digilib.its.ac.iddigilib.its.ac.id/public/ITS-Master-8486... · ii Tesis ini disusun untuk memenuhi...
Transcript of digilib.its.ac.iddigilib.its.ac.id/public/ITS-Master-8486... · ii Tesis ini disusun untuk memenuhi...
TESIS – SF 2342
SINTESIS FGM -Al2O3/Al2TiO5–DISTABILISASI-MgO DENGAN METODE INFILTRASI BERULANG KHUSNUL UMAROH 1107 201 733
DOSEN PEMBIMBING Drs. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D.
PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN MATERIAL JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2009
TESIS – SF 2342
SINTESIS FGM -Al2O3/Al2TiO5-DISTABILISASI-MgO DENGAN METODE INFILTRASI BERULANG KHUSNUL UMAROH 1107 201 733
DOSEN PEMBIMBING Drs. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D.
PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN MATERIAL JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2009
TESIS – SF 2342
SYNTHESIS OF -Al2O3/MgO-STABILIZED-Al2TiO5 FGM BY MULTIPLE INFILTRATION METHOD KHUSNUL UMAROH 1107 201 733
DOSEN PEMBIMBING Drs. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D.
PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN MATERIAL JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2009
ii
Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains (M.Si.)
di
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Oleh:
KHUSNUL UMAROH
NRP. 1107 201 733
Tanggal Ujian: 13 Juli 2009
Periode Wisuda: Oktober 2009
Disetujui oleh Tim Penguji Tesis:
1. Drs. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D. (Pembimbing)
NIP. 131 879 382
2. Dr. M. Zainuri, M.Si. (Penguji I)
NIP. 131 879 387
3. Drs. Yoyok Cahyono, M.Si. (Penguji II)
NIP. 131 879 348
Direktur Program Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Suparno, MSIE.
NIP. 130 532 035
iii
SINTESIS FGM α-Al2O3/Al2TiO5-DISTABILISASI-MgO
DENGAN METODE INFILTRASI BERULANG
Nama Mahasiswa : Khusnul Umaroh
NRP : 1107201733
Pembimbing : Drs. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D.
ABSTRAK
Telah dilakukan sintesis FGM α-Al2O3/Al2TiO5-distabilisasi-MgO (A/AT-MgO)
dengan metode infiltrasi berulang, yaitu menggunakan serbuk α-Al2O3
(korundum) sebagai prakeramik dan serbuk MgO sebagai penstabil dengan
komposisi berat 0%, 2%, dan 5% serta larutan TiCl3 sebagai prekursor.
Prakeramik dibuat dengan penekanan uniaksial dan prasinter pada suhu 1000 oC
selama 1 jam. Infiltrasi prakeramik dilakukan dengan larutan TiCl3 dengan
pengulangan sebanyak tiga kali kemudian disinter pada suhu 1450 oC selama 3
jam untuk membentuk fasa AT dan pemadatan keramik. Kegradualan komposisi
fasa dari FGM berdasarkan kedalaman dianalisis secara kualitatif maupun
kuantitatif menggunakan metode Rietveld dari data difraksi sinar-x (XRD). Hasil
yang bervariasi dari identifikasi fasa dalam sampel pada kedalaman yang
berbedapun ditemukan, seperti untuk FGM dengan 0% MgO, pada permukaan,
rutile tidak ditemukan, adapun untuk FGM dengan komposisi berat 2% MgO,
pada permukaan tidak ditemukan spinel tetapi spinel muncul pada kedalaman
tertentu dan untuk FGM dengan 5% MgO, spinel ditemukan pada semua
kedalaman dan kandungannnya meningkat berdasarkan kedalaman tersebut.
Perhitungan fraksi berat relatif fasa menunjukkan secara umum kandungan AT
menurun berdasarkan kedalaman, dan sebaliknya kandungan korundum
meningkat. Secara umum dapat disimpulkan infiltrasi berulang dapat
meningkatkan kandungan AT, dengan penambahan MgO dapat mengurangi
pembentukan AT, dan dengan jumlah MgO yang banyak dapat menghasilkan
kandungan spinel yang lebih banyak pula. Kemudian dari uji dekomposisi
menunjukkan dengan penambahan MgO pada FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 2 dan 5% membuktikan proses dekomposisi termal dapat
direduksi dan dari hasil yang telah diperoleh penambahan 2% MgO lebih efesien
dalam mereduksi dekomposisi termal dibandingkan dengan penambahan 5%
MgO.
Kata Kunci: FGM, infiltrasi berulang, aluminium titanat, korundum, MgO,
difraksi sinar-x, dekomposisi
iv
SYNTHESIS OF α-Al2O3/ MgO-STABILIZED-Al2TiO5 FGM BY
MULTIPLE INFILTRATION METHOD
By : Khusnul Umaroh
Student Identity Number : 1107201733
Supervisor : Drs. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D.
ABSTRACT
Synthesis of α-Al2O3/MgO-Al2TiO5 (A/MgO-AT) functionally-graded composite
materials (FGMs) have been done by multiple infiltration method.The synthesis
used α-Al2O3 (corundum) powder as the green body, MgO powder as aluminium
titanate (Al2TiO5 or AT) stabilizer with weight composition 0% , 2% and 5% and
also a solution containing TiCl3 as precursor. The green bodies were made by
uniaxial pressing and presintering at temperature of 1000 oC for 1 hour. Green
body infiltrations were done three times by the solution, continued with sintering
at temperature of 1450 oC for 3 hours to produce AT and densify the ceramics.
Phase composition gradual character of the FGMs for their various depths were
qualitatively and quantitavely analyzed using X-ray diffraction data, being the
latter with Rietveld method. Various results on the phase identification were
found at different depths of the samples. For example, for FGM with 0% MgO,
there was unreacted rutile at the surface, while for FGM with 2% MgO, spinel
was not found at the surface but appeared at the certain depths, and for FGM with
5% MgO, spinel was found at all depths and its content increased with depth.
Calculation of phase relative weight fraction showed that in general AT content
reduces with depth, but that for corundum increases. In general, it can be
concluded that multiple infiltration increased AT at content, the presence of MgO
reduced the formation of AT, and more MgO resulted in more spinel. Then, from
decomposition test shows MgO addition with weight composition 2 and 5%
proves can reduce the thermal decomposition of AT and from the results addition
with 2% MgO more efficient than 5% to reduce the thermal decomposition of AT.
Keyword: FGM, multiple infiltration, aluminium titanate, corundum, MgO, x-ray
diffraction, decomposition
v
KATA PENGANTAR
AlHamdulillahi Robbil „Alamin, Puji syukur kehadlirat Allah SWT atas
segala Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya, Sholawat serta Salam semoga tetap
terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tesis ini. Tesis yang berjudul “SINTESIS FGM α-
Al2O3/Al2TiO5-DISTABILISASI-MgO DENGAN METODE INFILTRASI
BERULANG” ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik
guna mencapai gelar magister pada Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Penulis menyadari bahwa terselesainya Tesis ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih yang paling dalam kepada:
1. Drs. Suminar Pratapa, M.Sc, Ph.D. selaku dosen pembimbing sekaligus Dosen
Wali dan juga Ketua program studi Pascasarjana Fisika, yang senantiasa
memberikan motivasi, perhatian, wawasan, arahan, dan ilmu pengetahuan,
sehingga terselesainya Tesis ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas
semua kebaikan Bapak.
2. Bapak Dr. M. Zainuri, M.Si, dan Drs. Yoyok Cahyono, M.Si, selaku dosen
penguji, terimakasih atas saran, kritik, serta masukannya sehingga membawa
kesempurnaan Tesis ini.
3. Bapak Drs. Heny Faisal, M.Si., selaku ketua jurusan Fisika FMIPA ITS yang
telah banyak memberikan kemudahan sarana kepada penulis selama kuliah
sampai terselesainya Tesis ini.
4. Bapak Dirjen Departemen Agama Pusat Jakarta yang telah memberi
kepercayaan kepada penulis untuk menerima beasiswa program pascasarjana.
5. Seluruh Staf Pengajar di Jurusan Fisika FMIPA ITS , terimakasih atas didikan,
ilmu pengetahuan, dan motivasi yang telah diberikan.
6. Ibunda dan ayahanda tercinta serta saudara-saudaraku tersayang yang
memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi, dan dukungan moril maupun
vi
spiritual, sehingga terselesainya Tesis ini, terima kasih juga untuk M. Maulana
R. atas dukungan dan motivasinya yang tiada henti selama ini.
7. Seluruh Staf Laboran Fisika Material FMIPA ITS, khususnya Laboran
Keramik dan Laboran XRD Research Center LPPM ITS atas bantuannya
dalam penelitian.
8. Bapak Aditianto Ramelan selaku Koordinator Laboratorium Teknik Metalurgi
dan Material FTMD ITB, terimakasih atas bantuan penggunaan furnace suhu
tinggi.
9. Teman-teman seperjuangan yang tergabung dalam Tim Riset Dana Hibah
Penelitian Tim Pascasarjana 2008 dan 2009, terimakasih atas diskusi dan
sharing selama ini,
10. Teman-teman S2 depag dan regular yang senantiasa saling memberi motivasi
selama menjalani masa-masa sulit dalam studi.
11. Teman-teman diperumdos Blok T-3 Jl. Teknik Kelautan ITS, terimakasih atas
dukungan dan bantuannya selama mengerjakan Tesis.
Penulis menyadari tidak mampu membalas semua kebaikan tersebut,
semoga Allah SWT membalasnya dengan kebaikan yang jauh lebih besar.
Semoga Tesis ini dapat memberikan manfaat dan memperluas wacana ilmu
pengetahuan serta wawasan kita dalam bidang Fisika pada umumnya dan bidang
Fisika Bahan pada khususnya, Amin.
Surabaya, Juli 2009
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………….... i
LEMBARAN PENGESAHAN…………………………………………… ii
ABSTRAK………………………………………………………………… iii
KATA PENGANTAR…………………………………………………….. v
DAFTAR ISI……………………………………………………………… vii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… ix
DAFTAR TABEL………………………………………………………... xi
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………… 1
1.2 Perumusan Masalah…………………………………………… 3
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………... 3
1.4 Batasan Masalah……………………………………………..... 3
1.5 Manfaat Penelitian…………………………………………….. 3
1.6 Sistematika Penulisan…………………………………………. 4
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA…………………………………………….... 5
2.1 Functionally-Graded Materials (FGMs)……………………… 5
2.2 Infiltrasi Cairan………………………………………………... 5
2.3 Aluminium Titanat……………………………………………. 7
2.4 Alumina dan Magnesium Oksida……………………………... 9
2.5 Difraksi Sinar-X (XRD)…………………………………….... 11
2.6 Analisis Komposisi Fasa…………………………………….... 11
2.6.1 Analisis Kualitatif……………………………………….. 11
2.6.2 Analisis Kuantitatif……………………………………… 12
2.7 Analisis Menggunakan Metode Rietveld……………………... 12
2.8 Fraksi Berat Relatif dan Fraksi Berat Absolut………………… 13
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN…………………………………... 15
3.1 Penyiapan Bahan Uji………………………………………….. 15
3.2 Karakterisasi Bahan Uji………………………………………. 16
viii
3.3 Uji Dekomposisi……………………………………………… 16
3.4 Analisis Data Lanjut (Rietveld)………………………………. 17
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………….... 19
4.1 Karakterisasi Sifat Fisik……………………………………..... 19
4.2 Karakterisasi Kegradualan Komposisi………………………... 20
4.2.1 Difraksi Sinar-x…………………………………………. 20
4.2.2 Hasil Penghalusan Metode Rietveld……………………. 25
4.2.3 Fraksi Berat Fasa………………………………………... 28
4.3 Dekomposisi Termal AT……………………………………… 33
4.3.1 Difraksi Sinar-x…………………………………………. 33
4.3.2 Fraksi Berat Relatif Fasa………………………………... 37
4.4 Pembahasan………………………………………………….... 41
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………… 53
5.1 Kesimpulan……………………………………………………. 53
5.2 Saran…………………………………………………………... 53
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………... 55
LAMPIRAN……………………………………………………………….. 59
ix
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Hal
Gambar 2.1 Struktur kristal AT………………………………………… 7
Gambar 2.2 Struktur kristal alumina……………………………………. 9
Gambar 2.3 Struktur kristal MgO………………………………………. 10
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian……………………………………. 18
Gambar 4.1 Pola difraksi sinar-x (CuKα =1.5418 Å) dari FGM A/AT-
MgO dengan komposisi berat 0% MgO pada kedalaman
0,0-0,5 mm. FGM disintesis dengan sinter pada suhu 1450 oC...........................................................................................
21
Gambar 4.2 Pola difraksi sinar-x (CuKα =1.5418 Å) dari FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 2% MgO pada kedalaman
0,0-0,5 mm. FGM disintesis dengan sinter pada suhu 1450 oC...........................................................................................
22
Gambar 4.3 Pola difraksi sinar-x (CuKα =1.5418 Å) dari FGM A/AT-
MgO dengan komposisi berat 5% MgO pada kedalaman
0,0-0,5 mm. FGM disintesis dengan sinter pada suhu 1450 oC...........................................................................................
23
Gambar 4.4 Contoh Pola difraksi permodelan gabungan AT, korundum
(A), dan rutile (R)..................................................................
26
Gambar 4.5 Contoh pola hasil akhir dari penghalusan yang
diperolehdari program Rietica untuk sampel FGM A/AT-
MgO dengan komposisi berat 0% MgO pada kedalaman
0,2 mm yang disinter pada suhu 1450 oC..............................
27
Gambar 4.6 Fraksi berat relatif fasa-fasa pada FGM A/AT-MgO
dengan komposisi berat 0% MgO. AT dan A pada
kedalaman 0,0-0,5 mm. R pada kedalaman 0,1-0,5 mm.
FGM disinter pada suhu 1450 oC..........................................
30
Gambar 4.7 Fraksi berat relatif fasa-fasa pada FGM A/AT-MgO
dengan komposisi berat 2% MgO. AT dan A pada
kedalaman 0,0-0,5 mm. S pada kedalaman 0,2-0,5 mm.
FGM disinter pada suhu1450 oC..........................................
31
Gambar 4.8 Fraksi berat relatif fasa-fasa pada FGM A/AT-MgO
dengan komposisi berat 5% MgO. AT, A, dan S pada
kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM disinter pada suhu 1450 oC...
32
Gambar 4.9 Pola difraksi sinar-x (CuKα =1.5418 Å) pada permukaan FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 0% MgO
dengan waktu anil 0, 5, 10, 15, dan 20 jam. FGM dianil
dengan suhu 1000 oC……………………………………….
34
Gambar 4.10 Pola difraksi sinar-x (CuKα =1.5418 Å) pada permukaan
FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 2% MgO
dengan waktu anil 0, 5, 10, 15, dan 20 jam. FGM dianil
dengan suhu 1000 oC……………………………………….
35
Gambar 4.11 Pola difraksi sinar-x (CuKα =1.5418 Å) pada permukaan
x
FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 5% MgO
dengan waktu anil 0, 5, 10, 15, dan 20 jam. FGM dianil
dengan suhu 1000 oC……………………………………….
36
Gambar 4.12 Fraksi berat relatif fasa-fasa pada FGM A/AT-MgO
dengan komposisi berat 0% MgO dengan waktu anil 0, 5,
10, 15, dan 20 jam. FGM dianil dengan suhu 1000 oC.........
37
Gambar 4.13 Fraksi berat relatif fasa-fasa pada FGM A/AT-MgO
dengan komposisi berat 2% MgO dengan waktu anil 0, 5,
10, 15, dan 20 jam. FGM dianil dengan suhu 1000 oC.........
38
Gambar 4.14 Fraksi berat relatif fasa-fasa pada FGM A/AT-MgO
dengan komposisi berat 5% MgO dengan waktu anil 0, 5,
10, 15, dan 20 jam. FGM dianil dengan suhu 1000 oC.........
40
Gambar 4.15 Spektra XRD sampel AT hasil serbuk dengan bahan dasar
aluminium dan titanium alkoksi yang disinter pada suhu
1100 oC (Stanciu dkk, 2004).................................................
42
Gambar 4.16 Spektra XRD sampel AT hasil serbuk dengan bahan dasar
y aluminium dan titanium alkoksi yang disinter pada suhu
1100 oC (Stanciu dkk, 2004).................................................
42
Gambar 4.17 Spektra XRD sampel AT hasil serbuk dengan bahan dasar
Al(III), Ti(IV), laurylamine (C12H25NH2) dan aqueous
klorida yang disinter pada suhu 1100 oC (Stanciu dkk,
2004).....................................................................................
43
Gambar 4.18 Pola difraksi neutron yang menunjukkan pembentukan
korundum dan rutile pada sampel AT yang terdekomposisi
isotermal pada suhu 1200 oC selama 22 jam (Low dan Oo,
2008).....................................................................................
47
Gambar 4.19 Pola difraksi neutron pada pembentukan AT pada suhu
1450 oC. Tiga garis vertikal menunjukkan masing-masing
posisi puncak fasa (Low dan Oo, 2008)................................
47
Gambar 4.20 Pola difraksi sinar-x dari permukaan FGM untuk studi
dekomposisi sesudah dianil pada suhu 1050 oC selama 0, 2,
4, dan 6 jam (Pratapa dkk, 1998)..........................................
49
Gambar A.1 Contoh Pola difraksi pemodelan gabungan AT, korundum
(A), dan spinel (S).................................................................
59
Gambar A.2 Contoh Pola difraksi pemodelan gabungan AT dengan
korundum (A)........................................................................
59
Gambar A.3 Contoh Pola difraksi pemodelan gabungan AT, korundum
(A), rutile (R), dan spinel (S)................................................
60
Gambar E.1 Contoh pemodelan linier pada FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 2% MgO pada kedalaman 0,0 sampai 0,5
mm. FGM disintesis dengan suhu sinter 1450 oC.................
80
xi
DAFTAR TABEL
TABEL Hal
Tabel 2.1 Karakteristik fisis alumina…………………………………... 9
Tabel 2.2 Karakteristik fisis MgO……………………………………… 10
Tabel 4.1 Penyusutan diameter FGM A/AT-MgO dengan komposisi
berat 0, 2, dan 5% MgO. FGM disinter pada suhu 1450 oC
selama 3 jam………………………………………………….
19
Tabel 4.2 Faktor skala keluaran analisis Rietveld untuk fasa AT,
korundum, dan rutile dari FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 0% MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM
disintesis dengan sinter pada suhu 1450 oC.............................
28
Tabel 4.3 Faktor skala keluaran analisis Rietveld untuk fasa AT,
korundum, dan rutile dari FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 2% MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM
disintesis dengan sinter pada suhu 1450 oC………………….
29
Tabel 4.4 Faktor skala keluaran analisis Rietveld untuk fasa AT,
korundum, dan rutile dari FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 5% MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM
disintesis dengan sinter pada suhu 1450 oC.............................
29
Tabel 4.5 Pemodelan linier kegradualan kandungan AT menurut
kedalaman pada FGM A/AT-MgO…………………………..
32
Tabel 4.6 Pemodelan linier kegradualan kandungan AT menurut
kedalaman pada FGM A/AT-MgO…………………………..
40
Tabel C.1 Figure of merit pengeluaran penghalusan Rietveld pola-pola
difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 0% MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM
disinter pada suhu 1450 oC.......................................................
65
Tabel C.2 Figure of merit pengeluaran penghalusan Rietveld pola-pola
difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 2% MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM
disinter pada suhu 1450 oC.......................................................
65
Tabel C.3 Figure of merit pengeluaran penghalusan Rietveld pola-pola
difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 5% MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM
disinter pada suhu 1450 oC.......................................................
66
Tabel C.4 Parameter-parameter hasil dari pengeluaran penghalusan
Rietveld pola-pola difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-
MgO dengan komposisi berat 0% MgO pada kedalaman 0,0-
0,5 mm. FGM disinter pada suhu 1450 oC...............................
67
Tabel C.5 Parameter-parameter hasil dari pengeluaran penghalusan
Rietveld pola-pola difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-
MgO dengan komposisi berat 2% MgO pada kedalaman 0,0-
0,5 mm. FGM disinter pada suhu 1450 oC...............................
70
Tabel C.6 Parameter-parameter hasil dari pengeluaran penghalusan
xii
Rietveld pola-pola difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-
MgO dengan komposisi berat 5% MgO pada kedalaman 0,0-
0,5 mm. FGM disinter pada suhu 1450 oC...............................
73
Tabel D.1 Hasil perhitungan fraksi berat fasa relatif FGM A/AT-MgO
dengan komposisi berat 0% MgO pada kedalaman 0,0-0,5
mm. FGM disinter pada suhu 1450 oC.....................................
77
Tabel D.2 Hasil perhitungan fraksi berat fasa relatif FGM A/AT-MgO
dengan komposisi berat 2% MgO pada kedalaman 0,0-0,5
mm. FGM disinter pada suhu 1450 oC.....................................
78
Tabel D.3 Hasil perhitungan fraksi berat fasa relatif FGM A/AT-MgO
dengan komposisi berat 5% MgO pada kedalaman 0,0-0,5
mm. FGM disinter pada suhu 1450 oC.....................................
79
Tabel F.1 Figure of merit pengeluaran penghalusan Rietveld pola-pola
difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 0% MgO dengan waktu anil 0, 5, 10, 15, dan
20 jam. FGM dianil pada suhu 1000 oC...................................
81
Tabel F.2 Figure of merit pengeluaran penghalusan Rietveld pola-pola
difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 2% MgO dengan waktu anil 0, 5, 10, 15, dan
20 jam. FGM dianil pada suhu 1000 oC...................................
81
Tabel F.3 Figure of merit pengeluaran penghalusan Rietveld pola-pola
difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 5% MgO dengan waktu anil 0, 5, 10, 15, dan
20 jam. FGM dianil pada suhu 1000 oC...................................
82
Tabel F.4 Parameter-parameter hasil dari pengeluaran penghalusan
Rietveld pola-pola difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-
MgO dengan komposisi berat 0% MgO dengan waktu anil 0,
5, 10, 15, dan 20 jam. FGM dianil pada suhu 1000 oC............
83
Tabel F.5 Parameter-parameter hasil dari pengeluaran penghalusan
Rietveld pola-pola difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-
MgO dengan komposisi berat 2% MgO dengan waktu anil 0,
5, 10, 15, dan 20 jam. FGM dianil pada suhu 1000 oC............
85
Tabel F.6 Parameter-parameter hasil dari pengeluaran penghalusan
Rietveld pola-pola difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-
MgO dengan komposisi berat 5% MgO dengan waktu anil 0,
5, 10, 15, dan 20 jam. FGM dianil pada suhu 1000 oC............
88
Tabel G.1 Hasil perhitungan fraksi berat fasa relatif FGM A/AT-MgO
dengan komposisi berat 0% MgO dengan waktu anil 0, 5, 10,
15, dan 20 jam. FGM dianil pada suhu 1000 oC......................
91
Tabel G.2 Hasil perhitungan fraksi berat fasa relatif FGM A/AT-MgO
dengan komposisi berat 2% MgO dengan waktu anil 0, 5, 10,
15, dan 20 jam. FGM dianil pada suhu 1000 oC......................
92
Tabel G.3 Hasil perhitungan fraksi berat fasa relatif FGM A/AT-MgO
dengan komposisi berat 5% MgO dengan waktu anil 0, 5, 10,
15, dan 20 jam. FGM dianil pada suhu 1000 oC......................
93
Tabel H.1 Parameter-parameter hasil dari pengeluaran penghalusan
Rietveld dengan software Rietica dengan peak shape pseudo-
xiii
voight pola-pola difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-
MgO dengan komposisi berat 0% MgO dan waktu anil 0
jam............................................................................................
94
Tabel H.2 Parameter-parameter hasil dari pengeluaran penghalusan
Rietveld dengan software Rietica dengan peak shape pseudo-
voigt pola-pola difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-
MgO dengan komposisi berat 2% MgO dan waktu anil 0
jam............................................................................................
95
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan keramik banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam
perkembangan pembuatan keramik tidak pernah berhenti karena kebutuhan-
kebutuhan spesifik, seperti ketahanan terhadap panas, sifat mekanik yang lebih
baik, sifat listrik yang spesifik menjadikan keramik menjadi perhatian dan
berkembang. Keramik menarik berbagai kalangan dikarenakan bahan ini
mempunyai keunggulan-keunggulan seperti tahan panas, tahan terhadap gesekan,
mempunyai stabilitas tinggi, dan mempunyai sifat mekanik yang tinggi (keras,
koefisien muai kecil). Di samping mempunyai keunggulan, bahan keramik juga
mempunyai keterbatasan, yaitu ketahanan kejutan termal dan mekanik yang
rendah sehingga menyebabkan terjadi retakan pada permukaannya (Suasmoro,
2000).
Dengan meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
maka para ilmuwan berusaha menciptakan bahan komposit keramik supaya
mempunyai keunggulan dan lebih aplikatif. Salah satunya, berawal pada sekitar
tahun 1984 para saintis Jepang untuk pertama kali membuat material komposit
keramik bahan ubahan gradual (Functionally-Graded Materials, FGMs). FGMs
merupakan material komposit baru yang komposisinya bervariasi dan strukturnya
yang gradual yang menghasilkan perubahan pada sifat-sifat material (Niino dalam
Canillo, 1995).
Salah satu metode yang digunakan dalam mensintesis FGMs adalah
metode infiltrasi. Metode infiltrasi ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas
bahan struktur tersebut. Tehnik infiltrasi ini memanfaatkan bahan pra-keramik
yang berporus dicelupkan ke dalam larutan yang mengandung prekursor.
Kemudian bahan pra-keramik yang mengandung prekursor tersebut disinter pada
suhu tinggi agar terbentuk fasa baru (transformasi fasa yaitu reaksi antara bahan
pra-keramik dengan prekursor) dan pemadatan bahan komposit. Dengan
2
kegradualan komposisi itu didapatkan sifat fisik yang berubah terhadap
kedalaman, misalnya kekerasan dan ketahanan retak (Pratapa dan Low, 1998).
Aluminium titanat (Al2TiO5 atau AT) merupakan salah satu material
keramik yang mempunyai koefisien ekspansi termal yang rendah, ketahanan
kejutan termal yang tinggi dan titik leleh yang tinggi (Thomas dan Steven, 1989),
tetapi AT juga mempunyai kelemahan yaitu kekuatan mekaniknya rendah dan
stabilitas temperaturnya juga rendah yaitu pada rentang suhu 900–1200 oC AT
akan terdekomposisi kembali menjadi bentuk awal yaitu alumina dan rutile (Low,
2008). Untuk mencegah terjadinya dekomposisi tersebut dan menstabilkan AT
maka ditambahkan MgO, SiO2 dan ZrO2 (Jayasankar dkk, 2006). Menurut
Ishitsuka dkk (1987) substitusi Al oleh Si dan Mg efektif dalam mengontrol
dekomposisi termal, tetapi efek substitusi Ti oleh Zr kecil. Penambahan Fe2O3
juga mempertinggi kestabilan termal (Battilana dalam Pratapa, 1997).
Sintesis FGMs dengan metode infiltrasi telah dilakukan oleh para peneliti,
di antaranya sintesis FGM Al2O3-AT; (AT) tanpa penstabil (Pratapa dan Low,
1996), Al2O3-AT-ZrO2 dengan ZrO2 sebagai penstabil (Pratapa dan Low, 1998;
Pratapa dkk., 1998a dan 1998b), Al2O3-AT dengan MgO dan spinel sebagai
penstabil (Pratapa dkk., 2001) dan ZrO2-ZrTiO4 (Pratapa, 2005), dengan tehnik
infiltrasi tanpa vakum (Marple dan Green, 1993; Low dkk., 1995), FGM spinel-
MgO dan spinel-A (Gusmahansyah, 2008). Metode infiltrasi yang diaplikasikan
untuk sintesis AT tersebut hanya satu kali pencelupan. Akibat infiltrasi tunggal
adalah ketajaman gradualitas komposisi dan rendahnya konsentrasi AT
dipermukaan (44,5%) (Pratapa,1997), yang akan dicari adalah FGM dengan
kegradualan yang landai. Kemudian AT jika dipanaskan pada rentang suhu 900-
1200 oC akan mengakibatkan AT terdekomposisi kembali menjadi bentuk awal
yaitu alumina dan rutile, untuk penstabil ZrO2 efeknya kecil dalam mengontrol
dekomposisi termal FGM AT, yaitu ditandai dengan kestabilan FGM dalam
rentang temperatur terjadi dekomposisi hanya berlangsung pendek (<6 jam)
(Pratapa, 1997), sehingga dari permasalahan tersebut, diusulkan untuk dilakukan
penyempurnaan metode sintesis, yaitu dengan infiltrasi berulang dan penggunaan
penstabil MgO dalam mengontrol dekomposisi termal FGM AT.
3
Dalam penelitian ini menggunakan korundum (α-Al2O3 atau A) sebagai
pra-keramik dan MgO sebagai penstabil serta larutan TiCl3 sebagai infiltran.
Untuk mengetahui kegradualan komposisi yang terbentuk, maka FGM ini
dikarakterisasi dengan metode difraksi sinar-x (XRD). Selanjutnya untuk
mengetahui sifat termal FGM yaitu dengan uji dekomposisi.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
dipecahkan dalam penelitian ini adalah:
a. Seberapa efektif metode infiltrasi berulang dalam mensintesis FGM A/AT-
MgO?
b. Pada konsentrasi MgO berapa kestabilan FGM A/AT-MgO dapat dicapai?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Mengetahui keefektifan metode infiltrasi berulang dalam mensintesis
FGM A/AT-MgO.
2. Mengetahui konsentrasi MgO yang diperlukan untuk mendapatkan
kestabilan FGM A/AT-MgO.
1.4 Batasan Masalah
1. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah korundum sebagai pra-
keramik dan MgO sebagai penstabil serta larutan TiCl3 sebagai infiltran.
2. Suhu maksimum sinter 1450 oC.
3. Suhu anil untuk studi dekomposisi 1000 oC.
1.5 Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini memberikan pemahaman tentang teknik infiltrasi
berulang dalam mensintesis FGM A/AT-MgO dan juga mengetahui sifat termal
serta kegradualan komposisi yang terbentuk dari FGM tersebut sehingga dapat
dijadikan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
4
1.6 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan Tesis ini disajikan format beberapa bab. Bab 1 tentang
pendahuluan yang memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan masalah,
batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Beberapa teori
penunjang penelitian dirangkum dalam Bab 2, sedangkan metodologi penelitian
ditulis dalam Bab 3. Hasil penelitian dan pembahasannya ditulis dalam Bab 4.
Bab 5 kesimpulan dan saran.
5
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Functionally-Graded Material (FGMs)
FGMs atau bahan ubahan gradual adalah merupakan material komposit
baru yang komposisinya bervariasi dan strukturnya yang gradual yang
menghasilkan perubahan pada sifat-sifat material (Niino dalam Canillo, 1995).
FGMs dirancang untuk memiliki dua sifat yang berbeda pada kedua permukaan
komposit, namun kedua sifat tersebut berubah secara kontinyu dari satu permukan
kepermukaan yang lainnya, dengan kata lain konsentrasi dispersoid berubah
secara gradual terhadap kedalaman komposit (Hirai dalam Pratapa, 1997).
Beberapa FGMs logam-keramik dapat dihasilkan dengan metode infiltrasi serbuk,
filtrasi, sinter, teknik difusi dan reaksi dan lain-lain (Pratapa, 1997). Beberapa
sistem yang sudah disintesis adalah FGM Al2O3-AT; (AT) tanpa penstabil
(Pratapa dan Low, 1996), Al2O3-AT-ZrO2 dengan ZrO2 sebagai penstabil (Pratapa
dan Low, 1998; Pratapa dkk., 1998a dan 1998b), Al2O3-AT dengan MgO dan
spinel sebagai penstabil (Pratapa dkk., 2001) dan ZrO2-ZrTiO4 (Pratapa, 2005),
dengan tehnik infiltrasi tanpa vakum (Marple dan Green, 1993; Low dkk., 1995),
FGM spinel-MgO dan spinel-α-Al2O3 (Gusmahansyah, 2008).
2.2 Infiltrasi Cairan
Infiltrasi merupakan salah satu metode yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas FGMs. Teknik infiltrasi ini memanfaatkan bahan pra-
keramik yang berporus dicelupkan ke dalam larutan yang mengandung prekursor.
Kemudian bahan pra-keramik yang mengandung prekursor tersebut disinter pada
suhu tinggi agar terbentuk fasa baru (transformasi fasa yaitu reaksi antara bahan
pra-keramik dengan prekursor) dan pemadatan bahan komposit. Dengan
kegradualan komposisi itu didapatkan sifat fisik yang berubah terhadap
kedalaman, misalnya kekerasan dan ketahanan retak (Pratapa dan Low, 1998).
Sintesis FGM AT dengan metode infiltrasi telah dilakukan oleh para peneliti,
diantaranya sintesis FGM Al2O3-AT; (AT) tanpa penstabil (Pratapa dan Low,
6
1996), Al2O3-AT-ZrO2 dengan ZrO2 sebagai penstabil (Pratapa dan Low, 1998;
Pratapa dkk., 1998a dan 1998b).
Low dkk (1996) menggunakan prakeramik alumina berporositas sekitar
49% yang dicelupkan secara total ke dalam larutan tetraethyl ortho-titanate
(TEOT) selama 2 jam. Kemudian sampel dikeringkan pada temperatur kamar
selama ±24 jam dan disinter pada suhu 1550 oC selama 3 jam. Saat sinter terjadi
reaksi antara alumina dan titania membentuk aluminium titanat. Low dkk.
Menunjukkan hasil pemetaan distribusi unsur titanium dari komposit AT/Al2O3
secara kualitatif melalui pengukuran intensitas sinar-x, karakteristik dengan
menggunakan mikroskop elektron.
Pratapa dan Low (1996) memanfaatkan sifat-sifat zirconia-toughened
alumina sebagai keramik untuk membuat komposit AT/ZrO2-Al2O3. Seluruh
badan prakeramik yang mempunyai porositas sekitar 46% dicelupkan kedalam
larutan yang mengandung 30% berat titanium klorida selama 24 jam. Kemudian
prakeramik dikeringkan pada temperatur kamar selama 2 jam dan disinter pada
suhu 1550oC selama 3 jam. Dari proses ini didapatkan karakteristik kegradualan
komposisi unsur-unsur secara kualitatif di mana konsentrasi titanium menurun
terhadap kedalam infiltrasi, sedangkan konsentrasi aluminium dan zirkonium
hampir tidak mengalami perubahan terhadap kedalam infiltrasi.
Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Pratapa (1997) dengan
menggunakan difraksi sinar-x untuk mengetahui kegradualan komposisi fasa pada
komposit AT/ZrO2-Al2O3 terhadap kedalaman bahan yaitu 0,0 hingga 1,5 mm.
Fasa yang ada pada material tersebut adalah AT, korundum, zirkonia monoklinik
dan zirkonia tetragonal. Dari hasil penelitian didapatkan intensitas AT menurun
secara gradual terhadap kedalaman,sebaliknya intensitas korundum semakin
meningkat terhadap kedalaman. Adanya perubahan intensitas puncak difraksi
terhadap kedalaman menunjukkan bahan tersebut mempunyai kegradualan
komposisi dan fasa titania tidak muncul ini dikarenakan titania (rutile) telah
bereaksi secara sempurna dengan korundum untuk membentuk aluminium titanat.
Pada kasus FGMs, dari hasil penelitian menunjukkan gradasi kandungan
prekursor dipermukaan pra-keramik sangat tajam (misal, Pratapa 1997 dan
7
a
b
c
PowderCell 2 .0
a
b
c
1998a), karena difusi prekursor terjadi secara lambat sehingga prekursor
cenderung mengumpul dipermukaan (Pratapa, 2005).
2.3 Aluminium Titanat
Aluminium titanat (Al2TiO5 atau AT) atau tialit merupakan material
keramik yang koefisien ekspansi termalnya rendah, mempunyai titik leleh tinggi,
ketahanan kejutan termalnya tinggi, konduktivitas termal rendah dan tahan rusak
(Low, 2008). Karena AT mempunyai koefisien ekspansi termal yang rendah
maka dia cocok untuk peralatan yang tahan terhadap kejutan termal (Shobani
dkk., 1998). AT juga sebagai isolasi listrik yang baik maka dia cocok untuk
komponen penyekat dalam industri otomotif, cetakan cor-coran aluminium
(aluminium casting dies) dan material pelindung yang digunakan dalam reaktor
fusi nuklir (Low, 1998).
AT biasanya dibuat dengan mereaksikan secara sintering melalui reaksi
persamaan perbandingan molar dari alumina dan titania (rutile) diatas suhu 1280
oC (Kato dkk., 1980), dimana jika oksidasi dengan udara menghasilkan:
α-Al2O3+TiO2 (rutile) β-Al2TiO5 (2.1)
Struktur kristal AT adalah tipe pseudobrokite. AT ini mempunyai struktur
kristal orthorhombic, dengan space group Cmcm dan parameter kisi: a = 3,591 Å,
b = 9,429 Å dan c = 9,636 Å (Zaharescu dkk., 1998).
Gambar 2.1 Struktur kristal AT
8
Keterangan:
Dari gambar 2.1 menunjukkan struktur kristal AT adalah oksigen
oktahedral yang didistribusikan di sekitar logam yaitu pada ion Al3+
dan ion Ti4+
.
Selain memiliki beberapa keunggulan, AT juga memiliki kelemahan, yaitu
berhubungan dengan ketidakstabilan termal pada rentang suhu 900–1200 oC, yang
mengakibatkan AT akan terdekomposisi kembali menjadi bentuk awal yaitu
korundum dan TiO2 rutile (Kato dkk., 1980). Ketidakstabilan termal ini dapat
dikontrol dengan penambahan MgO, SiO2 dan ZrO2 (Jayasankar dkk, 2006).
Pengintian mendominasi selama dekomposisi (Kameyama dan Kamaguchi dalam
Pratapa, 1997). Menurut Ishitsuka dkk (1987) substitusi Al oleh Si dan Mg efektif
dalam mengontrol dekomposisi termal, tetapi efek substitusi Ti oleh Zr kecil.
Sedangkan penambahan Fe2O3 juga dapat mempertinggi kestabilan termal
(Battilana dkk, 1995). Menurut Ishitsuka, pada sampel yang dianil 240 jam,
dekomposisi terjadi pada rentang suhu 900-1200 oC, di bawah suhu 900
oC dan di
atas 1200 oC tidak terjadi dekomposisi. Dekomposisi termal dari AT akan terjadi
sempurna pada temperatur 1100 oC dengan penambahan 1 sampai 3% SiO2, 5%
ZrO2, dan 5% MgO. Penambahan 2% MgO dapat mengubah mekanisme
pembentukan AT karena akan terbentuk fase spinel yang diteruskan pertumbuhan
solid solution Mg dan menghasilkan pengurangan yang besar dari ukuran butir
rata-rata dan densitas material (Buscaglia dkk, 1993).
Dari penelitian yang telah dilakukan Pratapa (1997), menunjukkan adanya
zirkonia dalam FGM akan memberikan efek yang menguntungkan terhadap
dekomposisi termal AT, tetapi efek ini hanya berlangsung pada waktu anil yang
pendek (< 6 jam), untuk waktu anil yang lebih lama efek menguntungkan tersebut
diperkirakan akan tidak signifikan sebab zirkonia merupakan penstabil yang
kurang efektif untuk AT.
= Atom Ti
= Atom O
= Atom Al
9
2.4 Alumina dan Magnesium Oksida
Aluminium III Oxide (Al2O3) atau alumina merupakan bahan keramik
berbentuk granular yang berwarna putih, sedikit lebih halus daripada garam dapur
dan merupakan serbuk yang padat. Jenis alumina tergantung pada metode
pembuatannya. Keramik alumina memiliki kekuatan mekanik yang tinggi,
kekerasannya bagus, tahan korosi dan panas, sehingga dari sifat – sifat tersebut
maka aplikasi aluminapun luas, yaitu meliputi keramik elektronik, material yang
kekuatannya tinggi dan sebagai katalis (Gocmez, 2008).
Tabel 2.1 Karakteristik fisis Alumina (Web element, 2008)
No Sifat-sifat Nilai
1 Struktur kristal HCP
2 Warna Putih
3 Bentuk Kristal padat
4 Densitas 4000 Kg.m-3
5 Titik didih 3000 oC
6 Titik leleh 2054 oC
Gambar 2.2 Struktur kristal alumina (Web element, 2008)
Magnesium oksida (MgO) atau magnesia merupakan salah satu jenis
bahan keramik yang mempunyai titik lebur yang tinggi yaitu sekitar 3073 K,
digunakan pada temperatur refractory yang tinggi, electrical insulation,
10
pembungkus makanan, kosmetik dan hal-hal yang berkenaan dengan bidang
farmasi. Magnesium oksida adalah suatu mineral padat putih yang dapat terbentuk
secara alami dari magnesium dan oksida, dibentuk oleh suatu ikatan ionik antara
satu atom magnesium dan satu atom oksida yang membentuk struktur kristal FCC
(Af”idah, 2007), seperti pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Struktur kristal MgO (Web element, 2008)
Tabel 2.2 Karakteristik fisis MgO (Web element, 2008)
No Sifat-sifat Nilai
1 Struktur kristal FCC
2 Warna Putih
3 Bentuk Kristal padat
4 Densitas 3600 Kg.m-3
5 Titik didih 3600 oC
6 Titik leleh 2830 oC
Magnesia banyak digunakan sebagai material konstruksi yang tahan panas
dan sebagai wadah atau tempat untuk melebur lapisan logam. MgO merupakan
salah satu bahan keramik yang banyak digunakan dalam bahan komposit, yaitu
sebagai penguat (filler) yang dapat memperbaiki sifat mekanik dan fisis dari suatu
material. MgO bersifat higroskopik secara alami, oleh sebab itu MgO harus
11
diletakkan dalam suatu wadah yang dapat melindunginya dari embun, jika tidak
maka akan terbentuk magnesium hidroksida (Mg(OH)2) yang mengandung air.
Untuk mengembalikan magnesium hidroksida menjadi magnesium oksida maka
harus dilakukan pemanasan untuk menghilangkan kandungan air didalamnya
(Af”idah, 2007).
2.5 Difraksi Sinar-X (XRD)
Sinar-x merupakan gelombang elektromagnetik frekuensi tinggi yang
dihasilkan dari tumbukan antara elektron yang bergerak cepat dengan atom yang
diam. Panjang gelombang sinar-x berkisar antara 0,5-2,5 Ǻ. Sebuah kristal yang
terdiri dari deretan atom yang teratur letaknya, masing-masing atom pada kristal
dapat menghamburkan gelombang elektromagnetik yang datang padanya.
Peristiwa hamburan sinar-x oleh atom-atom pada kristal disebut difraksi sinar-x.
Untuk mengidentifikasi fasa-fasa yang ada pada sebuah partikel digunakan
model karakterisasi material standar salah satunya adalah difraksi sinar-x ang
telah digali oleh peneliti-peneliti sebelumnya, misalnya untuk tujuan analisis
komposisi fasa, penentuan ukuran kristal dan penentuan regangan kristal. Untuk
tujuan itu, metode Rietveld telah banyak digunakan (Young, 1993). Menurut
Pratapa (2004), pengukuran data difraksi menghasilkan keluaran penting yaitu,
sudut 2θ dan intensitas pada sudut yang bersesuaian.
2.6 Analisis Komposisi Fasa
2.6.1 Analisis Kualitatif
Pola difraksi yang diperoleh dari difraktometer sinar-x
menggambarkan kristalinitas material yang diuji. Dari pola difraksi
tersebut dapat diperkirakan ada tidaknya fasa kristal dan/atau fasa amorf.
Sedangkan untuk menentukan fasa apa saja yang terdapat pada material
disebut identifikasi fasa. Prose identifikasi fasa didasarkan pada
pencocokan data posisi-posisi puncak difraksi terukur dengan basis data
(database), misalnya dalam bentuk kartu PDF (Powder Diffraction File).
Langkah-langkah dalam mengindentifikasi fasa dengan menggunakan
software, terdiri dari: Peak search (menemukan posisi puncak) dan Search
12
match (pencocokan terhadap basis data). Search march dapat dilakukan
dengan cara manual maupun cara berbasis komputer (Pratapa, 2004).
2.6.2 Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui komposisi dari
material yang diuji. Analisis ini dapat dilakukan secara fisika dan kimia.
Analisis menggunakan difraksi sinar-x merupakan tehnik yang lebih baik
dalam menganalisis campuran kristalin, karena memungkinkan dilakukan
identifikasi berbagai komponen pola difraksi yang bersuperposisi. Hal ini
disebabkan pada tiap komponen dari campuran menghasilkan pola
karakteristik yang tidak saling bergantung satu dengan yang lain.
Disamping itu intensitas tiap pola berbanding lurus dengan jumlah yang
ada, sehingga analisis kuantitatif untuk berbagai komponen dapat
dikembangkan. Analisis secara kimia dapat memberikan informasi tentang
komposisi material tetapi mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi dalam
membedakan identitas kimiawi dari berbagai fasa dalam sebuah campuran
material. Jadi perhitungan yang ada pada analisis fasa material, campuran
fasa alloy dari unsur yang sama dengan komposisi berbeda dan jumlah
relatif dari polimorf dalam campuran dapat dikerjakan dengan difraksi
sinar-x, tetapi sulit bahkan tidak bisa dilakukan dengan metode kimia
(Sutrisno, 2006).
Dari analisis lanjut tersebut akan menghasilkan tiga karakter utama yang
dapat memberikan gambaran tentang kondisi pengukuran dan sifat-sifat kristal
yaitu posisi, tinggi serta lebar dan bentuk puncak (Pratapa, 2004).
2.7 Analisis Menggunakan Metode Rietveld
Metode Rietveld pertama kali disusun oleh H. M. Rietveld (1967, 1969)
dan digunakan untuk mempelajari struktur kristal dari campuran uranium oksida.
Metode Rietveld dapat juga digunakan untuk mengamati dan menganalisis data
dari pola difraksi polikristalin, terutama ketika terjadi overlap pada pola difraksi.
Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode kuadrat terkecil yaitu
mencocokkan/menghaluskan pola difraksi terhitung (model) dengan pola difraksi
13
terukur. Beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam proses analisis Rietveld
adalah (Gusmahansyah, 2008):
a. Melakukan identifikasi fasa. Yaitu untuk mengetahui fasa – fasa yang
terkandung dalam material.
b. Penyusunan format data, yaitu menyusun format data terukur dengan
perangkat data yang akan digunakan.
c. Membuat model untuk material yang dianalisis, data diambil dari data base
sesuai dengan nomor ICSD.
d. Melakukan refinement (penghalusan), yang bertujuan untuk mendapatkan
kecocokan antara pola difraksi terukur dengan pola difraksi terhitung.
Hasil dari refinement dapat diterima bila telah memenuhi nilai-nilai dari
indeks reabilitas (R) yang terdiri dari Figures of merit (FoM) yaitu R-profile(Rp),
R-weigted profile (Rwp), R-expected (Rexp) dan Goodness of fit (GoF).
2.8 Fraksi Berat Relatif dan Fraksi Berat Absolut
Untuk menghitung komposisi masing-masing fasa dari material, dilakukan
dengan memanfaatkan parameter keluaran hasil penghalusan (refinement) dengan
metode Rietveld.
Metode ‘ZMV’ relatif (Hill dan Howard, 1987) merupakan salah satu
metode yang sering digunakan untuk analisis komposisi fasa, dengan persamaan:
kk
n
k
iii
ZMVs
ZMVsW
)(
)(
1
, (2.2)
dengan iW fraksi berat relatif fasa i (%), s faktor skala Rietveld, Z adalah rumus
kimia dalam sel satuan. M adalah berat fasa dan V adalah volume sel satuan.
14
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
15
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Penyiapan Bahan Uji
Dalam penelitian ini hal pertama yang dilakukan adalah penyiapan sampel.
Untuk FGM A/AT-MgO ini, bahan dasar yang digunakan adalah serbuk
korundum, serbuk MgO dengan komposisi berat 0%, 2% dan 5%, dan larutan
TiCl3 sebagai infiltran.
Untuk sintesis sampel FGM ini, serbuk MgO yang dipergunakan
merupakan hasil sintesis dengan metode presipitasi. Bahan yang dipergunakan
adalah Mg(NO3)3. Langkah-langkah pembuatannya adalah sebagai berikut
Mg(NO3)3 dilarutkan dalam 32 mL air bi-destilasi, kemudian larutan tersebut
ditambahkan sedikit demi sedikit NH4OH sebanyak 6,5 mL, selanjutnya larutan
tersebut disaring dengan kertas penyaring dan dicuci dengan air bi-destilasi
sebanyak 3 kali untuk menghilangkan impuritas yang terkandung dalam larutan
Mg(NO3)3 tersebut dan akan menghasilkan MgO murni, setelah disaring, endapan
yang terbentuk dikeringkan pada suhu sekitar 100 oC untuk menghilangkan
kandungan air, yang dilanjutkan dengan kalsinasi pada suhu 600 oC untuk
mendapatkan MgO (Afiati, 2009).
Selanjutnya dalam pembuatan FGM A/AT-MgO sendiri langkah-
langkahnya adalah 25 gram serbuk korundum dicampur dengan serbuk MgO hasil
sintesis dengan komposisi berat 0%, 2% dan 5%, kemudian ditambahkan air bi-
destilasi sebanyak 25 mL dan NH4OH secukupnya lalu dikeringkan dalam oven
selama 2 jam pada suhu 70 oC setelah itu digerus dan diayak kemudian dipelet
berbentuk silinder dengan diameter 12 mm. Tekanan yang diberikan 37 MPa dan
dipra-sinter pada suhu 1000 oC selama 1 jam. Proses selanjutnya sampel
diinfiltrasi selama 30 menit, kemudian dikeringkan, setelah dikeringkan sampel
diinfiltrasi lagi secara berulang sebanyak tiga kali yang dilanjutkan sinter pada
suhu 1450 oC selama 3 jam agar terjadi reaksi prekursor dengan matriknya
(transformasi menjadi fasa baru yaitu AT) dan pemadatan komposit.
16
3.2 Karakterisasi Bahan Uji
Pengujian Difraksi Sinar-X
Pengujian difraksi sinar-x terhadap sampel dilakukan di laboratorium
Difraksi Sinar-X RC (Research Center) LPPM ITS Surabaya, dengan spesifikasi
alat sebagai berikut:
Tipe peralatan : Philips X‟Pert MPD (Multi Purpose Diffractometer)
System
Sumber radiasi : Anoda-Cu, type PW3373/00 Cu LFF dioperasikan pada
40 kV dan mA
Panjang gelombang: CuKα ~ 1,5418 Ǻ (berbobot)
Sistem optik : Bragg-Brentano
: Programmable Divergensi Slit, panjang iradiasi = 8 mm
Incident Beam mask = Inc. Mask Fixed 10 mm
Incident Beam soller slit = soller 0,04 rad
Receiving slit = soller Fixed 0,1 mm
Sampel : Sampel tidak dirotasikan
Data : Langkah pengukuran 2θ = 0,02 o
Pengukuran 2θ = 10-100 o dan 2θ = 17-45
o
3.3 Uji Dekomposisi
Uji dekomposisi bertujuan untuk mengetahui mekanisme dekomposisi dan
penstabilan material oleh fasa lain (Pratapa, 1997). Uji ini menggunakan furnace
temperatur tinggi yang dilakukan di Laboratorium Fisika Keramik FMIPA ITS.
Sedangkan difraksi sinar-x dilakukan di Laboratorium Difraksi Sinar-X RC
(Research Center) LPPM ITS Surabaya.
. Sampel model XRD itu dipilih untuk dianil pada suhu 1000 oC selama 0,
5, 10, 15, dan 20 jam. Derajat dekomposisi ditentukan dengan menggunakan
fraksi berat fasa hasil keluaran dari analisis Rietveld yang besarnya berubah
terhadap pertambahan waktu anil.
3.4 Analisis Data Lanjut (Rietveld)
Untuk menentukan komposisi fasa dengan menggunakan persamaan (2.2)
dan untuk menentukan fraksi berat absolut menggunakan persamaan (2.3)
dengan memanfaatkan faktor skala s dari hasil pengeluaran Rietica.
17
Kemudian salah satu analisis lanjut untuk mengetahui karakter fisis
material secara kuatitatif berdasarkan data difraksi sinar-x adalah analisis
Rietveld (Rietveld, 1969). Dan program komputer untuk menganalisis data
difraksi tersebut dengan software Rietica.
Pada penelitian ini, untuk AT dibuat model dari ICSD nomor 27681
(Austin, 1985), korundum dari ICSD nomor 73724 (Maslen, 197), rutile dari
ICSD nomor 24780 (Khitrova, 1999) dan spinel dari ICSD nomor 40030
(Sawadah, 1998). Setelah dilakukan pemilihan model, selanjutnya dilakukan
pencocokan pola difraksi terukur dengan pola difraksi terhitung dengan cara
mengubah/memperhalus (refining) parameter–parameter dalam model terhitung.
Analisis ini disebut proses Refinement. Dari proses refinement, akan diperoleh
parameter–parameter keluaran (output) yang selanjutnya akan digunakan dalam
analisis lanjutan. Parameter–parameter yang direfine adalah dengan Background
(Bo, B1, B2, B3, B4, B5), Sample displacement, Phase scale, Lattice parameter,
Size, U parameter, Asymetry parameter, Overall thermal, Preferred orientation.
Dengan memanfaatkan parameter keluaran Rietica tersebut maka dapat
menganalisis komposisi fasa serta perhitungan fraksi berat relatif.
18
Korundum serbuk + MgO serbuk
Pelet
Pra-sinter pada suhu 1000 oC (selama 1 Jam)
Infiltrasi berulang sebanyak 3 kali
Sinter pada suhu 1450 oC(selama 3 jam)
FGM A/AT-MgO
Uji dekomposisiXRD pada permukaan dan berbagai kedalaman
Kesimpulan
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian
19
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab 4 ini berisikan hasil pengukuran data, analisis data dan pembahasan
untuk menjelaskan sintesis FGM A/AT-MgO dengan metode infiltrasi berulang.
Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan data hasil eksperimen, di
antaranya data uji XRD dan uji dekomposisi. Uji XRD dilakukan untuk
mengetahui kegradualan komposisi AT, korundum, rutile, dan spinel yang
terbentuk pada FGM A/AT-MgO. Selanjutnya uji dekomposisi dilakukan untuk
mengetahui mekanisme dekomposisi AT menjadi korundum dan rutile, serta
untuk mengetahui penstabilan AT oleh MgO.
4.1 Karakterisasi Sifat Fisik
Dalam penelitian ini, karakterisasi pertama yang dilakukan adalah
mengidentifikasi sifat fisik, yaitu penyusutan diameter. Sampel yang
dikarakterisasi adalah FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 0, 2, dan 5%
MgO yang disinter pada suhu 1450 oC selama 3 jam. Untuk hasil dari
karakterisasi dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Penyusutan diameter FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 0, 2,
dan 5% MgO. FGM disinter pada suhu 1450 oC selama 3 jam.
No Komposisi berat
MgO (%)
Penyusutan diameter (mm)
Sebelum Sesudah
1 0 12,0 (1) 10,5(2)
2 2 12,0(1) 11,1(2)
3 5 12,0(1) 10,7(1)
Pada Tabel 4.1 terlihat adanya penyusutan diameter setelah dilakukan
sinter. Untuk FGM dengan 0% MgO sebelum dilakukan sinter, diameternya
sebesar 12,0(1) mm, setelah dilakukan sinter diameternya menyusut menjadi
20
10,5(2) mm, sedangkan untuk FGM dengan 2% MgO sebelum dilakukan sinter,
diameternya sebesar 12,0(1) mm dan setelah dilakukan sinter ternyata
diameternya berubah menjadi 11,1(2) mm. Adapun untuk FGM dengan komposisi
berat 5% MgO juga mengalami fenomena yang sama dengan kedua sampel di
atas, diameter sebelum sinter sebesar 12,0(1) mm dan setelah sinter menyusut
menjadi 10,7(1) mm. Hal tersebut dikarenakan pada saat proses sinter terjadi
perpindahan atom yang terdekat yang menyebabkan jumlah titik kontak antar
atom semakin bertambah sehingga menimbulkan necking (pembentukan leher).
Oleh karena adanya perbedaan energi bebas antara daerah leher dengan
permukaan partikel yang memberikan driving force akan menyebabkan
transportasi massa (difusi) semakin cepat. Ketika suhu dan waktu semakin
meningkat maka akan terjadi pertumbuhan leher yang disebabkan oleh difusi
atom-atom pada batas butir dan jarak antar butir akan semakin dekat sehingga
ikatan antar butirpun juga semakin kuat. Pengurangan jarak ini menimbulkan
penyusutan.
4.2 Karakterisasi Kegradualan Komposisi
4.2.1 Difraksi Sinar-x
Difraksi sinar- x digunakan untuk mengetahui kandungan fasa dalam
sampel. Kemudian data hasil difraksi sinar-x. pada berbagai variasi kedalaman
sampel (0,0-0,5 mm) diukur untuk mengetahui terbentuknya fasa-fasa pada
kedalaman tersebut yang komposisinya berubah terhadap kedalaman.
Gambar 4.1 menunjukkan pola difraksi sinar-x FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 0% MgO. Gambar tersebut menyatakan, pada kedalaman 0,0 mm
(permukaan) terdapat fasa AT dan korundum dengan puncak intensitas AT lebih
tinggi dibandingkan intensitas korundum yang mengindikasikan kandungan AT
pada permukaan FGM lebih banyak, intensitas AT tersebut semakin menurun
secara gradual sampai kedalaman 0,5 mm, sebaliknya intensitas korundum
semakin meningkat seiring kedalaman sampel, ini mengindikasikan FGM
memiliki kegradualan komposisi. Rutile tidak muncul pada permukaan FGM yang
menandakan bahwa rutile telah bereaksi sempurna dengan korundum membentuk
21
AT. Kemudian pada kedalaman 0,1 mm muncul fasa rutile di sekitar sudut 2θ =
27,4 yang jumlah dan intensitasnya makin meningkat seiring kedalaman sampel.
20 25 30 35 40 45
#
o
##
ooXX
XXXo
X
XX
XX
X
0,5 mm
0,4 mm
0,3 mm
0,2 mm
0,1 mm
0,0 mm
Inte
nsi
tas
2 Theta
Gambar 4.1 Pola difraksi sinar-x (CuKα =1.5418 Å) dari FGM A/AT-MgO
dengan komposisi berat 0% MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM
disintesis dengan sinter pada suhu 1450 oC. Ket: x = AT, o =
korundum, dan # = rutile.
Hal tersebut disebabkan oleh rutile dan korundum pada titik-titik tertentu
terperangkap tanpa bisa saling bereaksi membentuk AT. Fenomena ini seperti
penelitian yang telah dilakukan Pratapa dkk (1998) dengan menggunakan difraksi
sinar-x untuk mengetahui kegradualan komposisi fasa pada komposit AT/ZrO2-
Al2O3 terhadap kedalaman bahan, yaitu 0,0 hingga 1,5 mm. Fasa yang ada pada
material tersebut adalah AT, korundum, zirkonia monoklinik dan zirkonia
tetragonal, sedangkan fasa rutile tidak ditemukan. Dari hasil penelitian tersebut
didapatkan intensitas AT menurun secara gradual terhadap kedalaman,sebaliknya
intensitas korundum semakin meningkat terhadap kedalaman.
22
20 25 30 35 40 45
XX
****
o
oo
o
XXX
X
XX
X
XX 0,0 mm
0,1 mm
0,2 mm
0,3 mm
0,4 mm
0,5 mm
Inte
nsi
tas
2 Theta
Gambar 4.2 Pola difraksi sinar-x (CuKα =1.5418 Å) dari FGM A/AT-MgO
dengan komposisi berat 2% MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM
disintesis dengan sinter pada suhu 1450 oC. Ket: x = AT, o =
korundum, dan * = spinel.
Gambar 4.2 menunjukkan FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 2%
MgO. Gambar tersebut menyatakan intensitas AT menurun secara gradual pada
permukaan sampai ke pusat sampel, dan sebaliknya intensitas korundum
meningkat terhadap kedalaman. Intensitas AT pada FGM ini lebih rendah dan
intensitas korundum lebih tinggi jika dibandingkan dengan FGM dengan 0%
MgO. Adanya fenomena ini memberikan pemahaman bahwa dengan penambahan
2% MgO pada FGM maka pada waktu pra-sinter MgO tersebut mengalami
pertumbuhan butir yang mengakibatkan porositas FGM semakin kecil sehingga
jumlah infiltran TiCl3 yang masuk pada FGM mengalami penurunan
dibandingkan pada FGM dengan 0% MgO dan dengan sedikitnya infiltran yang
masuk pada FGM maka rutile yang terbentuk pada FGM juga semakin sedikit dan
dengan jumlah yang sedikit tersebut maka rutile akan habis bereaksi dengan
23
korundum membentuk AT, sehingga AT yang terbentukpun lebih sedikit
dibandingkan pada FGM dengan 0% MgO, sedangkan untuk fasa korundum
intensitasnya lebih tinggi dibandingkan pada FGM dengan 0% MgO
mengindikasikan dengan sedikitnya jumlah rutile yang terkandung pada FGM
akan mengakibatkan semakin sedikit pula jumlah korundum yang dibutuhkan
untuk berekasi dengan rutile tersebut untuk membentuk AT, sehingga kandungan
korundum yang tersisa masih banyak dibandingkan pada FGM dengan 0% MgO.
20 25 30 35 40 45
XXoo
oo
*** *XX
X
XX
X
X
X
0,5 mm
0,4 mm
0,3 mm
0,2 mm
0,1 mm
0,0 mm
Inte
nsi
tas
2 Theta
Gambar 4.3 Pola difraksi sinar-x (CuKα =1.5418 Å) dari FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 5% MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM
disintesis dengan sinter pada suhu 1450 oC. Ket: x = AT, o =
korundum, dan * = spinel.
Lebih lanjut, rutile tidak ditemukan dalam FGM ini yang menandakan rutile telah
habis bereaksi dengan korundum membentuk AT dan spinel tidak ditemukan pada
kedalaman 0,0 sampai 0,1 mm yang menandakan terbentuknya solid solution
Al2(1-x)MgxTi1+xO5 (Ishitsuka dkk, 1987; Wohlfromm dkk, 1991) dan spinel
24
ternyata ditemukan pada kedalaman 0,2 mm, yaitu sekitar sudut 2θ = 19,0, 31,3,
36,8, dan 44,8, dengan intensitas yang semakin meningkat terhadap kedalaman,
peristiwa tersebut menandakan pada kedalaman 0,0 sampai 0,1 mm, solid solution
Al2(1-x)MgxTi1+xO5 lebih dulu terbentuk daripada fasa spinel.
Gambar 4.3 menunjukkan FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 5%
MgO. Pada Gambar tersebut terlihat pada kedalaman 0,0 mm terdapat fasa AT
dan korundum dengan intensitas AT lebih rendah dan intensitas korundum lebih
tinggi dibandingkan dengan intensitas AT dan intensitas korundum pada FGM
dengan 0% dan 2% MgO, hal ini menandakan pada FGM dengan 5% MgO
kandungan fasa AT lebih rendah dan kandungan fasa korundumnya lebih tinggi
dibandingkan pada FGM dengan 0% dan 2% MgO, fenomena tersebut
dikarenakan dengan penambahan MgO yang lebih banyak yaitu 5% pada FGM
maka pada saat pra-sinter porositas FGM semakin mengalami penurunan
dibandingkan dengan penambahan 2% MgO yang diakibatkan oleh pertumbuhan
butir MgO yang jumlahnya lebih banyak sehingga infiltran TiCl3 yang masuk
pada FGM juga semakin sedikit dan akibatnya rutile yang terbentuk pada FGM
mengalami penurunan sehingga AT yang terbentukpun lebih sedikit dibandingkan
pada FGM dengan 0% maupun 2% MgO, adapun untuk fasa korundum
intensitasnya lebih tinggi dibandingkan pada FGM dengan 0% dan 2% MgO yang
menandakan dengan sedikitnya jumlah rutile yang terkandung pada FGM akan
mengakibatkan semakin sedikit pula jumlah korundum yang dibutuhkan untuk
bereaksi dengan rutile tersebut untuk membentuk AT, sehingga kandungan
korundum yang tersisa masih banyak dibandingkan pada FGM dengan 0% dan
2% MgO. Kemudian pada kedalaman selanjutnya intensitas fasa AT semakin
menurun sampai kedalaman 0,5 mm dan sebaliknya untuk fasa korundum
semakin meningkat seiring kedalaman. Untuk fasa rutile tidak muncul, sedangkan
fasa spinel sudah terbentuk pada permukaan FGM dan intensitasnya semakin
meningkat sampai kedalaman 0,5 mm.
Berdasarkan analisis kualitatif ketiga sampel di atas tersebut, fasa AT
ditemukan pada semua kedalaman dan pembentukan fasa AT dibuat dengan
mereaksikan secara sintering melalui reaksi persamaan perbandingan molar dari
25
alumina dan titania (rutile) di atas suhu 1280 oC (Kato dkk., 1980), yaitu jika
oksidasi dengan udara menghasilkan:
α-Al2O3+TiO2 (rutile) β-Al2TiO5 (4.1)
Pola difraksi dari ketiga sampel terhadap kedalaman mengindikasikan
bahwa sampel tersebut merupakan FGM. Studi ini seperti yang telah diamati oleh
Marple dan Green (1989) dengan menggabungkan mullite kedalam alumina, FGM
Al2O3-AT; (AT) tanpa penstabil (Pratapa dan Low, 1996), Al2O3-AT-ZrO2 dengan
ZrO2 sebagai penstabil (Pratapa dan Low, 1998; Pratapa dkk., 1998a dan 1998b),
Al2O3-AT dengan MgO dan spinel sebagai penstabil (Pratapa dkk., 2001) dan
ZrO2-ZrTiO4 (Pratapa, 2005), FGM spinel-MgO dan spinel-α-Al2O3
(Gusmahansyah, 2008). Tetapi karakter kegradualan komposisi pada sampel perlu
dianalisis lebih lanjut, misalnya dengan menggunakan metode Rietveld seperti
yang akan dijelaskan berikut ini.
4.2.2 Hasil Penghalusan Metode Rietveld
Setelah melakukan analisis kualitatif langkah selanjutnya melakukan
penghalusan menggunakan metode Rietveld dengan software Rietica (Hunter,
1998). Untuk menggunakan metode ini terlebih dahulu dibuat model yang
didapatkan dari database kristalografi. Dalam penelitian ini model yang dibuat
dari data ICSD yang sesuai dengan bahan yang digunakan untuk sintesis FGM
A/AT-MgO, yaitu korundum. Adapun untuk mendapatkan model yang diinginkan
maka harus dipilih dari database yang sesuai dengan nomor ICSD sehingga dari
hal tersebut dapat menunjukkan kecocokan dan kesesuian antara pola terhitung
dengan pola terukur.
Pemodelan yang dipilih dalam sampel FGM A/AT-MgO adalah untuk AT
dibuat model dari ICSD nomor 27681 (Austin, 1985), korundum dari ICSD
nomor 73724 (Maslen, 197), rutile dari ICSD nomor 24780 (Khitrova, 1999) dan
spinel dari ICSD nomor 40030 (Sawadah, 1998). Untuk FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 0% MgO, pola difraksi terhitung yang dipilih dari permodelan
tersebut seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.4 dan Lampiran A, sedangkan
26
untuk FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 2 dan 5% MgO pola difraksi
terhitung yang dipilih dari pemodelan tersebut juga ditampilkan pada Lampiran A.
Permodelan tersebut akan digunakan sebagai pola difraksi terhitung pada analisis
kuantitatif dengan menggunakan metode Rietveld. Data pemodelan yang terpilih
dari ICSD ditampilkan pada Lampiran B.
AT#A#R
2 theta (deg)454035302520
Cou
nts
70.000
60.000
50.000
40.000
30.000
20.000
10.000
0
Gambar 4.4 Contoh Pola difraksi pemodelan gabungan AT, korundum (A), dan
rutile (R).
Pada Gambar 4.5 terlihat posisi-posisi puncak sesuai dengan posisi-posisi
puncak pada pola difraksi AT, korundum, dan rutile pada Gambar 4.4, begitu
variasi intensitas difraksinya, ini menunjukkan pemilihan model bisa diterima.
Dalam menganalisis menggunakan metode Rietveld ini, masing-masing
sampel dilakukan penghalusan terhadap parameter-parameter dengan urutan-
urutan, yaitu background, faktor skala, parameter kisi, sample displacement,
asymmetry, parameter termal isotropik tiap atom, komposen Gaussian, komponen
Lorentzian (HL), dan preferred orientation.
Hasil penghalusan parameter-parameter yang menunjukkan kesesuaian
antara pola pengukuran dan pola permodelan dimuat dalam Lampiran C. Untuk
AT
AT AT A
AT AT
A
AT
AT AT
A
A
R
AT
R
AT R
27
sampel FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 0, 2, maupun 5% MgO proses
penghalusan dapat dilakukan pada kedalaman 0,0 sampai 0,5 mm.
AT#A#R
2 theta (deg)454035302520
Cou
nts
1.400
1.200
1.000
800
600
400
200
0
-200
Gambar 4.5 Contoh pola hasil akhir dari penghalusan yang diperoleh dari
program Rietica untuk sampel FGM A/AT-MgO dengan komposisi
berat 0% MgO pada kedalaman 0,2 mm yang disinter pada suhu
1450 oC. Puncak warna merah adalah pola difraksi terhitung, puncak
(+++) warna hitam adalah pola difraksi terukur, tiga garis tegak
warna biru menunjukkan masing-masing posisi puncak fasa (atas =
AT, tengah = korundum, bawah = rutile) dan kurva paling bawah
adalah difference plot.
Gambar 4.5 menampilkan contoh pola hasil refinement menggunakan
metode Rietveld, untuk FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 0% MgO pada
kedalaman 0,2 mm yang disinter pada suhu 1450 oC. Pola difraksi terukur
digambarkan dengan tanda (+++) berwarna hitam dan pola difraksi terukur
digambarkan dengan puncak berwarna merah. Garis-garis tegak berwarna biru
menyatakan posisi seluruh puncak difraksi sampel dan kurva paling bawah adalah
plot selisih antara pola difraksi terukur dengan pola difraksi terhitung (difference
plot).
28
Dari hasil penghalusan yang telah dilakukan untuk FGM A/AT-MgO
dengan komposisi berat 0, 2 dan 5% MgO, nilai GoF (kesesuaian antara pola
difraksi terhitung dan pola difraksi terukur) besarnya di bawah 4% (Lampiran C).
Hasil penghalusan tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Kisi (1994),
bahwa hasil penghalusan menggunakan metode Rietveld telah memenuhi
ketentuan jika nilai GoF kurang dari 4% dan plot selisih antara pola terhitung
dengan terukur (Gambar 4.5) tidak berfluktuasi secara signifikan. Dari hasil-hasil
tersebut menandakan proses penghalusan selesai dan parameter-parameter
keluaran yang dihasilkan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut. Untuk hasil
penghalusan dari semua sampel ditampilkan dalam Lampiran C.
4.2.3 Fraksi Berat Fasa
Faktor-faktor yang terlibat dalam perhitungan fraksi berat fasa antara lain:
a. Faktor skala
Faktor skala merupakan salah satu parameter yang dihaluskan dalam analisis
dengan menggunakan metode Rietveld. Faktor skala ini dipergunakan untuk
menentukan fraksi berat relatif fasa yang terkandung dalam sampel. Faktor
skala dari hasil penghalusan dapat ditampilkan dalam tabel 4.2, 4.3, dan 4.4.
b. Faktor Z, M, dan V
Faktor Z adalah jumlah rumus kimia dalam sel satuan, M adalah berat fasa dan
V adalah volume sel satuan. Nilai faktor-faktor Z, M, V ditampilkan dalam
tabel dalam Lampiran D.
Tabel 4.2 Faktor skala keluaran analisis Rietveld untuk fasa AT, korundum,
dan rutile dari FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 0% MgO
pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM disintesis dengan sinter pada
suhu 1450 oC.
No Kedalaman (mm) Faktor skala (10
-4)
AT Korundum Rutile
1 0,0 1,198(17) 0,557(21) -
2 0,1 0,789(2) 0,510(34) 0,216(65)
3 0,2 0,668(19) 2,456(19) 0,803(94)
4 0,3 0,505(18) 2,398(79) 0,539(15)
5 0,4 0,490(19) 3,331(1) 1,100(14)
6 0,5 0,379(25) 2,963(85) 1,709(11)
29
Tabel 4.3 Faktor skala keluaran analisis Rietveld untuk fasa AT, korundum,
dan spinel dari FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 2%
MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM disintesis dengan sinter
pada suhu 1450 oC.
No Kedalaman
(mm)
Faktor skala (10-4
)
AT Korundum Spinel
1 0,0 1,260(16) 1,457(47) -
2 0,1 0,677(21) 1,343(68) -
3 0,2 0,669(42) 2,343(73) 0,006(2)
4 0,3 0,569(43) 2,735(86) 0,022(2)
5 0,4 0,302(21) 2,934(95) 0,016(9)
6 0,5 0,219(16) 2,549(78) 0,031(3)
Tabel 4.4 Faktor skala keluaran analisis Rietveld untuk fasa AT, korundum,
dan spinel dari FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 5%
MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM disintesis dengan sinter
pada suhu 1450 oC.
No Kedalaman
(mm)
Faktor skala (10-4
)
AT Korundum Spinel
1 0,0 1,068(15) 1,928(52) 0,086(4)
2 0,1 0,542(19) 1,774(7) 0,060(5)
3 0,2 0,618(41) 2,457(1) 0,085(5)
4 0,3 0,297(2) 2,707(89) 0,097(5)
5 0,4 0,257(14) 2,831(91) 0,102(48)
6 0,5 0,201(15) 2,687(88) 0,097(5)
Fraksi Berat Relatif Fasa
Untuk menentukan fraksi berat relatif dari komposisi fasa yaitu dengan
menggunakan persamaan (2.2) dan hasil perhitungan fraksi berat relatif tersebut
diuraikan berikut ini.
Gambar 4.6 menunjukkan fraksi berat relatif fasa-fasa pada FGM dengan 0%
MgO. Kandungan AT pada pada permukaan permukaan sebesar 76,7(15)% dan
menurun secara gradual menjadi 28,9(19)% pada 0,2 mm dan 15,9(11)% pada 0,5
mm. Sebaliknya, kandungan korundum meningkat dari 23,4(9)% pada permukaan
dan kemudian 69,7(69)% dan 81,2(31)% masing-masing pada kedalaman 0,2 dan
0,3 mm. Adapun kandungan rutile juga meningkat terhadap kedalaman, tetapi
30
pada permukaan FGM, rutile tersebut tidak muncul, kemudian masing-masing
pada kedalaman 0,2 dan 0,5 mm kandungan rutile tersebut sebesar 1,5(2)% dan
3,0(2)%. Hasil analisis tersebut menunjukkan jumlah konsentrasi AT pada
permukaan FGM lebih besar apabila menggunakan metode infiltrasi berulang,
dengan kata lain infiltrasi berulang lebih efektif dalam menghasilkan kandungan
AT dibandingkan dengan infiltrasi tunggal seperti penelitian yang telah dilakukan
oleh Pratapa (1997) yang menghasilkan konsentrasi AT dipermukaan FGM lebih
rendah, yaitu sekitar 44,5%.
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
Kedalaman (mm)
Frak
si b
erat
rela
tif (%
)
ATAR
Gambar 4.6 Fraksi berat relatif fasa-fasa pada FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 0% MgO. AT dan A pada kedalaman 0,0-0,5 mm. R
pada kedalaman 0,1-0,5 mm. FGM disinter pada suhu 1450 oC.
Simbol: AT = aluminium titanat, A = korundum dan R = rutile.
Gambar 4.7 menunjukkan fraksi berat relatif fasa-fasa pada FGM dengan
2% MgO dan terlihat kandungan AT menurun seiring kedalaman, dengan
besarnya lebih rendah dibandingkan dengan kandungan AT pada FGM dengan
0% MgO, misalnya pada permukaan FGM kandungan AT hanya sebesarnya
57,1(11)% dan pada kedalaman 0,5 mm sebesar 11,3(9)%. Sifat yang sama juga
31
terjadi pada korundum dengan kecenderungan yang berlawanan, yaitu misalnya
pada permukaan dan kedalaman 0,5 mm dari FGM masing-masing sebesar
42,9(15)% dan 84,8(35)%. Sedangkan kandungan spinel juga ditemukan dalam
FGM dengan besar yang meningkat terhadap kedalaman.
-100
102030405060708090
100
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
Kedalaman (mm)
Frak
si b
erat
rela
tif (%
)
ATAS
Gambar 4.7 Fraksi berat relatif fasa-fasa pada FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 2% MgO. AT dan A pada kedalaman 0,0-0,5 mm. S
pada kedalaman 0,2-0,5 mm. FGM disinter pada suhu 1450 oC.
Simbol: AT = aluminium titanat, A = korundum dan S = spinel.
Gambar 4.8 menunjukkan fraksi berat relatif fasa-fasa pada FGM dengan
5% MgO. Pada FGM ini mempunyai fenomena yang mirip dengan FGM dengan
2% MgO, kandungan AT menurun terhadap kedalaman dengan nilai yang lebih
kecil dibandingkan dengan kandungan AT pada FGM dengan 0 dan 2% MgO,
yaitu pada permukaan, kandungan AT sebesar 42,2(9)%, dan untuk korundum
juga mempunyai sifat yang sama tetapi dengan kecenderungan yang berlawanan.
Adapun untuk spinel kandungannya juga meningkat dari kedalaman 0,0 sampai
0,5 mm.
32
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
Kedalaman (mm)
Frak
si b
erat
rela
tif (%
)
ATAS
Gambar 4.8 Fraksi berat relatif fasa-fasa pada FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 5% MgO. AT, A, dan S pada kedalaman 0,0-0,5
mm. FGM disinter pada suhu 1450 oC. Simbol: AT = aluminium
titanat, A = korundum, dan S = spinel.
Tabel 4.5 Pemodelan linier kegradualan kandungan AT menurut kedalaman pada
FGM A/AT-MgO.
Komposisi berat MgO
(%) 0 2 5
Gradien -132,4 -93,3 -66,5
Perpotongan 72,1 53,3 38,4
Tanda (-) menunjukkan penurunan konsentrasi AT menurut kedalaman
Kemudian dari hasil pemodelan linier seperti yang ditunjukkan pada Tabel
4.5 terlihat pada FGM dengan 0% MgO mempunyai gradien paling besar
dibandingkan pada FGM dengan 2% dan 5% MgO yang berarti FGM dengan 0%
MgO tersebut mempunyai kegradualan paling tajam. Adapun untuk FGM dengan
5% MgO mempunyai gradien paling kecil dibandingkan gradien pada FGM
dengan 0% dan 2% MgO, yaitu sebesar 66,5 yang menandakan pada FGM dengan
5% MgO telah mengalami kegradualan paling landai dibandingkan dengan FGM
dengan 0% dan 2% MgO. Untuk harga korelasi R sampel sebesar 0,8, 0,9 dan 0,9,
33
yaitu masing-masing untuk FGM dengan 0, 2, dan 5% MgO. Grafik pemodelan
linier sampel dapat dilihat pada Lampiran E.
4.3 Dekomposisi Termal AT
4.3.1 Difraksi Sinar-x
AT merupakan salah satu material komposit yang mempunyai keunggulan
juga mempunyai kelemahan, yaitu berhubungan dengan ketidakstabilan termal
pada rentang suhu 900–1200 oC, yang mengakibatkan AT akan terdekomposisi
kembali menjadi bentuk awal, yaitu korundum dan TiO2 rutile (Kato dkk., 1980).
Ketidakstabilan termal ini dapat dikontrol dengan penambahan MgO, SiO2 dan
ZrO2 (Jayasankar dkk, 2006). Menurut Ishitsuka dkk (1987) substitusi Al oleh Si
dan Mg efektif dalam mengontrol dekomposisi termal, tetapi efek substitusi Ti
oleh Zr kecil. Sedangkan penambahan Fe2O3 juga dapat mempertinggi kestabilan
termal (Battilana dkk, 1995).
Dekomposisi AT pada FGM dapat diketahui dengan XRD. Sedangkan
untuk hasil analisis Rietveld uji dekomposisi dapat dilihat pada Lampiran E.
Gambar 4.9 menunjukkan pola difraksi sinar-x FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 0% MgO. Dari Gambar terlihat pada waktu anil 5 jam muncul
fasa rutile, dimana intensitasnya meningkat dengan tajam sampai pada waktu anil
20 jam, untuk intensitas korundum juga meningkat seiring waktu anil, dan
sebaliknya intensitas AT pada berbagai sudut menurun dengan tajam sampai pada
waktu anil 20 jam, bahkan intensitas AT pada berbagai sudut hampir hilang pada
waktu anil 20 jam tersebut. Hal ini mengindikasikan AT pada permukaan FGM
tanpa penstabil MgO ini sudah mulai terdekomposisi pada waktu anil 5 jam dan
derajat dekomposisi termal yang terjadi tinggi. Fenomena seperti ini seperti
penelitian yang telah dilakukan oleh Pratapa dkk (1998) untuk permukaan FGM
Al2O3-AT-ZrO2 dengan ZrO2 sebagai penstabil yang dianil pada 1050 oC untuk 0,
2, 4, 6 jam mengalami proses dekomposisi yaitu ditandai dengan perbandingan
puncak (AT:alumina) menurun perlahan seiring waktu anil (khususnya antara 0
dan 4 jam), adapun perbandingan puncak (rutile:alumina) meningkat dengan tiba-
tiba seiring waktu anil yang menandakan tingginya derajat dekomposisi termal.
34
20 25 30 35 40 45
#####
oo oX
X
XXX
X
XX
XX
oX
20 jam
15 jam
10 jam
0 jam
5 jam
Inte
nsi
tas
2 Theta
Gambar 4.9 Pola difraksi sinar-x (CuKα =1.5418 Å) pada permukaan FGM
A/AT-MgO dengan komposisi berat 0% MgO dengan waktu anil 0,
5, 10, 15, dan 20 jam. FGM dianil dengan suhu 1000 oC. Ket: x =
AT, o = korundum, dan # = rutile.
Gambar 4.10 menunjukkan FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 2%
MgO. Dari Gambar telihat pada waktu anil 5 jam AT pada permukaan FGM juga
sudah mulai terdekomposisi pada waktu anil 5 jam, yaitu ditandai dengan
munculnya fasa rutile yang intensitasnya meningkat secara perlahan sampai pada
waktu anil 20 jam dan intensitas rutile tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan
intensitas rutile pada FGM dengan 0% MgO, untuk korundum intensitasnya juga
meningkat terhadap waktu anil. Sedangkan untuk intensitas AT menurun terhadap
waktu anil tapi penurunannya tidak signifikan jika dibandingkan dengan intensitas
AT pada FGM dengan 0% MgO. Fenomena ini mengindikasikan dengan
penambahan 2% MgO dapat menimbulkan pembentukan solid solution Al2(1-
x)MgxTi1+xO5 yang berfungsi mereduksi laju dekomposisi AT. Kemudian pada
waktu anil 15 sampai 20 jam muncul fasa spinel yang mengindikasikan solid
solution Al2(1-x)MgxTi1+xO5 juga terdekomposisi menjadi korundum, rutile, dan
35
spinel. Studi ini seperti yang pernah dilakukan oleh Buscaglia dkk (1994),
penambahan 2% MgO dapat mengubah mekanisme pembentukan AT karena akan
terbentuk fase spinel yang diteruskan pertumbuhan solid solution dan dengan
munculnya solid solution tersebut dapat mereduksi laju dekomposisi AT.
20 25 30 35 40 45
* *
###
##
o
o
o
o
XXXXX
X
XX
X
X
X 0 jam
5 jam
10 jam
20 jam
15 jam
Inte
nsi
tas
2 Theta
Gambar 4.10 Pola difraksi sinar-x (CuKα =1.5418 Å) pada permukaan FGM
A/AT-MgO dengan komposisi berat 2% MgO dengan waktu anil 0,
5, 10, 15, dan 20 jam. FGM dianil dengan suhu 1000 oC.
Keterangan: = AT, o = korundum, # = rutile, dan * = spinel.
Gambar 4.11 menunjukkan FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 5%
MgO. Gambar tersebut menjelaskan pada waktu dekomposisi 5 jam AT juga
sudah terdekomposisi menjadi rutile dan korundum, dengan intensitas rutile
meningkat lebih tajam dan intensitas juga menurun lebih tajam jika dibandingkan
dengan FGM dengan 2% MgO, hal ini mengindikasikan dengan penambahan 5%
MgO dapat menimbulkan fasa spinel yang berfungsi menghalangi laju
36
dekomposisi AT. Hasil penelitian ini seperti yang telah dilakukan oleh Ishitsuka
dkk (1987), dengan menggunakan penstabil SiO2, ZrO2, dan MgO dan waktu anil
1000, 1100, dan 1200 oC, dekomposisi termal dari AT akan terjadi sempurna pada
20 25 30 35 40 45
# # # #
* ** * X
o
o o
o
XXX
X
XX
X
X
X
20 jam
15 jam
10 jam
5 jam
0 jam
Inte
nsi
tas
2 Theta
Gambar 4.11 Pola difraksi sinar-x (CuKα =1.5418 Å) pada permukaan FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 5% MgO dengan waktu anil 0,
5, 10, 15, dan 20 jam. FGM dianil dengan suhu 1000 oC. Ket: x =
AT, o = korundum, # rutile, dan * = spinel.
temperatur 1100 oC dengan penambahan 1 sampai 3% SiO2, 5% ZrO2, dan 5%
MgO dan dilaporkan dekomposisi solid solution Al2Ti0,98Zr0,04O5 mempunyai
kesamaan dengan AT, yaitu dekomposisi termal yang terjadi masih cukup tinggi.
Sebaliknya dekomposisi termal yang terjadi pada solid solution
Al1,87Si0,100,10TiO5 dan Al1,8Mg0,1Ti1,1O5 mengalami penurunan, hal tersebut
berarti substitusi Al oleh Si dan 2Al oleh Mg dan Ti mempunyai efek mengurangi
proses dekomposisi.
37
4.3.2 Fraksi Berat Relatif fasa
Dalam penelitian ini untuk mengetahui tingkat dekomposisi termal yang
terjadi pada FGM A/AT-MgO masing-masing dengan komposisi berat 0, 2, dan
5% MgO yaitu dengan menghitung fraksi berat relatif dari komposisi fasa yang
terkandung dalam FGM tersebut, yaitu dengan menggunakan Persamaan (2.2) dan
hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Lampiran G. Sedangkan penjelasan
tentang hasil perhitungan fraksi berat relatif tersebut diuraikan berikut ini.
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 5 10 15 20
Waktu anil (jam)
Frak
si b
erat
rela
tif (%
)
AT
A
R
Gambar 4.12 Fraksi berat relatif fasa-fasa pada FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 0% MgO dengan waktu anil 0, 5, 10, 15, dan 20
jam. FGM dianil dengan suhu 1000 oC. Simbol: AT = aluminium
titanat, A = korundum dan R = rutile.
Gambar 4.12 menunjukkan fraksi berat fasa-fasa pada FGM A/AT-MgO
dengan komposisi berat 0% MgO. Gambar tersebut menyatakan kandungan fasa
AT menurun dengan drastis mulai waktu anil 5 sampai 20 jam, yang masing-
masing besarnya mulai waktu anil 0-15 jam, yaitu: 80,6(30); 80,1(46); 44,5(21);
19,0(13)% dan pada waktu anil 20 jam AT hanya tersisa 4,2(5)%. Sedangkan
rutile yang sudah muncul pada waktu anil 5 jam kandungannnya meningkat
dengan drastis sampai pada waktu anil 20 jam, kandungan rutile pada waktu anil
5 jam sebesar 0,01(1)%, kemudian dilanjutkan masing-masing pada waktu anil 10
sampai 15 jam kandungannya sebesar 32,2(1) dan 49,0(28)% lalu pada waktu
38
aniling 20 jam kandungannya menjadi sebesar 57,1(1)%. Untuk kandungan
korundum juga meningkat terhadap waktu anil, yaitu pada waktu anil 0 jam
sebesar 19,4(1)% diteruskan pada waktu anil 5 sampai 15 jam masing-masing
sebesar 18,0(12); 23,3(17); 32,0(17)% dan pada waktu anil 20 jam kandungan
korundum tersebut sebesar 38,7(2)%. Fenomena ini seperti studi yang telah
dilakukan oleh Pratapa dk (1998), kandungan fasa pada permukaan FGM Al2O3-
AT-ZrO2 dengan ZrO2 sebagai penstabil pada awalnya untuk AT sebesar 44,5%,
untuk korundum 44,4%, dan untuk zirkonia sebesar 6,3%, kandungan fasa-fasa
tersebut berkurang seiring waktu anil 0, 2, 4, dan 6 jam, yaitu ditandai dengan
menurunnya perbandingan puncak (AT:alumina) terhadap waktu anil, sedangkan
perbandingan puncak (rutile:alumina) meningkat dengan tiba-tiba terhadap waktu
anil.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 5 10 15 20
Waktu anil (jam)
Frak
si b
erat
rela
tif (%
)
ATAR
Gambar 4.13 Fraksi berat relatif fasa-fasa pada FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 2% MgO dengan waktu anil 0, 5, 10, 15, dan 20
jam. FGM dianil dengan suhu 1000 oC. Simbol: AT = aluminium
titanat, A = korundum dan R = rutile.
Gambar 4.13 menunjukkan fraksi berat fasa-fasa pada FGM A/AT-MgO
dengan komposisi berat 2% MgO. Gambar tersebut menyatakan kandungan AT
pada permukaan FGM menurun secara perlahan mulai waktu anil 0 jam sebesar
39
78,0(5)%, dilanjutkan pada waktu anil 5 sampai 15 jam masing-masing sebesar
76,7(5); 70,5(5), dan 60,1(4)%, kemudian pada waktu anil 20 jam ternyata
kandungannya masih tersisa 50,9(2)%. Adapun untuk besar kandungan rutile
mengalami kenaikan dengan perlahan dari waktu anil 5 jam (1,5(2)%), lalu
masing-masing pada waktu anil 10 sampai 15 jam sebesar 5,2(4) dan 18,7(2)%
dan pada waktu anil 20 jam kandungan rutile hanya sebesar 26,9(3)%. Untuk
kandungan korundum juga meningkat dari waktu anil 5 jam sampai pada waktu
anil 20 jam, misalnya pada waktu anil 0 jam kandungannya sebesar 22,0(21)%,
kemudian berubah sebesar 24,3(21)%, yaitu pada waktu anil 10 jam . Kemudian
fasa spinel yang muncul mulai pada waktu anil 15 sampai 20 jam, kandungannya
juga semakin besar terhadap waktu anil yaitu masing-masing sebesar 0,6(1) dan
0,9(1)%. Fenomena tersebut berbeda dengan fenomena pada FGM dengan 0%
MgO, dalam FGM dengan 0% MgO menunjukkan adanya peningkatan
kandungan rutile dan penurunan kandungan AT yang signifikan seiring waktu
anil, hal tersebut mengindikasikan dengan penambahan 2% MgO dapat
mengurangi proses dekomposisi AT menjadi rutile dan korundum, karena pada
penambahan 2% MgO akan terbentuk solid solution Al2(1-x)MgxTi1+xO5. Penelitian
ini seperti yang telah dilaporkan oleh Byrne dkk (1988), yang menyatakan
stabilitas termal AT dengan komposisi yang bervariasi, yaitu dicampur dengan
material oksida lain, diantaranya zirkonia, magnesia, silika, dan mullite dan
diperoleh hasil material AT yang mengandung silika dan magnesia lebih stabil
dalam menghambat proses dekomposisi.
Gambar 4.14 menunjukkan fraksi berat fasa-fasa pada FGM A/AT-MgO
dengan komposisi berat 5% MgO. Pada Gambar terlihat kandungan AT pada
permukaan FGM menurun terhadap waktu anil, pada waktu anil 0 jam sebesar
54,8(3)% dan kemudian untuk waktu anil 5 sampai 20 jam masing-masing sebesar
41,0(19); 32,6 (23); 31,7(28), dan 25,4(32)%. Sedangkan untuk fasa rutile
mengalami peningkatan terhadap waktu anil. Pada waktu anil 5 jam sebesar
3,5(3)% dilanjutkan 10,5(6); 25,9(57); dan 28,2(13)%, yaitu masing-masing pada
waktu anil 10 sampai 20 jam. Untuk kandungan fasa korundum juga meningkat
terhadap waktu anil, pada waktu anil 0 jam sebesar 34,3(22)% dan akhirnya pada
waktu anil 20 jam menjadi 51,7(10)%. Hal tersebut mengindikasikan dengan
40
penambahan 5% MgO dapat menimbulkan fasa spinel yang berfungsi mereduksi
laju dekomposisi AT ketika terjadi peristiwa dekomposisi. Penelitian ini seperti
yang pernah dilakukan oleh Djambazov dk (1994), dengan penambahan MgO
pada AT sebesar 5% dan 15% maka pada sampel dengan 15% MgO mengandung
lebih banyak spinel, hal tersebut menandakan semakin besar penambahan MgO
maka jumlah spinel yang terbentuk juga semakin meningkat dan spinel yang
terbentuk tersebut berfungsi mereduksi laju dekomposisi AT.
0
10
20
30
40
50
60
70
0 5 10 15 20
Waktu anil (jam)
Frak
si b
erat
rela
tif (%
)
ATARS
Gambar 4.14 Fraksi berat relatif fasa-fasa pada FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 5% MgO dengan waktu anil 0, 5, 10, 15, dan 20
jam. FGM dianil dengan suhu 1000 oC. Simbol: AT = aluminium
titanat, A = korundum, R = rutile, dan S = spinel
Tabel 4.6 Pemodelan linier laju dekomposisi AT terhadap waktu anil pada
permukaan FGM A/AT-MgO.
Komposisi berat
MgO (%) 0 2 5
Gradien -4,3 -1,4 -1,4
Perpotongan 88,9 81,4 50,72
Tanda (-) menunjukkan penurunan konsentrasi AT terhadap waktu anil
41
Kemudian untuk mengetahui laju dekomposisi AT pada permukaan FGM
A/AT-MgO maka dilakukan pemodelan linier seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 4.6. Tabel tersebut menunjukkan pada FGM dengan 0% MgO mempunyai
gradien paling besar dibandingkan pada FGM dengan 2% dan 5% MgO, yaitu
sebesar 4,3 yang menandakan laju dekomposisi yang telah terjadi paling cepat
dibandingkan kedua sampel lainnya. Kemudian pada FGM dengan 2% dan 5%
MgO nilai gradiennnya lebih kecil dibandingkan pada FGM dengan 0% MgO dan
nilai gradien kedua sampel tersebut sama, yaitu sebesar 1,4. Hal tersebut
menandakan dengan penambahan 2% dan 5% MgO laju dekomposisi AT yang
telah terjadi lebih lambat dibandingkan pada FGM dengan 0% MgO yang berarti
penambahan 2% dan 5% MgO kedua-duanya sama-sama efektif dalam mereduksi
laju dekomposisi AT pada permukaan FGM A/AT-MgO dan karena nilai gradien
dari kedua sampel sama maka akan lebih efesien dengan hanya menambahkan 2%
MgO dibandingkan dengan 5% MgO.
4.4 Pembahasan
Telah dilakukan sintesis FGM A/AT-MgO dengan metode infiltrasi
berulang. Untuk FGM tersebut yaitu dengan komposisi berat 0, 2, dan 5% MgO,
MgO tersebut berfungsi sebagai penstabil AT. Sebelum dilakukan sintesis FGM
telah dilakukan sintesis sampel berupa serbuk AT dengan suhu sinter 1300 oC
selama 3 jam, tetapi ternyata dari hasil yang telah diperoleh fasa AT belum
terbentuk pada sampel. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Kato dkk (1980) yang melaporkan AT sudah terbentuk pada suhu
sinter 1280 oC, bahan dasar yang digunakan adalah Al(OC3H7), dan Ti(OC3H7)4.
Kedua bahan dasar tersebut dicampur dan serbuk hasil pencampuran dikeringkan
pada 80 oC lalu dipelet dengan diameter 16 mm, dipanaskan 650
oC atau 750
oC
selama 1 jam. Proses kristalisasi terjadi pada suhu >700 oC. Puncak anatase
muncul pada 700 oC, puncak anatase dan rutile pada 800
oC, dan puncak
korundum dan rutile pada 900 oC semua dipanaskan pada 700-900
oC selama 1
jam tetapi AT tidak terdeteksi dan akan terdeteksi pada sampel yang disinter pada
suhu 1280 oC. Belum terbentuknya fasa AT tersebut juga tidak sesuai dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Stanciu dkk (2004). Stanciu dkk melakukan
42
sintesis serbuk AT dengan metode sol-gel dan kopresipitasi. Pada penelitian ini
bahan dasar yang digunakan adalah aluminium dan titanium alkoksi (serbuk a dan
serbuk b), Al(III), Ti(IV), laurylamine (C12H25NH2) dan aqueous klorida (serbuk
c). Serbuk a disintesis dengan metode sol-gel. Sedangkan untuk serbuk b dicampur
secara mekanik dengan perbandingan mol 1:1 dalam etil alkohol lalu dikeringkan
Gambar 4.15 Spektra XRD sampel AT hasil serbuk a yang disinter pada suhu
1100 oC. ( = AT) (Stanciu dkk, 2004).
Gambar 4.16 Spektra XRD sampel AT hasil serbuk b yang disinter pada suhu
1100 oC. ( = AT, = korundum, dan = rutile) (Stanciu dkk,
2004)
dan dianil pada 450 oC selama 2 jam dan serbuk c disintesis dengan metode
kopresipitasi kemudian masing-masing serbuk hasil sintesis tersebut dikeringkan
43
dan dianil pada 450 oC selama 2 jam untuk menghilangkan air dan zat-zat organik.
Kemudian semua serbuk tersebut dilakukan sinter pada suhu 1100, 1200, dan
1300 oC. Dari hasil XRD (CuKα =1.5418 Å) untuk serbuk a pada suhu 1100
oC
mengalami kristalisasi yang sempurna menjadi AT (Gambar 4.15), untuk serbuk b
(Gambar 4.16), kandungan AT mengalami pengurangan, sedangkan untuk serbuk
c grafik AT lebih tajam dibanding serbuk b (Gambar 4.17). kemudian pada suhu
1300 oC semua serbuk a, b, c mengalami transformasi sempurna menjadi AT.
Gambar 4.17 Spektra XRD sampel AT hasil serbuk c yang disinter pada suhu
1100 oC. ( = AT, = korundum, dan = rutile) (Stanciu dkk,
2004)
Dari hasil sintesis serbuk AT pada suhu 1300 oC yang belum berhasil
membentuk AT, maka sintesis dilanjutkan pada suhu yang lebih tinggi yaitu pada
suhu 1450 oC dengan sampel yang berupa FGM. Suhu 1450
oC berdasarkan pada
penelitian yang telah dilakukan oleh Low dan Oo (2008).
Setelah dilakukan sintesis FGM A/AT-MgO dengan metode infiltrasi
berulang, maka dari hasil karakterisasi fisik terlihat adanya penyusutan diameter
setelah dilakukan sinter pada suhu 1450 oC selama 3 jam. Untuk FGM dengan 0%
MgO sebelum dilakukan sinter, diameternya sebesar 12,0(1) mm, setelah
dilakukan sinter diameternya menyusut menjadi 10,5(2) mm, sedangkan untuk
FGM dengan 2% MgO sebelum dilakukan sinter, diameternya sebesar 12,0(1)
mm dan setelah dilakukan sinter ternyata diameternya berubah menjadi 11,1(2)
44
mm. Adapun untuk FGM dengan komposisi berat 5% MgO juga mengalami
fenomena yang sama dengan kedua sampel di atas, diameter sebelum sinter
sebesar 12,0(1) mm dan setelah sinter menyusut menjadi 10,7(1) mm. Proses
penyusutan tersebut berhubungan dengan sinter yang telah dilakukan pada
sampel. Untuk tahapan-tahapan proses sinter sehingga terjadi necking atau liquid
bridge dan mengakibatkan fasa baru dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada tahap
awal, terjadi perpindahan atom yang terdekat yang menyebabkan jumlah titik
kontak antar permukaan atom semakin bertambah dan menimbulkan necking.
Pemberian panas pada sintering sama dengan pemberian energi pada atom yang
menyusun bahan tersebut, dan akan menyebabkan terjadinya difusi. Dari proses
difusi tersebut akan menyebabkan terjadinya transportasi massa antar partikel
penyusun bahan komposit tersebut dan mengakibatkan terbentuknya necking yang
berada pada daerah kontak antar partikel. Pada tahap kedua, ukuran necking
semakin bertambah luas, sehingga porositas pun menurun. Sedangkan gas yang
terjebak akan keluar melalui proses degassing dan jika gas tersebut sudah keluar
maka porositas tersebut akan terisi oleh fasa hasil dari transportasi massa. Tahap
yang terakhir adalah penyusutan yang diakibatkan oleh pertumbuhan necking
yang semakin luas dan necking tersebut menjadi perekat antar partikel dan pada
akhirnya akan terbentuk fasa baru yang diinginkan.
Kemudian dari hasil karakterisasi kegradualan komposisi FGM
menunjukkan, untuk FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 0% MgO,
berdasarkan hasil analisis data difraksi dibuktikan kandungan fasa AT menurun
secara gradual dari kedalaman 0,0 sampai 0,5 mm, namun untuk kandungan
korundum meningkat terhadap kedalaman. Adapun untuk rutile tidak muncul pada
kedalaman 0,0 mm (permukaan), tetapi ternyata kemudian rutile muncul pada
kedalaman 0,1 mm dan besarnya meningkat sampai kedalaman 0,5 mm. Dari hasil
analisis tersebut menunjukkan telah terbentuk sifat FGM, yaitu komposisi yang
terbentuk mengalami perubahan secara gradual menurut kedalaman berdasarkan
perubahan konsentrasi fasa (Hirai, 1996). Hasil ini seperti penelitian yang telah
dilakukan Pratapa dkk (1998), bahan dasar yang digunakan adalah serbuk
korundum (komposisi berat 90%), larutan TiCl4 (komposisi berat 30%) sebagai
infiltran dan m-zirkonia sebagai penstabil AT. Sedangkan langkah-langkah
45
penelitian yang dilakukan adalah serbuk zirkonia dicampur dengan serbuk
korundum kemudian dipress dengan tekanan 37 MPa berbentuk silinder,
selanjutnya dikalsinasi pada suhu 1000 oC selama 2 jam, pelet tersebut lalu
dinfiltrasi dalam TiCl4 selama 24 jam dan disinter pada 1550 oC selama 3 jam.
Kemudian dengan menggunakan difraksi sinar-x untuk mengetahui kegradualan
komposisi fasa pada komposit AT/ZrO2-Al2O3 terhadap kedalaman bahan, yaitu
0,0 hingga 1,5 mm. Fasa yang ada pada material tersebut adalah AT, korundum,
zirkonia monoklinik dan zirkonia tetragonal, sedangkan fasa rutile tidak
ditemukan. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan kandungan AT menurun
secara gradual terhadap kedalaman,sebaliknya kandungan korundum semakin
meningkat terhadap kedalaman.
FGM dengan 2% MgO menunjukkan fenomena yang sama dengan FGM
dengan 0% MgO, yaitu kandungan AT menurun secara gradual dari permukaan
sampel sampai ke pusat sampel, dan kandungan korundum meningkat sampai
kedalaman 0,5 mm. Untuk spinel tidak muncul pada kedalaman 0,0 sampai 0,1
mm yang menandakan terbentuknya solid solution Al2(1-x)MgxTi1+xO5, tetapi
kemudian spinel ternyata ditemukan pada kedalaman 0,2 mm yang besarnya
meningkat terhadap kedalaman. Untuk FGM dengan komposisi berat 5% MgO
juga menunjukkan fenomena yang sama dengan FGM dengan 0 dan 2% MgO,
yaitu kandungan AT semakin kecil mulai kedalaman 0,0 hingga 0,5 mm dan
sebaliknya kandungan korundum meningkat seiring kedalaman. Adapun fasa
spinel telah muncul pada permukaan FGM dan kandungannya semakin besar
sampai kedalaman 0,5 mm. Dari analisis ketiga sampel di atas menunjukkan
ketiga sampel tersebut merupakan FGM dan dari pemodelan linier yang telah
dilakukan pada FGM dengan 5% MgO menunjukkan kegradualan yang paling
landai dibandingkan pada FGM dengan 0% dan 2% MgO.
Terbentuknya solid solution Al2(1-x)MgxTi1+xO5 pada FGM dengan 2%
MgO dibuktikan dengan hasil analisis Rietveld yang menunjukkan pelebaran
puncak yang terjadi pada FGM tersebut, yaitu terlihat pada nilai U yang telah
diperoleh sebesar 0,164, sedangkan pada FGM dengan 0% MgO hanya sebesar
0,049, dan karena pada FGM dengan 2% MgO nilai U lebih besar dibanding pada
FGM dengan 0% MgO maka dapat dikatakan pada FGM dengan 2% MgO telah
46
terbentuk solid solution Al2(1-x)MgxTi1+xO5. Hasil tersebut seperti yang dinyatakan
oleh Renault dan Brower (1971), pelebaran puncak yang terjadi menandakan
terbentuknya solid solution pada sampel. Pelebaran puncak tersebut dikarenakan
adanya faulting pada kristal, dimana pada FGM A/AT-MgO faulting tersebut
diakibatkan oleh substitusi MgO pada Al dan Ti. Untuk parameter-parameter
keluaran dari hasil penghalusan ditampilkan pada Lampiran H.
Kemudian dari analisis uji dekomposisi diperoleh hasil untuk FGM
dengan 0% MgO yang dianil pada suhu 1000 oC dengan waktu anil 0, 5, 10, 15,
dan 20 jam menunjukkan pada waktu anil 5 jam baik dari intensitas maupun
perhitungan fraksi berat relatifnya menunjukkan AT pada permukaan FGM sudah
mulai terdekomposisi menjadi fasa pembentuk AT yaitu korundum dan rutile, ini
dibuktikan dengan munculnya fasa rutile, dimana kandungannya meningkat
dengan tajam sampai pada waktu anil 20 jam, untuk kandungan korundum juga
meningkat seiring waktu anil, dan sebaliknya kandungan AT menurun dengan
tajam sampai pada waktu anil 20 jam, bahkan kandungan AT tersebut hampir
habis pada waktu anil 20 jam tersebut. Hal ini mengindikasikan FGM tanpa
penstabil MgO ini sudah mulai terdekomposisi pada waktu anil 5 jam dan derajat
dekomposisi termal yang terjadi tinggi. Studi ini seperti penelitian yang pernah
dilakukan oleh Low dan Oo (2008), bahan dasar yang digunakan adalah serbuk
korundum (99,9%) dan serbuk rutile (99,5 %) kemudian dicampur dengan
perbandingan mol 1:1, lalu diaduk dengan menggunakan mortar. Percampuran
serbuk tersebut kemudian dicampur dengan ethanol dengan menggunakan turbula
mixer selama 1 jam, selanjutnya adonan dikeringkan dalam oven yang berventilasi
pada suhu 100 oC selama 24 jam. Serbuk yang telah kering dipress pada 150 MPa,
bentuk silinder dengan panjang 20 mm dan diameter 12 mm, kemudian disinter
pada suhu 1600 o
C pada furnace yang berventilasi selama 4 jam. Untuk
mengetahui dekomposisi fasa dan pembentukan kembali AT yaitu dengan difraksi
neutron. Untuk mencapai dekomposisi penuh yang terjadi yaitu dengan
dipanaskan pada suhu 1200 oC selama 22 jam dan kemudian sampel dipanaskan
lagi pada suhu 1450 oC selama 2 jam untuk mengetahui pembentukan AT lagi.
Dan dari difraksi neutron tersebut maka diperoleh hasil, sampel mengalami
dekomposisi penuh yaitu dengan dipanaskan pada suhu 1200 oC selama 22 jam
47
Gambar 4.18 Pola difraksi neutron yang menunjukkan pembentukan korundum
dan rutile pada sampel AT yang terdekomposisi isotermal pada
suhu 1200 oC selama 22 jam (c = korundum, R = rutile) (Low dan
Oo, 2008).
Gambar 4.19 Pola difraksi neutron pada pembentukan AT pada suhu 1450 oC.
Tiga garis vertikal menunjukkan masing-masing posisi puncak fasa
(atas = korundum, tengah = AT, bawah = rutile) (Low dan Oo,
2008).
48
(Gambar 4.18). Kemudian ketika sampel dipanaskan lagi pada suhu 1450 oC
selama 2 jam maka fasa pada sampel akan sepenuhnya menjadi AT, dimana
dengan menggunakan analisis Rietveld diperoleh hasil Rp = 5,8; GoF = 2,18,
kemudian kandungan fasa masing-masing sebesar untuk AT = 98,3%, korundum
= 0,6% dan rutile 1,1%, untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar 4.19.
Kemudian untuk FGM dengan komposisi berat 2% MgO menunjukkan
dengan penambahan MgO sebesar 2% mempunyai efek yang menguntungkan
dalam upaya menstabilkan dekomposisi termal AT ini dibuktikan dengan
penurunan intensitas dan kandungan AT pada permukaan FGM tidak signifikan
dibandingkan dengan FGM dengan 0% MgO. Pada FGM dengan 0% MgO
kandungan fasa pada waktu anil 20 jam tersisa 4,2 (5)%, sedangkan pada FGM
dengan 2% MgO kandungan AT masih tersisa 50,9 (17)%. Hal tersebut
dikarenakan keefektifan solid solution Al2(1-x)MgxTix+1O5 yang terbentuk pada
FGM dengan komposisi berat 2% MgO untuk mereduksi laju dekomposisi AT.
Selanjutnya untuk FGM dengan komposisi berat 5% MgO juga
mempunyai fenomena yang sama dengan FGM dengan 2% MgO yaitu
penambahan 5% MgO juga mempunyai efek menstabilkan dekomposisi termal
AT. Fenomena tersebut juga dapat dijelaskan dari pemodelan linier yang telah
diperoleh dimana penambahan 2% dan 5% MgO nilai gradiennya sama, yang
berarti keduanya mempunyai efek dapat mengurangi laju dekomposisi AT pada
permukaan FGM, tetapi jika ditinjau dari segi kefesienan maka akan lebih efesien
dengan hanya menambahkan 2% MgO dibandingkan dengan penambahan 5%
MgO.
Penelitian sintesis AT dengan menggunakan penstabil ini seperti yang
pernah dilakukan oleh Pratapa dkk (1998). Penelitian tersebut menggunakan
zirkonia sebagai penstabil dan hasil yang diperoleh ditampilkan pada Gambar
4.20. Gambar 4.20.a menunjukkan hasil XRD dari permukaan FGM dengan
penstabil zirkonia yang dianil pada suhu 1050 oC dengan waktu anil 0, 2, 4, dan 6
jam. Pada awalnya pada permukaan FGM tersebut terdapat kandungan AT sebesar
44, 5%, korundum 44,4%, dan 6,3% zirkonia. Kemudian dari Gambar dapat
diperhatikan permukaan FGM mengalami dekomposisi menjadi korundum dan
rutile yang dibuktikan dengan meningkatnya rutile (101) seiring waktu anil.
49
(a)
(b)
Gambar 4.20 Pola difraksi sinar-x dari permukaan FGM untuk studi dekomposisi
sesudah dianil pada suhu 1050 oC selama 0, 2, 4, dan 6 jam.
Puncak rutile meningkat (110). Simbol: AT = aluminium titanat, A
= korundum, dan Z-m = monoklinik zirkonia (a). Tingkat
dekomposisi AT pada FGM AT/A-Zirkonia. Perbandingan puncak
yang digunakan yaitu perpaduan intensitas [AT(023)/korundum
(024)] dan [rutile (110)/korundum(024)]. Simbol A = korundum
dan T = rutile. Tingkat dekomposisi AT pada sampel
AT/korundum [ditandai dengan C, Hwang dkk (1994)], yaitu
digunakan sebagai pembanding (Pratapa dkk, 1998).
50
Dalam penelitian ini tingkat dekomposisi diketahui dengan menggunakan
perbandingan intensitas (AT:korundum) dan (rutile:korundum). Puncak korundum
(024), AT (023), dan rutile (110). Kemudian dari gambar 4.20.b menunjukkan
hasil dari dekomposisi termal pada FGM yang bervariasi terhadap waktu dan
terlihat pada sampel FGM (AT/A) perbandingan puncak (AT:korundum) menurun
secara perlahan terhadap waktu anil (khususnya antara 0 dan 4 jam). Adapun
perbandingan puncak (rutile:korundum) meningkat seiring waktu anil (FGM
(A/R), ini berlawanan dengan perbandingan puncak (rutile:korundum) pada
sampel C(T/A) yang meningkat dengan tiba-tiba terhadap anil yang menandakan
pada AT murni, derajat dekomposisi termal yang terjadi cukup tinggi.
Hasil penelitian Pratapa dkk tersebut menunjukkan adanya zirkonia dalam
FGM mempunyai efek yang menguntungkan terhadap dekomposisi termal AT,
akan tetapi efek ini diperkirakan hanya pada waktu anil yang pendek (<6 jam).
Untuk waktu anil yang lama (di atas 100 jam), efek menguntungkan tersebut
diperkirakan tidak akan signifikan, dikarenakan zirkonia merupakan penstabil
yang kurang tepat untuk AT (Ishitsuka dkk, 1987; Wolhfromm, 1991). Hal
tersebut dikarenakan ketidakmampuan Zr4+
yang relatif besar (jari-jari ion =
0,79Å) untuk mensubstitusi yang lebih kecil Ti4+
(0,68 Å) atau Al3+
(0,51 Å).
Sedangkan MgO dan Fe2O3 tepat sebagai penstabil AT (Battilana, 1995).
Kemudian penelitian tentang sintesis AT dengan penstabil MgO, ZrO2,
dan SiO2 pernah dilakukan oleh Ishitsuka dkk (1987). Dalam penelitian tersebut
bahan dasar yang digunakan MgO dan ZrO2, dimana kedua bahan tersebut
dicampur dengan korundum dan rutile dengan perbandingan molar menggunakan
penggilingan basah dengan aseton dan plastic ball selama 24 jam, kemudian
serbuk dikalsinasi pada suhu 500 oC selama 1 jam, lalu serbuk disintesis dengan
solid solution Al2Ti1-xZrxO5 (ATZx) dan Al2(1-x)MgxTi1+xO5 (ATMx). Untuk
komposisi berat 20% SiO2 disemprotkan dalam adonan korundum ( komposisi
berat 10%) dan rutile kemudian serbuk dikalsinasi pada suhu 1000 oC selama 2
jam, lalu serbuk disintesis dengan solid solution Al6(2-x)/(6-+x)Si6x/(6+x)6x/(6+x)TiO5
(ATSx). Ketiga macam serbuk dipress pada 100 MPa, dipelet dengan diameter 5
mm, dilanjutkan sinter pada suhu 1500 oC selama 12-24 jam di udara. Kemudian
sampel dianil pada suhu 900-1300 oC di udara. Dan didapatkan hasil dekomposisi
51
AT terjadi pada rentang suhu 1000-1200 oC. Di bawah 900
oC dan di atas 1300
oC
tidak terjadi dekomposisi yaitu sampel yang dianil selama 240 jam. Pada sampel
ATZ0.04, ATS0.1 dan ATM0.1 setelah diperlakukan anil pada suhu 1000, 1100 dan
1200 oC ternyata menunjukkan tingkat dekomposisi termal terjadi paling cepat
pada suhu 1100 oC dan dekomposisi tersebut sempurna terjadi pada suhu 1100
oC
dengan penambahan komposisi berat 1-3% SiO2, 5% ZrO2 dan 5% MgO. Hal
tersebut menunjukkan substitusi ion Al oleh Si dan 2Al oleh ion Ti dalam AT
efektif dalam mengurangi tingkat dekomposisi termal, tetapi efek substitusi Ti
oleh Zr kecil. Substitusi lebih dari 20 mol% Al oleh Mg dan Ti semua dapat
mengontrol dekomposisi termal AT. Solid solution MgO dapat memacu stabilitas
AT dibandingkan oksida yang lain seperti zirkonia, dikarenakan Mg2+
(jari-jari
ion = 0,66 Å) (Bayer, 1971) mensubstitusi Al3+
dengan persamaan reaksi:
2Al3+
= Mg2+
+ Ti4+
(4.2)
Substitusi tersebut dapat mengurangi distorsi dari oktahedral oksigen dalam
struktur pseudobrookit yang disebabkan oleh perbedaan yang besar jari-jari ion
antara Al3+
(0,51 Å) dan Ti4+
(0,68 Å).
Dengan demikian dari hasil analisis yang telah dipaparkan di atas
membuktikan dengan metode infiltrasi berulang dapat meningkatkan kandungan
AT pada FGM A/AT-MgO, kemudian dari hasil karakterisasinya menunjukkan
telah terbentuknya salah satu sifat FGM pada sampel. Sedangkan dengan
penambahan MgO pada FGM dengan komposisi berat 2 dan 5% membuktikan
proses dekomposisi termal dapat direduksi dan dari hasil yang telah diperoleh
penambahan 2% MgO ternyata lebih efektif dalam mereduksi dekomposisi termal
dibandingkan dengan penambahan 5% MgO.
52
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
53
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Metode infiltrasi berulang dengan menggunakan infiltran TiCl3 dapat
meningkatkan kandungan AT pada FGM A/AT-MgO, yang dibuktikan dari
hasil analisis data difraksi dan dari hasil karakterisasi kegradualan komposisi
yang telah dilakukan membuktikan pada FGM A/AT-MgO dengan komposisi
berat 0, 2, dan 5% MgO, semuanya telah mengalami kegradualan komposisi
yang merupakan salah satu sifat dari FGM dan dari ketiga sampel tersebut
yang mengalami kegradualan paling landai adalah pada FGM dengan 5%
MgO.
2. Penambahan MgO pada FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 2% dan
5% membuktikan proses dekomposisi termal dapat direduksi dan dari hasil
yang telah diperoleh penambahan 2% dan 5% MgO tersebut ternyata sama-
sama efektif dalam mereduksi dekomposisi termal AT pada permukaan FGM,
oleh karena itu akan lebih efesien dengan hanya menambahkan 2% MgO
dibandingkan dengan 5% MgO.
5.2 Saran
Sintesis FGM A/AT-MgO ini sepenuhnya belum sempurna, Pada
penelitian selanjutnya disarankan untuk dilakukan uji SEM dan EDX, serta uji
kekerasan untuk lebih mengetahui karakter dari FGM tersebut, kemudian
disarankan juga untuk memperpanjang waktu anil pada FGM dengan komposisi
berat 2, dan 5% MgO, yaitu untuk mengetahui waktu anil yang dibutuhkan
sehingga AT pada permukaan FGM akan terdekomposisi sempurna membentuk
korundum dan rutile, serta mengetahui bagaimana AT terbentuk kembali
(recovery).
54
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
55
DAFTAR PUSTAKA
Afiati, Z. (2009), “Karakterisasi Difraksi Sinar-x Nano-brucite dan Nano-periclase
Hasil Kopresipitasi dengan Perilaku Pemanasan dan Penggilingan”,
Tesis, Jurusan Fisika FMIPA ITS, Surabaya.
Af”idah, N. (2007), “Penggunaan Al2O3, MgO dan MgAl2O4 Nanokristalin dalam
Meningkatkan Kinerja Material Komposit Bermatrik aluminium”,
Tugas Akhir, Jurusan Fisika FMIPA ITS, Surabaya.
Battilana, G., Buscaglia, V., Nanni P. dan Aliprandi, G. (1995), “Effect of MgO
and Fe2O3 on Thermal Stability of Al2TiO5. In High Performance
Materials n Engine Technology (ed. Vincenzini, P.), hal 147-154
(Dikutib dari Tesis oleh Pratapa (1997)).
Bayer, G. (1971), “Thermal Expansion Characteristics and Stability of
Pseudobrookite-type Compounds, Me3O5”, J. Less-Common Metal, vol
24, hal 129-138 (Dikutib dari Jurnal oleh Wohlfromm dkk (1991)).
Buessem, W.R., Thielke, N.R. dan Sarakauskas, R.V. (1952), “Thermal
Expansion Hysteresis of Aluminium Titanate”, Ceramic Age 60, hal
38.
Buscaglia, V., Nanni P., Battilana, G., Aliprandi, G. dan Carry, C. (1994),
“Reaction Sintering of Aluminium Titanate: II- Effect of Different
Alumina Powders”, Journal of the European Ceramic Society”, vol 13,
hal 419-426.
Byrne, W.P., Morrel, R. dan Lawson, J. (1988), Science of Ceramics, vol 14, hal
775 (Dikutib dari Jurnal oleh Thomas, H.A. dan Stevens, R. (1989)).
Cullity, B.D. (1978), “Element of x-ray diffraction”, 2nd
edn. Addison-Wesley,
publishing Company, Inc, Notre Dame.
Djambazov, S., Lepkova, D. dan Ivanov, I. (1994), “A Study of the Stabilization
of Aluminum Titanate”, Jurnal of Material Science, vol 29, hal 2521-
2525.
56
Gocmez, H., Ozcan, O. (2008), “Low temperature synthesis of nanocrystalline α-
Al2O3 by a tartaric acid gel method”, Material Science and
Engineering, vol 475, hal 20-22.
Gusmahansyah, R. (2008), “Sintesis Bahan Ubahan Gradual Spinel-MgO dan
Spinel–α–Al2O3 dengan Metode Infiltrasi” ,Tesis, Jurusan Fisika
FMIPA ITS, Surabaya.
Hirai T. (1996), “Functionally Gradient Materials, VCH Verlagsgesellschafft
mbH, Weinheim, 259-341 (Dikutib dari Tesis oleh Pratapa (1997)) .
Ishitsuka, M., Sato, T., Endo, T. dan Shimada, M. (1987), “Syntesis and Thermal
Stability of Aluminium Titanate Solid Solutions”, J. Am. Ceramic
Soc, vol 2, hal 69-71.
Jayasankar, M., Ananthakumar, S., Mukundan, P. dan Warrier, K.G.K. (2007),
“Low temperature synthesis of aluminium titanate by an aqueous sol-
gel route”, Materials Letters, vol 61, hal 790-793.
Kameyama, T. dan Yamaguci, T. (1976). Yogyo kyoaishi 84, 589. (Dikutib dari
Paper oleh Thomas dan Stevens (1989)).
Kato, E., Daimon, K. dan Takahashi, J. (1980), “Decomposition Temperatur of
Al2TiO5”, Journal of the American Ceramic Society”, vol 63, hal 355-
356.
Koizumi, M., Niino, M. (1995), “Overview of FGM”, MRS Bulletin, vol 1, hal
19-21. (Dikutib dari paper oleh Canillo (2006)).
Low, I.M. dan Oo, Z. (2008), “Reformation of phase composition in decomposed
aluminium titanate”, Materials Chemistry and physics, vol 111, hal 9-
12.
Marple, B.R. dan Green, D. J. (1989), “Mullite/Alumina Particulate Composites
by Infiltration Processing, J. Am. Cera Soc., 72 [11], 2043-4643.
Nicola, V. Y. S. dan Madsen I. C. (2001), “On-line X-ray diffraction for
quantitative phase analysis: Application in the Portland cement
industry”, An International Journal of Materials Characterization, vol
16, hal 71-80.
57
Ohya, Y. dan Nakagama, Z. (1987), “Grain-Boundary Microcracking Due to
Thermal Expansion Anisotropy in Aluminum Titanate Ceramics”, J.
Am. Ceramic. Soc., vol 70 [8], hal C-184-C-186.
Pratapa, S. (1997), “Syntesis and character of a functionally-graded aluminium
titanate/ziconia alumina composite”, Thesis, Curtin University of
technology, Australia
Pratapa, S., Low, I.M. dan O‟Connor, B.H. (1998), “Infiltration-Processed,
Functionally Graded Aluminium Titanate/Zirkoniai-Alumina
composite”, Jurnal of Material Science, vol 33, hal 3037-3045.
Pratapa, S. (2005), “Bahan Kuliah Difraksi sinar-x”, Jurusan FMIPA ITS,
Surabaya.
Renault, J. dan Brower, E. (1971), “X-Ray Line Broadening in the Barium
Sulfate-Strontium Sulfate Series I”, The American Mineralogist, vol
56, hal 1481-1485.
Rietveld, H.M. (1967), “Line Profiles of Neutron Powder Diffraction Peacks for
Structure Refinement”, Acta Cryst, vol 22, hal 151-152.
Shobani, M., Rezaie, H.R. dan Naghizadeh, R. (2008), “Sol-gel syntesis of
aluminium titanate (Al2TiO5) nano-particles”, Journal of materials
processing technology, vol.206, hal 282-28
Stanciu, L., Groza, J.R., Stoica L. dan Plactianu, C. (2004), “Influence of Powder
Precursors on Reaction Sintering of Al2TiO5“, Scripta Materialia, vol
50, hal 1259-1262.
Suasmoro, (2000), “Fisika Keramik”, Jurusan FMIPA ITS, Surabaya.
Sutrisno, (2006), “Analisis Kuantitatif Untuk Campuran Corundum dan Periclas
dengan efek Mikroabsorpsi”, Tesis, Jurusan Fisika FMIPA ITS
Surabaya.
Thomas, H.A., dan Stevens, R. (1989), “Aluminium Titanate-A Literature Review
Part 1: Microcracking Phenomena”, Ceram. Trans J, vol 88, hal 144-
151.
Young, R.A. (1993), “Introduction to the rietveld method” in the Rietveld method
, ed. Young, R.A., Oxford University Press, Oxford, hal 1-38.
58
Zabicky, J., Kimmel, G., Yaaran, J. dan Zevin, L. (1995), “Thermal anisotropy of
tialite (Al2TiO5) by powder XRD”, NanoStructured Materials, vol 6,
hal 675-678.
Zaharaescu, M., Crisan, M., Preda, M., Fruth, V. dan Preda, V. (2003), “Al2TiO5–
Based ceramic obtained by hydrothermal process”, Journal of
optoelectronics and advanced materials, vol 5, hal 1411-1416.
Web element (2000), Aluminium (III) Oxide.
Wohlfromm, H., Epicier, T., Moya, J.S., Pena, P. dan Thomas, G. (1991),
“Microstructural Characterization of Aluminium Titanate-based
Composite Materials”, Journal of the European Ceramic Society”, vol
7, hal 385-396.
59
LAMPIRAN A
AT#A#S
2 theta (deg)4442403836343230282624222018
Cou
nts
160.000
140.000
120.000
100.000
80.000
60.000
40.000
20.000
0
Gambar A.1. Contoh pola difraksi pemodelan gabungan AT, korundum (A), dan
spinel (S).
AT#A
2 theta (deg)454035302520
Cou
nts
45.000
40.000
35.000
30.000
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
0
Gambar A.2. Contoh pola difraksi pemodelan gabungan AT dengan korundum
(A).
AT
AT AT
A
S
A
AT
AT
S
S
AT
A
A AT AT
AT
AT
A
AT
AT
AT
A
A
AT AT
AT AT
A
60
AT#A#R#S
2 theta (deg)4442403836343230282624222018
Cou
nts
160.000
140.000
120.000
100.000
80.000
60.000
40.000
20.000
0
Gambar A.3. Contoh pola difraksi pemodelan gabungan AT, korundum (A), rutile
(R), dan spinel (S).
AT
AT
A AT
R
S
AT
A
S
A AT AT
AT AT
A
S
61
LAMPIRAN B
Data ICSD untuk AT
COL ICSD Collection Code 27681
DATE Recorded Jan 1, 1980; updated May 21, 1985
NAME Dialuminium titanium oxide
FORM Al2 Ti O5
= Al2 O5 Ti
TITL The crystal structure of aluminium titanate.
REF Acta Crystallographica (1,1948-23,1967)
ACCRA 6 (1953) 812-813
AUT Austin A E, SchwartzÿCÿM
CELL a=3.557(2) b=9.436(5) c=9.648(5) à=90.0 á=90.0 ç=90.0
V=323.8 D=3.67 Z=4
SGR C m c m (63) - orthorhombic
CLAS mmm (Hermann-Mauguin) - D2h (Schoenflies)
PRS oC32
ANX AB2X5
PARM Atom__No OxStat Wyck -----X----- -----Y----- -----Z----- -SOF-
Ti 1 4.000 4c 0. 0.190(3) 1/4
Al 1 3.000 8f 0. 0.145(3) 0.560(3)
O 1 -2.000 4c 0. 0.760(3) 1/4
O 2 -2.000 8f 0. 0.040(3) 0.120(3)
O 3 -2.000 8f 0. 0.320(3) 0.090(3)
WYCK f3 c2
TEST Calculated density unusual but tolerable. (Code 23)
TEST No R value given in the paper. (Code 51)
TEST At least one temperature factor missing in the paper. (Code 53)
62
Data ICSD untuk korundum
COL ICSD Collection Code 73724
DATE Recorded Jan 10, 1995; updated Nov 10, 1997
NAME Aluminium oxide - alpha
MINR Corundum
FORM Al2 O3
= Al2 O3
TITL Synchrotron X-ray study of the electron density in alpha-Al2O3
REF Acta Crystallographica B (39,1983-)
ASBSD 49 (1993) 973-980
AUT Maslen E N, StreltsovÿVÿA, StreltsovaÿNÿR, IshizawaÿN, SatowÿY
CELL a=4.754(1) b=4.754(1) c=12.982(1) à=90.0 á=90.0 ç=120.0
V=254.1 Z=6
SGR R -3 c H (167) - trigonal
CLAS -3m (Hermann-Mauguin) - D3d (Schoenflies)
PRS hR30
ANX A2X3
PARM Atom__No OxStat Wyck -----X----- -----Y----- -----Z----- -SOF-
Al 1 3.000 12c 0. 0. 0.35223(4)
O 1 -2.000 18e 0.69378(17) 0. 1/4
WYCK e cÿ
TF Atom U(1,1) U(2,2) U(3,3) U(1,2) U(1,3) U(2,3)
Al 1 0.0021 0.0021 0.0025 0.0010 0.0000 0.0000
(1) (1) (2) (1)
O 1 0.0025 0.0026 0.0028 0.0013 0.0003 0.0006
(2) (3) (3) (1) (1) (2)
REM DEN (accurate electron density determination)
REM SNS (synchroton radiation, single crystal)
REM M PDF 43-1484
RVAL 0.024
63
Data ICSD untuk rutile
COL ICSD Collection Code 200391
DATE Recorded Jan 1, 1980; updated Jan 19, 1999
NAME Titanium oxide
MINR Rutile - synthetic
MINR Rutile group
FORM Ti O2
= O2 Ti
TITL An electron-diffraction investigation of titanium dioxide in thin
films
REF Kristallografiya
KRISA 22 (1977) 1253-1258
AUT Khitrova V I, BunduleÿMÿF, PinskerÿZÿG
CELL a=4.590 b=4.590 c=2.960 à=90.0 á=90.0 ç=90.0
V=62.4 D=4.26 Z=2
SGR P 42/m n m (136) - tetragonal
CLAS 4/mmm (Hermann-Mauguin) - D4h (Schoenflies)
PRS tP6
ANX AX2
PARM Atom__No OxStat Wyck -----X----- -----Y----- -----Z----- -SOF-
Ti 1 4.000 2a 0. 0. 0.
O 1 -2.000 4f 0.327(4) 0.327(4) 0.
WYCK f a
ITF Ti 1 B=0.38
ITF O 1 B=0.98
REM EDS (electron diffraction from a single crystal)
REM M PDF 16-934
RVAL 0.146
64
Data ICSD untuk spinel
COL ICSD Collection Code 40030
DATE Recorded Jun, 26, 1998
NAME Magnesium dialuminium oxide
MINR Spinel – from Myanmar, Burma
FORM Mg Al2 O4
= Al2 Mg O4
FORM Mg (All. 993 Cr0.007) 04
TITL An electron density residual study of magnesium aluminium oxide spinel
REF Materials Research Bulletin
MRBUA 30 (1995) 341-345 Isue 3
AUT Sawada H
CELL a=8.089 (0) b=8.089 (0) c=8.089 ( 0) à=90.0 á=90.0 ç=90.0
V=529.2 D=3.50 Z=8
SGR F d -3 m z (227) - cubic
CLAS m-3m (Hermann-Mauguin) - Oh (Schoenflies)
PRS cF56
ANX AB2X4
PARM Atom__No OxStat Wyck -----X----- -----Y----- -------Z----- -SOF-
Mg 1 2.000 8a 1/8 1/8 1/8
AL 1 3.000 16d 1/2 1/2 ½
O 1 -2 .000 32e 0.26322 (3) 0.26322 (3) 0.26322 (3)
WYCK e d a
ITF Mg 1 B=0.349 (1)
ITF AL 1 B=0.306 (1)
ITF O 1 B=0.418 (1)
REM TEM 297
REM M PDF 21-1151, cp. 79000
RVAL 0.013
TEST Calculated density unusual but tolerable. (Code 23)
65
LAMPIRAN C
Keluaran Penghalusan Rietveld Difraksi Sinar-x untuk Uji XRD
terhadap Kedalaman
Tabel C.1. Figure of merit pengeluaran penghalusan Rietveld pola-pola difraksi
sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 0%
MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM disinter pada suhu 1450 oC.
No Fasa Kedalaman
(mm) Rp (%) Rwp (%) Rexp (%)
GoF
(%)
1 AT, korundum 0,0 22,09 29,63 14,85 3,98
2 AT, korundum,
rutile 0,1 14,38 20,65 14,33 2,07
3 AT, korundum,
rutile 0,2 16,88 22,60 13,61 2,76
4 AT, korundum,
rutile 0,3 18,58 25,52 13,58 3,53
5 AT, korundum,
rutile 0,4 18,13
24,53
13,07 3,53
6 AT, korundum,
rutile 0,5 17,26 24,08 12,77 3,56
Tabel C.2. Figure of merit pengeluaran penghalusan Rietveld pola-pola difraksi
sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 2%
MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM disinter pada suhu 1450 oC.
No Fasa Kedalaman
(mm) Rp (%) Rwp (%) Rexp (%)
GoF
(%)
1 AT, korundum 0,0 18,71 25,38 14,57 3,04
2 AT, korundum 0,1 17,39 24,35 14,18 2,95
3 AT, korundum,
spinel 0,2 14,29 21,26 13,04 2,66
4 AT, korundum,
spinel 0,3 16,92 23,83 12,83 3,45
5 AT, korundum,
spinel 0,4 16,64 24,33 12,50 3,79
6 AT, korundum,
spinel 0,5 15,22 23,19 13,15 3,11
66
Tabel C.3. Figure of merit pengeluaran penghalusan Rietveld pola-pola difraksi
sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 5%
MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM disinter pada suhu 1450 oC.
No Fasa Kedalaman
(mm) Rp (%) Rwp (%) Rexp (%)
GoF
(%)
1 AT, korundum,
spinel 0,0 18,31 24,71 14,05 3,09
2 AT, korundum,
spinel 0,1 17,26 24,24 13,84 3,07
3 AT, korundum,
spinel 0,2 18,40 25,28 12,70 3,96
4 AT, korundum,
spinel 0,3 16,36 24,23 12,55 3,72
5 AT, korundum,
spinel 0,4 15,84 24,28 12,47 3,78
6 AT, korundum,
spinel 0,5 17,40 24,63 12,61 3,82
67
Tabel C.4. Parameter-parameter hasil dari pengeluaran penghalusan Rietveld
pola-pola difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 0% MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM disinter
pada suhu 1450 oC.
Parameter
Kedalaman 0,0 mm
AT Korundum
Value Value
Background B0 1.54563(8) 1.54563(8)
B1 0.138782(6) 0.138782(6)
B2 0.00209506(1) 0.00209506(1)
B3 -0.0000269268(8) -0.0000269268(8)
Sample
Displacement 0.04360(1) 0.04360(1)
Phase Scale factor 0.000119780(1) 0.0000557209(2)
Parameter Kisi a 3.589700(3) 4.758546(2)
b 9.431661(7) 4.758546(2)
c 9.644275(7) 12.991725(1)
Lorenziant
component 0.032644(8) 0.039714(4)
Asymetry 0.01280(6) -0.00351(9)
% Molar 64.8(14) 35.3(14)
% wt 76.6(15) 23.4(9)
Parameter
Kedalaman 0,1 mm
AT Korundum Rutile
Value Value Value
Background B0 -28.7(74) -28.7(74) -28.7(74)
B1 3.39579(9) 3.39579(9) 3.39579(9)
B2 -0.105247(2) -0.105247(2) -0.105247(2)
B3 0.00108890(3) 0.00108890(3) 0.00108890(3)
Sample
Displacement 0.06453(3) 0.06453(3) 0.06453(3)
Phase Scale
factor 0.0000789389(2) 0.0000510017(3) 0.0000215589(6)
Parameter Kisi a 3.586140(1) 4.756753(1) 4.577081(5)
b 9.420644(3) 4.756753(1) 4.577081(5)
c 9.641818(3) 12.978632(4) 2.950034(5)
Lorenziant
component 0.041765(1) 0.031000(3) 0.089169(7)
Asymetry 0.01396(1) -0.02048(1) 0.05000(0)
% Molar 56.1(23) 42.5(32) 1.5(4)
%wt 69.7(25) 29.6(21) 0.8(2)
68
Parameter
Kedalaman 0,2 mm
AT Korundum Rutile
Value Value Value
Background B0 -7.1(89) -7.1(89) -7.1(89)
B1 1.10016(9) 1.10016(9) 1.10016(9)
B2 -0.0297409(3) -0.0297409(3) -0.0297409(3)
B3 0.000303007(4) 0.000303007(4) 0.000303007(4)
Sample
Displacement 0.03065(2) 0.03065(2) 0.03065(2)
Phase Scale
faktor 0.0000668030(2) 0.000245614(2) 0.0000803038(9)
Parameter Kisi a 3.582708(8) 4.754106(7) 4.578140(5)
b 9.414768(2) 4.754106(2) 4.578140(5)
c 9.636527(2) 12.977239(2) 2.955736 2)
Lorenziant
component 0.044056(3) 0.041962 0.109404(4)
Asymetry -0.00136(6) -0.04290(9) 0.03978(5)
% Molar 18.4(13) 79.5(83) 2.1(3)
%wt 28.9(19) 69.7(69) 1.5(2)
Parameter
Kedalaman 0,3 mm
AT Korundum Rutile
Value Value Value
Background B0 -2.1(97) -2.1(97) -2.1(97)
B1 0.5(10) 0.5(10) 0.5(10)
B2 -0.766067(8) -0.766067(8) -0.766067(8)
B3 0.475276(9) 0.475276(9) 0.475276(9)
Sample
Displacement -0.27030(2) -0.27030(2) -0.27030(2)
Phase Scale factor 0.0000505181(2) 0.000239832(8) 0.0000539405(2)
Parameter Kisi a 3.593714(1) 4.764229(9) 4.591938(5)
b 9.448073(2) 4.764229(9) 4.591938(5)
c 9.662998(2) 13.007213(3) 2.964253(3)
Lorenziant
component 0.067121(5) 0.047873(2) -0.012918(4)
Asymetry 0.08517(9) 0.10126(1) 0.12657(5)
% Molar 15.0(7) 83.4(37) 1.5(4)
%wt 24.1(11) 74.9(32) 1.1(3)
69
Parameter
Kedalaman 0,4 mm
AT Korundum Rutile
Value Value Value
Background B0 -10.3(99) -10.3(99) -10.3(99)
B1 1.5(11) 1.5(11) 1.5(11)
B2 -0.0435304(5) -0.0435304(5) -0.0435304(5)
B3 0.000481389(4) 0.000481389(4) 0.000481389(4)
Sample
Displacement 0.13155(6) 0.13155(6) 0.13155(6)
Phase Scale
factor 0.0000490359(2) 0.000333095(1) 0.000110047(1)
Parameter Kisi a 3.579154(2) 4.750464(2) 4.585260(5)
b 9.420659(5) 4.750464(2) 4.585260(5)
c 9.629840(5) 12.965794(6) 2.955112(3)
Lorenziant
component 0.045130(5) 0.039178(2) 0.035278(3)
Asymetry -0.06563(2) -0.08532(3) -0.09658(4)
% Molar 10.9(5) 86.8(37) 2.3(3)
%wt 18.0(9) 80.3(34) 1.7(2)
Parameter
Kedalaman 0,5 mm
AT Korundum Rutile
Value Value Value
Background B0 -5.6(95) -5.6(95) -5.6(95)
B1 0.8(10) 0.8(10) 0.8(10)
B2 -0.0145675(4) -0.0145675(4) -0.0145675(4)
B3 0.000119497(4) 0.000119497(4) 0.000119497(4)
Sample
Displacement -0.21471(7) -0.21471(7) -0.21471(7)
Phase Scale
factor 0.0000379382(3) 0.000296266(8) 0.000170965(1)
Parameter Kisi a 3.585818(7) 4.759237(4) 4.592779(1)
b 9.437253(2) 4.759237(4) 4.592779(1)
c 9.657396(1) 12.992586(2) 2.961237(9)
Lorenziant
component 0.042073(7) 0.035572(1) 0.042460(2)
Asymetry 0.05000(0) 0.05000(0) 0.05000(0)
% Molar 9.5(7) 86.5(33) 4.1(3)
%wt 15.9(11) 81.2(2) 3.0(2)
70
Tabel C.5. Parameter-parameter hasil dari penghalusan Rietveld pola-pola difraksi
sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 2%
MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM disinter pada suhu 1450 oC.
Parameter
Kedalaman 0,0 mm
AT Korundum
Value Value
Background B0 1.81973(6) 1.81973(6)
B1 0.0841729(5) 0.0841729(5)
B2 0.00409139(1) 0.00409139(1)
B3 0.0000443837(7) 0.0000443837(7)
Sample
Displacement 0.02573(1) 0.02573(1)
Phase Scale factor 0.000126038(2) 0.000145745(5)
Parameter Kisi a 3.601466(3) 4.762157(3)
b 9.477705(7) 4.762157(3)
c 9.692760(8) 12.999748(9)
Lorenziant
component 0.034405(2) 0.034459(2)
Asymetry 0.01301(5) 0.00590(8)
% Molar 42.8(1) 57.2(21)
% wt 57.1(11) 42.9(15)
Parameter
Kedalaman 0,1 mm
AT Korundum
Value Value
Background B0 -6.3(94) -6.3(94)
B1 1.2(10) 1.2(10)
B2 -0.0366834(3) -0.0366834(3)
B3 0.000384538(4) 0.000384538(4)
Sample
Displacement -0.03699(5) -0.03699(5)
Phase Scale factor 0.0000677240(2) 0.000134353(7)
Parameter Kisi a 3.601393(2) 4.761005(2)
b 9.479991(4) 4.761005(2)
c 9.695558(4) 12.996580(5)
Lorenziant
component 0.036023(3) 0.043444(3)
Asymetry 0.01216(2) 0.00115(2)
% Molar 30.4(15) 69.6(44)
% wt 43.8(19) 56.3(34)
71
Parameter
Kedalaman 0,2 mm
AT Korundum Spinel
Value Value Value
Background B0 -10.6(92) -10.6(92) -10.6(92)
B1 1.6(9) 1.6(9) 1.6(9)
B2 -0.0505697(3) -0.0505697(3) -0.0505697(3)
B3 0.0572807(4) 0.0572807(4) 0.0572807(4)
Sample
Displacement -0.19286(8) -0.19286(8) -0.19286(8)
Phase Scale
factor 0.0000669790(4) 0.000234312(7) 0.000000569690(2)
Parameter Kisi a 3.600011(6) 4.763780(4) 8.078126(2)
b 9.491296(2) 4.763780(4) 8.078126(2)
c 9.723187(1) 13.006447(2) 8.078126(2)
Lorenziant
component 0.037703(6) 0.036686(2) 0.046341(4)
Asymetry 0.05000(0) 0.05000(0) 0.05000(0)
% Molar 19.8(14) 79.7(33) 0.5(2)
%wt 30.4(21) 68.9(29) 0.6(3)
Parameter
Kedalaman 0,3 mm
AT Korundum Spinel
Value Value Value
Background B0 -10.2(11) -10.2(11) -10.2(11)
B1 1.4(11) 1.4(11) 1.4(11)
B2 -0.0391608(4) -0.0391608(4) -0.0391608(4)
B3 0.000429560(4) 0.000429560(4) 0.000429560(4)
Sample
Displacement -0.20969(3) -0.20969(3) -0.20969(3)
Phase Scale
factor 0.0000569534(4) 0.000273521(9) 0.00000224735(2)
Parameter Kisi a 3.600447(1) 4.763592(1) 8.094712(4)
b 9.496873(3) 4.763592(1) 8.094712(4)
c 9.725446(3) 13.004972(3) 8.094712(4)
Lorenziant
component 0.039870(7) 0.037454(2) -0.149355(2)
Asymetry 0.03272(1) 0.04915(1) -0.08434(9)
% Molar 15.0(12) 83.1(35) 1.9(2)
%wt 23.8(19) 73.9(32) 2.3(2)
72
Parameter
Kedalaman 0,4 mm
AT Korundum Spinel
Value Value Value
Background B0 8.3(10) 8.3(10) 8.3(10)
B1 -0.6(11) -0.6(11) -0.6(11)
B2 0.0252516(4) 0.0252516(4) 0.0252516(4)
B3 -0.000248331(4) -0.000248331(4) -0.000248331(4)
Sample
Displacement 0.00087(7) 0.00087(7) 0.00087(7)
Phase Scale
factor 0.0000302229(2) 0.000293394(9) 0.00000156869(9)
Parameter Kisi a 3.593254(8) 4.758326(4) 8.070270(1)
b 9.488863(3) 4.758327(4) 8.070270(1)
c 9.714459(2) 12.989964(2) 8.070270(1)
Lorenziant
component 0.033142(9) 0.037658(1) 0.033527(2)
Asymetry -0.02660(0) -0.02460(0) -0.02900(0)
% Molar 8.1(6) 90.6(1) 1.7(1)
%wt 13.5(10) 84.8( 38) 2.7(10)
Parameter
Kedalaman 0,5 mm
AT Korundum Spinel
Value Value Value
Background B0 9.3(88) 9.3(88) 9.3(88)
B1 -0.7(9) -0.7(9) -0.7(9)
B2 0.3(3) 0.3(3) 0.3(3)
B3 -0.000233415(4) -0.000233415(4) -0.000233415(4)
Sample
Displacement -0.26902(8) -0.26902(8) -0.26902(8)
Phase Scale
factor 0.0000219062(2) 0.000254944(8) 0.00000309950(3)
Parameter Kisi a 3.597416(8) 4.762839(4) 8.077855 (1)
b 9.493137(3) 4.762839(4) 8.077855 (1)
c 9.726717(2) 13.003383(2) 8.077855 (1)
Lorenziant
component 0.055714(1) 0.035476(1) 0.043557(2)
Asymetry 0.05000(0) 0.05000(0) 0.05000(0)
% Molar 6.7(5) 90.3(38) 3.0(3)
%wt 11.3(1) 84.8(35) 3.9(4)
73
Tabel C.6. Parameter-parameter hasil dari pengeluaran penghalusan Rietveld
pola-pola difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 5% MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM disinter
pada suhu 1450 oC.
Parameter
Kedalaman 0,0 mm
AT Korundum Spinel
Value Value Value
Background B0 0.6(6) 0.6(6) 0.6(6)
B1 0.188343(1) 0.188343(1) 0.188343(1)
B2 0.00259433(1) 0.00259433(1) 0.00259433(1)
B3 -0.0000383813(8) -0.0000383813(8) -0.0000383813(8)
Sample
Displacement -0.09085(1) -0.09085(1) -0.09085(1)
Phase Scale
factor 0.000106845 0.000192789(5) 0.00000863169(4)
Parameter Kisi a 3.602348(3) 4.763649(2) 8.068144(8)
b 9.491739(8) 4.763649(2) 8.068144(8)
c 9.713540(9) 13.005576(8) 8.068144(8)
Lorenziant
component 0.025417(3) 0.022105(2) 0.037861(1)
Asymetry 0.03272(5) 0.03326(7) 0.01815(7)
% Molar 30.0(7) 62.4(20) 7.7(3)
%wt 42.2(9) 49.3(15) 8.4(4)
Parameter
Kedalaman 0,2 mm
AT Korundum Spinel
Value Value Value
Background B0 -0.5(12) -0.5(12) -0.5(12)
B1 0.4(12) 0.4(12) 0.4(12)
B2 -0.00589016(4) -0.00589016(4) -0.00589016(4)
B3 0.0000321971(5) 0.0000321971(5) 0.0000321971(5)
Sample
Displacement -0.10798(1) -0.10798(1) -0.10798(1)
Phase Scale
factor 0.0000617975(4) 0.000245749(1) 0.00000851959(5)
Parameter Kisi a 3.594733(1) 4.761456(6) 8.073925(2)
b 9.491081(3) 4.761456(6) 8.073925(2)
c 9.727736(2) 12.997939(2) 8.073925(2)
Lorenziant
component 0.033801(7) 0.045230(2) 0.055561(1)
Asymetry 0.02445(8) 0.02136(6) 0.00661(1)
% Molar 16.6(12) 76.1(42) 7.3(5)
%wt 25.6(19) 65.7(36) 8.7(6)
74
Parameter
Kedalaman 0,3 mm
AT Korundum Spinel
Value Value Value
Background B0 3.1(11) 3.1(11) 3.1(11)
B1 0.0246457(12) 0.0246457(12) 0.0246457(12)
B2 0.358689(4) 0.358689(4) 0.358689(4)
B3 -0.0000109479(5) -0.0000109479(5) -0.0000109479(5)
Sample
Displacement 0.02257(2) 0.02257(2) 0.02257(2)
Phase Scale
factor 0.0000296820(2) 0.000270675(9) 0.00000966819(5)
Parameter Kisi a 3.590569(1) 4.756868(7) 8.067283(2)
b 9.483487(4) 4.756868(7) 8.067283(2)
c 9.720649(2) 12.986568(2) 8.067283(2)
Lorenziant
component 0.062076(1) 0.043481(2) 0.056588(8)
Asymetry -0.03439(1) -0.03855(8) -0.04775(1)
% Molar 8.0(6) 83.8(36) 8.2(5)
%wt 13.0(9) 76.5(38) 10.5(6)
Parameter
Kedalaman 0,4 mm
AT Korundum Spinel
Value Value Value
Background B0 14.9(11) 14.9(11) 14.9(11)
B1 -1.3(11) -1.3(11) -1.3(11)
B2 0.0523658(4) 0.0523658(4) 0.0523658(4)
B3 -0.000557589(5) -0.000557589(5) -0.000557589(5)
Sample
Displacement -0.29502(2) -0.29502(2) -0.29502(2)
Phase Scale
factor 0.0000256549(1) 0.000283127(9) 0.0000102430(5)
Parameter Kisi a 3.600016(1) 4.768812(9) 8.090387(2)
b 9.508025(4) 4.768812(9) 8.090387(2)
c 9.751752(3) 13.022149(3) 8.090387(2)
Lorenziant
component 0.065482(9) 0.043700(2) 0.062441(9)
Asymetry 0.09473(1) 0.11112(1) 0.08293(1)
% Molar 6.7(4) 84.9(36) 8.5(5)
%wt 11.1(7) 78.2(32) 10.5(6)
75
Parameter
Kedalaman 0,5 mm
AT Korundum Spinel
Value Value Value
Background B0 0.3(11) 0.3(11) 0.3(11)
B1 0.2(12) 0.2(12) 0.2(12)
B2 0.362639(4) 0.362639(4) 0.362639(4)
B3 -0.537869(4) -0.537869 (4) -0.537869(4)
Sample
Displacement -0.17793(0) -0.17793 (0) -0.17793(0)
Phase Scale
factor 0.0000200772(2) 0.000268676(9) 0.00000967957(5)
Parameter Kisi a 3.593056(1) 4.760961(6) 8.076016(1)
b 9.494986(4) 4.760961(6) 8.076016(1)
c 9.733595(2) 12.996403(2) 8.076016(1)
Lorenziant
component 0.052153(1) 0.041556(2) 0.045005(1)
Asymetry 0.01418(1) 0.02291(5) 0.00405(1)
% Molar 5.6(5) 85.9(37) 8.5(5)
%wt 9.2(7) 79.7(34) 11.0(6)
76
LAMPIRAN D
Analisis pada Tesis ini menghitung fraksi berat relatif, rumus yang
digunakan adalah rumus pada persamaan 2.2. Salah satu contoh perhitugannya
adalah sebagai berikut yaitu untuk fraksi berat relatif fasa AT pada FGM A/AT-
MgO dengan komposisi berat 0% MgO dengan kedalaman 0,0 mm:
kk
n
k
iii
ZMVs
ZMVsW
)(
)(
1
2432,868575572,284598
5572,284598
ATW
8004,371455
5572,284598ATW
766,0ATW
Jadi untuk WAT(%) adalah 0,766 x 100% = 76,6%
Sedangkan untuk menghitung ralatnya:
2
1
2
2
j
j
i
i xx
WW
2
1
2222
A
A
A
A
AT
AT
AT
ATATAT
V
V
S
S
V
V
S
SWW
2
1
22
4
422
4
4
77,254
03,0
10.557,0
10.021,0
52,326
04,0
10.198,1
10.017,06,76
ATW
15ATW
Sehingga besar fraksi berat relatif fasa AT adalah sebesar WAT = 76,6(15)
77
Tabel D.1. Hasil perhitungan fraksi berat fasa relatif FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 0% MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM disinter
pada suhu 1450 oC.
Kedalaman
(mm)
S
(x 10-4
) Z M V W W(%)
(0,0 mm)
AT 1,198(17) 4 181,9 326,5(1) 0,766(15) 76,6
Korundum 0,557(21) 6 102 254,8(1) 0,234(9) 23,4
(0,1 mm)
AT 0,789(2) 4 181,9 325,7(2) 0,697(25) 69,7
Korundum 0,510(34) 6 102 254,3(1) 0,296(21) 29,6
Rutile 0,216(65) 2 79,9 61,8(1) 0,008(2) 0,8
(0,2 mm)
AT 0,668(19) 4 181,9 325,0(1) 0,289(19) 28,9
Korundum 2,456(19) 6 102 254,0(1) 0,697(69) 69,7
Rutile 0,803(94) 2 79,9 61,9(1) 0,015(2) 1,5
(0,3 mm)
AT 0,505(18) 4 181,9 328,1(2) 0,241(11) 24,1
Korundum 2,398(79) 6 102 255,7(1) 0,749(32) 74,9
Rutile 0,539(15) 2 79,9 62,5(1) 0,011(2) 1,1
(0,4 mm)
AT 0,490(19) 4 181,9 324,7(3) 0,180(9) 18,0
Korundum 3,331(1) 6 102 253,4(2) 0,803(34) 80,3
Rutile 1,100(14) 2 79,9 62,1(1) 0,017(2) 1,7
(0,5 mm)
AT 0,379(25) 4 181,9 326,8(1) 0,159(11) 15,9
Korundum 2,963(85) 6 102 254,9(1) 0,812(2) 81,2
Rutile 1,709(11) 2 79,9 62,5(1) 0,030(2) 3,0
78
Tabel D.2. Hasil perhitungan fraksi berat fasa relatif FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 2% MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM disinter
pada suhu 1450 oC.
Kedalaman
(mm)
S
(x 10-4
) Z M V W W(%)
(0,0 mm)
AT 1,260(16) 4 181,9 330,8(1) 0,571(11) 57,7
Korundum 1,457(47) 6 102 255,3(1) 0,429(15) 42,9
(0,1 mm)
AT 0,677(21) 4 181,9 331,1(1) 0,438(19) 43,8
Korundum 1,343(68) 6 102 255,1(2) 0,563(34) 56,3
(0,2 mm)
AT 0,669(42) 4 181,9 332,2(1) 0,304(21) 30,4
Korundum 2,343(73) 6 102 255,6(1) 0,689(29) 68,9
Spinel 0,006(2) 8 142,3 527,1(3) 0,006(3) 0,6
(0,3 mm)
AT 0,569(43) 4 181,9 332,5(2) 0,238(19) 23,8
Korundum 2,735(86) 6 102 255,7(2) 0,739(32) 73,9
Spinel 0,022(2) 8 142,3 530,4(4) 0,023(2) 2,3
(0,4 mm)
AT 0,302(21) 4 181,9 331,2(1) 0,135(10) 13,5
Korundum 2,934(95) 6 102 254,7(1) 0,848(38) 84,8
Spinel 0,016(9) 8 142,3 525,6(1) 0,017(10) 1,7
(0,5 mm)
AT 0,219(16) 4 181,9 332,2(1) 0,113(9) 11,3
Korundum 2,549(78) 6 102 255,5(1) 0,848(35) 84,8
Spinel 0,031(3) 8 142,3 527,1(1) 0,039(3) 3,9
79
Tabel D.3. Hasil perhitungan fraksi berat fasa relatif FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 5% MgO pada kedalaman 0,0-0,5 mm. FGM disinter
pada suhu 1450 oC.
Kedalaman
(mm)
S
(x 10-4
) Z M V W W(%)
(0,0 mm)
AT 1,068(15) 4 181,9 332,1(1) 0,422(9) 42,2
Korundum 1,928(52) 6 102 255,6(1) 0,493(15) 49,3
Spinel 0,086(4) 8 142,3 525,2(1) 0,084(4) 8,4
(0,1 mm)
AT 0,542(19) 4 181,9 330,7(2) 0,295(13) 29,5
Korundum 1,774(7) 6 102 254,4(1) 0,624(30) 62,4
Spinel 0,060(5) 8 142,3 523,8(3) 0,081(8) 8,1
(0,2 mm)
AT 0,618(41) 4 181,9 331,9(1) 0,256(19) 25,6
Korundum 2,457(1) 6 102 255,2(1) 0,657(36) 65,7
Spinel 0,085(5) 8 142,3 526,3(2) 0,087(6) 8,7
(0,3 mm)
AT 0,297(2) 4 181,9 330,9(2) 13,0(9) 13,0
Korundum 2,707(89) 6 102 254,5(2) 0,765(38) 76,5
Spinel 0,097(5) 8 142,3 525,0(2) 0,105(6) 10,5
(0,4 mm)
AT 0,257(14) 4 181,9 333,8(2) 0,111(7) 11,1
Korundum 2,831(91) 6 102 256,5(1) 0,782(32) 78,2
Spinel 0,102(48) 8 142,3 529,6(2) 0,0105(6) 10,5
(0,5 mm)
AT 0,201(15) 4 181,9 332,1(2) 0,092(7) 9,2
Korundum 2,687(88) 6 102 255,1(1) 0,797(34) 79,7
Spinel 0,097(5) 8 142,3 526,7(2) 0,110(6) 11,0
80
LAMPIRAN E
AT
y = -93,286x + 53,305R2 = 0,9606
0
10
20
30
40
50
60
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6
Kedalaman (mm)
Frak
si b
erat
rela
tif (%
)
Gambar E.1 Contoh pemodelan linier pada FGM A/AT-MgO dengan komposisi
berat 2% MgO pada kedalaman 0,0 sampai 0,5 mm. FGM disintesis
dengan suhu sinter 1450 oC.
81
LAMPIRAN F
Keluaran Penghalusan Rietveld Difraksi Sinar-x untuk Uji
Dekomposisi
Tabel F.1. Figure of merit pengeluaran penghalusan Rietveld pola-pola difraksi
sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 0%
MgO dengan waktu anil 0, 5, 10, 15, dan 20 jam. FGM dianil pada
suhu 1000 oC.
No Fasa Waktu Anil
(jam) Rp (%) Rwp (%) Rexp (%)
GoF
(%)
1 AT, korundum 0 16,75 23,83 14,82 2,59
2 AT, korundum,
rutile 5 20,39 30,65 15,09 4,13
3 AT, korundum,
rutile 10 15,59 23,38 14,96 2,44
4 AT, korundum,
rutile 15 11,66 19,29 15,89 1,47
5 AT, korundum,
rutile 20 15,15 21,58 15,04 2,06
Tabel F.2. Figure of merit pengeluaran penghalusan Rietveld pola-pola difraksi
sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 2%
MgO dengan waktu anil 0, 5, 10, 15, dan 20 jam. FGM dianil pada
suhu 1000 oC.
No Fasa
Waktu Anil
(jam) Rp (%) Rwp (%) Rexp (%)
GoF
(%)
1 AT, korundum 0 20,22 28,89 14,91 3,75
2 AT, korundum,
rutile 5 20,44 28,69 14,91 3,70
3 AT, korundum,
rutile 10 18,82 26,83 15,39 3,04
4 AT, korundum,
rutile, spinel 15 18,91 27,47 15,33 3,21
5 AT, korundum,
rutile, spinel 20 17,14 25,24 15,22 2,75
82
Tabel F.3. Figure of merit pengeluaran penghalusan Rietveld pola-pola difraksi
sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat 5%
MgO dengan waktu anil 0, 5, 10, 15, dan 20 jam. FGM dianil pada
suhu 1000 oC.
No Fasa
Waktu Anil
(jam) Rp (%) Rwp (%) Rexp (%)
GoF
(%)
1 AT, korundum,
spinel 0 18,57 26,16 13,93 3,53
2 AT, korundum,
rutile, spinel 5 17,80 25,22 14,50 3,01
3 AT, korundum,
rutile, spinel 10 21,80 30,66 14,69 4,35
4 AT, korundum,
rutile, spinel 15 18,83 25,17 15,32 2,69
5 AT, korundum,
rutile, spinel 20 20,77 27,94 14,22 3,86
83
Tabel F.4. Parameter-parameter hasil dari pengeluaran penghalusan Rietveld
pola-pola difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 0% MgO dengan waktu anil 0, 5, 10, 15, dan 20 jam.
FGM dianil pada suhu 1000 oC.
Parameter
Waktu anil 0 jam
AT Korundum
Value Value
Background B0 -21.5 (85) -21.5 (85)
B1 2.6 (9) 2.6 (9)
B2 -0.0823558 (3) -0.0823558 (3)
B3 0.000872583 (3) 0.000872583 (3)
Sample
Displacement -0.05985 (1) -0.05985 (1)
Phase Scale factor 0.000112713 (4) 0.0000414100 (1)
Parameter Kisi a 3.588820 (6) 4.758387 (1)
b 9.421782 (1) 4.758387 (1)
c 9.640826 (1) 12.986490 (4)
Lorenziant
component 0.023920 (2) 0.048010 (1)
Asymetry 0.03875 (4) 0.03081 (1)
% Molar 69.9 (26) 80.6 (30)
% wt 80.6 (30) 19.4 (9)
Parameter
Waktu anil 5 jam
AT Korundum Rutile
Value Value Value
Background B0 -3.7 (11) -3.7 (11) -3.7 (11)
B1 0.6 (11) 0.6 (11) 0.6 (11)
B2 -0.0129880 (4) -0.0129880 (4) -0.0129880 (4)
B3 0.000115728 4) 0.000115728 4) 0.000115728 4)
Sample
Displacement 0.00505 (4) 0.00505 (4) 0.00505 (4)
Phase Scale
factor
0.0000873978
(4)
0.0000308628
(2) 0.000000202009 (2)
Parameter Kisi a 3.584719 (5) 4.756551 (8) 4.584552 (3)
b 9.426996 (1) 4.756551 (8) 4.584552 (3)
c 9.648349 (9) 12.980943 (5) 2.956923 (2)
Lorenziant
component 0.025914 (3) 0.042923 (9) -0.030400 (0)
Asymetry -0.00906 (4) -0.01775 (1) 0.04953 (4)
% Molar 70.8 (39) 29.2 (18) 0.02 (0.00)
%wt 80.1 (46) 18.0 (12) 0.01 (0.00)
84
Parameter
Waktu anil 10 jam
AT Korundum Rutile
Value Value Value
Background B0 -14.3 (76) -14.3 (76) -14.3 (76)
B1 2.0 (8) 2.0 (8) 2.0 (8)
B2 -0.0710755 (3) -0.0710755 (3) -0.0710755 (3)
B3 0.000828493 (3) 0.000828493 (3) 0.000828493 (3)
Sample
Displacement -0.00542 (5) -0.00542 (5) -0.00542 (5)
Phase Scale
factor
0.0000712823
(3)
0.0000569196
(4) 0.00122640 (2)
Parameter Kisi a 3.584575 (2) 4.757825 (2) 4.591996 (2)
b 9.437100 (4) 4.757825 (2) 4.591996 (2)
c 9.656975 (5) 12.991373 (6) 2.960389 (1)
Lorenziant
component 0.028176 (4) 0.038757 (4) 0.043413 (4)
Asymetry 0.02565 (2) 0.02146 (2) 0.01673 (2)
% Molar 28 (13) 26.1 (19) 46.0 (13)
%wt 44.5 (21) 23.3 (17) 32.2 (1)
Parameter
Waktu anil 15 jam
AT Korundum Rutile
Value Value Value
Background B0 2.6 (53) 2.6 (53) 2.6 (53)
B1 0.0387921 (6) 0.0387921 (6) 0.0387921 (6)
B2 0.000990171 (2) 0.000990171 (2) 0.000990171 (2)
B3 -0.0000119466 (2) -0.0000119466 (2) -0.0000119466 (2)
Sample
Displacement 0.01000 (4) 0.01000 (4) 0.01000 (4)
Phase Scale
factor
0.0000297926
(2)
0.0000765624
(3) 0.00182893
Parameter Kisi a 3.579701 (2) 4.754614 (1) 4.588469 (1)
b 9.429852 (4) 4.754614 (1) 4.588469 (1)
c 9.654335 (4) 12.983851 (5) 2.957753 (1)
Lorenziant
component 0.033577 (6) 0.032930 (3) 0.027713 (2)
Asymetry 0.00109 (2) -0.02617 (2) -0.02541 (2)
% Molar 10.1 (7) 30.5 (17) 59.4 (34)
%wt 19.0 (13) 32.0 (17) 49.0 (28)
85
Parameter
Waktu anil 20 jam
AT Korundum Rutile
Value Value Value
Background B0 4.4 (72) 4.4 (72) 4.4 (72)
B1 -0.0990663 (8) -0.0990663 (8) -0.0990663 (8)
B2 0.00103182 (3) 0.00103182 (3) 0.00103182 (3)
B3 0.0000560002 (3) 0.0000560002 (3) 0.0000560002 (3)
Sample
Displacement -0.09111 (1) -0.09111 (1) -0.09111 (1)
Phase Scale
factor
0.00000709098
(9)
0.0000999313
(4) 0.00230614 (2)
Parameter Kisi a 3.580920 (2) 0.999313 (6) 4.592137 (8)
b 9.439882 (4) 0.999313 (6) 4.592137 (8)
c 9.659517 (3) 12.995793 (2) 2.960325 94)
Lorenziant
component 0.030967 (2) 0.038463 (3) 0.026195 (2)
Asymetry 0.04320 (1) 0.03855 (7) 0.04734 (6)
% Molar 2.1 (3) 34.0 (16) 64.0 (13)
%wt 4.2 (5) 38.7 (19) 57.1 (12)
Tabel F.5. Parameter-parameter hasil dari pengeluaran penghalusan Rietveld
pola-pola difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 2% MgO dengan waktu anil 0, 5, 10, 15, dan 20 jam.
FGM dianil pada suhu 1000 oC.
Parameter
Waktu anil 0 jam
AT Korundum
Value Value
Background B0 -28.2 (96) -28.2 (96)
B1 3.5 (10) 3.5 (10)
B2 -0.1 (1) -0.1 (1)
B3 0.122426 (4) 0.122426 (4)
Sample
Displacement -0.04749 (2) -0.04749 (2)
Phase Scale factor 0.000117446 (5) 0.0000510962 (4)
Parameter Kisi a 3.604582 (1) 4.765414 (1)
b 9.482907 (3) 4.765414 (1)
c 9.702845 (2) 13.012722 (4)
Lorenziant
component 0.060411 (3) 0.045765 (4)
Asymetry 0.04590 (7) 0.04659 (1)
% Molar 66.5 (41) 33.5 (33)
% wt 78.0 (47) 22.0 (21)
86
Parameter
Waktu anil 5 jam
AT Korundum Rutile
Value Value Value
Background B0 -38.7 (98) -38.7 (98) -38.7 (98)
B1 4.5 (10) 4.5 (10) 4.5 (10)
B2 -0.1 (4) -0.1 (4) -0.1 (4)
B3 0.00158101 (4) 0.00158101 (4) 0.00158101 (4)
Sample
Displacement -0.09543 (3) -0.09543 (3) -0.09543 (3)
Phase Scale
factor 0.000114941 (6)
0.0000503186
(4)
0.0000553225
(8)
Parameter Kisi a 3.598957 (1) 4.760741 (1) 4.538853 (3)
b 9.479102 (3) 4.760741 (1) 4.538853 (3)
c 9.699356 (3) 13.004104 (4) 2.941822 (2)
Lorenziant
component 0.038154 (4) 0.040542 (5) 0.050000 (0)
Asymetry 0.01035 (2) -0.00085 (0) 0.39288 (3)
% Molar 64.5 (43) 32.7 (32) 2.8 (4)
%wt 76.7 (51) 22,0 (21) 1.5 (2)
.
Parameter
Waktu anil 10 jam
AT Korundum Rutile
Value Value Value
Background B0 -35.7 (91) -35.7 (91) -35.7 (91)
B1 4.2 (9) 4.2 (9) 4.2 (9)
B2 -0.135222 (3) -0.135222 (3) -0.135222 (3)
B3 0.00143547 (4) 0.00143547 (4) 0.00143547 (4)
Sample
Displacement -0.00904 (3) -0.00904 (3) -0.00904 (3)
Phase Scale
factor 0.000106816 (5)
0.0000567906
(4) 0.000191638 (1)
Parameter Kisi a 3.596064 (1) 4.758842 (1) 4.586723 (5)
b 9.471307 (3) 4.758842 (1) 4.586723 (5)
c 9.696750 (3) 12.998023 (4) 2.958722 (2)
Lorenziant
component 0.038362 (4) 0.040265 (5) 0.063983 (3)
Asymetry -0.00536 (1) -0.02769 (2) 0.02981 (5)
% Molar 56.0 (35) 34.5 (30) 9.5 (7)
%wt 70.5 (45) 24.3 (21) 5.2 (4)
87
Parameter
Waktu anil 15 jam
AT Korundum Rutile Spinel
Value Value Value Value
Background B0 -52.6 (94) -52.6 (94) -52.6 (94) -52.6 (94)
B1 6.1 (10) 6.1 (10) 6.1 (10) 6.1 (10)
B2 -0.201410
(3) -0.201410 (3)
-0.201410
(3) -0.201410 (3)
B3 0.00215702
(4) 0.00215702 (4)
0.00215702
(4) 0.00215702 (4)
Sample
Displacement 0.01136 (2) 0.01136 (2) 0.01136 (2) 0.01136 (2)
Phase Scale
factor
0.000116180
(6) 0.0000611854(4)
0.000872059
(1)
0.000000443968
(1)
Parameter
Kisi a 3.592140 (1) 4.756693 (9) 4.588721 (3) 8.088748 (4)
b 9.462173 (3) 4.756693 (9) 4.588721 (3) 8.088748 (4)
c 9.690935 (2) 12.990837 (3) 2.958271 (9) 8.088748 (4)
Lorenziant
component 0.035909 (4) 0.042282 (4) 0.058133 (1) 0.050000 (0)
Asymetry -0.00660 (7) -0.05328 (1) -0.03642 (3) -0.05528 (3)
% Molar 42.9 (31) 26.2 (22) 30.4 (40) 0.5 (01)
%wt 60.1 (41) 21.0 (17) 18.7 (24) 0.6 (1)
Parameter
Waktu anil 20 jam
AT Korundum Rutile Spinel
Value Value Value Value
Background B0 -34.9 (85) -34.9 (85) -34.9 (85) -34.9 (85)
B1 4.1 (9) 4.1 (9) 4.1 (9) 4.1 (9)
B2 -0.133165 (3) -0.133165 (3) -0.133165 (3) -0.133165 (3)
B3 0.142819 (3) 0.142819 (3) 0.142819 (3) 0.142819 (3)
Sample
Displacement -0.11624 (3) -0.11624 (3) -0.11624 (3) -0.11624 (3)
Phase Scale
factor
0.000102287
(6)
0.0000659737
(4)
0.00130164
(1)
0.0000006937
68 (1)
Parameter
Kisi a 3.596360 (1) 4.760489 (1) 4.590757 (2) 8.086797 (4)
b 9.472202 (3) 4.760489 (1) 4.590757 (2) 8.086797 (4)
c 9.702050 (3) 13.003294 (4) 2.960776 (9) 8.086797 (4)
Lorenziant
component 0.027543 (4) 0.039572 (4) 0.050930 (8) 0.050000 (0)
Asymetry 0.02889 (1) 0.00803 (2) 0.03898 (2) 0.00649 (2)
% Molar 33.7 (24) 25.2 (19) 40.5 (41) 0.7 (1)
%wt 50.9 (17) 21.3 (16) 26.9 (27) 0.9 (1)
88
Tabel F.6. Parameter-parameter hasil dari pengeluaran penghalusan Rietveld
pola-pola difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 5% MgO dengan waktu anil 0, 5, 10, 15, dan 20 jam.
FGM dianil pada suhu 1000 oC.
Parameter
Waktu anil 0 jam
AT Korundum Spinel
Value Value Value
Background B0 -18.4 (10) -18.4 (10) -18.4 (10)
B1 2.3 (11) 2.3 (11) 2.3 (11)
B2 -0.7 (4) -0.7 (4) -0.7 (4)
B3 0.000670790 (4) 0.000670790 (4) 0.000670790 (4)
Sample
Displacement -0.12128 (1) -0.12128 (1) -0.12128 (1)
Phase Scale
factor 0.0000961107 (5)
0.0000931037
(5)
0.00000772209
(4)
Parameter Kisi a 3.602570 (9) 4.764198 (6) 8.067855 (1)
b 9.493776 (3) 4.764198 (6) 8.067855 (1)
c 9.716240 (3) 13.007719 (3) 8.067855 (1)
Lorenziant
component 0.016294 (4) 0.028995 (3) 0.020201 (1)
Asymetry 0.05000 (0) 0.05000 (0) 0.05000 (0)
% Molar 42.2 (25) 47.1 (30) 10.7 (7)
%wt 54.8 (33) 34.3 (22) 10.9 (7)
Parameter
Waktu anil 5 jam
AT Korundum Rutile Spinel
Value Value Value Value
Background B0 -7.6 (93) -7.6 (93) -7.6 (93) -7.6 (93)
B1 1.2 (10) 1.2 (10) 1.2 (10) 1.2 (10)
B2 -0.0357264 (3) -0.0357264 (3) -0.0357264 (3) -0.0357264 (3)
B3 0.0375581 (4) 0.0375581 (4) 0.0375581 (4) 0.0375581 (4)
Sample
Displacement 0.01400 (4) 0.01400 (4) 0.01400 (4) 0.01400 (4)
Phase Scale
factor
0.0000590848
(2)
0.0000972257
(6)
0.000121776
(1)
0.0000069062
1 (4)
Parameter
Kisi a 3.593712 (2) 4.756876 (1) 4.576381 (4) 8.062684 (3)
b 9.479546 (6) 4.756876 (1) 4.576381 (4) 8.062684 (3)
c 9.479546 (6) 12.987022 (4) 2.956254 (2) 8.062684 (3)
Lorenziant
component 0.038973 (5) 0.033110 (3) 0.022192 (2) 0.005763 (1)
Asymetry -0.02644 (1) -0.03807 (2) 0.09050 (3) -0.04667 (2)
% Molar 28.9 (14) 54.9 (38) 5.6 (5) 10.7 (7)
%wt 41.0 (19) 43.7 (29) 3.5 (3) 11.7 (8)
89
Parameter
Waktu anil 10 jam
AT Korundum Rutile Spinel
Value Value Value Value
Background B0 -7.0 (11) -7.0 (11) -7.0 (11) -7.0 (11)
B1 1.0 (12) 1.0 (12) 1.0 (12) 1.0 (12)
B2 -0.0280867 (4) -0.0280867 (4) -0.0280867 (4) -0.0280867 (4)
B3 0.000328169 (4) 0.000328169 (4) 0.000328169 (4) 0.000328169 (4)
Sample
Displacement -0.50588 (6) -0.50588 (6) -0.50588 (6) -0.50588 (6)
Phase Scale
factor
0.0000454940
(3)
0.0000960297
(5)
0.000354286
(2)
0.0000070595
3 (4)
Parameter
Kisi a 3.605857 (2) 4.770208 (2) 4.603765 (4) 8.097515 (5)
b 9.508582 (6) 4.770208 (2) 4.603765 (4) 8.097515 (5)
c 9.742420 (6) 13.029668 (7) 2.967137 (2) 8.097515 (5)
Lorenziant
component 0.042504 (7) 0.031693 (3) 0.028481 (1) 0.054906 (2)
Asymetry 0.10428 (2) 0.11935 (3) 0.10774 (4) 0.08129 (2)
% Molar 21.5 (15) 52.2 (34) 15.7 (9) 10.6 (8)
%wt 32.6 (23) 44.4 (29) 10.5 (6) 12.6 (9)
Parameter
Waktu anil 15 jam
AT Korundum Rutile Spinel
Value Value Value Value
Background B0 16.4 (85) 16.4 (85) 16.4 (85) 16.4 (85)
B1 2.0 (92) 2.0 (92) 2.0 (92) 2.0 (92)
B2 -0.6 (3) -0.6 (3) -0.6 (3) -0.6 (3)
B3 0.000629483 (4) 0.000629483 (4) 0.000629483 (4) 0.000629483 (4)
Sample
Displacement -0.45128 (3) -0.45128 (3) -0.45128 (3) -0.45128 (3)
Phase Scale
factor
0.0000583534
(4)
0.0000952526
(5)
0.00115485
(2)
0.0000067245
4 (3)
Parameter
Kisi a 3.609629 (1) 4.771646 (1) 4.600491 (2) 8.101905 (3)
b 9.508527 (3) 4.771646 (1) 4.600491 (2) 8.101905 (3)
c 9.744904 (3) 13.033923 (4) 2.967389 (1) 8.101905 (3)
Lorenziant
component 0.063692 (3) 0.027391 (2) 0.043950 (5) 0.049854 (7)
Asymetry 0.13068 (1) 0.17327 (2) 0.17327 (2) 0.10364 (2)
% Molar 19.6 (20) 36.9 (35) 36.4 (83) 7.2 (7)
%wt 31.7 (28) 43.4 (27) 25.9 (57) 9.1 (7)
90
Parameter
Waktu anil 20 jam
AT Korundum Rutile Spinel
Value Value Value Value
Background B0 -6.0 (11) -6.0 (11) -6.0 (11) -6.0 (11)
B1 0.7 (12) 0.7 (12) 0.7 (12) 0.7 (12)
B2 0.2 (4) 0.2 (4) 0.2 (4) 0.2 (4)
B3 0.132333 (5) 0.132333 (5) 0.132333 (5) 0.132333 (5)
Sample
Displacement -0.13675 (1) -0.13675 (1) -0.13675 (1) -0.13675 (1)
Phase Scale
factor
0.000111848
(10)
0.000420278
(6)
0.000876919
(1)
0.0000082940
1 (5)
Parameter
Kisi a 3.598230 (1) 4.759987 (7) 4.590024 (1) 8.082625 (2)
b 9.486869 (3) 4.759987 (7) 4.590024 (1) 8.082625 (2)
c 9.711775 (2) 12.998096 (2) 2.959957 (6) 8.082625 (2)
Lorenziant
component 0.052091 (9) 0.039243 (3) 0.030064 (6) 0.055427 (1)
Asymetry 0.03194 (9) 0.03117 (6) 0.04093 (9) 0.00290 (1)
% Molar 15.9 (21) 58.7 (12) 31.7 (18) 3.7 (4)
%wt 25.4 (32) 51.7 (4.2) 28.2 (13) 4.7 (5)
91
LAMPIRAN G
Tabel G.1. Hasil perhitungan fraksi berat fasa relatif FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 0% MgO dengan waktu anil 0, 5, 10, 15, dan 20 jam.
FGM dianil pada suhu 1000 oC.
Waktu
Anil (jam)
S
(x 10-4
) Z M V W W(%)
0
AT 1,127(32) 4 181,9 325,9(1) 0,806(30) 80,6
Korundum 0,414(15) 6 102 254,6(1) 0,194(9) 19,4
5
AT 0,874(38) 4 181,9 326,5(3) 0,801(46) 80,1
Korundum 0,309(16) 6 102 254,9(1) 0,188(12) 18,8
Rutile 0,002(1) 2 79,9 62,4(1) 0,0001(1) 0,01
10
AT 0,713(29) 4 181,9 325,9(2) 0,445(21) 44,5
Korundum 0,569(38) 6 102 254,2(1) 0,233(17) 23,3
Rutile 12,264(2) 2 79,9 62,3(1) 0,322(1) 32,2
15
AT 0,297(18) 4 181,9 326,0(1) 0,190(13) 19,0
Korundum 0,766(34) 6 102 254,3(1) 0,320(17) 32,0
Rutile 18,287(1) 2 79,9 62,1(1) 0,490(28) 49,0
20
AT 0,071(1) 4 181,9 326,8(3) 0,042(5) 4,2
Korundum 0,999(45) 6 102 254,7(2) 0,387(19) 38,7
Rutile 23,24) 2 79,9 62,4(1) 0,571(12) 57,1
92
Tabel G.2. Hasil perhitungan fraksi berat fasa relatif FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 2% MgO dengan waktu anil 0, 5, 10, 15, dan 20 jam.
FGM dianil pada suhu 1000 oC.
Waktu
Anil (jam)
S
(x 10-4
) Z M V W(%) W
0
AT 1,174(53) 4 181,9 331,7(2) 0,780(47) 78,0
Korundum 0,511(45) 6 102 255,9(1) 0,220(21) 22,0
5
AT 1,149(58) 4 181,9 330,5(2) 0,767(51) 76,7
Korundum 0,503(43) 6 102 255,2(1) 0,220(21) 22,0
Rutile 0,553(1) 2 79,9 62,4(1) 0,015(2) 1,5
10
AT 1,068(53) 4 181,9 330,3(2) 0,705(45) 70,5
Korundum 0,568(43) 6 102 254,9(1) 0,243(21) 24,3
Rutile 1,916(12) 2 79,9 62,2(1) 0,052(4) 5,2
15
AT 1.162(1) 4 181,9 329,4(2) 0,601(41) 60,1
Korundum 0,612(43) 6 102 254,6(1) 0,210(17) 21,0
Rutile 8,720(7) 2 79,9 62,3(1) 0,187(24) 18,7
Spinel 0,004(1) 8 142,3 529,2(5) 0,006(1) 0,6
20
AT 1,023(55) 4 181,9 330,5(2) 0,509(17) 50,9
Korundum 0,659(4) 6 102 255,2(1) 0,213(16) 21,3
Rutile 13,16(12) 2 79,9 62,4(1) 0,269(27) 26,9
Spinel 0,007(1) 8 142,3 528,8(4) 0,009(1) 0,9
93
Tabel G.3. Hasil perhitungan fraksi berat fasa relatif FGM A/AT-MgO dengan
komposisi berat 5% MgO dengan waktu anil 0, 5, 10, 15, dan 20 jam.
FGM dianil pada suhu 1000 oC.
Waktu
Anil (jam)
S
(x 10-4
) Z M V W W(%)
0
AT 0,961(48) 4 181,9 332,3(2) 0,548(33) 54,8
Korundum 0,931(49) 6 102 255,7(1) 0,343(22) 34,3
Spinel 7,722(4) 8 142,3 525,1(2) 0,109(7) 10,9
5
AT 0,591(21) 4 181,9 330,6(4) 0,410(19) 41,0
Korundum 0,972(58) 6 102 254,5(1) 0,437(29) 43,7
Rutile 1,218(10) 2 79,9 61,9(1) 0,035(3) 3,5
Spinel 0,069(49) 8 142,3 524,1(3) 0,117(8) 11,7
10
AT 0,455(28) 4 181,9 334,0(3) 0,326(23) 32,6
Korundum 0,960(54) 6 102 256,8(2) 0,444(29) 44,4
Rutile 3,543(16) 2 79,9 62,9(1) 0,105(6) 10,5
Spinel 0,071(4) 8 142,3 530,9(5) 0,126(9) 12,6
15
AT 0,584(38) 4 181,9 334,9(2) 0,317(28) 31,7
Korundum 0,953(48) 6 102 257,0(1) 0,434(27) 43,4
Rutile 11,549(1) 2 79,9 62,8(1) 0,259(57) 25,9
Spinel 0,067(3) 8 142,3 531,8(3) 0,091(7) 9,1
20
AT 1,118(1) 4 181,9 331,5(2) 0,254(32) 25,4
Korundum 0,999(1) 6 102 259,0(1) 0,517(10) 51,7
Rutile 12,001(10) 2 79,9 62.9(1) 0,282(13) 28,2
Spinel 0,083(5) 8 142,3 528.(1) 0,047(5) 4,7
94
LAMPIRAN H
Keluaran Penghalusan Rietveld Difraksi Sinar-x untuk Uji
Dekomposisi (Pembuktian Solid Solution)
Tabel H.1. Parameter-parameter hasil dari pengeluaran penghalusan Rietveld
dengan software Rietica dengan peak shape pseudo-voight pola-pola
difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat
0% MgO dan waktu anil 0 jam.
Parameter Waktu anil 0 jam
AT
Value
Background B0 0.4 (8)
B1 0.2 (1)
B2 0.000926 (1)
B3 -0.000026 (1)
Sample
Displacement
0.01487 (1)
Phase Scale
factor
0.000127974 (1)
Parameter Kisi a 3.590501 (1)
b 9.431164 (1)
c 9.644607 (1)
U 0.048137 (1)
Asymetry 0.03980 (1)
% Molar 66.2 (16)
% wt 77.7 (18)
95
Tabel H.2. Parameter-parameter hasil dari pengeluaran penghalusan Rietveld
dengan software Rietica dengan peak shape pseudo-voight pola-pola
difraksi sinar-x dari sampel FGM A/AT-MgO dengan komposisi berat
2% MgO dan waktu anil 0 jam.
Parameter Waktu anil 0 jam
AT
Value
Background B0 0,9 (6)
B1 0,1 (1)
B2 0.003384 (1)
B3 -0.000049 (1)
Sample
Displacement
0.01108 (1)
Phase Scale
factor
0,000124 (1)
Parameter Kisi a 3.601668 (1)
b 9.478675 (1)
c 9.693291 (1)
U 0.163959 (1)
Asymetry 0.01867 (1)
% Molar 45,2 (7)
% wt 59,6 (9)