II. TINJAUAN PUSTAKA A. PROBIOTIK - repository.ipb.ac.id · Gambar 2 Jalur fermentasi asam laktat...

17
II. TINJAUAN PUSTAKA A. PROBIOTIK Probiotik adalah sediaan sel mikroba hidup yang memiliki pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan dan kehidupan inangnya (Salminen et al ., 1999). Efek positif dari aktivitas probiotik terbagi dalam tiga aspek, yaitu nutrisi, fisiologi, dan antimikroba. Aspek nutrisi berasal dari penyediaan enzim yang membantu metabolisme penyerapan laktosa (laktase), sintesis beberapa jenis vitamin (vitamin K, asam folat, piridoksin, asam pantotenat, biotin, dan riboflavin), serta dapat menghilangkan racun hasil metabolit komponen makanan di usus. Aspek fisiologis meliputi kemampuan untuk menjaga keseimbangan komposisi mikrobiota usus sehingga menekan resiko infeksi penyakit dan menstimulasi sistem kekebalan tubuh. Aspek kemampuan antimikroba dinyatakan melalui kemampuan memperbaiki ketahanan terhadap patogen (Naidu dan Clemens, 2000). Namun aktivitas terhadap patogen ini juga dapat berasal dari kemampuan adhesi yang dimiliki probiotik (Collado et al. , 2007b). Probiotik menurut FAO/WHO (2001) adalah mikroorganisme hidup yang masuk dalam jumlah yang cukup sehingga dapat memberikan manfaat kesehatan bagi inang. Jumlah yang cukup yang dimaksud oleh FAO/WHO (2001) ini adalah 10 6 -10 8 cfu/g dan diharapkan dapat berkembang menjadi 10 12 cfu/ g di dalam kolon. International Dairy Federation (IDF) memberikan standar jumlah minimum probiotik hidup sebagai acuan adalah 10 6 koloni/ml pada produk akhir (Indratingsih et al., 2004). Jumlah probiotik hidup harus mampu untuk melewati kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, seperti terekspos asam lambung dan garam empedu, sehingga masih memiliki aktivitas fisiologis (Charteris et al., 1998). Probiotik dipasarkan dalam bentuk kapsul, tablet, powder, granula, pasta, makanan, dan suplemen (Ray, 1996). Kneifel et al. (1999) juga menyatakan probiotik sering ditambahkan ke dalam produk pangan non-

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA A. PROBIOTIK - repository.ipb.ac.id · Gambar 2 Jalur fermentasi asam laktat...

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PROBIOTIK

Probiotik adalah sediaan sel mikroba hidup yang memiliki pengaruh

menguntungkan terhadap kesehatan dan kehidupan inangnya (Salminen et al.,

1999). Efek positif dari aktivitas probiotik terbagi dalam tiga aspek, yaitu

nutrisi, fisiologi, dan antimikroba. Aspek nutrisi berasal dari penyediaan

enzim yang membantu metabolisme penyerapan laktosa (laktase), sintesis

beberapa jenis vitamin (vitamin K, asam folat, piridoksin, asam pantotenat,

biotin, dan riboflavin), serta dapat menghilangkan racun hasil metabolit

komponen makanan di usus. Aspek fisiologis meliputi kemampuan untuk

menjaga keseimbangan komposisi mikrobiota usus sehingga menekan resiko

infeksi penyakit dan menstimulasi sistem kekebalan tubuh. Aspek kemampuan

antimikroba dinyatakan melalui kemampuan memperbaiki ketahanan terhadap

patogen (Naidu dan Clemens, 2000). Namun aktivitas terhadap patogen ini

juga dapat berasal dari kemampuan adhesi yang dimiliki probiotik (Collado et

al., 2007b).

Probiotik menurut FAO/WHO (2001) adalah mikroorganisme hidup

yang masuk dalam jumlah yang cukup sehingga dapat memberikan manfaat

kesehatan bagi inang. Jumlah yang cukup yang dimaksud oleh FAO/WHO

(2001) ini adalah 106-108 cfu/g dan diharapkan dapat berkembang menjadi

1012 cfu/ g di dalam kolon.

International Dairy Federation (IDF) memberikan standar jumlah

minimum probiotik hidup sebagai acuan adalah 106 koloni/ml pada produk

akhir (Indratingsih et al., 2004). Jumlah probiotik hidup harus mampu untuk

melewati kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, seperti terekspos

asam lambung dan garam empedu, sehingga masih memiliki aktivitas

fisiologis (Charteris et al., 1998).

Probiotik dipasarkan dalam bentuk kapsul, tablet, powder, granula,

pasta, makanan, dan suplemen (Ray, 1996). Kneifel et al. (1999) juga

menyatakan probiotik sering ditambahkan ke dalam produk pangan non-

fermentasi, seperti makanan formula bayi, jus buah, dan krim biskuit. Aplikasi

probiotik ke dalam produk krim terbukti dapat meningkatkan IgA pada balita

(Rieuwpassa, 2005). Produk yang mengandung probiotik dikategorikan

sebagai pangan fungsional (Kneifel et al., 1999; Hoover, 2000) dan di

Indonesia hal ini telah resmi dinyatakan dalam Peraturan Pangan Fungsional

dari BPOM tahun 2005, namun belum secara spesifik dinyatakan regulasi dan

jumlah minimal kandungannya.

Probiotik juga dapat menghambat bakteri patogen, melakukan

metabolisme terhadap laktosa sehingga bermanfaat bagi penderita intoleran

laktosa (Rusilanti, 2006). Efek positif dari konsumsi probiotik bagi kesehatan

adalah mencegah diare karena dapat melawan rotavirus, menstimulasi sistem

imun, mencegah pembengkakan usus (irritable bowel diseases), memberi

manfaat bagi penderita intoleran laktosa, membantu mengatasi alergi,

menurunkan resiko kanker, mencegah infeksi patogen di saluran pernapasan,

mencegah konstipasi, dan menurunkan kadar kolesterol (Schmid et al., 2006).

Probiotik dapat merupakan mikroorganisme yang umum ditemukan

dapat tumbuh di saluran pencernaan manusia maupun pada beberapa sumber

pangan fermentasi yang umumnya merupakan Bakteri Asam Laktat atau BAL

(Hamilton-Miller, 2003 dalam Hayouni et al., 2008). Kelompok bakteri yang

umumnya hidup dalam saluran cerna manusia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel tersebut menunjukkan bahwa pada manusia normal terdapat lima

kelompok bakteri utama, dengan kelompok terbesar adalah Enterococcus dan

Bacteroides. Tabel 1 menunjukkan isolasi dari feses telah mewakili

mikroorganisme yang ada di dalam saluran pencernaan manusia karena

jumlahnya tidak berbeda jauh. Perbedaan jumlah diakibatkan kondisi pH dan

juga kemampuan menempel mikroorganisme dalam saluran pencernaan.

Tabel 1 Populasi rata-rata kelompok bakteri utama pada usus manusia

Kelompok BakteriJumlah Bakteri (log10 CFU/ml)

Jejunum Ileum Kolon FesesLactobacillus 3 5 6 6

Gram positif, tidak berspora, anaerob 2 2 5 6

Enterococcus 3 5 7 7

Bacteroides 3 3 7 9

Enterobacteriaceae 3 4 6 8

(Sumber: Ray, 1996)

Pemberian klaim probiotik harus terlebih dahulu melalui seleksi

pemenuhan syarat probiotik. Syarat yang harus dipenuhi oleh galur probiotik

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kriteria strain probiotik (Saarela et al.,2000 dalam Surono, 2004b)

Shortt (1999) menyatakan bahwa probiotik pada umumnya berasal dari

BAL, namun tidak semua BAL merupakan probiotik. Golongan BAL

dinamakan demikian karena menghasilkan produk utama asam laktat dalam

proses metabolismenya. Sumber karbohidrat difermentasi melalui jalur

Embden-Meyerhoff Parnas (EMP) menghasilkan 2 molekul asam piruvat yang

kemudian diubah menjadi 2 molekul asam laktat (Surono, 2004b). Proses

fermentasi ini menghasilkan 2 molekul ATP sebagai sumber energi bagi BAL.

Proses ini terjadi apabila tidak ada oksigen, sehingga proses glikolisis tidak

dilanjutkan dengan fosforilasi oksidatif, namun perubahan asam piruvat

menjadi asam laktat (Mandelstam dan McQuillen, 1989). Jalur fermentasi

asam laktat dapat dilihat pada Gambar 2.

Aman dimakanan& klinis

Asalmanusia

Tahanasam &empedu

Melekatke sel usus

Bertahan disaluran usus

Terbuktimemberi efekkesehatan

Antagonisterhadappatogen

Produksianti

mikroba

Gambar 2 Jalur fermentasi asam laktat (www.rogers.k12.ar.us)

BAL adalah bakteri yang dapat bertahan pada kisaran pH yang luas,

sehingga sebagai besar memenuhi klaim probiotik dengan syarat toleransi

terhadap asam. Hal ini disebabkan bila probiotik masuk ke dalam saluran

pencernaan manusia, maka probiotik harus bertahan dari pH asam lambung

sekitar 2 (Almatsier, 2005). Mayes (1996) dalam Evanikastri (2003).

menyatakan konsentrasi HCl sebesar 0.2 – 0.5% membuat pH lambung

menjadi 1 apabila dalam keadaan benar-benar kosong.

Ketahanan BAL terhadap pH rendah karena kemampuannya

mempertahankan pH internal lebih alkali dibanding pH eksternal serta dengan

mempunyai membran sel yang lebih tahan terhadap kebocoran sel akibat

terpapar pH rendah (Bender et al., 1996). Kepekaan bakteri terhadap asam

dapat tergantung pada kerja simultan dari faktor-faktor tambahan lain, seperti

aktivitas air, kadar garam, potensi redoks, perlakuan panas, dan lain-lain

(Jenie, 1996).

Ducluzeau et al. (1991) melengkapi dengan pernyataan beberapa

probiotik yang telah umum dan aman dipakai, yaitu Lactobacillus

acidophillus, L.casei, L.plantarum, Streptococcus cremoris, S. lactis,

Enterococcus faecium, Leuconostoc mesentroides, Propionibacterium

shermanii, Pediococcus acidilactii, P. cerevisiae, Bifidobacterium

adolescentis, B. coagulans, Bacteroides amylophilus, Saccharomyces

cerevisiae, Torulopsis candida, Aspergillus niger, dan A. oryzae. Probiotik

yang umum dipakai juga dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Probiotik yang umum dipakai

Bakteri KhamirLactobacillus bulgaricusL. acidophilusL. paracaseiStreptococcus thermophillusEnterococcus faeciumE. faecalisBifidobacterium pseudolongumB. thermophilumB.breveB.bifidumBacillus cereusB.toyoiB. subtilis

Saccharomyces cerevisiaeS.boulardi

(Sumber: Lee et al., 1999 dalam Metzler et al., 2005)

1. Enterococcus faecium IS-27526

Enterococcus merupakan kelompok spesies dalam genus Streptococcus,

selain Lactococcus, Streptococcus, dan Vagococcus (Surono, 2004b).

Klasifikasi ini berdasarkan gen 16S rRNA dalam bidang biologi molekuler. E.

faecium terdiri dari E. faecium, E. durans, E. hirae, E. mundtii, E. villorum, E.

canis, dan E. azikeevi (Salminen et al., 1999). Golongan enterokoki seringkali

masih dikenal rancu antara fungsinya sebagai probiotik karena manfaat dan

keberadaannya secara natural di saluran pencernaan manusia, berbanding

dengan perannya yang dikenal sebagai patogen dan resisten terhadap

antibiotik.

E. faecium yang dikenal sebagai probiotik banyak ditemui pada saluran

pencernaan hewan seperti babi, sapi, domba, dan ayam. Jumlah E .faecalis di

saluran pencernaan hewan sebesar 105 – 107 cfu / gram mengungguli jumlah

E.faecium yang hanya sejumlah 104 – 105 cfu/ gram. Selain itu E. faecium

banyak ditemukan pada makanan, khususnya produk daging olahan babi dan

keju (Salminen et al., 1999).

Netherwood et al. (1999) menggunakan ayam berumur 1 hari hingga 4

minggu untuk diberi probiotik 105 cfu/g. Pemberian probiotik dilakukan

selama 28 hari dengan pasca perlakuan selama 7 hari. Setelah 4 minggu terjadi

peningkatan E. faecium menjadi 107 cfu/g di usus. Keberadaan E. faecium ini

dapat menghambat keberadaan E. faecalis.

Probiotik E. faecium adalah isolat asal dadih, yaitu produk fermentasi

tradisional yang terbuat dari susu kerbau (Akuzawa dan Surono, 2002). Pada

dadih terdapat pertumbuhan BAL dan salah satu strain yang diperoleh adalah

E. faecium IS-27526. Strain ini telah terbukti sebagai probiotik karena tahan

asam lambung, garam empedu, dapat menempel di mukosa usus, dan dapat

melawan bakteri patogen (Collado et al., 2007a; 2007b). Probiotik ini juga

telah diidentifikasi secara molekuler dengan teknik Polymerase Chain

Reaction.

E. faecium IS-27526 terbukti secara signifikan meningkatkan total serum

imunoglobulin A (IgA) pada anak balita (Surono 2004a; Rieuwpassa 2005).

Konsumsi susu yang ditambahkan dengan probiotik E. faecium IS-27526 juga

secara signifikan dapat meningkatkan konsentrasi total serum IgA pada kaum

lanjut usia dengan selang kepercayaan 95% (Rusilanti, 2006).

2. Lactobacillus plantarum IS-10506

Lactobacillus plantarum termasuk salah satu spesies Lactobacillus yang

diperoleh dari isolat beberapa makanan tradisional, misalnya saja dadih dan

tempoyak. Bakteri ini juga sering ditemui pada pikel, sawi asin dan

sauerkraut. Bakteri ini diketahui dapat menghambat pertumbuhan bakteri

perusak makanan sehingga seringkali digunakan dalam pengawetan produk

pangan. Efek antimikroba ini berasal dari produksi asam-asam organik dan

salah satunya adalah asam laktat (Larsen et al., 1993). Asam laktat yang

dihasilkan akan menurunkan pH dan menghasilkan penghambatan luas pada

bakteri (Jenie, 1996). L. plantarum memiliki nilai pH minimum pertumbuhan

3.34 (Jay, 1996).

L. plantarum merupakan BAL berbentuk batang lurus dengan kisaran

lebar 0.9 – 1.2 µm dan panjang 3 µm, berukuran tunggal atau membentuk

rantai pendek, serta merupakan gram positif (Salminen dan Wright, 1998). L.

plantarum mampu memfermentasi glukosa membentuk produk DL-asam

laktat tanpa gas. L. plantarum dapat memfermentasi amigdalin, selobiosa,

laktosa, manitol, sukrosa, galaktosa, maltosa, sorbitol, dan trehalosa.

Kemampuan memfermentasi melibosa dan rafinosa membedakan L.

plantarum dan L. casei. (Ono et al., 1992).

Koloninya berwarna putih atau kuning dan beberapa galur bersifat motil.

Koloni bakteri ini dalam media agar mempunyai ciri - ciri bulat, licin, padat,

putih, kadang-kadang kuning terang atau gelap, berdiameter 3 mm, bersifat

anaerobik fakultatif. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 15oC pada umumnya

dan tidak dapat tumbuh pada suhu 45oC, dengan suhu optimalnya berkisar 30-

35oC (Gilliland, 1986).

Strain L. plantarum IS-10506 merupakan hasil isolasi dari dadih yang

telah terbukti sebagai probiotik. Penelitian yang telah dilakukan oleh Collado

et al. (2007b) menunjukkan kemampuan L. plantarum IS-10506 yang tertinggi

di antara strain probiotik asal dadih lainnya dalam pengujian bacteriological

adhesion to hydrocarbon (BATH) untuk melihat hidrofobisitas permukaan sel

BAL dan dalam pengujian autoagregasi. Kemampuan autoagregasi ini

merupakan faktor penting dalam kolonisasi di saluran pencernaan.

Kemampuan adhesi yang tinggi ini memperkuat klaim probiotik L.

plantarum IS-10506 yang berdasarkan penelitian Collado et al. (2007a) bahwa

L. plantarum IS-10506 memiliki kemampuan terbaik dalam interaksi melawan

adesi patogen.

3. Lactobacillus casei strain Shirota

Lactobacillus acidophillus dan Lactobacillus casei merupakan bakteri

yang sering terdapat di usus manusia, mampu mencapai usus dan tetap berada

di dalamnya, tahan bakteriosidal, getah lambung, dan cairan empedu (Yakult

Honsha, 1990; Winarno, 2003). Speck (1978) menyatakan bahwa L. casei

dapat diisolasi dari saluran usus manusia dan Robinson (1981) menambahkan

bahwa L. casei dapat diisolasi dari susu dan produk turunan susu.

L. casei strain Shirota, pertama kali ditemukan oleh Dr. Shirota tahun

1935, memiliki ukuran panjang 1.5 – 5.0 μm dan lebar 0.6 – 0.7 μm (Mutai,

1981). L. casei strain Shirota merupakan bakteri dengan morfologi bentuk

batang, koloni tunggal atau berantai, gram positif, katalase negatif, tidak

berspora atau flagel, dan fakultatif anaerob. Bakteri ini hidup baik pada 15 –

41oC dan pH 3.5 atau lebih (Meutia, 2003).

L. casei strain Shirota termasuk homofermentatif yang memecah glukosa

menjadi asam laktat 90% dengan sejumlah kecil asam sitrat, malat, asetat,

suksinat, asetaldehid, diasetil, dan asetoin yang berperan dalam pembentukan

flavor (Selamat, 1992). L. casei tidak memproduksi amonia dari arginin, dapat

memfermentasi amigdalin, manitol, solobiosa, dan salisin. L. casei juga tidak

dapat memfermenrasi substrat melobiosa, rafinosa, rhamnosa, gliserol dan

jarang memfermentasi inositol atau sorbosa (Robinson, 1981).

Konsumsi susu fermentasi dengan kandungan L. casei strain Shirota pada

manusia memiliki potensi menurunkan resiko kanker kandung kemih (Ohashi

et al., 2002). Penelitian lain dilakukan oleh Ishikawa et al. (2005)

menunjukkan L.casei strain Shirota juga berpotensi mencegah kanker pada

saluran kandung kemih pada studi in vivo.

Penelitian terkait peran L.casei strain Shirota pada sistem imun dilakukan

oleh Nagao et al. (2000) yang menunjukkan bahwa asupan L. casei strain

Shirota dapat meningkatkan aktivitas sel Natural Killer (NK) pada manusia.

Penelitian lanjutan membuktikan bahwa aktivitas sel NK dapat ditingkatkan

oleh L. casei strain Shirota pada manusia yang memiliki kebiasaan merokok

(Morimoto et al., 2005).

B. PERTUMBUHAN BAKTERI

Istilah pertumbuhan pada bakteri mengacu pada perubahan populasi

total, bukan hanya pada suatu individu organisme saja (Pelczar dan Chan,

2008). Pertumbuhan bakteri terbagi menjadi empat fase atau tahapan yang

masing-masing memiliki ciri pertumbuhan yang berbeda. Pertumbuhan bakteri

secara umum terlihat pada kurva pertumbuhan, yaitu kurva antara waktu

inkubasi dengan nilai log jumlah organisme.

Gambar 3 Kurva pertumbuhan bakteri

Inokulum yang dipindahkan ke suatu media baru akan mengalami

adaptasi terlebih dahulu pada kondisi media baru. Tahap yang disebut lag

phase ini membutuhkan waktu sehingga pada kurva pertumbuhan terlihat

stagnan. Media dengan nutrisi yang semakin lengkap akan mempercepat fase

lag yang berarti mempercepat memasuki fase eksponensial (Lichstein, 1959

dalam Sokatch, 1969).

Sel bakteri kemudian memasuki tahap pembelahan biner dengan laju

konstan. Fase pertumbuhan ini disebut sebagai fase eksponensial atau fase log,

karena menunjukkan kenaikan dalam bentuk garis linear lurus dalam kurva

pertumbuhan (Moat dan Foster, 1988). Pembelahan ini mengikuti pola

geometrik yaitu dihasilkan 2n sel baru setelah melalui satuan waktu yang

disebut sebagai waktu generasi. Kondisi ini juga disebut sebagai pertumbuhan

seimbang, karena terjadi laju pertumbuhan dan aktivitas metabolik yang

konstan (Pelczar dan Chan, 2008). Kondisi ini berlanjut hingga sumber karbon

dan energi di lingkungan telah habis. Kondisi ini berbeda-beda pada kondisi

substrat yang memberikan laju pertumbuhan yang berbeda pula (Sokatch,

1969).

Kondisi nutrisi media yang semakin berkurang serta mulai jenuhnya

kondisi lingkungan dengan metabolit sekunder yang bersifat toksik membuat

sel baru yang bertumbuh menjadi sebanding dengan banyaknya sel yang mati,

sehingga jumlah sel hidup menjadi tetap. Fase ini disebut sebagai fase

stasioner dan terlihat sebagai garis lurus pada kurva pertumbuhan (Thimann,

1955). Fase pertumbuhan bakteri diakhiri dengan fase kematian ketika

akhirnya jumlah sel yang mati melebihi jumlah terbentuknya sel baru.

Berbagai macam teknik dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan

dan dapat dipilih aplikasi yang paling sesuai dengan tujuan pengukuran.

Beberapa cara pengukuran pertumbuhan tersebut adalah pengukuran

turbiditas, penghitungan total sel, penghitungan sel hidup (White, 1995).

Pengukuran tercepat yang sering diaplikasikan adalah pengukuran

dengan metode turbiditas (kekeruhan) dengan spektrofotometer. Prinsip

pengukurannya adalah mengukur jumlah cahaya yang dipantulkan organisme

dalam sampel. Hasil yang diperoleh mewakili massa bakteri yang ada (Lay

dan Hastowo, 1992).

Penghitungan total sel dilakukan dengan alat bantu electronic cell

counting. Metode ini memiliki kelemahan yaitu sel hidup dan sel mati

seluruhnya terhitung tanpa pembedaan. Selain itu, metode ini tidak

memberikan performa baik pada populasi sel yang densitas selnya rendah,

yaitu kurang dari 106 sel/ml (White, 1995).

Penghitungan sel hidup dilakukan dengan melakukan pengenceran dan

pencawanan dengan penambahan medium padat. Setiap sel hidup akan

tumbuh membentuk satu koloni, sehingga jumlah sel hidup di awal dapat

diketahui dengan menghitung jumlah koloni yang terbentuk. Metode ini paling

umum dilakukan dalam pengujian mikrobiologi. Metode ini banyak digunakan

karena memiliki kelebihan antara lain menghitung sel yang masih hidup, dapat

menghitung beberapa mikroorganisme sekaligus, dapat digunakan untuk

isolasi dan identifikasi karena koloni berasal dari mikroorganisme spesifik

dengan penampakan pertumbuhan spesifik (Fardiaz, 1989b).

Walaupun demikian, Fardiaz (1989b) menyatakan adanya beberapa

kelemahan, seperti kondisi media dan inkubasi menghasilkan nilai yang

berbeda, koloni yang tumbuh harus jelas dan tersebar, serta memerlukan

waktu yang realtif lama. White (1995) juga menyatakan adanya kelemahan

yaitu penurunan jumlah sel hidup akibat adanya sel yang saling menempel

sehingga tumbuh berhimpit dan terlihat sebagai satu koloni. Kelemahan lain

adalah adanya beberapa sel yang tidak dapat hidup dalam pencawanan secara

efisien (viable but non culturable).

Sel viable but non culturable terjadi saat tumbuh di lingkungan penuh

tekanan, sehingga membentuk subpopulasi sel dengan fenotip yang cenderung

jauh dari rumus pembelahan biner 2n. Kondisi ini tidak dapat dideteksi

jumlahnya dengan teknik tradisional pencawanan total koloni (Kell dan

Young, 2000 dalam Hayouni et al., 2008).

Metode yang digunakan untuk menghitung viable but non culturable

adalah flow cytometry yang dinyatakan oleh Hewitt dan nebe-Von-Caron

(2001) dalam Hayouni et al. (2008) sebagai alat pengukur populasi dalam

waktu singkat. Flow cytometry merupakan teknik menghitung dan mengetahui

partikel mikroskopik yang tersuspensi dalam suatu aliran fluida. Teknik ini

memungkinkan analisis fisik maupun kimia dari multiparameter simultan pada

sel tunggal melalui peralatan deteksi elektronik maupun optikal.

Penggunaan flow cytometry dilakukan oleh Hayouni et al. (2008) dalam

analisis efek minyak esensial terhadap BAL. Metode ini dipilih karena

memiliki keunggulan, yaitu cepat menganalisis data dalam jumlah besar, dapat

membedakan sel hidup, mati, dan terluka (injured atau viable but non

culturable), dan hasilnya berkorelasi dengan pengujian pencawanan.

Prinsip pengukuran dengan flow cytometry adalah memberikan cahaya

pada panjang gelombang tertentu terhadap suspensi sel yang mengalir. Aliran

ini akan melewati titik yang akan mendeteksi, yaitu sejajar pada sumber

cahaya (Forward Scatter/FSC), beberapa di bagian pinggir (Side

Scatter/SSC), dan beberapa detektor fluoresen. Senyawa fluoresen yang

menempel pada sel akan memancarkan panjang gelombang yang akan

terdeteksi berbeda pada setiap sel. Nilai FSC menunjukkan volume sel serta

SSC menunjukkan kompleksitas dalam partikel seperti bentuk nukleus, jumlah

dan tipe granula sitoplasmik, dan kekasaran membran.

C. PREBIOTIK

Prebiotik didefinisikan oleh Gibson dan Roberfroid (1995) dalam

Surono (2004b) sebagai suatu bahan makanan yang tidak dapat dicerna yang

memberikan manfaat positif bagi tubuh karena secara selektif menstimulir

pertumbuhan dan aktivitas bakteri baik dalam usus besar. FAO (2007)

menyatakan bahwa prebiotik adalah komponen pangan tak hidup yang

memberi keuntungan kesehatan inang berasosiasi dengan memodulasi

mikrobiota. Peraturan FAO (2007) juga menegaskan bahwa prebiotik bukan

merupakan organisme ataupun obat, dapat dikarakterisasi secara kimia, dan

aman (foodgrade). Bahan pangan prebiotik telah diklasifikasikan sebagai

Generally Recognized as Safe (GRAS).

Peraturan mengenai standar jumlah prebiotik yang dikonsumsi belum

ada karena umumnya asupan prebiotik tergantung kepada kebiasaan penduduk

suatu negara (FAO, 2007). Dosis konsumsi harian 5 – 8 g/hari dari FOS atau

GOS memberikan efek prebiotik pada orang dewasa.

Venter (2007) menyatakan bahwa peraturan Foodstuffs Cosmetics and

Disinfectans Act (Act No 54 of 1972) di Afrika Selatan menyatakan bahwa

jumlah dan sumber prebiotik yang harus tercantum pada label suatu produk

dengan klaim prebiotik adalah minimal 3 gram prebiotik per penyajian harian.

Indonesia mengatur regulasi prebiotik dalam Peraturan Pangan Fungsional

yang dikeluarkan oleh BPOM tahun 2005, namun regulasi jumlahnya masih

belum dikeluarkan.

Reid et al., (2001) dalam Surono (2004b) menyarankan jumlah prebiotik

yang efektif adalah 1 – 3 g per hari untuk anak-anak dan 5 – 15 g per hari

untuk orang dewasa. Konsumsi prebiotik yang berlebih (lebih dari 20 gram

per hari) dikhawatirkan memberi efek laksatif yaitu mempercepat pengeluaran

pada sistem saluran pencernaan atau melunakkan sisa pencernaan (Bouhnik et

al., 1999).

Sumber prebiotik secara alami diperoleh dari Air Susu Ibu (ASI), yaitu

dalam bentuk oligosakarida N-acetyl glucosamine dalam kolustrum. Prebiotik

ini hanya tercerna kurang dari 5% di usus serta dapat mendukung

pertumbuhan probiotik Bifidobacterium. Prebiotik dapat diperoleh dari sumber

tanaman seperti bawang, asparagus, pidsng, chicory, artichoke, dan beberapa

oligosakarida pada kedelai. (Surono, 2004b). Prebiotik dapat diperoleh dengan

beberapa cara, yaitu ektraksi langsung polisakarida alami dari tumbuhan,

hidrolisis polisakarida alami, atau sistesis enzimatik dengan enzim hidrolase

atau glikosil transferase yang mengkatalisis reaksi transglikosilasi hingga

terbentuk oligosakarida sintetik dari mono serta disakarida (Grizard dan

Barthomeuf, 1999).

Bahan pangan dapat diklasifikasikan sebagai prebiotik bila memenuhi

persyaratan antara lain (1) tidak terhidrolisa atau terserap pada saluran

pencernaan bagian atas sehingga dapat mencapai kolon tanpa perubahan

struktur atau diekskresikan dalam feses; (2) berperan sebagai substrat yang

secara selektif dapat menstimulir pertumbuhan bakteri yang menguntungkan

pada kolon; (3) mengubah komposisi mikrobiota usus sehingga

menguntungkan bagi kesehatan dengan menekan pertumbuhan bakteri

patogen; (4) meningkatkan efek yang positif bagi kesehatan inang (Gibson,

1999).

Menurut Arief (2007), penelitian in vitro dan in vivo menunjukkan

bahwa prebiotik tidak dicerna oleh enzim, tetapi difermentasi oleh bakteri

anaerob dalam usus besar. Prebiotik yang telah difermentasi dalam usus besar

menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid /SCFA),

menstimulasi pertumbuhan berbagai bakteri termasuk lactobacilli dan

bifidobacteria, dan dapat menghasilkan gas. Fortifikasi menggunakan

bifidobacteria/lactobacilli usus dengan prebiotik dapat memperbaiki efek

perlindungan usus besar terhadap berbagai mikroorganisme patogen dalam

usus.

Prebiotik umumnya adalah karbohidrat yang tidak dicerna dan diserap,

yaitu bentuk oligosakarida dan serat pangan seperti inulin (Reddy, 1999).

Collins dan Gibson (1999) menyatakan beberapa jenis prebiotik antara lain

FOS, inulin, galaktooligosakarida (GOS), laktulosa, dan laktitol. Manning dan

Gibson (2004) melengkapi pernyataan tersebut dengan beberapa bahan potensi

prebiotik lainnya yaitu rafinosa, galaktosil laktosa, laktusukrosa, isomalto-

oligosakarida, gluko-oligosakarida, xylo-oligosakarida. Bouhnik et al. , (1999)

menyatakan bahwa prebiotik yang umum digunakan adalah inulin dan FOS.

Prebiotik (oligofruktosa) dapat meningkatkan pertumbuhan B. infantis

dan mampu menghasilkan senyawa seperti CO2, asam asetat, propionat,

butirat, laktat, dan suksinat yang dapat menghambat E. coli dan C. perfringens

serta dapat menurunkan pH awal dari 7.0 menjadi 5.3 (Wang dan Gibson,

1994).

Prebiotik yang umum digunakan adalah FOS yang terbukti dapat

difermentasi oleh bifidobacteria (Surono, 2004b). Asupan inulin terbukti

dapat mempengaruhi secara signifikan aktivitas probiotik dalam pertumbuhan

dan performa pengasaman (Oliviera et al., 2009). Audisio et al. (2001)

meneliti pertumbuhan E. faecium CRL1385 isolat dari sistem pencernaan

ayam dalam beberapa sumber karbon kompleks yang mengandung FOS.

Asupan prebiotik dari konsumsi harian tidak dapat memenuhi jumlah

kebutuhan prebiotik yang berkhasiat menekan infeksi penyakit, sehingga

konsumsi tambahan prebiotik menjadi penting untuk dilakukan (Daud, 2005).

Konsumsi prebiotik memberikan beberapa manfaat, antara lain: (1)

menghambat patogen melalui mekanisme langsung atau tidak langsung

dengan memblok sisi reseptor pelekatan patogen pada mukosa usus dan secara

tidak langsung dengan mendukung pertumbuhan probiotik (Rastall et al.,

2005); (2) mencegah kanker usus; (3) meningkatkan penyerapan kalsium

karena fermentasi prebiotik menjadi SCFA (Ouwehand, et al., 1999); (4)

menurunkan kolesterol dengan memicu pertumbuhan probiotik atau BAL

yang memproduksi enzim atau pengikatan kolesterol oleh membran (Surono,

2004b); (5) meningkatkan imunitas dengan meningkatkan pertumbuhan

probiotik yang berinteraksi dengan sistem imun (Tzianabos, 2000).

Penambahan prebiotik ke dalam pangan telah banyak dilakukan untuk

klaim produk prebiotik ataupun klaim produk sinbiotik ketika digabung

dengan penambahan probiotik. Prebiotik dimanfaatkan secara luas untuk

meningkatkan kadar serat pangan dalam produk susu, sereal, kue kering,

yogurt, serta salad (Karyadi, 2003). Gibson (1998) juga menyatakan adanya

penambahan prebiotik FOS pada susu bubuk balita.

D. INULIN

Inulin merupakan homopolimer fruktan yang diisolasi pertama kali dari

tanaman Inula helenium. Inulin juga ditemukan pada chicory, dandelion,

artichoke (Roberfroid, 2000). Inulin dapat diperoleh dari bawang merah,

bawang daun, bawang putih, asparagus, pisang, gandum, barley (Tungland,

2000). Inulin juga dapat diektraksi dari umbi dahlia (Zaharanti, 2005).

Inulin tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan seperti α-amilase

ataupun enzim penghidrolisis lainnya, yaitu sukrase, maltase, dan isomaltase

baik pada pH rendah maupun tinggi (Oku et al., 1984). Inulin dapat sampai di

usus dengan utuh sehingga dapat difermentasi probiotik.

Inulin adalah fruktan dengan ikatan β(2-1) antar monomer pada poli atau

oligomernya. Terdapat unit glukosa pada ujungnya dengan ikatan α(1-2)

dengan monomer fruktosa, sehingga membentuk sukrosa (Niness, 1999).

Roberfroid (1999) menyatakan hal yang sama, bahwa fruktan tipe inulin

memiliki komposisi β-D-fruktofuranosa yang saling terhubung dengan ikatan

β(2-1), dengan monomer pertama dari rantainya adalah residu β-D-

glukopiranosil atau β-D-fruktopiranosil.

Inulin hasil ekstrak dari chicory umumnya memiliki jumlah total unit yang

dinyatakan dalam derajat polimer (DP) yaitu sekitar 3 hingga 60, sehingga

dapat dikatakan mengandung oligo dan polisakarida (Crittenden, 1999).

Inulin memiliki struktur GFn, dengan huruf G menunjukkan unit glukosil,

F menunjukkan unit fruktosil, dan n menunjukkan jumlah unit fruktosil yang

berantai satu sama lainnya (Gibson dan Angus, 2000). Inulin merupakan

homopolimer furanosidik, yang berarti inulin merupakan polimer yang

tersusun atas monomer yang sama. Monomer penyusun inulin adalah fruktosa

yang berbentuk cincin bersegi lima atau furanosa (Sinnott, 2007). Struktur

kimia inulin dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Struktur kimia inulin (www.wikipedia.org)

Aplikasi inulin perlu diperhatikan karena derajat polimerisasi yang

tinggi membuatnya larut sempurna di air panas, namun sedikit larut dalam air

dingin maupun alkohol (Bergner, 1997). Aplikasi inulin dalam produk pangan

telah dilakukan secara luas, tidak hanya sebagai prebiotik saja.

Inulin sering ditambahkan untuk pengganti lemak, sebagai bahan

pengental, ataupun pemanis untuk produk bagi penderita diabetes. Inulin telah

dilakukan ke dalam berbagai produk seperti produk susu dan turunannya,

selai, roti dan produk panggangan, sereal sarapan, bahkan dalam bentuk tablet

suplemen dengan tujuan untuk memperkaya kandungan serat serta berperan

sebagai prebiotik (Franck dan Leenher, 2005).

E. FRUKTOOLIGOSAKARIDA (FOS)

Fruktooligosakarida, yang sering disebut FOS, merupakan kelas

karbohidrat yang terkandung di beberapa tanaman secara alami. FOS dapat

ditemukan pada bawang, artichoke, dan pisang. FOS umumnya digunakan

sebagai pemanis pengganti sukrosa karena rendah kalori dalam produk seperti

kue, roti, permen, produk susu, dan beberapa minuman (Trenev, 2000).

FOS dapat terbentuk dari hasil sintesis sukrosa dengan bantuan enzim

transfruktosilase atau dengan hidrolisis enzimatik terkontrol dari ekstrak alami

(IFT, 2001; Crittenden, 1999). FOS merupakan oligosakarida yang terdiri dari

monomer fruktosa yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik. Oligosakarida

merupakan rantai gula dengan jumlah 3 – 20 unit (Manning et al., 2004).

FOS memiliki struktur GFn atau Fm, dengan huruf G menunjukkan satu

terminal glukosa, F merupakan unit fruktosa, dan huruf n dan m menunjukkan

banyaknya unit fruktosa dalam oligomer FOS (Niness, 1999). Antar unit

fruktosa penyusunnya terdapat ikatan yang tidak dapat dipecah oleh enzim

pencernaan, yaitu ikatan β(2-1) (Rouzaud, 2007). FOS memiliki nilai DP yang

lebih rendah dari inulin, yaitu berkisar antara 2 – 8 (De Leenheer dan

Hoebregs, 1994 dalam Franck dan De Leenheer, 2005). Struktur FOS dapat

dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Struktur kimia fruktooligosakarida (FOS)(www.nutrition-partner.com)

FOS telah diteliti tidak terhidrolisis dan tidak diserap usus halus pada

sistem pencernaan (Tsuji et al. dalam Tungland, 2000). FOS difermentasi oleh

bakteri menghasilkan produk berupa asam laktat dan asam karboksilat rantai

pendek lainnya (Roberfroid, 2000).

Umumnya dosis FOS dalam asupan terhadap percobaan klinis yang

pernah dilakukan berkisar antara 3 – 20 gram per hari untuk orang dewasa

serta 0.4 – 3 gram per hari untuk balita. Dosis ini merupakan dosis aman

karena mewakili rata-rata kandungan FOS yang terkandung secara alami pada

bahan pangan, khususnya sayuran. Dosis yang dibutuhkan untuk memberikan

efek bifidogenic adalah minimal 4 – 10 gram per hari (Roberfroid et al.,

1998).