Ima

27
REFERAT INFARK MIOKARD AKUT Disusun oleh : Mellati Zastia Putri 1102011160 Pembimbing : Dr. Agung Fabian C, Sp. JP FIHA

description

ima

Transcript of Ima

REFERAT

INFARK MIOKARD AKUT

Disusun oleh :Mellati Zastia Putri 1102011160

Pembimbing :Dr. Agung Fabian C, Sp. JP FIHA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD PASAR REBO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 3 AGUSTUS – 10 OKTOBER 2015

I. DEFINISI

Infark miokard akut didefinisikan sebagai nekrosis miokard yang

disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut

arteri koroner. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan rupture plak

ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya

thrombosis, vasokonstriksi, reaksi inflamasi dan mikroembolisasi distal.

Kadang-kadang sumbatan ini dapat pula disebabkan oleh spasme arteri

koroner, emboli atau vaskulitis.

II. KRITERIA ANGINA PECTORIS DAN PATOFISIOLOGI

Angina pektoris (AP) didefinisikan sebagai perasaan tidak enak di

dada (chest discomfort) yang sering menjalar ke lengan kiri akibat iskemia

miokard. Perasaan tidak enak di dada ini dapat berupa nyeri, rasa terbakar,

atau rasa tertekan. Kadang-kadang tidak dirasakan di dada melainkan di

leher, rahang bawah, bahu, atau di ulu hati. Pada umunya dapat dibedakan

3 tipe angina pectoris :

a. Angina Pektoris Stabil (Stable Angina)

Apabila plak ateroma yang berada di a. koronaria stabil, maka

serangan AP selalu timbul pada kondisi yang sama yaitu pada waktu

terjadi peningkatan beban jantung. Nyeri dada yang timbul saat

melakukan aktivitas, bersifat kronis (> 2 bulan), dan beratnya tidak

berubah di dalam beberapa tahun terakhir.

Nyeri precordial terutama di daerah retrosternal, terasa seperti

tertekan benda berat atau terasa panas, seperti diremas ataupun seperti

tercekik. Rasa nyeri sering menjalar ke lengan kiri atas/bawah bagian

medial, ke leher, daerah maksila hingga ke dagu atau ke punggung,

tetapi jarang menjalar ke lengan kanan. Nyeri biasanya berlangsung

singkat (1-5 menit) dan rasa nyeri hilang bila penderita istirahat. Rasa

nyeri juga cepat hilang dengan pemberian obat golongan nitrat. Jika

ditelusuri, biasanya dijumpai beberapa faktor resiko PJK.

Pemeriksaan elektrokardiografi sering normal (50-70% penderita).

Dapat juga terjadi perubahan segmen-ST yaitu depresi segmen-ST

atau adanya inversi gelombang T (arrow head). Kelainan segmen-ST

1

(depresi segmen-ST) sangat nyata pada pemeriksaan uji beban

latihan.

Pengobatan

Nitrat sublingual masih merupakan obat pilihan utama untuk

meredakan nyeri dada pada AP stabil. Karena efek vasodilatasi yang

dapat mengakibatkan sakit kepala dan hipotensi, pemberian nitrat

selalu dimulai dengan dosis kecil dan dalam posisi duduk atau

berbaring.

Penyekat beta diberi tunggal atau kombinasi dengan nitrat

merupakan pilihan utama untuk penderita AP stabil yang hipertensi

atau takikardia tanpa disertai gagal jantung. Sedangkan antagonis

kalsium sangat baik diberikan pada penderita AP stabil yang juga

menderita penyakit paru obstruksi, diabetes melitus atau klaudikasio.

Pemberian Aspirin secara rutin untuk penderita angina pektoris stabil

sampai saat ini masih kontroversial.

Uji latihan beban (treadmil test) dilakukan pada keadaan :

Untuk konfirmasi adanya PJK

Untuk mengetahui berat ringannya AP

Stratifikasi resiko sesudah infark miokard akut.

Apabila hasil uji latih beban menunjukkan positif berat, yaitu timbul

nyeri dada yang hebat atau pada EKG tampak depresi segmen ST

yang sangat dalam pada menit-menit pertama, atau terjadi penurunan

tekanan darah, maka hal ini merupakan indikasi untuk dilakukan

coronary angiography.

b. Angina Pektoris Tidak Stabil (Unstable Angina)

Apabila keadaan plak ateroma pada a. koronaria menjadi tidak

stabil, misalnya mengalami perdarahan, ruptur, atau terjadi fissura,

sehingga terbentuk trombus di daerah plak yang menghambat aliran

darah koroner dan terjadi serangan AP. Serangan AP jenis ini

datangnya tidak tentu, dapat terjadi pada waktu penderita sedang

melakukan kegiatan fisik atau dalam keadaan istirahat, dan gejalanya

bervariasi tergantung bentuk, besar kecil dan keadaan trombus.

Pada subset klinis ini, kualitas, lokasi, penjalaran dari nyeri

dada sama dengan penderita angina stabil. Tetapi nyerinya bersifat

2

progresif dengan frekuensi timbulnya nyeri yang bertambah sering

dan lamanya nyeri semakin bertambah serta pencetus timbulnya

keluhan juga berubah. Sering timbul saat istirahat. Pemberian nitrat

tidak segera menghilangkan keluhan. Keadaan ini didasari oleh

patogenesis yang berbeda dengan angina stabil.

Angina tidak stabil sering disebut sebagai pre-infarction

sehingga penanganannya memerlukan monitoring yang ketat. Pada

angina tidak stabil, plaque aterosklerosis mengalami trombosis

sebagai akibat plaque rupture (fissuring), di samping itu diduga juga

terjadi spasme namun belum terjadi oklusi total atau oklusi bersifat

intermiten.

Pada pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan adanya depresi

segmen-ST, kadar enzim jantung tidak mengalami peningkatan.

Beberapa kriteria yang dapat dipakai untuk mendiagnosa AP tidak

stabil yaitu :

Angina progresif kresendo yaitu terjadi peningkatan dalam

intensitas, frekuensi dan lamanya episode AP yang dialami

selama ini.

Angina at rest/nocturnal yang baru

Angina pasca infark miokard

Pengobatan

Penderita dengan angina tidak stabil perlu dilakukan

monitoring EKG 24 jam di ruangan intensif (ICCU) oleh karena

resiko berkembang menjadi infark miokard akut sangat besar.

Pengobatan umum, termasuk pemberian oksigen, tirah baring sampai

angina terkontrol, puasa 8 jam kemudian makanan cair atau lunak

selama 24 jam pertama, pemberian laksans agar penderita tidak

mengedan. Penderita juga hendaknya diberikan obat anti nyeri,

antitrombotik, nitrat, calcium-antagonist, beta-blocker dan

antikoagulan.

Jika dengan obat-obat yang sudah intensif tersebut nyeri tetap

berlangsung atau progresif, perlu dipertimbangkan dilakukan

angiografi koroner segera dan bila memungkinkan dilakukan PTCA

atau CABG.

3

c. Variant Angina (Prinzmetal's Angina)

Variant angina atau Prinzmetal's angina pertama kali

dikemukakan pada tahun 1959 digambarkan sebagai suatu sindroma

nyeri dada sebagai akibat iskemia miokard yang hampir selalu terjadi

saat yang sama (biasanya pagi di waktu sedang istirahat). Hampir

tidak pernah dipresipitasi oleh stress/emosi dan pada pemeriksaan

EKG didapatkan adanya elevasi segmen-ST serta nyeri dada

menghilang dengan pemberian nitrat. Mekanisme iskemia pada

Prinzmetal's angina terbukti disebabkan karena terjadinya spasme

arteri koroner, walaupun tanpa adanya lesi aterosklerotik.

Kejadiannya tidak didahului oleh meningkatnya kebutuhan oksigen

miokard.

Pengobatan

Variant angina jarang ditemukan dalam praktek sehari-hari.

Prognosis angina tipe ini biasanya baik. Serangan akut biasanya

memberi respons yang baik terhadap nitrat (sublingual atau

intravena). Antagonis kalsium merupakan obat pilihan untuk

mencegah serangan berulang dari variant angina. Antagonis kalsium

dapat diberi sebagai obat tunggal atau dikombinasi dengan nitrat.

Dianjurkan juga pemberian Aspirin pada penderita variant angina.

PATOFISIOLOGI INFARK MIOKARD

Pada IMA (80%) paling banyak disebabkan oleh aterosklerosis. Proses

aterosklerosis yang paling awal dimulai oleh gangguan fungsi (disfungsi)

endotel pembuluh darah. Proses ini berlanjut menjadi proses inflamasi

sehingga terbentuk plak aterosklerotik. Kecepatan pembentukan plak ini

ditentukan oleh faktor risiko seperti diabetes, hipertensi, dislipidemia, dan

merokok.

Bila plak aterosklerotik mengalami disrupsi atau robek (plaque

rupture) maka akan terjadi proses trombosis mendadak dengan akibat

terjadi penurunan pasokan aliran miokard secara tiba-tiba. Robeknya plak

mengisi kolagen subendotelial, yang merupakan sisi aktivasi, agregasi dan

perekatan platelet. Kecendrungan beberapa factor platelet-derived

(thromboxane A 2 /TX A 2, 5-hydroxyptamine/ 5-HT) yang menyebabkan

4

vasokonstriksi meningkat saat tidak adanya faktor relaksasi endothelial-

derived. Hal ini akan meningkatkan perkembangan vasospasme, yang

memperburuk pada sumbatan coroner.

Trombosis dapat menutup sebagian pembuluh koroner (secara klinis

dikenal sebagai NSTEMI) atau menyumbat total (secara klinis dikenal

sebagai infark miokard dengan Elevasi Segment ST, STEMI). Spasme

atau vasokonstriksi dan embolisasi thrombus kecil ke arah distal

memberikan konstribusi terhadap proses oklusi total.

Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara

pasokan darah koroner dengan kebutuhan oksigen miokard (iskemia).

Iskemia menyebabkan kehilangan kontraktilitas pada daerah otot jantung

yang terkena (hypokinesis). Nekrosis mulai berkembang pada

subendokardium 15-30 menit setelah oklusi. Lamanya iskemia lebih dari

30 menit dapat menyebabkan kerusakan seluler ireversibel. Dua jam

setelah terjadi serangan terjadi perkembangan kerusakan seluler pada zona

nekrosis subendokardial, tetapi sebagian reversibel dengan reperfusi dan

kontraktilitas meningkat (hyperkinesis). Nekrosis berkembang di

epikardium setelah 3-6 jam dan cepat menyebar kedinding ventrikel.

Selama 4 jam serangan EKG membuktikan adanya transmural IM,

korangiografi menunjukan 87% penyumbatan thrombosis lengkap dan

pada insiden penyumbatan total menurun 65% 12-24 jam setelah serangan

karena fibrinolisis spontan.

Respon fisiologi setelah infark dalam enam jam tampak bengkak dan

kebiruan, setelah 24 jam, infark pada zona nekrosis transmural tampak

pucat, sebagian besar sel-sel mati adanya neutrophil dan koagulasi

nekrosis. Setelah 48 jam infark berwarna abu-abu. Setelah 5-7 hari

kebanyakan miosit dan netrofil mati, pertumbuhan jaringan mulai dari

pinggir kebagian dalam pada jaringan nekrotik ditelan dan dicerna oleh

makrofag. Jaringan granulasi meningkat sembuh, dengan meningkatnya

jaringan pengikat (skar) dan kehilangan kapiler. Setelah 2-3 bulan infark

telah sembuh, meninggalkan bagian yang tidak berkontraksi pada dinding

ventrikel, tipis, menetap dan berwarna pucat.

5

III. PERBEDAAN INFARK MIOKARD

A. ST-Elevation Myocard Infarction (STEMI)

Oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan

area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan

miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi

segmen ST pada EKG. Pada STEMI disrupsi plak terjadi

pada daerah yang lebih besar (plak vulnerable) dan

menyebabkan terbentuknya trombus yang fixed dan

persisten yang menyebabkan perfusi miokard terhenti

secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 (satu) jam

dan menyebabkan nekrosis miokard transmural.

B. Non ST-Elevaation Myocard Infarction (NSTEMI)

Oklusi partial menyebabkan aliran darah pada

coroner tidak maksimal yang akan menimbulkan

iskemia. Tetapi bukan tidak mungkin akan menimbulkan

nekrosis walaupun tidak pada seluruh bagian dinding

myocard.

6

Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan

manifestasi klinis UA (Unstable Angina) menunjukkan

bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan

biomarker jantung. Gejala yang sering ditemukan pada

NSTEMI adalah nyeri dada dengan lokasi khas

substernal atau kadangkala di epigastrum dengan ciri

seperti diperas, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa

tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan.

IV. DIAGNOSIS INFARK MIOKARD

Pasien biasa datang dengan keluhan nyeri pada dada,

dan perlu dicermati apakah nyeri dada tersebut berasal dari

jantung atau dari luar jantung. Riwayat penyakit juga perlu

ditanyakan apakah pasien memiliki riwayat infark miokard

atau tidak dan perlu diperhatikan juga factor risiko yang

dapat menyebabkan infark seperti riwayat hipertensi,

diabetes mellitus, dyslipidemia, merokok, stress dan riwayat

sakit jantung pada keluarga.

Anamnesis

1. IMA dengan elevasi ST

Keluhan utama IMA adalah sakit dada seperti tertekan,

diremas-remas, rasa berat atau panas. Nyeri terutama

dirasakan di daerah sternum, tetapi bisa menjalar ke

dada kiri atau kanan, ke rahang, ke bahu kiri dan kanan

dan pada satu atau kedua lengan. Walaupun sifatnya

ringan sekali, tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung

lebih dari setengah jam dan jarang ada hubungannya

dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat atau

pemberian nitrat. Pada beberapa penderita, sakit

tertutupi oleh gejala lain, misalnya sesak nafas atau

sinkop.

2. IMA tanpa elevasi ST

7

Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau

kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas,

perasaan seperti diikat, perasaan terbakar. Nyeri tumpul,

rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi

gejala yang sering ditemukan. Analisis berdasarkan

gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang

memiliki gejala dengan onset baru angina berat memiliki

prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki

nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa

tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui

dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual,

diaporesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium,

bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang

lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65

tahun

Pemeriksaan fisik

Pada fase awal serangan jantung, pasien sangat stress dan dapat

berkeringat dingin. Keadaan umum penderita membaik bila rasa sakit sudah

dikendalikan dan sering sekali dalam beberapa jam penderita terlihat baik.

Volume dan laju denyut nadi bisa normal, tapi pada kasus berat nadi kecil

dan cepat. Aritmia dan bradikardia juga sering dijumpai. Tekanan darah

biasanya menurun selama beberapa jam atau hari dan pelan-pelan kembali

ke keadaan normal dalam dua atau tiga minggu, tetapi juga dapat menurun

sampai terjadi hipotensi berat atau renjatan kardiogenik. Kadang-kadang

bisa juga terjadi hipertensi transien karena sakit dada yang hebat.

Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis biasanya normal

atau sedikit meningkat dan dapat juga meningkat sekali pada infark

ventrikel kanan. Pulsasi apeks sulit diraba dan bunyi jantung pertama dan

kedua lemah. Bunyi jantung ke empat dapat terdengar pada kebanyakan

kasus, sedangkan bunyi jantung ke tiga dapat ditemui bila terjadi gagal

jantung. Sering terdengar bising pansistolik diapeks yang disebabkan oleh

regurgitasi melalui katup mitral, akibat disfungsi muskulus papilaris atau

8

sekunder karena dilatasi ventrikel kiri. Bising sistolik yang kasar yang

disebabkan oleh ruptur septum interventrikuler terdengar di linea sternalis

kiri dan bila di apeks disebabkan oleh ruptur muskulus papilaris.

Pemeriksaan Penunjang

Elektrokardiogram

Merupakan pemeriksaan yang paling cepat dan membantu diagnosis

pasien-pasien dengan infark miokard akut. Pemeriksaan ini harus segera

dilakukan, 10 menit setelah pasien dating ke ruang emergensi, karena

kehadiran atau tidak hadirnya ST elevasi akan menentukan rencana terapi.

1. Infark Miokard dengan elevasi ST

Untuk diagnosis STEMI, ST elevasi harus terlihat pada setidaknya 2

lead. untuk infark myocard anterior, seharusnya terlihat pada lead

precordial (V). Untuk infark myocard lateral, seharusnya terlihat pada

lead I dan aVL. Untuk infark myocard inferior, akan terlihat pada lead

II, III, dan aVF.

Timbulnya gelombang Q yang kasar, elevasi segmen ST dan inervasi

gelombang T. Diduga perubahan gelombang Q disebabkan oleh

jaringan yang mati, kelainan segmen ST karena injuri otot dan

kelainan-kelainan gelombang T karena iskemia.

2. Infark Miokard tanpa elevasi ST

Gambaran kelainan pada infark miokard tanpa elevasi

ST bervariasi. Kemungkinan adalah ST depresi, T wave

inverted, atau T wave yang flat. Gambaran ini mirip

dengan gambaran pada unstable angina pectoris, maka

untuk membedakan dilakukan pemeriksaan biomarker

jantung.

Cardiac Biomarker

Myoglobin dihasilkan oleh sel myocardium yang cedera.

Myoglobin cepat terdeteksi, dan sangat sensitive untuk

mendeteksi infark. Namun pemeriksaan ini kurang spesifik

karena cedera otot skelet juga mengeluarkan myoglobin.

9

Creatinin Kinase (CK) merupakan marker yang juga

sensitive. Isoenzyme MB merupakan pilihan dalam

beberapa tahun terakhir. CK-MB ini memiliki pola yang khas,

akan meningkat pada 6-12 jam setelah terjadinya infark dan

akan mencapai puncak pada 18-24 jam dan biasanya akan

kembali normal dalam 48 jam.

Troponin I dan T merupakan protein yang ditemukan di

sel otot jantung dan akan terlepas kedalam sirkulasi karena

rusaknya sel myosit jantung pada infark miokard akut. Nilai

troponin lebih sensitive dan spesifik dibandingkan dengan

pemeriksaan CK. Troponin terdeketsi dalam darah 4 jam

dan 6 jam setelah terjadinya infark, lalu akan menurun ke

angka yang lebih rendah dan terus bertahan selama 5-7

hari. Pemeriksaan troponin ini merupakan pemeriksaan

yang paling dianjurkan untuk mendiagnosis infark miokard

karena spesifitasnya dan angkanya yang terus ada dalam

nilai rendah selama beberapa hari.

Ekokardiogram dan Angiografi koroner

Ekokardiogram dilakukan untuk menentukan dimensi

serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan

konfigurasi atau fungsi katup. Dapat pula digunakan untuk

melihat luasnya iskemia bila dilakukan waktu nyeri dada

sedang berlangsung.

Angiografi Koroner merupakan pemeriksaan khusus

dengan sinar x pada jantung dan pembuluh darah. Sering

dilakukan selama serangan untuk menemukan letak

sumbatan pada arteri koroner.

Pada kebanyakan kasus, diagnosis didasarkan atas

karakter, lokasi dan lamanya sakit dada. Sakit dada yang

lebih dari 20 menit dan tidak ada hubungan dengan

aktifitas atau latihan, serta tidak hilang dengan nitrat

10

biasanya dipakai untuk membedakannya dengan angina

pektoris.

V. TATALAKSANA INFARK MIOKARD AKUT

Tujuan dari tatalaksana miokard infark adalah untuk

menstabilisasi kondisi pasien, dan untuk menyelamatkan sebanyak

mungkin myocardium yang masih belum nekrosis. Pengenalan

gejala gejala awal dari iskemia myocardial dapat membuat pasien

dapat menerima terapi lebih dini, maka dari itu perlu untuk

mengedukasi pasien dengan factor risiko penyakit jantung untuk

mengetahui gejala-gejala awal penyakit.

Pre-hospital Management

Aspirin, 162-325 mg, harus segera diberikan pada pasien.

Monitor jantung, oksigen dan nitrogliserin sublingual juga harus

diberikan pada pasien-pasien curiga penyakit jantung.

Emergency Departement Therapy

Di ruang emergensi, pasien yang dicurigai menderita infark

myocard perlu diperiksa EKG 12 lead. jika aspirin belum diberikan

sebelumnya, maka perlu diberikan 162-325 mg aspirin perlu

diberikan segera. Nitrogliserin sublingual dan intravenous morphin

perlu diberikan pada pasien jika pasien mengalami chest pain.

Pemberian oksigen 2-4 L/min perlu diberikan pada pasien.

ß-bocker oral diberikan pada pasien-pasien dengan myokard

infark akut, kecuali terdapat kondisi-kondisi kontraindikasi seperti

hipotensi, bradikardi, atau asthma. Intravena ß-blocker diberikan

jika kondisi pasien hipertensi atau takiaritmia. Namun tidak boleh

diberikan jika pasien memiliki gejala gagal jantung, dan pada

pasien-pasien yang memiliki risiko syok kardiogenik (usia > 70

tahun, heart rate >110/min atau <60 min, tekanan darah sistolik

<120 mmHg).

Heparin perlu diberikan pada semua pasien dengan infark

miokard akut. Pilihan terapi bisa diberikan unfractioned heparin

11

(UFH) dan low-molecular-weight heparin (LMWH). Unfractioned

heparin biasa diberikan karena kerjanya yang pendek.

Terapi Reperfusi

1. Pasien dengan STEMI

Terapi definitive untuk reperfusi pada STEMI adalah fibrinolitik

dan PCI. Kedua terapi tersebut meningkatkan kesembuhan,

mengurangi ukuran infark, dan mengurangi mortalitas. Apabila

dilakukan dengan segera, percutaneous coronary intervention (PCI)

lebih menguntungkan dibandingkan dengan fibrinolitik.

2. Pasien dengan NSTEMI

Pasien NSTEMI tidak diberikan fibrinolitik. Terapi definitive

NSTEMI menggunakan antikoagulan, platelet inhibitor, atau PCI.

In-Hospital Management

Semua pasien dengan infark miokard perlu dimonitor keadaan

jantungnya. Pasien harus bed rest terutama 12-24 jam pertama.

Kandungan nutrisi harus diperhatikan

Anti Iskemia

1. Nitrogliserin (NTG)

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan

dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval

5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat

menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan

preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara

dilatasi pembuluh coroner yang terkena infark atau pembuluh

kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG

intravena. NTG intavena juga diberikan untuk mengendalikan

hipertensi dan edema paru.

Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan

darah sistolik <90 mmHG atau pasien yang dicurigai menderita

infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat,

paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada

12

pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor

sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek

hipotensi nitrat. Contoh preparat meliputi :

Nitrogliserin : Nitromock 2,5 - 5 mg tablet sublingual

Nitrodisc 5- 10 mg tempelkan di kulit

Nitroderm 5-10 mg tempelkan di kulit

Isosorbid dinitrat : Isobit 5-10 mg tablet sublingual

Isodil 5-10 mg tablet sublingual

Cedocard 5-10 mg tablet sublingual

2. β-blocker

Dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui

efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium.

Berbagai macam beta-blocker seperti propanolol, metoprolol,

dan atenolol. Kontra indikasi pemberian penyekat beta antra lain

dengan asma bronkial, bradiaritmia.

Rekomendasi dosis β-blocker

3. Antagonis kalsium vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan

darah

13

Dapat menyebabkan. Ada 2 golongan besar pada antagonis

kalsium :

Golongan dihidropiridin

Efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan penghambatan

nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan efek inotropik

negatif juga kecil (Contoh: nifedipin).

Golongan nondihidropiridin

Golongan ini dapat memperbaiki survival dan mengurangi

infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi

ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan

afterload memberikan keutungan pada golongan

nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan faal

jantung normal (Contoh : verapamil dan diltiazem).

Morfin

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan

analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin

diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-

15 menit sampai dosis total 20 mg. efek samping yang perlu

diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan

arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena

yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek

hemodinamik ini dapat diatasi dengan evaluasi tungkai dan pada

kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl

0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang

menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama

pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi

dengan pemberian atropine 0,5 mg IV. Naloxone (0.4 – 2 mg IV)

14

dapat diberikan sebagai antidotum bila terjadi overdosis morfin

dengan depresi pernafasan dan/ atau sirkulasi.

Obat anti agregasi trombosit

Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam

pengobatan angina tidak stabil maupun infark tanpa elevasi ST

segmen. Tiga gologan obat anti platelet yang terbukti bermanfaat

seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP Iib/IIIa.

1. Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat

mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal

maupun non fatal dari 51% sampai 72% pada pasien dengan

angina tidak stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan untuk

diberikan seumur hidup dengan dosis awal 160mg/ hari dan dosis

selanjutnya 80 sampai 325 mg/hari.

2. Klopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang

dapat menghambat agregasi platelet. Efek samping lebih kecil

dari tiklopidin . Klopidogrel terbukti juga dapat mengurangi strok,

infark dan kematian kardiovaskular. Dosis klopidogrel dimulai 300

mg/hari dan selanjutnya75 mg/hari.

3. Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan obat

kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin. Dalam

pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping granulositopenia

a) Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa

Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir

pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor

tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet

tidak terjadi. Pada saat ini ada 3 macam obat golongan ini yang telah disetujui :

- Absiksimab suatu antibodi mooklonal

- Eptifibatid suatu siklik heptapeptid

15

- Tirofiban suatu nonpeptid mimetik

Obat anti-trombin

1. Unfractionated Heparin

Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari rantai

polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas

antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat

dengan heparin akan bekerja menghambat trombin dan dan

faktor Xa. Heparin juga mengikat protein plasma, sel darah, sel

endotel yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan

obat ini juga diperlukan pemeriksaan trombosit untuk

mendeteksi adanya kemungkinan heparin induced

thrombocytopenia (HIT).

2. Low Molecular Weight Heparin (LMWH)

LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai

plisakarida heparin. Dibandingkan dengan unfractionated

heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap protein plasma

kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia

ialah dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux.

Keuntungan pemberian LMWH karena cara pemberian mudah

yaitu dapat disuntikkan secara subkutan dan tidak membutuhkan

pemeriksaan laboratorium.

Rekomendasi dosis UFH dan LMWH

4. Direct Thrombin Inhibitors

Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai

kelebihan karena bekerja langsung mencegah pembentukan

bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma protein maupun

16

platelet factor 4. Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan

infark miokard, tetapi komplikasi perdarahan bertambah.

Bivalirudin telah disetujui untuk menggantikan heparin pada

pasien angina tak stabil yang menjalani PCI. Hirudin maupun

bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada efek samping

trombositopenia akibat heparin (HIT).

Fibrinolitik

Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30

menit sejak masuk (door-to-needle time <30 menit). Tujuan utama fibrinolisis adalah

restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik

antara lain: tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK) dan

reteplase (rPA). Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen

menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan thrombus fibrin. Terdapat 2 kelompok

yaitu golongan spesifik fibrin seperti tPA dan non fibrin seperti streptokinase.

PERCUTANEOUS CORONARY INTERVENTION (PCI)

Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasty dan atau stenting tanpa

didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan

perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard akut.

PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam melakukan arteri koroner yang

teroklusi dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan  jangka panjang

yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok

kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala

sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan lebih matur dan kurang

mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikian PCI lebih mahal dalam hal

personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya

di beberapa Rumah Sakit.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Crawford MH. 2009. A Lange medical book CURRENT Diagnosis &

Treatment Cardiology, ed III. New York : Mc Graw Hill Medical

2. Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

3. Sudoyo A, Setiyohadi B, et al. 2009. Ilmu Penyakit Dalam, ed IV.

Jakarta : EGC

4. Thygesen K, Alpert JS et al. 2012. Third universal definition of

myocardial infarction. European Heart Journal, 33:2551-2567

18