INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

25
INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN KOMPLIKASI PERLUASAN KE TEMPORAL drg. L.Cinthia Hutomo, Sp. Ort PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2018

Transcript of INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

Page 1: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN

KOMPLIKASI PERLUASAN KE TEMPORAL

drg. L.Cinthia Hutomo, Sp. Ort

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2018

Page 2: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan

rahmatNYA, penulis dapat menyelesaikan Student Project yang berjudul “Infeksi

Odontogen Submandibular dengan Komplikasi Perluasan ke Temporal”.

Laporan kasus ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan mengenai

penatalaksanaan abses submandibular yang disertai dengan komplikasi sehingga

dapat menjadi sumbangan pemikiran kepada para pembaca khususnya mahasiswa

Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Kami

menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata

sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para

pembaca.

Denpasar, Maret 2018

Penulis,

Page 3: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv

ABSTRAK ......................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

BAB II LAPORAN KASUS .............................................................................. 2

BAB III PEMBAHASAN .................................................................................. 5

BAB IV KAITAN DENGAN TEORI ............................................................... 7

4.1 INFEKSI ODONTOGEN .................................................................. 7

4.1.1 ETIOLOGI………………………………………………….... 7

4.1.2 PATOGENESIS……………………………………………. .. 8

4.1.3 KLASIFIKASI INFEKSI ODONTOGEN……………….. ..... 9

4.2 INFEKSI FASCIAL SPACE .............................................................. 11

4.3 ABSES SUBMANDIBULA.............................................................. 11

4.3.1 ETIOLOGI……………………………………………............. 12

4.3.2 PATOGENESIS……………………………………………… 13

4.3.3 PENATALAKSANAAN……………………………………... 14

4.3.4 PENCEGAHAN……………………………………………. ... 16

4.3.5 PROGNOSIS………………………………………………… . 17

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 19

Page 4: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 ............................................................................................................ 3

Gambar 2 ............................................................................................................ 4

Gambar 3 ............................................................................................................ 4

Gambar 4 ............................................................................................................ 4

Gambar 5 ............................................................................................................ 4

Gambar 6 ............................................................................................................ 4

Gambar 7 ............................................................................................................ 11

Gambar 8 ............................................................................................................ 12

Gambar 9 ............................................................................................................ 16

Page 5: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

v

ABSTRAK

Kasus infeksi odontogen yang mengenai fascial space merupakan kasus

yang paling sering dilaporkan dalam bidang kedokteran gigi. Di antara itu infeksi

ruang submandibular merupakan yang paling banyak terjadi, tetapi perluasan

infeksi ruang submandibular ke daerah temporal jarang dilaporkan.

Penatalaksanaan infeksi tersebut sangat menantang dan membutuhkan keahlian.

Laporan kasus ini menjelaskan mengenai penatalaksanaan kasus infeksi

submandibular yang disertai dengan komplikasi perluasan ke daerah temporal

melalui tindakan insisi dan drainase pada anak laki-laki berusia delapan tahun.

Kata kunci: Antibiotik, Drainase, Supurasi

Page 6: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi odontogen merupakan penyakit yang paling sering ditangani oleh

dokter gigi. Kondisi ini menimbulkan rasa sakit, ketidaknyamanan serta kesulitan

membuka mulut, sehingga menyulitkan aktivitas fungsi rongga mulut.

Peningkatan infeksi odontogen pada negara berkembang disebabkan kekurangan

gizi, kebersihan rongga mulut yang buruk, konsumsi tembakau, mengunyah

pinang dan merokok. Infeksi odontogen juga dapat menyebar ke ruang di sekitar

leher bagian dalam dan dapat berakibat fatal atau mengancam jiwa sehingga

memerlukan diagnosis awal. Penatalaksanaan infeksi ini meliputi penatalaksanaan

jalan nafas, pemberian antibiotik dan tindakan bedah. Tindakan pencegahan lebih

baik daripada mengobati, pencegahan infeksi odontogen dapat dicapai dengan

menciptakan kesadaran mengenai komplikasi yang ditimbulkan akibat kebersihan

mulut dan gigi yang buruk dengan melakukan pemeriksaan rutin di tingkat

masyarakat. Laporan kasus ini menjelaskan mengenai penatalaksanaan kasus yang

jarang ditemui dari infeksi odontogen pada ruang submandibular dengan

perluasan ke daerah temporal pada anak laki-laki berusia delapan tahun.

Page 7: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

2

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang anak laki – laki berusia delapan tahun datang dengan keluhan

utama rasa sakit yang disebabkan oleh adanya pembengkakan pada sisi kiri wajah.

Sepuluh hari yang lalu, pasien telah mengunjungi dokter gigi setempat dan

diberikan antibiotik (Amoxycillin 250 mg dan Clavulanic acid 125 mg) serta obat

anti-inflamasi non-steroid (kombinasi sodium Diklofenac 50 mg dan Paracetamol

250 mg) yang harus diminum tiga kali sehari selama tiga hari. Setelah tiga hari,

pembengkakan semakin membesar dan pasien datang ke dokter gigi lain dan

diberikan beberapa jenis obat lagi (yang tidak diketahui pasien) yang harus

diminum selama tiga hari. Rasa sakit dan bengkak tidak berkurang, sehingga

pasien datang ke Bagian Gigi dan Mulut RSUP Sanglah Denpasar. Hasil

pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat asimetri pada wajah pasien yang

disebabkan oleh adanya pembengkakan pada regio mandibula kiri belakang

dengan konsistensi keras yang meluas ke daerah temporal (Gambar 1).

Pembengkakan tersebut keras dan berfluktuasi secara alami meluas dari batas

bawah pada regio gigi 34 ke regio temporal serta bagian anterior di bawah margin

infra-orbital ke posterior di regio aurikular, berukuran 8 × 5 cm (Gambar 2). Suhu

badan pasien 39oC dan mengalami kesulitan membuka mulut. Pada evaluasi

radiografi tampak bahwa gigi molar permanen pertama mandibula kiri (36)

mengalami karies parah dan terdapat pelebaran ruang PDL, sehingga

menimbulkan abses periapikal, gigi 36 (Gambar 3) dicurigai sebagai penyebab

dari infeksi. Oleh karena itu, diagnosis dari kondisi tersebut di atas adalah infeksi

ruang submandibular dengan perluasan ke daerah temporal. Karena pasien sudah

mengkonsumsi obat, dan tidak ada perubahan atau masih terasa sakit, maka

diputuskan untuk melakukan insisi dan drainase abses dari daerah temporal.

Prosedur tersebut dijelaskan dan informed consent tertulis disetujui oleh orang tua

pasien. Sebelum perawatan, pasien dikonsultasikan ke dokter THT untuk

mendapatkan saran dan untuk memastikan tidak adanya faktor penyebab lain.

Dalam kondisi steril, lignocaine spray diaplikasikan pada regio temporal.

Selanjutnya dengan menggunakan jarum nomor 18 drainase abses dilakukan

Page 8: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

3

secara perlahan (gambar 4). Sekitar 25 ml pus dikeluarkan menggunakan metode

ini. Sisa abses tidak dapat dikeluarkan dengan jarum karena adanya loculi. Oleh

karena itu dilakukan insisi dan drainase, loculi diambil dengan menggunakan

arteri klem ( gambar 5 ). Menggunakan anestesi lokal, insisi sepanjang 2 cm

dibuat pada daerah aman regio temporal (dengan mempertimbangkan pembuluh

darah dan saraf yang ada pada regio tersebut) dan pus di keluarkan dengan cara

menekan kebawah ke arah area insisi. Setelah itu, masukkan selapis karet yang

berfungsi sebagai drain pada daerah insisi, lalu lakukan penutupan luka dan

pasien di anjurkan untuk kontrol 3 hari kemudian. Medikasi untuk menghilangkan

pembengkakan submandibula post operatif diberikan Amoxicillin tablet 250 mg

dan Asam Clavulanic 125 mg, Metronidazole tablet 200 mg dan analgesik

ibuprofen dan paracetamol diminum 2 kali sehari selama tiga hari dan pasien

disarankan untuk melakukan latihan membuka mulut serta datang kembali untuk

kontrol setelah tiga hari.

Pada saat kontrol, pasien menunjukkan kemajuan mampu membuka mulut

sampai 20 mm. Karena prognosis yang buruk, molar pertama permanen

mandibula kiri yang terinfeksi diekstraksi dan diikuti dengan kuretase. Sisa abses

dikeluarkan lagi dari daerah temporal, drain diganti dan pengobatan dilanjutkan

lagi selama dua hari. Lima hari kemudian, pembengkakan telah hilang dan

dilakukan observasi simetri wajah (Gambar 6). Kemampuan membuka mulut

pasien membaik dengan fisioterapi berkala. Penyembuhan pasca operasi berjalan

lancar. Pemeriksaan klinis lanjutan menunjukkan hasil yang memuaskan.

Gambar 1. Foto preoperatif yang

menunjukkan infeksi ruang

submandibular yang meluas ke arah

daerah temporal.

Page 9: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

4

Gambar 6. Foto pasca operasi

setelah 10 hari

Gambar 4. Mengeluarkan abses

menggunakan jarum

Gambar 3. Orthopantomogram yang

menunjukkan karies pada gigi M1

permanen kiri bawah

Gambar 2. Foto preoperatif yang

menunjukkan pembengkakan fluktuasi di

daerah temporal

Gambar 5. Memecahkan loculi untuk

drainase abses yang tersisa

Page 10: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

5

BAB III

PEMBAHASAN

Penatalaksanaan infeksi pada leher bagian dalam memiliki banyak

kesulitan, hal ini disebabkan karena anatomi leher yang rumit, etiologi

polymicrobial dan timbulnya komplikasi yang dapat mengancam jiwa pasien.

Pemberian antibiotik intravena dosis tinggi (biasanya penisilin atau sefalosporin

dan metronidazol), analgesik dan cairan sebelum tindakan bedah drainase serta

mencegah penyebaran infeksi merupakan rencana perawatan awal dari infeksi

pada facial space. Selain itu, penggunaan antibiotik, steroid, dan obat anti-

inflamasi nonsteroid yang tidak tepat mungkin bisa menghilangkan tanda-tanda

infeksi dan mengubah tampilan klinis sehingga infeksi sulit terdiagnosa dan juga

menyebabkan lambatnya perjalanan penyakit, pemulihan yang lama, dan

timbulnya komplikasi. Dalam laporan kasus ini, infeksi odontogen diidentifikasi

sebagai sumber utama infeksi fascial space sedangkan pada bayi dan anak-anak

penyebab infeksi facial space biasanya idiopatik. Bakteri penyebabnya biasanya

campuran dari aerob dan anaerob termasuk mikroorganisme normal rongga mulut

seperti streptococci atau staphylococci. Dalam kasus ini, pada awalnya pasien

tidak merasa membaik dengan pemberian antibiotik, oleh karena itu saat dia

datang melaporkan masalah tersebut kepada kami diputuskan untuk dilakukan

drainase abses. Beberapa laporan sebelumnya menyatakan bahwa infeksi gigi

merupakan penyebab utama infeksi ruang submandibular tetapi dari beberapa

literatur yang dipublikasikan melaporkan bahwa pada 28,4% kasus, sumber

infeksi tidak dapat ditemukan. Banyak dari pasien mungkin sudah lama memiliki

supurasi kelenjar getah bening bagian dalam yang tidak terdiagnosa dalam

pemeriksaan klinis dan radiografi. Pada kasus ini gigi yang terinfeksi diekstraksi

pada kunjungan kedua karena pasien mengalami kesulitan membuka mulut.

Penyebaran infeksi ruang submandibular ke daerah temporal merupakan kasus

yang jarang terjadi dan penatalaksanaannya sangat menantang karena adanya

struktur vital di sekitar area pembengkan.

Sejak seringnya ditemukan bahwa infeksi ruang submandibular berasal

dari gigi, akuisisi pemindaian aksial beresolusi tinggi dari rahang bersama dengan

Page 11: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

6

rekonstruksi multiplanar berbentuk lengkung dan ortoradial (Dental scan) sangat

dianjurkan untuk mengidentifikasi infeksi periapikal. Penatalaksanaan kasus ini

dilakukan melalui tindakan bedah yang didukung oleh pemberian antibiotik

karena yang terakhir saja tidak akan menyelesaikan masalah. Drainase bedah

membantu untuk menghilangkan bahan purulen beracun dan jaringan yang berada

di sekitar jaringan oedema, sehingga memungkinkan penyerapan antibiotik yang

lebih baik serta meningkatkan oksigenasi pada daerah yang terinfeksi yang

menyebabkan penyembuhan pasca operasi terhambat.

Page 12: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

7

BAB IV

KAITAN DENGAN TEORI

4.1 INFEKSI ODONTOGEN

Infeksi odontogen merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering

terjadi. Infeksi odontogenik dapat merupakan awal atau kelanjutan penyakit

periodontal, perikoronal, trauma, atau infeksi pasca pembedahan (Wazir dkk,

2013).

4.1.1 ETIOLOGI

Infeksi odontogen disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora normal

dalam mulut, yaitu bakteri dalam plak, dalam sulkus gingiva, dan mukosa

mulut. Bakteri yang utama ditemukan adalah bakteri kokus aerob gram

positif, kokus anaerob gram positif dan batang anaerob gram negatif. Bakteri-

bakteri tersebut dapat menyebabkan karies, gingivitis, dan periodontitis jika

mencapai jaringan yang lebih dalam melalui nekrosis pulpa dan pocket

periodontal yang dalam sehingga akan terjadi infeksi odontogen (Ariji dkk,

2002).

Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen. Lebih dari

setengah kasus infeksi odontogen yang ditemukan yaitu sekitar 60%

disebabkan oleh bakteri anaerob. Organisme penyebab infeksi odontogen yang

sering ditemukan pada pemeriksaan kultur adalah alpha-hemolytic

Streptococcus, Peptostreptococcus, Peptococcus, Eubacterium, Bacteroides

(Prevotella) melaninogenicus, dan Fusobacterium. Bakteri aerob sendiri

jarang menyebabkan infeksi odontogen yaitu hanya sekitar 5%. Bila infeksi

odontogen disebabkan oleh bakteri aerob, biasanya organisme penyebabnya

adalah species Streptococcus. Infeksi odontogen juga banyak yang disebabkan

oleh infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob yaitu sekitar 35% (Ariji dkk,

2002).

Page 13: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

8

4.1.2 PATOGENESIS

Infeksi gigi biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi

yang sudah mendekati ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis

dan akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi atau nekrosis pulpa. Adanya

gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri dapat masuk ke ruang pulpa sampai

apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak dapat mendrainase pulpa

yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke

ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis.

Penjalaran infeksi odontogen akibat dari gigi yang nekrosis dapat

menyebabkan abses, abses ini dapat dibagi menjadi dua yaitu penjalaran yang

tidak berat sehingga akan memberikan prognosis yang baik dan penjalaran

yang berat yang akan memberikan prognosis yang tidak baik. Adapun yang

termasuk penjalaran tidak berat adalah serous periostitis, abses subperiosteal,

abses submukosa, abses subgingiva, dan abses subpalatal, sedangkan yang

termasuk penjalaran yang berat antara lain abses perimandibular,

osteomielitis, dan phlegmon dasar mulut. Gigi yang nekrosis juga merupakan

fokal infeksi penyakit ke organ lain, misalnya ke otak menjadi meningitis, ke

kulit menjadi dermatitis, ke mata menjadi konjungtivitis dan uveitis, ke sinus

maxilla menjadi sinusitis maxillaris, ke jantung menjadi endokarditis dan

perikarditis, ke ginjal menjadi nefritis, dan ke persendian menjadi arthritis

(Green dkk, 2001).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penyebaran infeksi

odontogenik adalah: (Green dkk, 2001).

1. Jenis dan virulensi kuman penyebab.

2. Daya tahan tubuh penderita.

3. Jenis dan posisi gigi sumber infeksi.

4. Panjang akar gigi sumber infeksi terhadap perlekatan otot-otot.

5. Adanya tissue space dan potential space.

Page 14: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

9

4.1.3 KLASIFIKASI INFEKSI ODONTOGEN

Infeksi odontogenik diklasifikasikan menjadi Group 1 – 4 (Kaneko dkk,

2018):

• Group 1 (periodontitis): Sekuen infeksi pulpitis termasuk periodontitis

apikal dan periodontitis marginalis yang dapat menyebabkan penyakit lain

seperti abses gingiva, abses alveolar, dan abses palatal.

• Group 2 (perikoronitis): Kondisi ini terutama terkait dengan gigi impaksi

molar ketiga. Kemerahan, bengkak, dan nanah diamati di sekitar mahkota

gigi impaksi molar ketiga. Formasi abses jarang terjadi. Perikoronitis

dapat berkembang menjadi inflamasi rahang dan phlegmon. Jika

peradangan meluas ke ruang di sekitar tulang rahang, diamati akan sulit

membuka mulut dan rasa sakit saat menelan.

• Group 3 (radang rahang) : Kondisi termasuk osteitis dan osteomielitis

yang dapat berkembang dari periodontitis (Group 1) dan perikoronitis

(Group 2). Kondisi ini lebih parah daripada Group 1 atau 2 yang

memerlukan drainase subperiosteal dan penggunaan antibiotik yang

diberikan dengan suntikan diperlukan. Osteomielitis dapat menjadi akut,

kronis, atau sklerotik dan sering terjadi pada mandibula.

• Group 4 (phlegmon pada daerah tulang rahang): Proses peradangan

menyebar dari Group 1-3. Ini termasuk infeksi ruang seperti infeksi

sublingual, submandibular, submental, pterygomandibular, lateral

pharyngeal, dan pharyngeal spaces. Pentingnya drainase di rongga ini.

Antibiotik yang diberikan dengan suntikan banyak digunakan pada pasien.

Dilihat dari klasifikasinya, pada kasus diatas termasuk dalam klasifikasi

group 4 (phlegmon pada daerah tulang rahang). Pada kasus disebutkan bahwa

pada pemeriksaan klinis pasien ditemukan karies yang besar pada gigi 36 yang

menyebabkan abses periapikal dimana infeksi ini menyebar menjadi infeksi

ruang submandibular.

Page 15: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

10

4.2 INFEKSI FASCIAL SPACE

Fascial adalah jaringan ikat fibrous yang membungkus otot dan

memisahkan suatu otot dengan otot yang lain. Fascia tersusun atas lapisan-

lapisan jaringan ikat tipis yang disebut dengan fascial planes. Ruang antara

fascia dan fascial planes ini merupakan potensial spaces yang sebenarnya

tidak ada pada keadaan normal, tetapi bila perlekatan jaringan ikat ini rusak

oleh karena proses penyebaran infeksi, maka ruang ini bisa terisi dan

membesar oleh karena adanya produk radang. Potensial space ini disebut

dengan fascial spaces (Pedersen, 1996).

Terdapat fascial space primer dan sekunder. Fascial space primer

merupakan fascial space yang terlibat dalam penyebaran infeksi dari gigi

dimana daerah yang terlibat letaknya berdekatan dengan tulang rahang yang

menyangga gigi-geligi sehingga pada umumnya terlibat secara langsung pada

infeksi odontogen. Fascial space bisa menjadi tempat penyebaran infeksi

odontogen baik oleh area gigi-gigi rahang atas maupun rahang bawah.

Fascial space primer, terdiri dari Canine space infection, Buccal space

infection, Infratemporal space infection, Submental space infection,

Sublingual space infection dan Submandibular Space Infection. Sedangkan

fascial space sekunder merupakan infeksi yang meluas dari fascial space

primer dimana letak dari fascial space sekunder lebih posterior dari fascial

space primer. Fascial space sekunder meliputi Submasseteric Space Infection,

Pterygomandibular Space Infection, Lateral Pharyngeal Space Infection,

Retro Pharyngeal Space Infection, Prevertebral Space Infection, dan

Temporal Space Infection.

Temporal space adalah kelanjutan dari ruang superior infratemporal.

Ruang ini dibagi menjadi superficial dan deep temporal spaces. Temporal

space superfisial lateral dibatasi oleh fasia temporal dan medial oleh otot

temporalis, temporal spaces dapat ditemukan antara permukaan medial dari

otot temporalis dan tulang temporal.

Infeksi pada temporal space disebabkan oleh penyebaran infeksi dari

infratemporal space, dimana kedua bagian itu berhubungan. Gejala klinis

ditandai dengan nyeri, edema pada fascia temporal, trismus (otot temporalis

Page 16: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

11

dan pterygoideus medial yang terlibat), dan nyeri selama palpasi dari edema

(Fragiskos, 2007 ).

Dalam kasus diatas telah dijelaskan bahwa bakteri penyebab infeksi

fascial space biasanya campuran dari aerob dan anaerob termasuk

mikroorganisme normal rongga mulut seperti streptococci atau staphylococci.

Infeksi odontogenik juga telah diidentifikasi sebagai sumber utama infeksi

fascial space. Pada kasus, terjadi abses submandibular yang disebabkan oleh

gigi molar pertama (36) yang meluas ke daerah temporal. Hal ini sangatlah

mungkin terjadi dikarenakan adanya penetrasi atau perluasan pada abses

mengikuti alur anatomis. Alur penyebaran infeksi yang mungkin terjadi adalah

diawali dari infeksi gigi 36 yang menyebabkan abses submandibular.

Penyebaran infeksi kemudian berlanjut, dimana sebelum akhirnya sampai

pada infratemporal space yang terhubung dengan temporal space, beberapa

space yang mungkin dilewati yaitu submasseteric space, pterygomandibular

space, atau lateral pharyngeal space.

Gambar 7. Berbagai rute penyebaran untuk infeksi odontogenik

(Christopher & Robert. 2015)

Page 17: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

12

4.3 ABSES SUBMANDIBULA

Ruang submandibular adalah ruang yang dibatasi oleh m. Mylohyoid di

superior, sisi medial mandibula disebelah lateral, m. Platysma di inferior,

batas posterior berhubungan dengan fascial space sekunder. Abses

submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada

daerah submandibula. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher

bagian dalam (deep neck infection). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang

submandibular berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring,

kelenjar limfe submandibula, mungkin juga karena kelanjutan infeksi dari

ruang leher bagian dalam lain (Fachruddin,2007).

Gambar 8 Ruang Submandibula

4.3.1 ETIOLOGI

Infeksi submandibular dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring,

kelenjar limfe submandibular atau merupakan kelanjutan infeksi dari bagian

dalam leher. Sebanyak 61% kasus abses submandibula disebabkan oleh

infeksi gigi (Neville,2008). Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh

campuran berbagai kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif

anaerob. Pada kebanyakan membran mukosa, kuman anaerob lebih banyak

dibanding dengan kuman aerob dan fakultatif, dengan perbandingan mulai

Page 18: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

13

dari 10:1 sampai 10000:1. Bakteriologi dari daerah gigi, orofasial, dan abses

leher, kuman yang paling dominan adalah kuman anaerob yaitu, Prevotella,

Porphyromonas, Fusobacterium spp, dan Peptostreptococcus sp (Fachruddin

D,2007).

Berdasarkan pembahasan pada jurnal dikatakan bahwa laporan

sebelumnya, infeksi gigi merupakan penyebab utama infeksi submandibular

space tetapi dari literature yang dipublikasikan melaporkan bahwa pada 28,4%

kasus sumber infeksi tidak dapat ditemukan. Dimana hal ini sesuai dengan

kaitan teori yaitu infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring,

kelenjar limfe submandibular, mungkin juga kelanjutan infeksi dari bagian

dalam leher. Sebanyak 61% kasus abses submandibula disebabkan oleh

infeksi gigi.

Gejala atau tanda klinis pada abses submandibula (Fachruddin, 2008):

1. Pembengkakan di bawah dagu atau di bawah lidah baik unilateral atau

bilateral

2. Demam

3. Nyeri tenggorokan

4. Trismus

5. Eritema pada jaringan dan teraba hangat

6. Terkadang lidah, faring, palatum molle (uvula) tidak bisa bergerak.

7. Pembengkakan dapat berfluktuasi atau tidak

Gejala klinis pada kasus dikatakan pasien mengalami demam dengan

suhu badan 39o, trismus (mengalami kesulitan membuka mulut), eritema

dan pembengkakan pada sisi kiri wajah, pembengkakan tersebut keras dan

berfluktuasi secara alami meluas dari batas bawah pada regio gigi 34 ke

regio temporal serta bagian anterior di bawah margin infra-orbital ke

posterior di regio aurikular.

4.3.2 PATOGENESIS

Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan

lokasi anatomi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Apabila

penyebaran abses melalui gigi, perjalanannya dimulai dari iritasi pulpa dapat

Page 19: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

14

berlanjut menjadi hyperaemia pulpa kemudian infeksi menjalar ke ruang pulpa

menjadi pulpitis, jika dibiarkan akan menjadi gangren pulpa. Selanjutnya jika

dibiarkan dapat menjadi abses periapikal. Penyebaran infeksi dapat meluas

melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula

dapat meluas ke ruang mastikator kemudian ke parafaring. Perluasan infeksi

ke parafaring juga dapat langsung dari ruang submandibular. Selanjutnya

infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya, seperti jantung dan paru-

paru. Penyebaran abses leher dalam dapat melalui beberapa jalan yaitu

limfatik, melalui celah antara ruang leher dalam (Inggrid, 2012).

4.3.3 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan infeksi orofasial (termasuk infeksi submandibular space)

meliputi intervensi pembedahan untuk mendrainase pus yang terlokalisir dan

dukungan medis untuk pasien.

1. Insisi dan drainase.

Hal ini dapat dilakukan baik secara intraoral maupun ekstraoral tergantung

pada lokasi infeksi. Aspirasi pus sebelum insisi memungkinkan metode

pengambilan sampel lebih akurat karena mengurangi kontaminasi dan

membantu melindungi dari bakteri anaerob. Pembengkakan yang

berfluktuasi menunjukkan adanya pus dan didefinisikan sebagai transmisi

fluida dengan menggunakan palpasi bi-digital.

2. Antibiotik.

Antibiotik dapat diberikan secara empiris atau antibiotik spesifik yang

diberikan berdasarkan tes kultur dan sensitivitas. Penisilin memiliki

potensi untuk menjadi agen lini pertama dalam pengobatan infeksi

odontogenik. Sebagian besar antibiotik beta-laktam lainnya, termasuk

sefalosporin generasi keempat, tidak ditemukan memiliki efektivitas yang

lebih besar daripada penisilin. Amoksisilin adalah obat spektrum luas yang

berguna dalam konteks ini walaupun banyak klinisi lebih menyukai efek

anti-anaerobik spesifik dari metronidazol.

Page 20: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

15

3. Analgesik.

Analgesik menghilangkan rasa sakit sementara sampai faktor penyebab

infeksi terkendali. Pilihan analgesik harus didasarkan pada kesesuaian

pasien. Obat antiinflamasi nonsteroid digunakan pada nyeri ringan sampai

sedang. Analgesik opioid, seperti dihidrokodein dan petidin, digunakan

untuk rasa sakit yang parah. Parasetamol, ibuprofen dan aspirin cukup

untuk sebagian besar nyeri ringan akibat infeksi gigi. Analgesik perlu

diberikan dengan hati-hati, terutama apabila menggunakan narkotika,

karena membawa risiko depresi pernapasan.

4. Identifikasi dan eliminasi sumber infeksi.

Identifikasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan klinis dan radiografi.

Eliminasi sumber infeksi adalah dengan terapi saluran akar, ekstraksi atau

operasi periradikular (Andersson dkk, 2010).

Pada laporan kasus diatas, telah disebutkan bahwa pasien didiagnosa

dengan infeksi ruang submandibular dengan perluasan ke daerah temporal,

dan karena setelah mengkonsumsi obat tidak ada perubahan dan masih terasa

sakit, maka diputuskan untuk melakukan insisi dan drainase abses dari daerah

temporal. Insisi untuk drainase dapat dilakukan secara horizontal, pada margin

dari rambut dan kulit kepala dan sekitar 3 cm di atas lengkung zigomatikus.

Kemudian berlanjut ke antara dua lapisan dari fasia temporalis sampai ke otot

temporalis (Fragiskos, 2007 ). Pasien juga diberikan medikasi berupa

Amoxicillin tablet 250 mg dan Asam Clavulanic 125 mg, Metronidazole tablet

200 mg dan analgesik ibuprofen dan paracetamol diminum 2 kali sehari

selama tiga hari untuk menghilangkan pembengkakan submandibula post

operatif. Pada saat kontrol, dilakukan pencabutan disertai kuretase gigi 36

yang dicurigai sebagai penyebab infeksi karena prognosisnya yang buruk.

Page 21: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

16

Gambar 9 Lokasi insisi drainase ekstra oral pada infeksi kepala-leher

(Miloro,2004).

4.3.4 PENCEGAHAN

Infeksi facial space yang paling sering terjadi adalah infeksi pada ruang

submandibular atau abses submandibular. Meskipun berpotensi mengancam

nyawa, infeksi ini dapat dicegah (tindakan preventif) dimana lebih baik

mencegah daripada mengobati. Pencegahan dapat dilakukan dengan

melakukan perawatan gigi dan mulut yang teratur dan dimulai sejak dini.

Apabila saat masih berusia muda kurang menjaga kebersihan gigi dan mulut,

maka seiring bertambahnya usia akan lebih rentan mengalami infeksi gigi

yang dapat menyebakan timbulnya abses. Selain itu, dapat diberikan edukasi

dan motivasi mengenai cara menjaga kebersihan rongga mulut guna mencegah

kebutuhan akan tindakan yang lebih agresif atau mencegah terjadinya

komplikasi (Nawaz, 2016; Wulansari dkk, 2016).

Di negara berkembang, nutrisi yang kurang, kebersihan gigi dan mulut

yang buruk, mengunyah tembakau, merokok, dan mengunyah sirih

meningkatkan prevalensi infeksi ruang submandibular. Pada kasus dikatakan

bahwa gigi molar permanen pertama mandibula kiri (36) dicurigai sebagai

sumber infeksi ruang subamandibular yang terjadi karena mengalami karies

parah hingga menimbulkan abses periapikal. Infeksi ruang submandibular

dapat disebabkan oleh bakteri campuran dari bakteri aerob dan anaerob seperti

Page 22: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

17

Streptococci atau Staphylococci yang merupakan bakteri penyebab karies.

Pencegahan perluasan infeksi dapat dilakukan dengan pemeriksaan rutin ke

dokter gigi untuk melihat kondisi atau infeksi gigi sehingga dapat dilakukan

pembersihan karang gigi atau penambalan pada gigi bila terjadi karies.

Menyikat gigi secara rutin dan tepat dua kali sehari merupakan cara

pencegahan yang terbaik (Kataria dkk, 2015).

Tindakan pemberian edukasi dan motivasi tidak hanya diberikan kepada

pasien, namun perlu melibatkan pihak keluarga agar tidak hanya pasien

melainkan pihak keluarga pun sadar akan kebersihan gigi dan mulut.

Demikian pula halnya dengan yang terjadi pada kasus, dimana pasien masih

berusia delapan tahun dan mungkin masih belum mengerti akan pentingnya

menjaga kebersihan gigi dan mulut maka sangat diperlukan pemberian

edukasi dan motivasi sebelum dan setalah dilakukan perawatan. Selain itu,

pihak keluarga khususnya orang tua dari anak juga diberikan edukasi untuk

mencegah timbulnya kembali infeksi dan mencegah terjadinya komplikasi

pada anak tersebut. Peran dokter gigi untuk mencegah penyebaran infeksi

sangat penting. Dalam masyarakat kita, perhatian lebih harus diberikan pada

kebersihan gigi terutama pada kelompok sosial ekonomi menengah dan

rendah (Kataria dkk, 2015).

4.3.5 PROGNOSIS

Prognosis baik apabila ditangani secara cepat dan tepat waktu. Tetapi,

apabila pengobatan terlambat dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi dan

penyembuhan yang lama (Murry AD dkk, 2017).

Pada kasus diatas infeksi ruang submandibular dengan perluasan ke daerah

temporal mendapat penangan yang cepat dan tepat. Kontrol setelah insisi dan

drainase menunjukkan perkembangan yang baik dan pasien dapat membuka

mulut selebar 20 mm. Namun molar pertama permanen mandibula kiri yang

terinfeksi diekstraksi dan diikuti dengan kuretase karena memiliki prognosis

yang buruk. Lima hari kemudian, pembengkakan telah hilang dan dilakukan

observasi simetri wajah dan pemeriksaan klinis lanjutan menunjukkan hasil

yang memuaskan.

Page 23: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

18

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Infeksi odontogen merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering terjadi

yang disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut, yaitu

bakteri dalam plak, dalam sulkus gingiva, dan mukosa mulut.

Infeksi facial space yang paling sering terjadi yaitu infeksi pada ruang

submandibular atau abses submandibular. Fascial spaces merupakan potential

spaces yang sebenarnya tidak ada pada keadaan normal, tetapi bila perlekatan

jaringan ikat ini rusak oleh karena proses penyebaran infeksi, maka ruang ini bisa

terisi dan membesar oleh karena adanya produk radang. Fascial spaces primer

yang tidak ditangani dapat meluas menjadi fascial spaces sekunder. Meskipun

berpotensi mengancam nyawa, infeksi ini dapat dilakukan tindakan pencegahan

dimana lebih baik mencegah daripada mengobati.

Page 24: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

19

DAFTAR PUSTAKA

A. W. Green, E. A. Flower dan N. E. New. 2001. Mortality Associated with

Odontogenic Infection!.British Dental journal.

Andersson, L., Kahnberg, K.E., Pogrel, M.A., 2010. Oral and maxillofacial

surgery. United Kingdom: Wiley-Blackwell

Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh M, Kurita K ,Natsume N, Ariji E. 2002.

Odontogenic Infection Pathway to The Submandibular Space: Imaging

Assessment.

Christopher J. H, Robert M. L. 2015. Atlas of Operative Oral and Maxillofacial

Surgery. Hoboken, United States. Chapter 10.

Fachruddin D, Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J eds.2007. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi ke-6.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal 226-30

Fachruddin, D. 2008. Abses leher dalam. Dalam: Iskandar, M. Soepardi, AE.

Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. Edisi ke 7. Jakarta: Balai

Penerbit FK-UI.

Fragiskos DF. 2007. Odontogenic infections. In: Fragiskos DF, editor. Oral

Surgery. 2nd. Heidelberg, Germany: Springer-Verlag;. pp. 205–242.

Kaneko, A, Aoki, T & Ikeda, F 2018, 'The 2016 JAID/JSC guidelines for clinical

management of infectious disease −Odontogenic infections', Journal of

Infection and Chemoteraphy, vol. 24

Kataria, G., Saxena, A., Bhagat, S., Singh, B., Goyal, I., Vijayvergia, S., Sachdeva

P., 2015. Prevalence of odontogenic deep neck space infections (DNSI): a

retrospective analysis of 76 cases of DNSI. International Journal of

Otorhinolaryngology and Head and Neck Surgery, 1(1), 11-16.

Miloro, M., dkk, 2004. Peterson’s principles of oral and maxillofacial surgery.

2nd ed. London: BC Decker Inc.

Page 25: INFEKSI ODONTOGEN SUBMANDIBULAR DENGAN …

20

Murry AD, Marcincuk MC. 2017. Deep Neck Infection. Available in:

https://emedicine.medscape.com/article/837048-overview

Nawaz, K.K., 2016. Management of Facial Space Infection in a 9-Year-Old Child

- A Case Report. International Journal of Clinical Oral and Maxillofacial

Surgery, 2(1), 1-4.

Pedersen, W. G. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut :”Penatalaksanaan Infeksi

Orofasial”. Terjemahan oleh : drg. Purwanto dan drg. Basoeseno, MS.

Jakarta : EGC. hal : 119-124

Wazir S, Khan M, Mansoor N, Wazir A. 2013. Odontogenic fascial space

infections in pregnancy - a study. Pakistan Oral & Dental Journal: 33(1);

p.17-22

Wulansari, I., Widiastuti, M.G., Rahardjo, Abses submandibula odontogenik pada

penderita idiopatik trombositopeni purpura di RSUP Dr. Sardjito, 2(1), 19-

25.