Ikterus Yang Disebabkan Inkompabilitas ABO Pada Neonatus

18
Ikterus yang Disebabkan Inkompabilitas ABO pada Neonatus Ricky Sunandar 10.2012.227 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 [email protected] I. Pendahuluan Ikterus merupakan masalah neonatus yang umum dan sering ditemukan pada bayi baru lahir, namun dapat pula menunjukkan suatu proses patologis. 1 Ikterus merupakan sutu pertanda adanya penyakit (patologik) atau adanya gangguan fungsional (fisiologik). Ikterus patologik apabila ikterus dengan dasar patologik atau kadar bilirubin mencapai hiperbilirubinemia yaitu bila peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl atau lebih setiap 24 jam atau konsentrasi bilirubin serum lebih dari 15 mg/dl pada bayi cukup bulan dan 12 mg/dl pada bayi kurang bulan. Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir sebagian besar disebabkan oleh bilirubin indirek yang dapat memberikan efek 1 | Page

description

ukrida, kedokteran, blok 24, semester 6, inkompabilitas ABO

Transcript of Ikterus Yang Disebabkan Inkompabilitas ABO Pada Neonatus

Ikterus yang Disebabkan Inkompabilitas ABO pada NeonatusRicky Sunandar10.2012.227Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat [email protected]. PendahuluanIkterus merupakan masalah neonatus yang umum dan sering ditemukan pada bayi baru lahir, namun dapat pula menunjukkan suatu proses patologis.1Ikterus merupakan sutu pertanda adanya penyakit (patologik) atau adanya gangguan fungsional (fisiologik). Ikterus patologik apabila ikterus dengan dasar patologik atau kadar bilirubin mencapai hiperbilirubinemia yaitu bila peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl atau lebih setiap 24 jam atau konsentrasi bilirubin serum lebih dari 15 mg/dl pada bayi cukup bulan dan 12 mg/dl pada bayi kurang bulan.Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir sebagian besar disebabkan oleh bilirubin indirek yang dapat memberikan efek toksik pada otak dan dapat menimbulkan kematian atau cacat seumur hidup.Penyebab hiperbilirubinemia pada neonatus banyak, namun penyebab yang tersering adalah penyakit hemolitik neonatus, antara lain karena inkompatibilitas golongan darah (Rh, ABO), defek sel darah merah (defisiensi G6PD, sferositosis) lisis hematoma dan lain-lain.Inkompatibilitas ABO, hiperbilirubinemia lebih menonjol dibandingkan dengan anemia dan timbulnya pada 24 jam pertama. Reaksi hemolisis terjadi saat zat anti dari ibu masih terdapat dalam serum bayi.Dua puluh sampai 25% kehamilan terjadi inkompatibilitas ABO, yang berarti bahwa serum ibu mengandung anti-A atau anti-B sedangkan eritrosit janin mengandung antigen respective. Inkompatibilitas ABO nantinya akan menyebabkan penyakit hemolitik pada bayi yang baru lahir dimana terdapat lebih dari 60% dari seluruh kasus.2,3II. IsiAnamnesisDalam kasus ini, dokter melakukan anamnesis secara tidak langsung (alloanamnesis) melalui ibu karena pasien seorang bayi berusia 48 jam. Riwayat kesehatan yang perlu dikumpulkan meliputi :(1) Identifikasi data meliputi nama, usia, jenis kelamin, dan alamat; (2) Keluhan utama yang berasal dari kata-kata orang tua yang menyebabkan pasien membutuhkan perawatan yaitu bayi tersebut tampak kuning;(3) Riwayat penyakit saat ini meliputi pendekatan yang dijelaskan berikutnya;(4) Riwayat kesehatan masa lalu seperti pemeliharaan kesehatan, mencakup imunisasi, uji skrining dan penyakit yang diderita oleh ibu;(5) Riwayat keluarga yaitu diagram usia dan kesehatan, atau usia dan penyebab kematian dari setiap hubungan keluarga yang paling dekat mencakup kakek-nenek, orang tua, saudara kandung, anak, cucu dan (6) Riwayat Pribadi dan Sosial seperti aktivitas hiburan, diet sehari-hari, serta situasi ibu saat hamil.4Sebelum melakukan pemeriksaan fisis pada neonatus, harus dilakukan anamnesis yang cermat untuk mengetahui hal-hal berikut: (1) Riwayat terdapatnya penyakit keturunan;(2) Riwayat kehamilan-kehamilan sebelumnya (Gravida 1 Para 1 Abortus 0); (3) Riwayat kehamilan sekarang (konsumsi obat-obatan dan trauma yang dialami selama kehamilan) dan (4) Riwayat persalinan sekarang (normal atau sungsang, partus spontan, partus presipitatus, atau partus buatan).5Pendekatan bayi dengan ikterus membutuhkan beberapa informasi terstruktur seperti berat badan bayi baru lahir, masa gestasi, dan usia dalam jam untuk menentukan apakah ikterus fisiologik atau patologik.5Pertanyaan yang patut ditujukan untuk ikterus patologik antara lain golongan darah dan rhesus ibu untuk riwayat inkompabilitas darah, penyakit ibu selama hamil untuk riwayat sepsis neonatal, dan waktu pengeluaran mekonium dan urin pertama.5Pemeriksaan FisikKomponen yang penting dalam pemeriksaan fisik bayi meliputi pengukuran besar tubuh (tinggi badan, berat badan dan lingkar kepala) dan tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan serta suhu tubuh). Neonatus berada dalam keadaan paling responsif selama 1-2 jam setelah menyusu. Pemeriksaan dimulai dengan melepaskan pakaian bayi. Pemeriksaan dilakukan sehingga rangsangan dan gerakan yang dapat membangunkan bayi dari tidurnya terjadi secara bertahap.1Pada pemeriksaan daerah kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan didapatkan konjungtiva anemis, mukosa pucat yaitu anemis, jaundice atau iketrik menandakan hemolisis, hiperbilirubinemia, petekie, sebagai trombositopenia, glositis (peradangan lidah) tanda anemia defisiensi zat besi, anemia defisiensi vitamin B12, limfadenopati maka limfoma.6Sistem integumen terlihat pucat, anemia, jaundice: hiperbilirubinemia, koilonisia (kuku seperti sendok): anemia defisiensi zat besi, ekimosis dan petekie: trombositopenia. Bagian sistem kardiovaskuler yaitu takikardia, S4: anemia berat dan gagal ginjal.6Bagian abdomen jika splenomegali tanda adanya polisitemia, limfoma. Pemeriksaan sistem neurologi jika terjadi kehilangan sensasi getar (vibration sense) tanda adanya anemia megaloblastik. Sistem muskuloskeletal adanya nyeri tulang/tenderness tanda terjadi mieloma multipel.6

Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan sediaan hapus darah tepiBila dari pemeriksaan sediaan hapus darah tepi ditemukan adanya penghancuran eritrosit disertai dengan adanya retikulositosis dan peningkatan bilirubin indirek dari hasil pemeriksaan laboratorium maka ini merupakan tanda adanya hemolisis. Periksa kadar darah bilirubin indirek > 16mg/dl, sedangkan kadar hemoglobin darah tali pusat 5 mg%.22. Coombs DirekPemeriksaan Coombs direk (antiglobulin) mendeteksi antibodi-antibodi yang lain dari grup ABO, yang bersatu dengan sel darah. Sel darah merah dapat diperiksa dan jika sensitif terjadi reaksi aglutinasi. Pemeriksaan Coombs positif menunjukkan adanya antibodi pada sel-sel darah merah, tetapi pemeriksaan ini tidak mendeteksi antibodi yang ada. Positif (+1 sampai +4): Eritroblastosis fetalis, anemia hemolitik (autoimun atau obat-obatan), reaksi hemolitik transfusi (darah inkompatibel), leukemia < SLE.13. Coombs Indirek (Pemeriksan skrining antibodi)Pemeriksaan coombs indirek mendeteksi antibodi bebas dalam sirkulasi serum. Pemeriksaan skrining akan memeriksa antibodi di dalam serum resipien dan donor sebelum transfusi untuk mencegah reaksi transfusi. Ini tidak secara langsung mengidentifikasi antibodi yang spesifik. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan pencocokan silang (croos-match). Positif (+1 sampai +4): darah pencocokan silang inkompatibel, antibodi yang spesifik (transfusi sebelumnya), antibodi anti-Rh, anemia hemolitik didapat.34. Pemeriksaan bilirubinPeningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis. Nilai rujukan: Dewasa: total: 0,1 1,2 mg/dl, direk: 0,1 - 0,3 mg/dl, indirek: 0,1 1,0 mg/dl Anak: total: 0,2 0,8 mg/dl, indirek: sama dengan dewasa. Bayi baru lahir: total: 1 12 mg/dl, indirek: sama dengan dewasa.

Diagnosis KerjaInkompabilitas ABOMenurut statistik kira-kira 20% dari seluruh kehamilan terlibat dalam ketidak-selarasan golongan darah ABO dan 75% dari jumlah ini terdiri dari ibu golongan darah O dan janin golongan A atau B. Walaupun demikian hanya pada sebagian kecil tampak pengaruh hemolisis pada bayi baru lahir. Hal ini disebabkan oleh karena isoaglutinin anti-A dan anti-B yang terdapat dalam serum ibu sebagian besar terbentuk 19-S, yaitu gamaglobulin-M yang tidak dapat melalui plasenta (merupakan makroglobulin) dan disebut isoaglutinin natural. Hanya sebagian kecil dari ibu yang mempunyai golongan darah O, mempunyai antibodi 7-S, yaitu gamaglobulin g (isoaglutinin imun) yang tinggi dan dapat melalui plasenta sehingga mengakibatkan hemolisis pada bayi.1,4Ikterus biasanya timbul dalam waktu 24 jam sesudah lahir, tidak pucat oleh karena tidak terdapat anemia atau hanya didapatkan anemia ringan saja. Jarang sekali menyebabkan hidrops fetalis atau lahir mati serta hepatosplenomegali. Kira-kira 40-50% mengenai anak pertama, sedangkan anak-anak berikutnya mungkin terkena dan mungkin tidak. Bila terkena tidak tampak gejala yang berat seperti pada inkompabilitas rhesus. 1,4Kadar hemoglobin normal dan kadang-kadang agak menurun (10-12 g%)., retikulositosis, polikromasi, sferositosis dan sel darah merah berinti jumlahnya meningkat, uji Coombs mungkin negatif atau positif lemah. Pengobatan dengan terapi sinar, transfuse tukar, dan sebagainya tergantung peningkatan kadar bilirubin. 1,4Diagnosis Banding1. Ikterus neonatorum ec defisiensi enzim G6PDDilihat dari penyebabnya, sebenarnya defisiensi enzim glucose-6-phosphate dehydrogenase ini sudah termasuk golongan HDN tipe yang non imun. Jadi pada hasil Coombs Test didapatkan hasil yang negatif, kemudian Tes MCV (Mean Corpuscular Volume) didapatkan hasil yang normal atau tinggi, setelah itu didapatkan hasil yang abnormal pada apusan darah tepi. Defek ini dapat mengakibatkan hemolysis juga dalam masa neonates dan hiperbilirubinemia. Tetapi, ikterus muncul sesudah lebih dari 24 jam dan kelainan ini merupakan penyakit familial.7

2. Ikterus neonatorum ec inkompatibilitas RhPenyakit ini sangat mirip dengan inkompatibilitas ABO, tetapi memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Perbedaannya dapat dilihat dalam tabel 1.1

Tabel 1. Perbedaan Inkompabilitas RH dan ABOPerbedaanRhABO

Gol darah ibuNegatifO

BayiPositifA atau B

Jenis antibodyTidak lengkap (7S)Imun

Aspek klinis yang tampak pada anak pertama4%40-50%

Progresivitas pada kelahiran berikutnyaBiasanyaTidak

Lahir mati/hidropsSering Jarang

Anemia berat++++

Hepatosplenomegali++++

Test Coomb direk++/-

Antibodi maternalSelalu adaTidak jelas

Sferosit _+

Terapi memerlukan antenatal measuresYa Tidak

Transfusi tukar frekuensi golongan darah donor kira-kira 2/3 Rh negative dengan gol darah sesuai kira-kira 1/10 Rh, sesuai dengan golongan darah O

Insiden late anemiaSeringJarang

Gejala KlinisPada beberapa kasus, penyakit hemolitik ABO tampak hiperbilirubinemia ringan sampai sedang selama 24 48 jam kelahiran. Hal ini jarang muncul dengan anemia yang signifikan. Tingginya jumlah bilirubin dapat menyebabkan kern ikterus terutama pada neonatus preterm. 2,8 Hidrops fetalisSuatu sindroma ditandai edema menyeluruh pada bayi, asites dan pleural efusi pada saat lahir. Perubahan patologi klinik yang terjadi bervariasi, tergantung intensitas proses. Pada kasus parah, terjadi edema subkutan dan efusi ke dalam kavum serosa (hidrops fetalis). Hemolisis yang berlebihan dan berlangsung lama akan menyebabkan hiperplasia eritroid pada sumsum tulang, hematopoiesis ekstrameduler di dalam lien dan hepar, pembesaran jantung dan perdarahan pulmoner. Asites dan hepatosplenomegali yang terjadi dapat menimbulkan distosia akibat abdomen janin yang sangat membesar. Hidrothoraks yang terjadi dapat mengganggu respirasi janin. 2,8

Hiperbilirubin dapat menimbulkan gangguan sistem saraf pusat, khususnya ganglia basal atau menimbulkan kernikterus. Gejala yang muncul berupa letargia, kekakuan ekstremitas, retraksi kepala, strabismus, tangisan melengking, tidak mau menetek dan kejang-kejang. Kematian terjadi dalam usia beberapa minggu. Pada bayi yang bertahan hidup, secara fisik tak berdaya, tak mampu menyanggah kepala dan tak mampu duduk. Kemampuan berjalan mengalami keterlambatan atau tak pernah dicapai. Pada kasus yang ringan akan terjadi inkoordinasi motorik dan tuli konduktif. Anemia yang terjadi akibat gangguan eritropoiesis dapat bertahan selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.2,8PatofisiologiPenyakit inkompabilitas Rh dan ABO terjadi ketika sistem imun ibu menghasilkan antibodi yang melawan sel darah merah janin yang dikandungnya. Pada saat ibu hamil, eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu yang dinamakan fetomaternal microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun anti bodi tipe IgG tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis, yang kemudian akan menyebabkan anemia (reaksi hipersensitivitas tipe II). Hal ini akan dikompensasi oleh tubuh bayi dengan cara memproduksi dan melepaskan sel-sel darah merah yang imatur yang berinti banyak, disebut dengan eritroblas (yang berasal dari sumsum tulang) secara berlebihan.8Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati dan limpa yang selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur limpa. Produksi eritroblas ini melibatkan berbagai komponen sel-sel darah, seperti platelet dan faktor penting lainnya untuk pembekuan darah. Pada saat berkurangnya faktor pembekuan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan yang banyak dan dapat memperberat komplikasi. Lebih dari 400 antigen terdapat pada permukaan eritrosit, tetapi secara klinis hanya sedikit yang penting sebagai penyebab penyakit hemolitik. Kurangnya antigen eritrosit dalam tubuh berpotensi menghasilkan antibodi jika terpapar dengan antigen tersebut. Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri sendiri pada saat transfusi atau berbahaya bagi janin. 8Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal sebelumnya, misalnya karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan, amniosentesis, transfusi darah Rhesus positif atau pada kehamilan kedua dan berikutnya. Penghancuran sel-sel darah merah dapat melepaskan pigmen darah merah (hemoglobin), yang mana bahan tersebut dikenal dengan bilirubin. Bilirubin secara normal dibentuk dari sel-sel darah merah yang telah mati, tetapi tubuh dapat mengatasi kekurangan kadar bilirubin dalam sirkulasi darah pada suatu waktu. Eritroblastosis fetalis menyebabkan terjadinya penumpukan bilirubin yang dapat menyebabkan hiperbilirubinemia, yang nantinya menyebabkan jaundice pada bayi. Bayi dapat berkembang menjadi kernikterus.8EtiologiInkompatibilitas ABO disebabkan golongan darah ibu O yang secara alami mempunyai antibodi anti-A dan anti-B pada sirkulasinya. Jika janin memiliki golongan darah A atau B, eritoblastosis dapat terjadi karena IgG melewati plasenta.8Epidemiologi65% bayi baru lahir mengalami ikterus dengan kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dalam minggu pertama masa kehidupannya. Bilirubin merupakan antioxidant yang poten yang dapat membantu bayi, yang mengalami defisiensi zat-zat antioxidant seperti vit E, katalase, dan superoxide dismutase, untuk menghindarkan adanya toksisitas oksigen selama hari-hari setelah bayi tersebut lahir. Sedangkan, untuk kejadian di mana ditemukannya kadar bilirubin yang sangat tinggi di mana Total Serum Bilirubin (TSB) >20 mg/dL ada sekitar 1-2% neonatus. Ada 0,16% yang memiliki TSB >25 mg/dL, dan 0,03 % yang memiliki TSB >30 mg/dL. Dengan kadar yang sangat tinggi seperti itu, bayi bisa mengalami ensefalopati yang lebih dikenal dengan nama kern icterus.7PenatalaksanaanTransfusi TukarTujuan transfusi tukar yang dapat dicapai:91. Memperbaiki keadaan anemia, tetapi tidak menambah volume darah2. Menggantikan eritrosit yang telah diselimuti oleh antibodi (coated cells) dengan eritrosit normal (menghentikan proses hemolisis)3. Mengurangi kadar serum bilirubin4. Menghilangkan imun antibodi yang berasal dari ibu.Tranfusi tukar digunakan untuk menurunkan secara bermakna kadar bilirubin tidak terkonjugasi yang meningkat yang tidak responsif terhadap terapi sinar, namun masih banyak beda pendapat di antara para dokter mengenai kapan saatnya menerapkan strategi ini. Rekomendasi sebelumnya untuk transfusi tukar adalah jika kadar serum > 20 mg/dL dengan adanya hemolisis dengan ambang yang lebih rendah untuk bayi dengan berat lahir rendah/prematur dan dengan penyakit lain.9Foto terapiFototerapi harus dilakukan sebelum bilirubin mencapai konsentrasi kritis; penurunan konsentrasi mungkin belum tampak selama 12 sampai 24 jam. Fototerapi harus dilanjutkan sampai konsentrasi bilirubin serum tetap di bawah 10 mg/dL. Transfusi tukar harus dilakukan apabila fototerapi saja terbukti tidak efektif dalam mengendalikan kadar bilirubin serum. Karena pemakaian fototerapi bukannya tanpa resiko, modlitas ini harus dilakukan secara konservatif disertai ketaatan terhadap petunjuknya. Penyulit yang dihadapi dalam fototerapi mencakup diare, panas berlebihan dan dehidrasi. Dapat terjadi diskolorasi gelap di kulit (bronze baby) akibat penimbunan fotoderivatif bilirubin yang kecoklatan dalam darah, apabila juga terjadi hiperbilinuremia terkonjugasi. Mata bayi harus dilindungi selama penyinaran untuk mencegah kerusakan retina.9Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan bayi antara lain diusahakan agar bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka pakaian bayi; kedua mata dan gonad ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya; bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak terbaik mendapatkan energi yang optimal; posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh; suhu bayi dapat diukur secara berkala 4-6 jam/kali; kadar bilirubin diperiksa setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya sekali dalam 24 jam; hemoglobin juga harus diperiksa secara berkala terutama pada penderita dengan hemolisis; perhatikan dehidrasi bayi dan lama terapi sinar dicatat.9Foto terapi dengan bantuan lampu blue violet dapat menurunkan kadar bilirubin. Fototerapi sifatnya hanya membantu dan tidak dapat digunakan sebagai terapi tunggal.KomplikasiApabila kadar bilirubin tidak terkonjugasi mencapai 25-30 mg/dl, bayi dapat mengalami kernikterus. Kern ikterus adalah suatu kompleks gejala neurologis yang berkaitan dengan tingginya kadar bilirubin tidak terkonjugasi yang melewati sawar darah otak dan mencapai susunan saraf bayi. Gejala neurologis berupa perubahan perilaku dan letargi. Apabila keadaan ini menetap atau memburuk, maka dapat terjadi tremor, gangguan pendengaran, kejang dan kematian. Bahkan apabila dapat bertahan hidup, jika penyakitnya parah, bayi dapat, mengalami retardasi mental, tuli, dan mudah kejang. Anemia yang berat dapat menyebabkan gagal jantung.10 Apabila kadar antibody ibu tinggi, janin dapat meninggal di dalam lahir, suatu keadaan yang disebut hidrops fetalis, yang ditandai oleh edema makroskopik di seluruh tubuh janin.10PrognosisPrognosis pada bayi yang lahir kuning akibat inkompatibilitas ABO pada umumnya baik karena gejalanya tidaklah terlalu berat karena sebagian antigen A dan Antigen B yang belum sepenuhnya berkembang pada saat lahir dan karena netralisir sebagian antibody IgG ibu oleh antigen A dan B pada sel-sel lain yang terjadi dalam plasma dan cairan jaringan.4,5,8III. KesimpulanPerbedaan golongan darah antar ibu dan anak dapat menyebabkan berbagai kelainan baik bagi ibu maupun janin yang dikandungnya. Misalnya golongan darah ibu O sedangkan golongan darah bayi B, sehingga terjadi hemolytic desease of the newborn (HDN) atau erythroblastosis fetalis yang disebabkan oleh inkompabilitas ABO. HDN merupakan suatu penyakit darah yang terjadi apabila tipe darah ibu dan anaknya tidak kompatibel. Jika tipe darah bayi masuk ke dalam darah ibu sewaktu di dalam kandungan atau kelahiran, maka sistem imun ibu akan membentuk antibodi yang akan menyerang sel darah merah bayi. Hal ini akan menyebabkan hemolisis pada eritrosit bayi. HDN biasanya terjadi karena inkompabilitas Rhesus ataupun inkompabilitas golongan darah ABO.IV. Daftar Pustaka1. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri rudolph. Edisi ke-20. Jakarta: EGC; 2007.h.1313-21.2. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga; 2005.h.81.3. Hartanto H. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. Edisi ke-11. Jakarta: EGC; 2004.h.271-6.4. Charlton. Valerie E, Phibbs. Roderic H. Pemeriksaan bayi baru lahir. Dalam: Buku ajar pediatric Rudolph volume 1. Edisi ke-20. Jakarta:EGC,2006. Hal 242-51.5. Imunohematologi. Dalam: Buku ajar Ilmu Kesehatan anak jilid 1. Jakarta:FKUI,2007. Hal 495-511.6. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Esensi pediatri nelson. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2003.h.212-14, 245-9.7. Sydor AM, Lebowitz H, Carr P, ed. Current pediatric diagnosis & treatment. 18th ed. USA: McGraw-Hill, 2007.p.14.8. Hoffbrand AV. Hematologi pada kehamilan dan anak. Dalam: Mahanani DA, penyunting. Kapita selekta hematologi. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2005.h.303-6.9. Hassan R, Alatas H. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Edisi ke-4.Jakarta: FKUI; 2007.h.1095-1115.10. Phibbs. Roderic H. Anemia Hemolitik. Dalam: Buku ajar pediatric Rudolph volume 2. Edisi ke-20. Jakarta:EGC,2006. Hal 1313-21.11. 12 | Page