ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf ·...

69
ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG (Epinephelus sp) YANG TERINFEKSI Viral Nervous Necrosis (VNN) DENGAN TREATMENT Dunaliella salina SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN Oleh: AHMAD ARIEF FATHONI 135080101111085 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Transcript of ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf ·...

Page 1: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG (Epinephelus sp)

YANG TERINFEKSI Viral Nervous Necrosis (VNN) DENGAN TREATMENT

Dunaliella salina

SKRIPSI

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Oleh:

AHMAD ARIEF FATHONI

135080101111085

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 2: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG (Epinephelus sp)

YANG TERINFEKSI Viral Nervous Necrosis (VNN) DENGAN TREATMENT

Dunaliella salina

SKRIPSI

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan

Di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Brawijaya

Oleh:

AHMAD ARIEF FATHONI

135080101111085

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 3: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

SKRIPSI

ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG (Epinephelus sp)

YANG TERINFEKSI Viral Nervous Necrosis (VNN) DENGAN TREATMENT

Dunaliella salina

Oleh:

AHMAD ARIEF FATHONI

135080101111085

Telah dipertahankan di depan penguji

Pada tanggal 31 Juli 2017

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Uun Yanuhar S.Pi, M.Si Asus Maizar S. H., S.Pi, MP NIP. 19730404 200212 2 001 NIP. 19570704 198403 2 001

Tanggal: Tanggal :

Mengetahui,

Ketua Jurusan MSP

Dr. Ir. Arning Wilujeng Ekawati, MS NIP. 19620805 198603 2 001

Tanggal :

Page 4: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

JUDUL : ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU

CANTANG (Epinephelus sp) YANG TERINFEKSI

Viral Nervous Necrosis (VNN) DENGAN

TREATMENT Dunaliella salina

NAMA MAHASISWA : AHMAD ARIEF FATHONI

NIM : 135080101111085

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

PENGUJI PEMBIMBING:

Pembimbing 1 : Dr. UUN YANUHAR S.Pi, M.Si

Pembimbing 2 : ASUS MAIZAR S. H., S.Pi, MP

PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:

Dosen Penguji 1 : Dr. Ir. MUHAMMAD MUSA, MS

Dosen Penguji 2 : Ir. KUSRIANI, MP

Tanggal Ujian : 31 Juli 2017

Page 5: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini benar-

benar merupakan hasil karya saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya juga

tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang

lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Malang, 31 Juli 2017

Mahasiswa

Ahmad Arief Fathoni

NIM. 135080101111085

Page 6: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berkontribusi dalam pelaksanaan penelitian sehingga laporan ini dapat

terselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Dr. Uun Yanuhar, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing pertama yang telah

memberikan arahan serta bimbingan dalam pelaksanaan dan penulisan

laporan Skripsi ini.

2. Asus Maizar Suryanto H., S.Pi, MP selaku dosen pembimbing Kedua yang

juga telah memberikan arahan serta bimbingan dalam pelaksanaan dan

penulisan laporan Skripsi ini.

3. Orang tua dan seluruh keluarga yang selalu membantu, mendukung dan

mendoakan penulis.

4. Teman-teman Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan angkatan

2013 atas dukungannya serta pihak lainnya yang secara langsung maupun

tidak langsung telah berperan dalam menyelesaikan laporan ini.

Malang, 31 Juli 2017

Penulis

Page 7: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

UCAPAN TERIMA KASIH

Disampaikan Terima Kasih Kepada:

Direktorat Riset Dan Pengabdian Masyarakat

Direktorat Jenderal Penguatan Riset Dan Pengembangan

Kementerian Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi

Yang Telah Membiayai :

Skema Penelitian BOPTN Unggulan Perguruan Tinggi Nomor :

063/SP2H/LT/DRPM/IV/2017, Tanggal 6 April 2017

Dengan Judul :

“Produksi Dan Pengembangan Produk Antiviral Berbasis Peridinin Chloropyll Cell

Pigmen (PCP) Spesies Penting Mikroalga Laut Untuk Komoditas Unggulan Ikan

Ekspor”

Sebagai Ketua Peneliti Dr. Uun Yanuhar, S.Pi., M.Si.

Anggota Tim Penelitian Sebagai Berikut:

1. Akbar Nugraha

2. Irsyadul Fajri

3. Syamsul Rizal

4. Shabrina Andrawini

5. Yunda Deliza

6. Mimin Wirawati

7. Faisal Nur Fachrudin

8. M. Rizky Mustaqim

9. Gus Aryadi

10. Linda Ayu Pratiwi

11. Leny Rosiana

12. Wildan Effendy

13. Yosef Benny Alta

14. Ahmad Arief Fathoni

15. Yuni Septiyani

16. Aji Sanjaya

17. Fariz Nur Yahya

18. Elsa Novan Alfiyanto

19. Dewi Mangsuroh

20. Amanda Agustina

21. Farouq Syahrondhi M.

Ketua Peneliti

Dr. Uun yanuhar, S.Pi., M.Si NIP. 19730404 200212 2 001

Page 8: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

viii

RINGKASAN

Ahmad Arief Fathoni. Analisis Histopatologi Ikan Kerapu Cantang (Epinephelus sp) Yang Terinfeksi Viral Nervous Ncrosis (VNN) Dengan Treatment Dunaliella salina (dibawah bimbingan Dr. Uun Yanuhar, S.Pi, MS dan Asus Maizar Suryanto H., S.Pi, MP).

Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan kerapu cantang merupakan ikan hybrid dari kerapu macan dan kertang. Manajemen pemeliharaan yang kurang baik dapat memicu terjadinya stres pada ikan sehingga dapat menurunkan sistem kekebalan (immune system) dan menyebabkan ikan mudah terserang. Salah satu penyakit yang berbahaya bagi ikan kerapu adalah Viral Nervous Necrosis (VNN). VNN sangat mudah menyerang benih ikan kerapu. Guna mengantisipasi hal tersebut, diperlukan pakan alami yang berkualitas dan mencukupi kadar nutrisi yang mencukupi seperti Dunaliella Salina. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan eksperimental dimana prosedur prenelitian ini meliputi kultur Dunaliella Salina, perhitungan kepadatan sel, ekstraksi VNN, aklimatisasi, treatment penelitian (D1V0 = Treatment Dunaliella salina 102; D2V0= Treatment Dunaliella salina 104; D3V0= Treatment Dunaliella salina 106; D1V1= Treatment Dunaliella salina 102 + VNN; D2V1= Treatment Dunaliella salina 104 + VNN; D3V1= Treatment Dunaliella salina 106 + VNN; D0V1 = Treatment VNN; D0V0 = Kontrol), analisis kualitas air, kelangsungan hidup (SR), prosedur Polymerase Chain Reaction (PCR) dan analisis kualitas histopatologi.

Hasil pertumbuhan rata-rata pada setiap treatment adalah: D0V0 = 0 x 104

sel/mL; D1V0 = 2,15 x 104 sel/mL; D2V0 = 33,83 x 104 sel/mL; D3V0 = 164,23 x 104 sel/mL; D0V1 = 0 x 104 sel/mL; D1V1 = 2,15 x 104 sel/mL; D2V1 = 30,42 x 104

sel/mL; D3V1 = 135,41 x 104 sel/mL. Kelangsungan hidup pada masing-masing treatment yaitu D0V0 = 100 %, D1V0 = 0 %, D2V0 = 100 %, D3V0 = 0 %, D0V1 = 60 %, D1V1 = 100 %, D2V1 = 80 % dan D3V1 = 100 %. Hasil uji PCR menunjukan bahwa semua ikan sampel negatif VNN. Berdasarkan kualitas histopatologi, Treatment D1V0, D2V0, D3V0 dan D0V0, lebih sedikit mengalami kerusakan jaringan dibandingkan dengan treatment D1V1; D2V1 dan D3V1. Pada treatment dengan penambahan ekstraksi VNN ditemukan keruskan jaringan seperti nekrosis, vakuolisasi dan hemoregge. Analisis kualitas air meliputi suhu, pH, DO dan salinitas. Kisaran suhu adalah D0V0 = 22,80 – 25,03 oC; D1V0 = 23,43 – 25,57 oC; D2V0 = 23,53– 25,43 oC; D3V0 = 23,50 – 25,37 oC; D0V1 = 23,07 – 26,27 oC; D1V1 = 23,10 – 25,73 oC; D2V1 = 23,50 – 25,53 oC; D3V1 = 23,53 – 25,57 oC. Kisaran salinitas adalah D0V0 = 22,80 – 36,33 ppt, D1V0 = 30,00 – 34,67 ppt, D2V0 = 30,67– 35,00 ppt, D3V0 = 30,33 – 36,67 ppt, D0V1 = 28,33 – 35,00 ppt, D1V1 = 29,67 – 34,33 ppt, D2V1 = 30,33 – 35,00 ppt dan D3V1 = 29,33– 36,33 ppt. Kisaran pH adalah D0V0 = 7,53 – 7,97, D1V0 = 7,70 – 7,88, D2V0 = 7,75– 8,00, D3V0 = 7,73 – 7,89, D0V1 = 7,17 – 7,90, D1V1 = 7,62 – 8,07, D2V1 =7,65 – 7,94 dan D3V1 = 7,70– 8,13. Kisaran DO adalah D0V0 = 5,32 – 6,28 mg/L, D1V0 = 5,20 – 6,79 mg/L, D2V0 = 5,49– 6,44 mg/L, D3V0 = 5,30 – 6,80 mg/L, D0V1 = 5,10 – 6,44 mg/L, D1V1 = 5,31 – 6,21 mg/L, D2V1 = 5,25 – 6,11 mg/L dan D3V1 = 5,27– 6,21 mg/L. Secara keseluruhan, kualitas air mengalami fluktuasi, akan tetapi masih dalam batas yang mampu ditolerir oleh ikan kerapu cantang.

Page 9: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

ix

KATA PENGANTAR

Segala Puji kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan Karunia-

Nya. Shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,

sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan laporan skripsi yang berjudul

“Analisis Histopatologi Ikan Kerapu Cantang Yang Terinfeksi Viral Nervous

Ncrosis (VNN) Dengan Treatment Dunaliella salina” sebagai salah satu syarat

untuk meraih gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Universitas Brawijaya.

Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih ditemukan banyak

kekurangan. Oleh sebab itu, penulis memohon maaf dan berbesar hati menerima

kritik dan saran apabila pembaca menemukan kesalahan dalam laporan ini.

Semogalaporan ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi kita semua.

Malang, 31 Juli 2017

Penulis

Page 10: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

x

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................ x DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv I. PENDAHULUAN ................................................... Error! Bookmark not defined.

1.1 Latar Belakang ..............................................................Error! Bookmark not defined. 1.2 Rumusan Masalah ........................................................Error! Bookmark not defined. 1.3 Tujuan ...........................................................................Error! Bookmark not defined. 1.4 Hipotesis .......................................................................Error! Bookmark not defined. 1.5 Kegunaan ......................................................................Error! Bookmark not defined. 1.6 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ..................................Error! Bookmark not defined.

II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................... Error! Bookmark not defined. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Kerapu Cantang (Epinephelus sp) ...... Error! Bookmark not defined.

2.1.1 Habitat Ikan kerapu .............................................Error! Bookmark not defined. 2.1.2 Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan kerapu .....Error! Bookmark not defined.

2.2 Viral Nervous Necrosis (VNN) .......................................Error! Bookmark not defined. 2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi VNN ..............................Error! Bookmark not defined. 2.2.2 Gejala Ikan yang Terinfeksi VNN ..........................Error! Bookmark not defined. 2.2.3 Penularan VNN .....................................................Error! Bookmark not defined. 2.2.5 Diagnosis VNN ......................................................Error! Bookmark not defined.

2.3 Dunnaliella salina .........................................................Error! Bookmark not defined. 2.3.1 Klasifikasi dan Morfologi Dunnaliella salina ..............Error! Bookmark not defined. 2.4 Histopatologi ................................................................Error! Bookmark not defined. 2.5 Kualitas Air ....................................................................Error! Bookmark not defined.

2.5.1 Parameter Fisika...................................................Error! Bookmark not defined. 2.5.2 Parameter Kimia ...............................................Error! Bookmark not defined.

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN ................ Error! Bookmark not defined. 3.1 Materi Penelitian ..........................................................Error! Bookmark not defined. 3.2 Alat dan Bahan .............................................................Error! Bookmark not defined. 3.3 Metode Penelitian ........................................................Error! Bookmark not defined.

3.3.1 Jenis Data .............................................................Error! Bookmark not defined. 3.4 Prosedur Penelitian ......................................................Error! Bookmark not defined.

3.4.1 Perhitungan Kelimpahan Sel ................................Error! Bookmark not defined. 3.4.2 Ekstraksi Viral Nervous Necrosis (VNN) ...............Error! Bookmark not defined. 3.4.3 Aklimatisasi ikan kerapu cantang (Epinephelus sp) ........... Error! Bookmark not defined. 3.4.4 Pemberian Treatment Dunaliella Salina dan Infeksi Viral Nervous Necrosis (VNN) (Rancob) .............................................................Error! Bookmark not defined.

3.5 Prosedur Pengambilan Sampel.....................................Error! Bookmark not defined. 3.6 Prosedur Pengambilan Sampel Air ...............................Error! Bookmark not defined. 3.7 Prosedur Pengambilan Sampel Ikan .............................Error! Bookmark not defined. 3.8 Prosedur Pengujian PCR (Polymerase Chain Reaction) Error! Bookmark not defined.

Page 11: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

xi

3.9 Prosedur Analisa Histologi ............................................Error! Bookmark not defined. 3.10 Prosedur Pengukuran Kualitas Air ..............................Error! Bookmark not defined.

3.10.1 Parameter Fisika.................................................Error! Bookmark not defined. 3.10.2 Parameter Kimia ................................................Error! Bookmark not defined.

3.11 Analisa Data ................................................................Error! Bookmark not defined. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................. Error! Bookmark not defined.

4.1 Hasil analisa Histopatologi Ikan Kerapu cantang..........Error! Bookmark not defined. 4.2 Kepadatan Dunaliella salina .........................................Error! Bookmark not defined. 4.3 Survival Rate dan Mortalitas Ikan Kerapu Cantang ......Error! Bookmark not defined. 4.4 Analisis Kualitas Air .......................................................Error! Bookmark not defined.

4.4.1 Parameter Fisika...................................................Error! Bookmark not defined. 4.4.2 Paramater Kimia...................................................Error! Bookmark not defined.

4.4 Hasil analisa PCR Ikan Kerapu cantang .........................Error! Bookmark not defined. V. Kesimpulan dan Saran ....................................... Error! Bookmark not defined.

5.1 Kesimpulan ...................................................................Error! Bookmark not defined. 5.2 Saran .............................................................................Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ................................................. Error! Bookmark not defined.

Page 12: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rancangan penelitian ............................. Error! Bookmark not defined.

Tabel 2. Analysa of Varians (ANOVA) .................. Error! Bookmark not defined.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Histopatologi ............. Error! Bookmark not defined.

Tabel 4. Jumlah rata-rata kerusakan pada jaringan organ ikan kerapu cantang

............................................................................. Error! Bookmark not defined.

Tabel 5. Analisa Varian (ANOVA) jumlah rata-rata kerusakan pada jaringan

organ ikan kerapu cantang ................................... Error! Bookmark not defined.

Tabel 6. Data Kepadatan Rata-rata Dunaliella salina (104) dalam sel/ml ..... Error!

Bookmark not defined.

Tabel 7. Hasil rata- rata mortaitas ikan kerapu cantang ...... Error! Bookmark not

defined.

Tabel 8. Hasil rata- rata tingkat survival rate (SR) ikan kerapu cantang ...... Error!

Bookmark not defined.

Tabel 9. Hasil rata- rata pengukuran suhu dalam ᵒC ........... Error! Bookmark not

defined.

Tabel 10. Hasil rata- rata pengukuran salinitas dalam ppt ... Error! Bookmark not

defined.

Tabel 11. Hasil rata-rata pengukuran pH .............. Error! Bookmark not defined.

Tabel 12. Hasil rata-rata pengukuran DO ............. Error! Bookmark not defined.

Page 13: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerapu Cantang (Epinephelus sp) ....... Error! Bookmark not defined. Gambar 2. Nodaviridae ......................................... Error! Bookmark not defined. Gambar 3. Dunnaliella salina ................................ Error! Bookmark not defined. Gambar 4. Kepadatan Dunaliella salina dengan kepadatan berbeda yang diberikan ke ikan kerapu cantang (Epinephelus sp) yang diinfeksi Viral Nervous Necrosis (VNN). .................................................... Error! Bookmark not defined. Gambar 5. Hasil rata- rata mortaitas ikan kerapu cantang .. Error! Bookmark not defined. Gambar 6. Hasil rata- rata survival rate (SR) ikan kerapu cantang .............. Error! Bookmark not defined. Gambar 7. Hasil rata- rata pengukuran suhu dalam ᵒC ....... Error! Bookmark not defined. Gambar 8. Hasil Rata- Rata Pengukuran Salinitas Error! Bookmark not defined. Gambar 9. Hasil Rata- Rata pengukuran pH ......... Error! Bookmark not defined. Gambar 10. Hasil Rata- Rata Pengukuran DO ..... Error! Bookmark not defined.

Page 14: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat dan Bahan Pengukuran Polymerase Chain Reaction (PCR)

............................................................................. Error! Bookmark not defined.

Lampiran 2. Prosedur Pengujian PCR (Polymerase Chain Reaction) .......... Error!

Bookmark not defined.

Lampiran 3. Hasil Uji PCR .................................... Error! Bookmark not defined.

Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian ..................... Error! Bookmark not defined.

Page 15: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Budidaya perikanan sudah banyak diminati oleh masyarakat yang

menginginkan hasil produksi perikanan lebih memuaskan dan lebih

menguntungkan. Salah satu budidaya yang banyak dikembangkan adalah

budidaya ikan kerapu cantang merupakan salah satu ikan laut yang berprospek

cukup cerah. Benih kerapu hybrid cantang yaitu persilangan antara kerapu macan

(Epinephelus fuscoguttatus) dan kerapu kertang (Epinephelus lanceolatus).

Menurut data Badan Pangan Dunia atau FAO, peningkatan produksi ikan kerapu

sudah terjadi sejak tahun 2009 di mana saat itu produksinya mencapai 8.791 ton.

Sedangkan di tahun 2010 produksinya naik menjadi 10.398 ton dan puncaknya

terjadi di tahun 2013 menjadi 18.864 ton.

Perkembangan kehidupan kerapu dalam budidaya sangat dipengaruhi

oleh faktor lingkungan tempat hidupnya. Faktor lingkungan tersebut antara lain :

suhu, cahaya, salinitas, arus. Fluktuasi kedaan lingkungan mempunyai pengaruh

yang besar terhadap periode, migrasi musiman serta terdapatnya ikan. Keadaan

perairan serta perubahannya juga mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan

ikan (Baskoro, et al. 2010).

Namun di sisi lain, permasalahan yang sering muncul dalam kegiatan

budidaya adalah munculnya berbagai penyakit yang menimbulkan kematian biota

budidaya. Dalam budidaya kerapu, penyakit yang pada umumnya menyerang

adalah Viral Nervous Necrosis (VNN). Menurut Bovo et al. (1999) dalam Lee et al.

(2002) Penyakit ini merupakan jenis virus Nodaviridae yang dapat menyebabkan

Page 16: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

2

kematian massal hingga 100% dalam budidaya. Pada umumnya VNN menyerang

ikan pada stadia larva dan juvenil.

Menurut Yuasa et al. (2000), di Indonesia dilaporkan bahwa VNN (Viral

Nervous Necrosis) telah menyerang sebagian besar budidaya ikan kerapu dengan

tingkat kematian 100%. Gejala yang ditimbulkan adalah dengan ikan berputar-

putar atau whirling, terjadi sleeping dead atau ikan berada di dasar seperti mati

serta adanya gejala tingkah laku yang tidak wajar. VNN (Viral Nervous Necrosis)

ini umumnya menyerang sistem organ syaraf mata dan otak yang dapat

menyebabkan kelainan pada ikan yang diserang. VNN umumnya menginfeksi

stadia larva sampai yuwana dan menyerang sistem organ syaraf mata dan otak

dengan gejala yang cukup spesifik karena ikan menampakkan tingkah laku

berenang yang tidak normal dan umumnya ikan berdiam di dasar.

Dunaliella salina merupakan alga hijau dari family Polyblepharidaceae

yang bersifat uniseluler, memiliki dua flagellata, bersifat motil, serta tidak

mengandung dinding sel. D. salina dapat menghasilkan produk-produk yang

penting, yaitu gliserol, β-karoten, xanthofil seperti zeaxanthin, cryptoxanthin, lutein

dan lain-lain (Jayappriyan et. al., 2013). Kandungan protein D. salina sebesar 57%,

karbohidrat 32% dan lemak 6% dari berat keringnya (Harwati, 2012). Kandungan

protein yang tinggi sehingga dimanfaatkan sebagai makanan kesehatan. Selain itu

juga dimanfaatkan sebagai antibakteri, jasad pakan yang cukup baik, sumber

gliserol dan β-karoten (Yudha, 2008).

Pengaruh pemberian Dunaliella salina terhadap ikan kerapu yang terinfeksi

Viral Nervous Necrosis (VNN) dapat dilihat melalui kajian histopatologi.

Histopatologi telah menjadi alat standar dalam investigasi toksikologi akuatik.

Pengamatan respons perubahan pada seluler, jaringan, dan organ menggunakan

teknik histopatologi dengan mendeskripsikan penandanya (biomarker) menjadi

metode yang paling sensitif dan secara biologis bernilai untuk mengukur efek

Page 17: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

3

stress hewan terhadap lingkungan dan parameter uji toksisitas pada kondisi kronis

(Paasivirta, 1991).

Berdasarkan pemaparan tersebut maka perlu adanya penelitian mengenai

kualitas histopatologi pada ikan kerapu cantang dengan treatment Dunaliella

salina dan Infeksi Viral Nervous Necrosis (VNN).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik rumusan masalah bahwa

Bagaimanakah kondisi histopatologi ikan Kerapu Cantang (Epinephelus sp) yang

terinfeksi VNN yang diberikan treatment Dunaliella salina?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kondisi histopatologi

ikan kerapu cantang yang terinfeksi VNN dengan pemberian treatmen Dunaliella

salina

1.4 Hipotesis

H0 : Tidak ada pengaruh treatment Dunaliella salina dan infeksi Viral Nervous

Necrosis (VNN) terhadap histopatologi ikan kerapu cantang (Epinephelus sp).

H1 : Ada pengaruh treatment Dunaliella salina dan infeksi Viral Nervous Necrosis

(VNN) terhadap histopatologi ikan kerapu cantang (Epinephelus sp).

1.5 Kegunaan

Kegunaan dari penelitian ini adalah diharapkan dapat menjadi informasi

dalam eksplorasi Dunaliella salina sebagai pakan alami dan sebagai referensi

untuk penelitian lebih lanjut.

Page 18: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

4

1.6 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2017 di Laboratorium

Lingkungan dan Bioteknologi Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Universitas Brawijaya.

Page 19: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Kerapu Cantang (Epinephelus sp)

Menurut Rizkya (2012), klasifikasi ikan kerapu cantang adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Chondrichthyes

Subkelas : Ellasmobranchii

Ordo : Percomorphi

Subordo : Percoidea

Famili : Serranidae

Genus : Epinephelus

Spesies : Epinephelus sp

Berikut ini merupakan salah satu contoh gambar dari ikan kerapu cantang

(Epinephelus sp)

Gambar 1 Kerapu Cantang (Epinephelus sp) (Google image, 2017)

Menurut Kordi (2001), ikan kerapu cantang (Epinephelus sp) memiliki

bentuk tubuh compres dan relative membulat dengan ukuran lebar kepala sedikit

atau hampir sama dengan lebar badannya. Ikan kerapu cantang mempunyai

Page 20: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

6

warna kulit coklat kehitaman dengan 5 garis hitam melintang di bagian tubuhnya.

Semua sirip (pectoral, anal, ventral, dorsal dan caudal ) bercorak seperti kertang

dengan dasar berwarna kuning dilengkapi dengan bintik-bintik hitam, bintik hitam

juga banyak tersebar di kepala dan didekat sirip pectoral dengan jumlah yang

berlainan pada setiap individu

Habitat favorit larva kerapu cantang adalah perairan pantai yang pasirnya

berkarang dan banyak ditumbuhi padang lamun (ladang terumbu karang). Pada

siang hari, larva kerapu biasanya tidak muncul ke permukaan air, sebaliknya pada

malam hari, larva kerapu banyak muncul ke permukaan air. Hal ini sesuai dengan

sifat kerapu sebagai organisme nocturnal, yakni pada siang hari lebih banyak

bersembunyi di liang-liang karang dan pada malam hari aktif bergerak di kolom air

untuk mencari makanan. (Subyakto, et. al. 2003).

2.1.1 Habitat Ikan kerapu

Habitat favorit Ikan kerapu hidup di kawasan terumbu karang yang

terdapat di perairan-perairan dangkal hingga 100 m dibawah permukaan air laut.

Selain perairan yang berkarang, tempat tenggelamnya kapal menjadi rumpon yang

nyaman bagi ikan kerapu. Ikan tersebut akan berdiam dalam lubang-lubang

karang atau rumpon dengan aktifitas yang relatif rendah.

Daerah penyebaran kerapu meliputi Afrika Timur sampai dengan pasifik

barat daya. Di Indonesia kerapu banyak ditemukan di perairan pulau Sumatra,

Jawa, Sulawesi, Buru, dan Ambon. Salah satu indikator adanya kerapu ini adalah

wilayah karang yang bentangannya cukup luas. Indonesia memiliki perairan

karang yang cukup luas, sehingga potensi sumber daya dan pengembangan

kerapu sangat besar. Ikan kerapu ini hidup di perairan karang pantai dengan

kedalaman 0,5 – 3 m, setelah menginjak dewasa (burayak) berpindah ke perairan

Page 21: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

7

yang lebih dalam yakni kedalaman 7 – 40 m, biasanya perpindahan ini terjadi

pada siang dan sore hari. (Rizkya.2012).

Menurut Heemstra and Randall (1993), ikan kerapu termasuk dalam

subfamily Epineplhalinaedari famili Serranidae. Di dunia terdapat sekitar 115

spesies ikan kerapu dari 15 genera yang telah dikenal dewasa ini. Ikan kerapu

tersebar luas dari perairan tropis hinggasubtropis. Di alam ikan kerapu hidup di

dekat dasar perairan, sebagian besar di perairan karang meskipun ada pula yang

hidup di perairan estuaria dan sebagian lagi menyenangi habitat berpasir.

2.1.2 Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan kerapu

Kebiasan makan ikan kerapu, menurut Risamasu (2008) ikan kerapu

yang termasuk dalam keluarga serranidae merupakan ikan nokturnal dimana ikan

ini mencari makan pada malam hari. Aktivitas ikan nokturnal mencari makan

dimulai saat hari mulai gelap. Ikan-ikan tersebut digolongkan sebagai ikan

soliter di mana aktivitas makan dilakukan secara individu, gerakannya lambat

cenderung diam dan arah gerakannya tidak begitu luas serta lebih banyak

menggunakan indera perasa dan indera penciuman.

Menurut Tampubolon dan Mulyadi (1989), mengungkapkan banwa ikan

kerapu mempunyai kebiasaan makan pada siang hari dan malam hari, namun

relatif aktif pada waktu fajar dan senja hari. Ikan kerapu mencari makan dengan

menyergap mangsa dari tempat persembunyiannya. Setelah mangsa tertangkap,

ikan kerapu kembali ke tempat persembunyiannya.

2.2 Viral Nervous Necrosis (VNN)

Menurut Sari et al. (2015), Viral Nervous Necrosis (VNN) adalah jenis virus

Nodaviridae yang menyerang kerapu, terutama pada stadia larva dan benih. VNN

dapat menyebabkan kematian massal hingga mencapai 100% pada stadia larva

Page 22: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

8

menyatakan bahwa Viral Nervous Necrosis (VNN) dapat menyebabkan kematian

karena virus ini merusak saraf sentral pada ikan, sehingga berbagai rangsangan

tidak mampu direspon dan keseimbangan dalam bergerak terganggu sehingga

sulit berenang dan akhirnya ikan mengalami kematian.

Menurut Putri et al (2013), VNN (Viral Nervous Necrosis) ini umumnya

menyerang sistem organ syaraf mata dan otak yang dapat menyebabkan kelainan

pada ikan yang diserang. Yuasa et al. (2001) menjelaskan bahwa VNN umumnya

menginfeksi stadia larva sampai yuwana dan menyerang sistem organ syaraf mata

dan otak dengan gejala yang cukup spesifik karena ikan menampakkan tingkah

laku berenang yang tidak normal dan umumnya ikan berdiam di dasar.

Menurut Sari et al. (2015), otak merupakan organ target penyerangan VNN,

karena akibat pelemahan saraf oleh VNN pada otak sehingga mengakibatkan

gerakan renang ikan berputar-putar (whirling). Pengamatan pada organ otak,

diketahui bahwa kerapu cantang terinfeksi VNN karena ditemukan adanya

vakuolisasi. Vakuolisasi terbentuk karena terjadinya degenerasi. Degenerasi

merupakan perubahan jaringan menjadi bentuk yang kurang aktif. Organ mata

ikan yang terserang VNN juga mengalami pelemahan saraf sehingga

mengakibatkan ikan menjadi buta dan berenang abnormal. Hasil pengamatan

histotologi mata ditemukan adanya kerusakan berupa vakuolisasi pada lapisan

inner nuclear. Vakuola yang terbentuk kemungkinan karena mengalami oedem.

Oedem merupakan keadaan abnormal pada jaringan yang bercirikan adanya

rongga diantara sel atau karena penumpukan cairan di jaringan interestisial.

Page 23: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

9

2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi VNN

Menurut Chi et al. (2001), klasifikasi dari Viral Nervous Necrosis (VNN)

sebagai berikut:

Kingdom : Virus

Divisio : RNA Virus

Class : Single standard (+) RNA Virus

Family : Nodaviridae

Genus : Betanodavirus

Spesies : Viral Nervous Necrosis

Menurut Prajitno (2008), penyakit Viral Enchephalopathy and Retinophaty

(VER) atau lebih dikenal Viral Nervous Necrosis (VNN) disebabkan oleh Nodavirus

yang termasuk golongan virus RNA, berbentuk icosahedral tanpa envelop

berdiameter 25-30 nanometer (nm). Penyakit ini merupakan permasalahan serius

pada budidaya ikan-ikan laut terutama ikan kerapu dan kakap karena dapat

menyebabkan kematian 50-100% pada larva umur 10-20 hari. Viral Nervous

Necrosis (VNN), adalah jenis virus Nodaviridae yang menyerang ikan-ikan laut

seperti kakap dan kerapu, terutama pada stadia larva dan benih. VNN dapat

menyebabkan kematian massal pada ikan yang terinveksi hingga mencapai

prevelensi 100%.

Gambar 2. Nodaviridae (Tang et al., 2002)

Page 24: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

10

Menurut Nakai (2009) betanodavirus merupakan golongan virus yang tidak

memiliki envelop dan berbentuk bola dengan ukuran diameter yaitu 25-30 nm.

Genom terdiri dari dua molekul RNA positif-sense. RNA 1 memiliki ukuran 31 kb

yang berperan untuk mengkode replikasi. Sedangkan RNA 2 memiliki ukuran 1,4

kb yang berperan untuk mengkode protein selubung. Tang et al, (2002),

menambahkan bahwa virus dengan family nodaviridae memiliki bentuk

icosahedral asimetrik dengan bagian luar berbentuk segitiga.

Menurut Nishizawa et al., (1995), betanodavirus diklasifikasikan menjadi

empat genotip utama yaitu Striped Jack Nervous Necrosis Virus (SJNNV), Tiger

Puffer Nervous Necrosis Virus (TPNNV), Barfin Flounder Nervous Necrosis Virus

(BFNNV), dan Redspotted Grouper Nervous Necrosis Virus (RGNNV). Bigarre et

al. (2009), menjelaskan bahwa RNA 1 memberikan informasi adanya hubungan

genetik antara Oreochromis sp., sea bass, dan Redspotted Grouper Nervous

Necrosis Virus (RGBBV). Penelitian lain menjelaskan bahwa nodaviruses

membawa RNA 2 terkait dengan RGNNV dan RNA 1 berhubungan dengan Striped

Jack Nervous Necrosis Virus (SJNNV).

2.2.2 Gejala Ikan yang Terinfeksi VNN

Menurut Sudaryatma et al. (2012), di Indonesia kejadian penyakit VNN

ditemukan pertama kali di daerah Banyuwangi ikan yang terkena VNN tersebut

tampak lesu, berenang berputar dengan perut di permukaan dan sering muncul ke

permukaan dengan berenang secara vertikal. Penyakit VNN dapat menyerang

otak sehingga menyebabkan ikan berenang berputar, mengambang di permukaan

dengan perut menghadap ke atas dan pigmentasi warna yang lebih gelap pada

ikan. Pada histogram terlihat banyak ruang-ruang kosong pada otak, mata dan

sumsum tulang belakang, hemoragis di hati dan limpa, infiltrasi heterofil dan sel-

sel radang mononukleus. Pada umumnya, 3 -5 hari setelah adanya gejala klinis

Page 25: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

11

ikan kerapu akan mati. Menurut Lestari dan Sudaryatma (2014), Gejala klinis pada

fisik ikan dan organ dalam kerapu macan menunjukkan bahwa ikan banyak

mengalami luka pada mulut dan sirip yang geripis,

Menurut Sari et al. (2015), otak merupakan organ target penyerangan VNN,

karena akibat pelemahan saraf oleh VNN pada otak sehingga mengakibatkan

gerakan renang ikan berputar-putar (whirling). Pengamatan pada organ otak,

diketahui bahwa kerapu cantang terinfeksi VNN karena ditemukan adanya

vakuolisasi. Vakuolisasi terbentuk karena terjadinya degenerasi. Degenerasi

merupakan perubahan jaringan menjadi bentuk yang kurang aktif. Organ mata

ikan yang terserang VNN juga mengalami pelemahan saraf sehingga

mengakibatkan ikan menjadi buta dan berenang abnormal. Hasil pengamatan

histotologi mata ditemukan adanya kerusakan berupa vakuolisasi pada lapisan

inner nuclear. Vakuola yang terbentuk kemungkinan karena mengalami oedem.

Oedem merupakan keadaan abnormal pada jaringan yang bercirikan adanya

rongga diantara sel atau karena penumpukan cairan di jaringan interestisial.

2.2.3 Penularan VNN

Menurut Sudaryatma et al. (2012), feses merupakan hasil ekskresi dari

pencernaan yang merupakan salah satu media pembawa virus yang berada di

dalam saluran pencernaan. Virus dapat menginfeksi melalui saluran pencernaan

dan selanjutnya menginfeksi sistem saraf perifer dan akhirnya virus VNN dapat

menginfeksi serabut otot jantung (niokardium) dan makrofag. Keberadaan virus

penyebab VNN pada lendir ikan dapat ditemukan 24 jam setelah infeksi dan

bertahan selama 48 jam. Lendir merupakan salah satu pertahanan tubuh ikan,

sehingga memungkinkan sebagai tempat utama terjadinya penularan virus

penyebab VNN.

Page 26: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

12

Menurut Lestari dan Sudaryatma (2014), Viral Nervous Necrosis (VNN)

dapat ditularkan melalui air dari ikan yang terinfeksi ke ikan yang sehat dalam

waktu 4 hari kontak. Nodaviruses juga dapat terdeteksi pada ikan tanpa tanda-

tanda penyakit klinis. Dengan demikian, induk kerapu dapat menjadi sumber virus

untuk larvanya.

2.2.4 Proses Penularan VNN

Serangan VNN antar populasi pada budidaya ikan laut dapat terjadi

dengan transmisi secara vertikal atau secara horisontal. Di Korea, gejala serangan

VNN pertama kali dilaporkan menyerang budidaya ikan grouper (kerapu)

(Epinephelus septemfasciatus) (Chi, 2006). Ikan grouper pada fase grow-out bisa

terkena infeksi oleh VNN dengan perubahan pernasal. VNN menembus epithelium

nasal lewat syaraf penciuman dan gelembung penciuman, dan menyerang kuping

penciuman. Lewat intramuscular (I.M.), VNN melewati sistem saraf peripheral

dalam jaringan muscular tepi, diangkut melalui axon ke jaringan spina pada tulang

belakang. NNV dapat menyerang Central Nerveus System (CNS) lewat sirkulasi

darah sebagai titik awal injeksinya (Dennis et al., 2006).

Didalam perkembangan larva, vakuolasi pertama yang perlu diamati

mengenai tulang belakang, pada spina (sirip punggung), kerusakan pada

gelembung renang, kemudian keadaan dalam otak, dan didalam retina, ditandai

pada tulang belakang terdapat titik lokasi awal untuk perkembangbiakan VNN.

(Nguyen et al., 1996) Secara alami, larva ikan muda yang terserang virus dapat

dideteksi dalam epithelial sel kulit dan epithelium yang berhubungan dengan usus

(intestinal), yang secara bersamaan dengan sel syaraf Central Nerveos System

(CNS) sebgai tahap awal infeksi atau peradangan oleh NNV. Neurotropisme dari

indikasi serangan virus VNN itu mungkin memperoleh akses ke sistem saraf pusat

(CNS) lewat saraf peripheral, misalnya lewat hubugan saraf otomatis pada organ

Page 27: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

13

pencernaan, juga lewat sensor dan berhubungan dengan saraf motorik pada

epithelium dari kulit (Dennis et al., 2006).

Transmisi VNN secara vertical, VNN dapat mnenyebar melalui larva dari

VNN-pemijahan positive, tetapi bukan pada larvae dari VNN-pemiahan negative.

Bertelur adalah suatu reservoir virus yang penting. VNN telah dideteksi ada pada

gonad, usus, perut, ginjal dan hati sebagai tempat karir mengeram. VNN menyebar

dalamindung telur dikeluarkan oleh induk sehingga telor dapat menyebabkan

transmisi vertical dari virus ini (Dennis et al., 2006).

Kebiasaan makan dan makanan dari ikan dapat juga menjadi sarana

penyebaran virus VNN baik itu antar spesies (inter-species) maupun sesama

spesies (Intra-Species) baik secara klinis atau secara subklinik sehingga

menyerang ikan. Organisme sebagai makanan hidupnya yang terkontaminasi

VNN seperti pada Artemia, Copepoda, dan Ikan rucah sebagai pakan hidup ikan

kerapu. Perilaku sebagai ikan karnivora misalnya pada masa larva ikan grouper

(kerapu) juga menjadi alternatif dari penyebaran virus VNN tersebut. (Chi, 2006)

Transmisi VNN secara horizontal pada populasi ikan liar pada area

budidaya aquakultur dan ikan-ikan liar di laut pernah diketahui terkena infeksi VNN

dengan genotype RGNNV. Transmisi secara horisontal juga dapat melalui ikan

asymptomatically yang terkena infeksi VNN (Dennis et al., 2006).

2.2.5 Diagnosis VNN

Cara diagnosis penyakit VNN dapat dilakukan dengan beberapa uji ikan

yang terinfeksi. Pengujian tersebut dapat dilakukan dengan cara uji

imunohistokimia dan uji Polymerase Chain Reaction (PCR) (Edi et al., 2010). PCR

merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi) potongan DNA secara in vitro

pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Primer

yang digunakan sebagai pembatas daerah yang diperbanyak adalah DNA untai

Page 28: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

14

tunggal yang urutannya komplemen dengan DNA templatenya. Proses tersebut

mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif.

Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106 kali lipat dari jumlah

nanogram DNA template (Stephenson, 2003). PCR dilakukan dengan bantuan alat

uji yaitu disebut dengan thermocycler (Muladno, 2010).

Proses PCR membutuhkan 4 komponen utama dalam pengujiannya, yaitu

DNA template, oligopolisakarida primer, deoxyribonucleotida triphosphate dan

enzim polymerase. DNA template merupakan fragmen DNA yang akan

dilipatgandakan. Oligopolisakarida primer adalah suatu sekuen pendek dari

oligonukleotida yaitu antara 15-25 basa nukleotida yang akan digunakan untuk

mengawali sintesis rantai DNA. Deoxiribonucleotida triphosphate sering disebut

dNTP, ini terdiri dari dATP, dCTP, dGTP dan dTTP. Enzim polymerase adalah

enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Komponen lain yang

juga penting adalah senyawa buffer (Yuwono, 2006).

Uji PCR memiliki beberapa keuntungan yaitu memberikan sensitivitas

karena dari jumlah materi genetik yang kecil dapat dideteksi rangkaian target pada

sampel. Keuntungan kedua dari PCR yaitu kekhususan dari rangkaian DNA

spesifik yang dijelaskan melalui kondisi yang tepat. PCR dianggap sebagai teknik

yang cepat dibandingkan dengan metode lain untuk mendeteksi mikroorganisme

seperti bakteri, fungi atau virus yang mana diperlukan isolasi dan kultur

menggunakan media kultur atau barisan sel. Keuntungan yang terakhir yaitu pada

rangkaian genetik dari bermacam-macam mikroorganisme yang dapat

diidentifikasi dengan kondisi reaksi yang sama untuk mendiagnosis patologi

berbeda (Louie et al., 2000).

Page 29: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

15

2.3 Dunnaliella salina

2.3.1 Klasifikasi dan Morfologi Dunnaliella salina

Dunnaliella salina diklasifikasikan sebagai berikut (Bougis, 1979 dalam

Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995):

Phylum : Chlorophyta

Kelas : Chlorophyceae

Ordo : Volvocales

Familia : Polyblepharideceae

Genus : Dunaliella

Spesies : Dunnaliella salina

Berikut ini merupakan salah satu contoh gambar dari fitoplankton

Dunnaliella salina

Gambar 3. Dunnaliella salina (Google image, 2017)

Menurut Isnansetyo dan Kurniastuti (1995), Dunnaliella salina sering

disebut flagellata uniseluler hijau yang mempunyai sepasang flagella yang sama

panjangnya dengan sebuah kloroplas berbentuk cangkir dan sebuah central

pyrenoida. Dunnaliella salina bersifat halofilik yaitu menyukai kondisi lingkungan

dengan kisaran salinitas yang tinggi. Bentuk selnya tidak stabil dan sangat

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, dapat bebentuk lonjong, bulat, silindris, ellip

Page 30: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

16

dan lain-lain. Kondisi lingkungan, pertumbuhan dan intensitas cahaya

berpengaruh terhadap ukuran fitoplankton ini.

Menurut Angka dan Suhartono (2000), fitoplankton ini juga bersifat

eurythermal, yaitu toleran terhadap kisaran suhu yang lebar. Dapat bertahan pada

suhu rendah hingga di bawah titik beku dan baru bersifat mematikan apabila suhu

di atas 400C. Suhu optimal untuk pertumbuhan fitoplankton ini berkisar antara

200C-400C. Plankton ini akan tumbuh optimal pada pH 9, tetapi masih dapat

bertahan hidup pada perairan yang mempunyai pH 11. Dunnaliella salina dapat

bereproduksi secara seksual dan aseksual, namun pada kondisi kultur reproduksi

secara seksual jarang dijumpai.

2.3.1 Proses Dunnaliella salina Melawan VNN

Borowski et al. (2002) menjelaskan bahwa selain membuka ikatan dupleks,

RNA helikase juga memiliki aktivitas ATPase, yaitu aktivitas yang menguraikan

ATP (adenosine triphosphate) menjadi ADP (adenosine diphosphate) dan Pi

(fosfat anorganik). Proses penguraian ini menghasilkan energi yang digunakan

untuk menguraikan pasangan DNA atau RNA. Hal ini menjelaskan bahwa

penghambatan terhadap aktivitas enzim RNA helikase dianggap lebih potensial

untuk melawan virus.

Inhibitor enzim RNA helikase dapat diperoleh dari senyawa metabolit,

misalnya metabolit dari mikroalga. Setyaningsih et al. (2005) menjelaskan bahwa

mikroalga merupakan produsen alami dari ekosistem perairan yang dapat

menghasilkan metabolit yang sangat bermanfaat, sehingga keberadaannya

sebagai organisme hidup yang mikroskopis sudah mulai banyak dikaji. Ye et al.

(2008) menjelaskan bahwa mikroalga memiliki banyak komponen bioaktif yang

sangat berpotensi sebagai obat antiinflamasi, antitumor, antimikroba, dan

antivirus. Sanchez et al. (2007) menjelaskan bahwa biomassa mikroalga

Page 31: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

17

mengandung beberapa komposisi kimia yang potensial, misalnya protein,

karbohidrat, pigmen (klorofil dan karotenoid), asam amino, lipid dan hidrokarbon.

Karbohidrat yang dihasilkan dapat ditemukan dalam bentuk pati, glukosa, gula dan

polisakarida lainnya.

2.4 Histopatologi

Anatomi mikro atau histopatologi adalah ilmu yang mempelajari suatu

organ atau bagian tubuh hewan atau tumbuhan secara cermat dan rinci. Usaha

atau cara untuk dapat mengamati, mempelajari dan meneliti jaringan-jaringan

tertentu dari suatu orgnisme dapat ditempuh dengan jalan penyiapan spesimen

histologi (Gunarso 1986 dalam Perceka, 2011). Pemeriksaan ini dilakukan melalui

pemeriksaan terhadap perubahan-perubahan abnormal pada tingkat jaringan.

Pemeriksaan ini hendaknya disertai dengan pengetahuan tentang gambaran

histopatologi normal jaringan, respon jaringan terhadap etiologi dan patologi

komparatif terhadap hewan-hewan kelas tinggi. Kepentingan pemeriksaan

histopatologi dalam diagnosa penyakit infeksi selain diketahui kemungkinan

penyebab infeksinya, juga dapat dilakukan klasifikasi penyakit berdasarkan waktu

dan distribusi penyakit. Dalam penentuan penyebaran infeksi dan tingkat

keberlangsungan infeksi dapat dilihat dari peradangan dan infiltrasi sel radang

yang ada (Purnomo et al., 2002).

2.5 Kualitas Air

Kualitas air merupakan parameter yang menentukan keberhasilan dalam

budidaya khususnya dalam budidaya ikan Kerapu. Kualitas air yang diukur yaitu

parameter kimia dan parameter fisika. Parameter tersebut meliputi parameter

fisika meliputi suhu, kekeruhan dan salinitas sedangkan pada parameter kimia

yaitu pH dan oksigen terlarut (DO).

Page 32: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

18

2.5.1 Parameter Fisika

a. Suhu

Suhu adalah penyebaran panas (Sutisna dan Retno, 1995). Perubahan

suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga

sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan (Haslam, 1995 dalam

Effendi, 2003). Menurut Hadiati (2000), suhu air secara langsung dapat

menentukan kehadiran suatu spesies akuatik karena dapat mempengaruhi

adanya pemijahan, penetasan, aktivitas dan pertumbuhan. Secara tidak langsung

suhu juga dapat menyebabkan perubahan keseimbangan kimia perairan, seperti

daya larut oksigen pada perairan.

Larva dan juvenil kerapu peka terserang VNN pada suhu 24,5° C – 26° C

yang merupakan suhu optimal dalam proses infeksi VNN dan dapat menyebabkan

kematian pada umur 7-45 hari karena sistem saraf yang masih sederhana.

Menurut Eide et al. (2011), Ikan yang berpotensi terkena virus mungkin akan

dengan mudah terinfeksi dan berkembang menjadi penyakit dan dapat

menyebabkan kematian, atau ikan yang hidup pada awal infeksi suatu penyakit

akan menjadi karier (pembawa) virus, karena suatu virus juga dapat bergantung

pada suhu suatu perairan.

b. Salinitas

Menurut Effendi (2003), salinitas menggambarkan padatan total di dalam

air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromide dan iodide

digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas

dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (‰). Salinitas adalah konsentrasi

seluruh larutan garam yang diperoleh dalam air laut.

Menurut Nontji (2003) nilai salinitas di lautan pada umumnya berkisar

antara 33-37 ‰. Untuk daerah pesisir salinitas berkisar antara 32-34 ‰ sedangkan

Page 33: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

19

untuk laut terbuka umumnya berkisar antara 33-37 ‰ dengan rata-rata adalah 35

‰, kisaran ini baik untuk kehidupan organisme laut khususnya ikan (Romimohtarto

dan Juwana, 1999), sementara menurut LP Undana (2006) salinitas yang baik

untuk pertumbuhan ikan kerapu berkisar antara 30-33 ‰.

2.5.2 Parameter Kimia

a. pH

Nilai pH suatu perairan mencerminkan keseimbangan antara asam dan

basa dalam air. Menurut Odum (1971), nilai pH berfungsi sebagai faktor pembatas

bagi kehidupan organisme dan sebagai indeks lingkungan. Nilai pH dipengaruhi

oleh beberapa faktor antara lain aktivitas fotosintesis, aktivitas biologi, suhu,

kandungan oksigen dan adanya kaitan dengan anion dalam perairan. Ph

menunjukkan sejumlah konsentrasi dan jenis fosfor yang ada dalam perairan. pH

juga menunjukkan apakah lingkungan akuatik dapat menunjang organisme yang

hidup di dalamnya.

Kondisi suatu perairan yang bersifat sangat asam atau sangat basa akan

membahayakan bagi kelangsungan hidup organisme, karena akan

mengakibatkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Batas toleransi

organisme terhadap pH bervariasi dan pada umumnya sebagian besar organisme

akuatik sensitif terhadap perubahan pH (Ira,2014). Rata-rata nilai pH air laut

permukaan di perairan Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara

6.0 – 8,5. Perubahan nilai pH pada air laut dapat mempunyai akibat yang buruk

terhadap kehidupan bagi biota yang hidup di laut, baik secara langsung maupun

tidak langsung (Odum, 1993 dalam Rukminasari dan Khaerul, 2014).

Page 34: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

20

b. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen merupakan faktor pembatas dalam perairan, sehingga apabila

ketersediaannya dalam air tidak mencukupi kebutuhan ikan budidaya, maka

segala aktivitas ikan akan terhambat. Pada umumnya, ikan nila masih dapat

bertahan hidup pada perairan dengan kadar oksigen terlarut (DO) lebih rendah

dari 0,5 mg/l, namun DO minimum yang harus dipertahankan dalam pemeliharaan

ikan nila harus lebih tinggi dari 3 mg/l, karena rendahnya DO dapat berpengaruh

terhadap fungsi biologis dan lambatnya pertumbuhan, bahkan dapat

mengakibatkan kematian (Popma dan Lovshin, 1996).

Oksigen dimanfaatkan organisme untuk pernafasan dan metabolisme

tubuh ikan. Meningkatnya oksigen dalam perairan dipengaruhi oleh adanya difusi

dariudara, hujan yang jatuh, aliran inlet kolam, adanya kincir dan fotosintesis oleh

tumbuhan atau fitoplankton. Satuan oksigen terlarut yang dipakai yaitu mg/l (part

per million). Konsentrasi minimum oksigen terlarut (DO) bagi sebagian besar ikan

air tawar yaitu 5 mg/l. Pada konsentrasi DO 4 mg/l ikan masih bisa hidup namun

menyebabkan nafsu makan menurun. Jenis ikan yang memiliki labirin masih bisa

bertahan pada konsentrasi DO 3 mg/l. DO yang sesuai untuk budidaya ikan

Kerapu yaitu lebih dari 5 mg/l (Ciptanto, 2010).

Page 35: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

21

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Materi Penelitian

Materi penelitian ini yaitu mengenai kualitas air ikan kerapu cantang

(Epinephelus sp) yang diberikan treatment pakan alami Dunaliella salina dan

gambaran histotologi kerapu cantang (Epinephelus sp) yang diinfeksi Viral

Nervous Necrosis (VNN). Kualitas air yang dianalisis yaitu meliputi parameter

fisika dan parameter kimia. Parameter fisika meliputi suhu dan salinitas,

parameter kimia meliputi pH, Dissolved Oxygen (DO).

Tabel 1. Rancangan penelitian

Perlakuan Ulangan

Dunaliella

salina VNN 1 2 3

D0

V0

D0V0 D0V0 D0V0

D1 D1V0 D1V0 D1V0

D2 D2V0 D2V0 D2V0

D3 D3V0 D3V0 D3V0

D0

V1

D0V1 D0V1 D0V1

D1 D1V1 D1V1 D1V1

D2 D2V1 D2V1 D2V1

D3 D3V1 D3V1 D3V1

*) konsultasi khusus dengan dosen pembimbing

Page 36: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

22

Keterangan:

D = Dunaliella salina : D0 = Tidak Menggunakan Dunaliella salina

D1 = Kepadatan 102

D2 = Kepadatan 104

D3 = Kepadatan 106

V = Viral Nervous Necrosis (VNN) : V0 = Tidak Menggunakan VNN

V1 = Menggunakan VNN

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada

lampiran 1.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

observasional. Menurut Surakhmad (1998), metode deskriptif adalah sebuah

metode yang menggambarkan keadaan atau kejadian di suatu daerah tertentu.

Pelaksanaan metode deskriptif tidak terbatas pada pengumpulan dan

penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan pembahasan tentang data

tersebut, sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran secara umum,

sistematik, aktual dan valid mengenai fakta dan sifat-sifat populasi daerah

tersebut.

3.3.1 Jenis Data

Data yang diambil pada penelitian ini ada dua yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer dan data sekunder merupakan pengelompokan

berdasarkan sumber-sumber data.

Page 37: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

23

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya,

diamati dan dicatat untuk pertama kalinya melalui prosedur dan teknik

pengambilan data yang berupa wawancara, observasi dan partisipasi aktif (Azwar,

1998). Wawancara merupakan cara pengumpulan data dengan cara tanya jawab

sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan

penelitian. Wawancara memerlukan komunikasi yang baik dan lancar antara

peneliti dengan subyek sehingga pada akhirnya bisa didapatkan data yang dapat

dipertanggungjawabkan secara keseluruhan (Nazir, 1988).

Observasi atau pengamatan secara langsung adalah pengambilan data

dengan menggunakan indera mata tanpa ada pertolongan alat standard lain untuk

keperluan tersebut (Nazir, 1988). Partisipasi aktif adalah keterlibatan dalam suatu

kegiatan yang dilakukan secara langsung di lapangan (Nazir, 1988). Pengambilan

data primer dalam penelitian ini meliputi gambaran histopatologi organ pada kolam

pemeliharaan ikan kerapu cantang (Epinephelus sp) yang terinfeksi Viral Nervous

Necrosis (VNN).

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber tidak langsung dan

telah dikumpulkan serta dilaporkan oleh orang diluar dari penelitian itu sendiri.

Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan, pustaka, serta data yang diperoleh

dari lembaga penelitian, swasta atau masyarakat (Azwar, 1998). Dalam suatu

penelitian yang dapat dijadikan sumber data sekunder adalah literatur, artikel,

jurnal, serta situs di internet yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan

(Sugiyono, 2009).

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian yang diambil yaitu terdiri

dari segala informasi yang berhubungan dengan penelitian tentang Analisa

Page 38: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

24

gambaran histopatologi ikan kerapu pada kolam pemeliharaan ikan kerapu

cantang (Epinephelus sp) yang terinfeksi Viral Nervous Necrosis (VNN) Informasi

yang digunakan tersebut diperoleh dari studi literatur yang berasal dari

situs internet, jurnal nasional maupun internasional, buku dan laporan skripsi yang

terdapat di ruang baca Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan maupun yang

terdapat di perpustakaan lainnya.

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Perhitungan Kelimpahan Sel

Perhitungan kelimpahan sel fitoplankton digunakan sebagai salah satu

ukuran mengetahui pertumbuhan fitoplankton, mengetahui kelimpahan bibit,

kelimpahan pada awal kultur dan kelimpahan pada saat panen. Untuk menghitung

jumlah fitoplankton yang dihasilkan dalam skala waktu dapat menggunakan alat

haemocytometer.

Chalid et at. (2006), cara Perhitungan jumlah plankton dengan

haemocytometer ini yaitu:

1. Langkah awal yaitu meneteskan kultur sel mikroalga yang akan dianalisa

kepadatan selnya sebanyak satu tetes ke masing-masing dua bagian

haemocytometer.

2. Tutup dengan menggunakan slide.

3. Haemocytometer ini dilengkapi dengan mikroskop.

4. Haemocytometer yang telah diberikan kultur sel mikroalga diletakkan di

bawah lensa objektif dan difokuskan hingga terlihat kisi-kisi tempat

perhitungan sel yang terdiri dari lima kisi perhitungan.

5. Selanjutnya jumlah sel plankton dihitung menggunakan rumus berikut:

Page 39: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

25

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙/𝑚𝑙 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑒𝑙

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑜𝑡𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑥 16 𝑥 104

3.4.2 Ekstraksi Viral Nervous Necrosis (VNN)

1. Diambil ikan kerapu yang sudah terinfeksi VNN

2. Digerus menggunakan mortart dan alu sampai halus

3. Ditambahkan aquades 10 ml kemudian dihomogenkan

4. Dimasukkan ke dalam cuvet kemudian di centrifuge dengan kecepatan 320

rpm selama 10 menit

5. Dipisahkan supermatan dan pellet

6. Dimasukkan supernatan ke dalam media perlakuan

3.4.3 Aklimatisasi ikan kerapu cantang (Epinephelus sp)

Ikan uji yang digunakan yaitu ikan kerapu cantang. Ikan kerapu cantang

yang digunakan berukuran 7 sampai 10 cm dengan jumlah ikan per media 5 ekor.

Menurut Rizkya (2012) benih ikan kerapu cantang yang baru datang tidak

langsung diberikan pakan, karena memerlukan adaptasi terhadap media

pemeliharaanya yang baru. Pakan diberikan setelah ikan terlihat sehat dan agresif.

Pakan diberikan secara adlibitum yaitu pemberian pakan seikit demi sediki

sampai ikan kenyang tujuannya yaitu menghindari adanya pengendapan sisa

pakan yang tidak dimakan pada dasar kolam sehingga mengakibatkan kolam

ikan mengalami penurunan kualitas air, Setelah itu dilakukan pengukuran

parameter kualitas air seperti suhu, salinitas, pH, Oksigen terlarut untuk menjaga

agar kondisi lingkungan ikan kerapu cantang tetap terjaga.

Page 40: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

26

3.4.4 Pemberian Treatment Dunaliella Salina dan Infeksi Viral Nervous

Necrosis (VNN) (Rancob)

Untuk melihat pengaruh pemberian Dunaliella salina dan infeksi Viral

Nervous Necrosis (VNN) pada ikan kerapu cantang (Epinephelus sp) pada

penelitian ini dilakukan 3 perlakuan dan 1 kontrol:

1. Dibuat ikan kontrol yang merupakan ikan kerapu ikan kerapu cantang

(Epinephelus sp) sehat yang dipelihara dengan pemberian pakan seperti

biasanya (tidak ada pemberian Dunaliella salina maupun penginfeksian virus)

2. Dibuat perlakuan 1 (ikan + Dunaliella salina) : ikan kerapu cantang

(Epinephelus sp) yang diberi pakan normal dengan dosis yang disesuaikan

dengan berat badan dan diberi perlakuan Dunaliella salina dengan kepadatan

102, 104, dan 106

3. Dibuat perlakuan 2 (ikan + VNN) : ikan kerapu cantang (Epinephelus sp) yang

diberi perlakuan dengan penginfeksian Viral Nervous Necrosis (VNN) dengan

dosis yang disesuaikan dengan berat badan. Penginfeksian dilakukan dengan

memberikan pakan yang dicampur dengan daging ikan positif VNN.

4. Dibuat perlakuan 3 (ikan + Dunaliella salina + VNN) : ikan kerapu cantang

(Epinephelus sp) yang diberi treatment Dunaliella salina dengan kepadatan

102, 104, dan 106 dan infeksi VNN dengan menambahkan daging ikan positif

VNN sebagai campuran pakan pada hari ke-3, ke-6, dan ke-9.

3.5 Prosedur Pengambilan Sampel

Prosedur pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu meliputi

pengambilan sampel air dan pengambilan sampel ikan. Prosedur pengambilan

sampel tersebut yaitu sebagai berikut:

Page 41: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

27

3.6 Prosedur Pengambilan Sampel Air

Pengambilan sampel air yang dilakukan dalam penelitian yaitu dengan

mengambil sampel air untuk pengukuran beberapa parameter kualitas air di

laboratorium. Adapun prosedur pengambilan sampel air yaitu:

- Mengambil sampel air pada kolam dengan botol plastik volume 600 ml

sebanyak 3 botol dengan 1 kali pengambilan sampel air pada setiap minggu

selama 3 minggu.

3.7 Prosedur Pengambilan Sampel Ikan

Prosedur pengambilan sampel ikan kerapu cantang (Epinephelus sp)

dilakukan untuk mengambil beberapa sampel ikan ikan kerapu cantang

(Epinephelus sp) untuk analisa gejala klinis ikan kerapu cantang (Epinephelus sp)

yang terinfeksi VNN, analisa PCR dan analisa histologi ikan kerapu cantang

(Epinephelus sp) yang terinfeksi VNN. Prosedur pengambilan sampel ikan kerapu

cantang (Epinephelus sp) yaitu sebagai berikut:

Mengambil sampel ikan kerapu cantang (Epinephelus sp) pada kolam

dilakukan dengan menggunakan jaring.

Mengambil sampel ikan kerapu cantang (Epinephelus sp) yang memiliki gejala

terinfeksi VNN. Pengambilan sampel ikan ikan kerapu cantang (Epinephelus

sp) dilakukan sebanyak satu minggu sekali selama tiga minggu berturut turut

sesuai dengan pengambilan sampel kualitas air. Sampel ikan kerapu cantang

(Epinephelus sp) yang diambil sebagai sampel dengan gejala klinis terinfeksi

VNN pada minggu pertama 5 sampel, minggu kedua 5 sampel dan minggu

ketiga 4 sampel.

ikan kerapu cantang (Epinephelus sp) yang didapat pada kolam kemudian

dimasukkan pada plastik yang telah disediakan untuk proses transportasi dari

kolam ke laboratorium untuk analisa lebih lanjut.

Page 42: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

28

ikan kerapu cantang (Epinephelus sp) kemudian dianalisa gejala klinisnya.

Ikan yang memiliki gejala klinis terinfeksi VNN yang paling parah yang

digunakan untuk analisa PCR dan analisa histologi ikan kerapu cantang

(Epinephelus sp) yang terinfeksi VNN.

Sampel ikan kerapu cantang (Epinephelus sp) yang memiliki gejala terinfeksi

VNN paling parah kemudian dibedah dan diambil organnya.

Sampel organ yang didapat dari ikan kerapu cantang (Epinephelus sp) yang

dibedah digunakan untuk PCR dan pembuatan praparat histologi.

3.8 Prosedur Pengujian PCR (Polymerase Chain Reaction)

Pengujian PCR dilakukan untuk mengetahui ikan sampel positif atau

negatif terinfeksi VNN. adapun prosedur pengujian Polymerase Chain Reaction

(PCR) yang dilakukan pada penelitian tentang analisa kualitas air dan

gambaran histopatologi ikan kerapu cantang (Epinephelus sp) yang terinfeksi

VNN dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.9 Prosedur Analisa Histologi

Cara pembuatan preparat (slide) jaringan histologi mengacu pada

pernyataan Angka et al., (1990) yaitu:

Sampel organ ikan kerapu cantang (Epinephelus sp) diambil dengan

menggunakan pinset agar jaringan organ tidak rusak. Organ ikan disayat

membentuk persegi panjang dengan ketebalan 5 mm agar bahan fiksatif

dapat meresap sempurna.

Sampel jaringan yang diperoleh direndam dalam larutan fiksatif selama 48

jam, perendaman dilakukan sebanyak 15—20 kali volume jaringan dan

dilanjutkan dengan dehidrasi.

Page 43: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

29

Larutan fiksatif dibuang, kemudian dimasukkan larutan alkohol 70 % ke dalam

botol film hingga jaringan terendam, selanjutnya organ diambil dari dalam

botol film dan dibungkus menggunakan kain kasa lalu diikat menggunakan

benang yang dibentuk seperti teh celup, agar memudahkan dalam proses

pergantian alkohol setelah 24 jam. Organ ginjal yang dibungkus kain kasa

diambil dan ditiriskan di atas kertas tissue lalu dimasukkan ke dalam botol

berisi alkohol 80%, 90 %, 95 % masing-masing selama dua jam dan alkohol

100 % selama 12 jam dengan cara yang sama. Perendaman dilakukan pada

suhu ruang.

Proses clearing yaitu jaringan direndam dalam alkohol-xylol (1:1) selama 30

menit, dilanjutkan dengan xylol I, xylol II dan xylol III masing-masing selama

30 menit. Perendaman dilakukan pada suhu ruang.

Tahap impregnasi, yaitu penggantian xylol dengan paraffin cair yang

berlangsung di dalam oven dengan suhu 60 °C. Proses ini dilakukan dengan

perendaman jaringan kedalam xylol-parafin (1:1) yang diletakkan dalam gelas

piala selama 45 menit.

Jaringan yang telah di embedding dalam parafin cair lalu diblok (dicetak agar

mudah dipotong) dengan parafin cair, kemudian dibekukan. Proses ini

membutuhkan cetakan yang dapat dibuat dari kertas kaku, seperti kertas

kalender dengan ukuran 2 x 2 x 2 cm. Parafin cair dituangkan ke dalam

cetakan hingga memenuhi 1/8 bagian cetakan dan dibiarkan hingga sedikit

membeku.

Jaringan disusun dalam cetakan dengan bagian sayatan yang diperlukan

menghadap dasar cetakan dan dituangi parafin cair hingga material jaringan

terendam selanjutnya dibiarkan beku dalam suhu ruang selama 24 jam.

Setelah parafin beku dengan sempurna, blok parafin dikeluarkan dari cetakan

Page 44: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

30

lalu dipotong tipis menggunakan silet bermata satu agar dapat disesuaikan

dengan tempat blok pada alat pemotong.

Pemotongan jaringan dimulai dengan meletakkan blok parafin yang

mengandung preparat pada tempat duduknya di mikrotom. Pita-pita parafin

yang awal tanpa jaringan dibuang hingga diperoleh potongan yang

mengandung preparat jaringan. Hasil irisan diambil dengan jarum lalu

diletakkan di permukaan air hangat dalam 45—50°C waterbath hingga

mengembang setelah pita parafin terkembang dengan baik, pita parafin

tersebut ditempelkan pada gelas objek yang telah diberi zat perekat.

Dewaxing yang dimulai dengan meletakkan gelas objek yang berisi jaringan

dalam keranjang preparat yang ukurannya sesuai dengan gelas objek. Lilin

akan terlepas dari jaringan dan jaringan akan tampak jernih selanjutnya

dilakukan hidrasi yang merupakan proses pemasukan air ke dalam preparat

jaringan pada gelas objek setelah proses dewaxing.

Jaringan pada gelas direndam dalam alkohol 100% dalam wadah

perendaman, lalu secara berturut-turut dimasukkan ke dalam alkohol 95%,

90%, 80%, 70% dan 50% masing-masing selama dua menit dengan cara yang

sama pula selanjutnya preparat jaringan direndam ke dalam akuades selama

dua menit.

Preparat jaringan diberi pewarna hematoksilin-eosin. Preparat jaringan

direndam dengan pewarna hematoksilin-eosin selama 7 menit kemudian

dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kelebihan zat warna yang

tidak diserap. Preparat jaringan direndam dengan pewarna eosin selama 3

menit dan dicuci dengan akuades. Preparat jaringan kemudian direndam

dalam alkohol 70%, 85%, 90% dan 100% masing-masing dilakukan selama

Page 45: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

31

dua menit, selanjutnya preparat jaringan direndam dalam xylol I dan xylol II

masing-masing dengan durasi selama dua menit.

Preparat jaringan yang telah diwarnai dapat dibuat preparat yang lebih awet

dengan cara mounting menggunakan mounting agent seperti enthelan.

Preparat jaringan ditutup dengan gelas penutup yang sudah ditetesi enthelan

dan dikeringkan dalam oven pada suhu 40 °C selama 24 jam.

Preparat histologi yang telah jadi kemudian diamati dengan menggunakan

mikroskop dengan perbesaran mulai dari 40 kali hingga 1000 kali sesuai

dengan kejelasan objek preparat histologi.

Dokumentasi menggunakan kamera untuk kemudian dianalisa secara

deskriptif mengenai kerusakan jaringan organ ikan kerapu cantang

(Epinephelus sp) yang diakibatkan oleh infeksi VNN.

3.10 Prosedur Pengukuran Kualitas Air

3.10.1 Parameter Fisika

Adapun prosedur pengukuran parameter fisika dalam penelitian yaitu:

a. Suhu

Menurut SNI (1990), prosedur pengukuran suhu menggunakan

Termometer Hg adalah sebagai berikut:

Memasukkan termometer Hg kedalam perairan dengan membelakangi

matahari, dan ditunggu beberapa saat sampai air raksa dalam termometer

berhenti pada skala tertentu.

Membaca skala termometer dengan mengangkat termometer, dan jangan

sampai tangan menyentuh bagian air raksa termometer.

Mencatat dalam skala yang ada dalam oC.

Page 46: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

32

b. Salinitas

Menurut Armita (2011), Salinitas diukur dengan Refraktometer dengan

cara:

Air sampel diambil secukupnya, lalu diteteskan pada kaca depan

refraktometer,

Kemudian diamati melalui lensa belakang,

penunjukan nilai salinitas pada alat tersebut, dicatat.

3.10.2 Parameter Kimia

Adapun prosedur pengukuran parameter fisika dalam penelitian yaitu:

a. Derajat Keasaman (pH)

Menurut SNI (1990), prosedur pengukuran pH dengan menggunakan pH

paper adalah sebagai berikut:

Menyiapkan pH paper yang akan digunakan

Memasukan pH paper kedalam air sampel sampai batas ujung warna kertas

pH selama 2 menit

Mengibas-ibaskan pH paper dan membandingkan warna kertas pH yang telah

dicelupkan dalam air sampel dengan kotak pH standart

Mencatat hasil Ph.

b. Oksigen Terlarut (DO)

Menurut SNI (1990), prosedur pengukuran oksigen terlarut atau Dissolved

Oxygen (DO) adalah sebagai berikut:

Mengukur dan mencatat volume botol DO yang akan digunakan

Memasukkan botol DO ke dalam air secara perlahan-lahan dengan posisi

miring dan diusahakan jangan sampai ada gelembung udara

Page 47: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

33

Menambahkan MnSO4 2 ml, NaOH + KI 2 ml lalu bolak – balikkan botolnya

sampai homogen

Mengendapkan dan didiamkan selama kurang lebih 30 menit sampai terjadi

endapan cokelat

Membuang air yang bening di atas endapan, dan menambahkan 1-2 ml H2SO4

dan mengkocok sampai endapan larut

Menambahkan 3-4 tetes amylum, diaduk dan dititrasi dengan Na-thiosulfat

0,025 N sampai jernih dan dicatat hasilnya

3.11 Analisa Data

Penelitian ini menggunakan Rancang Acak Lengkap Faktorial dengan 8

pelakuan dan 3 ulangan (kelompok). Menurut Sudjana (1994), eksperimen

faktorial merupakan eksperimen yang semua atau sebagian taraf sebuah faktor

tertentu dikombinasikan atau disilangkan dengan semua atau sebagian taraf tiap

faktor lainnya yang ada dalam eksperimen ini. Rancangan Acak Lengkap Faktorial

pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh treatment Dunaliella

Salina dan infeksi Viral Nervous Necrosis (VNN) terhadap histopatologi ikan

kerapu cantang (Epinephelus sp). Model linear Rancangan Acak Lengkap

Faktorial adalah sebagai berikut :

Keterangan

Yijk : Respon yang diamati

µ : Rata-rata umum

Ai : Pengaruh taraf ke-i faktor A

Bj : Pengaruh taraf ke-j faktor B

ABij : Pengaruh interaksi antara taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B

ϵk (ij) : Pengaruh unit eksperimen ke k dalam kombinasi perlakuan (ij)

Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + ϵk (ij)

Page 48: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

34

Berikut merupakan perhitungan regresi dari RAL Faktorial :

1. FK = Y2

rab =

(total jendral)2

banyak pengamatan

2. JKT = ∑ Yijkl2

- FK

= jumlah kuadrat nilai pengamatan – faktor koreksi

3. JKP = Ʃi,j,k Yijkl

2

r – FK = Ʃ

(total perlakuan)2

r – FK

4. JKG = JKT – JKP

5. JK(A) = Ʃi (𝑎1)2

rb – FK = Ʃ

(total taraf faktor A)2

rb – FK

6. JK(B) = Ʃj (bj)

2

ra – FK = Ʃ

(total taraf faktor B)2

ra – FK

7. JK(AB) = JKP – FK – JK(A) – JK(B)

Berdasarkan perhitungan diatas, selanjutnya dapat dilakukan analisa

keragaman (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Adapun uraian

analisa keragaman dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Analysa of Varians (ANOVA)

Sumber Keragaman

Db JK KT F hit F Tabel

5% 1%

Perlakuan vd – 1 JKP JKP / (dv - 1) KTP / KTG

Dilihat pada tabel

Dilihat pada tabel

V v- 1

JK (V) JK(v) / (v - 1) KT(V) / KTG

D d – 1

JK (D) JK(d) / (d - 1) KT(D) /

KTG

DV (d - 1)(v -

1) JK (DV)

JK(DV) / ((d - 1)(v - 1))

KT(DV) / KTG

Galat dv(r - 1) JKG

JKG / (dv(r - 1))

-

Total rdv – 1 JKT - -

b

I,j,k,l

Page 49: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

35

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil analisa Histopatologi Ikan Kerapu cantang

Pengamatan potongan jaringan otak dan mata ikan kerapu yang negatif

terinfeksi VNN yang telah dipreparasi dan diwarnai dengan menggunakan

pewarnaan Hematoksilin dan Eosin dilakukan dengan mikroskop. Pengamatan

dengan mikroskop dilakukan pada perbesaran 40x. Pengamatan organ otak dan

mata setiap sampel ikan kerapu cantang dapat dilihat pada tabel 3. Dalam hasil

pengamatan terdapat beberapa kerusakan jaringan pada organ otak ataupun mata

pada ikan kerapu cantang yang diinfeksi virus VNN

Tabel 1. Hasil Pengamatan Histopatologi

Perlakuan Otak Mata

D0V0

D1V0

D2V0

D3V0

D0V1

N

HE N

HE

V

Page 50: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

36

D1V1

D2V1

D3V1

Keterangan : N = Nekrosis

HE = Hemorage

V = Vakuolisasi

Pada hasil pengamatan histopatologi dapat dianalisa bahwa terjadi

beberapa kerusakan pada jaringan organ mata maupun otak. Kerusakan terjadi

hanya pada perlakuan yang diberikan infeksi VNN. Kerusakan yang terjadi

diantaranya yaitu Nekrosis, Hemorage, Vakualisasi, dan Hipertropi. Nekrosis

merupakan terjadinya kematian jaringan pada organ, sedangkan hemorage

merupakan kerusakan ata pendarahan yang terjadi pada jaringan sampel yang

diamati. Berikut jumlah kerusakan yang ada pada jaringan organ ikan kerpau

cantang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 2. Jumlah rata-rata kerusakan pada jaringan organ ikan kerapu cantang

Dunaliella salina (D)

VNN (V)

Jumlah Kerusakan

Hemorage Nekrosis Vakuolisasi Hipertropi

D0

V0

20 20 6 0

D1 21 21 7 1

D2 19 20 8 2

D3 22 21 8 0

D0

V1

59 127 28 17

D1 53 121 21 13

D2 47 113 16 9

D3 43 106 13 6

N

HE

HE N

V

HE N

N

N

HE

HE

N

Page 51: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

37

Berdasarkan data jumlah rata-rata kerusakan pada jaringan organ ikan

kerapu cantang pada Tabel 4 diatas perlu adanya uji lanjutan yakni Uji F dengan

pola faktorial yang kemudian diperoleh hasil seperti pada Tabel 5.

Tabel 3. Analisa Varian (ANOVA) jumlah rata-rata kerusakan pada jaringan organ ikan

kerapu cantang

Sumber Keragaman

db JK KT F hit F Tabel

5% 1%

Kelompok 3 18971,75 6323,917

Perlakuan 7 11668,50 -

V 1 11100,50 11100,50 23,81* 4,32 8,02

D 3 246,75 82,25 0,18tn 3,07 4,87

DV 3 321,25 107,08 0,23tn 3,07 4,87

Galat 21 9789,25 466,15

Total 31 40429,50 1304,18

Keterangan : * = Berbeda nyata, tn = Tidak nyata

Hasil perhitungan ANOVA pada Tabel 5, menunjukkan bahwa hipotesis H1

diterima dimana perlakuan VNN berbeda nyata terhadap kerusakan jaringan pada

organ ikan kerapu cantang, sedangkan perlakuan Dunaliella salina dan kombinasi

perlakuan antara Dunaliella salina dan VNN tidak berbeda nyata terhadap

kerusakan jaringan pada organ ikan kerapu cantang. Hal ini menunjukkan bahwa

pemberian Dunaliella salina mampu menghambat persebaran VNN dan dapat

meminimalisir kerusakan jaringan pada organ ikan kerapu cantang.

4.2 Kepadatan Dunaliella salina

Penelitian mengenai pengaruh Dunaliella salina pada histopatologi ikan

kerapu cantang yang diinfeksi VNN dilakukan selama 14 hari, menunjukkan hasil

yang berbeda pada tiap perlakuan. Penambahan Dunaliella salina dimaksudkan

sebagai sumber pakan alami untuk mengetahui kemampuan menghambat

penyebaran VNN pada ikan kerapu cantang. Terdapat perbedaan jumlah

kepadatan populasi Dunaliella salina pada masing-masing bak percobaan. Hal ini

Page 52: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

38

menunjukkan bahwa Dunaliella salina mampu menghambat penyebaran VNN

pada ikan kerapu cantang.

Perhitungan kepadatan Dunaliella salina dilakukan untuk mengetahui

pertumbuhan Dunaliella salina. Perhitungan kepadatan ini dilakukan dengan

menggunakan mikroskop, haemocytometer, dan handtally counter sebagai alat

bantu untuk menghitung jumlah kepadatan Dunaliella salina. Data jumlah

kepadatan Dunaliella salina dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 4. Data Kepadatan Rata-rata Dunaliella salina (104) dalam sel/ml

Berdasarkan data jumlah kepadatan Dunaliella salina pada Tabel 3

diatas perlu adanya uji lanjutan yakni Uji F dengan pola faktorial yang

kemudian diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.

Untuk mengetahui pengaruh treatment Dunaliella salina dengan kepadatan

berbeda dan infeksi Viral Nervous Necrosis (VNN) dapat dilihat pada gambar 4

Gambar 1. Kepadatan Dunaliella salina dengan kepadatan berbeda yang diberikan ke ikan kerapu cantang (Epinephelus sp) yang diinfeksi Viral Nervous

Necrosis (VNN).

0,0050,00

100,00150,00200,00250,00300,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Nila

i Ke

pad

atan

dal

am

sel/

mL

Pengukuran Hari ke-

D0V0

D1V0

D2V0

D3V0

D0V1

D1V1

Page 53: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

39

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa Kepadatan Dunaliella salina terus

mengalami peningkatan dan mencapai puncaknya pada hari ke-7 penelitian.

Peningkatan tersebut terjadi pada semua perlakuan. Perlakuan dengan hasil

kelimpahan tertinggi pada hari ke-7 adalah perlakuan D3V0 sebesar 205,40 x 104

sel/ml sedangkan kelimpahan populasi terendah pada perlakuan D0V0 dan D0V1

sebesar 0 x 104 sel/ml kemudian perlakuan D1V1 sebesar 4,45 x . 104 sel/ml.

4.3 Survival Rate dan Mortalitas Ikan Kerapu Cantang

Menurut Desrina et all. (2006), ikan kerapu adalah ikan budidaya laut

unggulan di Indonesia. Jenis yang banyak dikembangkan saat ini adalah ikan

Kerapu Tikus, Kerapu Macan, Kerapu Sunu dan Kerapu Cantang. Menurut Putri

et all. (2006), dalam budidaya kerapu tikus, penyakit yang pada umumnya

menyerang adalah Viral Nervous Necrosis (VNN). Penyakit ini merupakan jenis

virus Nodaviridae yang dapat menyebabkan kematian massal hingga 100% dalam

budidaya.

Dalam penelitian ini, tingkat survival rate (SR) dan mortalitas diukur setiap

hari selama 14 hari waktu penelitian. Adapun data hasil rata- rata mortaitas ikan

kerapu cantang dapat dilihat pada Tabel 7. grafik dapat dilihat pada gambar di

bawah ini:

Tabel 5. Hasil rata- rata mortaitas ikan kerapu cantang

PERLAKUAN Mortalitas

D0V0 0%

D1V0 0%

D2V0 0%

D3V0 20%

D0V1 50%

D1V1 40%

D2V1 60%

D3V1 50%

Grafik Mortalitas dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Page 54: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

40

Gambar 2. Hasil rata- rata mortaitas ikan kerapu cantang

Berdasarkan hasil pengamatan tingkat mortalitas pada penelitian ini

didapatkan nilai mortalitas pada semua perlakuan berkisar antara 0% – 100%.

Pada perlakuan D0V0 nilai mortalitas sebesar 0%, pada perlakuan D1V0 nilai

mortalitas sebesar 0%, pada perlakuan D2V0 nilai mortalitas sebesar 0%, pada

perlakuan D3V0 nilai mortalitas sebesar 20%, pada perlakuan D0V1 nilai

mortalitas sebesar 50%, pada perlakuan D1V1 nilai mortalitas sebesar 40%, pada

perlakuan D2V1 nilai mortalitas sebesar 60% dan pada perlakuan D3V1 nilai

mortalitas sebesar 50%. Selanjutnya data hasil rata- rata tingkat survival rate (SR)

ikan kerapu cantang dapat dilihat pada Tabel 8 . grafik dapat dilihat pada gambar

.dibawah ini:

Tabel 6. Hasil rata- rata tingkat survival rate (SR) ikan kerapu cantang

PERLAKUAN SR

D0V0 100%

D1V0 100%

D2V0 100%

D3V0 90%

D0V1 50%

D1V1 60%

D2V1 40%

D3V1 50%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Tin

gk

at

Mo

rta

lita

s d

ala

m %

Perlakuan

Mortalitas

Page 55: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

41

Gambar 3. Hasil rata- rata survival rate (SR) ikan kerapu cantang

Berdasarkan hasil pengamatan tingkat survival rate (SR) pada penelitian

ini didapatkan nilai survival rate (SR) pada semua perlakuan berkisar antara 0% –

100%. Pada perlakuan D0V0 nilai survival rate (SR) sebesar 100%, pada

perlakuan D1V0 survival rate (SR) sebesar 100%, pada perlakuan D2V0 nilai

survival rate (SR) sebesar 100%, pada perlakuan D3V0 nilai survival rate (SR)

sebesar 90%, pada perlakuan D0V1 nilai survival rate (SR) sebesar 50%, pada

perlakuan D1V1 nilai survival rate (SR) sebesar 60%, pada perlakuan D2V1 nilai

survival rate (SR) sebesar 40% dan pada perlakuan D3V1 nilai survival rate (SR)

sebesar 50%.

4.4 Analisis Kualitas Air

4.4.1 Parameter Fisika

Kualitas air dalam budidaya ikan adalah setiap perubahan yang

mempengaruhi pengelolaan dan sintasan, perkembangbiakan, pertumbuhan, atau

produksi ikan. Air yang baik adalah yang mampu menunjang kehidupan ikan

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

D0V0 D1V0 D2V0 D3V0 D0V1 D1V1 D2V1 D3V1

Nila

i SR

dal

am %

Perlakuan

SR

Page 56: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

42

dengan baik. Dalam penelitian ini, analisa kualitas perairan yang diukur adalah

sebagai berikut:

a. Suhu

Menurut Aqil (2010), suhu merupakan faktor utama yang mempengaruhi

proses fisika kimia yang terjadi di dalam perairan. Suhu air secara tidak langsung

akan mempengaruhi kelarutan oksigen dan secara langsung mempengaruhi

proses kehidupan organisme. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran suhu

selama 5 hari yaitu pada hari ke-0, hari ke-3 hari ke-6, hari ke-9 dan hari ke-12.

Adapun data hasil rata- rata pengukuran suhu dapat dilihat pada Tabel 9. grafik

dapat dilihat pada gambar . di bawah ini:

Tabel 7. Hasil rata- rata pengukuran suhu dalam ᵒC

PERLAKUAN Hari ke-

0 3 6 9 12

D0V0 25,03 22,80 23,50 23,62 23,63

D1V0 25,57 23,43 24,40 24,50 24,57

D2V0 25,43 23,53 24,20 24,37 24,43

D3V0 25,37 23,50 24,57 24,63 24,80

D0V1 26,27 23,37 24,40 23,23 23,07

D1V1 25,73 23,63 24,47 23,70 23,10

D2V1 25,53 23,57 24,33 23,67 23,50

D3V1 25,57 23,53 24,30 23,83 23,77

Grafik hasil pengamatan suhu dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 4. Hasil rata- rata pengukuran suhu dalam ᵒC

20,00

21,00

22,00

23,00

24,00

25,00

26,00

27,00

0 3 6 9 12

Nilai

Su

hu

dala

m ᵒ

C

Pengukuran Hari ke-

D0V0

D1V0

D2V0

D3V0

D0V1

D1V1

D2V1

D3V1

Page 57: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

43

Berdasarkan hasil pengukuran suhu pada penelitian ini didapatkan nilai

suhu pada semua perlakuan berkisar antara 22,80 – 26,27 oC. Pada perlakuan

D0V0 nilai suhu berkisar antara 22,80 – 25,03 oC, pada perlakuan D1V0 nilai suhu

berkisar antara 23,43 – 25,57 oC, pada perlakuan D2V0 nilai suhu berkisar antara

23,53– 25,43 oC, pada perlakuan D3V0 nilai suhu berkisar antara 23,50 – 25,37

oC, pada perlakuan D0V1 nilai suhu berkisar antara 23,07 – 26,27 oC, pada

perlakuan D1V1 nilai suhu berkisar antara 23,10 – 25,73 oC, pada perlakuan D2V1

nilai suhu berkisar antara 23,50 – 25,53 oC dan pada perlakuan D3V1 nilai suhu

berkisar antara 23,53 – 25,57 oC.

Menurut Endang (2005), kisaran suhu perairan yang baik berkisar antara 27-

33°C. Peranan suhu pada ekosistem akuatik dapat dilihat dari dua aspek,yaitu :

Pengaruh langsung seperti toleransi suhu suatu organisme dalam hubungannya

dengan kondisi alam, dan penurunan oksigen terlarut akibat peningkatan suhu,

sedangkan untuk pengaruh tidak langsung dari suhu adalah pengaruhnya

terhadap air.

Menurut Kurniawan (2012), suhu optimal bagi kehidupan organisme perairan

tropis berkisan antara 28-320C. Pada kisaran suhu tersebut, konsumsi oksigen

mencapai 2,2 mg/g berat tubuh/jam. Sedangkan di bawah suhu 250C, konsumsi

oksigen hanya mencapai 1,2 mg/g berat tubuh/jam dan terjadi penurunan nafsu

makan ikan. Suhu yang rendah dapat menyebabkan aktivitas ikan menjadi kurang

aktif, bergerombol, serta tidak mau berenang dan makan. Hal ini berpengaruh

pada menurunnya kemampuan ikan untuk merespon penyakit yang muncul atau

kemampuan imunitasnya menurun.

Berdasarkan hasil penelitian dan perbadingan dengan literatur, nilai suhu

yang didapatkan pada penelitian ini tidak berada pada kisaran optimal untuk

kehidupan ikan. Hal ini mengakibatkan ikan cenderung pasif dan berada pada

dasar bak percobaan.

Page 58: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

44

25,00

27,00

29,00

31,00

33,00

35,00

37,00

39,00

0 3 6 9 12

Nilai

Salin

itas d

ala

m p

pt

Pengukuran Hari ke-

D0V0

D1V0

D2V0

D3V0

D0V1

D1V1

D2V1

D3V1

b. Salinitas

Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam air

laut (Munro, 1995). Salinitas merupakan aspek kualitas air yang penting karena

mempengaruhi proses penyerapan oksigen dari air media ke dalam tubuh dan

proses osmoregulasi untuk metabolisme tubuh organisme. Dalam penelitian ini

dilakukan pengukuran salinitas selama 5 hari yaitu pada hari ke-0, hari ke-3 hari

ke-6, hari ke-9 dan hari ke-12. Adapun hasil rata-rata pengukuran salinitas dapat

dilihat pada Tabel 10. dan grafik dapat dilihat pada gambar 8. di bawah ini.

Tabel 8. Hasil rata- rata pengukuran salinitas dalam ppt

PERLAKUAN Hari ke-

0 3 6 9 12

D0V0 32,67 36,33 34,67 35,33 35,50

D1V0 32,67 34,67 30,00 31,00 31,50

D2V0 33,67 35,00 30,67 31,33 31,67

D3V0 32,33 36,67 30,33 31,00 31,50

D0V1 33,33 35,00 29,67 29,33 28,33

D1V1 31,00 34,33 30,67 30,00 29,67

D2V1 33,67 35,00 30,67 31,33 30,33

D3V1 32,00 36,33 29,33 30,33 29,67

Gambar 5. Hasil Rata- Rata Pengukuran Salinitas

Page 59: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

45

Berdasarkan hasil pengukuran salinitas pada penelitian ini didapatkan nilai

salinitas pada semua perlakuan berkisar antara 28,33 – 36,67 ppt. Pada perlakuan

D0V0 nilai salinitas berkisar antara 22,80 – 36,33 ppt, pada perlakuan D1V0 nilai

salinitas berkisar antara 30,00 – 34,67 ppt, pada perlakuan D2V0 nilai salinitas

berkisar antara 30,67– 35,00 ppt, pada perlakuan D3V0 nilai salinitas berkisar

antara 30,33 – 36,67 ppt, pada perlakuan D0V1 nilai salinitas berkisar antara 28,33

– 35,00 ppt, pada perlakuan D1V1 nilai salinitas berkisar antara 29,67 – 34,33 ppt,

pada perlakuan D2V1 nilai salinitas berkisar antara 30,33 – 35,00 ppt dan pada

perlakuan D3V1 nilai salinitas berkisar antara 29,33– 36,33 ppt.

Menurut Amiruddin et al., (2011), salinitas yang baik untuk kehidupan ikan

kerapu berkisar antara 30-33 ppt. Berdasarkan hasil penelitian dan perbandingan

dengan literatur dapat disimpulkan bahwa nilai salinitas tersebut masih tergolong

baik untuk kehidupan ikan kerapu dan salinitas tersebut mengalami fluktuasi dari

hari ke hari.

4.4.2 Paramater Kimia

a. Derajat Keasaman (pH)

Jubaedah (2006) dalam Aqil (2010) mengatakan bahwa tinggi rendahnya pH

air sangat ditentukan oleh konsentrasi ion hidrogen yang terdapat dalam perairan.

Setiap organisme mempunyai pH optimum untuk kehidupannya. Nilai pH perairan

merupakan salah satu faktor lingkungan yang berhubungan dengan pH selama 5

hari yaitu pada hari ke-0, hari ke-3 hari ke-6, hari ke-9 dan hari ke-12. Adapun data

hasil rata-rata pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel 11 dan grafik dapat dilihat

pada gambar 9 di bawah ini:

Page 60: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

46

7,00

7,50

8,00

8,50

9,00

0 3 6 9 12

Nilai

pH

Pengukuran Hari ke-

D0V0

D1V0

D2V0

D3V0

D0V1

D1V1

D2V1

D3V1

Tabel 9. Hasil rata-rata pengukuran pH

PERLAKUAN Hari ke-

0 3 6 9 12

D0V0 7,53 7,73 7,83 7,88 7,97

D1V0 7,88 7,70 7,77 7,82 7,86

D2V0 7,90 7,75 7,87 7,92 8,00

D3V0 7,89 7,77 7,73 7,79 7,84

D0V1 7,90 7,70 7,43 7,27 7,17

D1V1 8,07 7,67 7,90 7,77 7,62

D2V1 7,94 7,65 7,87 7,80 7,72

D3V1 8,13 7,70 7,83 7,75 7,70

Grafik Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 6. Hasil Rata- Rata pengukuran pH

Berdasarkan hasil pengukuran pH pada penelitian ini didapatkan nilai pH

pada semua perlakuan berkisar antara 7,17 – 8,13. Pada perlakuan D0V0 nilai pH

berkisar antara 7,53 – 7,97, pada perlakuan D1V0 nilai pH berkisar antara 7,70 –

7,88, pada perlakuan D2V0 nilai pH berkisar antara 7,75– 8,00, pada perlakuan

D3V0 nilai pH berkisar antara 7,73 – 7,89, pada perlakuan D0V1 nilai pH berkisar

antara 7,17 – 7,90, pada perlakuan D1V1 nilai pH berkisar antara 7,62 – 8,07,

pada perlakuan D2V1 nilai pH berkisar antara 7,65 – 7,94 dan pada perlakuan

D3V1 nilai pH berkisar antara 7,70– 8,13.

Page 61: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

47

Menurut Mukti et al, (2004), pH adalah suatu ukuran dari derajat keasaman

atau reaksi alkali antara 1 hingga 14. pH antara 1 – 6,5 umumnya bersifat asam,

pH 7 bersifat netral, dan pH antara 7,5 – 14 bersifat basa (alkali). pH didefinisikan

sebagai logaritma negatif dari aktivitas ion hydrogen. Nilai pH sangat dipengaruhi

oleh aktivitas fotosintesis tanaman air yang ada. Menurut Jubaedah (2006) dalam

Aqil (2010), kisaran pH yang baik untuk kehidupan ikan kerapu berkisar antara

6,5-8,5.

Menurut Kurniawan (2012), organisme perairan dapat hidup ideal dalam

kisaran pH asam lemah sampai basa lemah. Kondisi perairan yang bersifat asam

kuat ataupun basa kuat akan membahayakan kelangsungan hidup biota karena

akan menggangu proses metabolisme. Perubahan pH yang mendadak akan

mengakibatkan ikan meloncat-loncat, berenang sangat cepat, tampak seperti

kekurangan oksigen, dan bahkan mengalami kematian. Sedangkan perubahan pH

perlahan akan menyebabkan lendir keluar berlebihan, kulit menjadi putih, dan

mudah terinfeksi oleh mikroorganisme infektif.

Berdasarkan hasil penelitian dan perbandingan dengan literatur, nilai pH

pada bak percobaan tergolong baik dan basa lemah yang mengalami naik turun

secara perlahan. Tidak stabilnya pH memicu terjadinya stress pada ikan. Hal ini

ditunjukan dengan keluarnya lendir pada tubuh ikan kerapu secara berlebihan.

b. Dissolved Oxygen (DO)

Menurut Kurniawan (2012), dissolved oxygen atau oksigen terlarut

merupakan jumlah gas O2 yang diikat oleh molekul air. Menurut Odum (1971)

dalam Aqil (2010), oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi

dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme hidup dalam perairan tersebut.

Oksigen di dalam air berguna untuk menunjang kehidupan ikan dan organisme air

lainnya. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran DO sebanyak tiga kali. Adapun

Page 62: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

48

hasil rata-rata pengukuran DO dapat dilihat pada Tabel 12 dan grafik dapat diihat

pada Gambar 10 di bawah ini:

Tabel 10. Hasil rata-rata pengukuran DO

Gambar 7. Hasil Rata- Rata Pengukuran DO

Berdasarkan hasil pengukuran DO pada penelitian ini didapatkan nilai pH

pada semua perlakuan berkisar antara 5,10 – 6,80. Pada perlakuan D0V0 nilai DO

berkisar antara 5,32 – 6,28, pada perlakuan D1V0 nilai DO berkisar antara 5,20 –

6,79, pada perlakuan D2V0 nilai DO berkisar antara 5,49– 6,44, pada perlakuan

D3V0 nilai DO berkisar antara 5,30 – 6,80, pada perlakuan D0V1 nilai DO berkisar

antara 5,10 – 6,44, pada perlakuan D1V1 nilai DO berkisar antara 5,31 – 6,21,

PERLAKUAN Hari ke-

0 3 6 9 12

D0V0 6,28 5,32 5,38 5,44 5,53

D1V0 6,79 5,20 5,45 5,51 5,63

D2V0 6,44 5,52 5,49 5,56 5,61

D3V0 6,80 5,30 5,45 5,54 5,65

D0V1 6,44 5,39 5,34 5,20 5,10

D1V1 6,21 5,32 5,51 5,43 5,31

D2V1 6,11 5,36 5,43 5,35 5,25

D3V1 6,21 5,36 5,41 5,31 5,27

4,00

4,50

5,00

5,50

6,00

6,50

7,00

0 3 6 9 12

Nilai

DO

dala

m m

g/L

Pengukuran Hari ke-

D0V0

D1V0

D2V0

D3V0

D0V1

D1V1

D2V1

D3V1

Page 63: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

49

pada perlakuan D2V1 nilai DO berkisar antara 5,25 – 6,11 dan pada perlakuan

D3V1 nilai DO berkisar antara 5,27– 6,21.

Menurut Odum (1971) dalam Aqil (2010), kadar oksigen terlarut di perairan

yang ideal bagi pertumbuhan ikan dewasa adalah lebih dari 5 mg/l. pada kisaran

4-5 mg/l ikan masih dapat bertahan tetapi pertumbuhannya terhambat. Menurut

Kurniawan (2012), konsumsi oksigen terlarut pada masing-masing ikan akan

berbeda-beda tergantung pada jenis ikan, umur, aktivitas, dan faktor fisiologi ikan

lainnya. Secara umum, ikan membutuhkan konsentrasi oksigen di atas 5 ppm,

walaupun ada beberapa jenis ikan yang mampu hidup pada kondisi oksigen di

bawah 3 ppm. Pada perairan dengan konsentrasi oksigen di bawah 4 ppm,

beberapa jenis ikan masih mampu bertahan hidup, akan tetapi nafsu makannya

mulai menurun. Beberapa penelitian menyatakan bahwa konsentrasi oksigen yang

baik dalam budidaya perairan adalah antara 5-7 ppm. Beberapa ikan-ikan yang

memiliki alat pernafasan tambahan mampu hidup pada perairan dengan

kandungan oksigen rendah, seperti lele dan gurami.

Berdasarkan hasil penelitian dan perbandingan dengan literatur, nilai DO

pada penelitian ini berada pada kondisi optimum untuk kehidupan organisme, hal

ini dikarenakan adanya alat bantu suplay oksigen berupa aerator set.

4.4 Hasil analisa PCR Ikan Kerapu cantang

Sampel ikan kerapu cantang dari masing-masing bak yang terindikasi

terinfeksi Viral Nervous Necrosis dengan gejala perubahan secara morfologi pada

ikan belum dapat membuktikan bahwa ikan tersebut positif terinfeksi virus Viral

Nervous Necrosis. Uji lebih lanjut untuk mengetahui ikan sampel tersebut positif

terinfeksi virus Viral Nervous Necrosis dapat dilakukan dengan menggunakan

analisa PCR (Polymerase Chain Reaction). Metode PCR telah banyak digunakan

dalam berbagai kepentingan didalam ilmu pengetahuan yaitu diantaranya deteksi

Page 64: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

50

suatu gen, deteksi penyakit, kloning dan mutagenesis dalam suatu gen.

Penggunaan metode PCR dalam bidang perikanan telah digunakan untuk deteksi

berbagai macam penyakit yang menyerang ikan seperti CCV (Channel Catfish

Virus), WSSV (White Spot Sindrome Virus), dan VNN (Viral Nervous Necrosis)

(Murwantoko, 2006).

Sampel ikan kerapu cantang yang terindikasi VNN kemudian dibedah dan

diambil organ dalam ikan tersebut untuk dilakukan proses PCR. Proses pertama

kali yang dilakukan adalah isolasi jaringan organ. Organ yang digunakan untuk

analisis PCR berupa organ mata dan otak. hal ini sesuai dengan pernyataan Rizka

et al. (2013), VNN (Viral Nervous Necrosis) ini umumnya menyerang sistem

organ syaraf mata dan otak yang dapat menyebabkan kelainan pada ikan yang

diserang. menjelaskan bahwa VNN umumnya menginfeksi stadia larva sampai

yuwana dan menyerang sistem organ syaraf mata dan otak dengan gejala yang

cukup spesifik karena ikan menampakkan tingkah laku berenang yang tidak

normal dan umumnya ikan berdiam di dasar (Yuasa et al, 2001). Setelah dilakukan

isolasi organ kemudian dilakukan analisis PCR pada organ mata dan otak.

Tahapan prosedur analisis PCR untuk deteksi VNN dapat dilihat pada Lampiran 2

dengan tahapan reaksi denaturation, annealing, extension dan final elongation.

Hasil analisis PCR kemudian dipotret dengan uv trans-illuminator. Analisis PCR

yang dilakukan pada organ mata dan otak diketahui bahwa organ mata dan otak

pada semua sampel negatif terinfeksi Viral Nervous Necrosis (VNN).

Page 65: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

51

V. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang analisi histopatologi ikan kerapu

cantang (Epinephelus sp) dengan treatment Dunaliella salina dan infeksi Viral

nervous Necrosis (VNN) dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Pengamatan parameter Kualitas Air ikan kerapu cantang (Epinephelus sp)

didapatkan hasil pada parameter kualitas memiliki kondisi yang baik,

Pengamatan secara Histopatologi pada preparat jaringan otak dan mata

didapatkan hasil yaitu terdapat beberapa kerusakan jaringan otak dan mata

pada ikan yang diinfeksi vrus VNN

Hipotesis H1 diterima dimana perlakuan VNN berbeda nyata terhadap

kerusakan jaringan pada organ ikan kerapu cantang, sedangkan perlakuan

Dunaliella salina dan kombinasi perlakuan antara Dunaliella salina dan

VNN tidak berbeda nyata terhadap kerusakan jaringan pada organ ikan

kerapu cantang. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian Dunaliella salina

mampu menghambat persebaran VNN dan dapat meminimalisir kerusakan

jaringan pada organ ikan kerapu cantang.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian diperlukan adanya pengontrolan kualitas

air untuk menjaga kualitas air tetap pada kisaran yang baik untuk manajemen

pemeliharaan kerapu cantang agar tidak terserang penyakit dan perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan Dunaliella salina sebagai

penghambat VNN yang lebih praktis dan efektif.

Page 66: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

52

DAFTAR PUSTAKA

Angka, S.L., I. Mokoginta, dan D. Damas. 1990. Pengendalian Penyakit Ikan Hispatologi dan Hematologi Ikan-Ikan Air Tawar yang Dibudidayakan. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.

Angka, S. L dan M. T. Suhartono. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Penrbit Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor; Bogor.

Armita, D., 2011. Analisis Perbandingan Kualitas Air Di Daerah Budidaya Rumput Laut Dengan-Daerah Tidak Ada Budidaya Rumput Laut, Di Dusun Malelaya, Desa Punaga, Kecamatan Mangarabombang, Kota Takalar. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Azwar, S. 1998. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar; Yogyakarta.

Borowski P, Niebuhr A, Schmitz H, Hosmane RS, Bretner M, Siwecka MA, Kulikowski T. 2002. NTPase/helicase of Flaviviridae: inhibitors and inhibition of the enzyme. Acta Biochimica Polonica 49: 597-614.

Chi, S.C., Lo C.F., and S.C. Ln. 2001. Characterization of Grouper Nervous Necrosis Virus. Journal Fish Disease. 24:3-13.

Chi, S.C, 2006, Piscine Nodavirus Infection in Asia, Department of Life Science andInstitute of Zoology, National Taiwan University

Ciptanto, S. 2010. Top 10 Ikan Air Tawar. Lily Publisher. Yogyakarta

Dennis K. G, Dong J. L, Gun W. B, Hee J. Y, Nam S. S, Hwa Y. Y, Cheol Y. H, Jun H. P, Se C. P , 2006, Detection of betanodaviruses in apparently healthy aquarium fishes and invertebrates, Zoonotic Disease Priority Research Institute, and College of Veterinary Medicine, Seoul National University, Seoul 151-742, Korea

Effendi, H. 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Eide, K.E., T. Miller-Morgan., J.R. Heidel., M.L. Kent., R.J. Bildfell., S. LaPatra., G. Watson., and L. Jin. 2011. Investigation of koi herpesvirus latency in koi. Journal of virology, 85(10), pp.4954-4962.

Evalawati., M. Meiyana dan Aditya. 2001. Biologi Kerapu, Pembesaran Kerapu bebek dan Kerapu Macan di Keramba Jaring Apung. Ditjenkan; Jakarta.

Hadiati, Rini. 2000. Struktur Komunitas Makrozoobenthos sebagai indikator Biologi Kualitas peraiaran Sungai Cihideung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Page 67: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

53

Ira. 2014. Kajian Kualitas Perairan Berdasarkan Parameter Fisika Dan Kimia Di Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari Sulawesi Tenggara. Aquasains (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan).

Irawan. A dan Lily. I. S., 2013. Karakteristik Distribusi Horizontal Parameter FisikaKimia Perairan Permukaan Di Pesisir Bagian Timur Balikpapan. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18 (2).

Isnansetyo, A dan Kurniastuti. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Kanisius; Yogyakarta.

Jayappriyan, K.R., R. Rajkumar, V. Venkatakrishnan, S. Nagaraj, R. Rengasamy. 2013. In Vitro Anticancer Activity of Natural β-Carotene from Dunaliella salina EU5891199 in PC-3 Cells. Biomedicine & Preventive Nutrition. Vol. 3 : 99-105.

Kordi, M. 2001. Usaha Pembesaran Ikan Kerapu di Tambak. Kanisius; Yogyakarta.

Lembaga Penelitian Universitas Nusa Cendana, 2006. Analisis Komoditas Unggulan dan Peluang Usaha (Budidaya Ikan kerapu). Kerjasama Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Kupang dengan Lembaga Penelitian Universitas Nusa Cendana – Kupang. Kupang.

Lestari, A.T dan P. E. Sudaryatma. 2014. Studi Imunositokimia Darah dan Suspensi Organ Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang Diinfeksi Virus Isolat Lapang Penyebab Viral Nervous Necrosis. Jurnal Sain Veteriner. 32 (1) : 85-92

Louie, M., L. Louie., and A.E. Simor. 2000. The role of DNA amplification technology in the diagnosis of infectious diseases. Canadian Medical Association Journal, 163(3), pp.301-309.

Muladno. 2010. Teknologi Rekayasa Genetika. Edisi Kedua. IPB Press. Bogor.

Nakai, T., K. Mori., T. Sugaya., T. Nishioka., And K. Mushiake. 2009. Current Knowledge on Viral Nervous Necrosis (VNN) and its Causative Betanodaviruses. The Israeli Journal of Aquaculture. 61(3): 198-206.

Nazir, M. 1988. Metodologi Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Nguyen, H.D., K.Mushiake, T. Nakai and K. Muraga, 1997. Tissue distribution of striped jack nervous necrosis virus (SJNNV) in adult striped jack, Faculty of Applied Biological Science, Hiroshima University. Higashihiroshima 739. Japan

Nishizawa T., Mori K., Furuhashi M., Nakai T., Furusawa I., And K. Muroga. 1995. Comparison of The Coat Protein Genes of Five Fish Nodaviruses, The Causative Agents of Viral Nervous Necrosis in Marine Fish. Journal of Gen. Virol. 76:1563-1569.

Nontji, A. 2003. Tiada Kehidupan di Bumi Tanpa Keberadaan Plankton. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI. Jakarta.

Odum, H. T. 1971. Environment, power, and society (Vol. 130). New York: WileyInterscience.

Paasivirta, J. 1991. Chemical Ecotoxicology. Florida: Lewis Publishers.

Page 68: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

54

Perceka, M. L. 2011. Analisis Deskriptif Kemunduran Mutu Kulit Ikan Bandeng (Chanos chanos) Selama Penyimpanan Suhu Chilling Melalui Pengamatan Histologis. Skripsi. Institut Pertania Bogor; Bogor.

Popma, T. J., and L. L. Lovshin. 1996. Worldwide prospects for commercial production of tilapia. International Center for Aquaculture and Aquatic Environments.

Prajitno, A. 2008. Penyakit Ikan-Udang Virus. UM PRESS. Malang.

Purnomo, R., P. Hartono dan Nirasari. 2002. Pengelolaan Kesehatan Ikan Budidaya Laut. Balai Budidaya Laut Lampung.

Putri, R., U. Yanuhar dan A. M. Suryanto. 2013. Perubahan Struktur Jaringan Mata dan Otak pada Larva ikan kerapu cantang (Epinephelus sp) yang Terinfeksi Viral Nervous Necrosis (VNN) dengan Pemeriksaan Scanning Electron Microscope (SEM). MSPi Student Journal 1: 1-10.

Risamasu, F.J.L. 2008. Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar Berumpon.Institut Pertanian Bogor. Bogor. 21 hlm.

Rizkya, M. 2012. Pembenihan ikan kerapu cantang (Epinephelus sp.) di Balai

Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo-Jawa Timur. Sekolah

Tinggi Perikanan, Bogor, 42 hal.

Romimohtarto dan S. Juwana. 1999. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut.

Rukminasari, N, N. dan Khaerul, A., 2014. Pengaruh Derajat Keasaman (Ph) Air Laut Terhadap Konsentrasi Kalsium Dan Laju Pertumbuhan Halimeda Sp. Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan) Vol.24 (1): 28-34.

Sanchez-Moyano JE, Garcia-Asencio IM, Garcia-Gomez JC. 2007. Effect of temporalvariation of the seaweed Caulerpa prolifera cover on the associated crustacean community. Marine Ecology 28: 324-337.

Sari, D. S., Wardiyanto dan A. Setyawan. 2015. Profil Histologi Kerapu cantang (Epinephelus sp) Yang Distimulasi Jintan Hitam (Nigella sativa) Dan Diinfeksi Viral Nervous Necrosis (VNN). Aquasains.

SNI. 1990. Metode Pengukuran Kualitas Air. Dinas Pekerjaan Umum. Jakarta.

Subyakto, Slamet dan Cahyaningasih, S. 2003. Pembenihan Kerapu Skala Rumah Tangga. Agromedia pustaka; Jakarta.

Sudaryatma, P. E., A. T. Lestari, N. L. Sunarsih, K. S. Widiarti, S. N. Hidayah dan D. Srinoto. 2012. Imunositokimia Streptavidin Biotin: Deteksi Dini Viral Nervous Necrosis Virus pada Lendir Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Jurnal Sain Veteriner. 30 (1) : 99-110

Sugiyono. 2009. Metode Kuantitatif dan R & D. Alfabeta; Bandung

Sutisna.D.H dan S. Retno. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius media. Yogyakarta.

Page 69: ANALISIS HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU CANTANG …repository.ub.ac.id/6590/1/Ahmad Arief Fathoni.pdf · Ikan kerapu menjadi salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk diekspor. Ikan

55

Surachmad, W. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik Edisi Kedelapan.Tarsito. Bandung.

Tampubolon, G.H. and E. Mulyadi. 1989. Synopsis Ikan Kerapu di Perairan Indonesia.Balitbangkan. Semarang.

Ye H, Wang K, Zhou C, Liu J, Zeng X. 2008. Purification, antitumor and antioxidant activities in vitro of polysaccharide from the brown seaweed Sargassum pallidum. Food Chemistry 111: 428-432.

Yuasa, K., I. Koesharyani, D. Roza, F. Jhonny, and Zafran. 2001. Manual for PCR Procedure; Rapid diagnosis on Viral Nervous Necrosis (VNN) in Grouper. Lolitkanta-JICA Booklet No. 13, 35 pp.

Yuwono T. 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Penerbit Andi. Yogyakarta

Yudha, A.P. 2008. Senyawa Antibakteri dari Mikroalga Dunaliella Sp. pada Umur Panen yang Berbeda. Skripsi. IPB : Bogor.