ikan kerapu
-
Upload
budi-susanto -
Category
Documents
-
view
142 -
download
13
Transcript of ikan kerapu
Bayu Prasetya Wibowo. C14051356. Blood Meal. 2010
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebutuhan Nutrisi Ikan Kerapu
Pada kegiatan budidaya perairan, laju pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh
pakan, khususnya dari jumlah dan kualitas. Jika jumlah dan kualitas pakan sesuai
dengan kebutuhan ikan, maka akan diperoleh pertumbuhan yang optimal. Oleh
karena itu perlu diketahui kebutuhan nutrisi ikan yang meliputi protein, lemak,
karbohidrat, vitamin dan mineral (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2001).
Protein merupakan elemen penting penyusun dasar jaringan tubuh dan
struktur nitrogen lain seperti enzim, asam nukleat, hormon, dan vitamin
(Watanabe, 1988). Menurut Giri (1998) kebutuhan protein stadia juvenil untuk
beberapa jenis ikan kerapu yang bersifat karnivor lebih tinggi daripada ikan
omnivora atau herbivora yaitu sekitar 47,8% - 60% dalam pakan. Pada penelitian
Usman et al. (2005) disimpulkan bahwa kadar protein 53% dalam pakan ikan
kerapu menghasilkan laju pertumbuhan harian 0,31%. Sedangkan pada perlakuan
kadar protein 41% dan 47% menghasilkan laju pertumbuhan harian masing-
masing sebesar 0,24% dan 0,28%. Kandungan protein yang optimal dalam pakan
dipengaruhi oleh keseimbangan protein itu sendiri dengan energi, komposisi asam
amino, kecernaan protein dan sumber energi pakan (Halver, 1989).
Kebutuhan ikan akan lemak terbagi manjadi 2 fungsi utama yaitu sebagai
sumber energi dan sumber asam lemak. Pada ikan karnivor lemak lebih berperan
penting karena ketersediaan karbohidrat dalam pakannya rendah. Lemak juga
digunakan untuk bahan penyusun sel dan untuk pemeliharaan membran-membran
sel (Watanabe, 1988). Selain itu lemak juga diperlukan sebagai pemeliharaan dari
bentuk dan fungsi fosfolipid, membantu absorpsi vitamin yang larut dalam lemak,
dan mempertahankan daya apung (NRC, 1993). Suwirya et al. (2004) menyatakan
bahwa lemak yang dibutuhkan ikan kerapu adalah asam lemak linolenat (omega-
3) terutama dengan ikatan ganda tinggi. Kebutuhan asam lemak esensial ikan laut
sekitar 9-16 % dalam pakan dengan 2,5 % omega-3 HUFA. Menurut Garling dan
Wilson (1976) dalam Lovell (1989), kelebihan energi yang ada dapat disimpan
dalam bentuk protein atau lemak. Ketika terjadi keterbatasan nutrisi esensial maka
sintesis protein akan terhenti dan kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk
4
Bayu Prasetya Wibowo. C14051356. Blood Meal. 2010
lemak. Penyimpanan lemak dapat dijaga pada tingkat minimum dengan menjaga
keseimbangan nutrisi terhadap energi (energi:protein rasio).
Karbohidrat pada ikan karnivor hanya dibutuhkan sekitar 10-20 %, lebih
sedikit dibanding ikan omnivor atau herbivor (Watanabe, 1988). Pada pakan,
karbohidrat tidak hanya dimanfaatkan sebagai sumber energi, tetapi juga
dimanfaatkan sebagai binder (Webster dan Lim, 2002). Menurut Lovell (1989),
vitamin merupakan senyawa organik yang kompleks dan berperan penting untuk
pertumbuhan, kesehatan, reproduksi, dan pemeliharaan. Penggunaan vitamin
dalam pakan hanya dalam jumlah kecil, yaitu sekitar 0,2 – 0,5 %.
Mineral merupakan nutrien esensial yang berfungsi sebagai struktur
komponen dari sistem rangka seperti kalsium (Ca), fosfor (P), magnesium (Mg),
sebagai aktivator osmotik (Na, K, Cl) serta merupakan elemen penting dalam
hemoglobin dan pertukaran oksigen seperti besi (Fe) dan tembaga (Cu) (Webster
dan Lim, 2002). Menurut Watanabe (1988), defisiensi mineral dapat
menyebabkan beberapa disfungsi, diantaranya berupa struktur tubuh yang
menyimpang, laju pertumbuhan dan efisiensi pakan yang rendah, anemia dan
menghambat fungsi beberapa vitamin dalam tubuh. Pada pakan ikan kerapu,
mineral diberikan dalam bentuk mineral premix sebanyak 0,2 %.
2.2 Tepung Darah (Blood Meal)
Tepung darah merupakan satu dari beberapa alternatif bahan baku
pengganti tepung ikan. Tepung darah merupakan salah satu sumber bahan baku
protein yang sudah sering dimanfaatkan dalam pakan ternak dengan kadar protein
berkisar antara 89-92 % (DeRouchey, 2002). Selain protein, tepung darah juga
mengandung Fe yang sangat tinggi sampai pada level 2769 mg/kg, dibanding
dengan tepung ikan yang hanya berkisar antara 114-544 mg/kg (herring 114
mg/kg, menhaden 544 mg/kg dan white fish 181 mg/kg) dan tepung kedelai 140
mg/kg (NRC, 1993). Jumlah Fe yang sangat tinggi memungkinkan tepung darah
digunakan sebagai sumber Fe organik (Setiawati, 2006).
5
Bayu Prasetya Wibowo. C14051356. Blood Meal. 2010
Pada penelitian Sarah (2008) diketahui bahwa tepung darah pada pakan
dapat digunakan sampai pada level 12% dalam pakan dengan penambahan
atraktan berupa tepung cumi sebesar 3% dan taurin sebesar 1% dan didapat hasil
yang baik terhadap kinerja pertumbuhan ikan kerapu dan efisiensi pakan sebesar
74,38% selama 40 hari pemeliharaan.
Tepung darah secara komersial diproduksi spray-dried yang disebut SBC
(Spray-Dried Blood Cell). Pada bentuk ini tepung darah memiliki kandungan
protein 92 % bobot kering dan kandungan lysine 9 % dari total protein. Akan
tetapi hanya mengandung sedikit mineral P 0,33% (Johnson et al., 2000 dalam
Sarah, 2008). Daya cerna ikan terhadap pakan tergantung pada kuantitas dan
kualitas pakan, jenis bahan baku pakan, kandungan, jenis serta aktivitas enzim-
enzim pencernaan pada sistem pencernaan ikan, ukuran dan umur ikan serta sifat
fisik dan kimia perairan (kualitas air) (NRC,1993). Berikut komposisi mineral
tepung ikan, tepung darah dan tepung kedelai dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi mineral tepung ikan, tepung darah dan tepung kedelai
(NRC, 1993)
Bahan
Mineral
Ca
(%)
P
(%)
Mg
(%)
Cu
(mg/kg)
Mn
(mg/kg)
Zn
(mg/kg)
Fe
(mg/kg)
Herring 2.20 1.67 0.14 5.60 4.80 125 114
Menhaden 5.19 2.88 0.15 10.30 37.00 144 544
White fish 7.31 3.18 0.18 5.90 12.40 90 181
Tepung darah 0.41 0.30 0.15 8.20 6.40 306 2769
Tepung kedelai 0.30 0.65 0.29 23.10 30.60 52 140
Fe berfungsi sebagai mikromineral penting yang berpengaruh pada fungsi
imunitas dan peningkatan sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi. Selain itu
juga Fe berkaitan erat dalam pengaruhnya dengan metabolisme energi, baik itu
lemak, protein, dan karbohidrat (Webster dan Lim, 2002). Pemakaian tepung
darah akan mengurangi palatabilitas pakan sebagai sumber Fe sehingga akan
berpengaruh terhadap asupan pakan yang dikonsumsi. Tepung darah sendiri
merupakan bahan pakan yang baru digunakan dalam pakan ikan sehingga akan
mempengaruhi palatabilitas pakan yang dikonsumsi ikan (Halver, 1989). Profil
asam amino tepung darah dapat dilihat pada Tabel 2.
6
Bayu Prasetya Wibowo. C14051356. Blood Meal. 2010
Tabel 2. Profil asam amino tepung darah (Johnson et al., 2000 dalam Sarah, 2008)
Profil Asam Amino Komposisi (%)
Arginin 4,12
Histidin 7,32
Isoleucin 0,63
Leucin 13,61
Lysin 8,75
Methionin 0,76
Phenylalanin 6,28
Threonin 3,12
Tryptofan 1,54
Valine 9,12
2.3 Status Kesehatan Ikan
Sistem peredaran darah pada semua organisme merupakan proses
fisiologis yang sangat penting. Untuk melakukan aktivitas, sel, jaringan, maupun
organ membutuhkan nutrisi dan oksigen. Bahan-bahan ini dapat disuplai hanya
bila peredaran darah berjalan normal. Oleh karena itu, semua fungsi dari tiap
organ dalam tubuh kadang-kadang dapat dilihat pada darah. Darah memawa
substansi dari tempatnya dibentuk ke semua bagian tubuh dan menjaga agar tubuh
dapat melakukan fungsinya dengan baik (Fujaya, 2002). Sel-sel tubuh tersebut
terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu sel darah merah (eritrosit) dan sel darah
putih (leukosit). Amlacher (1970) menyatakan bahwa darah mengalami perubahan
yang sangat serius khususnya bila terkena infeksi. Beberapa parameter yang dapat
memperlihatkan perubahan patologi pada darah adalah kadar hematokrit,
hemoglobin, jumlah sel darah merah dan jumlah sel darah putih. Kelebihan dan
kekurangan makanan juga mempengaruhi komposisi darah (perubahan pada level
protein total, kadar hemoglobin dan total eritrosit). Dalam tubuh ikan, darah
berfungsi untuk mengedarkan nutrien yang berasal dari pencernaan makanan ke
sel-sel tubuh, menyuplai oksigen yang membutuhkannya (Lagler et al., 1977).
Bagian terbanyak pada darah adalah eritrosit yang memiliki bentuk dan
ukuran bervariasi antar spesies dan berfungsi untuk mengikat oksigen dan
sitoplasma merah muda (Lagler et al., 1977). Chinabut et al. (1991) dalam Tasik
(2009) menyatakan bahwa inti sel darah merah terletak sentral dengan sitoplasma
dan terlihat jernih kebiruan dengan pewarnaan Giemsa. Jumlah eritrosit pada ikan
umumnya berada pada kisaran 3,0 x 106 sel/mm
3. Jika terjadi penurunan pada
7
Bayu Prasetya Wibowo. C14051356. Blood Meal. 2010
jumlah eritrosit maka ikan akan mengalami anemia dan kerusakan ginjal.
Sedangkan tingginya jumlah eritrosit menandakan ikan dalam kondisi stres
(Nabib dan Pasaribu, 1989).
Hemoglobin merupakan karakteristik dari eritrosit, warna merah dalam
darah segar disebabkan adanya Hb dalam sel darah merah. Hemoglobin adalah
protein dalam eritrosit yang tersusun atas protein globin tidak berwarna dan
pigmen heme yang dihasilkan dalam eritrosit. Secara fisiologis, hemoglobin
menentukan tingkat ketahanan tubuh ikan dikarenakan hubungannya yang sangat
erat dengan adanya daya ikat oksigen oleh darah. Fungsi utama hemoglobin
adalah mengikat oksigen yang kemudian digunakan untuk proses katabolisme
sehingga dihasilkan energi serta mencegah keasaman darah, hemoglobin juga
berperan dalam osmolaritas eritrosit (Lagler et al., 1977). Kandungan hemoglobin
dalam darah dipengaruhi oleh hematokrit dan aktivitas organisme. Hematokrit
berkorelasi kuat dengan jumlah hemoglobin darah. Semakin rendah jumlah sel
darah merah, maka semakin rendah pula kandungan hemoglobin dalam darah.
Pada penelitian mengenai parameter darah dan metabolit ikan terpapar
sulfit dan hipoksia, menyatakan bahwa terjadi hypoxemia pada ikan tambakan
akibat stress dan konsentrasi hemoglobin, hematokrit serta sel darah merah
menurun sampai paparan 96 jam. Stress juga dapat menyebabkan anemia akibat
rendahnya sintesis hemoglobin, kelainan bentuk eritrosit, gangguan dan
pembentukan methemoglobin (Affonso et al., 2002 dalam Setiawati, 2006).
Hematokrit merupakan perbandingan antara volume sel-sel darah dan volume
total darah. Nilai hematokrit menyatakan persen volume eritrosit dalam darah.
Hematokrit ikan bervariasi tergantung pada faktor nutrisi dan umur ikan. Ada
hubungan antara jumlah hemoglobin dalam darah dengan hematokrit. Walaupun
nilai hematokrit tidak selalu tetap, akan tetapi jika kadar hematokrit di bawah 30%
menunjukkan defisiensi eritrosit (Nabib dan Pasaribu, 1989). Sedangkan
Gallaugher et al. (1995) dalam Indriastuti (2008) menyatakan bahwa nilai kadar
hematokrit yang lebih kecil dari 22% dianggap mengalami anemia. Menurunnya
kadar hematokrit dapat dijadikan petunjuk mengenai rendahnya kandungan
protein pakan, defisiensi vitamin, atau ikan terkena infeksi. Sedangkan
8
Bayu Prasetya Wibowo. C14051356. Blood Meal. 2010
meningkatnya kadar hemoglobin menunjukkan bahwa ikan berada dalam kondisi
stres (Anderson dan Siwicky, 1993).
Leukosit pada ikan merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh yang
bersifat nonspesifik. Leukosit pada ikan berbentuk lonjong sampai bulat, tidak
berwarna dan jumlahnya berkisar antara 20.000 – 150.000 butir per mm3 (Lagler
et al., 1977). Pada ikan sehat, jumlah dan proporsi masing-masing komponen
darah relatif konstan. Dikemukakan oleh Randall (1970) bahwa volume darah
pada ikan teleostei, holostei, dan chondrostei adalah sekitar 3% dari bobot tubuh.
Leukosit akan meningkat jika mengalami tubuhnya mengalami stres (Dellman dan
Brown, 1989). Beberapa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan
patologi pada darah adalah kadar hematokrit, hemoglobin, jumlah sel darah merah
dan jumlah sel darah putih. Leukosit mampu keluar dari pembuluh darah dan
menuju jaringan dalam melaksanakan fungsinya, sedangkan eritrosit bersifat pasif
dan hanya melaksanakan fungsinya dalam pembuluh darah (Dellman dan Brown,
1989).
Berdasarkan ada tidaknya granula atau butir-butir dalam sel, sel darah
putih dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu granulosit, merupakan sel darah
putih yang memiliki granula dan sel agranulosit, merupakan sel darah putih yang
tidak memiliki granula dalam selnya. Granulosit terdiri dari limfosit, monosit dan
trombosit. Sedangkan agranulosit terdiri dari netrofil, eosinofil dan basofil
(Shobodova, 1991 dalam Kuswardani, 2006).
Monosit berukuran 8-15 mikron. Intinya terletak di tepi sel dan kadang
hanya terlihat sebagian. Monosit bersama makrofag jaringan setempat akan
memfagositosis sisa-sisa jaringan dan agen penyebab penyakit (Nabib dan
Pasaribu, 1989). Menurut Fujaya (2002), monosit dapat memfagositosis partikel
lebih besar (makrofag) dan akan diproduksi lebih banyak jika ada sel asing atau
tanda-tanda adanya agen penyakit masuk ke dalam tubuh ikan.
Limfosit merupakan bagian terbanyak dari granulosit yang berjumlah
antara 71,12 – 82,88%. Bentuk bundar dan berukuran 4-8 mikron. Inti besar dan
hampir memenuhi sel dengan warna terang. Secara umum limfosit menunjukkan
heterogenesis yang tinggi dalam morfologi dan fungsinya. Hal ini dikarenakan
sifatnya yang mobile dan memiliki kemampuan merubah bentuk dan ukuran
9
Bayu Prasetya Wibowo. C14051356. Blood Meal. 2010
sehingga mampu menerobos jaringan atau organ tubuh yang lunak dan
menyediakan zat kebal untuk pertahanan tubuh (Dellman dan Brown, 1989).
Trombosit berukuran kecil sekitar 8 mikron. Trombosit pada ikan
berbentuk panjang dan bulat dengan inti sel hampir memenuhi seluruh sel dengan
warna hampir sama dengan eritrosit. Trombosit berperan utama dalam proses
pembekuan darah jika terjadi luka pada tubuh serta mengaktifkan protrombin
menjadi trombin. Bila terjadi hal yang mengejutkan, maka trombosit akan
meningkat (Fujaya, 2002).
Neutrofil memiliki inti sel yang kecil memanjang dengan bentuk oval
berwarna violet dan berukuran 12-15 mikron. Jumlah neutrofil dari total leukosit
dalam darah ikan adalah 6-8% yang berfungsi melawan penyakit bersama
eosinofil yang disebabkan oleh organisme mikroseluler seperti bakteri dan virus.
Sifat melawan ini disebut sifat fagositik yaitu memakan dan menghancurkan sel
penyebab penyakit (Lagler et al., 1977). Menurut Guyton dan Hall (1987),
aktivitas makrofag dan neutrofil dipengaruhi oleh tingkat kebutuhan zat besi.
Banyaknya bahan kimia dalam jaringan dapat menyebabkan neutrofil dan
makrofag bergerak menuju sumber bahan kimia dan dikenal dengan fenomena
kemotaksis.
Tingginya kandungan Fe dalam tepung darah yang disuplementasi ke
dalam pakan dan dikonsumsi ikan diduga akan menyebabkan cadangan Fe dalam
tubuh ikan akan menjadi lebih banyak. Guyton dan Hall (1987) menyatakan
bahwa zat besi yang diserap akan diangkut ke dalam darah oleh transferin menuju
plasma dan dilepaskan ke sel atau jaringan pada setiap tempat di dalam tubuh. Di
dalam sitoplasma sel besi bergabung dengan suatu protein yaitu apoferitin untuk
membentuk feritin. Besi yang disimpan di dalam feritin merupakan besi cadangan.
Bila tubuh ikan membutuhkan zat besi tambahan, maka zat besi dari feritin
tersebut akan dilepaskan dan diangkut dalam bentuk transferin menuju bagian
tubuh yang memerlukan zat besi. Selanjutnya zat besi ini berperan sebagai bahan
pembentuk sel darah merah dan hemoglobin.