Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

52
BAB I PENDAHULUAN Infeksi tenggorokan adalah infeksi yang terdapat pada faring yang dapat dibedakan berdasarkan letak anatominya yaitu faringitis dan tonsilitis serta laringitis. Faring [Yun. “Tenggorokan”] adalah pasase muskulomembranosa antara mulut dan nares posterior dengan laring dan esophagus. (Dorland, 2002) Faring terletak dibelakang cavum nasi, mulut dan laring. Bentuknya mirip corong dengan bagian atasnya yang terletak lebar terletak di bawah cranium bagian bawahnya yang sempit dilanjutkan sebagai esofagus setinggi vertebra cervicalis enam.Dinding faring terbagi atas tiga lapis yaitu mucosa, fibrosa dan muscular. (Snell, 2002) Otot-otot faring terdiri atas m.constrictor pharynges superior, medius, dan inferior yang serabut- serabutnya berjalan hampir melingkar, dan m.stylopharingeus serta m.salphingopharingeus yang serabut-serabutnya berjalan dengan hampir longitudinal. Kontraksi otot-otot constrictor secara berturut-turut mendorong bolus ke bawah masuk ke dalam esofagus. Serabut-serabut paling bawah m.constrictor pharyngis inferior kadang-kadang disebut m. cricopharyngeus 1

Transcript of Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

Page 1: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi tenggorokan adalah infeksi yang terdapat pada faring yang dapat

dibedakan berdasarkan letak anatominya yaitu faringitis dan tonsilitis serta

laringitis. Faring [Yun. “Tenggorokan”] adalah pasase muskulomembranosa

antara mulut dan nares posterior dengan laring dan esophagus. (Dorland, 2002)

Faring terletak dibelakang cavum nasi, mulut dan laring. Bentuknya mirip

corong dengan bagian atasnya yang terletak lebar terletak di bawah cranium

bagian bawahnya yang sempit dilanjutkan sebagai esofagus setinggi vertebra

cervicalis enam.Dinding faring terbagi atas tiga lapis yaitu mucosa, fibrosa dan

muscular. (Snell, 2002)

Otot-otot faring terdiri atas m.constrictor pharynges superior, medius, dan

inferior yang serabut-serabutnya berjalan hampir melingkar, dan

m.stylopharingeus serta m.salphingopharingeus yang serabut-serabutnya berjalan

dengan hampir longitudinal. Kontraksi otot-otot constrictor secara berturut-turut

mendorong bolus ke bawah masuk ke dalam esofagus. Serabut-serabut paling

bawah m.constrictor pharyngis inferior kadang-kadang disebut m.

cricopharyngeus diyakini melakukan efek sfingter pada ujung bawah faring yang

mencegah masuknya udara ke dalam esophagus.

Untuk keperluan klinis faring dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu

nasofaring, orofaring, dan laringofaring/hipofaring.

1. Nasofaring.

Nasofaring adalah sepertiga bagian atas dari faring yang terletak dibelakang

rongga hidung, diatas palatum molle. Nasofaring merupakan bagian pernafasan

dari faring dan tidak dapat bergerak kecuali palatum mole bagian bawah. Bila

palatum molle diangkat dan dinding posterior faring ditarik kedepan, seperti

waktu menelan, maka nasofaring tertutup dari orofaring.

1

Page 2: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

Superior: Dibentuk oleh corpus ossis sphenoidales dan pars basilaris os

occipitalis. Pada submucosa daerah ini terdapat tonsila pharingeus.

Inferior: Dibentuk oleh permukaan atas palatum molle yang miring.

Anterior: Dibentuk oleh aperture nasalis posterior yang dipisahkan oleh pinggir

posterior septum nasi.

Posterior: Bagian posterior ditunjang oleh arcus anterior atlantis dan membentuk

permukaan miring yang berhubungan dengan bagian superior.

Lateral: Terdapat ostium(muara) tuba auditiva ke faring dan pinggir posterior tuba

membentuk elevasi yang disebut elevasi tuba. Pada dinding belakang lateral

elevasi tuba terdapat recessus pharingeus. Di belakang ostium tuba auditiva

terdapat kumpulan jaringan limfoid submukosa yaitu tonsila tubaria.

2. Orofaring

Bagian tengah faring disebut orofaring,meluas dari batas bawah palatum molle

sampai permukaan lingual epiglottis. Pada bagian ini termasuk tonsila palatine

dengan arkusnya dan tonsila lingualis yang terletak pada dasar lidah.

Atap: dibentuk oleh permukaan bawah palatum molle dan isthmus pharyngeus.

Dasar: dibentuk oleh 1/3 posterior lidah dan celah antara lidah dan permukaan

anterior epiglottis. Pada garis tengah terdapat plica glossoepiglotica mediana dan

dua plica glossoepiglotica lateral. Lekukan kanan dan kiri plica glossoepiglotica

mediana disebut vallecula.

Anterior: terbuka kedalam rongga mulut melalui istmus oropharynk.

Posterior: disokong oleh corpus vertebra cervikalis kedua dan bagian atas corpus

vertebra cervical tiga. Pada kedua sisi lateral terdapat arcus palatopharingeus

dengan tonsila palatine diantaranya.

2

Page 3: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

Tonsila palatine

Tonsila palatine adalah dua massa jaringan limfoid yang terletak pada dinding

lateral orofaring di dalam fossa tonsilaris. Pada permukaannya terdapat kriptus.

Permukaan lateral dilapisi oleh selapis jaringan fibrosa yang disebut kapsula.

Batas-batas tonsila palatine

Anterior: arcus palatoglosus

Posterior: arcus palatopharingeus

Superior: palatum molle

Inferior: 1/3 posterior lidah. Disini tonsila palatina dilanjutkan oleh tonsila

lingualis.

Medial: ruang orofaring

Lateral: kapsula dipisahkan dari m.constrictor pharingys superior oleh areola

jarang. Lateral terhadap m.constrictor pharingys superior terdapat lengkung a.

Facialis. Arteri carotis interna terletak 2,5 cm di belakang dan lateral tonsila

palatina.

3. Laringofaring

Bagian bawah faring, dikenal dengan hipofaring atau laringofaring, menunjukkan

daerah jalan nafas bagian atas yang terpisah dari saluran pencernaan bagian

atas.Terletak dibelakang aditus larynges dan permukaan posterior laring yang

terbentang dari pinggir atas epiglottis sampai dengan pinggir posterior cartilage

cricoid.

Laringofaring mempunyai dinding anterior, posterior dan lateral.

Anterior: dibentuk oleh aditus larynges dan permukaan posterior laring.

Posterior: didukung oleh corpus vertebra cervicalis ketiga, keempat, kelima dan

keenam.

3

Page 4: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

Lateral: didukung oleh cartilago thyroidea dan membran thyroidea. Terdapat fossa

piriformis yang terletak di kanan kiri aditus laryngis. Fossa ini berjalan dari

dorsum linguae menuju esofagus.

Pendarahan

Cabang arteri karotis eksterna (cabang faring asenden dan cabang fausial)

serta cabang arteri maksila interna(cabang palatina superior)

Persarafan

Persarafan sensorik dan motorik faring berasal dari pleksus faring yang

dibentuk oleh cabang faring dari nervus vagus, cabang dari nervus glosofaring,

dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Pleksus

faring mempersarafi otot-otot faring kecuali m.stilofaring yang dipersarafi

langsung oleh cabang n.glosofaring.

4

Page 5: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

BAB II

INFEKSI TENGGOROKAN

I. FARINGITIS

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat

disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, dan toksin.

Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi

inflamasi lokal. Infeksi bakteri group A Streptokokus beta hemolitikus dapat

menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karena nbakteri ini melepaskan

toksin ekstraseluler yang dappat menimbulkan demam reumatik. Kerusakan

katup jantung, glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu

akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi.

Gambar 1. Faringitis

a. Faringitis akut

i. Faringitis viral

Rinovirus menimbulkan gejala rinitis dan beberapa hari kemudian akan

menimbulkan faringitis.

Gejala dan tanda faringitis viral adalah demam disertai rinorea, mual,

nyeri tenggorok, sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan

tonsil hiperemis. Virus influenza, coxschievirus, dan cytomegalovirus

ntidak menghasilkan eksudat. Adenovbirus selain menimbulkan gejala

faringitis juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak.

Epsteiin Barr Virus (EBV) meneyebabkan faringitis yang disertai

5

Page 6: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran

kelenjar limfa diseluruh tubuh terutama retroservikal dan

hepatosplenomegali.

Faringitis yang disebabkan HIV-1 mennimblkan keluhan nyeri

tenggorok, nyeri menelan, mual, dan demam. Pada pemeriksaan tampak

faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan

pasien tampak lemah.

Penatalaksanaan pada penderita adalah istirahat dan minum yang

cukup. Kumur dengan air hangat. Analgetika jika perlu dan tablet isap.

Anti virus metisoprinol diberikan infeksi herpes simpleks dengan dosis

60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari pada orang

dewasa dan pada anak < 5 tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 4-

6 kali pemberian/hari.

ii. Faringitis bakterial

Infeksi grup A Streptokokus beta hemolitikus merupakan

penyebab faringitis akut pada orang dewasa 15% dan pada anak 30%.

Gejala dan tanda yang tampak adalah nyeri kepala yang hebat,

muntah,kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai

batuk. Pada pemeriksaan tonsil tampak tonsil membesar, faring dan

tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari

kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar

limfa leher anterior membengkak, kenyal, nyeri pada penekanan.

Terapi yang diberikan adalah antibiotik, berupa penicillin G

banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal, atau amoksisilin 50

mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/ hariselama 10 haridan pada dewasa

3x500mg selama 6-10 hari atau eritromisisn 4x500mg/hari. Dapat juga

diberikan kortikosteroid sebagai antiinflamasi yaitu deksamethason

8-16 mg, IM 1 kali, pada anak 0,08-0,3 mg/kgBB, IM 1 kali.

iii. Faringitis fungal

Candida dapat tumbuh pada mukosa rongga mulut dan faring.

Gejala dan tanda adalah keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan.

Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring

6

Page 7: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

lainnya hiperemis. Pembiakan jamur ini dilakukan dalam agar saboraud

dekstrosa. Terapi yang diberikan adlan nystatin 100.000-400.000 2

kali/hari dan pemberian analgetika.

iv. Faringitis gonorea

Hanya dapat ditemukan pada pasien yang melakukan kontak

orogenital. Terapi yang dapat diberikan adalah sefalosporin generasi ke-

3. Ceftriakson 250 mg, IM.

b. Faringitis kronik

Terdapat 2 bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis

kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah

rinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkolhol, inhalasi

uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab

terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang biasa bernapas melalui

mulut karena hidungnya tersumbat.

i. Faringitis kronik hiperplastik

Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa

dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa dibawah mukosa faring

dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding

posterior tidak rata, bergranular. Gejala yang muncul biasanya adalah

tenggorokan menjadi kering dan gatal dan akhirnya batuk beriak. Terapi

yang dapat diberikan adalah dengan terapi lokal menggunakan kaustil

faring dengan menggunakan zat kimia larutan nitras argenti atau dengan

listrik (electrocauter). Pengobatan simtomatis diberikan obat kumur atau

tablet isap.

ii. Faringitis kronik atropi

Sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi. Pada rinitis atrofi

udara pernafasantidak diatur suhu serta kelembamannya, sehingga

menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Gejala dan tanda

yang sering muncul adalah tenggorok terasa kering, tebal, serta bau

mulut. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir

yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering. Pengobatan

7

Page 8: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

ditujukan pada rinitis atrofinya dan untuk faringitis kkronik atropi

ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.

c. Faringitis spesifik

i. Faringitis Luetika

Treponema palidum dapat menyebabkan infeksi di daerah faring.

Dibagi dalam 3 stadium, yaitu pada stadium promer, pada lidah, palatum

mole, tonsil dan posterior faring berbentuk keputihan. Bila infeksi terus

menerus maka akan timbuul ulkus didaerah faring seperti ulkus genitalia

yang tidak nyeri. Pada stadium sekunder terdapat eritema pada dinding

faring yang menjlar ke arah laring. Pada stadium tertier terdapat

guma,pada tonsil dan palatum. Guma pada dinding posterior dapat

menyebar ke vertebra servikal dan dapat menyebabkan kematian.

Diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan serologis.

ii. Faringitis Tuberkulosis

Merupakan proses sekunder dari TB paru. Cara infeksi eksogen,

yaitukontak dengan septum yang mengandung kuman atau inhalasi

kuman melalui udara. Infeksi endogen yaitu dengan penyebaran melalui

darah pada TB miliaris. Bila infeksi timbul secara hematogen, maka lesi

timbul pada kedua sisi dan sering ditemukan pada posterior faring, arkus

faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole, dan palatum

durum.

Gejala keadaan umum pasien buruk karena anoreksi dan

odinofagia. Pasien mengeluh nyeri hebat di tenggorok, nyeri telinga,

dan pembesaran KGB servikal. Diagnosa diteakkan dengan

pemeriksaan BTA, foto thoraks dan biopsi jaringan terinfeksi. Terapi

sesuai dengan terapi untukTB paru.

8

Page 9: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

II. TONSILITIS

Tonsilitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian

dari cincin waldeyer. Cincin waldeyer terdiri dari tonsila faringeal (adenoid),

tonsila palatina (faucial), tonsil tuba eustachius, dan tonsila lingual.

Gambar 2. Tonsilitis

1. Tonsilitis Akut

a. Tonsilitis viral

Gejala yang timbul lebih menyerupai common cold disertai nyeri

tenggorokan. Penyebab tersering adalah epstein barr virus.

Haemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis supuratif.

[pada infeksi virus coxschakie pada rongga mulut akan tampak luka-

luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakab

pasien. Terapi cukup dengan istirahat, minum cukup, analgetik, dan

anti virus diberikan jika gejala berat.

b. Tonsilitis bakterial

Dapat disebabkan streptokokus A beta hemolitikus yang dikenal

sebagai strept throat, pneumokokus. Infiltrasi bakteri pada lapisan

epitel tonsil akan menyebabkan reaksio radang berupa keluarnya

leukosit PMN sehingga terbentuk detritus. Detritus merupakan

kumpulan leukisit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas.

Tampak sebagai kriptus yang mengisi celah tonsil dan berupa bercak

kuning.

Bentuk tonsilitis akut dengan bercak detritu syang jelas disebut

tonsilitis folikularis, jika detritus menjadi satu dikenal sebagai

9

Page 10: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini juga dapat melebarr dan

memberntuk pseudomembran.

Masa inkubasi selama 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering

adalah nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam, rasa letih, lesu, nyeri

di sendi-sendi, otalgia. Otalgia disebabkan adanya nyeri alih melelui

saraf N.IX. pada pemeriksaan tampak tonsil hiperemis,

membengkak, terdapat detritus folikel, lakukan atau tertutup

membran semu. Tera[pi dengan antibiotik spektrum luas, yaitu

penisilin, eritromisin, antipiretik dan obat kumur yang mengandung

desinfektan.

Komplikasi pada anak dapat menimbulkan OMA, sinusitis,

abses peritonsil, abses parafaring, bronkitis, miokarditis, serta

septikemia akibat infeksi v. jugularis interna (sindroma lemierre).

Hipertropi tonsil mnyebabakan pasien bernapas melalui mulut,

tidur mendengkur, dan gangguan tidur akibat sleep apneu.

Gambar 3. Perbedaan Tonsilitis Bakterial dan Virus

2. Tonsilitis membranosa

Penyakit yang termasuk dalam golongan inii adalah tonsilitis

difteri, tonsilitis septik dan angina plaut vincent, penyakit kelainan

darah(leukemia akut, anemia pernisioasa, neutropenia maligan, serta

10

Page 11: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

infeksi mono-nukleus), proses spesifik luer=s dan TB, infeksi jamur

monioliasis, aktinomikosis, dan blastomikosis, infeksi virus morbili,

pertusis, dan skarlatina.

TONSILITIS DIFTERI

Sering ditemukan pada anak usia kuranmg dari 10 tahun, frekuensi

tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih

mungkin menderita penyakit ini.

Gejala dan Tanda

Gejala umum seperti gejala infeksi lainnya, yaitu kenaikan suhu

tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, anoreksia, badan lemah, nadi

lambat.

Gejala lokal yang timbul adalah tonsil bengkak dilapisi bercak

putih kotor yang semakin meluas dan bersatu membentuk membran

semu. Memberan dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring,

larinfg, trakea, dan bronkus dan dapat menyumbat saluran napas.

Gejala akibat eksotoksi yamg dikeluarkan oleh kuman dipteri ini

dapat menimbulkan kelainan pada jantung berupa miokarditis sampai

decompensatio cordis, mengenai saraf kranial dapat menyebabkan

kelumpuhan otot palatum dan otot pernapasan, pada ginjal dapat

mneyebabkan albuminaria.

Diagnosa dilakukan dengan gambaran klinik dan pemeriksaan

preparat langsung jaringan dari permukaan bawah membran semu dan

didapatkan kuman C. diphteriae.

Terapi dengan ADS diberikan tampa menunggu hasil kultur, dosis

20.000-100.000 unti tergantung darti usia dan beratnya penyakit.

Penisilin atau eritromisin 25-50mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis selama 14

hari. Kortikosteroid 1,2 mg/kgBB perhari. Antipiretik dan isolasi

penderita.

11

Page 12: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

3. Tonsilitis kronis

Disebabkan rangsangan menahun akibat rokok, jenis-jenis

makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan

pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

Patologi

Karena proses radang yang timbuil berulang, makaseain epitel

mukosa, jaringan limfoid juga terkikis sehingga diganti dengan jaringan

parut yang akan mengalami pngerutan sehingga kripti melebar dan akan

diisi oleh detritus. Prose berjalan terus hingga menembus kapsul tonsil

dan akgirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa

tonsilaris.

Pada pemeriksaan akan tampak tonsil membersar, permukaan tidak

rata, kriptus melebar dan beberapa terisi detritus, perasaan mengganjal di

tenggorok, tengorokan kering, napas berbau. Terapi lokal dengan

berkumur dan obat hisap.

Komplikasi yang dapat timbul adalah rinitis kronik, sinusitis, otitis

media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh lewat jalur hematoigen

yaotu endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, endosiklitis,

dermatitis, pruritus, urtikaria, furunkulosis.

Indikasi tonsilektomi berdasarkan the American Academy of

Otolaringology Head andNeck Surgery adalah sebgai berikut:

Pasien dengan serangan tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu

tahun yang tidak mendapat manfaat dengan pengobatan

medikamentosa yang adekuat.

Pembesaran tonsil yang mengakibatkan maloklusi gigi-geligi atau

adanya efek samping gangguan pertumbuhan mulut/wajah

(orofacial growth) yang terdokumentasi oleh doker gigi.

Pembesaran tonsil yang mengakibatkan sumbatan jalan nafas atas

seperti ngorok, bicara sengau, gangguan/kesulitan menelan, henti

nafas saat tidur (sleep apnea syndrom), atau komplikasi penyakit

kardiopulmonal (endokarditis bakterialis dsb).

12

Page 13: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

Abses peritonsil yang tidak dapat disembuhkan dengan

pengobatan medikamentosa.

Bau mulut atau nafas menetap akibat tonsilitis kronik yang tidak

responsive dengan pengobatan.

Tonsilitis kronik yang diasosiasikan dengan infeksi kuman

streptokokus yang tidak responsive dengan pengobatan antibiotik.

Pembengkakan tonsil satu sisi yang dicurigai keganasan.

Otitis media akut atau otitis media supurative kronik berulang

yang diakibatkan oleh tonsilitis.

III. LARINGITIS

A. Laringitis akut

- Definisi

Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan bakteri

yang berlangsung kurang dari 3 minggu.

- Etiologi

Pada umumnya disebabkan oleh infeksi virus influenza (tipe A dan B),

parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah

Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes,

Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae.

-Epidemiologi

Laringitis akut lebih banyak dijumpai pada anak-anak (usia kurang dari 3,5

tahun), namun tidak jarang dijumpai pada anak yang lebih besar, bahkan pada

orang dewasa atau orang tua.

- Manifestasi klinis

Anamnesis

13

Page 14: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

Pada anamnesis biasanya didapatkan gejala demam, malaise, batuk, nyeri telan,

ngorok saat tidur, yang dapat berlangsung selama 3 minggu, dan dapat keadaan

berat didapatkan sesak nafas dan sianosis.

Pemeriksaan fisik

Tampak mukosa laring hiperemis, terutama diatas dan bawah pita suara

- Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu

menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan

tampak edema terutama dibagian atas dan bawah glotis. Pemeriksaan darah rutin

tidak memberikan hasil yang khas, namun biasanya ditemui leukositosis.

pemeriksaan usapan sekret tenggorok dan kultur dapat dilakukan untuk

mengetahui kuman penyebab, namun pada anak seringkali tidak ditemukan

kuman patogen penyebab

- Penatalaksanaan.

Non medikamentosa

Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari, menghindari iritasi pada faring

dan laring misalnya merokok, makanan pedas, dan minum es.

Medikamentosa

Antibiotik jika penyebabnya infeksi bakteri dan trakeostomi apabila ada

sumabtan laring.

2. Laringitis kronik

- Definisi

Laringitis kronik adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring

yang terjadi dalam jangka waktu lama. Laringitis kronik terjadi karena

pemaparan oleh penyebab yang terus menerus. Laringitis kronik dapat

14

Page 15: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

dibedakan menjadi laryngitis kronik non spesifik dan laryngitis kronik spesifik

(laryngitis tuberkulosa dan laryngitis luetika).

- Etiologi

Penyebab dari laryngitis kronik sering disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi

septum yang berat, polip hidung, bronchitis kronik atau tuberculosis paru.

Penyebab tersering pada orang dewasa antara lain yaitu

1. Merokok; merokok dapat mengiritasi laring, dapat menyebabkan

peradangan dan penebalan pita suara

2. Alkoholik; alcohol dapat menyebabkan iritasi kimia pada laring.

3. Gastroesophageal reflux disease (GERD); GERD adalah suatu kelainan

dimana asam lambung naik kembali melalui esophagus dan tenggorokan,

sehingga dapat menyebabkan iritasi pada laring.

4. Pekerjaan yang terus menerus terpapar oleh debu dan bahan kimia; banyak

pekerja-pekerja pabrik yang menderita laryngitis kronik seperti pada pekerja

pabrik pupuk, pestisida.

5. Penggunaan suara yang berlebih.

- Manifestasi klinis

Anamnesis:

Suara parau (disfoni), rasa tersangkut di tenggorok, panas dan tertekan di

daerah laring, nyeri menelan.

Pemeriksaan fisik:

Tampak mukosa menebal, permukaannya tak rata dan hiperemis.

Pada laringitis Tuberkulosis, terdapat 4 stadium yaitu:

Stadium infiltrasi

Mukosa laring posterior edema dan hiperemis dan akan berubah menjadi

pucat. Di submukosa terbentuk tuberkel dan akan membesar dan bersatu

15

Page 16: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

sehingga mukosa diatasnya meregang. Jika suatu saat mukosa benar-benar

teregang akan pecah dan timbul ulkus.

Stadium ulserasi

Ulkus dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan, dan nyeri

Stadium perikondritis

Ulkus makin dalam. Dapat terjadi kerusakan tulang rawan, sehingga terbentuk

nanah yang berbau sehingga terbentuk sekuester. Keadaan umum pasien dapat

memburuk.

Stadium fibrotuberkulosis

Terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan subglotis.

Pada laringitis luetika terdapat guma yang bila pecah akan membentuk ulkus.

- Pemeriksaan penunjang

Laringoskopi direk, laringoskop indirek, laboratorium, foto rontgen torak,

pemeriksaan patologi anatomi

- Penatalaksanaan

Terapi non medikamentosa: Pada penderita laryngitis kronik yang disebabkan

oleh peradangan yang terjadi di hidung, faring serta bronkus maka diberikan

pengobatan untuk mengobati peradangan tersebut. Pasien juga diminta untuk

tidak banyak bersuara. Pada laryngitis yang disebabkan oleh rokok, alkohol,

asap pabrik, penggunaan suara yang berlebih maka disarankan : Pasien

diharapkan untuk berhenti merokok, hentikan meminum alcohol, Gunakan

masker, hindari minuman dingin, hindari makan goring-gorengan, hindari

makan pedas, hindari zat-zat penyebab, istirahat berbicara ( tidak terlalu banyak

bicara), kumur-kumur dengan air garam

Terapi Medikamentosa : Antibiotik, Antituberkulosa (laryngitis tuberkulosa) ,

Antasida, Obat batuk jika terdapat batuk

16

Page 17: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

Terapi Pembedahan : Pengangkatan sekuester (pada laryngitis luetika) dan

trakeostomi bila terjadi sumbatan laring

- Komplikasi

Pada laryngitis akibat peradangan yang terjadi dari daerah lain maka dapat

terjadi inflamasi yang progresif dan dapat menyebabkan kesulitan bernafas.

Kesulitan bernafas ini dapat disertai stridor baik pada periode inspirasi, ekspirasi

atau keduanya.

Laringitis akibat merokok, laring tidak dapat sembuh dari edema. Hal ini

menyebabkan laring dan plika vokais berada dalam keadaan eritema dan edema

akibat inflamasi. Edema yang timbul dapat bervariasi mulai dari ringan hingga

berat, hal ini mengakibatkan suara akan menjadi parau, terkesan lebih berat atau

kasar dan rendah.

Laringitis kronik akibat pemaparan yang lama dan berulang dapat menyebabkan

terbentuknya jaringan parut pada plika vokalis, penebalan plika vokalis, lesi pita

vokalis dan dapat terjadi parakeratosis atau hyperkeratosis.

Pada laryngitis luetika bila terjadi penyembuhan spontan dapat menyebabkan

terjadinya stenosis laring, karena terbentuknya jaringan parut.

Gambar 4. Laringitis

17

Page 18: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

BAB III

ABSES LEHER DALAM

3.1 ABSES PERITONSIL (QUINSY)

Abses peritonsiler dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling

sering terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada

mereka yang menurun sistem immunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi

jalan napas yang signifikan pada anak-anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang

sama antara laki-laki dan perempuan. Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik

atau percobaan multipel penggunaan antibiotik oral untuk tonsilitis akut

merupakan predisposisi pada orang untuk berkembangnya abses peritonsiler. Di

Amerika insiden tersebut kadang-kadang berkisar 30 kasus per 100.000 orang per

tahun, dipertimbangkan hampir 45.000 kasus setiap tahun.

Abses leher dalam terbentuk dalam ruang potensial diantara fasia leher

dalam sebagai akibat dari penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi,

mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher tergantung ruang mana

yang terlibat. Gejala dan tanda klinik dapat berupa nyeri dan pembengkakan.

Abses peritonsiler (Quinsy) merupakan salah satu dari Abses leher dalam dimana

selain itu abses leher dalam dapat juga abses retrofaring, abses parafaring, abses

submanidibula dan angina ludovici (Ludwig Angina).

Abses peritonsiler adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada

bagian kepala dan leher. Gabungan dari bakteri aerobic dan anaerobic di daerah

peritonsilar. Tempat yang bisa berpotensi terjadinya abses adalah adalah didaerah

pillar tonsil anteroposterior, fossa piriform inferior, dan palatum superior.

Abses peritonsil terbentuk oleh karena penyebaran organisme bakteri

penginfeksi tenggorokan kesalah satu ruangan aereolar yang longgar disekitar

faring menyebabkan pembentukan abses, dimana infeksi telah menembus kapsul

tonsil tetapi tetap dalam batas otot konstriktor faring.

18

Page 19: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

Peritonsillar abscess (PTA) merupakan kumpulan/timbunan

(accumulation) pus (nanah) yang terlokalisir/terbatas (localized) pada jaringan

peritonsillar yang terbentuk sebagai hasil dari suppurative tonsillitis.

Gambar 5. Anatomi Tonsil Palatina dan jaringan sekitarnya.

ETIOLOGI

Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau

infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya

kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis. Biasanya unilateral

dan lebih sering pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa muda. Proses ini

terjadi karena komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar

mukus weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan

penyebab tonsilitis, dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob.

Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsiler

adalah Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus),

Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme

anaerob yang berperan adalah Fusobacterium. Prevotella, Porphyromonas,

Fusobacterium, dan Peptostreptococcus spp. Untuk kebanyakan abses peritonsiler

diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme aerobik dan anaerobik.

19

Page 20: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

PATOLOGI

Patofisiologi PTA belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori yang paling

banyak diterima adalah kemajuan (progression) episode tonsillitis eksudatif

pertama menjadi peritonsillitis dan kemudian terjadi pembentukan abses yang

sebenarnya (frank abscess formation).

Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat

longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering

menempati daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak. Abses

peritonsil juga dapat terbentuk di bagian inferior, namun jarang.

Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak

juga permukaan yang hiperemis. Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak

dan berwarna kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah,

uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral.

Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan

menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses

dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi ke paru.

Selain itu, PTA terbukti dapat timbul de novo tanpa ada riwayat tonsillitis

kronis atau berulang (recurrent) sebelumnya. PTA dapat juga merupakan suatu

gambaran (presentation) dari infeksi virus Epstein-Barr (yaitu: mononucleosis).

GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS

Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, terdapat juga odinofagia (nyeru

menelan) yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga

(otalgia), muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah

(hipersalivasi), suara sengau (rinolalia), dan kadang-kadang sukar membuka

mulut (trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.

Bila ada nyeri di leher (neck pain) dan atau terbatasnya gerakan leher

(limitation in neck mobility), maka ini dikarenakan lymphadenopathy dan

peradangan otot tengkuk (cervical muscle inflammation).

20

Page 21: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

Prosedur diagnosis dengan melakukan Aspirasi jarum (needle aspiration).

Tempat aspiration dibius / dianestesi menggunakan lidocaine dengan epinephrine

dan jarum besar (berukuran 16–18) yang biasa menempel pada syringe berukuran

10cc. Aspirasi material yang bernanah (purulent) merupakan tanda khas, dan

material dapat dikirim untuk dibiakkan.

Gambar 6. tonsillitis akut (sebelah kiri) dan abses peritonsil (sebelah kanan).

Pada penderita PTA perlu dilakukan pemeriksaan:

1. Hitung darah lengkap (complete blood count), pengukuran kadar elektrolit

(electrolyte level measurement), dan kultur darah (blood cultures).

2. Tes Monospot (antibodi heterophile) perlu dilakukan pada pasien dengan

tonsillitis dan bilateral cervical lymphadenopathy. Jika hasilnya positif,

penderita memerlukan evaluasi/penilaian hepatosplenomegaly. Liver

function tests perlu dilakukan pada penderita dengan hepatomegaly.

3. “Throat culture” atau “throat swab and culture”: diperlukan untuk

identifikasi organisme yang infeksius. Hasilnya dapat digunakan untuk

pemilihan antibiotik yang tepat dan efektif, untuk mencegah timbulnya

resistensi antibiotik.

4. Plain radiographs: pandangan jaringan lunak lateral (Lateral soft tissue

views) dari nasopharynx dan oropharynx dapat membantu dokter dalam

menyingkirkan diagnosis abses retropharyngeal.

21

Page 22: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

5. Computerized tomography (CT scan): biasanya tampak kumpulan cairan

hypodense di apex tonsil yang terinfeksi (the affected tonsil), dengan

“peripheral rim enhancement”.

6. Ultrasound, contohnya: intraoral ultrasonography.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin terjadi ialah:

1. Abses pecah spontan, mengakibatkan perdarahanm aspirasi paru, atau

piema.

2. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses

parafaring. Kemudian dapat terjadi penjalaran ke mediastinum

menimbulkan mediastinitis.

3. Bila terjadi penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan

thrombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak.

Sejumlah komplikasi klinis lainnya dapat terjadi jika diagnosis PTA

diabaikan. Beratnya komplikasi tergantung dari kecepatan progression penyakit.

Untuk itulah diperlukan penanganan dan intervensi sejak dini.

DIAGNOSIS BANDING

Infiltrat peritonsil, tumor, abses retrofaring, abses parafaring, aneurisma

arteri karotis interna, infeksi mastoid, mononucleosis, infeksi kelenjar liur, infeksi

gigi, dan adenitis tonsil.

TERAPI

Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi dan obat

simtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan air hangat dan kompres dingin pada

leher. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin 600.000-1.200.000 unit atau

ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg atau sefalosporin 3-4 x 250-500 mg,

metronidazol 3-4 x 250-500 mg.

Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian

diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling

menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar

22

Page 23: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

uvula dengan geraham atas terakhir. Intraoral incision dan drainase dilakukan

dengan mengiris mukosa overlying abses, biasanya diletakkan di lipatan

supratonsillar. Drainase atau aspirate yang sukses menyebabkan perbaikan segera

gejala-gejala pasien.

Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi nyeri, diberikan analgesia

lokal di ganglion sfenopalatum.

Kemudian pasien dinjurkan untuk operasi tonsilektomi “a” chaud. Bila

tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah drainase abses disebut tonsilektomi “a”

tiede, dan bila tonsilektomi 4-6 minggu sesudah drainase abses disebut

tonsilektomi “a” froid. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi

tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses.

Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada orang yang menderita

abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan

sekitarnya. Abses peritonsil mempunyai kecenderungan besar untuk kambuh.

Sampai saat ini belum ada kesepakatan kapan tonsilektomi dilakukan pada abses

peritonsil. Sebagian penulis menganjurkan tonsilektomi 6–8 minggu kemudian

mengingat kemungkinan terjadi perdarahan atau sepsis, sedangkan sebagian lagi

menganjurkan tonsilektomi segera.

Gambar 7. Tonsilektomi

23

Page 24: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

Penggunaan steroids masih kontroversial. Penelitian terbaru yang

dilakukan Ozbek mengungkapkan bahwa penambahan dosis tunggal intravenous

dexamethasone pada antibiotik parenteral telah terbukti secara signifikan

mengurangi waktu opname di rumah sakit (hours hospitalized), nyeri tenggorokan

(throat pain), demam, dan trismus dibandingkan dengan kelompok yang hanya

diberi antibiotik parenteral.

PROGNOSIS

Abses peritonsoler hampir selalu berulang bila tidak diikuti dengan

tonsilektomi., maka difunda sampai 6 minggu berikutnya. Pada saat tersebut

peradangan telah mereda, biasanya terdapat jeringan fibrosa dan granulasi pada

saat oprasi.

Gambar 8. Abses Peritonsil

3.2 ABSES PARAFARING

Etiologi

Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara : 1) Langsung,

yaitu akibat tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi dengan analgesia.

Peradangan terjadi karena ujung jarum suntik yamg telah terkomtaminasi

kuman menembus lapisa otot tipis (m. Konstriktor faring superior) yang

memisahkan ruang parafaring dari fossa tonsilaris. 2) Proses supurasi kelenjar

limfe leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal, mastoid

dan vertebra servikal dapat merupakan sumber infeksi untuk terjadinya abses

ruang parafaring. 3) Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau

submandibula.

24

Page 25: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

Gejala dan Tanda

Gejala dan tanda yang utama ialah trismus, indurasi atau pembengkakan

di sekitar angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral

faring, sehingga menonjol ke arah medial.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala dan tanda

klinik. Bila meragukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto

rontgen jaringan lunak AP atau CT scan.

Komplikasi

Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau

langsung (perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Penjalaran ke atas dapat

mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri selubung karotis

mencapai mediastinum.

Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila

pembuluh karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi

perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul

tromboflebitis dan septikemia.

Terapi

Untuk terapi diberi antibiotika dosis tinggi secara parenteral terhadap

kuman aerob dan anaerob. Evakuasi abses harus segera dilakukan bila tidak ada

perbaikan dengan antibiotika dalam 28-48 jam dengan cara eksplorasi dalam

narkosis melalui insisi dari luar dan intra oral.

Insisi dari luar dilakukan dua setengah jari di bawah dan sejajar

mandibula. Secara tumpul eksplorasi dilanjutkan dari batas anterior m.pterigoid

interna mencapai ruang parafaring dengan terabanya prosesus stiloid. Bila

nanah terdapat di selubung karotis, insisi dilanjutkan vertikal dari pertengahan

insisi horozontal ke bawah di depan m.sternokleidomastoideus (cara Mosher).

25

Page 26: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

Insisi intraoral dilakukan pada dinding lateral faring. Dengan memakai

klem arteri eksplorasi dilakukan dengan menembus m.konstriktor faring

superior ke dalam ruang parafaring anterior. Insisi intraoral dilakukan bila perlu

dan sebagai terapi tambahan terhadap insisi eksternal.

Pasien dirawat inap sampai gejala dan tanda infeksi reda.

3.3 ABSES RETROFARING

Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan

pus pada daerah retrofaring. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada

leher bagian dalam ( deep neck infection ). Pada umumnya sumber infeksi pada

ruang retrofaring berasal dari proses infeksi di hidung, adenoid, nasofaring dan

sinus paranasal, yang menyebar ke kelenjar limfe retrofaring. Penyakit ini

biasanya ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun. Hal ini terjadi

karena pada usia tersebut ruang retrofaring masih berisi kelnjar limfe, masing-

masing 2-5 buah pada sisi kanan dan kiri. Kelenjar ini menampung aliran limfe

dari hidung, sinus paranasal, nasofaring, tuba Eustachius dan telinga tengah.

Pada usia diatas 6 tahun kelenjar eakan mengalami atrofi.

Akhir – akhir ini abses retrofaring sudah semakin jarang dijumpai . Hal

ini disebabkan penggunaan antibiotik yang luas terhadap infeksi saluran nafas

atas. Pemeriksaan mikrobiologi berupa isolasi bakteri dan uji kepekaan kuman

sangat membantu dalam pemilihan antibiotik yang tepat. Walaupun demikian,

angka mortalitas dari komplikasi yang timbul akibat abses retrofaring masih

cukup tinggi sehingga diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat

dibutuhkan. Penatalaksanaan abses retrofaring dilakukan secara

medikamentosa dan operatif . Insisi abses retrofaring dapat dilakukan secara

intra oral atau pendekatan eksternal bergantung dari luasnya abses. Pada

umumnya abses retrofaring mempunyai prognosis yang baik apabila

didiagnosis secara dini dan dengan penanganan yang tepat sehingga komplikasi

tidak terjadi.

Etiologi

26

Page 27: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya abses retrofaring ialah : (1)

infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis retrofaring. (2)

Trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau

tindakan medis, seperti adenoidektomi, intubasi endotrakea dan endoskopi. (3)

tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas (abses dingin).

Beberapa organisme yang dapat menyebabkan abses retrofaring adalah

1. Kuman aerob : Streptococcus beta –hemolyticus group A (paling sering),

Streptococcus pneumoniae, Streptococcus non–hemolyticus,

Staphylococcus aureu , Haemophilus sp

2. Kuman anaerob : Bacteroides sp, Veillonella, Peptostreptococcus,

Fusobacteria

Pada banyak kasus sering dijumpai adanya kuman aerob dan anaerob secara

bersamaan.

Klasifikasi

Secara umum abses retrofaring terbagi 2 jenis yaitu :

1. Akut.

Sering terjadi pada anak-anak berumur dibawah 4 – 5 tahun. Keadaan ini

terjadi akibat infeksi pada saluran nafas atas seperti pada adenoid,

nasofaring, rongga hidung, sinus paranasal dan tonsil yang meluas ke

kelenjar limfe retrofaring (limfadenitis) sehingga menyebabkan supurasi

pada daerah tersebut. Sedangkan pada orang dewasa terjadi akibat infeksi

langsung oleh karena trauma akibat penggunaan instrumen (intubasi

endotrakea, endoskopi, sewaktu adenoidektomi) atau benda asing.

2. Kronis.

Biasanya terjadi pada orang dewasa atau anak-anak yang lebih tua. Keadaan

ini terjadi akibat infeksi tuberkulosis ( TBC ) pada vertebra servikalis

dimana pus secara langsung menyebar melalui ligamentum longitudinal

anterior. Selain itu abses dapat terjadi akibat infeksi TBC pada kelenjar

limfe retrofaring yang menyebar dari kelenjar limfe servikal.

Gejala dan Tanda

27

Page 28: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas atas.

Gejala dan tanda klinis yang sering dijumpai pada anak :

1. demam

2. sukar dan nyeri menelan

3. suara sengau

4. dinding posterior faring membengkak ( bulging ) dan hiperemis pada satu

sisi.

5. pada palpasi teraba massa yang lunak, berfluktuasi dan nyeri tekan

6. pembesaran kelenjar limfe leher ( biasanya unilateral ).

Pada keadaan lanjut keadaan umum anak menjadi lebih buruk, dan bisa

dijumpai adanya :

7. kekakuan otot leher ( neck stiffness ) disertai nyeri pada pergerakan

8. obstruksi saluran nafas seperti mengorok, stridor, dispnea

Gejala yang timbul pada orang dewasa pada umumnya tidak begitu

berat bila dibandingkan pada anak. Dari anamnesis biasanya didahului riwayat

tertusuk benda asing pada dinding posterior faring, pasca tindakan endoskopi

atau adanya riwayat batuk kronis. Gejala yang dapat dijumpai adalah :

1. demam

2. sukar dan nyeri menelan

3. rasa sakit di leher ( neck pain )

4. keterbatasan gerak leher

5. dispnea

Pada bentuk kronis, perjalanan penyakit lambat dan tidak begitu khas sampai

terjadi pembengkakan yang besar dan menyumbat hidung serta saluran nafas.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat infeksi saluran napas bagian

atas atau trauma, gejala dan tanda klinik serta pemeriksaan penunjang foto

rontgen jaringan lunak leher lateral. Pada foto rontgen akan tampak pelebaran

ruang retrofaring lebih dari 7 mm pada anak dan dewasa serta pelebaran

28

Page 29: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

retrotrakeal lebih dari 14 mm pada anak dan lebih dari 22 mm pada orang

dewasa. Selain itu juga dapat terlihat berkurangnya lordosis vertebra servikal.

Diagnosis banding

1. Adenoiditis

2. Tumor

3. Abses peritonsil

4. Abses parafaring

Terapi

I . Mempertahankan jalan nafas yang adekuat :

- posisi pasien supine dengan leher ekstensi

- pemberian O2

- intubasi endotrakea dengan visualisasi langsung / intubasi fiber optik

- trakeostomi / krikotirotomi

IV. Medikamentosa

1. Antibiotik ( parenteral )

Pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan secepatnya

tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik yang diberikan harus

mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram

negatif. Dahulu diberikan kombinasi Penisilin G dan Metronidazole

sebagai terapi utama, tetapi sejak dijumpainya peningkatan kuman yang

menghasilkan B – laktamase kombinasi obat ini sudah banyak

ditinggalkan. Pilihan utama adalah clindamycin yang dapat diberikan

tersendiri atau dikombinasikan dengan sefalosporin generasi kedua

(seperti cefuroxime) atau beta – lactamase – resistant penicillin seperti

ticarcillin / clavulanate, piperacillin / tazobactam, ampicillin /

sulbactam. Pemberian antibiotik biasanya dilakukan selama lebih

kurang 10 hari.

2. Simtomatis

3. Bila terdapat dehidrasi, diberikan cairan untuk memperbaiki

keseimbangan cairan elektrolit.

29

Page 30: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

4. Pada infeksi Tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatika.

III. Operatif :

a) Aspirasi pus ( needle aspiration )

b) Insisi dan drainase :

Pendekatan intra oral ( transoral ) : untuk abses yang kecil dan

terlokalisir. Pasien diletakkan pada “posisi Trendelenburg”, dimana

leher dalam keadaan hiperekstensi dan kepala lebih rendah dari bahu.

Insisi vertikal dilakukan pada daerah yang paling berfluktuasi dan

selanjutnya pus yang keluar harus segera

diisap dengan alat penghisap untuk menghindari aspirasi pus. Lalu

insisi diperlebar dengan forsep atau klem arteri untuk memudahkan

evakuasi pus.

Pendekatan eksterna ( external approach ) baik secara anterior

atau posterior : untuk abses yang besar dan meluas ke arah hipofaring.

Pendekatan anterior dilakukan dengan membuat insisi secara horizontal

mengikuti garis kulit setingkat krikoid atau pertengahan antara tulang

hioid dan klavikula. Kulit dan subkutis dielevasi untuk memperluas

pandangan sampai terlihat m. sternokleidomastoideus. Dilakukan insisi

pada batas anterior m. sternokleidomastoideus. Dengan menggunakan

klem erteri bengkok, m. sternokleidomastoideus dan selubung karotis

disisihkan ke arah lateral. Setelah abses terpapar dengan cunam tumpul

abses dibuka dan pus dikeluarkan. Bila diperlukan insisi dapat diperluas

dan selanjutnya dipasang drain ( Penrose drain ). Pendekatan posterior

dibuat dengan melakukan insisi pada batas posterior m.

sternokleidomastoideus. Kepala diputar ke arah yang berlawanan dari

abses. Selanjutnya fasia dibelakang m. sternokleidomastoideus diatas

abses dipisahkan. Dengan diseksi tumpul pus dikeluarkan dari belakang

selubung karotis.

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi ialah (1) penjalaran ke ruang parafaring,

ruang vaskuler visera, (2) mediastinitis, (3) obstruksi jalan napas sampai

30

Page 31: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

asfiksia, (4) bila pecah spontan, dapat menyebabkan pneumonia aspirasi dan

abses paru.

4.4 ABSES SUBMANDIBULA

Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang

sublingual dipisahkan dari rung submaksila oleh otot miohioid.

Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang

submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior.

Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang submandibula dan

membagi ruang submandibulla atas ruang submental dan ruang submaksila saja.

Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya

sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher.

Etiologi

Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelanjar limfe

submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.

Kuman penyebab biasanya campuran kuman aerob dan anaerob.

Gejala dan tanda

Terdapat demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula

dan atau di bawah lidah, mungkin berfluktuasi. Trismus sering ditemukan.

Terapi

Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan

secara parenteral.

Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal

dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas.

Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid,

tergantung letak dan luas abses.

Paien dirawat inap 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda.

31

Page 32: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

Gambar 9. Abses Submandibula

4.5 ANGINA LUDOVICI

Angina ludovici ialah infeksi ruang submandibula berupa selulitis dengan

tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak

membentuk abses, sehingga keras pada perabaan submandibula.

Etiologi

Sumber infeksi seringkali berasal dari gigi atau dasar mulut, oleh kuman

aerob dan anaerob.

Gejala dan tanda

Terdapat nyeri tenggorok dan leher, disertai pembengkakan di daerah

submandibula yang btampak hiperemis dan keras pada perabaan.

Dasar mulut membengkak, dapat mendorong lidah ke atas belakang, sehingga

menimbulkan sesak napas, karena sumbatan jalan napas.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat sakit gigi, mengorek atau

cabut gigi, gejala dan tanda klinik. Pada “Pseudo Angina Ludovici” dapat

terjadi fluktuasi.

Terapi

Sebagai terapi dapat diberikan antibiotik dosis tinggi untuk kuman aerob

dan anaerob, dan diberikan secara parenteral. Selain itu dilakukan eksplorasi

32

Page 33: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

yang dilakukan untuk tujuan dekompresi (mengurangi ketegangan) dan

evakuasi pus (pada angina Ludovici jarang terdapat pus) atau jaringan nekrosis.

Insisi dilakukan di garis tengah secara horizontal setinggi os hioid (3-4 jari di

bawah mandibula). Perlu dilakukan pengobatan terhadap sumber infeksi (gigi)

untuk mencegah kekambuhan.Pasien dirawat inap sampai infeksi reda.

Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi ialah : (1) sumbatan jalan napas, (2) penjalaran

abses ke ruang leher dalam lain dan mediastinum, dan (3) sepsis.

Gambar 10. Angina Ludovici

33

Page 34: Infeksi Tenggorokan & Abses Leher Dalam_Dewi

DAFTAR PUSTAKA

Adams, G.L. 1997. Penyakit-Penyakit Nasofaring Dan Orofaring. Dalam: Boies,

Buku Ajar Penyakit THT, hal.333. EGC, Jakarta.

Adrianto, Petrus. 1986. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan. EGC,

Jakarta.

Akhyar, yayan., Laringitis akut. http://yayanakhyar. wordpress.com/2009/09/16

/laringitis-akut/. Accessed on 15 Mei 2010.

Anurogo, Dito. 2008. Tips Praktis Mengenali Abses Peritonsil. Accessed:

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&dn.

Bailey, Byron J, MD. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In : Head

and Neck Surgey-Otolaryngology 2nd Edition. Lippincott_Raven Publisher.

Philadelphia. P :1224, 1233-34.

Berger TJ, Shahidi H. retropharyngeal abscess. eMedicine Journal. Volume 2,

Number 8 : http://author.emedicine.com/PED/topic2682.htm

Fachruddin, Darnila. 2006. Abses Leher Dalam. Dalam: Buku Ajar Ilmu

Kesehatan, Telinga-Hidung-Tenggorokan. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Mehta, Ninfa. MD. Peritonsillar Abscess. Available from. www.emedicine.com.

Accessed at Mei 2010.

Preston, M. 2008. Peritonsillar Abscess (Quinsy). accessed:

http://www.patient.co.uk/showdoc/40000961/.

Retropharyngeal abscess. University of Maryland Medicine :

http://umm.drkoop.com/ conditions/ency/article/000984.htm

Scott BA, Stiernberg CM. Deep neck space infections. Dalam : Bailey BJ, Ed.

Head and neck surgery – otolaryngology, Vol 1. Philadelphia: JB Lippincott

Company , 1993.

Snell, S Richard. 2002. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. EGC;

Jakarta.

Soepardi,E.A, Iskandar, H.N, Abses Peritonsiler, Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga, Hidung dan Tenggorokan, Jakarta: FKUl, 200.

Steyer, T. E. 2002. Peritonsillar Abscess: Diagnosis and Treatment. accessed:

http://www.aafp.org/afp/20020101/93.html.

34