isi lapsus hipermetropi tria.docx

21
PENDAHULUAN Hipermetropi merupakan kelainan refraksi, dimana dalam keadaan mata beristirahat (tanpa akomodasi), semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda pada jarak tak terhingga, dibiaskan dibelakang retina, dan sinar divergen, yang datang dari benda-benda pada jarak dekat, dibiaskan dengan lebih jauh lagi dibelakang retina. 1,2 Keadaan ini dapat disebabkan oleh penurunan pada panjang sumbu (hipermetropi aksial), seperti yang terjadi pada kelainan kongenital tertentu, atau penurunan indeks refraktif (hipermetropi refraktif) seperti pada kasus afakia. Selain disebabkan oleh kedua hal tersebut diatas, hipermetropi dapat disebabkan oleh kurangnya kelengkungan kornea ataupun lensa sehingga bayangan difokuskan dibelakang retina, keadaan ini dikenal dengan istilah hipermetropi kurvatur. 3,4 1

Transcript of isi lapsus hipermetropi tria.docx

Page 1: isi lapsus hipermetropi tria.docx

PENDAHULUAN

Hipermetropi merupakan kelainan refraksi, dimana dalam keadaan mata

beristirahat (tanpa akomodasi), semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda

pada jarak tak terhingga, dibiaskan dibelakang retina, dan sinar divergen, yang

datang dari benda-benda pada jarak dekat, dibiaskan dengan lebih jauh lagi

dibelakang retina.1,2

Keadaan ini dapat disebabkan oleh penurunan pada panjang sumbu

(hipermetropi aksial), seperti yang terjadi pada kelainan kongenital tertentu, atau

penurunan indeks refraktif (hipermetropi refraktif) seperti pada kasus afakia.

Selain disebabkan oleh kedua hal tersebut diatas, hipermetropi dapat disebabkan

oleh kurangnya kelengkungan kornea ataupun lensa sehingga bayangan

difokuskan dibelakang retina, keadaan ini dikenal dengan istilah hipermetropi

kurvatur.3,4

Oleh karena seseorang dengan hipermetropia harus tetap berakomodasi,

baik pada penglihatan jauh maupun penglihatan dekat, untuk mendapatkan tajam

penglihatan terbaik, maka padanya timbul keluhan-keluhan mata cepat lelah,

pusing, sakit kepala, silau, mata terasa berair dan sebagainya. Keluhan-keluhan ini

disebut dengan astenopia akomodatif.4

Kepada seseorang dengan hipermetropia diberikan lensa sferis S + yang

terbesar (S + B) agar ia, tanpa akomodasi dapat melihat dengan sebaik-baiknya.

Lensa S + B adalah derajat dari hipermetropia manifes. Selain itu dapat diberikan

1

Page 2: isi lapsus hipermetropi tria.docx

lensa kontak untuk kasus hipermetropia tinggi dan keadaan anisometropi 3.00 D.

2,5

Presbiopia merupakan keadaan refraksi mata, dimana pungtum

proksimum, yaitu titik terdekat yang dapat dilihat dengan akomodasi yang

maksimal, telah begitu jauh, sehingga pekerjaan dekat yang cukup halus seperti

membaca dan menjahit sulit untuk dilakukan. Proses ini merupakan suatu hal

yang bersifat fisiologis, seiring dengan pertambahan usia dan tidak perlu dianggap

sebagai suatu penyakit. Gejala subjektif yang terutama dikeluhkan pasien adalah

gangguan penglihatan dekat yang jika tidak dikoreksi akan menyebabkan

terjadinya astenopia akomodatif. Di Indonesia presbiopia biasanya bermula pada

usia 40 tahun. Orang yang lemah dengan keadaan umum yang kurang baik, sering

cepat membutuhkan kacamata baca, daripada orang sehat dan kuat. Untuk

memperbaikinya, diperlukan kacamata sferis positif (S +) yang besarnya

tergantung dari umurnya. 5,6

Berikut ini, dilaporkan sebuah kasus hipermetropi simpleks dengan

presbiopi pada pasien wanita, usia 55 tahun yang berobat di Poliklinik Mata

RSUD Ulin Banjarmasin.

2

Page 3: isi lapsus hipermetropi tria.docx

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Ny. I

Umur : 55 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pedagang

Suku : Banjar

Agama : Islam

Alamat : Jl KS Tubun Gg Teratai 16 Bjm

No. RMK : 1035996

Rawat Jalan di Poliklinik Mata : 10 Juli 2013

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : mata kiri dan kanan kabur

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak sekitar 3 tahun sebelum berobat ke poliklinik Mata, pasien mulai

merasakan penglihatan yang kabur pada kedua mata baik untuk melihat

jarak jauh ataupun melihat jarak dekat. Pasien juga mengeluhkan kesulitan

dalam membaca koran. Namun pada saat itu pasien tidak memiliki keluhan

yang dirasakan cukup mengganggu, sehingga pasien tidak berusaha untuk

berobat. Namun selama 6 bulan ini, pasien juga merasakan mata yang cepat

lelah, terutama jika dipergunakan untuk membaca koran dan menonton

televisi dalam jangka waktu yang lama. Dan sekitar 2 bulan ini, selain

3

Page 4: isi lapsus hipermetropi tria.docx

mengeluhkan penglihatan yang berkurang dan mata yang cepat lelah, pasien

juga terkadang mengalami sakit kepala, mata terasa berair dan mudah

mengantuk, sehingga akhirnya pasien memutuskan untuk berobat ke

Poliklinik Mata.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak memiliki riwayat menderita Diabetes Mellitus, hipertensi, asma

ataupun pernah menderita penyakit mata tertentu sebelumnya.

Sejak 9 tahun yang lalu (tahun 2004), pasien sudah mengalami keluhan

serupa, dan hasil pemeriksaan diketahui bahwa ketajaman penglihatan

pasien telah berkurang dan telah mulai mengenakan kacamata dengan lensa

+ 125 untuk kedua matanya.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

Status generalis : dalam batas normal

TD : 120/80 mmHg

N : 82 x/menit

RR : 18 x/menit

Status Lokalis

Pemeriksaan OD OS

Visus 5/30 5/20Palpebrae superior Edema (-) Edema (-)Palpebrae inferior Edema (-) Edema (-)Konjungtiva bulbi Hiperemi (-) Hiperemi (-)Konjungtiva palpebrae Hiperemi (-) Hiperemi (-)

4

Page 5: isi lapsus hipermetropi tria.docx

Sklera Hiperemi (-) Hiperemi (-)Kornea Jernih JernihCamera Occuli Anterior Dangkal DangkalIris Reguler RegulerPupil Miosis, Refleks Cahaya

(+)Miosis, Refleks Cahaya (+)

Lensa Jernih Jernih

VODS 5/30 S + 175 D 5/5 Untuk penglihatan jauh

5/20 S + 125 D 5/5

VODS S + 275 D Untuk penglihatan dekat

IV. DIAGNOSIS KLINIS

ODS hipermetropi simpleks dengan presbiopi

V. PENATALAKSANAAN

- Pemberian kacamata dengan koreksi lensa sferis positif terkuat yang

menghasilkan tajam penglihatan jauh terbaik (S + 175 D). Serta koreksi

penglihatan dekat dengan pemberian lensa sferis positif sesuai dengan

usia penderita (S + 275 D)

5

Page 6: isi lapsus hipermetropi tria.docx

DISKUSI

Hipermetropi merupakan kelainan refraksi dimana dalam keadaan mata

istirahat (tanpa akomodasi), semua sinar sejajar, yang datang dari benda-benda

pada jarak tak terhingga, dibiaskan dibelakang retina dan sinar divergen yang

datang dari benda-benda pada jarak dekat, dibiaskan lebih jauh lagi, dibelakang

retina.1,2

Berdasarkan penyebabnya, dikenal:3,4

1. Hipermetropi sumbu atau hipermetropi aksial. Pada tipe hipermetropia ini

didapatkan keadaan sumbu mata yang terlalu pendek dan ada yang bersifat

kongenital ataupun akuisita (didapat). Kelainan kongenital yang dapat

menyebabkan terjadinya hipermetropi aksial adalah mikroftalmia. Kelainan

akuisita yang menyebabkan terjadinya hipermetropi aksial adalah retinitis

sentralis dan ablasio retina.

2. Hipermetropi refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem

optik mata. Keadaan ini didapatkan pada pasien yang tidak mempunyai lensa

(afakia). Pada penderita Diabetes Mellitus mungkin dengan pengobatan yang

hebat, sehingga humor akuos yang mengisi bilik mata, mengandung kadar

gula yang rendah, menyebabkan daya bias berkurang sehingga terjadi

hipermetropia.

3. Hipermetropi kurvatur, dimana kelengkungan kornea berkurang (aplanatio

cornea) ataupun kelengkungan lensa yang telah berkurang karena sklerosis

yang lazim terjadi pada usia 40 tahun keatas.

6

Page 7: isi lapsus hipermetropi tria.docx

Hipermetropi dikenal dalam bentuk :3,4,5

1. Hipermetropi manifes. Ialah hipermetropi yang dapat dikoreksi dengan lensa

sferis (+) terbesar yang memberikan tajam penglihatan normal sebaik-baiknya.

Hipermetropi ini terdiri atas hipermetropi manifes absolut dan hipermetropi

manifes fakultatif.

Pada hipermetropi manifes fakultatif, kelainan hipermetropi masih dapat

dikoreksi atau diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kacamata positif.

Pasien yang hanya mempunyai hipermetropi fakultatif akan melihat normal

tanpa kacamata yang bila diberikan kacamata positif yang memberikan

penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat.

Pada penderita ini, jika diberikan lensa S + 0,50 maka tajam penglihatan akan

tetap sama atau bahkan bertambah baik.

Pada hipermetropi manifes absolut, keadaan refraksi tidak diimbangi dengan

akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya

hipermetropi laten yang ada, berakhir dengan hipermetropi absolut ini.

2. Hipermetropi laten. Merupakan selisih antara hipermetropi total dan

hipermetropi manifes, merupakan kekuatan tonus dari mm. Siliaris.

3. Hipermetropi Total. Merupakan suatu hipermetropi yang ukurannya

didapatkan sesudah diberikan sikloplegia (preparat medikamentosa yang

bertujuan untuk melemahkan daya akomodasi).

Pada pasien dengan hipermetropi, untuk dapat melihat benda pada jarak

tak terhingga (5-6 meter atau lebih) dengan baik, pasien tersebut harus

berakomodasi, supaya bayangan dari benda tersebut yang difokuskan dibelakang

7

Page 8: isi lapsus hipermetropi tria.docx

retina, dapat dipindahkan tepat di retina. Untuk melihat benda yang lebih dekat

dengan jelas, akomodasi lebih banyak dibutuhkan, karena bayangannya terletak

lebih jauh lagi dibelakang retina. Dengan demikian, untuk mendapatkan

ketajaman penglihatan sebaik-baiknya, pasien dengan hipermetropi, harus selalu

berakomodasi, baik untuk penglihatan jauh, terlebih lagi untuk penglihatan dekat.

5,6

Sebagai akibat dari usaha akomodasi untuk mendapatkan tajam

penglihatan terbaik yang terus-menerus tersebut, secara subjektif pasien akan

mengeluhkan mata lelah, pusing, sakit kepala, mata berair, mudah mengantuk dan

sebagainya. Keluhan-keluhan ini disebut sebagai astenopia akomodatif.3,5

Oleh karena akomodasi juga disertai dengan konvergensi (trias akomodasi

terdiri dari akomodasi, konvergensi dan miosis), mungkin posisi kedua mata

dalam keadaan strabismus konvergen (esotropia).5

Jika derajat hipermetropi pada suatu mata lebih tinggi daripada mata

lainnya, maka mungkin mata yang pertama tidak dipergunakan lagi, sehingga

tajam penglihatan makin lama makin berkurang (ambliopia). Mata yang ambliopia

tersebut sering menggulir ke temporal, disebut dengan strabismus divergen

(eksotropia).5

Gejala objektif dari hipermetropia dapat diamati dengan alat-alat seperti.

oftalmoskop, Gambaran yang didapatkan berupa hipertrofi dari otot-otot siliaris

yang disertai dengan terdorongnya iris ke depan, sehingga bilik mata depan

menjadi dangkal. Hal ini terjadi sebagai akibat upaya akomodasi terus menerus.

Mengingat trias akomodasi yang terdiri dari akomodasi, miosis dan konvergensi,

8

Page 9: isi lapsus hipermetropi tria.docx

maka orang hipermetrop, karena selalu berakomodasi, pupilnya menjadi miosis.

Fundus okuli, akibat akomodasi ini menjadi hiperemis, juga terdapat hiperemi dari

papil N. II, seolah-olah meradang yang disebut sebagai pseudo papilitis atau

pseudo neuritis. 3,6

Penyulit yang dapat timbul pada hipermetropia, selain strabismus

konvergen (akibat akomodasi terus-menerus untuk mendapatkan tajam

penglihatan terbaik, disertai konvergensi) adalah glaukoma. Sudut bilik mata

depan yang dangkal pada hipermetropi merupakan predisposisi anatomis untuk

terjadinya glaukoma sudut tertutup. Bila disertai dengan adanya faktor-faktor

pencetus seperti membaca terlalu lama, penetesan midriatika, dsb, maka serangan

glaukoma kongestif akut dapat terjadi.6

Presbiopia merupakan keadaan refraksi mata dimana pungtum proksimum

yaitu titik terdekat yang dapat dilihat dengan akomodasi maksimal telah begitu

jauh sehingga pekerjaan yang dekat dan halus seperti membaca ataupun menjahit

sukar dilakukan. Proses ini merupakan keadaan fisiologis, terjadi pada setiap mata

dan tidak usah dianggap sebagai suatu penyakit. Sepanjang hidup terdapat

pengerasan yang terjadi sedikit-demi sedikit pada lensa yang mulai pada nukleus,

sehingga lensa mengalami kesukaran dalam mengubah bentuknya pada

penglihatan dekat, untuk menambah daya biasnya, karena lensa tidak kenyal lagi.

Dengan demikian daya akomodasinya mengurang akibat proses sklerosis ini.

Ditambah lagi dengan daya kontraksi dari otot silier yang mengurang sehingga

pengendoran dari Zomula Zinni menjadi tidak sempurna.6,7

9

Page 10: isi lapsus hipermetropi tria.docx

Pada presbiopia dapat timbul keluhan subjektif seperti gangguan

penglihatan dekat. Semua pekerjaan dekat, sukar dikerjakan oleh karena menjadi

kabur, sehingga terjadi pengecilan dari pupil, dan penglihatan menjadi lebih

terang. Segala pekerjaan dekat seperti membaca, menjahit, dsb dapat dikerjakan

bila jaraknya lebih dijauhkan, sehingga sangat mengganggu, seolah-olah

tangannya terlalu pendek untuk pekerjaan tersebut. Kalau dibiarkan dan tidak

dikoreksi, akan menimbulkan tanda astenopia berupa mata sakit, lekas lelah,

lakrimasi selain melihat dekat yang dirasa sukar. Tanda-tanda ini bertambah hebat

pada penerangan yang buruk atau pada malam hari. Di Indonesia, terjadinya

biasanya mulai pada umur 40 tahun. Orang yang lemah dengan keadaan umum

yang kurang baik, sering lebih cepat membutuhkan kacamata baca daripada orang

yag sehat. Untuk memperbaikinya diperlukan kacamata sferis positif (S+) yang

besarnya bergantung dari umurnya. :7,8

- Untuk usia 40 tahun kedua mata harus diberi lensa S + 1.00 D.

- Untuk usia 45 tahun kedua mata harus diberi lensa S + 1.50 D.

- Untuk usia 50 tahun kedua mata harus diberi lensa S + 2.00 D.

- Untuk usia 55 tahun kedua mata harus diberi lensa S + 2.50 D.

- Untuk usia 60 tahun kedua mata harus diberi lensa S + 3.00 D.

Beberapa tindakan koreksi untuk kasus kesalahan refraksi : 8,9

1. Lensa kacamata. Kacamata masih merupakan metode paling aman untuk

memperbaiki refraksi. Pada hipermetropi dilakukan koreksi dengan lensa

sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan jauh terbaik dan

memungkinkan pasien untuk melakukan pekerjaan dekat tanpa merasa lelah.

10

Page 11: isi lapsus hipermetropi tria.docx

Pada presbiopi dilakukan koreksi dengan penambahan lensa sferis positif

untuk penglihatan dekat yang sesuai dengan usia pasien.

2. Lensa kontak. Dipergunakan untuk tata laksana hipermetropi tinggi ataupun

anisometropi 3.00 dioptri. Semua bentuk lensa kontak digunakan untuk

melakukan koreksi refraktif afakia, terutama untuk mengatasi aniseikonia

afakia monokular dan lensa ini menghasilkan kualitas bayangan yang lebih

baik daripada kacamata. Tetapi sebagian besar penggunaan lensa kontak

adalah untuk koreksi kosmetik kesalahan refraktif ringan.

3. Bedah keratorefraktif. Mencakup serangkaian metode untuk mengubah

kelengkungan permukaan anterior mata. Efek refraktif yang diinginkan secara

umum diperoleh dari hasil-hasil empiris tindakan serupa pada pasien lain dan

tidak didasarkan pada perhitungan optis matematis.

4. Lensa intraokular. Penanaman lensa intraokular telah menjadi metode pilihan

untuk koreksi kesalahan refraksi pada afakia. Telah diciptakan sejumlah

rancangan, dan yang tersering dipergunakan adalah sebuah optik yang terbuat

dari polimetilmetakrilat dan lengkungan (haptik) yang terbuat dari bahan yang

sama atau polipropilen. Sekarang diciptakan lensa-lensa yang dapat ditekuk

dan terbuat dari plastik hidrogel untuk mengurangi ukuran luka yang

diperlukan untuk mengeluarkan katarak. Posisi palimh aman bagi lensa

intraokular tampaknya adalah di dalam kantung kapsul setelah pembedahan

ekstrakapsular.

Diagnosis hipermetropia pada pasien ini ditegakkan berdasarkan dari

anamnesis dimana terdapat keluhan ketajaman penglihatan yang berkurang baik

11

Page 12: isi lapsus hipermetropi tria.docx

untuk jarak jauh maupun jarak dekat, adanya gambaran astenopia akomodatif

walaupun terkesan tidak parah dan terdapatnya riwayat penggunaan ”kacamata

positif” sejak 9 tahun yang lalu yang telah mengalami proses penambahan seiring

perjalanan waktu. Dari pemeriksaan fisik dengan menggunakan lampu senter,

didapatkan pupil miosis dan bilik mata depan yang terkesan dangkal. Berdasarkan

pemeriksaan secara subjektif dengan menggunakan optotipe dari Snellen

didapatkan nilai visus dibawah normal yaitu 5/30 yang setelah dikoreksi dengan

menggunakan lensa sferis positif 175 Dioptri berubah menjadi 5/5 (nilai visus

normal).

Diagnosis presbiopia ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, dimana

diketahui pasien memiliki keluhan kesulitan membaca koran (salah satu pekerjaan

dekat dan halus) dan usia pasien yang sudah termasuk dalam kategori kelompok

usia yang secara fisiologis mengalami presbiopia.

Pasien kemudian mendapatkan tata laksana berupa pemberian kacamata

bifokal dengan lensa S +175 untuk penglihatan jarak jauh kedua mata dan lensa S

+ 275 untuk penglihatan jarak dekat kedua mata.

12

Page 13: isi lapsus hipermetropi tria.docx

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus, atas nama Ny. I, umur 55 tahun dengan

diagnosis ODS hipermetropi simpleks dengan presbiopi. Dari anamnesis diketahui

bahwa pasien mengeluhkan penglihatan yang terasa kabur pada kedua matanya,

baik untuk melihat jarak jauh maupun dekat, terutama pada saat membaca yang

disertai dengan mata cepat lelah, sakit kepala, mata terasa berair dan mudah

mengantuk. Dari riwayat penyakit dahulu diketahui bahwa pasien telah

menggunakan kacamata plus (lensa sferis positif) sejak 9 tahun yang lalu, dan

kekuatan lensa sferis positif yang diperlukan telah mengalami penambahan. Dari

pemeriksaan fisik secara subjektif dengan menggunakan optotipe dari Snellen

didapatkan penurunan visus yaitu 5/30, pada pemeriksaan dengan senter

didapatkan pupil yang miosis dan bilik mata depan yang tampak dangkal. Setelah

dikoreksi dengan lensa S + 175 D maka visus pasien menjadi 5/5 (normal).

Berdasarkan gambaran klinis yang sesuai dengan hipermetropi, adanya keluhan

yang sesuai dengan astenopia akomodatif dan usia pasien yang sudah termasuk

dalam kelompok usia penderita presbiopia, pasien kemudian didiagnosis

hipermetropi simpleks dengan presbiopi. Pasien kemudian mendapatkan tata

laksana berupa pemberian kacamata bifokal dengan lensa S + 175 untuk

penglihatan jarak jauh kedua mata dan lensa S + 275 untuk penglihatan jarak

dekat kedua mata.

13

Page 14: isi lapsus hipermetropi tria.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Wijana, N. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta, 1993

2. Anonymous. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Mata. Surabaya : FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, 1994.

3. Riordan, P. Dan Orson W. White. Optik dan Refraksi dalam Oftalmologi Umum Voughan DG, et al (ed) Edisi 14. Jakarta : Widya Medika, 2000.

4. Ilyas, S. Dkk. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-2. jakarta : Sagung Seto, 2002.

5. James B, dkk, 2006. Lecture notes oftamologi. Jakarta : Erlangga

6. http://www.erfins.multiply.com.journalitem 43 - 19k. last updated : Desember 28, 2010. Sumber : American Academy of Ophthalmology.

7. American Academy of Ophthalmology. Clinical Optics. Chapter 4: Clinical Refraction. Section 3. Basic and Clinical Science Course. 2008 – 2009, 118, 147.

8. Yannof M, Duker JS, Augsburger JJ, editors. Ophthalmology 2nd Edition. Mosby: Philadelphia, 2003.

9. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Hal: 56.

14