IKTERUS NEONATORUM

40
IKTERUS NEONATORUM I. PENDAHULUAN Ikterus neonatorum telah sejak lama dikenal. Penggunaan istilah Kernikterus telah digunakan sejak awal tahun 1900 untuk menyebutkan pewarnaan kuning pada basal ganglia neonatus yang meninggal akibat ikterus berat. Sejak tahun 1950 hingga 1970, terjadi peningkatan insiden penyakit Rhesus hemolitik dan kernikterus sehingga pediatrisian menjadi lebih agresif dalam penatalaksanaan ikterus. Meskipun demikian, beberapa faktor telah merubah manajemen penatalaksanaan ikterus. 1 Ikterus terjadi selama usia minggu pertama pada sekitar 60% bayi cukup bulan dan 80% pada bayi prematur. Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross- sectional yang dilakukan di RSCM selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. 2 1

Transcript of IKTERUS NEONATORUM

Page 1: IKTERUS NEONATORUM

IKTERUS NEONATORUM

I. PENDAHULUAN

Ikterus neonatorum telah sejak lama dikenal. Penggunaan istilah

Kernikterus telah digunakan sejak awal tahun 1900 untuk menyebutkan

pewarnaan kuning pada basal ganglia neonatus yang meninggal akibat ikterus

berat. Sejak tahun 1950 hingga 1970, terjadi peningkatan insiden penyakit Rhesus

hemolitik dan kernikterus sehingga pediatrisian menjadi lebih agresif dalam

penatalaksanaan ikterus. Meskipun demikian, beberapa faktor telah merubah

manajemen penatalaksanaan ikterus.1

Ikterus terjadi selama usia minggu pertama pada sekitar 60% bayi cukup

bulan dan 80% pada bayi prematur. Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang

lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Di Indonesia, didapatkan

data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi

cross-sectional yang dilakukan di RSCM selama tahun 2003, menemukan

prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58%  untuk kadar bilirubin di atas

5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu

pertama kehidupan.2

Sebagian besar ikterus pada neonatus tidak memiliki penyebab dasar atau

disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama

kehidupan pada bayi cukup bulan. Tetapi sebagian kecil memiliki penyebab

seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus patologik) sehingga

menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Ensefalopati

bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat.  Selain

memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa

berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat

mempengaruhi kualitas hidup. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus

dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.2

1

Page 2: IKTERUS NEONATORUM

II. DEFINISI

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan

mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin.

Jaringan permukaan yang kaya elastin, seperti sklera dan permukaan bawah lidah,

biasanya menjadi kuning pertama kali. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak

apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 μmol/L, sedangkan pada neonatus baru

tampak apabila serum bilirubin sudah > 5 mg/dL (> 86 μmol/L). Bilirubin serum

normal adalah 0,1 – 0,3 mg/dl. Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin

dalam darah > 13 mg/dL. Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada

umumnya adalah fisiologis.2

Bilirubin dalam darah terdiri dari dua bentuk, yaitu bilirubin direk dan

bilirubin indirek. Bilirubin direk larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui

urin. Sedangkan bilirubin indirek tidak larut dalam air dan terikat pada albumin.

Bilirubin total merupakan penjumlahan bilirubin direk dan indirek.3

III.KLASIFIKASI

3.1 Ikterus Fisiologis

Ikterus neonatorum fisiologis merupakan hasil dari terjadinya fenomena

berikut:3,4

Peningkatan produksi bilirubin karena peningkatan penghancuran eritrosit

janin (hemolisis). Hal ini adalah hasil dari pendeknya umur eritrosit janin dan

massa eritrosit yang lebih tinggi pada neonatus (Kadar Hb neonatus cukup

bulan sekitar 16,8 gr/dl).

Kapasitas ekskresi yang rendah dari hepar karena konsentrasi rendah dari

ligan protein pengikat di hepatosit (rendahnya uptake) dan karena aktivitas

yang rendah dari glukuronil transferase, enzim yang bertanggung jawab untuk

mengkonjugasikan bilirubin dengan asam glukuronat sehingga bilirubin

menjadi larut dalam air (konjugasi).

2

Page 3: IKTERUS NEONATORUM

Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih sedikitnya flora normal di

usus dan gerakan usus yang tertunda akibat belum ada intake nutrien.

Pada keadaan normal, kadar bilirubin indirek bayi baru lahir adalah 1-3

mg/dl dan naik dengan kecepatan < 5 mg/dl/24 jam, dengan demikian ikterus

fisiologis dapat terlihat pada hari ke-2 sampai ke-3, berpuncak pada hari ke-2 dan

ke-4 dengan kadar berkisar 5-6 mg/dL (86-103 μmol/L), dan menurun sampai di

bawah 2 mg/dl antara umur hari ke-5 dan ke-7. Secara umum karakteristik ikterus

fisiologis adalah sebagai berikut:4

Timbul pada hari kedua – ketiga.

Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada

neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada neonatus kurang bulan.

Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari.

Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %.

Kadar bilirubin indirek pada bayi cukup bulan menurun sampai pada kadar

orang dewasa (1 mg/dl) pada umur 10-14 hari.

Tidak mempunyai dasar patologis.

Pada bayi prematur kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau lebih

lambat daripada kenaikan bilirubin bayi cukup bulan, tetapi jangka waktunya

lebih lama, biasanya menimbulkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai

pada hari ke-4 dan ke-7.4

3.2 Ikterus Patologik

3

Page 4: IKTERUS NEONATORUM

Peningkatan level bilirubin indirek yang lebih tinggi lagi tergolong

patologis yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Beberapa keadaan

berikut tergolong dalam ikterus patologis, antara lain:3,4

Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.

Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang

bulan >10 mg/dL.

Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.

Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.

Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi

G6PD, atau sepsis)

Ikterus yang disertai oleh: Berat lahir <2000 gram, Masa gestasi 36 minggu,

Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonatus, Infeksi, Trauma lahir

pada kepala, Hipoglikemia

Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada aterm) atau >14

hari (pada prematur)

Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologik

tersebut tidak selalu sama pada tiap bayi tergantung usia gestasi, berat badan bayi

dan usia bayi saat terlihat kuning. Penyebab yang sering adalah hemolisis akibat

inkompatibilitas golongan darah atau Rh (biasanya kuning sudah terlihat pada 24

jam pertama), dan defisiensi enzim G6PD. Digolongkan sebagai

hiperbilirubinemia patologis apabila kadar serum bilirubin terhadap usia

neonatus > 95 persentil menurut Normogram Bhutani.5

4

Page 5: IKTERUS NEONATORUM

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus patologis) dapat

disebabkan oleh faktor/keadaan:3,6

Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi

G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.

Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra

uterin.

Polisitemia.

Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.

Ibu diabetes.

Asidosis.

Hipoksia/asfiksia.

Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor

intrahepatik dan ekstra hepatik yang bersifat fungsional atau disebabkan oleh

obstruksi mekanik.

5

Page 6: IKTERUS NEONATORUM

Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi

enterohepatik.

IV. METABOLISME BILIRUBIN

Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan

oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin

darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif.

Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan

biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan

menjadi bilirubin tak terkonjugasi atau bilirubin IX α. Zat ini sulit larut dalam air

tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit

diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah

otak. Selain itu juga bersifat non-polar (bereaksi indirek).3,4

Metabolisme bilirubin bayi baru lahir berada dalam transisi dari stadium

janin dimana plasenta menjadi tempat utama eliminasi bilirubin yang larut lemak,

ke stadium dewasa dimana bentuk bilirubin yang terkonjugasi yang larut air

diekskresikan dari sel hati ke dalam sistem biliaris dan kemudian ke dalam

saluran pencernaan.3

Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan

dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin

terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera

setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z

dan glutation hepar lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hepar,

tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil

transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin

ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal.

Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus

hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya didekonjugasikan oleh

6

Page 7: IKTERUS NEONATORUM

enzim B-glukoronidase di usus menjadi bentuk yang tidak terkonjugasi.

Selanjutnya diuraikan oleh bakteri usus menjadi sterkobilinogen dan keluar

dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian bentuk yang tak

terkonjugasi tersebut diabsorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah

proses absorpsi entero-hepatik.3

Gambar 2. Metabolisme bilirubin3

7

Page 8: IKTERUS NEONATORUM

V. ETIOLOGI

Peningkatan produksi bilirubin, defisiensi dari uptake hepar, gangguan

konjugasi bilirubin, dan peningkatan sirkulasi enterohepatik bilirubin menjadi

sebagian besar penyebab ikterus patologis pada bayi baru lahir.1,4

Peningkatan produksi

Peningkatan produksi bilirubin terjadi pada neonatus dengan berbagai ras,

sebanding dengan neonatus dengan inkompatibilitas golongan darah, defisiensi

enzim eritrosit, atau defek struktural dari eritrosit. Kecenderungan terjadinya

hiperbilirubinemia pada kelompok ras tertentu belum dimengerti secara jelas.1

Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan

penyebab tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang

timbul sering disebut sebagai ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen

empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui

kemampuan hati. Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin tak

terkonjugasi dalam darah. Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air,

sehingga tidak dapat di ekskresi dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun

demikian terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan

beban bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta ekskresi), yang

selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feses dan urine. Urine

dan feses berwarna lebih gelap.4,6

Gangguan ambilan bilirubin

Ambilan bilirubin tak terkonjugasi terikat-albumin oleh sel hati dilakukan

dengan memisahkan dan mengikatkan bilirubin terhadap protein penerima. Hanya

beberapa obat yang telah terbukti berpengaruh dalam ambilan bilirubin oleh hati :

asam flavaspidat (dipakai untuk mengobati cacing pita), novobiosin, dan beberapa

zat warna kolesistografi. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan ikterus biasanya

menghilang bila obat pencetus dihentikan. Dahulu, ikterus neonatal dan beberapa

8

Page 9: IKTERUS NEONATORUM

kasus sindrom gilbert dianggap disebabkan oleh defisiensi protein penerima dan

gangguan ambilan oleh hati. Namun pada sebagian besar kasus ditemukan adanya

defisiensi glukoronil transferase, sehingga keadaan ini paling baik dianggap

sebagai defek konjugasi bilirubin.6

Gangguan konjugasi bilirubin

Defisiensi dari enzim uridine diphosphate glucuronosyltransferase

(UDPGT), enzim yang dibutuhkan dalam proses konjugasi bilirubin merupakan

penyebab lain yang penting pada ikterus neonatorum. Tiga gangguan herediter

yang menyebabkan defisiensi progresif enzim glukoronil transferase adalah:

sindrom Gilbert dan sindrom Crigler-Najjar tipe I dan tipe II. Meskipun seluruh

bayi baru lahir relatif kekurangan enzim tersebut, mereka yang menderita sindrom

Crigler–Najjar tipe 1, dimana defisiensi enzim tersebut cukup parah, dapat

bermanifestasi sebagai ensefalopati bilirubin pada hari-hari atau bulan-bulan

pertama kehidupannya. Sebaliknya, ensefalopati jarang terjadi pada sindrom

Crigler–Najjar tipe II, dimana kadar bilirubin serum jarang melebihi 20 mg/dl.4,6

Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi

Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor fungsional

maupun obstruktif, terutama menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia

terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi larut dalam air, sehingga dapat diekskresi

dalam urine dan menimbulkan bilirubinuria serta urine yang gelap. Urobilinogen

feses dan urobilinogen urine sering menurun sehingga feses terlihat pucat.

Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai bukti-bukti kegagalan

ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fosfatase alkali, AST, kolesterol,

dan garam empedu dalam serum. Kadar garam empedu yang meningkat dalam

darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus akibat hiperbilirubinemia

terkonjugasi biasanya lebih kuning dibandingkan akibat hiperbilirubinemia tak

9

Page 10: IKTERUS NEONATORUM

terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari oranye–kuning muda atau tua sampai

kuning–hijau muda atau tua bila terjadi obstruksi total aliran empedu. Perubahan

ini merupakan bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain ikterus

obstruktif. Kolestatis dapat berupa intrahepatik (mengenai sel hati, kanalikuli,

atau kolangiola) atau ekstrahepatik (mengenai saluran empedu diluar hati). Pada

kedua keadaan ini terdapat gangguan biokimia yang serupa.4

Penyebab tersering kolestasis ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu,

biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pankreas

menyebabkan tekanan pada duktus koledokus dari luar; demikian juga dengan

karsinoma ampula Vateri. Penyebab yang lebih jarang adalah striktur paska

peradangan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar limfe pada porta

hepatis. Lesi intrahepatik seperti hepatoma kadang-kadang dapat menyumbat

duktus hepatikus kanan atau kiri. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh

beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan

darah merah seperti infeksi, toksoplasmosis, syphilis, hepatitis neonatus.6

Gangguan transportasi

Akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya hipoalbuminemia

atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.4

Peningkatan sirkulasi enterohepatik

Meningkatnya sirkulasi enterohepatik bilirubin dalam keadaan puasa

dapat pula menyebabkan hiperbilirubinemia yang berlebihan. Bayi baru lahir

yang tidak diberi asupan yang benar atau yang mendapatkan ASI ekslusif

memiliki kadar bakteria intestinal yang rendah, sementara bakteri tersebut dapat

mengubah bilirubin menjadi derivatnya yang tidak dapat diresorbsi, sehingga

sirkulasi enterohepatik bilirubin dapat meningkat pada bayi tersebut.4,6

VI. PATOFISIOLOGI

10

Page 11: IKTERUS NEONATORUM

Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang

berlangsung dalam 3 fase, yaitu pre-hepatik, intrahepatik, post-hepatik, masih

relevan. Pentahapan yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan

metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor

plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier. Ikterus disebabkan oleh

gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin tersebut.7,8

6.1 Fase Pre-hepatik

Fase prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan

oleh hal-hal yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah). 7

Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4

mg/kg BB terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah

merah yang matang oleh sel-sel retikuloendotelial, sedangkan sisanya 20-

30% berasal dari protein heme lainnya yang berada terutama dalam sumsum

tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab

utama peningkatan pembentukan bilirubin.

Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak

terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak

dapat melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni.

6.2 Fase Intra-hepatik

Fase intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada

hati yang mengganggu proses pembuangan bilirubin. 7,8

Liver uptake. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan

cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.

Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami

konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida /

bilirubin konjugasi / bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan

11

Page 12: IKTERUS NEONATORUM

bilirubin yang tidak larut dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai

kompleks dengan molekul amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak

terdapat dalam empedu, bilirubin harus dikonversikan menjadi derivat yang

larut dalam air sebelum diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama

dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk

bilirubin glukuronid / bilirubin terkonjugasi / bilirubin direk.

6.3 Fase Post-hepatik

Fase post-hepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar

hati oleh batu empedu atau tumor . 7,8

Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus

bersama bahan lainnya. Di dalam usus, flora bakteri mereduksi bilirubin

menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja

yang memberi warna coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke

dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai mencapai air seni sebagai

urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan bilirubin konjugasi tetapi tidak

bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap

khas pada gangguan hepatoseluler atau kolestasis intrahepatik.

Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari

keempat mekanisme ini: over produksi, penurunan ambilan hepatik, penurunan

konjugasi hepatik, penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi

intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik).7

VII. DIAGNOSIS

Ikterus dapat timbul saat lahir atau setiap saat selama masa neonatus,

tergantung pada etiologinya. Ikterus biasanya dimulai pada daerah wajah dan

ketika kadar serum bilirubin bertambah akan turun ke abdomen dan selanjutnya

12

Page 13: IKTERUS NEONATORUM

ke ekstremitas. Untuk menegakkan diagnosis diperlukan langkah-langkah mulai

dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.5

7.1 Anamnesis5

1. Waktu terjadinya onset ikterus. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti

penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat

timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan etiologinya.

2. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin,

malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal).

3. Usia gestasi.

4. Riwayat persalinan dengan tindakan atau komplikasi.

5. Riwayat ikterus, kernikterus, kematian, defisiensi G6PD, terapi sinar, atau

transfusi tukar pada bayi sebelumnya.

6. Inkompatibilitas darah (golongan darah ibu dan janin).

7. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa.

8. Munculnya gejala-gejala abnormalitas seperti apnu, kesulitan menyusu,

intoleransi susu, dan ketidakstabilan temperatur.

9. Bayi menunjukkan keadaan lesu, dan nafsu makan yang jelek.

10. Gejala-gejala kernikterus.

7.2 Pemeriksaan Fisik

Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau

beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang

cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat

dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap.

Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan

jaringan subkutan. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang

mendapatkan terapi sinar. 5

Hal-hal yang perlu diperiksa pada ikterus ini antara lain: 5

13

Page 14: IKTERUS NEONATORUM

Kondisi umum, penentuan usia gestasi neonatus, berat badan, tanda-tanda

sepsis, status hidrasi.

Tanda-tanda kernikterus seperti letargi, hipotonia, kejang, opistotonus, high

pitch cry.

Pallor, plethora, cephalhematom, perdarahan subaponeurotik.

Tanda-tanda infeksi intrauterin seperti pateki, splenomegali.

Progresi sefalo-kaudal pada ikterus berat.

Penilaian klinis derajat ikterus neonatal menurut Kramer, yaitu: 1,3

Kramer I Daerah kepala (Bilirubin total ± 5 – 7 mg)

Kramer II Daerah dada – pusat (Bilirubin total ± 7 – 10 mg%)

Kramer III Perut dibawah pusat - lutut (Bilirubin total ± 10 – 13 mg)

Kramer IV Lengan sampai pergelangan tangan, tungkai bawah sampai

pergelangan kaki (Bilirubin total ± 13 – 17 mg%)

Kramer V hingga telapak tangan dan telapak kaki (Bilirubin total >17 mg

%)

7.3 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan serum bilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan

pada neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit

atau bayi-bayi yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat.

Namun pada bayi yang mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera

mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar

serum bilirubin. 2,5

Transcutaneous bilirubinometer (TcB) atau ikterometer dapat digunakan

untuk menentukan kadar serum bilirubin total dengan cara yang non-invasif tanpa

harus mengambil sampel darah. Namun alat ini hanya valid untuk kadar bilirubin

total < 15 mg/dL (<257 μmol/L), dan tidak ‘reliable’ pada kasus ikterus yang

14

Page 15: IKTERUS NEONATORUM

sedang mendapat terapi sinar. Alat ini digunakan untuk menskrining bayi.

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan

penyebab ikterus antara lain : 2,5

• Golongan darah dan Coombs test

• Darah lengkap dan hapusan darah tepi

• Hitung retikulosit, skrining G6PD

• Bilirubin total, direk, dan indirek

Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam

tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga

perlu diukur.

Gambar 3. Bagan Diagnosis Ikterus Neonatorum9

7.4 Kernikterus

Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak

terkonjugasi di dalam sel-sel otak. Gambaran klinis kernikterus bervariasi, dan >

15% bayi baru lahir tidak menunjukkan gejala neurologis yang nyata. Penyakit ini

dapat dibagi menjadi bentuk akut dan kronik.1

15

Page 16: IKTERUS NEONATORUM

Tabel 1. Gejala Klinis Kernikterus1

Bentuk akut biasanya memiliki tiga fase. Sedangkan bentuk kronik

dikarakteristikkan dengan hipotonia pada tahun pertama, dan setelah itu terjadi

abnormalitas ekstrapiramidal dan ketulian sensorineural. Perubahan spesifik yang

tampak pada gambaran MRI yaitu berupa peningkatan intensitas sinyal dalam

globus palidus pada gambaran T2-weighted menunjukkan korelasi yang erat

dengan terjadinya deposisi bilirubin dalam ganglia basalis.1

Beberapa perubahan akan menghilang secara spontan atau dapat

dibalikkan dengan transfusi tukar. Pada sebagian besar bayi dengan

hiperbilirubinemia sedang hingga berat, respon yang ditimbulkan dapat

menghilang setelah 6 bulan, dan pada sebagian kecilnya yang lain abnormalitas

tersebut dapat menjadi permanen. Pada sebuah penelitian yang melakukan follow-

up setelah 17 tahun mendapatkan bahwa terdapat hubungan antara bayi yang

mengalami hiperbilirubinemia berat (konsentrasi bilirubin serum ≥ 20 mg/dl)

dengan IQ yang rendah pada anak laki-laki saja, tidak pada anak perempuan.1,9,10

VIII. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk

mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat

menbimbulkan kernikterus atau ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab

langsung ikterus. Dianjurkan agar dilakukan fototerapi, dan jika tidak berhasil

16

Page 17: IKTERUS NEONATORUM

transfuse tukar dapat dilakukan untuk mempertahankan kadar maksimum

bilirubin total dalam serum dibawah kadar maksimum pada bayi preterm dan bayi

cukup bulan yang sehat. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme

bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian

kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga

dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-

obatan IVIG (Intra Venous Immuno Globulin) dan Metalloporphyrins dipakai

dengan maksud menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi

bilirubin.1,2

8.1 Fototerapi

Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak

1958. Teori terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya

isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-

bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk

isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah

diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu. 1,11

Fototerapi tetap menjadi standar terapi hiperbilirubinemia pada bayi.

Fototerapi yang efisien dapat menurunkan konsentrasi bilirubin serum secara

cepat. Pembentukan lumirubin, komponen yang larut air merupakan prinsip

eliminasi bilirubin dengan fototerapi.

17

Page 18: IKTERUS NEONATORUM

Gambar 4. Prinsip Fototerapi.11

Gambar 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas fototerapi.11

Bayi yang diterapi dengan fototerapi ditempatkan di bawah sinar (delapan

bohlam lampu fluoresens) dan lebih baik dalam keadaan telanjang dengan mata

tertutup. Temperatur dan status hidrasi harus terus dipantau. Fototerapi dapat

sementara dihentikan selama 1 – 2 jam untuk mempersilahkan keluarga

berkunjung atau memberikan ASI atau susu formula. Waktu yang tepat untuk

memulai fototerapi bervariasi tergantung dari usia gestasi bayi, penyebab ikterus,

berat badan lahir, dan status kesehatan saat itu. Fototerapi dapat dihentikan ketika

konsentrasi bilirubin serum berkurang hingga sekitar 4-5 mg/dl.11

18

Page 19: IKTERUS NEONATORUM

Gambar 6. Petunjuk penggunaan fototerapi pada neonatus dengan usia gestasi ≥ 35

minggu.5

8.2 Transfusi tukar

Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah

yang dilanjutkan dengan pemasukan darah dari donor dalam jumlah yang sama.

Teknik ini secara cepat mengeliminasi bilirubin dari sirkulasi. Antibodi yang

bersirkulasi yang menjadi target eritrosit juga disingkirkan. Transfusi tukar

sangat menguntungkan pada bayi yang mengalami hemolisis oleh sebab apapun.

Satu atau dua kateter sentral ditempatkan, dan sejumlah kecil darah pasien

dikeluarkan, kemudian ditempatkan sel darah merah dari donor yang telah

19

Page 20: IKTERUS NEONATORUM

dicampurkan dengan plasma. Prosedur tersebut diulang hingga dua kali lipat

volume darah telah digantikan. Selama prosedur, elektrolit dan bilirubin serum

harus diukur secara periodik. Jumlah bilirubin yang dibuang dari sirkulasi

bervariasi tergantung jumlah bilirubin di jaringan yang kembali masuk ke dalam

sirkulasi dan rata-rata kecepatan hemolisis. Pada beberapa kasus, prosedur ini

perlu diulang untuk menurunkan konsentrasi bilirubin serum dalam jumlah

cukup. Infus albumin dengan dosis 1 gr/kgBB 1 – 4 jam sebelum transfusi tukar

dapat meningkatkan jumlah total bilirubin yang dibuang dari 8,7 – 12,3

mg/kgBB, menunjukkan kepentingan albumin dalam mengikat bilirubin.1

Sejumlah komplikasi transfusi tukar telah dilaporkan, antara lain

trombositopenia, trombosis vena porta, enterokolitis nekrotikan, gangguan

keseimbangan elektrolit, graft-versus-host disease, dan infeksi. Oleh sebab itu

transfusi tukar hanya didindikasikan pada bayi dengan kriteria sebagai berikut:1

1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu

2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir

3. Gagal fototerapi intensif

4. Kadar bilirubin direk > 3,5 mg/dl di minggu pertama

5. Serum bilirubin indirek > 25 mg/dl pada 48 jam pertama

6. Hemoglobin < 12 gr/dl

7. Bayi pada resiko terjadi ensefalopati bilirubin

8. Munculnya tanda-tanda klinis yang memberikan kesan kernikterus pada

kadar bilirubin berapapun

Penggunaan transfusi tukar menurun secara drastis setelah pengenalan

prosedur fototerapi, dan optimalisasi fototerapi lebih lanjut dapat membatasi

penggunaannya.1

20

Page 21: IKTERUS NEONATORUM

Gambar 7. Pedoman transfusi tukar pada neonatus dengan usia gestasi ≥ 35 minggu.5

Tabel 2. Pedoman fototerapi dan transfusi tukar neonatus usia gestasi ≥ 35 minggu.5

21

Page 22: IKTERUS NEONATORUM

8.3 Terapi farmakologis

Fenobarbital telah digunakan sejak pertengahan tahun 1960 untuk

meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin dengan mengaktivasi enzim

glukoronil-transferase, tetapi penggunaanya kurang efektif. Percobaan yang

dilakukan pada mencit menunjukkan fenobarbital mengurangi metabolisme

oksidatif bilirubin dalam jaringan saraf sehingga meningkatkan resiko efek

neurotoksik. Pemberian fenobarbital akan membatasi perkembangan ikterus

fisiologis pada bayi baru lahir bila diberikan pada ibu dengan dosis 90 mg/24 jam

sebelum persalinan atau pada saat bayi baru lahir dengan dosis 10 mg/kg/24 jam.

Meskipun demikian fenobarbital tidak secara rutin dianjurkan untuk mengobati

ikterus pada neonatus karena:1,2

a. Pengaruhnya pada metabolisme bilirubin baru terlihat setelah beberapa hari

pemberian.

b. Efektivitas obat ini lebih kecil daripada fototerapi dalam menurunkan kadar

bilirubin.

c. Mempunyai pengaruh sedatif yang tidak menguntungkan.

d. Tidak menambah respon terhadap fototerapi.

22

Page 23: IKTERUS NEONATORUM

Beberapa penelitian juga menguji efektivitas dari enzim bilirubin oksidase

yang diperoleh dari fungi. Bilirubin tidak terkonjugasi dimetabolisme oleh enzim

bilirubin oksidase. Ketika darah melalui filter yang mengandung bilirubin

oksidase tersebut maka > 90% bilirubin didegradasi dalam sekali langkah.

Prosedur tersebut terbukti bermanfaat dalam terapi hiperbilirubinemia

neonatorum, tetapi belum diujikan secara klinis. Lebih lanjut, kemungkinan dapat

terjadi reaksi alergi pada penggunaan prosedur tersebut karena enzim diperoleh

dari fungus.1,12

IX. PROGNOSIS

Dengan menggunakan kriteria patologis, sepertiga bayi (semua umur

kehamilan) yang penyakit hemolitiknya tidak diobati dan kadar bilirubinnya

lebih dari 20 mg/dl, akan mengalami kernikterus. Kernikterus didapatkan pada

8% bayi dengan hemolisis Rh yang memiliki konsentrasi bilirubin serum 19-24

mg/dl, 33% pada bayi dengan konsentrasi bilirubin 25-29 mg/dl, dan 73% pada

bayi dengan konsentrasi bilirubin 30-40 mg/dl.2

Tanda-tanda neurologis yang jelas mempunyai prognosis yang jelek, ada

75% atau lebih bayi-bayi yang demikian meninggal, dan 80% yang bertahan

hidup menderita koreoatetosis bilateral dengan spasme otot involunter. Retardasi

mental, tuli, dan kuadriplegia sapstis lazim terjadi. Bayi yang berisikio harus

menjalani skrining pendengaran.2,13

X. KESIMPULAN

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan

mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin.

Pada kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan

tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar

23

Page 24: IKTERUS NEONATORUM

atau disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama

kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti

hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus patologis).

Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk

mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat

menbimbulkan kernikterus atau ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab

langsung ikterus. Dianjurkan agar dilakukan fototerapi, dan jika tidak berhasil

transfusi tukar dapat dilakukan untuk mempertahankan kadar maksimum bilirubin

total dalam serum dibawah kadar maksimum pada bayi preterm dan bayi cukup

bulan yang sehat.

Lampiran

Algoritma Penatalaksanaan ikterus neonatorum

24

Page 25: IKTERUS NEONATORUM

DAFTAR PUSTAKA

25

Page 26: IKTERUS NEONATORUM

1. Ennery, P., Eidman, A., Tevenson, D., 2001. Neonatal Hyperbilirubinemia. New England Journal of Medicine, Vol. 344, No. 8.

2. Etika, R., Harianto, A., Indarso, F., Damanik, Sylviati M. 2004. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus. Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fk Unair/Rsu Dr. Soetomo – Surabaya.

3. Hansen, Thor Willy Ruud. 2010. Core Concepts: Bilirubin Metabolism. Neoreviews vol. 11; hal. E316-E322.

4. Gartner, Lawrence M. 1994. Neonatal Jaundice. Pediatrics Review. Vol. 15; hal. 422-432.

5. American Academy of Pediatrics, Subcommittee on Hyperbilirubinemia. 2004. Management Of Hyperbilirubinemia In The Newborn Infant 35 Or More Weeks Of Gestation. Pediatrics; 114;297-316.

6. Maisels, M. J., & Mcdonagh, Antony F. 2008. Phototherapy For Neonatal Jaundice. New England Journal of Medicine; 358:920-8.

7. Sedlaka, Thomas W., Salehb, B. Masoumeh, Higginsonb, Daniel S., Paulb, Bindu D., Julurib, Krishna R., Snyder, Solomon H. 2009. Bilirubin And Glutathione Have Complementary Antioxidant And Cytoprotective Roles. The National Academy Of Sciences Of The USA Vol. 106 No. 13 Hal 5171–5176.

8. Neimark, Ezequiel & Leleiko, Neal S. 2009. Antioxidant Effect of Bilirubin And Pediatric Nonalcoholic Fatty Liver Disease Pediatrics; 124; E1240-E1241.

9. Seidman DS, Paz I, Stevenson DK, Laor A, Danon YL, Gale R. 1991. Neonatal hyperbilirubinemia and physical and cognitive performance at 17 years of age. Pediatrics; vol. 88: hal. 828-833.

10. Johnson LH, Sivieri E, Bhutani V. 1999. Neurologic outcome of singleton > 2500g CORE Project babies not treated for hyperbilirubinemia. Pediatrics Res; vol. 45: 203A.

26

Page 27: IKTERUS NEONATORUM

11. Maisels, M. J., & Mcdonagh, Antony F. 2008. Phototherapy For Neonatal Jaundice. New England Journal of Medicine; 358:920-8.

12. Maisels M.J, Ostrea E.W, Touch S., et al. 2004. Evaluation of a new transcutaneous bilirubinometer. Pediatrics; 113 : 1628.

13. Ebbesen F, Agati G and Pratesi R. Phototherapy with turquoise vs blue light. Arch Dis Child Fetal-Neonatal 2003; 88 : 430-1.

27