Small Bowel Fistula
-
Upload
millatydirgahayu -
Category
Documents
-
view
94 -
download
6
Transcript of Small Bowel Fistula
SMALL BOWEL FISTULA
A. PENDAHULUAN
Small bowel atau usus halus merupakan saluran pencernaan yang dimulai
dari ujung distal pilorus sampai dengan sekum. Saluran ini terdiri dari tiga bagian
yaitu duodenum, ileum dan jejunum. Fungsi utama dari usus halus adalah untuk
mencerna dan mengabsorbsi makanan yang keluar dari lambung. Selain itu usus
halus juga memiliki fungsi lain, yaitu fungsi endokrin dan sistem imun.1
Fistula atau fistel adalah hubungan yang tidak normal antara dua
permukaan yang berepitel. Jadi fistel pada usus halus berarti hubungan yang
abnormal antara usus halus dengan saluran yang lain atau antara usus halus
dengan dunia luar melalui kulit. Sekitar 80% dari fistel usus halus terjadi karena
iatrogenik akibat kesalahan prosedur saat operasi, dan sebagian kecil lainnya
disebabkan karena trauma, proses inflamasi, obstruksi, keganasan, radiasi, dan
kongenital. 1.2
Fistel usus halus diklasifikasikan berdasarkan letak anatomi, jumlah
volume cairan yang dikeluarkan, dan berdasarkan banyaknya fistel yang ada.
Gejala yang sering tampak pada fistel usus halus adalah demam yang disertai
dengan nyeri pada abdominal, dehidrasi dan malnutrisi. 3
Untuk memastikan adanya fistel pada usus halus diperlukan pemeriksaan
radiologi, yang dilakukan dengan memasukkan kontras melalui mulut, rektum
atau melalui fistel itu sendiri. Penanganan pertama yang dilakukan pada fistel usus
halus adalah penanganan dehidrasi dan kehilangan elektrolit dengan resusitasi
cairan dan elektrolit, kemudian diikuti dengan pemberian makanan yang cukup,
pemberian obat-obatan untuk menangani infeksi dan gejala tambahan lainnya,
proteksi kulit dan yang terakhir adalah operasi apabila fistel belum menutup. 4
Lebih dari 50% fistel pada usus halus dapat menutup dengan spontan.
Penutupan fistel sangat dipengaruhi oleh banyaknya output, penyebab, jenis dan
jumlah fistula, serta keadaan umum pasien. 4
1
B. EMBRIOLOGI USUS HALUS
Primitive gut terbentuk di usia kehamilan 4 minggu, dimana lapisan
endodermal berkembang menjadi epitel pada saluran cerna dan lapisan
mesodermal yang mengelilingi endodermal berkembang menjadi otot dan jaringan
ikat pada saluran cerna. 1
Sebagian besar embriologi usus halus berasal dari bagian midgut, kecuali
duodenum yang berasal dari bagian foregut. Selama minggu kelima kehamilan,
usus halus memanjang sangat cepat, hingga keluar melalui umbilikus. Cabang
kranial dari midgut kemudian berkembang mejandi distal duodenum, jejunum dan
proksimal ileum. Sedangkan bagian kaudal dari midgut berkembang menjadi
distal ileum dan dua pertiga proksimal dari kolon transversal. 1,3
Pada pertengahan bagian kranial dan kaudal midgut terdapat duktus vitteline
yang berhubungan dengan kantong yolk, duktus ini normalnya akan hilang
sebelum lahir. Tapi pada 2% polulasi, duktus tersebut tidak tertutup sehingga
membentuk fistel pada usus halus. Kemudian pada usia kehamilan 10 minggu
usus akan kembali ke rongga abdomen setelah sebelumnya mengalami rotasi
sebesar 270o dari posisi awal. Dimana proksimal jejunum berada disebelah kiri
abdomen dan bagian jejunum yang lain melingkar kearah kanan abdomen. Sekum
masuk ke dalam rongga abdomen paling terakhir dan berlokasi pada kanan bawah
abdomen. Pada fase ini, bisa menimbulkan kelainan kongenital, berupa malrotasi
dari usus halus. 5
C. ANATOMI USUS HALUS
Usus halus terletak diantara pilorus dan sekum, dengan panjang seluruh
jejunum ileum adalah 6-7 meter. Jejunum berada dibagian proximal dengan
panjang kurang lebih 2/5 bagian, dan ileum dibagian distal dengan panjang 3/5
bagian. Duodenum terdiri dari pars superior, pars descendens, pars ascendens dan
pars horizontalis. Batas antara duodenum dan jejunum adalah ligamentum treitz.
Selanjutnya antara jejunum dan ileum tidak terdapat batas yang jelas, maka untuk
membedakannya biasanya digunakan ukuran dua perlima proksimal dari
2
ligamentum treitz adalah jejunum dan tiga perlima sisanya adalah ileum. Jejunum
mempunyai diameter yang lebih lebar dan dinding yang lebih tebal dibandingkan
dengan ileum. 6
Gambar 1. Anatomi usus halus
Usus halus sangat kaya dengan pembuluh darah, persarafan dan saluran
limfe yang berjalan melalui mesenterium. Dasar dari mesenterium melekat pada
bagian posterior dari dinding abdomen sampai pada sebelah kiri dari lumbal dua
vertebralis. Kemudian mesenterium melebar ke arah kanan dan bawah sampai
pada ligamentum sakroiliaka. 6
Darah pada usus halus disuplai melalui arteri mesenterika superior, kecuali
pada bagian proksimal dari duodenum. Selain distal duodenum, jejunum dan
ileum, arteri mesenterika superior juga menyuplai darah ke pankreas, kolon
asendens dan kolon desendens. Pembuluh darah vena pada usus halus berjalan
paralel dengan arteri, darah dari usus halus keluar melalui vena mesenterika
superior menuju ke vena splenikus yang terletak di kaput pankreas, baru
kemudian dialirkan ke vena kava inferior. 4
Usus halus diinervasi oleh sistem parasimpatik (N. Vagus) dan simpatik (N.
Splanikus). Sistem parasimpatik dan simpatik ini, berfungssi dalam proses sekresi,
dan motilitas usus halus. Rangsang nyeri dari usus halus yang dirasakan sebagai
nyeri viseral umum dibawakan oleh serabut-serabut saraf simpatik. 4,5
Jaringan limfe pada usus halus terletak pada bagian distal dan disebut
dengan peyer patch. Aliran limfe dari peyer patch berjalan ke sisterna chili dan
kemudian mengalir naik ke duktus thorasikus dan akhirnya dialirkan ke sistem
vena di daerah leher. Fungsi dari saluran limfetik adalah untuk transportasi lemak
yang telah diabsorbsi dan sebagai transportasi sistem kekebalan tubuh.4,6
3
Gambar 2. Usus halus
D. FISIOLOGI USUS HALUS
Usus halus memiliki fungsi utama untuk mencerna dan mengabsorbsi
makanan, air, elektrolit, dan mineral. Selain itu usus halus juga mempunyai fungsi
endokrin dan sistem imun. Lebih dari puluhan liter air dan ratusan gram makanan
dicerna dan diserap setiap harinya. Makanan yang telah dihaluskan di lambung
kemudian masuk ke duodenum untuk dicerna oleh enzim pencernaan dari
pankreas dan garam empedu, setelah dicerna makanan tersebut kemudian
diabsorbsi oleh usus halus. 6,7
Fungsi lain dari usus halus adalah fungsi endokrin, dimana sel di sepanjang
usus halus menghasilkan hormon gastrointestinal seperti gastrin, kolesistokinin,
somatostatin, dsb. Hormon tersebut berfungsi sebagai neurotransmitter dalam
merangsang atau menghambat pengeluaran enzim pankreas, garam empedu,
sekresi usus dan motilitas usus. 1,4
Usus halus juga dapat berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh dimana
organ ini dilindung oleh makrofag, netrofil, eusinofil, mast sel, serta limfosil B
dan T yang dihasilkan oleh kelenjar peyer patch. Sistem imun ini berfungsi untuk
melindungi usus halus terhadap serangan bakteri, parasit ataupun virus yang ikut
terbawa bersama dengan makanan. 2,4
4
E. ETIOLOGI
Hampir 80% fistel pada usus halus terjadi akibat komplikasi awal dari
tindakan operasi, dimana tidak terjadi penutupan luka bekas sayatan saat operasi,
keadaan ini dapat terjadi karena faktor lokal seperti kesalahan teknik operasi dan
faktor sistemik seperti sepsis dan malnutrisi. 8
Faktor lain yang bisa menyebabkan terjadinya fistel pada usus halus adalah
faktor kongenital akibat tidak menutupnya duktus vitellinne. Fistel juga dapat
terjadi karena trauma contohnya tusukan dan tembakan, dan dapat juga terjadi
secara spontan, karena keganasan, crohn disease, ulkus peptikus, enteritis, TBC,
obstruksi distal usus halus, divertikel dan abses. 8
F. EPIDEMIOLOGI
Pada negara-negara berkembang, penyakit Crohn adalah kausa tersering
pembentukan fistula spontan. Sebanyak 30-40% pasien dengan penyakit Crohn
dapat menimbulkan pembentukan fistula, kebanyakan diantaranya adalah
eksternal atau perianal. 8
Insidensi pembentukan fistula pada pasien dengan divertikulitis lebih
rendah. Fistula sebagai komplikasi diverticulitis adalah sekitar 1-2% dari
keseluruhan pasien. Sering didapatkan fistula kolovesikalis pada laki-laki adalah
tipe yang paling banyak pada populasi ini. Frekuensi dari berbagai tipe fistula
bervariasi berdasarkan prevalensi pada populasi yang berbeda. Sebagai contoh,
prevalensi fistula akibat penyakit Crohn rendah pada populasi Afrika kurang dari
200 ml perhari. Secara umum output fistula yang kurang dari 500 ml perhari
dihubungkan dengan gangguan metabolik kecil yang signifikan dibandingkan
dengan kehilangan yang lebih besar dan hal ini biasanya terlihat dari penurunan
kebutuhan nutrisi parentral total terhadap pasien tersebut. 5,8
G. PATOFISIOLOGI
Secara umum, fistula gastrointestinal dapat terjadi secara spontan atau
postoperatif. Fistula spontan terhitung sekitar 15-25% dari seluruh kasus fistula
5
dan terjadi sebagai akibat dari proses inflamasi, kanker dan terapi radiasi. Proses
inflamasi termasuk diverticulitis, inflammatory bowel disease, ulkus peptikum
dan appendisitis. Robeknya anastomosis setelah pembedahan akibat kanker
lambung, penyakit ulkus peptikum, atau pembedahan bariatric dapat
menyebabkan robekan pada intestinum tenue atau asam lambung, yang mana akan
mengawali kejadian beruntun seperti infeksi lokal, pembentukan abses, dan
kemungkinan pembentukan fistula. 8,9
Dengan pengecualian dari duktus vitellointestinal paten, fistula intestinum
tenue lebih sering diakibatkan sekunder dibandingkan kongenital. Lebih dari 80
persen fistula enterocutaneous terbentuk sebagai akibat kompilkasi awal dari
pembedahan, biasanya terjadi lebih sering karena disebabkan dari kegagalan
penyembuhan jahitan pembedahan pada daerah anastomosis ataupun pada tempat
perbaikan enterotomy. Kadang-kadang, selama diseksi yng sulit dan kritis,
enterotomis kecil mungkin terlupakan dan pada akhirnya menjadi awal
pembentukan fistula. Kegagalan penyembuhan jahitan dapat disebabkan oleh
faktor lokal maupun sistemik. Faktor-faktor lokal seperti kesalahan teknis,
rendahnya suplai darah sampai pada bagian akhir usus, penekanan pada
anastomosis, obstruksi pada bagian distal, dan penyakit di tempat anastomosis
(misalnya malignansi, enteritis radiasi). Faktor-faktor sistemik antara lain sepsis
atau malnutrisi juga dapat mengganggu penyembuhan pada anastomosis
intestinum tenue walaupun mekanisme yang jelas belum diketahui. 9
Fistula eksterna yang bermuara pada caecum biasanya terjadi akibat operasi
appendicitis gangrenosa atau proses drainase abses appendiks. Fistula
enterokutaneus (feacal fistula) juga dapat terbentuk dari nekrosis gangrenosa pada
intestinum tenue setelah pembedahan hernia strangulate, atau dari robekan
anastomosis intestinum tenue. Pembukaan abses yang terhubungan dengan
divertikulitis kronis atau karsinoma kolon juga sering menjadi penyebab
terjadinya fistula enterokutaneus. Kerusakan akibat radiasi merupakan penyebab
lain terbentuknya fistula. 8
6
Fistula aortoenterik merupakan suatu kondisi yang jarang dimana fistula
terbentuk akibat proses inflamasi yang terus berkembang sehingga menimbulkan
traktus antara aorta dengan traktus gastrointestinal. Fistula aortoenterik dapat
terjadi sebagai proses primer, yaitu akibat inflamasi dari aortritis, atau aorta
aneurisme yang mengalami peradangan. Atau sebagai proses sekunder akibat
penggantian aorta dengan graft pada aneurisme aorta abdominalis. Fistula
aortoenterik sekunder adalah penyebab tersering dan komplikasi ini dapat terjadi
sebesar 1% dari seluruh pasien postoperatif perbaikan aneurisme aorta
abdominalis. Karakteristik fistula aortoenterik ini adalah anastomosis dibagian
proksimal dan bagian lain intestinum tenue yang terdekat (duodenum dan
jejunum). 9
Gambar 3. fistula Enterocutaneus
Gambar 4. Fistula Aortoenterik
H. KLASIFIKASI
7
Klasifikasi fistel usus halus sangat penting untuk mengetahui letak fistel
sehingga dapat ditentukan jenis penatalaksanaan yang sesuai dengan gejala yang
ditimbulkan dari fistel tersebut dan untuk memprediksi peluang fistel untuk
menutup spontan. 8,10
Secara garis besar, fistel pada usus halus dibagi menjadi dua yaitu
klasifikasi secara anatomi dan fisiologi. Secara anatomi, fistel pada usus halus
diagi lagi menurut letak dan jumlah fistel yang ada. 9
Berdasarkan letaknya, fistel usus halus dibagi menjadi ; 8
a. Fistel Internal :
Fistel internal adalah hubungan abnormal antara usus halus dengan saluran
lain yang ada dalam tubuh. Contohnya : fistel duodenokolikus.
b. Fistel Eksternal :
Fistel eksternal adalah hubungan abnorml antara usus halus dengan kulit.
Contohnya : fistel ileokutaneus.
Berdasarkan jumlahnya, fistel pada usus halus dibagi menjadi :
a. Fistel Simpel :
Fistel dikatakan simpel bila hanya terdapat satu saluran abnormal saja
b. Fistel Kompleks :
Fistel dikatakan kompleks, bila terdapat lebih dari satu hubungan
abnormal antar saluran, yang dapat berupa kombinasi antara fistel internal
dengan fistel eksternal, atau kombinasi antara fistel dengan satu atau lebih
kavitas abses.
Secara fisiologis, fistel usus halus dibagi berdasarkan jumlah cairan
yang dikeluarkan dari fistel tersebut yaitu :
a. High Output Fistel
Disebut high output jika cairan yang dikeluarkan dari fistel lebih dari
500ml/hari
b. Low Output Fistel
8
Fistel low output adalah fistel yang pengeluaran cairannya kurang atau
sama dengan 500ml/hari.
I. GAMBARAN KLINIS
Gejala klinik yang diakibatkan oleh adanya fistula yang melibatkan dua
segmen usus bervariasi tergantung pada lokasi fistula dan jumlah bypass pada
usus. Fistula enteroenterik yang mana hanya sebagian kecil usus yang
terhubungan dapat asimptomatik dan terdiagnosis secara tidak sengaja dari
pemeriksaan radiologis atau selama pembedahan. Dan sebaliknya, fistula
ileosigmoid dapat menyebabkan diare, penurunan berat badan, atau nyeri
abdomen. Fistula enterokutaneus latrogenik biasanya mulai menimbulkan gejala
klinik dalam lima sampai sepuluh hari postoperatif dengan gejala-gejala utama
berupa demam, nyeri pada abdominal, dehidrasi, malnutrisi, ileus yang
berkepanjangan, tegang abdomen dan infeksi luka. 5,10
Fistula enterovesikal dan kolovesikal adalah yang termudah didiagnosis
pada pasien dengan keluhan pneumaturia, fecaluria, dan infeksi saluran kemih
berulang. Pasien dengan fistula rektovaginal dan anovaginal dapat bersifat
asimptomatik dan datang hanya dengan keluhan banyaknya cairan pada saat
pergerakan usus. Gejala-gejala yang mungkin antara lain disparinia dan nyeri
perianal. 7
Pada pemeriksaan fisis tanda-tanda yang mungkin terlihat pada pasien
dengan fistula adalah adanya pengeluaran cairan atau feses pada kulit, diare,
tegang abdomen, kehilangan berat badan, tanda-tanda malnutrisi dan
ketidakseimbangan elektrolit. Malnutrisi adalah kausa morbiditas dan mortalitas
yang penting, terutama pada fistula enterokutaneus. Perdarahan rektal dapat
ditemukan pada pasien dengan riwayat radioterapi. Sedangkan hipertensi dan
perdarahan rekal dapat terjadi pada pasien dengan fistula aortoenterik. 8
Selain itu, kecurigaan adanya fistula aortoenterik perlu dipertimbangkan jika
pasien mengalami perdarahan abdominal akut dan memiliki riwayat pembedahan
9
aorta. Perdarahan “herald” adalah sebuah episode perdarahan akut yang terjadi
secara spontan. Perdarahan exsanguinating yang tidak terelakkan akan terjadi
dalam beberapa jam sampai hari jika kondisi ini tidak segera terdeteksi dan
ditangani. 10
J. DIAGNOSIS
Ketika terdapat kecurigaan adanya fistula manajemen awal harus segera
dilakukan untuk menetapkan diagnosis adalah dengan menentukan letak
anastomis asal fistula dan penyakit yang mendasarinya dan dapat dilakukan jika
kondisi pasien telah stabil. Salah satu maneuver sederhana untuk memastikan
adanya fistula eksternal jika ditemukan adanya pengeluaran pada bekas luka
operasi yang mencurigakan dapat dilakukan pemberian metilen blue maka
membuktikan adanya fistula eksternal. Setelah keberadaan fistula dipastikan,
posisi anatomis asal fistula yang tepat dapat ditentukan menggunakan
pemeriksaan radiologis dengan kontras. Fistula internal dapat didiagnosis dengan
menginjeksikan kontras medium ke dalam salah satu organ berongga (misalnya
vesika urinaria). 8
a. Laboratorium
1. Pemeriksaan serum
Kadar albumin dan prealbumin sebaiknya diperiksa, sebagaimana
pemeriksaan urea nitrogen (BUN), kreatinin, dan konsentrasi elektrolit.
Pemeriksaan-pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan status gizi
pasien dan apakah terdapat gangguan cairan dan elektrolit (terutama pada
high output fistula). Meskipun hitung jenis sel darah berada dalam
referensi normal, biasanya terdapat leukositosis jika terdapat abses yang
tidak terdrainase dengan baik atau proses inflamasi yang berkelanjutan
pada segmen usus. Anemia biasanya terdapat pada penyakit kronis atau
jika terdapat keganasan. 9
2. Mikrobiologi
10
Hasil pemeriksaan kultur abses dapat membantu, terutama jika
terdapat sepsis atau infeksi yang sedang berlangsung (organisme
predominan yang sering terlibat adalah Escherichia coli). Kultur
sekret dari fistula enterokutaneus mungkin tidak banyak bermakna
klinis, sebagaimana flora normal predominan pada usus. 8,9
3. Urinalisis atau kultur urin
Pada fistula kolovesikal, hasil urinalisis biasanya menunjukkan
peningkatan sel darah putih dan bakteri. Kultur urin dapat membantu
dalam penentuan jenis antibiotik. 7
b. Radiologi
1. Fistulografi
Pemeriksaan radiografi dengn media kontras (biasanya
diberikan pada tempat pengeluaran fistula) dapat dilakukan untuk
menggambarkan luas dan hubungan fistula dengan usus yang
bersangkutan. 8
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat digunakan secara bersamaan dengan
pemeriksaan fisis untuk mengidentifikasi abses dan pengumpulan
cairan dalam traktus fistula. 8
3. Barium enema dan intestinum tenue seri
Pemeriksaan kontras untuk mengevaluasi gaster, intestinum
tenue, dan colon dapat memperlihatkan adanya fistula namun
sebaliknya dapat pula bermanfaat dalam menentukan penyebab dari
fistula (misalnya pada penyakit divertikulum, Crohn) atau
membuktikan adanya keganasan. 9
4. Sistografi dan CT sistografi
Prosedur ini bermanfaat dalam menentukan adanya fistula
enterovesikal.11
5. CT scan
11
CT abdominal dan pelvis adalah modalitas pilihan untuk
mengevaluasi penyakit Crohn dan kemungkinan adanya fistula.
Sementara identifikasi fistula tidak selalu bisa, CT scan biasanya
menemukan inflamasi perifistular. Hal ini memberikan informasi
tambahan berdasarkan penyebab fistula dan penyakit ekstraluminal
yang mungkin terlibat. CT angiografi dapat digunakan dalam
mendiagnosis kecurigaan adanya fistula aortoenterik jika pasien
terlihat stabil. 7,8
6. MRI
Meskipun MRI dilaporkan merupakan modalitas yang dapat
mengidentifikasi dan menentukan karakteristik fistula enterik, namun
MRI tidak dipertimbangkan sebagai pemeriksaan rutin pada pasien
dengan fistula enterik. Gambaran T1-weighted memberikan informasi
relatif mengenai inflamasi pada jaringan lemak dan kemungkinan
perluasan fistula secara relatif tergantung pada struktur organ sekitar.
Gambaran T2-weighted dapat mendemonstrasikan adanya kumpulan
cairan sepanjang traktus fistula dan perubahan inflamasi pada jaringan
otot sekitar. 8,10
7. Angiografi
Angiografi dapat membantu dalam rencana preoperatif dan
evaluasi fistula aortoenterik pada pasien tanpa keluhan atau
menentukan sumber perdarahan arteri pada kasus kasus fistula
arterioenterik yang jarang. 8,11
K. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan fistel usus halus dapat dilakukan secara konservatif
maupun operasi. Penanganan konservatif dilakukan terlebih dahulu selama 3-4
minggu untuk menstabilkan keadan pasien dan memberi kesempatan fistel agar
dapat menutup secara spontan. Lebih dri 50% pasien yang menderita fistel usus
halus, dapat menutup spontan hanya dengan perawatan konservatif saja. Bila
12
setelah konservatif tetap tidak terjadi penutupan spontan maka akan dilakukan
penanganan yang bersifat operasi. 6
Penanganan konservatif yang dilakukan seperti : 8,9,10
a. Resusitasi cairan dan elektrolit
Fistel menyebabkan dehidrasi, karena pada fistel terjadi
pengeluaran cairan dan elektrolit yang terus menerus. Banyaknya cairan
dan elektrolit yang keluar dari tubuh sangat tergantung oleh lokasi dan
jumlah dari fistel itu sendiri. Semakin tinggi letak dan semakin banyak
jumlahnya, maka pengeluaran cairan dari fistel akan semakin banyak pula,
sehingga menyebabkan tubuh akan lebih cepat mengalami dehidrasi.
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi maka dilakukan resusitasi
secepat mungkin dengan menggunakan cairan isotonik (ringer laktat).
Selama resusitasi berlangsung, tekanan vena sentral, turgor kulit, dan
balans cairan harus selalu diawasi untuk memantau keberhasilan resusitasi
yang telah dilakukan. Koreksi elektrolit juga perlu dilakukan untuk
mengetahui jenis dan jumlah elektrolit yang hilang, untuk dapat dikoreksi
selanjutnya.
b. Kontrol Fistel
Perhitungan jumlah cairan yang dikeluarkan dari fistel sangat
penting dilakukan untuk mengetahui jumlah output fistel. Banyaknya
output dapat dihitung dengan memasukkan drain ke dalam fistel, dan
menampungnya ke dalam kantong berskala. Selain itu juga, tindakan ini
dapat menghindari kontak kulit dan jaringan di sekitar dinding abdomen
dengan output fistel yang banyak mengandung enzim pencernaan,
sehingga ekskoriasi kulit dan jaringan di sekitar dinding abdomen dapat
dihindari.
c. Pengontrolan Sekresi Usus dan Organ Disekitarnya
Pengontrolan sekresi usus dan organ disekitarnya dapat dilakukan
dengan pemberian obat-obatan seperti somatostatin, H2 reseptor antagonis
dan golongan antasida. Pemberian somatostatin (contohnya : octreotide)
13
berfungsi untuk mengurangi jumlah sekresi gastrointestinal, pankreas, dan
kelenjar empedu, serta untuk mengurangi motilitas dan waktu transit dari
usus. Sedangkan pemberian H2 reseptor antagonis dan golongan antasida
berfungsi untuk mengurangi sekresi asam lambung.
d. Kontrol Infeksi
Infeksi dapat ditangani dengan pemberian antibiotik spektrum luas.
Lebih dari 75% pasien dengan fistel, memiliki gejala infeksi baik lokal
maupun luas (sepsis), yang dapat disertai dengan ataupun tanpa abses.
Apabila terdapat abses pada fistel maka dilakukan drainase abses.
e. Kontrol jumlah Nutrisi
Pemberian nutrisi dalam jumlah yang cukup sangatlah penting
dalam penanganan fistel, karena status gizi yang baik akan mempercepat
penutupan fistel secara spontan. Pemberian nutrisi dapat dilakukan secara
parentral ataupun enteral.
Pemberian total nutrisi parentral bermanfaat dalam mengurangi
jumlah output fistel, agar penutupan fistel secara spontan dapat segera
terjadi. Jumlah kalori yang diberikan adalah sebanyak 40-50
kkal/kgbb/hari, dengan rasio kalori-nitrogen sebanyak 150:1. Selain itu
juga, dapat diberikan multivitamin aada pasien setiap minggunya.
Pemberian nutrisi secara enteral dapat diberikan pada low output
fistel atau pada fistel yang terletak disebelah distal. Pemberian ini
mempunyai kelebihan dimana harganya lebih murah, lebih mudah
dilakukan, dan lebih menjaga integritas usus. Pemberian nutrisi enteral
dapat melalui selang nasogastrik, selang nasoduedenum, dan melalui
jejunostomi. Kontraindikasi pemberian makanan secara enteral adalah
pada pasien sepsis, peritonitis, ileus paralitik, abses intraabdomen, dan
obstruksi usus bagian distal.
Penanganan operasi : 7,11,12
Operasi fistel pada usus halus dilakukan jika pasien memiliki prognosis
yang buruk untuk dilakukan terapi konservatif terlebih dahulu. Seperti fistel
14
dengan peritonitis yang berat atau dengan gangren, dan fistel yang tidak mau
menutup spontan setelah 3-4 minggu ditangani secara konservatif.
Teknik operasi yang sering digunakan adalah reseksi fistel, reseksi
segmental usus dan reanastomosis pada daerah yang sehat. Jika reanastomosis
tidak dapat dilakukan oleh karena abses, atau distensi dinding usus, maka
dilakukan eksteriorisasi yaitu dengan membuat stoma pada usus tempat fistel
berada, kemudian setelah keadaan memungkinkan untuk dilakukan reanastomosis
barulah dilakukan reseksi dengan reanastomosis. Metode lain yang jarang
digunakan adalah bypass, operasi ini dilakukan dengan menyambungkan bagian
usus halus ke organ lain seperti lambung atau kolon. Indikasi dilakukan bypass
adalah fistel yang terjadi karena radiasi atau pada multiple fistel.
Gambar 5. Small bowel bypass
15
L. PROGNOSIS
Fistel pada usus halus dapat menyebabkan kematian sekitar 15-20%, dimana
kematian banyak disebabkan oleh karena sepsis yang tidak terkontrol. Lebih dari
50% fistel pada usus halus dapat menutup secara spontan. Proses ini sangat
dipengaruhi oleh jenis fistel, penyebab fistel, serta keadaan umum penderita.
Semakin banyak output dan kompleksnya fistel, maka peluang untuk menutup
secara spontan fistel akan semakin kecil. Proses penutupan fistel juga terganggu
pada keadaan seperti : 9,12
a. Terdapatnya abses di sekitar fistel yang tidak terdrainase
b. Obstruksi di bagian distal fistel
c. Benda asing di dalam fistel
d. Radiasi enteritis
e. Proses keganasan pada usus di sekitar fistel
f. Fistel dengan panjang kurang dari 2 cm
g. Adanya proses epitalisasi pada fistel
h. Faktor usia dan status gizi penderita yang buruk
DAFTAR PUSTAKA
1. Hallisey, MT et al. 2005. The Anatomy and Physiology of the Small
Bowel in Upper Gastrointestinal Surgery. London. Springer. p39-44.
2. Towsend, CM et al. 2004.Small intestinal in Sabiston textbook of
surgery.Ed 17th. USA. Elsavier. p 1323-33,1348-51.
3. Cumming B. 2003. Small Intestine in Human Anatomy and Physiology.
Ed 7th. Pearson Education inc.
4. Keshav, Satish.2004. Jejunum and ileum in the Gastrointestinal System at
A Glance. USA. Blackwell Science. p 32-33.
16
5. Yamada T et al.2003.Small Intestine in Yamada’s Textbook og
Gastroenterology . Ed 4th. Lippincott Williams and Wilkins Publiushers.
6. Gordon, PH et al. 2007. Internal Fistula in Principles and Practice of
Surgery for the Colon, Rectum, and Anus. Ed 3rd . New York. Informa.
p846-55.
7. Wu, GY, et al. 2003. Small Bowel Resection in An Internist’s Illustrated
Guide to Gastrointestinal Surgery. Human Press. p141-49.
8. Fischer, Josef E. 2007. Gastrointestinal-Cutaneus Fistula in Mastery of
Surgery. Ed 5 th. Lippicott Williams and Wilkins. 2007. p 1400-08.
9. Brunicardi FC. Schwartz’s Manual of Surgery.Ed 8th. McGrawhill medical
Publishing Division.
10. Feldman.2002. Gastrointestinal Fistula in Sleinsenger and Fordtran’s
Gastrointestinal and Liver Disease. Ed 7th. Texas. Elsevier Saunders. p
1168-74.
11. Roylance A et al. 2013. International Journal of Surgery Case Report. vol
4th. UK. Elsevier.p 88-90.
12. Wheeless, CR et al. Small Bowel Bypass With ileotransverse Colostomy
and Mucous Fistula in Atlas of Pelvic Surgery. On-Line Edition.
17