Inkompatibilitas ABO Nikenshi

22
Inkompatibilitas ABO pada Bayi Berusia 5 Hari Isabella Regina Nikenshi Ganggut 102012417 Kelompok C8 Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara no. 10 [email protected] _________________________________________________________________ __________ PENDAHULUAN Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir yang menyebabkan warna kulit bayi kuning (ikterus). Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini. Dikatakan Ikterus patologik apabila kadar bilirubin mencapai hiperbilirubinemia yaitu bila peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl atau lebih setiap 24 jam atau konsentrasi bilirubin serum lebih dari 15 mg/dl. Penyebab hiperbilirubinemia pada neonatus banyak, namun penyebab yang tersering adalah penyakit hemolitik neonatus, antara lain karena inkompatibilitas golongan darah (Rh, 1

description

gu

Transcript of Inkompatibilitas ABO Nikenshi

Page 1: Inkompatibilitas ABO Nikenshi

Inkompatibilitas ABO pada Bayi Berusia 5 Hari

Isabella Regina Nikenshi Ganggut

102012417

Kelompok C8

Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara no. 10

[email protected]

___________________________________________________________________________

PENDAHULUAN

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan

pada bayi baru lahir yang menyebabkan warna kulit bayi kuning (ikterus). Lebih dari 85% bayi

cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan

ini.

Dikatakan Ikterus patologik apabila kadar bilirubin mencapai hiperbilirubinemia yaitu

bila peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl atau lebih setiap 24 jam atau konsentrasi bilirubin

serum lebih dari 15 mg/dl. Penyebab hiperbilirubinemia pada neonatus banyak, namun penyebab

yang tersering adalah penyakit hemolitik neonatus, antara lain karena inkompatibilitas golongan

darah (Rh, ABO), defek sel darah merah (defisiensi G6PD, sferositosis) lisis hematoma dan lain-

lain.

Saat ini, inkompatibilitas antigen golongan darah utama A dan B merupakan kasus

tersering yang menyebabkan anemia, yaitu jenis anemia hemolitik pada neonatus. Sekitar 20

persen bayi mengalami inkompatibilitas golongan darah ABO dengan ibunya, dan 5 persen saja

yang mengalami gejala klinis. Untungnya, inkompatibilitas ABO hampir selalu menyebabkan

penyakit yang ringan yang bermanifestasi sebagai ikterus pada neonatus atau anemia, tetapi

bukan eritroblastosis fetalis (hidrops imun) dan terapi umumnya hanya terbatas pada fototerapi

semata, kecuali bila ditemukan ikterus yang berkepanjangan dan mengharuskan untuk

melakukan transfusi tukar.1

1

Page 2: Inkompatibilitas ABO Nikenshi

PEMBAHASAN

Anamnesis

Identitas pasien

Keluhan utama, sejak kapan?

Bagian tubuh yang mana yang kuning?

Kuning timbul saat kapan saja?

Bagaimana riwayat kelahiran?

Apakah bayi diberi ASI atau susu formula?

Apakah sebelumnya mendapat transfusi darah?

Apakah bayi lahir cukup bulan atau prematur?

Anak keberapa dari berapa bersaudara?

Bagaimana riwayat vaksinasi pasien?

Bagaimana kebiasaan pasien? (seperti makanan, minuman, pengguna obat-obatan)

Apakah ada riwayat alergi?

Dimana terjadi proses kelahiran si bayi?

Apakah selama atau sebelum masa kehamilan ibu sedang menderita penyakit infeksi

tertentu atau mengkonsumsi obata-obatan tertentu?

Apakah golongan darah ibu dan ayah? Apakah rhesus ibu dan ayah?

Apakah dulu pernah mengalami sakit yang cukup berat sehingga harus dirawat di rumah

sakit?

Adakah riwayat diabetes melitus atau penyakit berat lainnya?

Apakah di keluarga juga ada yang sedang atau pernah menderita penyakit yang sama?

Pemeriksaan fisik

1. Pemeriksaan TTV

Untuk mengetahui apakah ada kelainan pada bayi yang baru saja dilahirkan,

setelah itu pemeriksaan fisik dilanjutkan dengan pengamatan ikterus pada bayi.

Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya

matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan

2

Page 3: Inkompatibilitas ABO Nikenshi

dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang. Tentukan keparahan ikterus

berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.2

2. Inspeksi dan palpasi

Penilaian icterus berdasarkan penilaian Kramer. Untuk penilaian ikterus, Kramer

membagi tubuh bayi baru lahir dalam 5 bagian yang dimulai dari kepala dan leher, dada

sampai pusar, pusar bagian bawah sampai tumit, tumit-pergelangan kaki dan bahu

pergelangan tangan dan kaki serta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan. Cara

pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang tulangnya menonjol

seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain.

Selain temuan berupa warna kuning pada tubuh dan sklera bayi, dapat pula

ditemukan adanya hepatosplenomegali, petekie, dan microcephaly pada bayi-bayi dengan

anemia hemolitik, sepsis, dan infeksi kongenital.2

Hasil pemeriksan fisik :

TTV: suhu 36,8oC, nadi 130x/m, RR 40x/m

Sclera ikterik

Kulit ikterik hungga abdomen

Hepar dn lien tidak membesar

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan darah.

Pemeriksaan darah akan memberikan gambaran sel darah merah yang ternukleasi,

retikulositosis, polikromasia, anisositosis, sferosit, dan fragmentasi sel. Hitung retikulosit

dapat mencapai 40% pada pasien tanpa intervensi intrauterine. Hitung sel darah merah

yang ternukleasi meningkat disertai peningkatan palsu leukosit, menunjukkan keadaan

eritropoiesis. Sferosit lebih umum ditemukan pada kasus inkompatibilitas ABO. Hitung

retikulosit yang rendah dapat diamati pada bayi yang sudah melakukan transfusi

intravaskuler, disertai dengan konsentrasi hemoglobin normal, dan temuan apus darah

yang normal.

3

Page 4: Inkompatibilitas ABO Nikenshi

2. Uji Coombs

Untuk mengetahui apakah terdapat antibodi maternal pada sirkulasi darah korda

fetus. Janin kemudian dievaluasi dengan uji Coombs direk, karena antibodi anti-sel darah

merah yang dihasilkan oleh ibu Rh-negatif umumnya diserap oleh eritrosit janin D-

positif. Neonatus juga dievaluasi dengan uji Coombs direk. Antibodi ibu yang terdeteksi

pada janin saat lahir, secara bertahap lenyap dalam periode 1 hingga 4 bulan. Jika

ditemukan antibodi sel darah merah ibu, antibodi itu perlu diidentifikasi dan ditentukan

apakah IgG atau IgM. Hanya antibodi IgG yang menimbulkan kekhawatiran karena

antibodi IgM biasanya tidak melewati plasenta dan menyebabkan hemolisis. Titer

antibodi dikuantifikasi kemudian. Jika antibodinya ialah IgG dan diketahui menyebabkan

anemia hemolitik, dan jika titer di atas ambang kritis diindikasikan untuk evaluasi lebih

lanjut. Untuk antibodi titer-D, titer di bawah 1:16 biasanya tidak menyebabkan kematian

janin pada penyakit hemolitik, meskipun hal ini bervariasi antara lab. Titer yang sama

atau lebih dari kritis ini menandakan kemungkinan penyakit hemolitik yang parah.

Pemeriksaan Coombs ini dibagi menjadi 2 jenis, yaitu jenis direk dan indirek. Uji

Coombs indirek dan direk biasanya akan positif pada ibu dan bayi baru lahir yang terkena

pada inkompatibilitas Rh. Tidak seperti allo-imunisasi Rh, test antibodi direk akan positif

hanya pada 20-40% bayi dengan inkompatibilitas ABO.

Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi : untuk mengetahui apakah terjadi

inkompatibilitas ABO, rhesus dan abnormalitas sel darah merah.3

3. Pemeriksaan bilirubin

Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin

direk. Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan

bilirubin direk. Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada

hati (kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Peningkatan kadar

bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis).

lanjutIkterik kerap nampak jika kadar bilirubin mencapai >5 mg/dl. Kadar  bilirubin

(total) pada bayi baru lahir bisa mencapai 15 mg/dl, namun jika masih <15mg/dl masih

dikatakan ikterus fisiologis dan akan hilang dalam 14 hari, sedangkan jika kadarnya >15

mg/dl maka hal tersebut sudah masuk ke dalam ikterus patologik.

4

Page 5: Inkompatibilitas ABO Nikenshi

Nilai rujukan:

- Dewasa: total: 0,1 – 1,2 mg/dl, direk: 0,1 - 0,3 mg/dl, indirek: 0,1 – 1,0 mg/dl

- Anak: total: 0,2 – 0,8 mg/dl, indirek: sama dengan dewasa.

- Bayi baru lahir: total: 1 – 12 mg/dl, indirek: sama dengan dewasa.

Diagnosis kerja

Inkompatibilitas ABO ialah penyebab tersering dari kasus hemolitik pada neonatus.

Inkompatibilitas pada kelompok golongan darah mayor di antara ibu dan fetus umumnya akan

berakhir pada kasus yang lebih ringan dibandingkan pada kasus inkompatibilitas Rh. Antibodi

maternal dapat dibentuk untuk melawan sel B apabila ibu bergolongan darah A atau melawan sel

A apabila ibu bergolongan darah B. Biasanya ibu bergolongan darah O dan bayi yang

dilahirkannya bergolongan darah A atau B. Walaupun inkompatibilitas ABO terjadi pada 20-

25% kehamilan, kasus hemolitik baru dapat berkembang pada sekitar 10% bayi baru lahir pada

kehamilan tertentu, dan janin umumnya bergolongan darah A1 yang lebih antigenik

dibandingkan dengan A2. Antigenisitas yang rendah dari faktor ABO pada fetus dan bayi yang

baru dilahirkan dapat menjadi sebab insidens yang rendah untuk kasus hemolitik yang berat.

Walaupun antibodi yang melawan faktor A dan faktor B terjadi tanpa imunisasi sebelumnya

(antibodi natural), umumnya antibodi ini ialah IgM yang tidak melewati plasenta. Namun,

antibodi IgG terhadap antigen A dapat terbentuk dan inilah yang melewati plasenta, jadi kasus

hemolitik akibat isoimun A-O dapat ditemukan pada anak pertama. Ibu yang sudah diimunisasi

melawan faktor A atau faktor B dari kehamilan sebelumnya yang tidak kompatibel, dapat

menghasilkan antibodi IgG. Inilah yang menjadi mediator primer dari kasus isoimun ABO.

Diagnosis dugaan didasarkan pada adanya inkompatibilitas ABO, uji Coombs direk

positif lemah sampai sedang, sferosit pada sediaan apus sel darah, yang mungkin saja

mengindikasikan adanya sferositosis herediter. Hiperbilirubinemia dapat menjadi satu-satunya

abnormalitas pada pemeriksaan lab. Kadar hemoglobin umumnya normal, namun dapat juga

mencapai angka 10-12 g/dL. Retikulosit dapat meningkat hingga 10-15%, dengan polikromasia

meluas dan peningkatan dari sel darah merah yang mengalami nukleasi. Pada 10-20% janin yang

terkena, kadar bilirubin serum yang tidak terkonjugasi dapat mencapai 20 mg/dL atau lebih

kecuali fototerapi segera dimulai.

5

Page 6: Inkompatibilitas ABO Nikenshi

Inkompatibilitas ABO berbeda dengan inkompatibilitas Rh (antigen CDE) dikarenakan

oleh beberapa alasan:4,5

1. Penyakit ABO sering dijumpai pada bayi yang lahir pertama.

2. Penyakitnya hampir selalu ringan daripada isoimunisasi Rh dan jarang menyebabkan

anemia yang bermakna.

3. Sebagian besar isoantibodi A dan B adalah immunoglobulin M, yang tidak dapat

menembus plasenta dan melisiskan eritrosit janin, oleh karena itu meski dapat

menyebabkan penyakit hemolitik pada neonatus, namun isoimunisasi ABO tidak

menyebabkan hidrops fetalis dan lebih merupakan penyakit pediatrik daripada obstetric.

4. Inkompatibilitas ABO dapat mempengaruhi kehamilan mendatang, tetapi tidak seperti

penyakit Rh CDE, jarang menjadi semakin parah.

Kriteria yang lazim digunakan untuk menegakkan hemolisis neonatus akibat

inkompatibilitas ABO adalah sebagai berikut:

Ibu memiliki golongan darah O dengan antibodi anti-A dan anti-B di dalam

serumnya, sedangkan janin memiliki golongan darah A,B, atau AB.

Ikterus dengan awitan dalam 24 jam pertama

Terdapat anemia, retikulositosis, dan eritroblastosis dengan derajat bervarias

Kasus hemolisis yang lain telah disingkirkan dengan teliti.

Diagnosis banding

Hemolitik ec Inkompatibilitas Rh

Hemolisis biasanya terjadi bila ibu mempunyai Rhesus NEGATIF dan anak mempunyai

Rhesus POSITIF. Bila sel darah janin masuk ke peredaran darah ibu, maka ibu akan dirangsang

oleh antigen Rh sehingga membentuk antibodi terhadap Rh. Zat antibodi Rh ini dapat melalui

plasenta dan masuk ke peredaran darah janin dan selanjutnya mengakibatkan penghancuran

eritrosit janin (hemolisis). Hemolisis ini terjadi dalam kandungan dan akibatnya ialah

pembentukan sel darah merah dilakukan oleh tubuh bayi secara berlebihan, sehingga akan

didapatkan sel darah merah berinti yang banyak. Oleh karena keadaan ini disebut Eritroblastosis

6

Page 7: Inkompatibilitas ABO Nikenshi

Fetalis. Pengaruh kelainan ini biasanya tidak terlihat pada anak pertama, tetapi akan nyata pada

anak yang dilahirkan selanjutnya.

Bila ibu sebelum mengandung anak pertama pernah mendapat transfusi darah yang

inkompatibel atau ibu mengalami keguguran dengan janin yang mempunyai Rhesus POSITIF,

pengaruh kelainan inkompabilitas Rhesus ini akan terlihat pada bayi yang dilahirkan kemudian.

Characteristics Rh ABO

Clinical aspects First born 5% 50%

Later pregnancies More severe No increased

severity

Stillborn/hydrops Frequent Rare

Severe anemia Frequent Rare

Jaundice Moderate to severe,

frequent

Mild

Late anemia Frequent Rare

Laboratory

findings

Direct antibody test Positive Weakly positive

Indirect Coombs

test

Positive Usually positive

Spherocytosis Rare Frequent

Tabel 1. Perbandingan Antara Inkompatibilitas Rh dan ABO4

7

Page 8: Inkompatibilitas ABO Nikenshi

Etiologi

Kasus hemolitik akibat inkompatibilitas ABO disebabkan oleh ketidakcocokan dari

golongan darah ibu dengan golongan darah janin, dimana umumnya ibu bergolongan darah O

dan janinnya bergolongan darah A, atau B, atau AB. Dikarenakan dalam kelompok golongan

darah ini, terdapat antibodi anti-A dan anti-B yang muncul secara natural, dan dapat melewati

sawar plasenta. Situasi ini dapat disebabkan oleh karena robekan pada membran plasenta yang

memisahkan darah maternal dengan darah fetal, sama halnya seperti pada previa plasenta,

abruptio placenta, trauma, dan amniosentesis.5

Patofisiologi

Inkompatibilitas ABO terjadi ketika sistem imun ibu menghasilkan antibodi melawan sel

darah merah janin yang dikandungnya. Pada saat ibu hamil, eritrosit janin dalam beberapa

insiden dapat masuk ke dalam sirkulasi darah ibu yang dinamakan fetomaternal

microtransfusion. Bila ibu, tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin,

maka ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun antibodi tipe IgG tersebut

dapat melewati plasenta dan kemudian masuk ke dalam peredaran darah janin sehingga sel-sel

eritrosit janin diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan

hemolisis, yang kemudian akan menyebabkan anemia (reaksi hipersensitivitas tipe II).

Ibu yang golongan O secara alamiah mempunyai antibodi anti-A dan anti-B pada

sirkulasi darahnya. Jika janin mempunyai golongan darah A atau B, eritroblastosis dapat terjadi.

Sebagian besar, secara alamiah, membentuk anti-A dan anti-B berupa antibodi IgM, yang tidak

melewati plasenta dan melisiskan eritosit janin. Oleh karena itu, meskipun dapat menyebabkan

anemia penyakit hemolitik pada neonatus, namun isoimunisasi ABO tdk dpt menyebabkan

hidrops fetalis dan lebih merupakan penyakit pediatrik daripada obstetris. Beberapa ibu juga

relatif mempunyai kadar IgG anti-A atau anti B yang tinggi, yang potensial menyebabkan

eritroblastosis, karena IgG melewati plasenta. Ibu golongan darah O mempunyai kadar IgG anti-

A lebih tinggi daripada ibu golongan darah B dan kadar IgG-anti B lebih tinggi daripada ibu

golongan darah A. Dengan demikian, penyakit hampir selalu terjadi pada ibu golongan darah O.

Penyakit jarang terjadi bila itu golongan darah A dan bayi golongan darah B. Sekitar sepertiga

bayi golongan darah A atau B dari ibu golongan darah O akan mempunyai antibodi ibu yang

dapat dideteksi pada eritrositnya.

8

Page 9: Inkompatibilitas ABO Nikenshi

Akan terjadi anemia berlebihan dalam tubuh bayi maka tubuh mengkompensasi dengan

cara memproduksi dan melepaskan sel-sel darah merah yaitu imatur yang berinti banyak, disebut

dengan eritroblas (yang berasal dari sumsum tulang) secara berlebihan.

Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati dam limpa yang

selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur limpa. Produksi eriroblas ini

melibatkan berbagai komponen sel-sel darah, seperti platelet dan faktor penting lainnya untuk

pembekuan darah. Pada saat berkurangnya faktor pembekuan dapat menyebabkan terjadinya

perdarahan yang banyak dan dapat memperberat komplikasi.5,6

Epidemiologi

Inkompatibilitas ABO menurut statistik kira-kira 2% seluruh kehamilan terlihat dalam

ketidakselerasan golongan darah ABO dari 75% dari jumlah ini terdiri dari ibu golongan darah O

dan janin golongan A atau B. Mayoritas inkompatibilitas ABO 40% diderita oleh anak pertama

dan anak-anak berikutnya makin lama makin baik keadaannya.

Lebih sering terjadi pada bayi golongan B daripada A dan lebih sering pada bayi kulit

hitam daripada bayi kulit putih dengan golongan A atau B.7

Manifestasi klinis

Sebagian besar kasus bersifat ringan, dengan ikterus menjadi manifestas klinis satu-

satunya. peningkatan bilirubin minimal, hati dan limpa tidak mengalami pembesaran yang

berarti. Ikterus baru terjadi selama 24 jam pertama. Namun, kasus ini dapat menjadi parah dan

tanda-tanda dari kernicterus dapat terlihat, walaupun sangat jarang terjadi.6

Penatalaksanaan

Farmakologi

1. Obat Pengikat Bilirubin

Pemberian oral arang aktif atau agar menurunkan secara bermakna kadar bilirubin rata-

rata selama 5 hari pertama setelah lahir pada bayi sehat, tetapi potensi terapeutik

nodalitas ini belum diteliti secara ekstensif.

9

Page 10: Inkompatibilitas ABO Nikenshi

2. Pem-blokade Perubahan Heme Menjadi Bilirubin

Modalitas terapi ini ialah dengan mencegah pembentukan bilirubin dengan cara

menghambat secara kompetitif heme oksigenase yang akan menghambat penguraian

hem. Dapat digunakan metaloporfirin sintetik seperti protoporfirin timah dan yang

terbukti dapat menghambat heme oksigenase, mengurangi kadar bilirubin serum dan

meningkatkan ekskresi heme yang tidak dimetabolisasi melalui empedu. Karena potensi

toksisitas dari modalitas terapi ini belum diketahui secara pasti, maka jenis obat ini belum

diterapkan secara klinis pada anak. Selain protoporfirin timah, tersedia juga protoporfirin

seng atau mesoporfirin.8

Non-farmakologi

1. Fototerapi

Fototerapi saat ini masih menjadi modalitas terapeutik yang umum dilakukan

pada bayi dengan ikterus dan merupakan terapi primer pada neonatus dengan

hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi.

Bilirubin yang bersifat fotolabil, akan mengalami beberapa fotoreaksi apabila

terpajan ke sinar dalam rentang cahaya tampak, terutama sinar biru (panjang gelombang

420 nm - 470 nm) dan hal ini akan menyebabkan fotoisomerasi bilirubin. Turunan

bilirubin yang dibentuk oleh sinar bersifat polar oleh karena itu akan larut dalam air dan

akan lebih mudah `diekskresikan melalui urine. Bilirubin dalam jumlah yang sangat kecil

juga akan dipecah oleh oksigen yang sangat reaktif secara irreversibel yang diaktifkan

oleh sinar. Produk foto-oksidasi ini juga akan ikut diekskresikan melalui urine dan

empedu. Fototerapi kurang efektif diterapkan pada bayi dengan penyakit hemolitik, tetapi

mungkin dapat berguna untuk mengurangi laju akumulasi pigmen setelah melakukan

transfusi tukar. Beberapa penelitian menemukan bahwa seperti yang telah dikatakan

sebelumnya, bahwa terapi sinar mengubah senyawaan tetrapirol yang sulit larut dalam air

menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air. Namun, teori tersebut belum

sepenuhnya benar dikarenakan adanya temuan bahwa penurunan kadar bilirubin darah

yang tidak sebanding dengan jumlah dipirol yang terjadi, di samping itu pada terapi sinar

juga ditemukan peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum.

McDonagh dkk (1981) menemukan fakta bahwa secara in vitro maupun in vivo terjadi

10

Page 11: Inkompatibilitas ABO Nikenshi

isomerisasi bilirubin pada bayi dengan terapi sinar, fotobilirubin inilah yang

menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga

peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus.

Fototerapi terutama harus dilakukan sebelum bilirubin mencapai konsentrasi

kritis, penurunan konsentrasi mungkin belum tampak pada 12-24 jam, dan harus terus

dilanjutkan sampai konsentrasi bilirubin serum tetap di bawah 10 mg/dL. Walaupun telah

digunakan secara luas, terapi sinar masih belum dapat menggantikan transfusi tukar untuk

kasus hiperbilirubinemia yang memiliki risiko kernicterus

Efektivitas terapi sinar terutama dipengaruhi oleh seberapa luas bagian kulit bayi

yang terpapar oleh sinar dikarenakan proses isomerisasi terbanyak terjadi pada bagian

perifer yaitu di kulit atau kapiler jaringan subkutan, jumlah energi cahaya yang menyinari

kulit bayi, pengubahan posisi bayi secara berkala, jarak antara sumber cahaya dengan

bayi diatur agar bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (tidak boleh melebihi 50

cm dan kurang dari 10 cm). Energi cahaya yang optimal bisa didapatkan dari lampu neon

20 Watt yang ada di pasaran dengan panjang gelombang sinar antara 350-470 nm. Selain

penggunaan lampu neon, dibutuhkan pula pleksiglas untuk memblokade sinar ultraviolet,

dan filter biru untuk memperbesar energi cahaya yang sampai pada bayi. Beberapa hal

yang perlu diperhatikan selama berlangsung terapi sinar ini ialah:

a. Diusahakan agar tubuh bayi terpapar sinar seluas mungkin, bila perlu bukalah

pakaian bayi

b. Kedua mata dan gonad ditutup dengan penutup yang memantulkan cahaya

untuk melingungi sel-sel retina dan mencegah gangguan maturasi seksual

c. Bayi diletakkkan 8 inci di bawah sinar lampu, jarak ini ialah jarak terbaik

untuk mendapat energi cahaya yang optimal

d. Posisi bayi diubah setiap 18 jam agar seluruh badan terpapar sinar

e. Pengukuran suhu bayi setiap 4-6 jam/kali

f. Kadar bilirubin diukur setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya sekali dalam 24

jam

g. Perhatikan hidrasi bayi, bila perlu tingkatkan konsumsi cairan bayi

h. Lama terapi sinar dicatat

11

Page 12: Inkompatibilitas ABO Nikenshi

Bila terapi sinar tidak menunjukkan ada penurunan kadar bilirubin serum yang

berarti, dapat diduga kemungkinan lampu yang tidak efektif atau adanya komplikasi pada

bayi berupa dehidrasi, hipoksia, infeksi atau gangguan metabolisme yang harus

diperbaiki.

Beberapa efek samping yang dapat terjadi pada bayi dengan terapi sinar, antara

lain peningkatan insensible water loss pada bayi sehingga perlu diberikan pemberian

cairan yang lebih diperhatikan, frekuensi defekasi bayi meningkat akibat peningkatan

peristatltik usus, dapat terjadi diskolorasi gelap di kulit (bronze baby) akibat penimbunan

fotoderivatif bilirubin yang kecoklatan dalam darah, kerusakan retina yang dilaporkan

pada hewan percobaan bersamaan dengan meningkatnya risiko retinopati pada bayi oleh

karena itu perlindungan mata bayi sangatlah penting, hipokalsemia yang lebih umum

nampak pada bayi prematur, kenaikan suhu bayi yang berlebihan. Walau begitu, terapi

sinar masih dianggap sebagai terapi yang sangat aman dan tidak memiliki efek samping

serius yang berkelanjutan, efek samping akan hilang ketika terapi dihentikan segera.8

2. Transfusi Tukar

Pada umumnya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:

a. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek < 20 mg%

b. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3-1 mg%/jam

c. Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung

d. Bayi dengan kadar hemoglobin talipusat <14 mg% dan uji Coombs direk

positif

Transfusi tukar dilakukan dengan indikasi untuk menghindari efek toksisitas

bilirubin ketika semua modalitas terapeutik telah gagal atau tidak mencukupi. Sebagai

tambahan, prosedur ini dilakukan dengan bayi yang memiliki indikasi eritroblastosis

dengan anemia hebat, hidrops, atau bahkan keduanya bahkan ketika tidak adanya kadar

bilirubin serum yang tinggi.

Transfusi tukar terutama direkomendasikan ketika terapi sinar tidak berhasil dan

ketika bayi mengalami ikterus akibat Rh isoimunisasi dan inkompatibilitas ABO

sehingga jenis ikterusnya dapat dikatakan sebagai ikterus hemolitik dan memiliki risiko

neurotoksisitas yang lebih tinggi dibanding ikterus non-hemolitik. Prosedur ini dilakukan

12

Page 13: Inkompatibilitas ABO Nikenshi

dengan mengurangi kadar bilirubin hingga hampir 50% dan juga menghilangkan sekitar

80% sel darah merah abnormal yang telah tersensitisasi serta melawan antibodi agar

proses hemolisis tidak terjadi. Prosedur ini bersifat invasif dan bukan prosedur yang

bebas risiko, karena prosedur ini memiliki risiko mortalitas sebesar 1-5%, dapat pula

berkomplikasi menjadi necrotizing enterocolitis (NEC), infeksi, gangguan elektrolit,

ataupun trombositopenia sehingga prosedur ini harus dilakukan secara hati-hati. Sebelum

dilakukan transfusi dapat diberikan albumin 1,0 g/kg untuk mempercepat keluarnya

bilirubin ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya akan lebih mudah

dikeluarkan dengan transfusi tukar, lalu kemudian diberikan IVIG 0,5-1 g/kg untuk kasus

hemolisis yang diperantarai oleh antibodi.

Komplikasi

Anemia berat dengan pembesaran hati dan limpa

Hidrops fetalis

Hal ini terjadi sebagai organ bayi tidak mampu untuk menangani anemia. Jantung

mulai gagal dan sejumlah besar cairan membangun pada jaringan bayi dan organ. Sebuah

janin dengan hidrops berisiko besar yang lahir mati.

Kernikterus

Kernikterus adalah bentuk yang paling parah hiperbilirubinemia dan hasil

penumpukan bilirubin dalam otak. Hal ini dapat menyebabkan kejang, kerusakan otak,

ketulian, dan kematian.8

Prognosis

Secara keseluruhan, angka survival dapat mencapai 85-90%, namun dapat berkurang

sebanyak 15% pada janin dengan hidrops fetus.

13

Page 14: Inkompatibilitas ABO Nikenshi

KESIMPULAN

Bayi perempuan berumur 5 tahun menderita inkompatibilitas ABO karena ditemukan

sclera dan kulit ikterik hingga daerah abdomen dan diketahui juga bahwa golongan darah si ibu

adalah O.

DAFTAR PUSTAKA

1. Subekti NB, alih bahasa. Buku saku patofisologi corwin. Jakarta: EGC; 2007.h.421-3.

2. Swartz M, editor. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2010.h. 128-30.

3. Abraham MR, Julien IE, Hoffman CD, Rudolph. Buku ajar pediatri Rudolph. Jakarta: EGC;

2011.h.183-9.

4. Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, et al. Nelson textbook of pediatrics.19th ed.

Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011.p.619.

5. Nickel PC. Incidence of a Type AB Infant Born to a Type O Mother. Medscape 2014 May 2.

Available from URL: http://www.medscape.com/viewarticle/520559_4.

6. Waldron PE, Cashore WJ, editors. Hemolytic diseases of the fetus and newborn.

Cambridge: Cambridge University Press; 2012.h.91-119.

7. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. Biokimia harper. Edisi ke-29. Jakarta:

EGC; 2014.h.393-9.

8. Hassan R, Alatas H, penyunting. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jakarta:

Indomedika;2010.h.1101-14.

14