I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam RPHJP Tahun 2014-2023,...

28
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam RPHJP Tahun 2014-2023, KPHP Batu Lanteh telah menetapkan salah satu core bisnisnya adalah memproduksi minyak kayu putih. Pilihan core bisnis ini diharapkan akan menjadikan KPHP Batu Lanteh menjadi mandiri secara finansial dan masyarakat sekitar hutan dapat sejahtera. Supaya core bisnis tersebut berjalan lancar, maka budidaya kayu putih harus dilaksanakan agar kecukupan bahan baku terpenuhi. Keberhasilan budidaya kayu putih sangat dipengaruhi oleh kesesuaian lahan (aspek ekologis). Sebidang lahan yang memiliki kesesuaian lahan tinggi, maka secara ekologis keberhasilan budidaya akan tinggi pula. Kesesuaian lahan adalah bentuk penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (FAO, 1976 dalam Senawi, 1997). Analisis kesesuaian lahan untuk tanaman kayu putih dilakukan untuk menilai kecocokan sebidang lahan untuk ditanami kayu putih. B. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari karya tulis ini adalah untuk menjawab pertanyaan lahan mana saja pada areal kerja KPHP Batu Lanteh yang sesuai, cukup sesuai dan tidak sesuai untuk tanaman kayu putih? Jawaban atas pertanyaan tersebut akan berguna bagi KPHP Batu Lanteh sebagai referensi sebelum melakukan kegiatan budidaya tanaman kayu putih, agar secara ekologis memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi.

Transcript of I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam RPHJP Tahun 2014-2023,...

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam RPHJP Tahun 2014-2023, KPHP Batu Lanteh telah menetapkan salah

satu core bisnisnya adalah memproduksi minyak kayu putih. Pilihan core bisnis ini

diharapkan akan menjadikan KPHP Batu Lanteh menjadi mandiri secara finansial dan

masyarakat sekitar hutan dapat sejahtera.

Supaya core bisnis tersebut berjalan lancar, maka budidaya kayu putih harus

dilaksanakan agar kecukupan bahan baku terpenuhi. Keberhasilan budidaya kayu

putih sangat dipengaruhi oleh kesesuaian lahan (aspek ekologis). Sebidang lahan

yang memiliki kesesuaian lahan tinggi, maka secara ekologis keberhasilan budidaya

akan tinggi pula.

Kesesuaian lahan adalah bentuk penggambaran tingkat kecocokan sebidang

lahan untuk suatu penggunaan tertentu (FAO, 1976 dalam Senawi, 1997). Analisis

kesesuaian lahan untuk tanaman kayu putih dilakukan untuk menilai kecocokan

sebidang lahan untuk ditanami kayu putih.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari karya tulis ini adalah untuk menjawab pertanyaan

lahan mana saja pada areal kerja KPHP Batu Lanteh yang sesuai, cukup sesuai dan

tidak sesuai untuk tanaman kayu putih? Jawaban atas pertanyaan tersebut akan

berguna bagi KPHP Batu Lanteh sebagai referensi sebelum melakukan kegiatan

budidaya tanaman kayu putih, agar secara ekologis memiliki tingkat keberhasilan

yang tinggi.

2

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup karya tulis ini dibatasi hanya pada analisis kesesuaian lahan

untuk tanaman kayu putih pada wilayah kerja KPHP Batu Lanteh dengan

menggunakan sistem informasi geografis.

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biologi Kayu Putih

Dalam buku Budidaya dan Prospek Pengembangan Kayu Putih (Melaleuca

cajuputi) halaman 4 disebutkan bahwa secara taksonomi, Melaleuca cajuputi subsp

cajuput diklasifikasikan ke dalam Divisi Spermatophyta, Sub divisi Angiospermae,

Klas Dicotyledonae, Ordo Myrtales, Familia Myrtaceae, Genus Melaleuca, dan Spesies

Melaleuca cajuputi, Sub spesies Melaleuca cajuputi subsp cajuputi. Dalam tatanama

lama Melaleuca cajuputi subsp cajuputi disebut Melaleuca leucadendron, tetapi

tatanama spesies tersebut telah direvisi menjadi Melaleuca cajuputi subsp cajuputi

(Craven dan Barlow, 1997).

Selanjutnya dalam buku ajar Pengenalan Tanaman Kayu Putih BDLK KLHK

Kupang disebutkan bahwa secara taksonomi, Melaleuca cajuputi subsp cajuput

diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Klas : Dicotyledonae

Ordo : Myrtales

Familia : Myrtaceae

Genus : Melaleuca

Spesies : Melaleuca cajuputi

Sub pesies : Melaleuca cajuputi Powell

: Melaleuca cumingiana Barlow

: Melaleuca platyphylla Barlow

Dalam buku yang sama, Brophy dan Doran (1996) menyebutkan bahwa kayu

putih tersebar secara alami di Kepulauan Maluku, Pulau Timor, Australia bagian

utara dan barat daya (Kartikawati dkk, 2014). Spesies ini tumbuh pada ketinggian

antara 5 sampai dengan 400 m di atas permukaan laut, dengan zona iklim tropis dan

curah hujan rata-rata 1.300 sampai dengan 1.750 mm per tahun. Badan Penelitian

dan Pengembangan Kehutanan dalam buku Budidaya Kayu Putih menyebutkan

4

bahwa pada umumnya kayu putih relatif mudah ditanam, terutama pada jenis tanah

grumosol, latosol, maupun regosol.

Kayu putih mampu tumbuh baik pada lahan-lahan marginal maupun di daerah

rawa-rawa dan genangan air, mampu beradaptasi pada tanah dengan drainase

jelek, tahan terhadap kebakaran dan toleran terhadap tanah dengan kadar garam

rendah sampai dengan tinggi (Doran et al., 1998, dalam Kartikawati dkk, 2014). Di

Kepulauan Maluku, kayu putih tumbuh pada berbagai kondisi tapak, baik di dataran

tinggi maupun rendah yang berbatasan dengan hutan pantai dan tumbuh secara

monokultur. Selain itu, kayu putih tahan terhadap suhu panas dan kebakaran. Kayu

putih dapat hidup dan tumbuh kembali dalam 1 tahun dengan kondisi daun-daun

yang sudah dapat dipetik. Di samping kelebihan-kelebihan yang dimilikinya, kayu

putih tidak tahan terhadap tanah dengan kadar keasaman 3 yang tinggi (Sunanto,

2003 dalam Kumalajati, 2017).

Akar kayu putih terdisi atas akar tunggang, akar lateral, dan akar sekunder.

Akar tunggang lurus dan tumbuh ke bawah, akar lateral tumbuh pada leher akar

pada awal pertumbuhan. Akar sekunder menyebar pada kedalaman sekitar 20 cm di

bawah permukaan tanah (Sunanto, 2003 dalam Kumalajati, 2017).

Batang kayu putih berbentuk bulat dan lurus dengan percabangan yang

sedikit. Dengan kondisi pertumbuhan yang baik, kayu putih dapat tumbuh menjadi

pohon dengan tinggi mencapai 35 m dan diameter mencapai 100 cm (Sunanto, 2003

dalam Kumalajati, 2017). Namun demikian, kayu putih dapat tumbuh menjadi perdu

apabila kondisi pertumbuhannya kurang (Kartikawati dkk, 2014). Selain itu,

pertumbuhan kayu putih dapat dimanipulasi untuk mendapatkan bentuk perdu

dengan cara memetik daunnya sejak tanaman berumur masih muda (Sunanto, 2003

dalam Kumalajati, 2017). Kulit batang kayu putih berwarna putih atau putih

kecoklatan yang terdiri atas lembaran-lembaran tipis yang mudah terkelupas atau

terlepas. Pengelupasan tersebut tidak mengganggu pertumbuhan kayu putih.

Dalam buku Pengenalan Tanaman Kayu Putih dijelaskan bahwa daun kayu

putih berwarna hijau dengan kenampakan tebal, tidak mengkilat, dan berbulu

(Kartikawati dkk, 2014). Menurut Sunanto (2003), daun kayu putih selalu berwarna

hijau meskipun pada saat musim kemarau. Daun berbentuk lurus atau melengkung

dengan panjang antara 5 sampai dengan 10 cm dan lebar antara 1 sampai dengan 4

5

cm serta. Pada daun terdapat antara 5 sampai dengan 7 tulang daun dengan

panjang antara 3 sampai dengan 11 mm pada setiap helaian daun. Pucuk daun

muda tertutup oleh bulu-bulu yang tebal, lembut dan tersebar dengan panjang

antara 0,3 sampai dengan 2 mm. Kelenjar minyak pada daun kayu putih biasanya

kurang jelas. Pada umumnya, tajuk kayu putih tidak lebar dan tidak teratur

(Sunanto, 2003)

Perbungaan kayu putih berbentuk bulir dan banyak terdapat pada ujung

ranting terminal dan ketiak daunnya (Doran et al., 1998, dalam Kartikawati dkk,

2014). Bunganya bersifat biseksual dengan kelopak dan mahkota bunga yang kecil

dan benang sari yang kebanyakan lebih panjang dari perhiasan bunga. Bentuk dari

bunga tersebut merupakan daya tarik bagi polinator. Bagian dalam bakal buah

terbagi menjadi 3 ruang dengan ovul dalam jumlah besar dan satu putik serta

kepala putik. Jumlah biji pada buah kayu putih biasanya sangat rendah, yaitu hanya

antara 1 sampai dengan 2 % dari jumlah ovulenya. Buah kayu putih berbentuk

kapsul dan bertipe dehiscent. Tipe dehiscent adalah tipe yang mempunyai kulit

buah yang kering dan akan terbuka ketika mencapai kemasakan untuk melepaskan

biji-biji yang ada di dalamnya.

Dalam buku Pengenalan Tanaman Kayu Putih juga disebutkan bahwa

tanaman kayu putih merupakan jenis tanaman yang mempunyai peranan cukup

penting, diantaranya:

1. Dalam industri minyak atsiri, tanaman kayu putih menghasilkan minyak kayu

putih yang diperoleh dengan cara penyulingan. Unsur utama yang terkandung

dalam minyak kayu putih adalah kandungan sineol yang mengandung obat yang

sangat penting untuk pharmakologi atau obat-obatan.

2. Kayu putih subspesies cajuputi adalah penghasil minyak kayu putih dengan kadar

1,8 cinole dan rendemen yang tinggi, sedang subspecies lainnya cumingiana dan

platyphylla menghasilkan minyak dengan kadar cineole rendah.

3. Merupakan tanaman yang cukup potensial untuk kegiatan rehabilitasi lahan baik

dari aspek ekologis dan ekonomis.

4. Secara ekologis pengembangan tanaman kayu putih di lahan kritis antara lain

untuk menunjang usaha konservasi lahan dan pemanfaatan lahan marginal

menjadi lahan produktif. Secara ekonomis, pengembangan tanaman kayu putih

6

dapat dijadikan usaha/ industri baik untuk skala rumah tangga sampai skala

besar. Sebagai contoh, dalam pengelolaan industry kayu putih, Perum Perhutani

maupun Dinas Kehutanan dan Perkebunan DI Yogyakarta bekerjasama dengan

masyarakat di sekitar kawasan hutan.

5. Peran masyarakat dalam industri kayu putih di Jawa adalah sebagai buruh dalam

kegiatan pemanenan daun, pengangkutan daun, proses penyulingan, dan

penangganan limbah. Selain itu peran masyarakat dalam pengelolaan

tanaman/tegakan kayu putih yaitu sebagai penggarap lahan tumpang sari

dengan tanaman palawija di sela-sela tanaman kayu putih. Sebagai contoh, KPH

Gundih yang mengelola lebih dari 3000 ha tanaman melibatkan lebih dari 300

orang untuk pemanenan daun dan 70 orang di pabrik penyulingan pada setiap

musim produksi.

6. Kayu dari tanaman kayu putih dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Kayu

putih termasuk kayu kelas kuat II dengan kelas awet III. Di daerah Kalimantan

Selatan dan Sumatra Selatan jenis kayu putih subspecies cumingiana dikenal

sebagai gelam dan kayunya banyak digunakan untuk keperluan bangunan.

B. Sistem Informasi Geografis

Dalam modul Pelatihan Sistem Informasi Geografis Tingkat Dasar yang

diselenggarakan oleh Tropenbos Internasional Indonesia Pragramme disebutkan

bahwa secara umum pengertian SIG adalah suatu komponen yang terdiri dari

perangkat keras,perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang

bekerja bersama secara efektif untuk memasukan, menyimpan, memperbaiki,

memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan

menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis. Dari definisi ini dapat

diuraikan menjadi beberapa sub sistem yaitu data input, dasa output, data

manajemen, dan data manipulasi dan analisis. Jika subsistem SIG di atas diperjelas

berdasarkan uraian jenis masukan, proses, dan jenis keluaran yang ada di

dalamnya.

7

Dalam modul tersebut juga dijelaskan SIG memiliki keunggulan dalam

menyajikan data-data spasial tersebut sehingga lebih mudah untuk dianalisis dan

diketahui polanya. Salah satu keunggulan yang dimiliki oleh SIG adalah kemampuan

untuk melakukan overlay atau tumpang tindih dari data-data atribut suatu wilayah.

Proses overlay atau tumpang tindih ini biasa digunakan untuk menganalisis dan

menghasilkan informasi baru berdasarkan data-data spasial dan atribut yang telah

ada. Misalnya dalam menghasilkan peta kesesuaian lahan untuk tanaman tertentu,

overlay dari beberapa data atribut seperti elevasi lahan, kemiringan lereng, dan

data curah hujan dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian lahan untuk

ditanami jenis tanaman tertentu.

Dalam modul yang sama juga dijelaskan SIG mempunyai kemampuan untuk

menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi,

menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang

akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi

geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai

dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan

seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan. Kemampuan inilah yang

membedakan SIG dari sistem informasi lainnya. Sebagian besar data yang akan

ditangani dalam SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi

geografis, memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya dan

mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu

informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (attribute).

C. Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah bentuk penggambaran tingkat kecocokan sebidang

lahan untuk suatu penggunaan tertentu (FAO, 1976 dalam Senawi, 1997). Analisis

kesesuaian lahan untuk tanaman kayu putih dilakukan untuk menilai kecocokan

sebidang lahan untuk ditanami kayu putih. Caranya dengan membandingkan antara

persyaratan tumbuh tanaman kayu putih dengan karakteristik lahan yang ada.

8

Tingkat kesesuaian lahan yang digunakan pada karya tulis ini adalah sesuai,

cukup sesuai dan tidak sesuai. Jika hasil analisis kesesuaian lahan dinyatakan sesuai,

maka secara ekologis lahan tersebut cocok untuk ditanami kayu putih. Jika hasil

analisis kesesuaian lahan dinyatakan cukup sesuai, maka secara ekologis lahan

tersebut cukup cocok untuk ditanami kayu putih. Namun jika hasil analisis

kesesuaian lahan dinyatakan tidak sesuai, maka secara ekologis lahan tersebut tidak

cocok untuk ditanami kayu putih.

9

III. METODOLOGI

A. Bahan Karya Tulis

Bahan yang dipakai dalam penyusunan karya tulis ini adalah:

1. Peta wilayah kerja (petak) KPHP Batu Lanteh

2. Peta jenis tanah Pulau Sumbawa

3. Peta curah hujan Pulau Sumbawa

4. Peta topografi Pulau Sumbawa

B. Alat Karya Tulis

Alat yang dipakai dalam penyusunan karya tulis ini adalah:

1. Komputer dengan software ARCGIS

2. Internet

3. Pustaka yang relevan

4. Alat tulis kantor

C. Kerangka Analisis

Peta kesesuaian lahan kayu putih adalah peta yang menunjukkan lahan mana

yang secara ekologis cocok untuk ditanami kayu putih. Tingkat kesesuaian lahan

yang digunakan pada karya tulis ini adalah sesuai, cukup sesuai dan tidak sesuai.

Untuk mendapatkan peta kesesuaian lahan kayu tersebut, hal pertama yang

dilakukan adalah pengumpulan data dan informasi yaitu peta wilayah kerja, peta

jenis tanah, peta topografi dan peta curah hutan KPHP Batu Lanteh. Peta wilayah

kerja KPHP Batu Lanteh sudah terbagi ke dalam petak-petak, dimana petak ini

merupakan unit manajemen dan unit silvikultur terkecil. Peta jenis tanah KPHP Batu

Lanteh didapatkan dengan melakukan clip antara peta jenis tanah Pulau Sumbawa

10

dengan peta wilayah kerja. Demikian juga dengan peta curah hujan dan peta

topografi, semua dilakukan dengan melakukan clip antara peta Pulau Sumbawa

dengan peta wilayah kerja KPHP Batu Lanteh. Selanjutnya adalah merumuskan

klasifikasi kesesuaian lahan untuk kayu putih dengan memperhatikan hasil studi

pustaka.

Tahapan selanjutnya adalah intersect peta tanah, peta curah hujan dan peta

topografi dan penghitungan kesesuaian lahan dengan ARCGIS. Karena satuan

terkecil polygon dalam analisis kesesuaian lahan adalah petak, maka hasil klasifikasi

kesesuaian lahan tanaman kayu putih pada KPHP Batu Lanteh juga dalam bentuk

petak. Hal ini sesuai dengan konsep bahwa petak merupakan unit managemen dan

unit silvikultur terkecil dalam pengelolaan hutan. Berikut adalah kerangka analisis

kesesuaian lahan tanaman kayu putih pada KPHP Batu Lanteh:

Gambar 1. Kerangka Analisis Kesesuaian Lahan Tanaman Kayu Putih

Peta kesuaian lahan

kayu putih

Overlay /

intersect

Peta curah

hujan

Peta

topografi

Peta jenis

tanah

Peta wilayah

kerja

Kriteria

kesesuaian

lahan kayu putih

11

D. Tahapan Kerja

Tahapan kerja pada penyusunan karya tulis ini sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data dan informasi

a. Mengumpulkan peta wilayah kerja KPHP Batu Lanteh.

b. Mengumpulkan peta jenis tanah, curah hujan dan topografi Pulau Sumbawa.

c. Mengumpulkan data dan informasi terkait parameter ekologis kesesuaian

lahan. Pada karya tulis ini parameter yang digunakan adalah jenis tanah,

curah hujan dan ketinggian tempat dari permukaan air laut.

2. Membuat klasifikasi kesesuaian lahan

Berdasarkan studi pustaka, dibuat klasifikasi kesesuaian lahan sebagai berikut:

Tabel 1. Parameter Kesesuaian Lahan Tanaman Kayu Putih

No. Parameter Uraian Kesesuaian Nilai Skor

1. Jenis Tanah Grumusol, Latosol,

Regosol

Sesuai 40

Selain grumusol,

latosol dan regosol

Tidak sesuai 20

2. Curah Hujan

(mm/tahun)

1300 – 1750 Sesuai 30

0 < 1300 dan > 1750 Tidak sesuai 15

3. Ketinggian tempat

(mdpl)

400 Sesuai 30

‘ > 400 Tidak sesuai 15

Dari tabel di atas, dapat dibuat jumlah nilai tertinggi dan nilai terendah ketiga

parameter sebagai berikut:

12

Tabel 2. Nilai Tertinggi dan Terendah Parameter Kesesuaian Lahan

No. Parameter Nilai Tertinggi Nilai Terendah

1. Jenis Tanah 40 20

2. Curah Hujan 30 15

3. Ketinggian tempat 30 15

Jumlah 100 50

Untuk menentukan rentang skala nilai suatu klasifikasi digunakan rumus yaitu

nilai skor terendah dikali selisih jumlah klasifikasi dikurangi satu dibagi dengan

jumlah klasifikasi.

Rentang skala = (Nilai tertinggi – Nilai terendah) : 3

Dengan demikian rentang skala klasifikasi kesesuaian lahan tanaman kayu putih

sebagai berikut:

Tabel 3. Nilai Skor Klasifikasi Kesesuaian Lahan Tanaman Kayu Putih

No. Kesesuaian Lahan Rentang Skala Nilai Skor

1. Sesuai 84 + 16 =100 100-84

2. Cukup sesuai 67 + 16 = 83 83-67

3. Tidak sesuai 50 + 16 =66 66-50

3. Membuat peta curah hujan

Peta curah hujan KPHP Batu Lanteh dibuat dengan cara mengclip peta curah

hujan Pulau Sumbawa dengan peta wilayah kerja KPHP Batu Lanteh.

4. Membuat peta jenis tanah

Peta jenis tanah KPHP Batu Lanteh dibuat dengan cara mengclip peta jenis tanah

Pulau Sumbawa dengan peta wilayah kerja KPHP Batu Lanteh.

5. Membuat peta topografi

Peta topografi KPHP Batu Lanteh dibuat dengan cara mengclip peta topografi

Pulau Sumbawa dengan peta wilayah kerja KPHP Batu Lanteh.

6. Intersect peta jenis tanah, peta curah hujan dan peta topografi.

13

Proses ini dilakukan untuk menggabungkan data beserta atributnya yang

memiliki batas geometri yang sama. Feature class yang dihasilkan dari proses

intersect antara peta jenis tanah, peta curah hujan dan peta topografi adalah

polygon yang identik dengan petak di KPHP Batu Lanteh. Proses intersect

sebagai berikut:

a. Geoprocessing

b. Intersect

7. Melakukan klasifikasi kesesuaian lahan dengan pendekatan kuantitatif berjenjang

(skoring area)

Setelah proses intersect selesai, proses selanjutnya adalah klasifikasi kesesuaian

lahan dengan pendekatan kuantitatif berjenjang. Pendekatan ini dilakukan

dengan melakukan skoring, atau penilaian variable atas suatu nilai atribut

tertentu dan melakukan kalkulasi berdasarkan skor/nilai masing-masing variable.

Prosesnya sebagai berikut:

a. Open attribute table

b. Add Field untuk membuat field kls_elev, kls_ch, kls_tanah dan skor total.

c. Mengisi semua field kecuali field skor total, sesuai dengan aturan kesesuaian

lahan tanaman kayu putih yang dibuat.

d. Mengisi field calculator skor total dengan membuat query

[kl_elev]+[kl_ch]+[kl_tanah]

8. Melakukan klasifikasi kesesuaian lahan yang terbagi menjadi sesuai, cukup sesuai

dan tidak sesuai.

a. Open attribute table

b. Add field untuk membuat field kesuaian lahan

c. Select By Attributes

d. Setelah polygon terpilih tersorot, mengisi field kesesuaian lahan dengan field

calculator.

e. Membuat query “3=sesuai”, jika skor total antara 100-84, membuat query

“2=cukup sesuai”, jika skor total antara 83-67 dan membuat query “1=tidak

sesuai”, jika skor total antara 66-50

9. Membuat layout peta kesesuaian lahan tanaman kayu putih

14

Setelah skoring dan analisis kesesuaian lahan selesai, proses selanjutnya adalah

membuat peta kesesuaian lahan tanaman kayu putih pada KPHP Batu Lanteh.

Prosesnya sebagai berikut:

a. Properties

b. Symbology

c. Categories, pilih field kesesuaian lahan

d. Add All Values

e. Klik kanan layer

f. Data

g. Export Data

h. Layouting peta kesesuaian lahan tanaman kayu putih

15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum KPHP Batu Lanteh

Wilayah pengelolaan KPHP Batulanteh, secara administratif pemerintahan

terletak dalam kecamatan Batulanteh, kecamatan Moyo Hulu dan Moyo Hilir, dan

kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sebelah

Utara dibatasi Laut Flores/KPHK P. Moyo, sebelah timur dibatasi KPHP Plampang,

sebelah selatan dibatasi KPHP Orong Telu dan KPHL Ropang dan sebelah Barat

dibatasi KPHL Puncak Ngengas.

Berdasarkan pembagian wilayah berdasarkan pengelolaan hutan KPHP

Batulanteh masuk dalam beberapa Kelompok Hutan (KH), antara lain ; KH. Olat Lake

(RTK 78) seluas 3.381 Ha, KH. Gili Ngara (RTK 79) seluas 2.259 Ha, KH. Rai Rakit

Kwangko (RTK 80) seluas 2.739 Ha, KH. Serading (RTK 36) seluas 1.894 Ha, KH.

Boinsoway (RTK 57) seluas 5.103 Ha, KH. Batulanteh (RTK 61) seluas 17.400 Ha.

KPHP Batu Lanteh terbagi ke dalam 238 petak dengan rincian: 144 petak dengan

fungsi kawasan hutan produksi, 57 petak dengan fungsi kawasan hutan lindung dan

37 petak dengan fungsi kawasan hutan produksi terbatas.

B. Kesesuaian Lahan Tanaman Kayu Putih

Kesesuaian lahan adalah bentuk penggambaran tingkat kecocokan sebidang

lahan untuk suatu penggunaan tertentu (FAO, 1976 dalam Senawi, 1997). Analisis

kesesuaian lahan untuk tanaman kayu putih dilakukan untuk menilai kecocokan

sebidang lahan untuk ditanami kayu putih. Caranya dengan membandingkan antara

persyaratan tumbuh tanaman kayu putih dengan karakteristik lahan yang ada.

Berdasarkan studi pustaka diketahui bahwa tanaman kayu putih tumbuh pada

ketinggian antara 5 sampai dengan 400 m di atas permukaan laut, dengan zona

iklim tropis dan curah hujan rata-rata 1.300 sampai dengan 1.750 mm per tahun

serta umumnya kayu putih relatif mudah ditanam, terutama pada jenis tanah

grumosol, latosol, maupun regosol.

16

Sehingga parameter kesesuaian lahan yang digunakan dalam karya tulis ini

adalah:

1. Topografi atau ketinggian tempat

2. Curah hujan

3. Jenis tanah

Klasifikasi kesesuaian lahan tanaman kayu putih yang digunakan dalam karya

tulis ini ada 3 (tiga) yaitu sesuai, cukup sesuai dan tidak sesuai. Jika hasil analisis

kesesuaian lahan dinyatakan sesuai, maka secara ekologis lahan tersebut cocok

untuk ditanami kayu putih. Jika hasil analisis kesesuaian lahan dinyatakan cukup

sesuai, maka secara ekologis lahan tersebut cukup cocok untuk ditanami kayu putih.

Namun jika hasil analisis kesesuaian lahan dinyatakan tidak sesuai, maka secara

ekologis lahan tersebut tidak cocok untuk ditanami kayu putih.

Tingkat kesesuaian lahan diperoleh dengan melakukan skoring terhadap

ketiga parameter yang eksisting pada petak-petak di KPHP Batu Lanteh. Hasil

skoring setiap parameter kemudian dijumlahkan dan dibandingkan dengan klasifikasi

kesesuaian lahan yang telah dibuat.

Skoring parameter menggunakan sistem pembobotan, dengan total bobot

100. Berikut adalah nilai skor untuk masing-masing parameter:

Tabel 5. Parameter Kesesuaian Lahan Tanaman Kayu Putih

No. Parameter Uraian Kesesuaian Nilai Skor

1. Jenis Tanah Grumusol, Latosol,

Regosol

Sesuai 40

Selain grumusol,

latosol dan regosol

Tidak sesuai 20

2. Curah Hujan

(mm/tahun)

1300 – 1750 Sesuai 30

0 < 1300 dan > 1750 Tidak sesuai 15

3. Ketinggian tempat

(mdpl)

400 Sesuai 30

‘ > 400 Tidak sesuai 15

Dari tabel di atas, dapat dibuat jumlah nilai tertinggi dan nilai terendah untuk

ketiga parameter sebagai berikut:

17

Tabel 6. Nilai Tertinggi dan Terendah Parameter Kesesuaian Lahan

No. Parameter Nilai Tertinggi Nilai Terendah

1. Jenis Tanah 40 20

2. Curah Hujan 30 15

3. Ketinggian tempat 30 15

Jumlah 100 50

Untuk menentukan rentang skala nilai suatu klasifikasi digunakan

rumus yaitu nilai skor terendah dikali selisih jumlah klasifikasi dikurangi satu

dibagi dengan jumlah klasifikasi.

Rentang skala = (Nilai tertinggi-Nilai Terendah) : 3

Dengan demikian rentang skala klasifikasi kesesuaian lahan tanaman kayu putih

sebagai berikut:

Tabel 7. Nilai Skor Klasifikasi Kesesuaian Lahan Tanaman Kayu Putih

No. Kesesuaian Lahan Rentang Skala Nilai Skor

1. Sesuai 84 + 16 =100 100-84

2. Cukup sesuai 67 + 16 = 83 83-67

3. Tidak sesuai 50 + 16 =66 66-50

C. Jenis Tanah di KPHP Batu Lanteh

Jenis tanah di wilayah KPHP Batu Lanteh meliputi alluvial coklat kekelabuan;

alluvial kelabu tua; latosol coklat kemerahan; komplek mediteran coklat dan

mediteran coklat kemerahan; kepulauan; kompleks litosol dan mediteran coklat

kemerahan; kompleks litosol dan mediteran coklat; komplek mediteran coklat dan

latosol; mediteran coklat dan mediteran coklat kemerahan. Dari 238 petak, terdapat

18

39 petak yang cocok untuk kayu putih dan 199 petak yang tidak cocok untuk kayu

putih. Berikut adalah peta jenis tanah di KPHP Batu Lanteh:

Gambar 2. Peta Jenis Tanah KPHP Batu Lanteh

D. Curah Hujan di KPHP Batu Lanteh

Berdasarkan Schmidt dan Ferguson tipe iklim di KPHP Batulanteh mempunyai

tipe D dan E. Curah hujan tahunan di KPHP Batu Lanteh antara 1000-1600

mm/tahun. Hujan mulai turun berkisar bulan November dan Desember, dengan

curah hujan tertinggi 215 – 629 mm/hari. Hari hujan tertinggi 15 – 23 hari, dan

bulan kering pada bulan Mei – November, dengan temperatur berkisar antara 24 -

32°C. Berdasarkan komparasi dengan kesesuaian curah hujan, diketahui bahwa

terdapat 74 petak yang tidak sesuai karena memiliki curah hujan 1000<1300

mm/tahun dan terdapat 164 petak yang sesuai karena memiliki curah hujan 1300-

1600 mm/tahun. Berikut adalah peta curah hujan KPHP Batu Lanteh:

19

Gambar 3. Peta Curah Hujan KPHP Batu Lanteh

E. Topografi di KPHP Batu Lanteh

Untuk mengetahui kondisi topografi KPHP Batu Lanteh, digunakan peta

topografi Pulau Sumbawa yang diclip dengan peta wilayah kerja KPHP Batu Lanteh.

Berdasarkan hasil clip, diketahui bahwa wilayah kerja KPHP Batu Lanteh memiliki

ketinggian antara 0 – 1.737,5 meter di atas permukaan laut. Dari hasil analisis

ARCGIS juga diketahui bahwa terdapat 177 petak yang sesuai untuk tanaman kayu

putih dan 61 petak yang tidak sesuai dengan tanamana kayu putih. Berikut adalah

peta topografi KPHP Batu Lanteh:

20

Gambar 4. Peta Topografi KPHP Batu Lanteh

F. Hasil Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kayu Putih

Analisis kesesuaian lahan untuk tanaman kayu putih dilakukan dengan

pemodelan overlay (intersect) dengan pendekatan kuantitatif berjenjang.

Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan skoring atau penilaian variable atas

suatu nilai atribut tertentu dan melakukan kalkulasi berdasarkan skor masing-masing

variable.

Dari hasil intersect diketahui terdapat 39 (tiga puluh sembilan) petak dengan

luasan 8.509,36 Ha yang sesuai untuk tanaman kayu putih. Jumlah petak dengan

klasifikasi cukup sesuai untuk tanaman kayu putih sebanyak 87 (delapan puluh

tujuh) petak seluas 8.592,63 Ha. Sedangkan jumlah petak yang tidak sesuai untuk

tanaman kayu putih sebanyak 112 (seratus dua belas) petak dengan luasan

14.280,46 Ha.

21

Berdasarkan fungsi kawasan hutan, maka pada hutan produksi, terdapat 52

(lima puluh dua) petak yang cukup sesuai dan 92 (sembilan puluh dua) petak yang

tidak sesuai untuk tanaman kayu putih. Pada hutan produksi terbatas, terdapat 2

(dua) petak yang sesuai untuk tanaman kayu putih dan 35 (tiga puluh lima) petak

yang cukup sesuai. Sedangkan pada hutan lindung, terdapat 37 (tiga puluh tujuh)

petak yang sesuai untuk tanaman kayu putih dan 20 (dua puluh) petak yang tidak

sesuai untuk tanaman kayu putih.

Gambar 5. Peta Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kayu Putih di KPHP Batu Lanteh

22

Berikut adalah tabel jumlah dan luas petak kesesuaian lahan tanaman kayu putih

pada KPHP Batu Lanteh:

Tabel 8. Jumlah dan Luas Petak Berdasarkan Tingkat Kesesuaian Lahan Tanaman

Kayu Putih Pada KPHP Batu Lanteh

No. Tingkat kesesuaian

lahan

Hutan Produksi Hutan Produksi Terbatas

Hutan Lindung Jumlah

Jml

Petak

Luas

Petak (Ha)

Jml

Petak

Luas

Petak (Ha)

Jml

Petak

Luas

Petak (Ha)

Jml

Petak

Luas

Petak (Ha)

1. Sesuai 0 0 2 286,47 37 8.222,89 39 8.509,36

2. Cukup sesuai 52 5.139,50 35 3.453,13 0 0 87 8.592,63

3. Tidak sesuai 92 9.986,60 0 0 20 4.293,86 92 14.280,46

Jumlah 144 15.126,10 37 3.739,60 57 12.516,75 238 31.382,45

Berikut adalah grafik kesesuaian lahan tanaman kayu putih di KPHP Batu Lanteh:

Gambar 7. Grafik Kesesuaian Lahan Tanaman Kayu Putih di KPHP Batu Lanteh

0 0 2 286,47 37

8.222,89

52

5.139,50

35

3.453,13

0 092

9.986,60

0 0 20

4.293,86

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

Jml Petak Luas Petak (Ha) Jml Petak Luas Petak (Ha) Jml Petak Luas Petak (Ha)

Hutan Produksi Hutan Produksi Terbatas Hutan Lindung

Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kayu Putih di KPHP Batu Lanteh

Sesuai Cukup sesuai Tidak sesuai

23

Wilayah kerja KPHP Batu Lanteh terdiri dari hutan lindung dan hutan produksi.

Kawasan hutan tersebut kemudian dibagi per blok dengan pembagian terdiri dari:

1.) hutan lindung (blok inti), 2.) hutan lindung (blok pemanfaatan), 3.) hutan

produksi (blok perlindungan), 4.) hutan produksi (blok pemanfaatan HHK-HA), 5.)

hutan produksi (blok pemanfaatan HHK-HT), 6.) hutan produksi (blok pemberdayaan

masyarakat) dan 7.)hutan produksi (blok khusus). Berdasarkan blok arahan fungsi

tersebut, rincian petak kesesuaian lahan tanaman kayu putih di KPHP Batu Lanteh

adalah sebagai berikut:

Tabel 9. Jumlah dan Luas Petak Berdasarkan Tingkat Kesesuaian Lahan Untuk

Tanaman Kayu Putih Pada Blok Arahan KPHP Batu Lanteh

No. Tingkat kesesuaian lahan

Hutan Produksi dan Hutan Lindung

Jml Petak Luas Petak (Ha) Blok Arahan

1 2 3 4 5 1. Sesuai 25 5.058,47 HL-Inti

12 3.164,42 HL-Pemanfaatan

2 286,47 HP-Pemberdayaan

Masyarakat

Jumlah 39 8.509,36

2. Cukup Sesuai 2 188,41 HP-Khusus

7 647,31 HP-Pemanfaatan

HHBK

49 4.631,86 HP-Pemanfaatan kawasan (wilayah tertentu)

7 1.045,29 HP-Pemberdayaan

Masyarakat

22 2.079,76 HP-Perlindungan

Jumlah 87 8.592,63

3. Tidak Sesuai 11 2.480,80 HL-Inti

8 1.758,91 HL-Pemanfaatan

3 205,54 HP-Pemanfaatan

HHBK

87 9.588,87 HP-Pemanfaatan kawasan (wilayah

tertentu)

3 246,34 HP-Pemberdayaan masyarakat

Jumlah 92 14.280,46

Jumlah 1+2+3 238 31.382,45

24

Dari tabel di atas terlihat bahwa sebaran petak yang sesuai untuk tanaman

kayu putih yang berada di blok HL-Inti sebanyak 25 petak, blok HP-Pemanfaatan

wilayah tertentu sebanyak 12 petak, blok HP-Pemberdayaan masyarakat sebanyak 2

petak. Sebaran petak yang cukup sesuai untuk tanaman kayu putih, pada blok HP-

Khusus sebanyak 2 petak, blok HP-Pemanfataan HHBK sebanyak 7 petak, blok HP-

Pemanfaatan kawasan wilayah tertentu sebanyak 49 petak, blok HP-Pemberdayaan

masyarakat sebanyak 7 petak, blok HL inti sebanyak 3 petak dan blok HP

pemanfaatan sebanyak 10 petak dan HP-Perlindungan sebanyak 22 petak. Sebaran

petak yang tidak sesuai untuk tanaman kayu putih, pada blok HL-Inti sebanyak 11

petak, blok HL-Pemanfaatan wilayah tertentu sebanyak 8 petak, blok HP-

Pemanfaatan HHBK sebanyak 3 petak, blok HP-Pemanfaatan kawasan wilayah

tertentu sebanyak 87 petak dan blok HP-Pemberdayaan masyarakat sebanyak 3

petak.

25

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, kesimpulan yang dapat

diambil sebagai berikut:

1. Jenis tanah pada KPHP Batu Lanteh hanya ada 10 (sepuluh) yaitu alluvial coklat

kekelabuan; alluvial kelabu tua; latosol coklat kemerahan; komplek mediteran

coklat dan mediteran coklat kemerahan; kepulauan; kompleks litosol dan

mediteran coklat kemerahan; kompleks litosol dan mediteran coklat; komplek

mediteran coklat dan latosol; mediteran coklat; dan mediteran coklat kemerahan.

2. Berdasarkan jenis tanah, terdapat 39 petak yang sesuai dan 199 petak yang

tidak sesuai untuk tanaman kayu putih.

3. Tipe iklim pada kawasan KPHP Batu Lanteh adalah antara D dan E, dengan curah

hujan berkisar antara 1000-1600 mm/tahun.

4. Berdasarkan jumlah curah hujan, terdapat 164 petak yang sesuai dan 74 petak

yang tidak sesuai untuk tanaman kayu putih.

5. Ketinggian tempat di KPHP Batu Lanteh antara 0 – 1.737,5 mdpl.

6. Berdasarkan ketinggian tempat, terdapat 177 petak yang sesuai dan 61 petak

yang tidak sesuai untuk tanaman kayu putih.

7. Jumlah petak yang sesuai untuk tanaman kayu putih, sebanyak 39 petak seluas

8.509,36 Ha.

8. Jumlah petak yang cukup sesuai untuk tanaman kayu putih sebanyak 87 petak

seluas 8.592,63 Ha.

9. Jumlah petak yang tidak sesuai untuk tanaman kayu putih sebanyak 92 petak

seluas 14.280,46 Ha.

10. Pada hutan produksi, tidak ada petak yang sesuai untuk tanaman kayu putih.

11. Pada hutan produksi, jumlah petak yang cukup sesuai untuk tanaman kayu putih

sebanyak 52 petak seluas 5.139,50 Ha.

12. Pada hutan produksi, jumlah petak yang tidak sesuai untuk tanaman kayu putih

sebanyak 92 petak seluas 9.986,60 Ha.

26

13. Pada hutan produksi terbatas, jumlah petak yang sesuai untuk tanaman kayu

putih sebanyak 2 petak seluas 286,47 Ha.

14. Pada hutan produksi terbatas, jumlah petak yang cukup sesuai untuk tanaman

kayu putih sebanyak 35 petak seluas 3.453,13 Ha.

15. Pada hutan produksi terbatas, tidak ada petak yang tidak sesuai untuk tanaman

kayu putih.

16. Pada hutan lindung, jumlah petak yang sesuai untuk tanaman kayu putih

sebanyak 37 petak seluas 8.222,89 Ha.

17. Pada hutan lindung, tidak ada petak yang cukup sesuai untuk tanaman kayu

putih.

18. Pada hutan lindung, jumlah petak yang tidak sesuai untuk tanaman kayu putih

sebanyak 20 petak seluas 4.293,86 Ha.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka saran yang diberikan

adalah:

1. Karya tulis ini dapat diberikan kepada managemen KPHP Batu Lanteh sebagai

bahan pertimbangan dalam perencanaan kegiatan rehabilitasi lahan hutan.

2. Kajian-kajian tentang kesesuaian lahan untuk jenis tanaman lain perlu dilakukan,

sebagai bahan pertimbangan kegiatan rehabilitasi lahan hutan agar tingkat

keberhasilan kegiatan bisa tinggi.

27

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Budidaya Kayu Putih. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Anto Rimbawanto dan Mudji Susanto. Topik I Kayu Putih. Buku Seri Iptek V

Kehutanan. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman

Hutan.

Budi Susetyo, dkk. 2014. Analisis Spasial Kemampuan dan Kesesuaian Lahan Untuk

Mendukung Model Perumuasan Kebijakan Manajemen Lanskap di Sempadan

Ciliwung, Kota Bogor. Majalah Ilmiah Globe No. 1 Juni 2014: hal 51-58.

Dr. Noor Khomsah Kartikawati, S.Hut, MP, dkk. 2014. Budidaya dan Prospek

Pengembangan Kayu Putih (Melaleuca cajuputi). IPB Press.

Erlynda Kumalajati, 2017. Bahan Ajar Pengenalan Tanaman Kayu Putih, Pada

Pelatihan Peningkatan Kapasitas Masyarakat Dalam Usaha Pemanfaatan

HHBK Kayu Putih.

G. Manjela Eko Hartoyo, dkk. 2010. Modul Pelatihan Sistem Informasi Geografis

(SIG) Tingkat Dasar. Tropenbos Internasional Indonesia Programme.

I Nyoman Dibia. 2015. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Pengembangan Tanaman

Kayu Putih (Melaleuca leucadendron) pada Kawasan Hutan Produksi Bali

Barat (Kecamatan Gerokgak) Kabupaten Buleleng Bali. Agrotrop. 5 (2): 154-

205 ISSN 2008-155x.

Muhammad Rasid Ridho. Cara Membuat Tabel Rentang Skala Untuk Analisis

Deskriptif. https://emerer.com/cara-membuat-tabel-rentang-skala-untuk-

analisis-deskriptif/

Puspics. Pelatihan Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi

Geografis Tingkat Dasar. Fakultas Geografi UGM. 2017

Puspics. Pelatihan Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi

Geografis Tingkat Analis. Fakultas Geografi UGM. 2018

Rato Firdaus Silamon, dkk, 2015. Analisis Degradasi Lahan dan Evaluasi Kesesuaian

Lahan Hutan Tanaman Industri di Desa Marga Karya, Resort Semamung,

KPHP Batulanteh. Jurnal Sains Teknologi & Lingkungan, Vol.1 No. 2.

28

Senawi, 1997. Identifikasi Sistem Lahan dan Kesesuaian Lahan Hutan Dengan

Teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Program Pasca

Sarjana. Universitas Gadjah Mada.

Sudaryono, 2010. Evaluasi Kesuaian Lahan Tanaman Kayu Putih Kabupaten Buru,

Provinsi Maluku. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vo.11 No. 1 Hal. 105-116

Sofyan Ritung, dkk. 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan dengan Contoh Peta

Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian Tanah dan

World Agroforestry Centre.

Supriyadi, dkk. Studi Kasus Analisis Kesesuaian Untuk Penanaman Spesies Kayu

Putih (Meleleuca leucadendron) pada Wilayah Kerja KPH Yogyakarta dengan

Menggunakan Pemodelan SIG. Pelatihan Aplikasi Teknologi Penginderaan

Jauh dan SIG Tingkat Dasar. 2017