Isi Laporan Modul 2 Penyakit Akibat Kerja Kel 12
-
Upload
annisa-carolina -
Category
Documents
-
view
56 -
download
7
description
Transcript of Isi Laporan Modul 2 Penyakit Akibat Kerja Kel 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Pembelajaran
1.1.1 Tujuan Intruksional Umum (TIU)
Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu menegakkan
diagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK), menangani kasus Penyakit Akibat kerja
(PAK, mampu mengembangan program pencegahan Penyakit Akibat Kerja (PAK),
serta mengembangkan program pengwndalian factor resiko di tempat kerja.
1.1.2 Tujuan Intruksional Khusus (TIK)
Setelah selesai mempelajari modul dan membaca scenario ini mhasiswa diharapkan
mampu menetapkan/melakukan:
1. Biodata pasien.
2. Melakukan anamnesa pada pasien, menyangkut:
a. Riwayat penyakit (sekarang, terdahulu, dalam keluarga) serta riwayat
pekerjaan.
b. Perjalanan penyakit
c. Uraian tugas, pelaksanaan pekerjaan, alat pelindung diri yang
dikenakan.
d. Factor resiko atau potensi bahaya, serta menyangkut gangguan
kesehatan yang mungkin timbul.
3. Pemeriksaan:
a. Pemeriksaan fisik terkait gangguan kesehatan.
b. Pemeriksaan lab rutin yang diperlukan.
c. Pemeriksaan lab khusus yang diperlukan.
d. Pemeriksaan penunjang lab.
4. Menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja:
a. Berdasarkan 7 langkah penetapan.
b. Diagnosis berdasarkan ICD – 10.
c. Menetapkan prognosis penyakit.
5. Rencana penatalaksanaan berikutnya:
Sistem IKAKOM 1
a. Kelayakan bekerja (fitness status)
b. Alat pelindung diri yang diperlukan.
c. Pemeriksaan kesehatan yang diperlukan sesuai dengan factor resiko
yang dihadapi dan kemunginan gangguan kesehatan yang mungkin
timbul, termasuk kemungkinan di pelukannya pemeriksaan bio
monitoring bagi kemungkinan pajanan kimia.
d. Promosi kesehatan (edukasi) terhadap pasien maupun terhadap
manajemen.
e. Penatalaksanaan lingkungan (ruang) tempat kerja.
7 Langkah prinsip penegakkan diagnose Penyakit Akibat Kerja (PAK).
Langkah – 1: Tetapkan diagnosa klinis.
Langkah – 2: Identifikasi paparan potensi resiko bahaya.
Langkah 3 – 3: Cari hubungan antara langkah -2 dengan gangguan
kesehatan yang timbul.
Langkah – 4: Evaluasi dosis pajanan.
Langkah – 5: Cari peranan factor individu/ kerja dalam timbulnya PAK.
Langkah – 6: Cari factor [eranan factor di luar kerja (non – occupational
factors).
Langkah – 7: Tetapkan diagnosis PAK.
Sistem IKAKOM 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SKENARIO
Seorang wanita bernama Nn. J., 28 tahun, sebagai pembantu rumah tangga.
Keluhan utama: sela-sela jari tangan dan kaki perih, agak gatal, merah sejak 1 minggu
yang lalu. Seminggu sebelum datang ke klinik, pasien merasakan perih amat sangat
pada sela-sela jari tangan dan kaki. 3 hari terakhir disertai rasa tebal pada kulit
tangannya dan luka-luka bekas garukan dan sela-sela jari kakinya lebih merah dari
biasanya. Sebelumnya hal ini sering dirasakan, tetapi sembuh setelah diolesi salep.
Namun untuk yang sekarang ia merasakan lebih parah. Awalnya tangan dan kaki pasien
merah kemudian dirasakan seperti bersisik juga gatal-gatal. Seingatnya keluhan ini
timbul setiap kali ia mencuci dengan rinso saat ia mencuci baju. Majikan tempat ia
bekerja sering mencoba-coba merek sabun pencuci baju yang baru. Pasien juga
mengeluh tangan suka pegal-pegal dan kadang kesemutan bila terlalu banyak cucian
atau pekerjaan. Pernah juga dicoba untuk tidak mencuci atau mencuci tetapi dengan
sabun merek lain efeknya tidak timbul merah, perih dan gatal-gatal tersebut.
Sebelumnya pasien hanya bekerja mengasuh anak saja dan tidak pernah sakit seperti ini.
Riwayat pengobatan dengan dokter belum ada. Riwayat alergi makanan tidak ada.
Sebelumnya tidak ada riwayat alergi, seperti misalnya menderita asma dan tidak
pernah mengalami gatal-gatal atau kemerahan di kaki dan tangannya. Dalam keluarga
juga tidak ada yang mederita penyakit serupa. Riwayat pekerjaan sebelumnya adalah
pengasuh anak selama 3,5 tahun, kemudian setengah tahun terakhir beralih menjadi PRT
mencuci pakaian. Uraian tugasnya adalah sebagai berikut:
Jam 04.30 : bangun dan persiapan sholat subuh
Jam 04.45 : persiapan kerja
Jam 05.00 : menyapu dan mengepel lantai
Jam 06.00 : mengambil pakaian kotor kemudian merendamnya dengan air biasa.
Sistem IKAKOM 3
Jam 07.00 : mulai mencuci baju. Ia membuat campuran rinso dan air.
Kemudian mengambil baju yang sudah direndam dan diperas ke dalam air rinso satu per
satu. Karena majikannya tidak mempunyai mesin cuci maka ia harus mengucek dan bila
perlu menggilas/menyikat baju-baju tersebut. Sesudah disikat, baju yang sudah dirinso
dibilas dari ember yang satu ke ember yang laen sebanyak 3 kali dengan air bersih. Ini
juga harus agak di kucek dan diperas. Cara memeras baju biasanya ia putar. Setelah
semua baju telah dibilas lalu dijemur. Tidak semua baju sudah diperas benar. Jadi
kadang ia harus memeras lagi mengibaskannya agar tidak terlalu kusut sebelum dijemur.
Jam 08.00 : sarapan
Jam 08.30 : lap-lap meja kursi yang berdebu
Jam 09.00 : bantu-bantu membereskan rumah dan masak
Jam 15.00 : mengangkat jemuran yang sudah kering untuk disetrika
Jam 16.00 : membagi pakaian yang sudah rapi ke dalam lemari anak-anak
Jam 17.00 : menemani anak-anak menonton TV atau istirahat
Jam 19.00 : makan malam dan membantu cuci piring
Jam 22.00 : beristirahat.
Pemeriksaan fisik:
Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 76 kali permenit, frekuensi nafas 16 kali per menit,
suhu normal, berat badan 40 kg, tinggi badan 150 cm. Prayer’s test, phalen’s test
hasilnya negatif. Refleks fisiologis normal, refleks patologis negatif. Status lokalis: jari-
jari kedua tangan dan ujung telapak kaki tampak kelak kemerahan, bates tidak tegas
dengan skuama kasar berwarna putih diatasnya dan pada telapak kaki terdapat fisura.
Patch test negatif.
Diagnosa kerja : Dermatitis kontak iritan akut dan suspek carpal tunnel syndrom
Diff diagnosis : -
Diagnosis okupasi : -
Sistem IKAKOM 4
-L24.0: Iritant Contact Dermatitis due to Detergent
-G56.0: Suspected Carpal Tunnel Syndrome.
2.2 KATA/KALIMAT KUNCI
Wanita, 28 tahun, pembantu rumah tangga.
Keluhan Utama: Sela-sela jari tangan dan kaki perih, agak gatal, merah sejak 1
minggu yang lalu.
Rasa tebal pada kulit tangannya dan luka-luka bekas garukan dan sela-sela jari
kakinya lebih merah dari biasanya.
Keluhan ini timbul setiap kali ia mencuci dengan rinso, namun saat
menggunakan detergen lain tidak mengalami keluhan tersebut.
Tangan suka pegal-pegal dan kadang kesemutan bila terlalu banyak cucian atau
pekerjaan.
Tidak mencuci atau mencuci tetapi dengan sabun merek lain efeknya tidak
timbul merah, perih dan gatal-gatal tersebut.
Tangan suka pegal-pegal dan kadang kesemutan bila terlalu banyak cucian atau
pekerjaan.
Riwayat pengobatan dengan dokter belum ada. Riwayat alergi makanan tidak
ada. Keluarga juga tidak ada yang mederita penyakit serupa.
Riwayat pekerjaan sebelumnya adalah pengasuh anak selama 3,5 tahun,
kemudian setengah tahun terakhir beralih menjadi PRT mencuci pakaian.
Majikannya tidak mempunyai mesin cuci.
Prayer’s test dan Patcht test negative.
Sistem IKAKOM 5
2.3 PEMBAHASAN
2.3.1 PERTANYAAN
1. Bagaimana cara mendiagnosis untuk kasus pada scenario tersebut?
2. 7 langkah prinsip dasar diagnosis PAK
3. Apa Saja Faktor Risiko yang ada di Tempat Kerja sebagai Seorang Pembantu
Rumah Tangga?
4. Apakah Debu Yang Biasa Dihirup Saat Bersih-bersih Lama Kelamaan Dapat
Menimbulkan Alergi Pada Nn. J?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis?
6. Bagaimana tata laksana penanganan awal terhadap penderita pada kasus?
7. Bagaimana prognosis dan komplikasi terhadap kasus?
8. Bagaimana Kategori Kesehatan Pada Kasus?
9. Bagaimana Meminimalisir atau Mencegah Terjadinya Penyakit Akibat Kerja
pada Kasus?
2.3.2 JAWABAN PERTANYAAN
1. Bagaimana 7 langkah prinsip dasar diagnosis Penyakit Akibat Kerja?
a) Tetapkan diagnosa klinis
b) Identifikasi paparan potensi risiko bahaya
c) Mencari hubungan langkah ke-2 dengan gangguan kesehatan yang timbul
Sistem IKAKOM 6
d) Evaluasi dosis pajanan
e) Mencari peranan faktor individu atau kerja dalam timbulnya PAK
f) Cari peranan faktor diluar kerja
g) Tetapkan diagnosis PAK
2. Bagaimana cara mendiagnosis untuk kasus pada scenario tersebut?
A. Dermatitis Kontak Iritan
Diagnosa Klinis• Anamnesis tambahan
• Pemeriksaan fisik yang teliti
- Akut : radang, bengkak,
kemerahan dan vesikel kecil
- Kronik : Kerutan, hiperpigmentasi
dan likenifikasi
• Pemeriksaan UJI TEMPEL bertujuan untuk
menghapus DD DKA
Identifikasi
Paparan Potensi
Resiko Bahaya
Bahan kimia terkait : surfaktan (sodium lauryl
sulfate)
- 05:00 mengepel lantai
- 07:00-08:00 mencuci pakaian
- 19:00 mencuci piring
Sistem IKAKOM 7
Hubungan langkah
2 dengan gangguan
kesehatan yang
timbul
Iritasi pada kulit
Evaluasi dosis
pajanan
Terpapar Sodium lauryl sulfate lebih dari +/- 1 jam
dapat menyebabkan iritan dan semakin lama semakin
parah terkait jenis zat kimia yang bersifat merusak.
Peranan faktor
individu dalam
timbulnya PAK
• Pasien seorang PRT mengerjakan pekerjaan
rumah (mencuci, mengepel,memasak,setrika
pakaian)
• Pasien mencuci secara manual dengan
menggunakan tangan (karena tidak ada mesin cuci)
Peranan faktor
diluar kerja
Tidak higienis, setelah maupun sebelum dan setelah
terpapar zat kimia (berbahaya)
Tetapkan diagnosis
PAK
Sesuai dengan gejala klinis yang di dapatkan dan
perjalanan penyakitnya maka di tetapka diagnosis
PAK kasus ini ialah DERMATITIS KONTAK
IRITAN
B. Carpal Tunnel Syndrome
Diagnosa Klinis- Anamnesis tambahan
- Phalen test dan Prayer’s test
- Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosa : (suspect CTS)
Sistem IKAKOM 8
Identifikasi Paparan
Potensi Resiko Bahaya
Menyapu dan mengepel lantai, mengambil
pakaian kotor kemudian merendamnya dengan
air biasa, mencuci baju, lap-lap meja kursi yang
berdebu, bantu-bantu membereskan rumah dan
masak, mengangkat jemuran yang sudah kering
untuk di setrika, membagi pakaian yang sudah
rapi kedalam lemari anak-anak, makan akan
malam dan membantu cuci piring.
Hubungan langkah 2
dengan gg.kesehatan yang
timbul
• Pegal-pegal
• Kesemutan
Evaluasi dosis pajanan Jika terjadi aktivitas yang berulang dan terus
menerus dalam jangka waktu lama dengan
penekanan di daerah pergelangan tangan akan
menyebabkan CTS.
Peranan faktor individu
dalam timbulnya PAK
• Pasien seorang PRT mengerjakan
pekerjaan rumah (mencuci,
mengepel,memasak,setrika pakaian)
• Pasien mencuci secara manual dengan
menggunakan tangan (karena tidak ada mesin
cuci)
Peranan faktor diluar kerja Masih perlu dikumpulkan informasi mengenai
aktivitas pasien diluar kerja yang biasa
dilakukan sehari-sehari.
Tetapkan diagnosis PAK Pasien kemungkinan suspect CTS karena
kurangnya informasi dari pemeriksaan yang ada
Sistem IKAKOM 9
dan perlu dilakukan anamnesa serta
pemeriksaan tambahan.
3. Apakah Debu Yang Biasa Dihirup Saat Bersih-bersih Lama Kelamaan
Dapat Menimbulkan Alergi Pada Nn. J?
Tidak, karena alergi merupakan salah satu penyakit keturunan. Pada
scenario, dikatakan bahwa pasien tersebut telah melakukan patch test yang
hasilnya negative yang menandakan pasien tersebut tidak memiliki alergi.
Alergi adalah:
• Sebuah gangguan sistem kekebalan tubuh
• Alergi reaksinya sangat cepat.
• Alergi merupakan salah satu dari hipersensitifitas (tipe 1)
Faktor resiko dari alergi:
Dapat dibagi menjadi 2 :
- Faktor host (genetik)
- Faktor lingkungan (debu, tungau, dll)
4. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis?
Sistem IKAKOM 10
Pemeriksaan darah, sediaan apus sekresi tubuh test kkulit dan RASt
(Radioallergosorbent test) hasil pemeriksaan darah akan memberikan data-data
yang suportif untuk pelbagai kemungkinan diagnostik, kendati demikian tes
darah hasil laboratorium bukan Kriteria utama dalam pemeriksaan gangguan
alergik. Pemeriksaan awal dapat mencakup pemeriksaan:
Hitung darah lengkap dan hitung jeniseosinofil dalam keadaan normal
merupakan 1% sampai 4% dari jumlah total sel darah putih. Tingkat antara 5%
sampai 15% adalah nonspesifik tetapi benar-benar menunjukkan reaksi alergik.
Eosinofilia sedang 15%hingga 40% leukosit dalam darah sebagai eosinofel
ditemukan pada pasien gangguan alerik disamping pasien gangguan malignitas,
immunodefisiensi, infeksi parasit, penyakit jantung congenital, dan pada pasien
yang mengalami dialisis peritoneal.
Kadar total serum Ig E, kadar total serum IgE, yang tinggi mendukung
diagnosis penyakit atopik ; kendati demikian, kadar IGE yang normal tidak
menyingkirkan kemungkinan diagnosisi gangguan alergik. Kadar IgE tidak
sesensitif pemeriksaan PRIST (paper radio immunosorbent test) dan ELISA
(Enzyme-linked immunosrbent assay).
Tes kulit. Tes kulit mencakup penyuntikan intra dermal atau aplikasi superficial
yang dilakukan secara bersamaan waktunya pada tempat-tempat terpisah dengan
menggunakan beberapa jenis larutan. Larutan ini masing-masing mengandung
antigen yang mewakili suatu jenis alergen, termasuk tepung sari.
Tes provokasi, tes provokasi meliputi pemberian alergen secara langsung pada
mukosa respiratorius dengan mengamati respon target tersebut. Tipe pengujian
ini sangat membantu dalam mengena allergen yang bermakna secara klinis pada
pasien-pasien dengan hasil positif, kekurangan yang utama pada tipe pengujian
ini adalah keterbatasan satu antigen persesi dan risiko timbulnya gejala yang
berat, khususnya bronkhospasme pada pasien asma.
“Tes radioallergosorbent, merupakan test pemeriksaan kadar IgE. Spesifik
allergen. Sample serum pasien dikenakan dalam jumlah kompleks allergen yang
Sistem IKAKOM 11
dicurigai. Jika terdapat antibody, kompleks ini akan berikatan dengan allergen
yang berlabel-radio aktif”. (Smeltzer, Suzanne C, halaman 1760-1763)
Pemeriksaan DKI CTS
Laboratorium Darah rutin (hitung
eosinofil)
-
Pemeriksaan
radiologis
- -
Pemeriksaan non lab Patch test 1. Phalens test
2. Prayer’s test
3. Tinels sign
4. Thenar wasting test
5. Pressure test
5. Bagaimana tata laksana penanganan awal terhadap penderita pada kasus?
Upaya pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menghindari
pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis, maupun kimia, serta
menyingkirkan faktor yang memperberat iritasi tsb. Bila hal ini dapat
dilaksanakan dengan sempurna dan tidak ada komplikasi maka dermatitis kontak
tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal, mungkin
cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.
Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan
kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison atau untuk kelainan yang kronis
dapat diaali dengan kortikosteroid yang lebih kuat.
Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat diperlukan bagi mereka yang
bekerja dengan bahan iritan sebagai salah saru pencegahannya.
Sistem IKAKOM 12
6. Bagaimana prognosis dan komplikasi terhadap kasus?
Dermatitis kontak iritan + suspek CTS
A. Prognosis
Pada dermatitis kontak iritan ini bergantung pada penysuaian
penderita terhadap faktor pencetus. Jika sulit dan tidak menghindari
factor pencetus tentu saja kemungkinan perlanjutan penyakit menjadi
lebih buruk. Tetapi dalam kedokteran okupasi biasanya factor
pencetus dapat di gantikan dengan yang namun fungsional yang
sama.
Prognosa penderita CTS secara konservatif 80% baik jika dapat
menghilangkan faktor penyebab atau mempengaruhi. Namun hal ini
dapat berulang 1 tahun kemudian.
Sistem IKAKOM 13
Dermatitis Kontak Iritan
Menyingkirkan faktor yang memperberat
iritasi tersebut
Menghindari pajanan iritan
(mekanik, fisis, kimia)
Kortikosteroid topikal
hidrokortison
Bila dilaksanakan dengan sempurna, iritasi akan sembuh dengan sendirinya
Hidrokortison efek anti-alaergi & anti-radang.
Gunakan 2-3x/hari
Gunakan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering
Prognosis penderita CTS ditentukan oleh berbagai faktor antara lain :
Gejala yang terjadi lebih dari 10 bulan
Adanya parestesis yang bersifat konstan atau terus menerus
Adanya flexor tenosinvitis atau triggering of the digit
Manuver phalen positif
Usia lebih dari 50 tahun
Penilaian prognosa:
Jika tidak ada faktor 65% baik dengan terapi konservatif
Jika 1 faktor 41,4% baik dengan terapi konservatif
Jika 2 faktor 16,7% baik dengan terapi konservatif
Jika 3 faktor 6,8% baik dengan terapi konservatif
Jika 4 atau 5 faktor 0% baik dengan terapi konservatif
B. Komplikasi
Pada dermatitis kontak iritan dapat terjadi komplikasi yaitu
infeksi bakteri. Gejalanya berupa bintik-bintik yang mengeluarkan
nanah. Pembengkakan kelenjar getah bening sehingga penderita
mengalami demam dan lesu.
Pada CTS jika terus berlanjut maka akan menyebabkan
fokusnya gangguan CTS dan tingkat nyeri yang lebih berat sampai
kekambuhan yang berulang meskipun dapat dipulihkan untuk
beberapa waktu saja.
7. Bagaimana Kategori Kesehatan Pada Kasus?
a) Sehat untuk bekerja (Fit for duty)
Karyawan memenuhi persyaratan kesehatan untuk kerja.
Sistem IKAKOM 14
Pada perusahaan atau pekerjaan tertentu mensyaratkan karyawan harus
dalam keadaan sehat
Pemeriksaan Fisik, laboratorium, dan penunjang normal
Namun secara umum berlaku ketentuan berikut; mungkin ditemukan
gangguan kesehatan ringan, tetapi tidak memerlukan follow up /
perawatan oleh dokter (misal : alergi makanan, penyakit kulit ringan,
maag, dll)
Pemeriksaan fisik mungkin ditemukan prehipertensi, laboratorium
kolesterol boleh batas tinggi, tetapi laboratorium lain dalam batas
normal
IMT mungkin Overweight, tetapi hasil pemeriksaan fisik dan lab
secara umum sehat
Mungkin ditemukan kelainan hasil pemeriksaan gigi : disarankan
berkonsultasi dengan dokter gigi
Gangguan visus jauh di bawah / sama dengan skala 6/10
Hasil rontgen mungkin ditemukan bekas TB lama, tenang
Kelainan kulit : terbatas, tunggal, (panu lokal, bukan seluruh tubuh)
tidak mengganggu pergerakan (sikatriks bekas luka bakar yang
mengganggu gerakan)
Calon karyawan masih harus memenuhi persyaratan kerja khusus sesuai
dengan penempatannya (misalnya : tinggi badan minimum 165 cm
untuk operator, tidak buta warna untuk mekanik, dll)
b) Sehat untuk bekerja dengan catatan (Fit with retriction)
Secara umum dalam kondisi sehat tetapi memiliki cacat tubuh /
keterbatasan fungsional
Buta warna,
Buta salah satu mata / keduanya,
Kelemahan / cacat anggota badan akibat sakit / cedera / bawaan
Paru restriksi ringan – sedang
Tuli ringan – sedang
Gangguan visus jauh di atas skala 6/10
Sistem IKAKOM 15
Gangguan visus dekat di atas skala 40
Dll
Yang bersangkutan tetap layak untuk pekerjaan tertentu selama
cacat / keterbatasannya tidak menghalangi produktivitas dan
keselamatan.
Pada perusahaan / pekerjaan tertentu mensyaratkan hasil
laboratorium / penunjang karyawan boleh 2 organ tidak normal
(hati, jantung, ginjal, paru, hati, pancreas, dll)
Contoh batasan pekerjaan terkait kondisi fisik :
Seorang dengan buta satu mata harus dinyatakan unfit untuk
pekerjaan yang membutuhkan persepsi mata yang baik (driver,
pilot, pekerja kilang / offshore, pekerjaan yang membutuhkan
keahlian memanjat / meloncat).
Seorang dengan buta warna harus dinyatakan unfit untuk
pekerjaan yang membutuhkan kemampuan membedakan warna
(pilot, pemadam kebakaran, teknisi kelistrikan, teknisi
laboratorium, teknisi elektronik, operator panel)
Disaran kadang cukup ditulis tidak cocok untuk tipe pekerjaan
yang membutuhkan kemampuan membedakan warna
c) Tidak Fit Sementara (Temporary unfit to work)
Ditemukan Gangguan kesehatan yang bersifat akut baik saat
pemeriksaan fisik, laboratorium maupun penunjang yang memerlukan
follow up / pengobatan oleh dokter (HT, DM, kolesterol, hepatitis,
jantung, dll)
Hipotensi / hipertensi < 90 / > 140
Gula Darah Sewaktu > 200 mg/dl
Lebih dari 2 organ yang terlibat (hati, jantung, ginjal, paru,
hati, pancreas dll)
Ulkus Varicosum
Kontraktur kulit – otot dan syaraf terputus
Sistem IKAKOM 16
EKG : bradikardi, takikardi, aritmia, iskemik, review dengan
keluhan saat MCU
Lab Kreatinin ≥ 1,2 U/l
Foto Rontgen : TBC – laboratorium → LED meningkat,
limfosit meningkat
Fungsi Hati : SGOT/SGPT > 2 kali
Follow up dilakukan oleh dokter perusahaan /dokter spesialis konsulen
/rumah sakit rujukan
Karyawan tetap dapat melaksanakan pekerjaannya selama /setelah masa
perawatan (kecuali jika dokter merawat memberikan rekomendasi
khusus / istirahat / kerja ringan, yang dibuktikan secara tertulis
Status fit / unfit ditentukan oleh dokter perusahaan, dengan
mempertimbangkan seluruh catatan medis karyawan
Temporary unfit adalah status kesehatan yang bersifat sementara. Status
finalnya tergantung hasil folllow up dokter. Status final dapat "FIT" jika
proses pengobatan terlaksana dengan baik atau "UNFIT" jika pengobatan
gagal / tidak dilakukan.
- Contoh gangguan kesehatan akut yang dapat disembuhkan
dengan pengobatan : TBC, pneumonia, gangguan hati dan ginjal
akut.
- Contoh gangguan kesehatan akut yang dapat disembuhkan
dengan operasi : hernia
d) Unfit For Work
Memiliki masalah kesehatan serius yang memerlukan tindakan medis
tertentu. Dengan demikian kondisi kesehatan / calon karyawan
tersebut tidak sesuai untuk semua pekerjaan.
Pada beberapa perusahaan / pekerjaan mensyaratkan tensi tidak boleh
lebih > 160
Penyakit mental dan fisik yang kronis biasanya ditetapkan sebagai
unfit kecuali terbukti kondisinya dapat disembuhkan.
Sistem IKAKOM 17
Kasus pada scenario termasuk ke dalam kategori Fit to work, karena
kesehatan cukup baik dengan kelainan yang dapat dipulihkan.
8. Bagaimana Meminimalisir atau Mencegah Terjadinya Penyakit Akibat
Kerja pada Kasus?
Kasus pada scenario dapat kita cegah dengan memberitahu kepada majikan
untuk menggunakan mesin cuci atau mengganti detergen yang digunakan,
sehingga pembantunya pun tidak terjadi lagi keluhan tersebut di kemudian hari.
Selain itu, dengan menggunakan mesin cuci, pekerjaan rumah akan lebih efektif,
dikarenakan saat melakukan penyucian pakaian dengan mesin cuci, Nn. J dapat
melakukan pekerjaan lain seperti mengepel dan menyapu sehingga pekerjaan
rumah dapat terselesaikan dengan segera dan waktu beristirahatnya menjadi
lebih lama.
Di lain sisi, kita dapat mencegah keluhan tersebut bertambah parah dengan cara
menggunakan alat perlindungan dini, misalnya dengan menggunakan sarung
tangan yang khusus untuk mencuci pakaian maupun mencuci piring dengan
bahan yang nyaman untuk digunakan sehingga menghindari kontak langsung
dengan detergen yang dapat membuat iritasi kulit. Selain itu untuk kaki dapat
menggunakan sepatu boots untuk menghindari kontak secara langsung kaki
dengan air yang telah dibuang setelah membilas pakaian yang terdapat detergen
didalamnya.
9. Apakah Ada Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur Tentang
Penyakit Akibat Kerja? Jika Ada, Undang-undang Nomer Berapa Saja?
Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan
tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja.
Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Undang- Undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan
berkewajiban memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan
kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke
Sistem IKAKOM 18
tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada
pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya para
pekerja juga berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat
dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan. Undang-undang nomor 23 tahun 1992, pasal 23 Tentang
Kesehatan Kerja juga menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap
pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan
masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal.
Karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan
penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja.
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan
dengan ketenagakerjaan mulai dari upah kerja, jam kerja, hak maternal, cuti
sampi dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
Sebagai penjabaran dan kelengkapan Undang-undang tersebut, Pemerintah
juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden
terkait penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),
diantaranya adalah :
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang
Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas
Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan
Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan
Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang
Timbul Akibat Hubungan Kerja dan Kewajiban dan hak dari tenaga kerja
berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut pasal 12 UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, kewajiban dan hak tenaga kerja adalah sebagai berikut :
Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja
Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan
Sistem IKAKOM 19
Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan
yang diwajibkan
Meminta pada Pengurus agas dilaksanakan semua syarat keselamatan
dan kesehatan yang diwajibkan
Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan
dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan
diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh
pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung-
jawabkan.
Tugas pengurus/pengawas dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja
Yang perlu diketahui pertama adalah Pengurus/Pengawas merupakan orang
yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau
bagiannya yang berdiri sendiri. Berdasarkan pasal 8, 9, 11 dan 14 Undang -
Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pengurus bertanggung jawab untuk :
Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik
dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan
sesuai dengan sifat - sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
Memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya,
secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan
dibenarkan oleh Direktur
Menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta apa yang dapat timbul dalam
tempat kerjanya
Semua pengamanan dan alat - alat perlindungan yang diharuskan dalam
semua tempat kerjanya
Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan
Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya
Bertanggung jawab dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan
kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula
dalam pemberian pertolongan pertama dalam kecelakaan.
Sistem IKAKOM 20
Melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang
dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya,
semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-
undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi
tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah
dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli
kesehatan kerja.
BAB III
SIMPULAN
Pasien Nn. J menderita Dermatitis Kontak Iritan dengan suspek Carpal
Tunnel Syndrome diakibatkan karena pekerjaanya atau biasa disebut dengan PAK
(Penyakit Akibat Kerja), namun hal tersebut masih dapat diatasi dan dicegah agar
tidak memperparah keluhan Nn. J dengan penanganan segera, sehingga pasien
tersebut masih termasuk katergori Fit to work, karena kesehatan cukup baik dengan
kelainan yang dapat dipulihkan.
Sistem IKAKOM 21
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi Prof. Dr. dr. dkk. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai
Penerbitan FKUI.
Santoso, G. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Prestasi
Pustaka Publisher.
http:// repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25718/4/Chapter%20II.pdf
Sistem IKAKOM 22