Implementasi Kesadaran Berkonstitusi melalui Aktualisasi ...
Transcript of Implementasi Kesadaran Berkonstitusi melalui Aktualisasi ...
Serambi Akademica
Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora
Vol. 9, No. 2,
Maret 2021
pISSN 2337–8085
eISSN 2657- 0998
167
Implementasi Kesadaran Berkonstitusi melalui Aktualisasi Nilai-nilai
Pancasila di Sekolah
Siti Fatimah
SMAN 1 Kutapanjang Kabupaten Gayo Lues
Email : [email protected]
ABSTRAK
Pendidikan kewarganegaran (PKn) bertujuan membentuk warga negara yang ideal,
yaitu warga negara yang memiliki keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai sesuai dengan konsep dan
prinsip kewarganegaraan. Penelitian ini bertujuan untuk membangun kesadaran
berkonstitusi melalui penanaman nilai-nilai Pendikar di sekolah. Penelitian ini
termasuk penelitian kasus (case study). Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan Pembangunan kesadaran berkonstitusi melalui implementasi Pendikar
dalam pembelajaran berkembang ―Sangat baik‖. Kelambatan berkembang pada inisiatif saat diskusi kelompok atau saat presentasi di kelas yang masih mencapai
kategori MB (mulai berkembang). Kemampuan inisiatif memang memerlukan
latihan-latihan dan peningkatan wawasan.
Kata kunci : Kesadaran berkonstitusi, bela negara
PENDAHULUAN
Pendidikan kewarganegaran (PKn) sebagai pilar dalam pembangunan mental dan
perilaku warga negara yang konstitusional memiliki tujuan membentuk warga negara yang
ideal, yaitu warga negara yang memiliki keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai sesuai dengan konsep dan prinsip
kewarganegaraan. Tujuan PKn di SMA ada empat macam, di antaranya adalah untuk
membiasakan siswa mampu (1) berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam
menanggapi isu kewarganegaraan, dan (2) berpartisipasi secara aktif dan bertanggung
jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, serta anti korupsi (Permendiknas No. 22 tahun 2006). Kunci pokok untuk
mencapai harapan tersebut adalah terwujudnya ―kesadaran berkonstitusi‖ bagi setiap
warga Negara.
PKn menjadi sangat strategis perannya ketika berbagai isu kewarganegaraan antara
lain masalah-masalah hukum, sosial, budaya, ekonomi dan politik tidak sejalan dengan
harapan tersebut. Trend tingginya angka pelanggaran hukum, tindak kekerasan dalam
penyampaian pendapat, serta suburnya korupsi di Indonesia menjadi kendala serius untuk
menanamkan kesadaran berkonstitusi. Praktik birokrasi yang berliku, perilaku sebagian
besar politikus yang tidak fair, rendahnya kinerja pelayan publik, serta kesenjangan
ekonomi yang jauh dari rasa keadilan menjadi laboratorium pembelajaran PKn yang
kontraproduktif bagi siswa. Minimnya keteladanan dan krisis kepercayaan terhadap
pemerintah berakibat kepada sulitnya siswa dalam mengembangkan diri sebagai warga
Negara yang baik.
Siti Fatimah
168
Banyaknya kasus tawuran antarpelajar, antarmahasiswa, bahkan antaranggota
legislatif pada akhir-akhir ini merupakan sebagian dari bukti nyata bahwa kesadaran
berkonstitusi generasi muda masih rendah. Ditambah lagi rasa cinta tanah air dan bangga
sebagai Bangsa Indonesia sulit ditemukan terutama dalam hal budaya sopan-santun,
pemakaian produk dalam negeri, budaya apresiasi, musyawarah ketika terjadi perbedaan
kepentingan, dan sejenisnya. Adanya sikap/perilaku tersebut tidak terlepas dari lemahnya
karakter bangsa pada generasi muda. Nilai-nilai Pancasila yang notabene merupakan jati
diri bangsa sudah semakin tergeser bahkan tergusur oleh paham dan budaya asing yang
negatif. Begitu banyak kasus diinformasikan media berlatar dari paham liberalisme,
radikalisme, terorisme, dan menghalalkan segala cara (machiavelisme) sejak reformasi
bergulir tahun 1998. Bukan tidak mungkin apabila anak yang sekarang berumur belasan
tahun mengira bahwa sikap/perilaku tersebut asli budaya (native culture) Indonesia.
Apabila kondisi semacam ini tidak segera diupayakan langkah-langkah perbaikan
maka besar kemungkinan akan berpengaruh terhadap lunturnya rasa nasionalisme,
hilangnya kepercayaan diri, dan pada puncaknya adalah tercabutnya jati diri bangsa dari
akarnya, Pancasila. Permasalahan ini diperparah apabila PKn yang merupakan pintu utama
penanaman kesadaran berkonstitusi masih dibelajarkan dengan mengedepankan substansi
tekstual, dan miskin dari substansi kontekstual (skill kewarganegaran). Hal ini sesuai
dengan pengakuan 10 siswa yang penulis wawancarai secara terbatas, bahwa selama ini
banyak materi substansi konstitusi masih dipelajari dalam tataran normatif atau tekstual.
Siswa berharap bahwa substansi konstitusi yang terjabar di berbagai kompetensi dasar
dapat dibelajarkan dalam tataran praktis-empiris (skill kewarganegaraan), walaupun hanya
simulatif.
Berangkat dari rasa keprihatinan yang mendalam terhadap berbagai permasalahan
di atas, penulis melakukan upaya membangun kesadaran berkonstitusi melalui penanaman
nilai-nilai Pendikar di sekolah.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penulisan
Makalah ini merupakan laporan pengalaman tentang program pembangunan
kesadaran berkonstitusi yang ditulis secara deskriptif kualitatif. Laporan ini dimaksudkan
untuk memberikan informasi langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan dan hasil
kegiatan yang telah dilakukan secara terprogram, sistematis, dan itegratif. Deskripsi
kegiatan disajikan berdasarkan dokumentasi program (portofolio), sehingga dapat
dikatakan sebagai penelitian dokumentatif.
Tulisan ini mengulas tentang latar belakang, keadaannya sekarang ini, serta usaha
untuk menemukan dasar-dasar serta langkah-langkah perbaikan demi kehidupan yang
lebih konstitusional di lingkungan sekolah. Dengan demikian penelitian ini termasuk
penelitian kasus (case study), Suryabrata (2002). Penelitian ini juga dapat disebut sebagai
penelitian tindakan (action research) karena sesuai dengan pendapat Suryabrata (2002),
penelitian ini bertujuan mengembangkan ketrampilan baru atau cara pendekatan baru dan
untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di dunia aktual. Di dalam
makalah ini diinformasikan strategi dan tindakan nyata dalam memecahkan permasalahan
Serambi Akademica
Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora
Vol. 9, No. 2,
Maret 2021
pISSN 2337–8085
eISSN 2657- 0998
169
yang ditemukan, terutama belum optimalnya kesadaran berkonstitusi di lingkungan
sekolah di tempat tinggal penulis.
Metode Kegiatan
1. Melalui pembelajaran: Penguatan implementasi nilai-nilai karakter dengan
memilih dan menerapkan strategi pembelajaran kooperatif yang memungkinkan
siswa aktif dan kreatif (bermain peran, penugasan portofolio)
2. Program Pembiasaan: penguatan implementasi nilai-nilai karakter bangsa di
lingkungan sekolah melalui program ―Bela Negara‖, pengembangan diri, dan
budaya sekolah (school culture) yang berisi pembiasaan-pembiasaan sikap
perilaku sadar hukum, cinta tanah air, dan cinta lingkungan yang melibatkan
warga sekolah.
Teknik Pengambilan dan Pengolahan Data
Teknik yang dipakai dalam mengambil dan mengolah data penelitian adalah
sebagai berikut.
1. Observasi
Data hasil observasi merupakan data kualitatif. Metode observasi yang dilakukan
terbatas dan tidak terstruktur—waktu pelaksanaannya menyesuaikan situasi dan kondisi.
Data yang terkumpul berupa catatan pengamatan terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi program. Pengamatan dilakukan secara individual maupun kelompok terhadap
sikap dan tingkah laku siswa berdasarkan indikator soft skills dan hard skills kesadaran
berkonstitusi yang telah ditetapkan.
2. Dokumentasi
Data dokumentasi bersifat kualitatif. Data bersumber dari dokumen kegiatan dan
portofolio kegiatan, dianalisis sebagaimaa data observasi di atas kemudian diintegrasikan
kedalam tubuh laporan. Data dokumentasi berfungsi terutama untuk memperkuat hasil
temuan di lapangan terhadap gejala-gejala peristiwa terkait objek perhatian sesuai dengan
tujuan penulisan. Metode kegiatan banyak yang bersifat tidak formal (hidden curricullum),
karena kegiatan ini dinamis mengikuti situasi kondisi siswa, sekolah, masyarakat, serta
kurikulum sekolah itu sendiri.
Pengolahan data observasi dan dokumentasi dilakukan berdasarkan pendapat Miles
& Huberman (1984: 21—22), bahwa analisis data kualitatif dilakukan dengan empat
tahap: pengumpulan (data collection period), penyeleksian data (data reduction),
pemaparan (data display), dan verifikasi/kesimpulan (conclusion drawing/verification,
during and post). Data yang appropriate dengan tujuan penulisan makalah dikumpulkan,
diseleksi (reduksi), dipaparkan untuk dicermati, lalu diverifikasi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Perencanaan Program Pembinaan Kesadaran Berkonstitusi
Siti Fatimah
170
Kesadaran berkonstitusi memiliki ranah yang sangat luas, karena konstitusi
mengatur perikehidupan bernegara yang meliputi berbagai bidang. Untuk mewujudkan
kesadaran konstitusi secara utuh, guru PKn harus berkolaborasi dengan guru-guru mata
pelajaran yang ada. Guru PKn sebagai penanggung jawab program, mengendalikan
pembelajaran dan kegiatan kewarganegaraan secara terstruktur dan sistematis, membuat
linking yang jelas, mengidentifikasi, menganalisis, memprioritaskan, melaksanakan, dan
mengevaluasi program peningkatan kesadaran konstitusi yang dikendalikannya.
Suatu program kegiatan harus dirancang, dilaksanakan, dan dievaluasi agar
diketahui apakah tujuan dari program tersebut telah secara efektif mencapai sasaran.
Perhatian serius harus dicurahkan pada saat perancangan atau desain program agar benar-
benar diketahui apakah suatu program mendesak diperlukan. Untuk itulah diperlukan suatu
analisis kebutuhan (need assessment) yang melibatkan pihak-pihak terkait.
1. Analisis kebutuhan
Meskipun tidak secara formal, analisis kebutuhan yang penulis lakukan adalah saat
pembelajaran di kelas: melalui brain storming, identifikasi kasus pada kompetensi dasar
yang menuntut pengalaman aplikatif (C3) yaitu skill kewarganegaraan. Kegiatan tersebut
memberikan kontribusi berupa masukan pentingnya program pengembangan diri bela
Negara sebagai upaya peningkatan kesadaran berkonstitusi.
Selaku guru PKn untuk menentukan strategi pembelajaran kooperatif yang
mendorong partisipasi aktif dan kreatif siswa, serta pemilihan kegiatan pengembangan diri
yang bertajuk ―Bela Negara‖, yang dapat meningkatkan kesadaran berkonstitusi. Berbekal
analisis kebutuhan di atas, penulis dapat memerancang program peningkatan kesadaran
berkonstitusi di dalam pembelajaran dan lingkungan sekolah.
2. Penyusunan dan pengesahan program
Setelah penulis mengajukan program, kepala sekolah memberikan persetujuan,
arahan, dan akomodasi terutama program yang diselenggarakan di dalam pembelajaran
dan di lingkungan sekolah.
Sasaran kegiatan yaitu upaya peningkatan kesadaran berkonstitusi, melalui
berbagai sumber secara kolaboratif, baik soft skill maupun hard skills kewarganegaraan.
Metode kegiatan berupa kegiatan terstruktur (dalam kendali pembimbing) atau kegiatan
bebas (disesuaikan kreativitas siswa dalam merespon aktivitas di lingkungannya). Program
soft skills, yang merupakan peningkatan pengetahuan dan pemahaman nilai-nilai konstitusi
dilaksanakan melalui pembelajaran PKn dan keteladanan guru.
Sedangkan hard skills dilaksanakan melalui pengembangan diri ―Bela Negara‖
yang meliputi beberapa unsur kegiatan di dalamnya. Sedangkan langkah-langkah program
secara sinergis, mulai: perencanaan, pelaksanaan kegiatan, evaluasi, dan umpan balik demi
penyempurnaan program dengan kendali tanggung jawab pada guru PKn, sekaligus
sebagai pembimbing pengembangan diri ―Bela Negara‖.
3. Evaluasi program dan umpan balik
Evaluasi program dilaksanakan secara periodik melibatkan pihak terkait (Para
pembina pengembangan diri, guru mata pelajaran, siswa/OSIS, termasuk tanggapan
komite sekolah). Sasaran evaluasi adalah ketercapaian indikator keberhasilan program
sebagaimana tersebut di Bab III Bagian D.
Serambi Akademica
Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora
Vol. 9, No. 2,
Maret 2021
pISSN 2337–8085
eISSN 2657- 0998
171
Umpan balik pelaksanaan program dalam bentuk:
1) Apabila perencanaan kurang efektif maka diadakan analisis kebutuhan yang lebih
komprehensif
2) Apabila diketahui ada peningkatan maka program dikembangkan baik kualitas
maupun variasinya.
3) Apabila diketahui terdapat kendala sehingga tidak mengalami peningkatan maka
kegiatan dilakukan dengan alternatif metode lain setelah berkoordinasi dengan pihak
terkait dan mengetahui kendalanya secara jelas (analisis kebutuhan dan karakteristik
sasaran program diperbaharui).
Pengintegrasian nilai karakter ke dalam pembelajaran
Sebagai guru PKn, pembangunan kesadaran berkonstitusi melalui pembelajaran
merupakan sasaran utama. Kendali program pembangunan adalah nilai-nilai karakter
bangsa (Pendikar). Sebab nilai-nilai Pendikar dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum,
budaya sekolah, dan ekstrakurikuler. Usaha membangun kesadaran berkonstitusi di dalam
pembelajaran yaitu melalui pengetahuan, sikap, dan skill kewarganegaraan yang baik.
Pembelajaran PKn terutama pada kompetensi dasar ranah aplikatif (C3) hendaknya
memperbanyak penanaman nilai, pembiasaan nilai dalam praktik, sehingga timbul
kecintaan terhadap nilai dan akan menjadi dirinya (mengkarakter). Untuk meningkatkan
pembiasaan tersebut secara maksimal maka diperlukan kegiatan pembelajaran yang
memungkinkan terjadinya kerjasama, tanggung jawab, kerja keras, berani menyampaikan
aspirasi, mau mendengarkan kritik, dan sebagainya. Dengan demikian proses internalisasi
nilai-nilai, sikap dan moral akan mudah mengkarakter pada diri siswa. Hal ini
mendorong terjadinya peningkatan kompetensi kewarganegaraan, yaitu memiliki rasa
percaya diri, memiliki komitmen, berpengetahuan, terampil dan berkepribadian.
1. Perencanaan Pembelajaran
Langkah-langkah pengintegrasian nilai Pendikar ke dalam perencanaan
pembelajaran adalah sebagai berikut.
a. Menganalisis SK/KD untuk menentukan tingkatan ranah kompetensi dan indikator
ketercapaian kompetensi
b. Menentukan kegiatan pembelajaran yang dapat mengoptimalkan partispasi aktif
(emocional, fisik dan mental)
c. Pada kompetensi dasar dengan ranah minimal C3 (aplikatif ke atas) ditekankan
menggunakan pendekatan cooperatif learning strategi bermain peran, penugasa
portofolio, membuat produk kewarganegaraan, dan sejenisnya.
d. Mendeskripsikan nilai-nilai karakter pada setiap langkah pembelajaran sesuai
dengan kegiatan dan tujuan pembelajaran.
e. Mengamati nilai-nilai karakter yang tampak pada siswa saat
pembelajaran.Untuk mengimplementasikan hal tersebut penulis melakukan
beberapa inovasi pembelajaran.
Siti Fatimah
172
Contoh integrasi nilai-nilai Pendikar di dalam perencanaan pembelajaran PKn
adalah sebagaimana tampak di Silabus dan RPP (lihat lampiran).
2. Implementasi Pendikar dalam proses pembelajaran
Penulis senantiasa berusaha memilih pendekatan pembelajaran kooperatif
dengan berbagai model yang membuat siswa aktif dan mengasah skill
kewarganegaraan. Misalnya dalam suatu classroom action research atau penelitian
tindakan kelas (PTK) pada tahun 2019, tentang peningkatan kualitas pembelajaran PKn
melalui model kooperatif Learning dalam memecahkan masalah pd materi Pengingkaran
Hak Asasi Manusia pada siswa kelas XI- IPA-2 SMAN 1 Kutapanjang Gayo Lues Tahun
Pelajaran 2019/2020
Gambar 1 : Sebuah sesi model pembelajaran Kooperatif Learning
.
Kelough (2009:16) mengemukakan bahwa ―Model pembelajaran kooperatif
merupakan suatu strategi pembelajaran secara kelompok, siswa belajar bersama dan saling
membantu dalam menyelesaikan tugas dengan penekanan saling mensuport antara
kelompok,karena keberhasilan belajarsiswa tergantung pada keberhasilan
kelompoknya…‖.
Hasil PTK tersebut menunjukkan, bahwa skill kewarganegaraan meningkat
yang tercermin dalam keaktifan, kerjasama, tanggung jawab dan ketepatan dalam
melakonkan skenario pembelajaran. Selanjutnya penerapan model pemecahan masalah
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.ngkatkan kesadaran konstitusi dengan
memecahkan masalah juga dilaksanakan, baik melalui pembelajaran maupun kegiatan
nyata (penugasan). Melalui pembelajaran, khusus pada kompetensi dasar (KD) yang
bersifat aplikatif penulis menerapkan metode sosio drama, bermain peran, atau simulasi.
Tujuan pokok (objectives) metode sosio drama, simulasi, atau bermain peran adalah:
a. Siswa mendapatkan pengalaman praktis dari apa yang dipelajarinya (learning by
doing).
b. Siswa harus mencermati secara lebih serius peraturan perundangan atau aturan
pelaksanaannya, sehingga akan menumbuhkan sikap konsistensi serta menjunjung asas
legalitas.
Serambi Akademica
Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora
Vol. 9, No. 2,
Maret 2021
pISSN 2337–8085
eISSN 2657- 0998
173
c. Setelah selesai kegiatan, siswa diberi kesempatan untuk mengkritisi kelebihan dan
kelemahan peraturan yang dilaksanakannya, serta memberikan masukan untuk
penyempurnaannya (brain storming).
d. Refleksi pada akhir kegiatan, dengan mencermati peristiwa-peristiwa kenegaraan
yang inkonstitusional serta akibatnya, akan mengembangkan potensi ―rasa‖ peduli,
serta membangkitkan kesadaran untuk menegakkan konstitusi di kemudian hari.
Gambar 2 :Simulasi menjadi nara sumber tentang isu kewarganegaraan
Untuk meningkatkan daya kritis dan cepat tanggap terhadap isu
kewarganegaraan, sesuai tujuan pembelajaran tertentu siswa diberi tugas melaksanakan
liputan, serta membuat deskripsi singkat disertai kritik dan saran. Salah satu contoh,
sebagai nara sumber di suatu media yang membahas tentang isu konstitusi dan sosial.
Apa tujuan metode pembelajaran bermain peran, laporan observasi langsung,
problem solving dengan berbagai sumber belajar langsung (offline) maupun melalui dunia
maya (online), Tujuan utamanya, siswa akan mengalami secara langsung bagaimana
sebuah peraturan hendaknya ditegakkan dalam kehidupan sehari-hari secara sportif.
Siswa akan memperoleh pengalaman dan/atau informasi, apa akibat yang terjadi jika
suatu peraturan tidak ditegakkan. Hal ini adalah salah satu metode efektif pembangunan
soft skills kesadaran berkonstitusi, yaitu upaya cerdas untuk mencari tahu dan meyakini
pengetahuan itu. Yaitu mempertemukan aspek tekstual ideal (peraturan) dengan
pengalaman praktis, baik bersifat simulatif maupun langsung (live).
Tabel 2: Tingkat keberhasilan program melalui pembelajaran
Nilai Karakter Sadar Konstitusi/
Periode/Keberhasilannya
Jan-Des
2015
Jan-Des
2016
Jan-Des
2017
Kerjasama dalam kelompok MT MB MK
Tanggung jawab menyelesaikan tugas MB MK MK
Disiplin dalam penggunaan waktu MB MK MK
Taat aturan dalam diskusi/belajar MK MK MK
Kebersamaan dalam memecahkan mslh MT MB MK
Siti Fatimah
174
Inisiatif dalam diskusi/bekerja kelompok MT MB MB
Berpendapat/menerima pndpt secara santun MK MK MK
Kerja keras dalam mencari sumber belajar MT MK MK
Religius (berdoa awal/akhir pembelajaran) MK MK MK
Cinta tanah air (bangga sbg bangsa Ind) MB MK MK
Persentase (%) Keberhasilan
MT=mulai tampak, MB=Mulai
berkembang, MK=menjadi
kebiasaan (membudaya)
MT 40,00 0 0
MB 30,00 30,00 10,00
MK 30,00 70,00 90,00
(Sumber: Dok. pembelajaran PKn (Rata-rata kelas nilai afektif/Pendikar)
Hasil evaluasi program antara periode 2015-2017 adalah sebagaimana tabel 2.
Berdasarkan table 2 di atas, tingkat keberhasilan program (MK) terus mengalami
peningkatan dari periode 2015 sampai 2017. Pada tahun 2016 tingkat keberhasilan 30%
(kurang), periode 2017 mencapai 70% (cukup), dan pada akhir periode 2017 sudah
mencapai 90,00% (Sangat baik). Kelambatan berkembang pada inisiatif saat diskusi
kelompok atau saat presentasi di kelas yang masih mencapai kategori MB (mulai
berkembang). Kemampuan inisiatif memag memerlukan latihan-latihan dan peningkatan
wawasan.
Pembangunan Kesadaran Berkonstitusi di Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah sebagai tempat berkumpul untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
dan keterampilan (wiyata mandala). Seringkali sekolah mendapatkan kritik yang pedas
dari sebagian masyarakat yang mendudukkan sekolah sebagai pihak yang paling
bertanggung jawab atas ―gagalnya‖ ouput dan outcomes pendidikan. Tingginya angka
tindak pidana korupsi, penyelundupan narkoba, HIV/Aids, main hakim sendiri, dan
sejenisnya merupakan bukti gagalnya pendidikan di Indonesia. Kritik semacam ini harus
ditanggapi dengan introspeksi insan praktisi pendidikan. Di manakah letak kesalahan
pendidik dalam hal ini? Apakah proses pembelajaran tidak mampu memberi makna bagi
kehidupan siswa? Apakah lingkungan sekolah tempat siswa mencari ilmu kurang dapat
dijadikan sebagai miniatur masyarakat yang baik (kultur sekolah)?
―Bela Negara‖ adalah nama salah satu program pengembangan diri SMAN 1
Kutapanjang Gayo Lues Provinsi Aceh. Aspek bela negara memiliki cakupan yang sangat
luas. Namun ada beberapa hal yang perlu diprioritaskan, berdasarkan analisis kebutuhan
program pengembangan diri ―Bela Negara‖ di Gayo Lues Aceh misalnya, (1) kecintaan
dan kesetiaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), (2) kesetiakawanan
sosial, dan (3) kehidupan hukum dan demokrasi. Beberapa aspek prioritas ini dilaksanakan
di sekolah dan di luar sekolah, terstruktur maupun bebas (dalam bentuk laporan portofolio
kegiatan). Materi di atas dilaksanakan secara integratif, melibatkan kolaborasi dengan guru
PKn, agama, biologi, geografi, dan sejarah.
Sebagai contoh hasil pengembangan diri ―Bela Negara‖, siswa telah banyak
berpartisipasi di luar sekolah, baik dalam bentuk kegiatan keagamaan (kajian rohis),
masyarakat (bhakti sosial dan diskusi bidang hukum dan demokrasi), dan lomba Cerdas
Serambi Akademica
Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora
Vol. 9, No. 2,
Maret 2021
pISSN 2337–8085
eISSN 2657- 0998
175
Cermat UUD 1945 berhasil hingga di tingkat kabupaten. Atas partisipasi dan keberhasilan
tersebut, pada tahun 2012 SMAN1Kutapanjang mendapatkan penghargaan dari dinas
pendididkan dan kebudayaan kabupaten gayo lues.
Deskripsi singkat program pengembangan diri ―Bela Negara‖ SMAN1 Kutapanjang.
1. Program Cinta Indonesia
Sejarah GAM (Gerakan Aceh Merdeka) masih kontroversial bagi sebagian warga
Aceh, sehingga masih sering terdengar terjadinya kelompok-kelompok tertentu yang
melakukan makar. Kondisi tersebut diperparah dengan pembangunan Aceh yang dirasakan
masih belum memihak kepada rakyat secara langsung. Otonomi khusus yang bergulir
setelah reformasi belum banyak ―menetes‖ hingga ke rakyat kecil di kampung-kampung
terisolir. Putusnya komunikasi dari kota ke kampung-kampung terisolir memudahkan
usaha provokasi dari pihak tertentu kepada rakyat di kampung-kampung tersebut.
Latar politik, ekonomi, dan sosial masyarakat Aceh ini menjadi pekerjaan berat
bagi guru, khususnya guru PKn dalam menjembatani kesenjangan yang teramat lebar
tersebut. kondisi Aceh sebelum kesepakatan (MoU GAM dan Pemerintah RI tanggal 15
Agustus 2005) yang masih konflik terasa sangat mencekam. Mereka bisa dikatakan belum
merasakan secara baik apa manfaat pemerintahan dalam kehidupan mereka.
Guru, dalam kasus seperti ini dituntut cerdas mengembangkan strategi
pembelajaran yang mengisi ―wilayah abu-abu‖ ini. Beberapa media audio-visual sederhana
harus digunakan agar siswa mengenal Indonesia secara baik. Media tersebut harus mampu
memberikan informasi yang jelas dan lugas. Bahwa kekayaan dan kebhinekaan
Indonesia adalah kebanggaan dan modal bersama. Guru tidak hanya sebagai pengajar,
pendidik, pembina, penyemangat kehidupan di kelas, tetapi juga di masyarakat.
Gambar 3 : Petugas Upacara HUT RI 17 Agustus 2019 Latihan Dasar Kepemimpinan)
Program peningkatan ―Cinta Indonesia‖ dalam pengembangan diri dilakukan
dengan metode portofolio: (a) mendiskusikan kondisi wilayah setempat: mencermati
potensi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG), (b) menyusun
alternatif penangkal ATHG tersebut, dan (c) memilih, melaksanakan dan melaporkan
kegiatan tersebut di sekolah dan masyarakat (upacara bendera, keamanan sekolah, Latihan
Dasar Kepemimpinan (LDK), dan kegiatan masyarakat).
2. Program “Jiwa Korsa”
Siti Fatimah
176
Kesetiakawanan ―Jiwa Korsa‖ antar siswa juga menjadi prioritas, karena kondisi
sosial budaya di Aceh sangat majemuk (suku aceh, gayo, alas, anek jame, batak, karo,
singkil jawa dan hampir semua suku yang ada di Indonesia ada di aceh). Usaha berbagai
organisasi sosial dan keagamaan, serta sekolah sangat penting. Antar siswa dibina untuk
saling satu rasa suka dan duka, setia kawan, bertanggung jawab dan saling menghargai dan
menghormati.
Gambar 4 : Kegiatan Sosial siswa
3. Program “Sadarkum”
Sebagai masyarakat yang majemuk dalam berbagai hal, potensi ancaman dan
gangguan hukum sangat tinggi. Kesenjangan ekonomi, sosial, dan pertarungan berbagai
kepentingan juga menjadi salah satu pemicu gangguan hukum dan keamanan. Dalam
kondisi seperti itu pembinaan kesadaran hukum ‗Sadarakum‘ harus dijadikan salah satu
pilar pembelajaran PKn, yaitu keamanan, ketertiban, bebas narkoba dan anti
kenakalan remaja.
Aspek 7K, khususnya ―keamanan dan ketertiban‖ merupakan starting point dalam
pembentukan kesadaran hukum mulai skala kecil. Ketertiban dan kedisiplinan belajar
merupakan tujuan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh siswa. Menghilangkan potensi
terjadinya perkelahian pelajar, membuat dan menegakkan tata tertib sekolah,
pembinaan kesopanan dan rasa hormat yang muda kepada yang tua merupakan
program kesadaran hukum yang ―membumi‖ di SMAN1 Kutapanjang. Bahkan
ketertiban dan kedisiplinan menjadi “budaya sekolah” sehingga beberapa siswa yang
menjadi utusan dari sekolah ikut serta berpartisipasi mengikuti kompetisi Kamtibmas
yang diselenggarakankan oleh Polres Gayo Lues tahun 2018, dan Duta Pelajar Sadar
Hukum yang disponsori oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Gayo Lues pada tahun yang
sama.
Kesadaran berkonstitusi dalam kehidupan berdemokrasi juga dilaksanakan secara
integratif dalam kehidupan sekolah. Suasana keterbukaan dewan guru, tata usaha dan
kepala sekolah mempermudah pengembangan kehidupan demokrasi. Prinsip yang
dikembangkan adalah ―keteladanan‖. Demokrasi adalah ibarat ―kran‖ yang mengalirkan
Serambi Akademica
Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora
Vol. 9, No. 2,
Maret 2021
pISSN 2337–8085
eISSN 2657- 0998
177
aspirasi dari berbagai arah untuk menyuburkan segala kegiatan dan membuat kehidupan
sekolah menjadi ―rindang‖. Terkait dengan kesadaran berkonstitusi, siswa SMAN
1Kutapanjang pernah mengikuti ajang Lomba Cerdas Cermat UUD 1945 sebagai juara II
Tahun 2012 tingkat kabupaten . yang Pada saat itu penulis adalah sebagai guru
pembimbingnya.
4. Keteladanan sebagai kunci utama program
Untuk saat ini keteladanan adalah kunci utama dalam mengembangkan kesadaran
berkonstitusi. Filosofi Ki Hajar Dewantara harus dijadikan sebagai kharakter profesi
pendidik. Filosofi ini harus diwujudnyatakan dalam gerak pengabdian pendidik
profesional. Yaitu (1) ―ing ngarsa sung tuladha” (di depan warga sekolah, harus mampu
menjadi tauladan), (2) ―ing madya mangun karsa” (di tengah-tengah warga sekolah, harus
mampu membangun prakarsa dan optimisme untuk maju), dan (3) ―tutwuri handayani”
(mampu memberdayakan/ memotivasi warga sekolah dalam mengembangkan potensinya).
Sungguh tantangan yang berat bagi guru PKn dalam membangun karakter yang
taat terhadap konstitusi. Maraknya praktik korupsi di jajaran birokrasi, mafia peradilan,
serta krisis multidimensi menyebabkan rendahnya tingkat kepercayaan terhadap
pemerintah. Salah satu cara efektif untuk ―mengembalikan kepercayaan siswa kepada
masa depannya yaitu dengan ―keteladanan‖, baik dari aspek perilaku maupun prestasi.
Penulis, sebagai guru PKn dan yang mengampu program pengembangan diri ―Bela
Negara‖ juga melakukan langkah-langkah strategis, baik secara formal (sebagai guru) dan
nonformal (sebagai bagian dari warga masyarakat dan teman siswa).
Keteladanan dalam budaya berprestasi telah penulis lakukan di tengah-tengan
warga sekolah. Sehingga hal ini dapat membangun struktur impian (Visi dan Misi sekolah)
yang terlihat sulit diwujudkan, terutama dalam prestasi. Sebagai guru, penulis telah
mengikuti beberapa pelatihan yang membentuk karakter saya sebagai guru,data
selengkapanya ada dalam dokumen ringkasan portopolio. Dalam hal ini semua warga
sekolah tahu bahwa prestasi harus diraih dengan kerja keras, disiplin, bertanggung jawab,
menghargai prestasi, tepat waktu, saling menghormati, kesetiakawanan, memiliki sifat
kejuangan dan cinta sekolah sebagai perwujudan cinta tanah air.
Tingkat keberhasilan pembangunan kesadaran berkonstitusi di lingkungan sekolah
melalui program cinta tanah air, kesetiakawanan, kesadaran hukum, dan keteladanan
adalah sebagaimana tersebut dalam table 3. Berdasarkan table 3, tingkat keberhasilan
program (MK) terus mengalami peningkatan dari periode 2015 sampai 2017. Pada tahun
2015 tingkat keberhasilan 25% (sangat kurang), periode 2016 mencapai 50% (cukup), dan
pada akhir periode 2017 sudah mencapai 75,00% (Baik). Kelambatan berkembang pada
keteladanan dari warga sekolah. Masih ada pendidik atau tenaga kependidikan yang
merokok.
Tabel 2: pembangunan kesadaran berkonstitusi di lingkungan sekolah
Siti Fatimah
178
Nilai Karakter Sadar Konstitusi/
Periode/Keberhasilannya
Jan-Des
2015
Jan-Des
2016
Jan-Des
2017
Cinta tanah air (aman, tertib) MB MB MK
Kesetiakawanan (tidak tawuran, kebersamaan) MB MK MK
Sadar hukum (taat aturan, disiplin, sanksi) MK MK MK
Keteladanan (prestasi warga sekolah) MT MB MB
Persentase (%) Keberhasilan
MT=mulai tampak, MB=Mulai
berkembang, MK=menjadi
kebiasaan (membudaya)
MT 25,00 0 0
MB 50,00 50,00 25,00
MK 25,00 50,00 75,00
(Sumber: Dok. Program Menuju Adi Wiyata (Kultur sekolah)
PENUTUP
Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pembangunan kesadaran berkonstitusi melalui implementasi Pendikar dalam
pembelajaran berkembang ―Sangat baik‖, di mana 10 nilai karakter prioritas 90%
telah menjadi kebiasaan (MK). Kelambatan berkembang pada inisiatif saat diskusi
kelompok atau saat presentasi di kelas yang masih mencapai kategori MB (mulai
berkembang). Kemampuan inisiatif memang memerlukan latihan-latihan dan
peningkatan wawasan.
2. Pembangunan kesadaran berkonstitusi di lingkungan sekolah berkembang dengan
―Baik‖, di mana 75% program dapat dijalankan. Kelambatan berkembang pada
keteladanan.
DAFTAR PUSTAKA
Azis Mahfuddin. (2009). Profesionalisme jabatan guru di era globalisasi. Bandung: Rizqi
Press.
Depdiknas. (2006). Kumpulan Permendiknas tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
dan panduan KTSP.
Hamalik, O. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.
Indra Djati Sidi. (2001). Menuju masyarakat belajar: menggagas paradigma baru
pendidikan. Jakarta: Paramadina.
Miles, M.B. & Huberman, A.M. (1984). Qualitative data analysis: a source book of new
methods. California: Sage Publication Inc.
Syamsul Bahri. (2015). Peningkatan Kualitas Pembelajaran PKn Melalui Model Role
Playing Dalam Peradilan Semu Hukum Acara Pidana Materi Keterbukaan dan
Keadilan Pada Siswa Kelas XI-2 IPA SMAN Seribu Bukit Gayo Lues Tahun
Pelajaran 2014/2015)).
Serambi Akademica
Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora
Vol. 9, No. 2,
Maret 2021
pISSN 2337–8085
eISSN 2657- 0998
179
Said Hamid Hasan. (2007). Inovasi Kurikulum (Jurnal Himpunan Pengembang Kurikulum
Indonesia). Bandung: HIPKIN.
Sumadi Soeryabrata. (2002). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nurdiansyah,M.Pd dan Eni Farliarul Fahyuni,M. Pd (2016) Inovasi Model Pembelajaran,
Siduarjo, Nizamial Learning Center.