(Isi) Manajemen Konflik Dan Negosiasi

25
BAB I PENDAHULUAN Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Penyelesaian konflik bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan cara negosiasi. Negosiasi biasanya dilakukan untuk mendapat jalan tengah dalam sebuah kasus agar keadaan bisa.

description

manajemen konflik dan negosiasi

Transcript of (Isi) Manajemen Konflik Dan Negosiasi

BAB IPENDAHULUAN

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.Penyelesaian konflik bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan cara negosiasi. Negosiasi biasanya dilakukan untuk mendapat jalan tengah dalam sebuah kasus agar keadaan bisa.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Konflik dan Negosiasi Dalam Organisasi2.1.1 Pengertian KonflikPluralisme atau keaneka-ragaman merupakan realitas hidup dalam bermasyarakat. Bermacam-macam kelompok sosial, organisasi, badan-badan pemerintah, usaha-usaha swasta, perkumpulan, dan gerakan-gerakan sosial, masing-masing mempunyai interest, tujuan dan daerah operasi sendiri-sendiri.Dalam keberadaan bersama dan kehidupan bermasyarakat dengan orang lain, friksi atau gesekan, perselisihan, tabrakan, pertikaian dan konflik itu merupakan bagian hakiki dari kehidupan. Oleh karena itu juga menjadi bagian dari manajemen atau kepemimpinan. Konflik berasal dari bahasa Latin Confligo, yang terdiri dari dua kata, yakni con, yang berarti bersama-sama dan fligo, yang berarti pemogokan, penghancuran atau peremukan. Kata ini diserap oleh bahasa Inggris (dalam, Webster, 1974 : 213), menjadi Conflict yang berarti a fight, struggle, a controversy, a quarrel, active opposition, hostility (pertarungan, perebutan kekuasaan, persengketaan, perselisihan, perlawanan yang aktif, permusuhan). Casell Concise English Dictionary (1989), mendefinisikan konflik sebagai a fight, a collision; a struggle, a contest; opposotion of interest, opinions or purposes; mental strife, agony. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1976 : 519), kata "konflik" berarti "pertentangan" atau "percekcokan". Konflik atau pertentangan bisa terjadi pada diri seseorang (konflik internal) ataupun di dalam kalangan yang lebih luas. Dalam organisasi istilahnya menjadi "konflik organisasi" (organizational conflict).Konflik menurut Robbins, adalah suatu proses yang dimulai apabila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau akan segera mempengaruhi secara negatif pihak lain, dan Alabenes dalam Nimran (1996) mengartikan konflik sebagai kondisi yang dipersepsikan ada diantara pihak-pihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuaian antara tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain. Dari kedua definisi ini dapat disimpulkan bahwa konflik bahwa konflik itu adalah proses itu adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya. Jadi jika suatu keadaan tidak dirasakan sebagai konflik maka pada dasarnya konflik itu tidak ada. Begitu juga sebaliknya, dan juga Konflik merupakan sesuatu yang hampir tidak mungkin bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Selama masyarakat masih memiliki kepentingan, kehendak, serta cita-cita, konflik senantiasa mengikuti, Oleh karena dalam upaya untuk mewujudkan apa yang mereka inginkan pastilah ada hambatan-hambatan yang menghalangi, dan halangan tersebut harus disingkirkan. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi benturan-benturan kepentingan antara individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Jika hal ini terjadi, maka konflik merupakan sesuatu yang niscaya terjadi dalam masyarakat.Robbin (2007) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:- Pandangan tradisional (The Traditional View) Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang-orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.

- Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View)Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.

- Pandangan interaksionis (The Interactionist View)Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis diri, dan kreatif.

2.1.2 Perkembangan Pemikiran Tentang Konflik

1. Pandangan TradisionalBerpandangan bahwa semua konflik itu berbahaya dan harus dihindari. Pandangan ini sejalan dengan sikap yang dianut banyak orang menyangkut perilaku kelompok tahun 1930-an dan 1940-an. Konflik dipandang sebagai akibat disfungsional dari komunikasi yang buruk, tidak adanya keterbukaan dan kepercayaan antar anggota, serta ketidakmampuan para manager untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan mereka.Ini merupakan pandangan sederhana. Karena semua konflik harus dihindari, kita hanya perlu mengarahkan perhatian pada sebab-sebab konflik serta mengkoreksi malfungsi ini untuk memperbaiki kinerja kelompok dan organisasi.

2. Pandangan Hubungan ManusiaPandangan ini berpendapat bahwa konflik adalah kejadian alamiah dalam semua kelompok dan organisasi. Karena konflik tak terhindarkan, mazhab hubungan manusia mendorong kita untuk menerima keberadaan konflik.pandangan hubungan manusia ini mendominasi teori konflik dari akhir tahun 1940-an sampai pertengahan tahun 1970-an.

3. Pandangan InteraksionisPandangan ini mendorong munculnya konflik dengan dasar pemikiran bahwa sebuah kelompok yang harmonis, damai, tenang, dan kooperatif biasanya menjadi statis, apatis, serta tidak tanggap terhadap perlunya perubahandan inovasi. Pandangan ini tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa semua konflik adalah baik. Terdapat dua kategori konflik, yaitu:

a. Konflik fungsional, yaitu konflik yang mendukung tujuan kelompok dan meningkatkan kinerjanya.b. Konflik disfungsional, yaitu konflik yang menghambat kinerja kelompok.Secara spesifik, ada tiga tipe konflik:a. Konflik tugas, yaitu berhubungan dengan muatan dan tujuan pekerjaan.b. Konflik hubungan, yaitu berfokus pada hubungan antarpersonal.c. Konflik proses, berhubungan dengan bagaimana suatu pekerjaan dilaksanakan.

2.1.3 Sumber-Sumber Konflik Secara UmumSegala bentuk konflik pasti memiliki sumber tertentu, berikut ini adalah sumber-sumber terjadinya konflik secara umum:- Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

- Perbedaan latar belakang kebudayaanSeseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.- Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.- Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

2.1.4 Sumber-Sumber Konflik Dalam OrganisasiSumber konflik dalam organisasi dapat ditelusuri melalui Konflik dalam diri individu (intrapersonal conflict), Konflik antarindividu (Interpersonal conflict), Konflik antarkelompok (Intergroup conflict), ataupun Konflik antar individu dengan kelompok.

Faktor-faktor yang menyebabkan sebuah konflik dalam organisasi:1. Komunikasi: pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti atau informasi yang mendua dan tidak lengkap serta gaya individu manajer yang tidak konsisten. 2. Struktur: Pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingan- kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok- kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka. 3. Pribadi: ketidaksesuaian tujuan atau nilai- nilai social pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka dan perbedaan dalam nilai- nilai atau persepsi.

4. Kelangkaan sumber daya dan dana yang langka. Hal ini karena suatu individu atau organisasi yang memiliki sumber daya dan dana yang terbatas. 5. Saling ketergantungan pekerjaan. 6. Ketergantungan pekerjaan satu arah. Berbeda dengan sebelumnya, ketergantungan pekerjaan satu arah berarti bahwa keseimbangan kekuasaan telah bergeser, konflik pasti lebih tinggi karena unit yang dominan mempunyai dorongan yang sedikit saja untuk bekerja sama dengan unit yang berada di bawahnya. 7. Ketidakjelasan tanggung jawab atau yurisdiksi. Dalam hal tertentu, pada dasarnya orang memang tidak ingin bertanggung jawab, terlebih mengenai hal- hal yang berakibat tidak atau kurang menguntungkan. Apabila hal ini menyangkut beberapa pihak dan masing- masing tidak mau bertanggung jawab maka kejadian seperti ini dapat menimbulkan konflik. 8. Ketidakterbukaan terhadap satu sama lain9. Ketidaksalingpercaya antara satu orang dengan orang lain dalam organisasi.10. Ketidakjelasan pola pengambilan keputusan, pola pendelegasian wewenang, mekanisme kerja dan pembagian tugas. 11. Kelompok pimpinan tidak responsitif terhadap kebutuhan dan aspirasi para bawahannya. 12. Adanya asumsi bahwa dalam organisasi terdapat berbagai kepentingan yang diperkirakan tidak dapat atau sulit diserasikan.

2.1.5 Jenis- Jenis Konflik

Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi, yaitu:

1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya. 2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama. Hal ini sering disebabkan oleh perbedaan- perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari adanya konflik antar peranan seperti antara manajer dan bawahan. 3. Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka, seperti seorang individu dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma- norma kelompok. 4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama. Karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok. 5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, harga- harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya yang lebih efisien.

2.1.6 Model KonflikPerkembangan sebuah model konflik berguna untuk konflik keorganisasian. Pertama-tama yang diperlukan adalah mengidentifikasi sumber-sumber konflik, dan kemudian mempelajari tahapan-tahapan perkembangan konflik tipikal. Model konflik memberikan banyak petunjuk tentang bagaimana cara mengendalikan dan mengelola konflik di dalam suatu organisasi. Menurut Nuraeni dan Satari (2005), konflik merupakan sebuah proses yang terdiri dari lima macam episode sekuensial atau tahapan-tahapan berikut ini:

Tahapan 1: Konflik LatenPada tahapan pertama, tidak terdapat adanya konflik terbuka, tetapi potensi untuk munculnya konflik ada, walaupun ia bersifat laten. Konflik keorganisasian muncul karena diferensiasi vertikal dan horizontal menyebabkan timbulnya berbagai macam subunit keorganisasian, dengan tujuan-tujuan yang berbeda-beda, dan seringkali muncul pula persepsi-persepsi berbeda tentang bagaimana cara terbaik untuk melaksanakan upaya pencapaian tujan-tujuan tersebut.

Tahapan 2: Konflik yang DipersepsiTahapan kedua ini diawali dengan situasi di mana sebuah subunit atau kelompok kepentingan tertentu merasa bahwa tujuan-tujuannya terbengkalai yang disebabkan oleh tindakan-tindakan kelompok lain. Pada tahapan ini masing-masing subunit mulai merumuskan mengapa konflik tersebut muncul, dan mulai menganalisis kejadian-kejadian yang menyebabkan timbulnya konflik tersebut. Masing-masing mencari akar konflik, dan mulai mengkonstruksi sebuah skenario yang mengungkapkan problem-problem yang dialaminya dengan subunit-subunit lainnya.

Tahapan 3: Konflik yang DirasakanPada tahapan ini, subunit-subunit yang terlibat dalam konflik, dengan cepatnya mengembangkan suatu reaksi emosional terhadap satu sama lain. Sewaktu konflik makin meningkat, maka kerja sama antara subunit-subunit menyusut dan efektivitas keorganisasian juga menyusut.

Tahapan 4: Konflik TermanifestasiPada tahapan keempat, sebuah subunit mulai menyerang subunit lain dengan jalan menghalangi tujuannya. Konflik termanifestasi dapat bermacam-macam bentuk. Hal yang bersifat umum adalah agresi terbuka antar orang-orang dan kelompok-kelompok. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa dengan timbulnya konflik termanifestasi maka efektivitas keorganisasian akan menyusut, karena koordinasi dan integrasi antara para manajer dan subunit-subunit menjadi porak poranda.

Tahapan 5: Konflik Sesudah PenyelesaianTahap ini adalah fase sesudah konflik diolah. Bila konflik dapat diselesaikan dengan baik hasilnya berpengaruh baik pada organisasi (fungsional) atau sebaliknya (disfungsional).

2.1.7 Akibat konflikHasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut:- Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.- Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.- Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.- Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.- Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

2.1.8 Cara-Cara Pemecahan konflikUsaha manusia untuk meredakan pertikaian atau konflik dalam mencapai kestabilan dinamakan akomodasi. Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling menyesuaikan diri pada keadaan tersebut dengan cara bekerja sama. Bentuk-bentuk akomodasi:

- AbitrasiSuatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.- MediasiPenghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat. Contoh: PBB membantu menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.- KonsiliasiUsaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama. Misalnya: Panitia tetap penyelesaikan perburuhan yang dibentuk Departemen Tenaga Kerja. Bertugas menyelesaikan persoalan upah, jam kerja, kesejahteraan buruh, hari-hari libur, dan lain-lain.- StalemateKeadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai contoh: adu senjata antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa Perang dingin.- Adjudication (Ajudikasi)Penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.- KoersiSuatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan. Hal ini terjadi disebabkan salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah sekali bila dibandingkan dengan pihak lawan. Contohnya: perbudakan.

- KompromiSuatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat masing-masing mengurangi tuntutannya agar dicapai suatu penyelesaian terhadap suatu konflik yang ada. Sikap untuk dapat melaksanakan compromise adalah sikap untuk bersedia merasakan dan mengerti keadaan pihak lain. Contohnya: kompromi antara sejumlah partai politik untuk berbagi kekuasaan sesuai dengan suara yang diperoleh masing-masing.

2.2 Negosiasi2.2.1 Pengertian NegosiasiNegosiasi adalah sesuatu yang kita lakukan setiap saat dan terjadi hampir di setiap aspek kehidupan kita. Selain itu negosiasi adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik atau perbedaan kepentingan. Kita memperoleh apa yang kita inginkan melalui negosiasi. Negosiasi terjadi ketika kita melihat bahwa orang lain memiliki atau menguasai sesuatu yang kita inginkan. Tetapi sekedar menginginkan tidak cukup.Kita harus melakukan negosiasi untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dari pihak lain yang memilikinya dan yang juga mempunyai keinginan atas sesuatu yang kita miliki. Sedangkan agar negosiasi dapat terjadi dengan sukses, kita harus juga bersiap untuk memberikan atau merelakan sesuatu yang bernilai yang dapat kita tukar dengan sesuatu yang kita inginkan tersebut.Dalam buku Teach Yourself Negotiating, karangan Phil Baguley, dijelaskan tentang definisi negosiasi yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang.

2.2.2 Karateristik NegosiasiSedangkan negosiasi memiliki sejumlah karakteristik utama, yaitu:1. Senantiasa melibatkan orang baik sebagai individual, perwakilan organisasi atau perusahaan, sendiri atau dalam kelompok;2. Memiliki ancaman terjadinya atau di dalamnya mengandung konflik yang terjadi mulai dari awal sampai terjadi kesepakatan dalam akhir negosiasi;3. Menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu baik berupa tawar menawar (bargain) maupun tukar menukar (barter)4. Hampir selalu berbentuk tatap-muka yang menggunakan bahasa lisan, gerak tubuh maupun ekspresi wajah;5. Negosiasi biasanya menyangkut hal-hal di masa depan atau sesuatu yang belum terjadi dan kita inginkan terjadi;6. Ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh kedua belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak sepakat untuk tidak sepakat.2.2.3 Tipe-Tipe Negosiasi dan Proses NegosiasiDapat dibedakan dua tipe negosiasi, yaitu : distributive negotiation dan integrative negotiation (Kreitner & Kinicki, 2001 : p.466). Distributive negotiation biasanya menyangkut kepentingan yang sama dari pihak yang bernegosiasi, di mana keuntungan satu pihak adalah kerugian pihak lain. Dasar negosiasi adalah Win-lose thinking: what is good for the other side must be bad for us.Integrative atau valueadded negotiation lebih mengarah kepada progressive win-win stragegy. Dalam tipe negosiasi ini team-team negosiasi yang terlatih baik dapat mencapai hasil yang memuaskan bagi kedua belah pihak. Keberhasilan integrative negotiation sangat tergantung kepada kualitas dari informasi yang dipertukarkan. Kebohongan, menyembunyikan data-data kunci dan taktik-taktik negosiasi yang tidak etis dapat merongrong kepercayaan dan niat baik yang sangat penting dalam win-win negotiation, yang dapat berakibat gagalnya penyelesaian masalah melalui negosiasi.- Negosiasi Distributif

Adalah negosiasi yang berusaha membagi sumber daya yang jumlahnya tetap; situasi menang-kalah. Contoh yang lebih halus mengenai tawar menawar distributif, yaitu: kebiasaan polisi baik dan polisi jahat di mana salah seorang perunding bersikap ramah dan akomodatif sementara yang lain berpendirian sekeras baja. Tim-tim negosiasi yang menggunakan taktik ini ketika melakukan tawar menawar distributif mendapatkan penyelesaian yang lebih baik daripada tim yang tidak menggunakan taktik polisi baik-polisi jahat (Brodt dan Tuchinsky, 2000). Kebiasaan polisi baik-polisi jahat hanya berhasil ketika perunding positif mengikuti aturan main yang dibuat perunding negatif. Karena perunding positif kelihatan jauh lebih akomodatif dan disukai bila mengikuti syarat-syarat perunding negatif.Taktik tawar menawar distributif yang lain adalah menyampaikan tenggang waktu. Misalnya, Hadi adalah manajer SDM. Ia sedang bernegosiasi dengan Wibowo mengenai gaji yang akan diberikan kepada Wibowo. Karena Wibowo mengetahui perusahaan sangat membutuhkannya, ia memanfaatkan hal tersebut dengan meminta gaji dan tunjangan tinggi. Hadi memberitahu Wibowo bahwa perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan Wibowo. Kemudian Wibowo memberitahu Hadi bahwa akan mempertimbangkan hal tersebut. Khawatir perusahaan akan melepaskan Wibowo ke pesaing, Hadi memutuskan untuk memberitahu bahwa ia sedang dikejar waktu dan perlu segera mencapai kesepakatan dengannya atau menawarkan posisi ini kepada orang lain. Disini Hadi merupakan perunding yang cerdik karena menyampaikan tenggang waktu mempercepat konsesi dari lawan rundingnya dengan memaksa mereka untuk mempertimbangkan kembali posisi mereka.

- Negosiasi Integratif

Merupakan negosiasi yang mencari satu penyelesaian atau lebih yang dapat menciptakan solusi win-win atau saling menguntungkan. Dalam lingkungan intraorganisasi tawar menawar ini lebih dipilih ketimbang tawar menawar distributif karena tawar menawar integratif lebih menjaga hubungan jangka panjang. Kita jarang melihat tawar menawar integratif dalam organisasi karena adanya syarat-syarat yang dibutuhkan agar negosiasi ini berjalan. Syarat-syarat tersebut meliputi pihak-pihak yang terbuka pada informasi dan jujur dengan kepentingan mereka, kepekaan kedua belah pihak terhadap kebutuhan pihak lain, kemampuan untuk saling percaya, dan kesediaan kedua belah pihak untuk menjaga fleksibilitas.

Ada beberapa cara untuk mencapai hasil yang lebih integratif, yaitu:- Melakukan tawar menawar dalam tim untuk mencapai kesepakatan lebih integratif daripada mereka yang melakukan tawar menawar secara individual.- Mengajukan lebih banyak persoalan di meja perundingan.- Kompromi, sebab kompromi bisa menjadi musuh terburuk dalam menegosiasikan kesepakatan yang saling menguntungkan.

Proses Negosiasi

Tahapan dalam proses negosiasi, yaitu:- Persiapan dan perencanaan - Penentuan aturan dasar - Klarifikasi dan justifikasi - Tawar menawar dan pemecahan masalah- Penutupan dan implementasi

BAB IIIKESIMPULAN

Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.Negosiasi adalah sesuatu yang kita lakukan setiap saat dan terjadi hampir di setiap aspek kehidupan kita. Selain itu negosiasi adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik atau perbedaan kepentingan.Dalam banyak hal, negosiasi justru tidak terselesaikan di meja perundingan atau meja rapat formal, tetapi justru dalam suasana yang lebih informal dan relaks, di mana kedua pihak berbicara dengan hati dan memanfaatkan sisi kemanusiaan pihak lainnya. Karena pada dasarnya selain hal-hal formal yang ada dalam proses negosiasi, setiap manusia memiliki keinginan, hasrat, perasaan, nilai-nilai dan keyakinan yang menjadi dasar bagi setiap langkah pengambilan keputusan yang dilakukannya

DAFTAR PUSTAKA

http://mahendut.blogspot.com/2010/12/konflik-dan-negosiasi.html http://id.wikipedia.org/wiki/Konflikhttp://ikaribajuwanita.files.wordpress.comhttp://queenaya-84.blogspot.comhttp://marwanhkm.wordpress.com/2012/05/02/makalah-prilaku-organisasi-konflik-dan-negoisasiBrooks, W. Speech communication. 2an ed. Dubuque, Brown, 1975.Cohen, H. You can negotiate anything. Secaucus, Lyle Stuart, 1980.Fisher, R. and W. Ury. Getting to yes. London, Hutchinson,1983.Monroe, A, and D. Ehninger. Principles and types of speech. 6th ed. Glenview; Scott, Foresman, 1967.Nierenberg, G. The Art of negotiating. New York, Simon and Schuster, 1976.Pinnells, J. Writing: Process and structure. New York Harper, 1988.United Nations Conference on Trade and Development. Handbook on the acquisition of technology by developing countries. New York, UNCTAD, 1978.