Isi Fix Kelompok 7 Trauma Bladder
-
Upload
yanii-amaliia -
Category
Documents
-
view
270 -
download
0
description
Transcript of Isi Fix Kelompok 7 Trauma Bladder
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma kandung kemih terbanyak karena kecelakaan lalu lintas atau
kecelakaan kerja yang menyebabakan fragmen patah tulang pelvis mncederai buli-
buli.
Kateter urin merupakan suatu tindakan dengan memasukkan selang kedalam
kandung kemih yang bertujuan untuk membantu mengeluarkan urin.
Pemasangan kateter urin dapat menjadi tindakan yang menyelamatkan jiwa,
khususnya bila traktus urinarius tersumbat atau pasien tidak mampu melakukan
urinasi. Tindakan pemasangan kateter juga dilakukan pada pasien dengan indikasi
lain, yaitu: untuk menentukan jumlah urin sisa dalam kandung kemih setelah pasien
buang air kecil, untuk memintas suatu obstruksi yang menyumbat aliran urin, untuk
menghasilkan drainase pascaoperatif pada kandung kemih, daerah vagina atau prostat,
atau menyediakan cara untuk memantau pengeluaran urin setiap jam pada pasien yang
sakit berat.
pemasangan kateter dilakukan lebih dari lima ribu pasien setiap tahunnya,
dimana sebanyak 4 % penggunaan kateter dilakukan pada perawatan rumah dan
sebanyak 25 % pada perawatan akut. Sebanyak 15 -25% pasien di rumah sakit
menggunakan kateter menetap untuk mengukur haluaran urin dan untuk membantu
pengosongan kandung kemih.
Trauma uretra posterior yang paling sering dikaitkan dengan patah tulang
panggul, dengan kejadian 5% -10%. Dengan tingkat tahunan sebesar 20 patah tulang
panggul per 100.000 penduduk. Trauma uretra anterior kurang sering didiagnosis
kegawatdaruratan, dengan demikian, kejadian yang sebenarnya sulit untuk
ditentukan. Namun, banyak pria dengan striktur uretra bulbar mengingat cedera
tumpul yang terjadi di perineum atau cedera kangkang (straddle injury), membuat
frekuensi sebenarnya dari trauma uretra anterior jauh lebih tinggi. Cedera penetrasi ke
uretra jarang terjadi, dengan pusat-pusat trauma besar melaporkan hanya sedikit per
tahun.
1 | P a g e
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah, sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep penyakit dari trauma bladder?
2. Bagaimana konsep penyakit dari trauma uretra?
3. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari trauma bladder?
4. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari trauma uretra?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah, sebagai berikut:
1. Mengetahui konsep penyakit dari trauma bladder.
2. Mengetahui konsep penyakit dari trauma uretra.
3. Mengetahui konsep asuhan keperawatan dari trauma bladder.
4. Mengetahui konsep asuhan keperawatan dari trauma uretra.
2 | P a g e
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit
1. Trauma Bladder
a. Pengertian Trauma Bladder
Trauma bladder adalah rusaknya kandung kencing (organ yang
menampung urin dari ginjal) atau uretra (saluran yang menghubungkan
kandung kencing dengan dunia luar.
Cedera kandung kemih disebabkan oleh trauma tumpul atau penetrasi.
Kemungkinan cedera kandung kemih bervariasi menurut isi kandung kemih
sehingga bila kandung kemih penuh akan lebih mungkin untuk menjadi luka
daripada saat kosong.
b. Etiologi Trauma Bladder
1) Kecelakaan lalu lintas/ kerja yang menyebabkan patah tulang pelvis
2) Fraktur tulang panggul
3) Ruptur kandung kemih
4) Ruda paksa tumpul
5) Ruda paksa tajam akibat luka tusuk atau tembak
c. Klasifikasi Trauma Bladder
1) Rupture ekstaperitoneal kandung kemih.
Ruptur ekstraperitoenal biasanya berhubungan dengan fraktur panggul
(89%-100%). Sebelumnya , mekanisme cidera diyakini dari perforasi
langsung oleh fragmen tulang panggul. Tingkat cidera kandung kemih
secara langsung berkaitan dengan tingkat keparahan fraktur.
2) Rupture ekstaperitoneal kandung kemih.
Ruptur ekstraperitoenal biasanya berhubungan dengan fraktur panggul
(89%-100%). Sebelumnya , mekanisme cidera diyakini dari perforasi
langsung oleh fragmen tulang panggul. Tingkat cidera kandung kemih
secara langsung berkaitan dengan tingkat keparahan fraktur.
3) Kombinasi Ruptur Intraperitoneal dan Ekstraperitoneal.
3 | P a g e
Mekanisme cedera penetrasi memugkinkan cedera menembus kandung
kemih seperti peluru kecepatan tinggi melintasi kandung kemih atau luka
tusuk abdominal bawah. Hal tersebut akan menyebabkan intraperitoneal,
ekstraperitoneal, cedera atau gabungan kandung kemih.
d. Patofisiologi Trauma Bladder
Secara anatomik buli-buli atau bladder terletak di dalam rongga pelvis
dilindungi oleh tulang pelvis sehingga jarang mengalami cidera. Ruda paksa
kandung kemih karena kecelakaan lau lintas atau kecelakaan kerja dapat
menyebabkan fragmen patah tulang pevis sehingga mencederai buli-buli. Jika
fraktur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio atau ruptur kandung
kemih, tetapi hanya terjadi memar pada dinding buli-buli dengan hematuria
tanpa ekstravasasi urin. Rudapaksa tumptul juga dapat menyebabkan ruptur
buli-buli terutama bia kandung kemih penuh atau terdapat kelainan patologik
seperti tuberculosis, tumor atau obstruksi sehingga rudapaksa kecil
menyebabkan ruptur.
4 | P a g e
e. WOC Trauma Bladder
5 | P a g e
Kandung kemih/ bladder
Kecelakaan Fraktur tulang panggul
Ruda paksa tumpul
Ruda paksa tajam
Patah tulang pelvis
Kontusio buli-buli Rupture Luka tusuk atau tembak
Memar
Trauma bladder
obstruksi Jejas/ hematom abdomen Robekan dinding bladder
perdarahan
anemiakateterisasi
Tekanan kandung kemih
Nyeri tekan supra pubik
Resiko komplikasi infeksi Gangguan rasa nyaman nyeri
Syok hipovolemik
inkontinensia
f. Manifestasi Klinis Trauma Bladder
1) Umumnya fraktur tulang pelvis disertai perdarahan hebat sehingga jarang
penderita datang dalam keadaan anemik bahkan sampai syok.
2) Pada abdomen bagian bawah tampak jejas atau hematom dan terdapat
nyeri tekan pada daerah supra pubik di tempat hematom.
3) Pada ruptur buli-buli intraperitonial urin masuk ke rongga peritonial
sehingga memberi tanda cairan intra abdomen dan rangsangan peritonial.
4) Lesi ekstra peritonial memberikan gejala dan tanda infiltrat urin di rongga
peritonial yang sering menyebabkan septisemia.
5) Penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil, kadang keluar darah dari
uretra.
g. Pemeriksaan Diagnostik Trauma Bladder
1) Hematocrit menurun
2) Pemeriksaan pencitraan berupa sistografi yaitu dengan memasukkan
kontras ke dalam kandung kemih sebanyak 300-400 ml secara gravitasi
( tanpa tekanan ) melalui kateter per-uretram. Kemudian dibuat beberapa
foto, yaitu :
a) Foto pada saat kandung kemih terisi kontras dalam posisi anterior-
posterior (AP)
b) Pada posisi oblik.
c) Wash out film yaitu foto setelah kontras dikeluarkan dari kandung
kemih.
h. Penatalaksanaan Trauma Bladder
Pada kontusio cukup dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan
untuk memberikan istirahat pada kandung kemih. Dengan cara ini diharapkan
buli-buli sembuh setelah 7-10 hari. Pada rupture traumatic intraperitoneal
dilakukan bedah eksplorasi segera dan perbaikan laserasi, disertai drainase
suprapubis dari kandung kemih dan ruang perivesikal (di sekitar kandung
kemih) kemudian dipasang kateter sistostomi yang dilewatkan di luar sayatan
laparotomi.
6 | P a g e
2. Trauma Uretra
a. Pengertian Trauma Uretra
Truma uretra adalah suatu cedera yang mengenai uretra sehingga
menyebabkan ruptur pada uretra (Arif Muttaqin:2011)
Ruptur uretra adalah ruptur pada uretra yang terjadi langsung akibat
trauma dan kebanyakan disertai fraktur tulang panggul, khususnya os pubis
(simpiolisis).
Cedera uretra adalah suatu cedera yang mengenai uretra sehingga
menyebabkan rupture pada uretra. Cedera uretra dibedakan menjadi cedera
uretra anterior dan cedera uretra posterior berdasarkan etiologi trauma, tanda
klinis, pengelolaan, serta prognosisnya berbeda.
Gambar: hematoma akibat trauma uretra
Sumber: google.com
b. Etiologi Trauma Uretra
Penyebab trauma uretra dapat terjadi di karenakan hal berikut ini :
1) Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar dan cedera
iatrogenic akibat instrumentasi pada uretra.
2) Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis, menyebabkan
rupture uretra pars membranasea, sedangkan trauma tumpul pada
selangkangan atau “straddle injury” dapat menyebabkan rupture uretra
para bulbosa.
3) Pemasangan kateter pada uretra yang kurang hati-hati dapat menimbulkan
robekan uretra karena salah jalan (false route).
7 | P a g e
c. Klasifikasi Trauma Uretra
Ruptur uretra dibagi menjadi 2 macam:
1) Ruptur uretra anterior :
Paling sering pada bulbosa disebut Straddle Injury, dimana robekan
uretra terjadi antara ramus inferior os pubis dan benda yang
menyebabkannya. Terdapat daerah memar atau hematoma pada penis dan
scrotum (kemungkinan ekstravasasi urine Penyebab tersering : straddle
injury ( cedera selangkangan )
Jenis kerusakan :
Kontusio dinding uretra.
Ruptur parsial.
Ruptur total.
2) Ruptur uretra posterior :
Paling sering pada membranacea.
Ruptur uretra pars prostato-membranasea
Terdapat tanda patah tulang pelvis.
Terbanyak disebabkan oleh fraktur tulang pelvis.
Robeknya ligamen pubo-prostatikum.
Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai jejas,
hematom dan nyeri tekan.
Bila disertai ruptur kandung kemih bisa ditemukan tanda rangsangan
peritoneum.
d. Patofisiologi Trauma Uretra
Ruptur uretra sering terjadi bila seorang penderita patah tulang panggul
karena jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Ruptur uretra dibagi menjadi 2 yaitu ;
rupture uretra posterior dan anterior.
Ruptur uretra posterior hampir selalu disertai fraktur pelvis. Akibat
fraktur tulang pelvis terjadi robekan pars membranaseae karena prostat dan
uretra prostatika tertarik ke cranial bersama fragmen fraktur. Sedangkan uretra
membranaseae terikat di diafragma urogenital. Ruptur uretra posterior dapat
terjadi total atau inkomplit. Pada rupture total, uretra terpisah seluruhnya dan
8 | P a g e
ligamentum puboprostatikum robek, sehingga buli-buli dan prostat terlepas ke
cranial.
Rupture uretra anterior atau cedera uretra bulbosa terjadi akibat jatuh
terduduk atau terkangkang sehingga uretra terjepit antara objek yang keras
seperti batu, kayu atau palang sepeda dengan tulang simpisis. Cedera uretra
anterior selain oleh cedera kangkang juga dapat di sebabkan oleh
instrumentasi urologic seperti pemasangan kateter, businasi dan bedah
endoskopi. Akibatnya dapat terjadi kontusio dan laserasi uretra karena straddle
injury yang berat dan menyebabkan robeknya uretra dan terjadi ekstravasasi
urine yang biasa meluas ke skrotum, sepanjang penis dan ke dinding abdomen
yang bila tidak ditangani dengan baik terjadi infeksi atau sepsis.
9 | P a g e
e. WOC Trauma Uretra
10 | P a g e
Trauma pada uretra
Rupture uretra posteriorRupture uretra anterior
Spasme otot peritoneum:
Hematom perivesika perdarahan per-uretram, retensi urine perdarahan dalam
masif
Spasme otot perineum
Ekstravasasi saluran urine:
Hematom penis dan inguinal
Anuria
Iritasi kulit penis atau inginual
Nyeri
Gangguan pemenuhan eliminasi urine
Actual atau risiko syok hipovolemik Actual atau
risiko tinggi infeksi
Kerusakan integritas Tindakan pembedahan
Respon psikologis: koping maladaptive kecemasan
Kecemasan
Pemenuhan informasi
f. Manifestasi Klinis Trauma Uretra
1) Perdarahan per-uretra post trauma.
2) Retensi urine.
3) Rupture uretra posterior
Perdarahan per uretra
Retensi urine.
Pemeriksaan Rektal Tuse : Floating Prostat.
Ureterografi: ekstravasasi kontras dan adanya fraktur pelvis.
4) Rupture uretra anterior:
Perdarahan per-uretra/ hematuri.
Sleeve Hematom/butterfly hematom.
Kadang terjadi retensi urine.
5) Rupture uretra total
Penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak terjadi ruda
paksa.
Nyeri perut bagian bawah dan daerah supra pubik.
Pada perabaan mungkin dijumpai kandung kemih yang penuh.
g. Pemeriksaan Penunjang Trauma Uretra
Pemeriksaan radiologik:
Tampak adanya defek uretra anterior daerah bulbus dengan ekstravasasi bahan
kontras uretografi retrograd.
Gambar: hasil ronsen pada trauma uretra
Sumber : google.com
11 | P a g e
h. Penatalaksanaan Trauma Uretra
Penting bagi seluruh perawat untuk mengetahui bahwa tidak boleh
melakukan pemasangan kateter pada kondisi rupture uretra karena dapat
menyebabkan kerusakan uretra yang lebih parah.
Rupture uretra posterior biasanya diikuti oleh trauma mayor pada
organ lain (abdomen dan fraktur pelvis) disertai dengan ancaman jiwa berupa
perdarahan. Tindakan yang berlebihan akan menyebabkan timbulnya
perdarahan yang lebih banyak pada kavum pelvis dan prostat, serta menambah
kerusakan pada uretra dan struktur neurovascular di sekitarnya.
Kerusakan neurovascular menambah kemungkinan terjadinya
disfungsi ereksi dan inkontinensia. Pada keadaan akut, tindakan yang
dilakukan adalah melakukan sistostomi untuk diversi urine. Setelah keadaan
stabil, sebagian ahli urologi melakukan primary endoscopic realignment yaitu
melakukan pemasangan kateter uretra sebagai splint melalui tuntunan
uretroskopi. Dengan cara ini diharapkan kedua ujung uretra yang terpisah
dapat saling didekatkan. Tindakan ini dilakukan sebelum 1 minggu pasca-
ruptur dan kateter dipertahankan selama 14 hari.
Pada trauma anterior , kontusi uretra dimonitor terhadap kemungkinan
menjadi striktur uretra dimonitor terhadap kemungkinan menjadi striktur
uretra dan dilakukan uretografi pada 4-6 bulan kemudian. Pada ekstravasasi
ringan, cukup dilakukan sistonomi untuk mengalihkan aliran urine. Kateter
sistostomi dpertahankan sampai 2 minggu dan lepas setelah diyakinkan
melalui pemeriksaan uretografi bahwa sudah tidak ada ekstravasasi kontras
atau tidak timbul striktura uretra. Namun, jika timbul skriktura uretra. Namun,
jika timbul striktura uretra, maka dilakukan reparasi uretra.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Konsep Asuhan Keperawatan Trauma Bladder
a. Pengkajian
Kaji keluhan nyeri di daerah suprasimfisis, miksi bercampur darah atau
mungkin pasien tidak dapat miksi. Pemeriksaan secara umum sering
didapatkan adanya syok hipovolemik yang berhubungan dengan fraktur
pelvis dan perdarahan dalam pasif.
12 | P a g e
Inspeksi lokalis terdapat adanya tanda fraktur pubis, hematom
perivesika. Pada urine output didapatkan adanya hematuria, penurunan
jumlah urine sampai anuria. Klien terlihat nyeri saat berkemih.
Pemeriksaan abdominal : distensi, guarding, reboud tenderness,
hilangnya/ penurunan suara usus dan tanda-tanda iritasi peritoneal
menunjukkan kemungkinan pecahnya kandung kemih intraperitoneal.
Pemeriksaan dubur harus dilakukan untuk mengevaluasi posisi prostat.
Posisi prostat yang melayang atau tidak pada posisi anatomis normal
mengindikasikan adanya cedera kandung kemih disertai adanya rupture
pada uretra.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
akibat robekan dinding bladder
2) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan nyeri tekan supra
pubik dikarenakan adanya hematom pada daerah abdomen.
3) Resiko komplikasi infeksi berhubungan dengan pemasangan
kateterisasi.
c. Intervensi Keperawatan
Dx 1 : resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
akibat robekan dinding bladder .
Intervensi :
1. Observasi tensi, nadi, suhu, pernafasan dan tingkat kesadaran pasien.
( Rasional : Terjadinya perubahan tanda vital merupakan manifestasi
awal sebagai kompensasi hypovolemia dan penurunan curah jantung).
2. Berikan cairan IV sesuai kebutuhan.( Rasional : Perbaikan volume
sirkulasi biasanya dapat memperbaiki curah jantung).
3. Berikan O2 sesuai kebutuhan.( Rasional : Kadar O2 yang maksimal
dapat membantu menurunkan kerja jantung ).
4. Kolaborasi pemberian obat-obatan anti perdarahan.( Rasional : Untuk
menghentikan atau mengurangi perdarahan yang sedang berlangsung ).
Dx 2 : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan nyeri tekan
supra pubik dikarenakan adanya hematom pada daerah abdomen.
ditandai dengan :
13 | P a g e
a) Klien mengeluh nyeri pada daerah abdomen bawah yang terkena.
b) Adanya nyeri tekan pada daerah bladder yang terkena.
Intervensi :
1. Kaji skala nyeri, catat lokasi, lama, intensitas dan karakteristiknya.
(Rasional : perubahan dalam lokasi atau intensitas tidak umum tetapi
dapat menunjukkan adanya komplikasi).
2. Atur posisi sesuai indikasi, misalnya semi fowler. (Rasional :
memudahkan drainase cairan/ luka karena gravitasi dan membantu
meminimalkan nyeri karena gerakan).
3. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya nafas dalam, teknik relaksasi/
visualisasi. (Rasional : meningkatkan kemampuan koping dengan
memfokuskan perhatian pasien).
Dx 3 : Resiko komplikasi infeksi berhubungan dengan pemasangan
kateterisasi.
Intervensi :
1. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tekhnik cuci
tangan yang baik.( Rasional : Cara pertama untuk menghindari infeksi
nasokomial ).
2. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan seperti adanya
inflamasi.( Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk
melakukan tindakan segera dan pencegahan terhadap komplikasi
selanjutnya ).
3. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam dan menggigil.
( Rasional : Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang
selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera ).
14 | P a g e
2. Konsep Asuhan Keperawatan Trauma Uretra
a. Pengkajian
1) Identitas pasien:
Meliputi nama, alamat,
Jenis kelamin: trauma uretra bisanya terjadi pada pria karena uretra
pria lebih panjang sehingga resiko terjadi trauma lebih besar).
Umur: usia produktif lebih beresiko karnena rentan terjadi
kecelakaan
Pekerjaan: pekerja lapangan atau pekerja berat lebih beresiko
terjadi kecelakaan dalam pekerjaan.
2) Keluhan utama
Hal yang paling dirasakan pasien seperti:
Nyeri akut
Perdarahan per-uretra post trauma
Fraktur pelvis
Hematom penis dll.
3) Riwayat penyakit sekarang
Menceritakan tentang perjalanan penyakitdari pasien dirumah sampai
dibawa ke rumahsakit. Biasanya pasien mengeluh Perdarahan per-
uretra post trauma, hematoma dll (kaji riwayat trauma)
4) Riwayat penyakit dahulu
Kaji pasien memiliki riwayat fraktur pelvis
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya tidak ditemukan adanya hubungan riwayat penyakit keluarga
dengan trauma uretra.
6) Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan.
Misalnya kebiasaan mengendarai sepedah beresiko untuk terjadinya
trauma atau cidera uretra
b. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan retensi urin akibat
obstruksi saluran kencing
b) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pengaktifan
mediator nyeri akibat spasme otot
15 | P a g e
c) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan iritasi jaringan kulit,
hematom penis, hematom inguinal sekunder cedera selangkangan.
d) Kecemasan berhubungan dengan prognosis pembedahan, tindakan
invasif diagnostik.
c. Intervensi Keperawatan
Dx. 1 : Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan retensi urin akibat
obstruksi saluran kencing.
Intervensi :
1. Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urine. (Rasional :
memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi).
2. Tentukan pola berkemih normal dan perhatikan variasi. (Rasional :
kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf yang menyebabkan
sensasi kebutuhan berkemih segera).
3. Dorong meningkatkan pemasukan cairan. (Rasional : peningkatan
hidrasi dapat membilasi bakteri, darah dan debris dan dapat membantu
lewatnya batu).
Dx. 2 : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pengaktifan
mediator nyeri akibat spasme otot.
Intervensi :
1. Kaji skala nyeri, lokasi, dan intensitas nyeri. (Rasional : mengobservasi
tindakan yang telah dilakukan).
2. Beri tindakan nyaman, contoh pijatan punggung. (Rasional :
meningkatkan relaksasi menurunkan tegangan otot).
3. Berikan kompres hangat pada punggung. (Rasional : menghilangkan
tegangan otot dan dapat menurunkan reflek spasme).
4. Berikan analgesic. (Rasional : membantu meringankan nyeri dari
dalam tubuh).
16 | P a g e
C. Aplikasi Kasus
1. Kasus
Ny.B 29th datang ke RS. Dengan keluhan nyeri abdomen bagian bawah dan
klien tidak mampu BAK serta keluar darah dari alat kelamin.klien mengatakan Ketika
di jalan kendaraan klien menabrak kendaraan orang lain yang berlawanan arah saat
klien mau melewati tumpukkan pasir. Setelah terjadi tabrakan klien mengalami
benturan pada daerah abdomen bagian bawah akibat dari benturan setang sepeda
motor klien dan terdapat luka lecet pada bagian tangan dan lutut klien. Kemudian
teman-teman dan orang tua klien langsung membawa klien ke RSUD Gresik untuk
mendapatkan pengobatan dan perawatan. terpasang kateter dan keluar darah saat
BAK melalui kateter.TD 100/80 mmHg, nadi 100x/menit, RR 20X/menit, suhu 38ºC.
2. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : Ny.B
Umur : 29 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa / WNI
Pendidikan : SLTA
Bahasa : Jawa
Alamat : Gresik
Diagnosa medis : Trauma vesika urinaria
b. Alasan masuk rumah sakit
Alasan dirawat
Kecelakaan lalu lintas dan nyeri abdomen bagian bawah dan keluar darah dari
alat kelamin.
Keluhan utama
Nyeri abdomen bagian bawah dan klien tidak mampu BAK serta keluar darah
dari alat kelamin.
c. Riwayat penyakit
1) Riwayat penyakit dahulu
Sebelum dirawat klien tidak pernah mengalami sakit yang serius dan tidak
ada riwayat alergi obat atau makanan.
17 | P a g e
2) Riwayat penyakit sekarang
Ketika di jalan kendaraan klien menabrak kendaraan orang lain yang
berlawanan arah saat klien mau melewati tumpukkan pasir. Setelah terjadi
tabrakan klien mengalami benturan pada daerah abdomen bagian bawah
akibat dari benturan setang sepeda motor klien dan terdapat luka lecet pada
bagian tangan dan lutut klien. Kemudian teman-teman dan orang tua klien
langsung membawa klien ke RSUD Gresik untuk mendapatkan
pengobatan dan perawatan.
3) Riwayat penyakit keluarga
Menurut keluarga klien dalam keluarganya tidak ada yang menderita
penyakit menular dan keturunan seperti hipertensi dan DM.
d. Aktivitas sehari-hari
1) Makan dan minum
Di rumah : pola makan klien 3 x sehari, dengan makanan yang pokok
sehari-hari seperti nasi, lauk pauk, sayur mayur dan juga bila ada buah-
buahan. Klien minum air putih ± 7 – 9 gelas /hari
Di RS : klien mengalami penurunan nafsu makan, porsi makan yang
disediakan hanya ± 2 – 3 sendok yang dimakan. Klien minum ± 4 – 5
gelas/hari. Diet yang diberikan adalah bubur biasa (TKTP).
2) Eliminasi BAK dan BAB
Di rumah : klien BAK ± 5 - 6 kali/hari, warna kuning jernih, bau khas,
pola BAB 1 - 2 x sehari dengan konsistensi padat.
Di RS : pada saat pengkajian klien tidak ada BAB, dan klien tidak
mampu BAK melalui kateter dan hanya darah segar didalam urinebag
klien.
3) Istirahat dan tidur
Di rumah : klien tidur ± 6 – 7 jam pada malam hari dan jarang tidur
siang.
Di RS : klien istirahat cukup, hanya diam di tempat tidur dan klien
bisa tidur.
18 | P a g e
e. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit di area abdomen bagian
bawah. Kesadaran pasien compos mentis. TTV abnormal, yaitu TD 100/80
mmHg, nadi 100x/menit, RR 20X/menit, suhu 38ºC.
Head to Too
1) Kepala
Bentuk kepala simetris, kulit kepala cukup bersih, posisi kepala tegak
dapat digelengkan ke kiri / kekanan, tidak terdapat luka jahitan.
2) Rambut
Bentuk rambut lurus, berwarna hitam, kebersihan cukup baik.
3) Mata (Penglihatan)
Terlihat bersih (tidak ada kotoran), struktur mata simetris, fungsi
penglihatan baik, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, klien tidak
memakai alat bantu penglihatan / kacamata, dan visus mata 6/6.
4) Hidung (Penciuman).
Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, tidak ada perdarahan, polip dan
tidak ada peradangan, terlihat bersih (tidak ada benda asing atau secret
serta kotoran yang menempel)
5) Telinga (Pendengaran)
Bentuk dan posisi simetris, fungsi pendengaran baik, tidak terdapat luka
danj klien tidak mengguanakan alat bantu pendengaran.
6) Mulut dan Gigi
Mukosa bibir agak kering, lidah tampak bersih, jumlah gigi lengkap,
kebersihan gigi cukup baik, tidak tercium bau mulut, fungsi pengecapan
baik (dapat membedakan rasa) tidak ada masalah dalam menelan tapi klien
cuma kurang nafsu makan.
7) Leher
Terlihat bersih(tidak terdapat kotoran dilipatan kulit), tidak terdapat
pembesaran getah bening maupun kelenjar tiroid, dan tidak ada
keterbatasan gerak pada leher.
8) Thorax (Fungsi Pernafasan)
Bentuk simetris, frekuensi nafas 20x/menit, tidak terlihat sesak nafas /
tidak menggunakan alat bantu pernafasan, dada teraba datar dan tidak ada
19 | P a g e
nyeri tekan dan tidak terdengar bunyi nafas tambahan ronchi dan
wheezing.
9) Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris, tampak kebiruan pada perut bagian bawah.
Auskultasi : bising usus normal 8x/menit
Perkusi : -
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada abdomen bagian bawah.
10) Reproduksi
Klien berjenis kelamin perempuan, terpasang kateter dan keluar darah saat
BAK melalui kateter.
11) Ekstremitas
Atas : Ekstremitas atas sebelah kanan terpasang infuse RL 20
tetes/menit dan ekstremitas atas sebelah kiri dan kanan terdapat luka lecet.
Bawah : Ekstremitas bawah terdapat luka lecet pada kedua lutut dan nyeri
apabila digerakkan.
12) Integument
Turgor kulit baik kembali kurang dari 2 detik, warna kulit sawo matang,
suhu 38ºC, dan terdapat hematume serta lesi.
3. Analisa Data
Data Problem Etiologi
DS:
- Ny B mengatakan nyeri
pada abdomen bawah
- P = nyeri dirasa saat BAK
- Q = nyeri setiap kali BAK
- R =Abdomen menyebar
ke kelamin
- S = skala nyeri 7
- T = nyeri dirasa semenjak
terjadinya kecelakaan dan
muncul setiap kali BAK
Kerusakan jaringan (trauma)
pada daerah bladder
Gangguan rasa nyaman
(nyeri)
20 | P a g e
DO:
- Tampak kebiruan pada
perut bagian bawah
- Terdapat nyeri tekan pada
abdomen bagian bawah
DS:
- Ny B mengatakan tidak
dapat BAK serta keluar
darah dari alat kelamin
DO:
- Ny B tidak mampu BAK
melalui kateter, hanya
darah segar di dalam urine
bag.
Trauma bladder ditandai
dengan hematuria
Gangguan eliminasi
urine
DS:
- Ny B mengatakan keluar
darah dari alat kelamin
DO:
- Tampak kebiruan pada
abdomen bagian bawah
Adanya luka trauma Resiko tinggi Infeksi
Prioritas diagnosa
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan
(trauma) pada daerah bladder ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada
daerah abdomen bawah
2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan trauma bladder ditandai
dengan hematuria.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka trauma.
21 | P a g e
4. Intervensi Keperawatan
No
Dx.NOC NIC Rasional
1 Tujuan : Nyeri
Berkurang
setelah
dilakukan
tindakan 3x24
jam dengan
kriteria hasil:
Pasien tampak
rileks
1. Ajarkan Teknik
Relaksasi
2. Kaji nyeri
meliputi lokasi,
karakteristik,
intensitas (0-10)
3. Kolaborasi medis
dengan pemberian
analgesik
1. Mengembalikan
perhatian dan
meningkatkan rasa
kontrol.
2. Membantu evalusi
derajat ketidaknyamanan
dan deteksi dini
terjadinya komplikasi
3. Analgesik dapat
menghilangkan nyeri.
2 Tujuan: tidak
ada gangguan
pemenuhan
eliminasi
setelah
dilakukan
tindakan 3x 24
jam dengan
kriteria hasil:
pasien bisa
berkemih dan
distensi
abdomen tidak
teraba
1. Katerisasi untuk
residu urine dan
biarkan kateter tak
menetap sesuai
indikasi.
2. Perhatikan aliran dan
karakteristik urine.
3. Siapkan alat bantu
untuk drainase urin,
contoh : sistomi
1. Menghilangkan atau
mencegah retensi urin
dan mengesampingkan
adanya striktur urtra.
2. Penurunan aliran
menunjukkan retensi
urin, urin keruh mungkin
normal (adanya mukus)
atau mengindikasikan
proses infeksi.
3. Diindikasikan untuk
mengeluarkan kandung
kemih selama episode
atau bila bedah
dikontraindikasikan
karena status kesehatan
pasien
3 Tujuan:
Mengurangi
1. Jelaskan pada klien
dan keluarga tentang
1. Pengetahuan yang
memadai memungkinkan
22 | P a g e
resiko infeksi
setelah
dilakukan
tindakan 3x24
jam dengan
kriteria hasil:
tidak ada
eritema dan
gejala infeksi
lainnya.
tanda-tanda infeksi
2. Observasi tanda-tanda
infeksi
3. Motivasi klien untuk
menjaga kebersihan
diri
4. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian antibiotik.
klien kooperatif terhadap
tindakan keperawatan.
2. Deteksi dini adanya
infeksi dan menentukan
tindakan selanjutnya.
3. Lingkungan yang lembab
merupakan media
pertumbuhan kuman
meningkatkan terjadinya
resiko infeksi.
4. Mencegah pertumbuhan
kuman yang lebih
progresif.
5. Implementasi keperawatan
NoTanggal dan
JamPelaksanaan
Evaluasi Tindakan/
Respons klien
Nama
dan
Paraf
Petugas
1 20 Maret 2016
08.00
1. Mengajarkan
Teknik Relaksasi
mendengarkan
musik kepada
klien.
2. Mengkaji nyeri
meliputi lokasi,
karakteristik,
intensitas (0-10).
3. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian asam
1. Klien kooperative
saat perawat
mengajarkan
teknik relaksasi
dengan musik.
Klien lebih
memilih musik
slow dan klien
mendengarkan
musik sambil
memejamkan
mata. Klien
23 | P a g e
efenamat tampak rileks dan
menikmatinya.
2. Nyeri yang
dirasakan klien 5.
3. Setelah dibeikan
obat asam
efenamat klien
merasa nyeri
berkurang .
2 20 maret 2016
13.00
1. Melakukan
katerisasi untuk
residu urine dan
biarkan kateter tak
menetap sesuai
indikasi.
2. Mengkaji aliran
dan karakteristik
urine
(konsistensinya,
volumenya,
warnanya, dan
baunya)
3. Menyiapkan alat
bantu untuk
drainase urin,
contoh : sistostomi
1. Klien merasa
sedikit nyeri saat
dilakukan
katerisasi.
2. Konsistensi
urinnya sedikit
pekat, BAK
sedikit,warnanya
kecoklatan, baunya
amis.
3. Perawat hanya
menyiapkan jika
terjadi komplikasi.
3 20 Maret 2016
15.00
1. Menjelaskan pada
klien dan keluarga
tentang tanda-tanda
infeksi yaitu kalor,
dolor, tumor,
fungsiolesa.
2. Mengobservasi
tanda-tanda infeksi
1. Klien dan keluarga
mendengarkan dan
kooperatif saat
perawat
menjelaskan. Dan
bisa menerangkan
lagi apa yang
24 | P a g e
apakah ada
kenaikan suhu
tubuh,
pembengkakan
didaerah luka,
kehilangan fungsi
jaringan,
kemrahan.
3. Memotivasi klien
untuk menjaga
kebersihan diri.
4. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian
antibiotik
Amoxilin.
dijelaskan perawat.
2. Belum ditemukan
tanda-tanda infeksi
pada daerah
katerisasi.
3. Klien menjaga
kebersihan dengan
mandi 2 kali
sehari.
4. Klien
mengkonsumsi
obatnya.
6. Evaluasi Keperawatan
No.
DxTanggal Catatan Perkembangan
Nama
&
paraf
1 22 Maret
2016
S: Ny. B mengatakan bahwa ia merasa
Rileks dan nyerinya berkurang.
O: pada hasil pengkajian nyeri didapat
skala nyerinya 4
A: Tujuan tidak tercapai
P: Pasien diberikan HE
2 22 Maret
2016
S: Ny. B merasa enakan karena BAKnya
lancar. tetapi agak risih.
O: Konsistensi urinnya sedikit pekat,
BAK sedikit,warnanya kecoklatan,
25 | P a g e
baunya amis.
A: Tujuan tercapai
P: Lanjutkan Intervensi No.1 dan
diberikan HE
3 9 Maret 2016 S: Klien mengatakan dan menjelaskan
tanda-tanda nyeri.
O: terlihat merah dibagian labia minora.
A: Tujuan tercapai sebagian
P: Lanjutkan intervensi no.3, 4 dan
diberikan HE
26 | P a g e
BAB 3
PEMBAHASAN
Ditemukan sebuah kasus Ny.B 29th datang ke RS. Dengan keluhan nyeri abdomen
bagian bawah dan klien tidak mampu BAK serta keluar darah dari alat kelamin.klien
mengatakan Ketika di jalan kendaraan klien menabrak kendaraan orang lain yang berlawanan
arah saat klien mau melewati tumpukkan pasir. Setelah terjadi tabrakan klien mengalami
benturan pada daerah abdomen bagian bawah akibat dari benturan setang sepeda motor klien
dan terdapat luka lecet pada bagian tangan dan lutut klien. Kemudian teman-teman dan orang
tua klien langsung membawa klien ke RSUD Gresik untuk mendapatkan pengobatan dan
perawatan. terpasang kateter dan keluar darah saat BAK melalui kateter.TD 100/80 mmHg,
nadi 100x/menit, RR 20X/menit, suhu 38ºC.
Dari data pengkajian kasus yang didapatkan sudah sesuai dengan konsep pengkajian
asuhan keperawatan trauma Bladder. Dimana pada Ny.B terdapat keluhan abdomen bagian
bawah dan klien tidak mampu BAK serta keluar darah dari alat kelamin. Umumnya fraktur
tulang pelvis disertai perdarahan hebat sehingga jarang penderita datang dalam keadaan
anemik bahkan sampai syok. Data ini sesuai dengan manifestasi klinis pada klien dengan
trauma bladder yaitu: Pada abdomen bagian bawah tampak jejas atau hematom dan terdapat
nyeri tekan pada daerah supra pubik di tempat hematom. Pada ruptur buli-buli intraperitonial
urin masuk ke rongga peritonial sehingga memberi tanda cairan intra abdomen dan
rangsangan peritonial. Lesi ekstra peritonial memberikan gejala dan tanda infiltrat urin di
rongga peritonial yang sering menyebabkan septisemia. Penderita mengeluh tidak bisa buang
air kecil, kadang keluar darah dari uretra.
Diagnosa keperawatan ditemukan 3 diagnosa yang sesuai dari hasil analisa data yang
didapatkan dari klien. Yang pertama yaitu Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan
dengan kerusakan jaringan (trauma) pada daerah bladder ditandai dengan klien mengeluh
nyeri pada daerah abdomen bawah . yang kedua yaitu Gangguan eliminasi urine berhubungan
dengan trauma bladder ditandai dengan hematurina, Dan yang ketiga yaitu Resiko tinggi
infeksi berhubungan dengan adanya luka trauma.
Intervensi dan Implementasi keperawatannya sudah sesuai dengan konsep
keperawatan pada klien dengan trauma bladder. Untuk evaluasi keperawatannya kami
mengambila SOAP dengan acuan sesua dengan Tinjauan teori.
27 | P a g e
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
1. Trauma bladder adalah rusaknya kandung kencing (organ yang menampung urin
dari ginjal) atau uretra (saluran yang menghubungkan kandung kencing dengan
dunia luar.
2. Truma uretra adalah suatu cedera yang mengenai uretra sehingga menyebabkan
ruptur pada uretra (Arif Muttaqin:2011)
3. Konsep keperawatan trauma bladder dari data pengkajian mempunyai gejala
khas pada saat dikaji yaitu Kaji keluhan nyeri di daerah suprasimfisis, miksi
bercampur darah atau mungkin pasien tidak dapat miksi. Pemeriksaan secara
umum sering didapatkan adanya syok hipovolemik yang berhubungan dengan
fraktur pelvis dan perdarahan dalam pasif.
4. Konsep keperawatan trauma uretra dari data pengkajian mempunyai gejala khas
yaitu Nyeri akut, Perdarahan per-uretra post trauma, Fraktur pelvis, Hematom
penis.
4.2 Saran
1. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui/menguasai tentang penyakit asuhan
keperawatan untu klien dengan gangguan sistem perkemihan pada bladder dan
uretra agar dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
28 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M., Wilfrid Dayrit, Yakobus Siswadi. 2008. Klien Gangguan Kardiovaskular.
Jakarta : EGC.
Hidayat, A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika
Saputra, Dr. Lyndon. 2012. Buku Saku Kpererawatan Pasien dengan GangguanFungsi Renal
dan Urologi Disertai Contoh Kasus Klinik. Tanggerang: Bina Rupa Aksara
Publisher.
Williams, Lippincott & Wilkins. 2009. Kapita Selekta Penyakit:Dengan implikasi
Keperawatan. Jakarta: Media Aesculapius.
Wilkinson, Judith M., Ahern Nancy R. 2012. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
29 | P a g e