Irritable Bowel Syndrom (IBS)

15
IRRITABLE BOWEL SYNDROM (IBS) PENDAHULUAN Irritable bowel syondrome atau IBS merupakan gangguan fungsional pada saluran cerna bagian bawah berupa adanya nyeri perut, distensi dan gangguan pola defekasi tanpa gangguan organik. Gejala-gejala IBS biasanya tidak spesifik, gejalanya biasanya seperti gejala yang sering ditunjukkan pada hampir semua individu. (Quigley, E.M.M., 2012) IBS merupakan ganguan yang paling umum terjadi di negara- negara maju. Survei komunitas melaporkan bahwa di Eropa Barat dan Amerika Utara prevalensinya sebesar 10% pada dewasa. (Quigley, E.M.M., 2012) Gejala klinik IBS berupa nyeri perut atau rasa tidak nyaman di abdomen dan perubahan pola buang air besar seperti diare, konstipasi atau diare dan konstipasi bergantian serta rasa kembung.. Pemeriksaan fisik tidak cukup spesifik untuk menegakkan diagnosis IBS, sehingga diagnosis IBS ditegakkan berdasarkan kriteria Rome III atas dasar gejala-gejala yang khas tersebut. (Soares, R.L.S., 2014)

description

Irritable Bowel Syndrom (IBS)

Transcript of Irritable Bowel Syndrom (IBS)

Page 1: Irritable Bowel Syndrom (IBS)

IRRITABLE BOWEL SYNDROM (IBS)

PENDAHULUAN

Irritable bowel syondrome atau IBS merupakan gangguan fungsional pada saluran

cerna bagian bawah berupa adanya nyeri perut, distensi dan gangguan pola defekasi tanpa

gangguan organik. Gejala-gejala IBS biasanya tidak spesifik, gejalanya biasanya seperti

gejala yang sering ditunjukkan pada hampir semua individu. (Quigley, E.M.M., 2012)

IBS merupakan ganguan yang paling umum terjadi di negara-negara maju. Survei

komunitas melaporkan bahwa di Eropa Barat dan Amerika Utara prevalensinya sebesar 10%

pada dewasa. (Quigley, E.M.M., 2012)

Gejala klinik IBS berupa nyeri perut atau rasa tidak nyaman di abdomen dan perubahan

pola buang air besar seperti diare, konstipasi atau diare dan konstipasi bergantian serta rasa

kembung.. Pemeriksaan fisik tidak cukup spesifik untuk menegakkan diagnosis IBS,

sehingga diagnosis IBS ditegakkan berdasarkan kriteria Rome III atas dasar gejala-gejala

yang khas tersebut. (Soares, R.L.S., 2014)

Page 2: Irritable Bowel Syndrom (IBS)

A. DEFINISI

IBS adalah suatu gangguan fungsional pada sistem gastrointestinal yang ditandai

dengan nyeri pada abdomen atau rasa tidak nyaman akibat frekuensi dan kualitas BAB (diare

atau konstipasi). (Longstreth GF. et al,2006) Klasifikasi IBS berdasarkan Rome III (2006)

terbagi menjadi 4 subtipe : 1.IBS-D (IBS with diarrhea); 2.IBS-C (IBS with constipation;

3.IBS-M (Mixed IBS); 4. IBS-U (Unsubtyped IBS). IBS merupakan penyakit yang tidak

berbahaya, namun dapat menurunkan kualitas hidup penderita. (Zhu, L. et al., 2015)

B. EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan hasil studi meta analisis epidemiologi IBS oleh Lovelly dan Ford,

prevalensi IBS secara global sbesar 11,2% dan tidak berubah selama 30 tahun terakhir. Di

negara barat, sekitar 10-20% orang dewasa mengalami gejala IBS yang dilaporkan juga di

negara Asia. Prevalensi terendah yaitu di Asia tenggara sebesar 7,0% dan prevalensi

tertinggi di Afrika Selatan sebesar 21,0%. Lebih banyak terjadi pada perempuan

dibandingkan laki-laki. (Yuka, E. et al., 2015)

C. ETIOLOGI

Penyebab dari IBS tidak sepenuhya dipahami oleh para ahli dan penyebabnya bersifat

multifaktorial. Beberapa mekanisme penyebab seperti dismotalitas gastrointestinal,

hipersensitivitas visceral, aktivasi mukosa usus, dan peningkatan permeabilitas usus. Selain

itu adanya alergi makanan dapat menimbulkan keluhan IBS. Namun, yang paling sering

menyebabkan IBS adalah adanya faktor biopsikososial. Gejala yang timbul merupakan

interaksi dari psikologi, kebiasaan, psikososial dan lingkungan. (Soares, R.L.S., 2014)

D. PATOFISOLOGI

Sesuai etiologi diatas, penyebab IBS bersifat multifaktorial. Berikut dijelaskan

mekanisme timbulnya gejala IBS.

1. Dismotalitas Usus

Gangguan motilitas usus dipengaruhi oleh hormon serotonin. Hormon

seritonin berfungsi untuk mengatur pergerakan motilitas, seksresi, dan sensasi pada

usus. Hormon ini mengaktifasi neuron afferen untuk mengatur pergerakan (motilitas)

peristaltik dan sekresi usus tetap sesuai (normal). Adanya perubahan serotonin dapat

menimbulkan gejala IBS. Penurunan hormon serotonin menimbulkan IBS-D, IBS

Page 3: Irritable Bowel Syndrom (IBS)

dengan dominan diare atau IBS-C, IBS dengan dominan konstipasi. (Soares, R.L.S.,

2014)

2. Hipersensitivitas viseral

Hipersensitivitas viseral merupakan salah satu faktor penting yang

menyebabkan gejala IBS. Ini diawali dengan stimulasi berbagai macam nervus

afferent pada dinding perut. Stimulasi ini memicu terjadinya distensi usus dan

kembung pada perut karena penurunan ambang sensasi gas . Bisa juga terjadi distensi

rektum yang menyebabkan konstipasi. (Soares, R.L.S., 2014)

3. Perubahan permeabilitas usus

Peningkatan permeabilitas mukosa usus dipicu oleh beberapa faktor. Faktor

yang memungkinkan terjadinya mekanisme tersebut karena adanya interaksi antara

permeabilitas mukosa, hipersensitivitas viscera dan peradangan mukosa.  Faktor lain

seperti interaksi antara faktor-faktor luminal (misalnya, makanan dan bakteri yang

berada dalam usus), sistem kekebalan tubuh dan barrier epitel mukosa dapat

mengakibatkan rasa nyeri melalui stimulasi inflamasi saraf aferen yang

mengakibatkan perubahan permeabilitas mukosa usus. (Soares, R.L.S., 2014)

4. Faktor psikososial

Stress psikologis dapat merubah fungsi motor pada usus halus dan kolon, baik

pada orang normal maupun pasien IBS. Sampai 60% pasien pada pusat rujukan

memiliki gejala psikiatri seperti somatisasi, depresi, dan cemas. Dan pasien dengan

diagnosis IBS lebih sering memiliki gejala ini. Ada atau tidaknya riwayat abuse pada

masa anak-anak (seksual, fisik, atau keduanya) dihubungkan dengan beratnya gejala

pada pasien dengan IBS. Ini telah diusulkan bahwa pengalaman awal pada hidup

dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dan memberikan predisposisi untuk keadaan

kewaspadaan yang berlebihan. (Zhu, L. et al., 2015)

E. KLASIFIKASI IBS

Klasifikasi IBS berdasarkan kriteria Rome III tahun 2006 yaitu sebagai berikut (Quigley,

E.M.M., 2012) :

IBS predominan diare (IBS-D) :

- Feses lunak >25 % dan feses keras <25% dalam satu waktu

- Terjadi pada 1/3 kasus

- Sering pada pria

IBS predominan konstipasi (IBS-C):

Page 4: Irritable Bowel Syndrom (IBS)

- Feses keras >25% dan feses lunak <25% dalam satu waktu

- Terjadi pada 1/3 kasus

- Sering pada wanita

IBS campuran (IBS-M) :

- Defekasi berubah-ubah: diare dan konstipasi

- 1/3 – ½ dari kasus

IBS tanpa kalsifikasi (IBS-U) :

- Keluhan selain klasifikasi diatas

F. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinik dari IBS biasanya bervariasi diantaranya nyeri perut, kembung, dan rasa

tidak nyaman di perut. Gejala lain yang menyertai biasanya perubahan kebiasaan defekasi

dapat berupa diare, konstipasi atau diarea yang diikuti dengan konstipasi. Diare terjadi

dengan karakteristik feses yang lunak dengan volume yang bervariasi. Konstipasi dapat

terjadi beberapa hari sampai bulan dengan diselingi diare atau defekasi yang normal. (Soares,

R.L.S., 2014)

Sebanyak 74% penderita IBS, rasa sakitnya dimulai pada kuadran kanan bawah dan

secara tidak langsung hal ini dapat mencerminkan adanya gangguan fungsi kolon acsendens.

Sulliven el al tahun 1978, melaporkan adanya perubahan motilitas kolon terhadap rangsangan

seperti makanan, marah, dan stress psikologis pada penderita IBS. (Quigley, E.M.M., 2012)

Selain itu pasien juga sering mengeluh perutnya terasa kembung dengan produksi gas

yang berlebihan dan melar, feses disertai mucus, keinginan defekasi yang tidak bisa ditahan

dan perasaan defekasi tidak sempurna.Gejalanya hilang setelah beberapa bulan dan kemudian

kambuh kembali pada beberapa orang, sementara pada yang lain mengalami pemburukkan

gejala. (Zhu, L. et al., 2015)

Keluhan IBS mirip dengan keluhan pada GI tract, antara lain (Saha L, 2014) :

- Nyeri abdomen

- Rasa tidak nyaman di daerah perut

- Perut kembung

- Diare

- Konstipasi

Page 5: Irritable Bowel Syndrom (IBS)

- Dispagia

- Dispepsia

G. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria Rome III tahun 2006. Kriteria tersebut

merupakan gold standard sampai saat ini. Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk

menegakkan diognosa IBS selain dari kriteria tersebut. Menurut kriteria Rome III tahun

2006, IBS adalah keluhan nyeri abdomen berulang atau rasa tidak nyaman pada daerah perut

(bukan nyeri) selama 3 hari dalam 1 bulan selama 3 bulan terkahir yang diikuti dengan

minimal 2 atau lebih gejala berikut :

1. Peningkatan BAB

2. Onset yang diikuti perubahan frekuensi tinja

3. Onset yang diikuti perubahan bentuk tinja (konsistensi).

(Quigley, E.M.M., 2012)

Tabel1. Beberapa kriteria diagnosis IBS

Page 6: Irritable Bowel Syndrom (IBS)

H. TATA LAKSANA

Penatalaksanaan IBS meliputi modifikasi gaya hidup, diet, intervensi psikologi, dan terapi

farmakologi. Ketiga bentuk pengobatan ini harus berjalan bersamaan. Dalam memberikan

obat-obatan mempunyai efek samping dan yang juga akan memperburuk kondisi psikis

pasien. (Li, C.-Y. & Li, S.-C., 2015) dan (Saha L, 2014)

Terapi Non farmakologi

1. Life Style (Gaya Hidup)

Prinsip pertama dalam terapi IBS adalah mengubah gaya hidup pasien. Rutin

berolah raga, lebih sering mengkonsumsi air putih, mengurangi minuman beralkohol

dan kopi, dan berhenti merokok, merupakan komponen dalam mengubah gaya hidup.

Selian itu, aktifitas fisik yang cukup sangat berpengaruh dalam mengurangi gejala

IBS. Berdasarkan penelitian randomized control trial dengan 102 orang pasien IBS di

Page 7: Irritable Bowel Syndrom (IBS)

Cina, bahwa pasien dengan aktifitas fisik yang cukup dapat mengurangi keluhan atau

gejala IBS dari pada kelompok kontrol. (Li, C.-Y. & Li, S.-C., 2015)

2. Diet

Modifikasi diet terutama meningkatkan konsumsi serat pada IBS predominan

konstipasi. Sebaliknya pada pasien IBS dengan predominan diare konsumsi serat

dikurangi. Pada IBS tipe konstipasi peningkatan konsumsi serat juga disertai

konsumsi air yang meningkat disertai aktivitas olah raga rutin. Selanjutnya

menghindari makanan dan minuman yang dicurigai sebagai pencetus. (Saha L, 2014)

Pasien dengan IBS disaranakan untuk mengurangi makanan yang berlemak,

kacang-kacangan, dan makanan yang dapat memproduksi gas dimana ini dapat

menimbulkan gejala IBS seperti diare, kembung, dan distensi pada perut. Pasien

dengan predominan konstipasi (IBS-C), harus lebih banyak mengkonsumsi makanan

kaya serat. (Li, C.-Y. & Li, S.-C., 2015)

3. Psikologi

Perawatan-perawatan psikologi termasuk cognitive-behavioral therapy (CBT),

hypnosis, psychodynamic atau interpersonal psychotherapy, dan manajemen relaksasi

atau stress disarankan diberikan pada pasien IBS. Penelitian menunjukan bahwa

perawatan psikologis dapat mengurangi kecemasan (anxietas) dan gejala-gejala IBS

lainnya, terutama nyeri dan diare. (Li, C.-Y. & Li, S.-C., 2015)

Terapi Farmakologi

1. Nyeri Perut

Obat yang cukup umum digunakan untuk menghilangkan nyeri perut pada pasien

IBS adalah suatu kelompok obat antispasmodik yang bersifat smooth muscle relaxan

Obat-obat smooth muscle relaxant mengurangi kekuatan kontraksi dari otot polos

namun tidak mempengaruhi kontraksi otot-otot dari tipe lain. Smooth muscle

relaxants 69% lebih efektif daripada suatu placebo (16%) dalam mengurangi nyeri

perut. (Saha L, 2014)

2. Konstipasi

Pemberian Lubiprostone cukup efektif untuk pasien IBS-C. Obat ini merupakan

langkah pertama (first step) yang disarankan oleh FDA (Food Drug Association)

tahun 2012. Lubiprostone bekerja sebagai aktivator channel klorida yang akan

meningkatkan sekresi cairan usus kaya klorida. Studi menunjukkan bahwa terapi ini

Page 8: Irritable Bowel Syndrom (IBS)

juga cukup signifkan untuk konstipasi yang kronik. Dosis 24 ug 2 kali sehari. (Saha

L, 2014) dan (Soares, R.L.S., 2014)

Reseptor 5-HT4 adalah suatu reseptor yang mencegah kontraksi usus halus ketika

serotonin berikatan pada reseptor tersebut. Tegaserod menghalangi reseptor 5-HT4,

mencegah serotonin mengikat padanya, sehingga meningkatkan kontraksi dari otot-

otot usus halus. (Soares, R.L.S., 2014)

3. Diare

Obat yang paling luas dipelajari untuk perawatan diare pada IBS adalah

loperamide. Loperamide bekerja dengan menghalangi (memperlambat) kontraksi-

kontraksi dari otot-otot usus kecil dan usus besar. Loperamide lebih efektif daripada

suatu placebo dalam memperbaiki gejala pada pasien IBS tipe diare. Pemberian

loperamide harus tepat dosis karena pemberian yang berlebihan dapat menyebabkan

konstipasi (sembelit), sehingga dosis harus diberikan secara hati-hati. (Saha L, 2014)

4. Psikotropika

Pasien-pasien dengan IBS seringkali ditemukan menderita depresi. Beberapa

penelitian telah menunjukan bahwa anti depressants cukup efektif pada IBS dalam

menghilangkan nyeri perut. Anti depresan bekerja Obat-obat psikotropik yang umum

digunakan diantaranya tricyclic anti depressants,  imipramine, dan nortriptilina.

(Soares, R.L.S., 2014)

PROGNOSIS

Gejala IBS tidak sampai menimbulkan mortalitas. Gejala akan membaik jika ditangani

dengan tetap. IBS mempengaruhi kualitas hidup seseorang akibat keluhan-keluhan yang

timbul. (Zhu, L. et al., 2015)

Page 9: Irritable Bowel Syndrom (IBS)

PENUTUP

IBS adalah suatu gangguan fungsional pada sistem gastrointestinal yang ditandai

dengan nyeri pada abdomen atau rasa tidak nyaman akibat frekuensi dan kualitas BAB (diare

atau konstipasi). Beberapa mekanisme penyebab seperti dismotalitas gastrointestinal,

hipersensitivitas visceral, aktivasi mukosa usus, dan peningkatan permeabilitas usus. Selain

itu adanya alergi makanan dapat menimbulkan keluhan IBS. Namun, yang paling sering

menyebabkan IBS adalah adanya faktor biopsikososial. Gejala klinik dari IBS biasanya

bervariasi diantaranya nyeri perut, kembung, dan rasa tidak nyaman di perut. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan kriteria Rome III tahun 2006. Kriteria tersebut merupakan gold

standard sampai saat ini. Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk menegakkan diognosa

IBS selain dari kriteria tersebut. Penatalaksanaan IBS meliputi modifikasi gaya hidup, diet,

intervensi psikologi, dan terapi farmakologi.

Page 10: Irritable Bowel Syndrom (IBS)

DAFTAR PUSTAKA

Li, C.-Y. & Li, S.-C., 2015. Treatment of irritable bowel syndrome in China: a review. World

journal of gastroenterology, 21(8), pp.2315–22. Available at:

http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?

artid=4342906&tool=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed October 24, 2015].

Longstreth GF , Th ompson WG , Chey WD et al., 2006. Functional showebowel disorders .

Gastroenterology , 130 : 1480 – 91. Availbale at :

http://www.moxalole.se/fileadmin/user_upload/molaxole.com/documents/

MST_Longstreth_Gastroenterology_2006.pdf [Accessed October 25, 2015].

Quigley, E.M.M., 2012. Prucalopride: safety, efficacy and potential applications. Therapeutic

advances in gastroenterology, 5(1), pp.23–30. Available at:

http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?

artid=3263983&tool=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed October 25, 2015].

Saha, L., 2014. Irritable bowel syndrome: pathogenesis, diagnosis, treatment, and evidence-

based medicine. World journal of gastroenterology : WJG, 20(22), pp.6759–73.

Available at: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?

artid=4051916&tool=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed October 24, 2015].

Soares, R.L.S., 2014. Irritable bowel syndrome: a clinical review. World journal of

gastroenterology, 20(34), pp.12144–60. Available at:

http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?

artid=4161800&tool=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed October 25, 2015].

Yuka, E. et al., 2015. Epidemilogy of Irritabe Bowel Syndrom. Annals of Gastroenterology,

(28), pp 158-159. Availbale at :

http://www.annalsgastro.gr/index.php/annalsgastro/article/view/2032

Zhu, L. et al., 2015. Intestinal symptoms and psychological factors jointly affect quality of

life of patients with irritable bowel syndrome with diarrhea. Health and quality of life

outcomes, 13, p.49. Available at: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?

artid=4414422&tool=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed 23 October, 2015].

Page 11: Irritable Bowel Syndrom (IBS)