?(pasien melirik ke arah tangannya dan tangannya menunjukkan seolah-olah ingin dilepas ikatannya)

(pasien mengangguk)

bosan (melalui isyarat gerakan bibir)

(pasien menggelengkan kepala)

(pasien menggelengkan kepala)

(pasien menggelengkan kepala)

Kontak: atensi adekuat

Halusinasi auditorik (-)

Halusinasi visual (-)

III. PEMERIKSAANA. STATUS INTERNUS1) Keadaan Umum1

11

Sensorium: Compos mentisFrekuensi nadi: 97 x/menitTekanan darah: 140/80 mmHgSuhu: 36,7 0CFrekuensi napas: 20 x/menit

B. STATUS NEUROLOGIKUS1) Urat syaraf kepala (panca indera): tidak ada kelainan2) Gejala rangsang meningeal: tidak ada3) Gejala peningkatan tekanan intracranial: tidak ada4) MataGerakan: baik ke segala arahPersepsi mata: baik, diplopia tidak ada, visus normalPupil: bentuk bulat, sentral, isokor, 2mm/2mmRefleks cahaya: +/+Refleks kornea: +/+Pemeriksaan oftalmoskopi: tidak dilakukan5) MotorikFungsi MotorikLenganTungkai

KananKiriKananKiri

GerakanLuasluasluasluas

Kekuatan5555

TonusEutonieutonieutonieutoni

Klonus----

Refleks fisiologis++++

Refleks patologis--

6) Sensibilitas: normal7) Susunan syaraf vegetatif: tidak ada kelainan8) Fungsi luhur: tidak ada kelainan9) Kelainan khusus: tidak ada

C. STATUS PSIKIATRIKUSKEADAAN UMUMa. Sensorium: Compos Mentisb. Perhatian: atensi adekuatc. Sikap: kooperatifd. Inisiatif: adae. Tingkah laku motorik: normoaktiff. Ekspresi fasial: wajarg. Verbalisasi: tidak dapat berbicarah. Cara bicara: lancari. Kontak psikisKontak fisik: ada, adekuatKontak mata: ada, adekuatKontak verbal: ada, adekuat

KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)a. Keadaan afektifAfek: tampak sedihMood: hipotimik

b. Hidup emosi

Stabilitas: stabilDalam-dangkal: normalPengendalian: terkendaliAdekuat-Inadekuat: adekuatEcht-unecht: echtSkala diferensiasi: normalEinfuhlung: bisa dirabarasakanArus emosi: normal

c. Keadaan dan fungsi intelektualDaya ingat: baikDaya konsentrasi: baikOrientasi orang/waktu/tempat: baikLuas pengetahuan umum: sesuaiDiscriminative judgement: baikDiscriminative insight: baikDugaan taraf intelegensi: baikDepersonalisasi dan derealisasi: tidak adad. Kelainan sensasi dan persepsi

Ilusi: tidak adaHalusinasi: tidak ada

e. Keadaan proses berpikirPsikomotilitas: cepatMutu : baik

Arus pikiran Flight of ideas: tidak ada Inkoherensi: tidak ada Sirkumstansial: tidak ada Tangensial : tidak ada Terhalang(blocking): tidak ada Terhambat (inhibition): tidak ada Perseverasi : tidak ada Verbigerasi: tidak ada

Isi pikiran

Waham: tidak ada Pola Sentral: tidak ada Fobia: tidak ada Konfabulasi: tidak ada Perasaan inferior: tidak ada Kecurigaan: tidak ada Rasa permusuhan/dendam: tidak ada Perasaan berdosa/salah: tidak ada Hipokondria: tidak ada Ide bunuh diri: tidak ada Ide melukai diri: tidak ada Lain-lain : tidak ada

Pemilikan pikiran Obsesi: tidak ada Aliensi: tidak ada

Bentuk pikiran Autistik: tidak ada Simbolik: tidak ada Dereistik: tidak ada Simetrik: tidak ada Paralogik: tidak ada Konkritisasi: tidak ada Overinklusif: tidak ada

f. Keadaan dorongan instinktual dan perbuatan Hipobulia: tidak ada Vagabondage : tidak ada Stupor: tidak ada Pyromania: tidak ada Raptus/Impulsivitas: tidak ada Mannerisme: tidak ada Kegaduhan umum: tidak ada Autisme: tidak ada Deviasi seksual: tidak ada Logore: tidak ada Ekopraksi: tidak ada Mutisme: tidak ada Ekolalia: tidak ada Lain-lain: tidak ada

g. Kecemasan: ada

h. Dekorum Kebersihan: baik Cara berpakaian: baik Sopan santun: baik

i. Reality testing abilityRTA tidak terganggu

D. PEMERIKSAAN LAINa. Pemeriksaan elektroensefalogram: tidak dilakukanb. Pemeriksaan radiologi/ CT scan: tidak dilakukanc. Pemeriksaan laboratorium: tidak dilakukan

IV. DIAGNOSIS MULTIAKSIALAksis I: F 32.1 Episode depresi sedang (agitatif)Aksis II: tidak ada kelainanAksis III: NeoplasmaAksis IV: masalah kesehatanAksis V: GAF scale 50-41

V. DIAGNOSIS DIFFERENSIAL Episode depresi sedang Episode depresi ringan

VI. TERAPIa. PsikofarmakaMaprotiline HCl 1x2,5 mg Lorazepam 1x1 mg

b. PsikoterapiSuportif Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi masalah. Memotivasi pasien agar meminum obat secara teratur KognitifMenerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat cara berpikir yang salah, mengatasi perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang dihadapi.

KeluargaMemberikan penyuluhan bersama dengan pasien yang diharapkan keluarga dapat membantu dan mendukung kesembuhan pasien.

ReligiusBimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan ibadah sesuai ajaran agama yang dianutnya, yaitu menjalankan solat lima waktu, menegakkan amalan sunah seperti mengaji, berzikir, dan berdoa kepada Allah SWT.

VII. PROGNOSISDubia ad bonam

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEPRESI3.1.1 Definisi DepresiDepresi merupakan salah satu gangguan mood. Gangguan mood dianggap sebagai sindrom, yang terdiri atas sekelompok tanda dan gejala bertahan selama berminggu-minggu, berbulan-bulan yang menunjukkan penyimpangan nyata fungsi habitual seseorang serta kecenderungan untuk kambuh, sering dalam bentuk periodik atau siklik.1 Pasien dengan mood terdepresi (yaitu, depresi) merasakan hilangnya energi dan minat, perasan bersalah, sulit berkonsentrasi, hilang nafsu makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri.2Episode depresi berat harus harus ada setidaknya 2 minggu dan seseorang yang didiagnosis memiliki episode depresif berat terutama juga harus mengalami empat gejala dari daftar yang mencakup perubahan berat badan dan nafsu makan, perubahan tidur dan aktivitas, tidak ada energi, rasa bersalah, masalah da;a, berpikir dan membuat keputusan, serta pikiran berulang mengenai kematian dan bunuh diri.1

3.1.2 EpidemiologiGangguan depresif berat adalah suat gangguan yang sering, dengan prevalensi seumur hidup adalah kira-kira 15 persen, kemungkinan setinggi 25 persen pada wanita. Prevalensi gangguan depresif pada wanita dua kali lebih besar dibandingkan laki-laki.2 Alasan perbedaan ini yang telah di hipotesiskan antara lain perbedaan hormonal, pengaruh kelahiran anak, stressor psikososial yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, serta model perilaku ketergantungan yang dipelajari.1 Rata-rata usia onset untuk gangguan depresi berat kira-kira 40 tahun, 50 % dari semua pasien mempunyai onset antara 20 dan 50 tahun.2 Beberapa data epidemiologi baru-baru ini menyatakan bahwa insidensi gangguan depresi berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun. Jika pengamatan tersebut benar, mungkin berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan zat-zat lain pada kelompok usia tersebut.2Pada umumnya gangguan depresi berat terjadi paling sering pada orang tua yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau berpisah. 1,2

3.1.3 Etiologi dan Patofisiologia. Faktor organobiologiHipotesis yang paling konsisten mengenai gangguan mood ini berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin biogenik. Norepinefrin dan serotonin adalah dua neurotransmitter yang paling terlibat dalam patofisiologi dalam gangguan mood.3Penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respon klinik antidepresan mungkin merupakan peran langsung system noradrenergik dalam depresi. Bukti lain yang melibatkan reseptor 2-presinaptik pada depresi, telah mengaktifkan reseptor yang mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor 2-presinaptik juga terletak pada neuron serotonergic dan mengatur pelepasan serotonin.3Aktivitas dopamine mungkin berkurang pada depresi.Penemuan subtipe baru reseptor dopamine dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik dan pascasinaptik dopamine memperkaya hubungan antara dopamine dan gangguan mood. Dua teori terbaru tentang dopamine dan depresi adalah jalur dopamine mesolimbik mungkin mengalami disfungsi pada depresi dan reseptor dopamine D1 mungkin hipoaktif pada depresi.3Aktivitas serotonin berkurang pada depresi.Serotonin bertanggung jawab untuk control regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan. Pada bebrapa penelitian ditemukan jumlah serotonin yang berkurang di celah sinaps dikatakan bertanggung jawab untuk terjadinya depresi.3b. Faktor genetikGenetik merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan mood, tetapi jalur penurunan sangat kompleks. Tidak hanya sulit untuk mengabaikan efek psikososial, tetapi juga, factor nongenetik kemungkinan juga berperan sebagai penyebab berkembangnya gangguan mood setidak-tidaknya pada beberapa orang.3Penelitian menunjukkan anak biologis dari orang tua yang terkena gangguan mood berisiko mengalami gangguan mood walaupun anak tersebut dibesarkan oleh keluarga angkat. Penelitian pada anak kembar menunjukkan anak kembar monozigot lebih besar kemungkinan mengalami gangguan depresi daripada anak kembar dizigot.3c. Faktor PsikososialPeristiwa kehidupan dan stress lingkungan, suatu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya, hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien dengan gangguan depresi berat.2Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling berhubungan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset satu episode depresi adalah kehilangan pasangan.2Beberapa artikel teoritik dan dari banyak laporan, mempermasalahkan hubungan fungsi keluarga dan onset dalam perjalanan gangguan depresi berat. Selain itu, derajat psikopatologi didalam keluarga mungkin mempengaruhi kecepatan pemulihan, kembalinya gejala dan penyesuaian pasca pemulihan.2

3.1.4 Manifestasi KlinikMood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energy adalah gejala utama dari depresi.Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan, dicampakkan, dan tidak berharga. Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan yang normal.3Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua pertiga pasien depresi, dan 10 sampai 15 persen diantaranya melakukan bunuh diri.Mereka yang dirawat di rumah sakit dengan percobaan bunuh diri mempunyai umur hidup lebih panjang dibandingkan yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi terkadang tidak menyadiari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan aktivitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya.3Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan energi dimana mereka mengalami kesulitan menyelesaikan tugas, mengalami hendaya di sekolah dan pekerjaan, dan meurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80 persen pasien mengeluh masalah tidur, khususnya terjada dini hari (terminal insomsia) dan sering terbangun di malam hari karena memikirkan masalah yang dihadapi. Kebanyakan pasien menunjukkan peningkatan atau penurunan nafsu makan demikian pula dengan bertambah dan menurunnya berat badannya serta mengalami tidur lebih lama dari biasanya.3Kecemasan adalah gejala tersering dari depresi dan menyerang 90 persen pasien depresi. Berbagai perubahan asupan makanan dan istirahat dapat menyebabkan timbulnya penyakit lain secara bersamaa, seperti diabetes, hipertensi, penyakit paru obstruksi kronik, dan penyakit jantung. Gejala lain termasuk haid yang tidak normal dan meurunnya minat serta aktivitas seksual.3Pada pemeriksaan status mental, episode depresi memperlihatkan retardasi psikomotor menyeluruh merupakan gejala yang paling umum, walaupun agitasi psikomotor juga sering ditemukan, khususnya pada pasien usia lanjut. Menggenggamkan tangan dan menarik-narik rambut merupakan gejala agitasi yang paling umum.Secara klasik, seorang pasien depresi memiiki postur yang membungkuk, tidak terdapat pergerakan yang sponta, dan pandangan mata yang putus asa dan memalingkan pandangan.Pasien depresi seringkali dibawa oleh keluarga atau teman kerjanya karenan penarikan sosial dan penurunan aktivitas secara menyeluruh.2Banyak pasien terdepresi menunjukkan suatu kecepatn dan volume bicara yang menurun, berespons terhadap pertanyaan dengan kata tunggal dan menunjukkan respons yang melambat terhadapt pertanyaan. Secara sederhana, pemeriksa mungkin harus menunggu dua atau tiga menit untuk mendapatkan suatu respons terhadap suatu pertanyaan.2Pasien terdepresi dengan waham atau halusinasi dikatakan menderita episode depresif berat dengan ciri psikotik.Waham atau halusinasi yang sesuai dengan mood terdepresi dikatan sesuai mood (mood-congruent).Waham sesuai mood pada seorang pasien terdepresi adalah waham bersalah, memalukan, tidak berguna, kemiskinan, kegagalan, kejar dan penyakit somatic terminal (sevagai contoh, kanker dan otak yang membusuk).Isi waham atau halusinasi yang tidak sesuai mood (mood-incongruent) adalah tidak sesuai dengan mood terdepresi. Pasien depresi juga memiliki pandangan negatif tentang dunia dan dirinya sendiri.2

3.1.5 Diagnosisa. Skala penilaian objektif untuk depresiSkala penilaian objektif untuk depresi dapat berguna dalam praktik klinis untuk mendapatkan dokumentasi keadaan klinis pada pasien terdepresi. Zung Self-Rating Depression Scale adalah skala pelaporan yang terdiri dari 20 pertanyaan. Skor normal adalah 34 atau kurang, skor terdepresi adalah 50 atau lebih. Skala memberikan petunjuk global tentang kekuatan (intensitas) gejala depresi pasien, termasuk ekspresi afektif dari depresi.3Raskin Depression Scale adalah skala yang dinilai oleh dokter yang mengukur keparahan depresi pasien, seperti yang dilaporkan oleh pasien dan seperti yang diamati oleh dokter, pada skala lima angka dari tiga dimensiL laporan verbal, pengungkapan perliaku, dan gejala sekunder. Skala ini memiliki rentang 3 sampai 13: normal adalah 3, dan terdepresi adalh 7 atau lebih.2Hamilton Rating Scale for Depression (HAM-D) adalah skala depresif yang digunakan secara luas yang memiliki sampai 24 nomor, masing-masingnya memiliki nilai 0 sampai 4 atau 0 sampai 2, dengan skor total ada;h 0 sampai 76. Penilaian diturunkan dari suatu wawancara klinis dengan pasien. Klinisi menilai jawaban pasien terhadap pertanyaan tentang perasaan bersalah, bunuh diri, kebiasaantidur, dan gejala depresi lainnya.2

b. Pedoman diagnosis menurut PPDGJ-III.4Pedoman diagnostik pada depresi dibagi menjadi :Semua gejala utama depresi : afek depresif kehilangan minat dan kegembiraan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah.Gejala lainnya: konsentrasi dan perhatian berkurang harga diri dan kepercayaan diri berkurang gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna pandangan masa depan yang suram dan pesimis gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri tidur terganggu nafsu makan berkurangEpisode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu dari 2 minggu.

Episode depresif ringan menurut PPDGJ III(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas(2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya(3) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu(4) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya.

Episode depresif sedang menurut PPDGJ III(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama(2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari gejala lainnya(3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu(4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusanrumah tangga.

Episode Depresif Berat dengan Tanpa Gejala Psikotik menurut PPDGJ III :(1) Semua 3 gejala utama depresi harus ada(2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat(3) Bila ada gejala penting (misalnya retardasi psikomotor) yang menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan.(4) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik menurut PPDGJ III :Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut No. 3 di atas (F.32.2) tersebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresi.Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran.Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.

3.1.6 TatalaksanaBerbagai obat dan teknik psikoterapi telah dikembangkan untuk memulihkan penderita depresi.Pada sebagian besar kasus, pengobatan penderita depresi akan paling efektif dengan mengkombinasikan pemberian obat-obatan oleh psikiater dengan pemberian psikoterapi oleh psikolog.5Semua pasien depresi harus mendapatkan psikoterapi dan beberapa memerlukan tambahan terapi fisik. Kebutuhan terapi khusus bergantung pada diagnosis, berat penyakit, umur pasien, dan respon terhadap terapi sebelumnya. Bila seseorang menderita depresi berat, maka diperlukan seorang yang dekat dan yang dipercayainya untuk membantunya selama menjalani pemeriksaan dan pengobatan depresi tersebut.Kadang seorang penderita depresi berat perlu rawat inap di rumah sakit, kadang cukup dengan pengobatan rawat jalan.5,61. Terapi psikologik.Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan, empati, pengertian, dan optimistik. Bantu pasien mengindentifikasi dan mengekspresikan hal-hal yang membuatnya prihatin dan melontarkannya. Identifikasi faktor pencetus dan bantulah untuk mengoreksinya. Bantulah memecahkan problem eksternal (misal pekerjaan) arahkan pasien terutama selama episode akut dan bila pasien tidak aktif bergerak.Terapi kognitif-perilaku dapat sangat bermanfaat pada pasien depresi ringan dan sedang. Diyakini oleh sebagian orang ketidak berdayaan yang dipelajari, depresi diterapi dengan memberikan pasien latihan keterampilan dan memberikan pengalaman-pengalaman sukses. Dari perpektif kognitif pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran negatif dan harapan-harapan negatif. Terapi ini mencegah kekambuhan.62. Terapi Fisik Pada farmakoterapi digunakan obat anti depresan, dimana anti depresan dibagi dalam beberapa golongan yaitu : Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine dan opipramol. Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan amoxapine. Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono Amine Oxsidase-A), seperti : moclobemide. Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine. Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti : sertraline, paroxetine, fluvoxamine, fluxetine dan citalopram.Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer (efek klinis) sekitar 2-4 minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24 jam serta waktu paruh sekitar 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari).3Ada lima proses dalam pengaturan dosis, yaitu:1. Initiating Dosage (dosis anjuran), untuk mencapai dosis anjuran selama minggu I. Misalnya amytriptylin 25 mg/hari pada hari I dan II, 50 mg/hari pada hari III dan IV, 100 mg/hari pada hari V dan VI. 2. Titrating Dosage (dosis optimal), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis efektif kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari selama 7 sampai 15 hari (miggu II), kemudian minggu III 200 mg/hari dan minggu IV 300 mg/hari. 3. Stabilizing Dosage (dosis stabil), dosis optimal dipertahankan selama 2-3 bulan. Misalnya amytriptylin 300 mg/hari (dosis optimal) kemudian diturunkan sampai dosis pemeliharaan. 4. Maintining Dosage (dosis pemeliharaan), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis pemeliharaan dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari. 5. Tapering Dosage (dosis penurunan), selama 1 bulan. Kebalikan dari initiating dosage. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari 100 mg/hari selama 1 minggu, 100 mg/hari 75 mg/hari selama 1 minggu, 75 mg/hari 50 mg/hari selama 1 minggu, 50 mg/hari 25 mg/hari selama 1 minggu. Dengan demikian obat anti depresan dapat diberhentikan total. Kalau kemudian sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya.Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose one hour before sleep), untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan. Pemberian obat anti depresi dapat dilakukan dalam jangka panjang oleh karena addiction potential-nya sangat minimal.

Efek Samping obat anti depresi adalah:5 Tricyclic antidepressants.Obat-obatan yang termasuk kedalam kelompok ini (misal Amitryptiline) sudah dipakai bertahun tahun dan telah terbukti tidak kalah manjur dibandingkan dengan obat anti depresi yang lebih baru. Hanya saja, karena banyaknya dan lebih kerasnya efek samping obat, maka obat tricyclic antidepressant biasanya tidak diberikan sebelum obat jenis SSRI dicoba dan tidak berhasil mengobati depresi. Efek samping obat ini antara lain: penglihatan kabur, mulut kering, gangguan buang air besar dan gangguan kencing, detak jantung cepat dan bingung. Obat jenis ini juga sering menyebabkan penambahan berat badan.5 Tetracyclic.Obat-obatan yang termasuk kedalam kelompok ini misalnya Maproptiline (Ludiomil) efek sampingnya seperti TCA; efek samping otonomik, kardiologik relatif lebih kecil, efek sedasi lebih kuat diberikan pada pasien yang kondisinya kurang tahan terhadap efek otonomik dan kardiologik (usia lanjut) dan sindrom depresi dengan gejala anxietas dan insomnia yang menonjol.6 Selective serotonine reuptake inhibitors (SSRI).Banyak dokter yang memulai pengobatan depresi dengan SSRI. Efek samping yang paling sering adalah menurunnya dorongan seksual dan sulitnya mencapai orgasme. Berbagai efek samping lainnya biasanya menghilang sejalan dengan penyesuaian tubuh terhadap obat-obatan tersebut. Beberapa efek samping SSRI yang sering adalah: sakit kepala, sulit tidur, gangguan pencernaan, dan resah/ gelisah.5 Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs).Obat obatan dalam kelompok ini biasanya merupakan pilihan terakhir bila obat dari kelompok lain sudah tidak mempan mengobati depresi. Obat obatan dalam kelompok ini bisa menimbulkan efek samping yang serius, bahkan bisa menyebabkan kematian. Obat MAOIs memerlukan diet ketat karena bila berinteraksi dengan makanan seperti keju, acar mentimun (pickles) dan anggur, serta obat anti pilek (decongestant) dapat berakibat fatal. Selegiline (Emsam) merupakan obat jenis terbaru dalam kelompok ini yang memakainya tidak dengan diminum, cukup dengan ditempelkan di kulit. Obat selegiline mempunyai lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan obat MAOIs lainnya.5 Atypical antidepressantMerupakan obat anti depresi yang tidak bisa dimasukkan kedalam kelompok obat lainnya. Pada beberapa kasus, obat tersebut dikombinasikan untuk mengurangi efeknya terhadap tidur. Obat terbaru dalam kategori ini adalah vilazodone (Vibryd). Obat vilazidone mempunyai efek samping kecil terhadap dorongan seksual. Beberapa efek samping dari vilazodone yang sering muncul adalah: mual, muntah, mencret dan sulit tidur.5 Obat obatan lainnya.Dokter mungkin mengobati depresi dengan obat obat lainnya, misalnya dengan obat stimulant, obat untuk menstabilkan suasana hati (mood), obat anti cemas/ anxiety, dan obat anti psikotik. Pada beberapa kasus, dokter mungkin mengkombinasikan beberapa obat agar dihasilkan efek yang optimal. Strategi ini dikenal sebagai augmentation (penguatan/ tambahan).5Kegagalan terapiKegagalan terapi pada umumnya disebabkan: Kepatuhan pasien menggunakan obta (compliance), yang dapat hilang oleh karena adanya efek samping, perlu diberikan edukasi dan informasi Pengaturan dosis obat belum adekuat Tidak cukup lama mempertahankan pada dosis minimal Dalam menilai efek obat terpengaruh oleh presepsi pasien yang tendensi negative, sehingga penilaian menjadi bias.KontraindikasiKontraindikasi obat anti depresan yaitu: Penyakit jantung koroner, MCI, khususnya pada usia lanjut Galukoma, retensi urin, hipertofi prostat, gangguan fungsi hati, epilepsi Pada penggunaan obat lithium, kelainan fungsi jantung, ginjal dan kelenjar tiroid

3. Terapi ElektokonvulsifTerapi Elektokonvulsif (ECT) digunakan untuk mengatasi depresi berat, terutama pada penderita :7a. Gangguan jiwa psikotikb. Yang mengancam akan bunuh diric. Yang dapat memperberat penyakitnya, misal tidak mau makanTerapi ini biasanya sangat efektif dan bisa segera meringankan depresi.Teknik terapi ini adalah dengan memasang elektroda dikulit kepala, lalu diberi aliran listrik untuk merangsang peningkatan arus listrik didalam otak.Efek kejang yang timbul dapat membuat depresinya berkurang, kemungkinan kejang buatan ini memutus atau mengacaukan sambungan aliran impuls depresi diotak.ECT bisa menyebakan hilangnya ingatan untuk sementara waktu. Pengobatan denga ECT dilakukan sebanyak 5-7 kali, aliran listrik bisa menimbulkan efek kontraksi otot dan nyeri, karena itu penderita dibius total selama pengobatan ECT.7

BAB IVANALISIS KASUS

Tn.UK, laki-laki, berusia 68 tahun, dikonsulkan ke bagian poliklinik Psikiatri RSMH Palembang dikarenakan gelisah dan tidak bisa diam di tempat tidur. Wawancara dilakukan pada hari Jumat, 16 April 2015, pukul 09.45 WIB di RSMH Palembang. Penampilan Os dengan tangannya diikat di tempat tidur karena terus gelisah sehingga membuat selang trakeostomi berdarah. Wawancara dilakukan pemeriksa dan Os yang berbaring di atas tempat tidur. Wawancara dilakukan dalam bahasa Palembang dan bahasa Indonesia.Sejak 2 tahun yang lalu, pasien mengeluh suara serak. Keluhan semakin hari semakin bertambah. Pasien kemudian berobat ke dokter. Sejak 1 tahun yang lalu, pasien mengeluh ada benjolan di tenggorokan. hidung rasa tersumbat (-), ingus keluar dari lubang hidung (-), sering mimisan dan ingus bercampur darah disangkal. riwayat pernah keluar air dan nyeri telinga sebelumnya juga disangkal oleh pasien. Benjolan dirasakan semakin lama semakin bertambah. Pasien kemudian dibawa berobat ke dokter dan didiagnosis menderita kanker laring. Pasien sering mengeluh sesak napas. Dilakukan pemasangan trakeostomi pada pasien.Sejak 2 minggu yang lalu, pasien dibawa berobat karena selang yang dipasang di trakea sering berdarah. Pasien dirujuk ke Rumah Sakit Moh. Hoesin Palembang.Sejak 3 hari yang lalu, pasien sering gelisah dan tidak bisa diam di tempat tidur sehingga selang yang dipasang di trakea berdarah. Kedua tangan pasien diikat agar pasien tetap beristirahat di tempat tidur, namun pasien memberontak tidak mau diikat. Pasien mengisyaratkan bahwa pasien tidak sakit jiwa dan ingin ikatan di kedua tangan dilepas. Nafsu makan pasien berkurang dan terkadang pasien sulit tidur. Riwayat sering berbicara sendiri, mudah curiga, sering marah, mendengar bisikan, mengamuk dan muncul keinginan untuk bunuh diri disangkal.Dari riwayat premorbid tidak ditemukan adanya perubahan perilaku, os masih bersosialisasi. Dari autoanamnesis diperoleh yakni kesadaran os kompos mentis, perhatian os baik, ekspresi fasial echt, verbalisasi jelas, dan kontak mata ada, daya ingat baik, orientasi tempat, waktu, dan orang baik, diskriminatif insight baik, tidak ada rasa dendam, dan perhatian yang adekuat.Pada status internus terdapat kelainan pada os berupa kanker laring. Pada status neurologikus semua dalam batas normal.Pada status psikiatrikus pada keadaan umum didapatkan kesadaran kompos mentis, perhatian adekuat, sikap kooperatif, inisiatif ada, tingkah laku motorik normoaktif, ekspresi fasial wajar, verbalisasi jelas, cara bicara lancar, ada kontak fisik, mata, dan verbal. Pada keadaan khusus ditemukan afek hipotimik, hidup emosi labil, pengendalian terkendali, adekuat, echt, skala diferensiasi normal, einfuhlung bisa dirabarasakan, arus emosi normal. Keadaan dan fungsi intelek semua dalam batas normal. Tidak ditemukan kelainan sensasi dan persepsi. Keadaan proses berpikir, isi pikiran, pemilikan pikiran, bentuk pikiran, keadaan dorongan instinktual dan perbuatan dalam batas normal. RTA tidak terganggu.Berdasarkan alloanamnesa dan autoanamnesa didapatkan adanya gejala klinis berupa gelisah dan perubahan prilaku seperti perubahan tidur, iritabilitas, kurang bersemangat. Pasien juga merasa kesal dan marah atas apa yang terjadi pada dirinya. Pasien juga tidak suka diikat namun pasien tidak dapat tenang.Pasien juga merasa stress terhaap penyakit yang dideritanya. Keadaaan ini menimbulkan distres bagi pasien dan keluarganya, pasien menjadi gelisah dan tidak bisa diam, sedih, tidur terganggu, nafsu makan berkurang, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan jiwa. Berdasarkan pemeriksaan status mental tidak didapatkan halusinasi dan waham sehingga dikategorikan Gangguan jiwa non psikotik. Pada riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status interna dan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan yang mengindikasi gangguan medis umum yang menimbulkan gangguan fungsi otak serta dapat mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita pasien saat ini, sehingga diagnosa Gangguan mental dapat disingkirkan dan didiagnosa Gangguan Jiwa Non Psikotik Non-organik.Dari autoanamnesa dan pemeriksaan pada status mental ditemukan adanya gejala gelisah dan sedih akan penyakit yang dideritanya. Pasien juga mengalami insomnia, nafsu makan menurun. Pada pasien juga ditemukan afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan dan berkurangnya energi / rasa lelah yang nyata dan menurunnya aktivitas. Serta gejala lainnya seperti harga diri dan kepercayaan diri berkurang, pandangan akan masa depan yang suram dan tidak berguna, tidur terganggu, serta nafsu makan terganggu. Gejala tersebut dirasakan kurang dari dua minggu terakhir. Maka berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) di diagnosa dengan Episode Depresif Sedang (F32.1).Berdasarkan PPDGJ III dapat ditegakkan diagnosis Aksis I F 32.1 Episode Depresif Sedang. Aksis II tidak ada diagnosis, Aksis III kanker laring, Aksis IV masalah kesehatan berupa kanker laring dan Aksis V GAF Scale 50-41.Depresi adalah keadaan emosional yang ditunjukkan dengan kesedihan, berkecil hati, perasaan bersalah, penurunan harga diri, ketidakberdayaan dan keputusasaan. Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III), gejala utama episode depresif adalah Afek depresif Kehilangan minat dan kegembiraan, dan Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.Depresi juga mempunyai gejala lainnya antara lain Konsentrasi dan perhatian berkurang; Harga diri dan kepercayaan diri berkurang; Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna; Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis; Gagasan dan perbuatan membahayakan diri atau bunuh iri; Tidur terganggu; Nafsu makan berkurang.Pada pasien ini terdapat gejala utama berupa afek depresif, berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah. Pasien juga merasa kesal dan marah atas apa yang terjadi pada dirinya. Pasien juga tidak suka diikat namun pasien tidak dapat tenang. Pasien juga merasa stress terhadap penyakit yang dideritanya, pasien gelisah dan tidak bisa diam, kehilangan minat dan kegembiraan dan berkurangnya energi / rasa lelah yang nyata dan menurunnya aktivitas. Serta gejala lainnya seperti harga diri dan kepercayaan diri berkurang, pandangan akan masa depan yang suram dan tidak berguna, tidur terganggu, serta nafsu makan terganggu. Serta ditambah gejala lain berupa kesulitan untuk tidur, nafsu makan yang berkurang, seluruh episode berlangsung lebih kurang 2 minggu. Gejala tersebut mendukung untuk ditegakkannya diagnosis episode depresif ringan.Gangguan depresi pada penderita kanker dapat timbul akibat berbagai faktor baik internal maupun eksternal, seperti dukungan keluarga yang kurang, adanya halangan bagi penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari serta halangan untuk berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini juga bisa disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti adanya perasaan menolak kenyataan mengenai penyakitnya, merasa penyakit yang diderita tidak sembuh-sembuh, penggunaan alat bantu tambahan (trakeostomi) yang terasa tidak nyaman sehingga dapat memicu adanya perasaan rendah diri. Keadaan inilah yang membuat pasien menjadi depresi.Terapi yang akan diberikan pada pasien ini yakni meliputi psikofarmaka, psikoterapi serta sosioterapi. Psikofarmaka berupa antidepresan, antiansietas, dan antipsikotik. Pemilihan antidepresan didasari oleh keadaan fisik os. Maka obat yang dipilih adalah Maprotiline HCL dengan dosis 1x2,5 mg, yang diindikasikan pada pasien dengan depresi endogen. Pada os ditemukan gejala berupa perburukan depresi di pagi hari, retardasi psikomotorik (agitasi), anoreksia yang signifikan, rasa bersalah yang berlebihan dan tidak sesuai. Selanjutnya pada pasien ini ditemukan gejala berupa perasaan tidak nyaman, pasien gelisah, dan tidak bisa diam, maka diberikan antiansietas golongan Benzidiazepine, yaitu Lorazepam 1x1 mg. Obat ini terserap dengan baik secara per oral dengan waktu paruh 6-12 jam. Psikoterapi berupa suportif, kognitif, keluarga, dan religius. Diantaranya yaitu memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi masalah, memotivasi pasien agar meminum obat secara teratur, menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat cara berpikir yang salah, mengatasi perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang dihadapi, memberikan penyuluhan bersama dengan pasien yang diharapkan keluarga dapat membantu dan mendukung kesembuhan pasien, dan memotivasi pasien untuk rutin beribadah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb Ja. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatri. 9th ed. Philadelpia: Lippincott William & Wilkins: 2003 2. Kaplan HI, BJ Sadock, JA Grebb. Sinopsis Psikiatri. Jilid 1, Jakarta Barat: Bina Rupa Aksara,2012. Hal: 813-8163. Psikiatri UI4. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK-Unika Atmajaya: Jakarta; 2001.5. Jiwo T. Pusat Pemulihan dan Pelatihan Penderita Gangguan Jiwa.6. Tomb DA, Buku Saku Psikiatri.Edisi 6, Cetakan 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004. Hal : 47-637. Junaldi I. Anomali Jiwa. Dalam: Gangguan Kecemasan. Edisi 1. Yogyakarta:Percetakan Andi, 2012. Hal:124-141