Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas...

155
Volume 12, No.1 Nop 2011 i Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia Dalam Peraturan Perundang-undangan; Label Pangan Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Konsumen; Implikasi Hukum Penerapan Class Action Dalam Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup; Sistem Bagi Hasil Antara Pajak Provinsi Dengan Kabupaten Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009; Implementasi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Transfer Dana Dalam Rangka Menuju Kepastian Hukum Bertransaksi Dana. Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana di Bidang Perpajakan; Volume 12, No.1 Nop 2011 ISSN 1412-2928

Transcript of Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas...

Page 1: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 i

Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia

Dalam Peraturan Perundang-undangan;

Label Pangan Sebagai Bentuk

Perlindungan Hukum Bagi Konsumen;

Implikasi Hukum Penerapan Class Action

Dalam Penyelesaian Sengketa

Lingkungan Hidup;

Sistem Bagi Hasil Antara Pajak Provinsi

Dengan Kabupaten Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009;

Implementasi Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2001 Tentang Transfer Dana

Dalam Rangka Menuju Kepastian

Hukum Bertransaksi Dana.

Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana

di Bidang Perpajakan;

Volume 12, No.1 Nop 2011 ISSN 1412-2928

Page 2: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 ii

JURNAL “YUSTITIA”

Pimpinan Umum/Penanggung Jawab

Dekan Fakultas Hukum Universitas Madura

Pimpinan Redaksi

Muhammad, S.H.,MH.

Wakil Pimpinan Redaksi

Achmad Rifai, S.H., M.Hum.

M.Amin Rachman, S.H., MH.

Sekretaris Redaksi

Sri Sulastri, S.H.,M.Hum.

Konsultan Redaksi

Drs. H. Kutwa, M.Pd.

Drs. H. Abd. Roziq, MH.

Dr. H. Akh. Munif, S.H.,M.Hum.

Redaksi Pelaksana

H. Gatot Subroto, S.H.,M.Hum.

Dr. Ummi Supratiningsih, S.H.,M.Hum.

Win Yuli Wardani, S.H.,M.Hum.

Adriana Pakendek, S.H., MH.M.Si.,MM.

Anni Puji Astutik, S.H., MH.

Pembantu Umum

Hj.Wasilaning Rahayu

Toyyib Muniri

Alamat Redaksi Jl. Raya Panglegur Km.3,5 Telp. (0324) 322231, Fax. (0324) 327417 Pamekasan

E-mail: [email protected]

Yustitia diterbitkan satu kali dalam setahun, sebagai media komunikasi ilmu pengetahuan hukum dan

pembangunan. Untuk itu, redaksi menerima sumbangan tulisan ilmiah yang belum pernah diterbitkan dalam

media lain, dengan persyaratan seperti yang tercantum pada halaman sampul belakang.

Page 3: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 iii

EDITORIAL

Pencantuman hukuman mati dalam beberapa Undang-undang yang berlaku di

Indonesia merupakan bentuk inkonsistensi negara terhadap ideologi dan konstitusi

negaranya sendiri. Dalam Pancasila dan UUD 1945 ditegaskan bahwa hak hidup merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan

oleh siapapun. Selanjutnya ditegaskan pula bahwa negara menjamin hak hidup dari

setiap warga negaranya. Tetapi dalam perundang-undangan Indonesia masih banyak

Undang-undang yang mencantumkan hukuman mati sebagai salah satu ancaman

hukumannya..Hal ini diangkat sebagai tulisan utama dalam volume ini.

Tulisan ke dua memaparkan tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan

Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan merupakan suatu

undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur tentang label pangan sebagai

bentuk perlindungan hukum bagi konsumen namun masih banyak pelanggaran dan

ditemukan makanan dan minuman yang dijual tidak berlabel terutama mamin produk

rumah tangga.

Dampak yang mempengaruhi penerapan class action tentunya sangat signifikan baik ditinjau dari sisi kebaikannya dimana denagan adanya class action mempermudah

perkara ke pengadilan, memperingan biaya dan pemahaman pengetahuan tentang

hukum namun demikian dari sisi lain masih ada kelemahan dimana publikasi gugatan

terhadap tergugat sangat menyudutkan, serta pengelolaan keuangan sangat sulit dalam

pembagiannya.

Tulisan ke empat pajak tiada lain adalah mengambil hak rakyat, oleh karena itu

maka setiap pungutan pajak harus dilaksanakan secara hati-hati. Namun terhadap wajib

pajak berdasarkan ketentuan kena pajak, maka wajib pajak harus membayar pajak.

Berbeda halnya jika wajib pajak dikenakan pajak sebagaimana mestinya, maka wajib

pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Kegiatan transfer dana di lndonesia telah menunjukkan peningkatan, baik dari jumlah transaksi, jumlah nilai nominal transaksi, maupun jenis media yang digunakan,

perkembangan media transfer dana dan permasalahan yang terjadi, diperlukan

pengaturan yang menjamin keamanan dan kelancaran transaksi transfer dana serta

memberikan kepastian bagi pihak yang terkait.

Adapun tulisan yang ke enam adalah mengenai keberadaan pengadilan pajak,

yang menurut Mahkamah Agung lembaga peradilan tersebut inkonstitusional. Sehingga

segala akibat hukum yang dilahirkan oleh lembaga peradilan itu adalah illegal. Namun

nyatanya hingga saat ini lembaga peradilan tersebut masih ada dan melakukan

aktifitasnya sebagai lembaga peradilan.

Editor

Page 4: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 iv

DAFTAR ISI

EDITORIAL …………………………………………………… ii

1. Mohammad, S.H.,MH.

Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia Dalam Peraturan Perundangan-

Undangan ……………………………………………………………………. 1

2. Adriana Pakendek, S.H. MH, M.Si.,MM.

Label Pangan Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Konsumen …. 23

3. M.Amin Rachman, SH.,MH.

Implikasi Hukum Penerapan Class Action Dalam Penyelesaian

Sengketa Lingkungan Hidup ......................................................................... 55

4. H. Akh. Munif.

Sistem Bagi Hasil Antara Pajak Provinsi Dengan Kabupaten

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 ................................ 96

5. Agus Tri Purwandi, S.H.,MH.

Implementasi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Transfer

Dana Dalam Rangka Menuju Kepastian Hukum Bertransaksi Dana ........ 127

6. Anni Puji Astutik, SH.,MH.

Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana di Bidang Perpajakan ............. 136

Page 5: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 v

HUKUMAN MATI DAN HAK ASASI MANUSIA

DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Oleh :

Mohammad, S.H.,M.H.1

ABSTRAK

Hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan

sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya. Di Indonesia sudah puluhan orang dieksekusi mati mengikuti

sistem KUHP. Bahkan selama Orde Baru korban yang dieksekusi sebagian

besar merupakan narapidana politik. Walaupun amandemen kedua konstitusi

UUD 1945, Pasal 28 ayat (1), menyebutkan: “Hak untuk hidup, hak untuk

tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak

untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum,

dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak

asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”, tapi

peraturan perundang-undangan dibawahnya tetap mencantumkan ancaman

hukuman mati.

Kata Kunci: Hukuman Mati – Hak Asasi Manusia – Perundang-

undangan.

A. Pendahuluan

Perdebatan tentang pidana mati sudah cukup lama berlangsung, tidak

terkecuali Indonesia yang masih mencantumkan pidana mati dalam hukum positifnya.

Pembicaraan hukuman mati kembali muncul ketika pada tahun 2003 Presiden

Megawati menolak grasi empat terpidana mati karena kasus narkotika. Terakhir adanya

permohonan Judicial Review terhadap Undang-Undang Narkotika kepada Mahkamah

Konstitusi pada bulan Juli 2007 lalu. Perdebatan terjadi dua kelompok yang masing-

masing kelompok mengemukakan argumentasinya secara logis. Perlu atau tidak sanksi

pidana dapat dilihat dari apakah pidana mati dapat berperan sebagai sarana prevensi dan

represi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh sifat hakekat sanksi, persepsi terhadap

sanksi itu sendiri dan kepastian pelaksanaan sanksi, serta kecepatan penindakan /

1Penulis adalah Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Madura-Pamekasan.

Page 6: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 vi

penerapan sanksi, sehingga hal ini mempengaruhi efektivitas sanksi pidana mati sebagai

sarana prevensi dan revrensi. Efektivitas pidana mati di Indonesia, kendalanya terletak

pada subtansi peraturan, terdapat kelemahan pada pengaturan permohonan peninjauan

kembali dan grasi. Sehingga terdapat tenggang waktu yang relative lama untuk sampai

pada penerapan eksekusi. Namun demikian, kajian ini perlu dibuktikan secara emperis

dan faktual. Hukuman mati (the death penalty), sekalipun sudah memicu perdebatan

sejak ratusan tahun lalu, namun tetap menjadi sorotan publik bahkan memicu kerusuhan

yang berujung pada tindakan perusakan terhadap sejumlah kantor pemerintah. Setidak-

tidaknya, reaksi itulah yang terjadi pada hari-hari pasca eksekusi terhadap Fabianus

Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu, terpidana mati dalam kasus kerusuhan

Poso, yang “diakhiri’ nyawanya oleh regu tembak pada tanggal 22 September 2006.

Putusan pidana mati juga diberikan pada Kolonel Laut (S) M. Irfan

Djumroni. Dia divonis mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti)

III-Surabaya pada 2 Februari 2006. Dia dipecat dari kesatuan TNI-AL karena

membunuh isterinya Ny Eka Suhartini dan Ahmad Taufik SH, hakim pada Pengadilan

Agama Sidoarjo, pada 21 September 2005 bersamaan sidang putusan gono gini

perceraiannya di Pengadilan Agama Sidoarjo. Dia dinilai melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, dan melanggar

Undang-Undang Nomor 12 tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tanpa izin.

Kemudian hukuman mati yang paling mendapatkan perhatian publik yakni

ketika pelaksanaan hukuman mati terhadap pelaku bom Bali Amrozi Cs, Hukuman mati

terhadap Amrozi, Cs bukanlah terpidana terakhir yang harus menghadapi hukuman

mati, tetapi masih ada ratusan terpidana mati lain yang kini sedang menunggu

pelaksanaan hukuman mati. Angka ini jelas bukan merupakan jumlah yang kecil, bila

mengingat Indonesia –menurut catatan Amnesty International- tergolong sebagai salah

satu negara yang paling minim menerapkan hukuman mati sampai tahun 2001,

dikaitkan pula dengan jumlah negara penganut hukuman mati (retentionist countries)

yang terus-menerus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bisa jadi, kini Indonesia menjadi salah satu negara yang paling banyak menjatuhkan hukuman mati

dibanding negara lain di dunia.

Secara yuridis, pelaksanaan hukuman mati, didasarkan pada putusan

pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (incracht van gewssdje). Putusan mana

didasarkan pada ketentuan hukum positif yang berlaku, seperti KUHP, Undang-Undang

Nomor 7/Drt/1955, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997, Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1997, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 26

Tahun 2000, dan lain sebagainya. Dari kenyataan ini, terlihat bahwa penerapan

hukuman mati di Indonesia semakin menunjukkan kecenderungan yang meningkat

dilihat dari peningkatan jumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur hukuman

mati. Persoalannya, apakah penerapan hukuman mati, memang masih layak

dipertahankan? Sejalankah praktek penghukuman seperti itu dilihat dari perspektif hak asasi manusia dan tujuan penghukuman itu sendiri?.

Page 7: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 vii

Beberapa filsafat memandang tujuan penghukuman atau pidana sebagai

bentuk pembalasan dan pemberi rasa takut atau efek pencegah (deterrent effect) bagi

orang lain agar tidak melakukan kejahatan serupa di kemudian hari. Di sisi lain, ada

pula yang memandang hukuman sebagai cara untuk memperbaiki dan memberi efek

jera bagi si pelaku sehingga tidak mau lagi melakukan perbuatan serupa di kemudian

hari. Menurut pandangan pertama, tujuan hukuman baru akan terwujud apabila

pelaku kejahatan diganjar dengan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya dan

semakin berat hukuman akan semakin membuat orang takut melakukan kejahatan.

Masalahnya, apakah filosofi deterrent effect itu berjalan efektif? Melihat praktek

pelaksanaan pidana mati yang ada di Inggris, dimana pada saat orang ramai berkerumun

untuk menyaksikan penggantungan sang pencopet, para pencopet lain justeru

menggunakan kesempatan itu untuk menggerayangi saku para penonton, melahirkan

keraguan apakah penerapan hukuman mati akan membuat orang takut atau justeru

semakin berani untuk melakukan kejahatan.

Bila penerapan hukuman mati itu dimaksudkan sebagai ketentuan hukum

tertulis yang berfungsi untuk menakut-nakuti (sock therapy law), justeru semakin

banyak orang yang tidak takut melakukan korupsi, membunuh secara berencana, melakukan kejahatan terorisme, pelanggaran hak asasi manusia, dan sebagainya.

Hukuman mati, mungkin akan membuat kejahatan si pelaku terbalaskan

setidaknya bagi keluarga korban dan akan membuat orang lain takut melakukan

kejahatan karena akan diancam dengan hukuman serupa. Namun hal itu jelas tidak akan

dapat memperbaiki diri si pelaku dan membuat dirinya jera untuk kemudian hidup

menjadi orang baik-baik, karena kesempatan itu sudah tidak ada lagi disebabkan dirinya

sudah dimatikan sebelum sempat memperbaiki diri. Sebaliknya, tanpa dihukum mati

pun, seorang pelaku kejahatan dapat merasakan pembalasan atas tindakannya dengan

bentuk hukuman lain, misalnya dihukum seumur hidup dengan atau tanpa pencabutan

beberapa hak tertentu atau penjara di tempat yang jauh dan terpencil. Begitu juga bagi

masyarakat, penjatuhan hukuman penjara untuk waktu tertentu di suatu tempat tertentu atau perampasan beberapa barang tertentu, dapat memberi rasa takut bagi seseorang

untuk melakukan kejahatan.

Studi ilmiah secara konsisten gagal menunjukkan adanya bukti yang

meyakinkan bahwa hukuman mati membuat efek jera dan efektif dibanding jenis

hukuman lainnya. Survey yang dilakukan PBB pada 1998 dan 2002 tentang hubungan

antara praktek hukuman mati dan angka kejahatan pembunuhan menunjukkan, praktek

hukuman mati lebih buruk daripada penjara seumur hidup dalam memberikan efek jera

pada pidana pembunuhan. Tingkat kriminalitas berhubungan erat dengan masalah

kesejahteraan atau kemiskinan suatu masyarakat dan berfungsi atau tidaknya institusi

penegakan hukum.

Dukungan hukuman mati didasari argumen diantaranya bahwa hukuman

mati untuk pembunuhan sadis akan mencegah banyak orang untuk membunuh karena gentar akan hukuman yang sangat berat. Jika pada hukuman penjara penjahat bisa jera

Page 8: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 viii

dan bisa juga membunuh lagi jika tidak jera,pada hukuman mati penjahat pasti tidak

akan bisa membunuh lagi karena sudah dihukum mati dan itu hakikatnya memelihara

kehidupan yang lebih luas. Dalam berbagai kasus banyak pelaku kejahatan yang

merupakan residivis yang terus berulang kali melakukan kejahatan karena ringannya

hukuman. Seringkali penolakan hukuman mati hanya didasarkan pada sisi kemanusiaan

terhadap pelaku tanpa melihat sisi kemanusiaan dari korban sendiri,keluarga, kerabat ataupun masyarakat yang tergantung pada korban.Lain halnya bila memang keluarga

korban sudah memaafkan pelaku tentu vonis bisa diubah dengan prasyarat yang jelas.

Hingga Juni 2006 hanya 68 negara yang masih menerapkan praktek

hukuman mati, termasuk Indonesia, dan lebih dari setengah negara-negara di dunia telah

menghapuskan praktek hukuman mati. Ada 88 negara yang telah menghapuskan

hukuman mati untuk seluruh kategori kejahatan, 11 negara menghapuskan hukuman

mati untuk kategori kejahatan pidana biasa, 30 negara negara malakukan moratorium

(de facto tidak menerapkan) hukuman mati, dan total 129 negara yang melakukan

abolisi (penghapusan) terhadap hukuman mati.

Praktek hukuman mati juga kerap dianggap bersifat bias, terutama bias kelas

dan bias ras. Di Amerika Serikat, sekitar 80% terpidana mati adalah orang non kulit

putih dan berasal dari kelas bawah. Sementara di berbagai negara banyak terpidana mati yang merupakan warga negara asing tetapi tidak diberikan penerjemah selama proses

persidangan.

Berangkat dari pemahaman tersebut, jelas bahwa pelaksanaan hukuman mati

sampai saat ini masih menimbulkan pro dan kontra, untuk itu penulis ingin mengangkat

persoalan ini dalam sudut pandang hak asasi manusia, sebagaimana diketahui bahwa

setiap orang memiliki hak yang sama atas hak hidup dan hak atas perlindungan hukum.

Namun ada hal-hal lain yang menjadikan persoalan ini semakin menarik ketika

pelaksanaan hukuman mati dilakukan kepada pasangan pelaku bom Bali, Amrozi, Cs,

bahkan dunia internasionalpun mengamati pelaksanaan hukuman mati terhadap pelaku

teroris tersebut.

Pidana mati adalah sebagai suatu Social Defence yaitu suatu pertahanan sosial untuk menghindarkan masyarakat umum dari bencana dan bahaya ataupun ancaman bahaya

besar yang mungkin terjadi yang akan menimpa masyarakat, yang akan mengakibatkan

kesengsaraan dan mengganggu ketertiban serta keamanan rakyat umum dalam

pergaulan hidup manusia bermasyarakat dan beragama / bernegara

Pidana mati adalah The Right of The Social Defence, yaitu suatu hak di dalam

pertahanan sosial. Hukuman ini diperlukan karena hukuman konvensional sudah tidak

dapat lagi untuk menanggulangi tindak pidana yang dilakukan disamping itu, hukuman

mati ini diperlukan untuk mempertahankan suatu ketertiban dan keamanan dalam suatu

masyarakat dan demi keutuhan sistem yang dianut dalam suatu masyarakat atau negara.2

2 Hartawi A.W, The Death Penalty, Majalah Universitas Diponegoro, Tahun I No. 5,

dalam Andi Hamzah dan A. Sumangelipu, Pidana Mati Di Indonesia, Dimasa Lalu, Kini Dan Di

Masa Depan, Cet. Kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, h. 29-30

Page 9: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 ix

Hak Asasi Manusia sesuai dengan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor

39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia ditegaskan bahwa Hak Asasi Manusia

adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai

makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,

dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang

demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Di Indonesia sudah puluhan orang dieksekusi mati mengikuti sistem KUHP

peninggalan kolonial Belanda. Bahkan selama Orde Baru korban yang dieksekusi

sebagian besar merupakan narapidana politik. Walaupun amandemen kedua konstitusi

UUD '45, pasal 28 ayat 1, menyebutkan: "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak

kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak

untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar

hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam

keadaan apapun", tapi peraturan perundang-undangan dibawahnya tetap mencantumkan

ancaman hukuman mati.

Kelompok pendukung hukuman mati beranggapan bahwa bukan hanya

pembunuh saja yang punya hak untuk hidup dan tidak disiksa. Masyarakat luas juga

punya hak untuk hidup dan tidak disiksa. Untuk menjaga hak hidup masyarakat, maka pelanggaran terhadap hak tersebut patut dihukum mati.

Hingga tahun 2006 tercatat ada 11 peraturan perundang-undangan yang

masih memiliki ancaman hukuman mati, seperti: KUHP, Undang-Undang Narkotika,

Undang-Undang Anti Korupsi, Undang-Undang Anti terorisme, dan Undang-Undang

Pengadilan HAM. Daftar ini bisa bertambah panjang dengan adanya Undang-Undang

Intelijen dan Undang-Undang Rahasia Negara.

Pembicaraan tentang pidana mati akhir-akhir ini menjadi marak kembali,

terutama setelah para penganjur hak-hak asasi manusia, misalnya lembaga Kontras,

yang meyakini bahwa hak hidup adalah hak paling asasi dan secara kodrati melekat

dalam diri setiap manusia, yang oleh sebab itu tak dapat dikurangi ataupun dirampas

menyatakan bahwa penerapan pidana mati benar-benar bertentangan dengan ide dasar hak-hak asasi manusia . Untuk itu mereka berkampanye akan pengahapusan hukuman

mati.

Di negeri-negeri dimana penerapan hukuman mati masih dimungkinkan

demi hukum, gerakan sosial politik untuk penghapusan pidana mati banyak pula

diperjuangkan oleh lembaga lembaga advokasi Hak Asasi Manusia . Para Human rights

defenders ini menggolongkan hukuman mati sebagai pelanggaran prinsip Hak Asasi

Manusia yang bernilai universal yang mana hak-hak kodrati manusia juga untuk hidup

tidaklah boleh dirampas dan tidak bisa dicabut oleh kekuasaan politik manapun juga

berada.

Perjuangan seperti itu telah memetik hasilnya di negara-negara industri maju

yang sudah pada dasawarsa-dasawarsa pertama seusai perang dunia II menghapus

pidana mati dari khazanah perundang-undangan nasionalnya. Di negeri yang resmi penerapan hukum positifnya masih mengenal pidana mati, pun penerapannya telah amat

Page 10: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 x

dibatasi, dan andaikata pidana ini telah terlanjur dijatuhkan, tapi eksekusinya tidak

segera untuk dilakukan.

Dari perspektif hak asasi manusia, penerapan hukuman mati dapat

digolongkan sebagai bentuk hukuman yang kejam dan tidak manusiawi, sebagaimana

dinyatakan dalam Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal

Declaration of Human Rights) yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu”. Jaminan ini dipertegas dengan Pasal 5

DUHAM dan Pasal 7 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik

(International Covenant on Civil and Political Rights-ICCPR) yang berbunyi, “Tidak

seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dihukum

secara tidak manusiawi atau dihina“ dan dikuatkan dengan Protokol Opsional Kedua

atas Perjanjian Internasional mengenai Hak-hak Sipil dan Politik tahun 1989 tentang

Penghapusan Hukuman Mati.

Sekalipun instrumen hukum internasional yang mengatur persoalan hak asasi

manusia tersebut tidak dapat memaksa suatu negara untuk mematuhinya kecuali negara

yang bersangkutan telah menandatangani rumusan hukum yang tertuang dalam

perjanjian internasional yang dibuat untuk itu, namun sebagai bagian dari masyarakat

bangsa-bangsa yang berkomitmen memajukan hak asasi manusia, Indonesia wajib menghormati dan melindungi hak asasi manusia setiap warga negaranya tanpa pandang

bulu.

B. Fungsionalisasi Hukum Pidana

Sifat hukum pidana sebagai ultimum remedium 3, masih banyak diikuti

sebagian besar ahli hukum dan praktisi hukum di Indonesia, meskipun pemberlakuan

sejumlah Undang-undang yang termasuk dalam kategori hukum-hukum sektoral seperti

Undang-undang Perlindungan Konsumen, Undang-undang Perlindungan Anak,

Undang-undang Hak Asasi Manusia, telah meretas suatu dimensi baru dari hukum

pidana. Bila semula hukum pidana mempunyai fungsi yang subsider, artinya sanksi dalam hukum pidana, berupa sanksi yang negatif, baru diterapkan bila sarana-sarana

atau upaya-upaya yang ada, seperti instrumen-instrumen hukum perdata, hukum

administrasi negara, dianggap belum dapat memberikan pemecahan masalah-masalah

hukum yang ada didalam masyarakat secara memadai, sekarang mulai diperkenalkan

bahwa fungsi yang subsider itu berjalan bersama-sama dengan instrumen-instrumen

hukum yang lainnya dalam penegakan hukum. Ada kemungkinan ia tidak lagi hanya

mengemban yang subsider itu.

Jadi, bagaimana cara pandang masyarakat terhadap hukum pidana sebagai

sarana pengendalian social dalam penegakan hukum, tergantung pada pandangan-

3 Sudarto, Hukum Dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981, hal. 50

Page 11: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xi

pandangan yang melatarbelakangi cara pandang itu. Menurut Sudarto ada tiga

pandangan tentang hukum yaitu :

a. pandangan legalistis (ajaran legalisme)

b. pandangan fungsional (ajaran hukum yang fungsional), dan

c. pandangan kritis (ajaran hukum yang kritis) 4

Pandangan yang legalistis ini tercermin dalam adagium “ setiap orang dianggap mengetahui undang-undang”. Dalam pandangan ini, hukum diidentifikkan

dengan undang-undang. Menurut Sudarto, ahli hukum yang bekerja dengan cara

pandang ini, akan mengalami kesulitan untuk mengatur dan memecahkan masalah-

masalah masyarakat yang semula homogen, kini menjadi heterogen.

Dalam konteks hukum pidana, norma-norma hukum pidana hanya ada dalam

ketentuan-ketentuan tertulis yang dibuat dan diberlakukan institusi negara, diluar itu

tidak ada hukum pidana. Pandangan bahwa hukum pidana harus selalu tertulis demi

menjaga dan menegakkan asas legalitas dalam hukum pidana, masih dapat diterima.

Namun ketika dinamika masyarakat begitu cepat, ajaran ini tidak dapat memberikan

jawaban bagaimanakah hukumnya yang seharusnya. Persoalan-persoalan keadilan

mungkin saja dapat diselesaikan dengan dijatuhkannya pidana, karena penjatuhannya

semata-mata ditujukan untuk memuaskan keadilan, memberikan balasan setimpal atas kejahatan yang dilakukan pelaku tindak pidana, seperti barang siapa yang berbuat

kejahatan yang berat maka akan dijatuhi hukuman mati. Sebaliknya ajaran ini tidak

memberikan jawaban apakah penjatuhan hukuman mati itu akan dapat melindungi

masyarakat dari berbagai bentuk dinamika kejahatan.

Menurut Muladi, penerapan pendekatan yang bersifat tradisional itu

membawa konsekuensi fungsi hukum pidana akan selalu diarahkan terutama untuk

mempertahankan dan melindungi naili-nilai moral. Ada tidaknya unsur kesalahan (guilt)

merupakan unsur utama dalam syarat pemidanaan dan biasanya hal ini berkaitan erat

dengan teori pemidanaan yang bersifat retributive.5

Menurut teori retributive (teori absolut; teori pembalasan), pidana dijatuhkan

karena semata-mata orang telah melakukan kejahatan / tindak pidana. Pembalasan dendam merupakan suatu pembalasan yang berusaha memuaskan hasrat balas dendam

para korban atau orang-orang yang bersimpati kepada korban sedangkan hukuman /

pidana yang merupakan penebusan (retribution) tak berusaha memenangkan atau

menghilangkan emosi para korban, namun lebih bertujuan untuk memuaskan tuntutan

keadilan.

4 Ibid, hal. 32 5 Muladi, Fungsionalisasi Hukum Pidana Di Dalam Kejahatan Yang Dilakukan Oleh

Korporasi, makalah pada Seminar Nasional Kejahatan Korporasi, Fak. Hukum Universitas

Diponegoro, Semarang, 1989, hal. 4

Page 12: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xii

Dalam pada itu, adanya pemanfaatan hukum pidana bagi masyarakat,

tercermin pada pandangan-pandangan Bentham tentang tujuan-tujuan dari pidana,

yaitu :

a. mencegah semua pelanggaran,

b. mencegah pelanggaran yang paling jahat,

c. menekan kejahatan d. menekan kerugian / biaya sekecil-kecilnya.6

Memperhatikan tujuan-tujuan dari pidana tersebut, terlihat bahwa betapa

besar peranan hukum pidana merupakan kebutuhan yang tidak dapat dielakkan bagi

suatu system hukum. Penggunaan hukum pidana menurut pandangan fungsional

dititikberatkan pada penilaian apakah sanksi pidana itu dapat menciptakan kondisi yang

lebih baik, ekuivalen dengan pandangan utilitarian. Pandangan ini melihat ketertiban

umum (public order) sebagai sarana perlindungan masyarakat, dengan demikian

pembenaran penggunaan hukum pidana bukanlah karena orang melakukan kejahatan,

melainkan supaya orang tidak melakukan kejahatan.

Selanjutnya, menyangkut ajaran hukum kritis, sebagaimana telah

dikemukakan diatas, bahwa ajaran hukum kritis ini memandang hukum sebagai bagian

dari masyarakat. Hukum dikaji dengan menggunakan ukuran-ukuran yang digunakan oleh hukum itu sendiri, yaitu sejauhmana isi yang khas yang tersembunyi dibalik bentuk

yuridis yang universal itu itu ditentukan oleh perbandingan kekuatan dan struktur

kepentingan yang ada di masyarakat.

Sehingga watak hukum yang sebenarnya dapat dipahami melalui aspirasi-

aspirasi menuju ke hukum yang optimal, yang melekat pada asas-asas hukum, yang

ditujukan mengurangi kesewenang-wenangan penguasa dan melindungi hak-hak asasi

manusia. Berangkat dari konsep pemahaman ini maka setiap penjatuhan pidana, baik itu

berupa hukuman penjara, bahkan sampai pada penjatuhan berupa hukuman mati harus

tetap mengacu kepada kedua konsep diatas, yaitu harus menjunjung rasa keadilan dan

hak-hak asasi manusia.7

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak

yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang

Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan

dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta

perlindungan harkat dan martabat manusia.

Kemudian, dalam pasal 17 dan pasal 18 Undang-undang tersebut

menegaskan bahwa setiap orang :

6 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana, Alumni,

Bandung, 1992, hal. 30 7 Sudarto, op.cit, hal. 17

Page 13: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xiii

“… tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan

permohonan, pengaduan, dan gugatan, dalam perkara pidana, perdata, maupun

administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak,

sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim

yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar “

“…yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah

dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan

untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Berangkat dari kedua pasal tersebut, maka penjatuhan hukuman mati dalam

system hukum pidana di Indonesia masih memerlukan beberapa renungan kembali,

Terlebih dalam pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 menegaskan

bahwa “setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan

taraf kehidupannya.” Untuk itu, tidaklah heran jika terjadi polemik tentang hukuman

mati di Indonesia. Perdebatan antara kubu yang mendukung dan menolak hukuman mati

kembali menghangat minggu-minggu belakangan ini.

C. Beberapa Pandangan Atas Tujuan Pemidanaan

Dalam teori hukum terdapat tujuan pemidanaan yang secara garis besar

dapat dibagai kedalam tiga kelompok teori yaitu :

1. Teori Absolut atau Mutlak atau Teori Pembalasan

Menurut teori ini absolut ini, setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana,

tidak boleh tidak, tanpa tawar menawar. Seorang mendapat pidanapun karena telah

melakukan kejahatan. Tidak dilihat akibat-akibat apapun yang mungkin akan timbul

akibat adanya penjatuhan pidana ini. Teori ini terkesan pembalasan (vergelding) oleh

banyak orang dikemukakan sebagai alasan untuk mempidana suatu kejahatan. Kepuasan

hatilah yang dikejar, selain itu tidak ada.8 Dengan meluasnya pembalasan kepuasan hati ini pada sekelompok orang

maka meluas pula sasaran dari pembalasan kepada orang-orang lain dari si penjahat,

yaitu pada sanak saudara atau kawan-kawan dekatnya. Jadi, teori pembalasan ini

berpendapat bahwa pidana perlu dikenakan sebagai bentuk pembalasan atas apa yang

telah diperbuat oleh si penjahat. Jadi dasar keadilan dari hukum adalah terletak pada

perbuatan jahat itu sendiri, seseorang telah dijatuhi hukuman karena telah berbuat jahat,

sehingga hakekat dari pemidanaan adalah semata-mata untuk menghukum dan

membalas perbuatan yang telah dilakukan.

8 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Eresco, Bandung,

1989, hal. 21

Page 14: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xiv

2. Teori Relatif atau Teori Tujuan

Menurut teori ini, suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu

pidana. Untuk itu tidaklah cukup adanya suatu kejahatan, melainkan harus dipersoalkan

perlu dan manfaatnya suatu pidana bagi masyarakat atau bagi si penjahat sendiri, jadi

adanya pemidanaan ini harus dikaji dari peristiwa-peristiwa masa lampau dan juga

tujuannya untuk masa depan si terpidana. Maka harus ada tujuan lebih jauh daripada hanya menjatuhkan pidana saja. Dengan demikian teori-teori ini juga dinamakan teori

tujuan. Tujuan ini pertama-tama harus diarahkan kepada usaha agar dikemudian hari,

kejahatan yang telah dilakukan itu tidak terulang lagi (prevensi).9

Prevensi ini ada dua macam yaitu prevensi khusus atau special dan prevensi

umum atau general. Keduanya berdasar atas gagasan bahwa mulai dengan ancaman

akan dipidana dan kemudian dengan dijatuhkannya pidana, orang akan takut

menjalankan kejahatan.10 Dalam prevensi special, hal membuat takut ini ditujukan

kepada si penjahat, sedangkan dalam prevensi umum diusahakan agar para oknum

semua sama takut akan menjalankan kejahatan.

Teori tujuan ini, disamping memiliki konsep seperti diatas juga melihat

bahwa dengan menjatuhkan pidana ditujukan agar memperbaiki si penjahat menjadi

orang baik, yang tidak akan lagi melakukan kejahatan. Memperbaiki si penjahat disini terdapat tiga hal pokok yaitu perbaikan yuridis, perbaikan intelektual dan perbaikan

moral.

Perbaikan yuridis mengenai sikap si penjahat dalam hal mentaati undang-

undang, perbaikan intelektual mengenai cara berpikir si penjahat agar ia insyaf akan

buruknya kejahatan, sedangkan perbaikan moral mengenai rasa kesusilaan si penjahat,

agar ia menjadi orang yang bermoral tinggi.

3. Teori Gabungan

Disamping ada teori-teori absolut dan teori-teori relatif tentang hukum

pidana, kemudian muncul teori ketiga, yang disatu pihak mengakui adanya unsure

pembalasan dalam hukum pidana, tetapi dilain pihak mengakui pula unsur prevensi dan unsur memperbaiki penjahat yang melekat pada tiap pidana. Jadi didalam teori

gabungan ini mendasarkan pandangannya pada teori pembalasan dan teori tujuan. Hal

ini berarti bahwa dalam teori gabungan ini yang menjadi dasar dari pemidanaan,

disamping terletak pada kejahatan itu sendiri yaitu pembalasan, juga diakuinya maksud

atau tujuan dari pemidanaan yang mencari manfaat dari penjatuhan hukuman yang

diberikan kepada si penjahat.

Dari uraian diatas, dapatlah disimpulkan bahwa yang menjadi dasar dari

hukum bukanlah hak individu, melainkan hak yang pokok bagi kebutuhan penghidupan

masyarakat bahwa hukum timbul karena manusia hidup bersama dan hanya dapat hidup

bersama, dan hukum itu tidak tergantung pada kehendak penguasa. Denmgan demikian,

9 Ibid, hal. 23 10 Ibid

Page 15: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xv

tujuan hukum pidana berkembang menjadi untuk melindungi individu dan sekaligus

masyarakat terhadap kejahatan dan penjahat itu haruslah disertai penentuan tujuan

pemidanaan yang tidak klasik dengan pidana tidak hanya semata-mata sebagai

pembalasan.

Setelah memahami bahwa pemidanaan (penghukuman secara legal di bidang

hukum pidana) mempunyai sejumlah tujuan, diantaranya menakut-nakuti warga masyarakat luas agar tidak melakukan suatu tindak kriminal, membuat jera si pelaku,

merehabilitasi si pelaku agar tidak lagi berbuat kejahatan. Namun, dalam kenyataannya

tujuan pemidanaan ini pun banyak yang tidak mampu diwujudkan karena vonis

pengadilan, yang tidak jarang terlalu kontras dengan rasa keadilan. Adanya putusan

bebas terhadap pelaku kejahatan, jelas sangat melukai rasa keadilan masyarakat.

Dampak langsung dari fenomena itu adalah membawa masyarakat membuat bentuk

social control.

Oleh karena itu jika dicermati beberapa kasus kekerasan di Indonesia yang

mengakibatkan hilangnya nyawa manusia adalah salah satu dari lemahnya penegakan

hukum. Kasus yang paling hangat saat ini adalah peledakan bom di Bali merupakan

suatu kejahatan. Pelakunya diancam dengan hukuman mati dalam KUHP pasal 340 dan

masuk dalam pembunuhan yang direncanakan (mood). Apabila Undang-undang Antiterorrisme pun digunakan sebagai dasar putusan kemungkinan tidak jauh ada

perbedaan karena KUHP adalah landasan pokok dari segala bentuk perundang-

undangan pidana (dogmatik hukum). Untuk itu tentunya dibutuhkan para hakim yang

berwawasan luas, memiliki kedalaman ilmu hukum, memiliki kedekatan dengan rasa

keadilan rakyat banyak dan tidak berkiblat pada kepentingan politik partai atau

golongan tertentu. Karena para hakim inilah sebagai ujung tombak untuk memulihkan

kepercayaan warga masyarakat terhadap law enforcement di Indonesia.

D. Pidana Mati Dalam Perundang-undangan Indonesia

Secara etimologis istilah “hukum” telah menjadi bahasa nasional Indonesia. Istilah hukum sering kali disinonimkan dengan “recht” {Belanda}, ‘law’ {Inggris} dan

lain sebagainya. Keragaman disiplin ilmu serta latar belakang pengalaman seseorang,

menyebabkan beragam pula dalam memberikan arti tentang hukum. Namun telah kita

sepakati bersama bahwa pengertian hukum adalah aturan atau norma yang dibuat oleh

pihak berwenang yang bersifat mengikat dan memaksa dan bertujuan menciptakan

ketertiban dan keamanan dalam masyarakat.11

Setelah kita menyepakati bahwa sifat hukum adalah mengatur dan memaksa,

oleh karena itu, barang siapa yang melakukan pelanggaran terhadap hukum wajib

mempertanggungjawabkan secara hukum dan dapat dikenai sanksi atau hukuman sesuai

dengan pelanggarannya. Agar hukum tetap ditaati oleh setiap orang maka kualitas

11 Dirdjosisworo, Soedjono, Pengadilan Hak Asasi Manusia Indonesia, Citra Aditya

Bakti, Bandung, 2002, hal. 12

Page 16: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xvi

hukum harus dijaga. Hukum yang berkualitas adalah hukum yang mengandung nilai-

nilai keadilan bagi seluruh masyarakat dan sesuai dengan kehendak / aspirasi mereka.

Sebab, hukum yang baik akan menjamin kepastian hak dan kewajiban secara seimbang

kepada tiap-tiap orang. Oleh karena itu, tujuan hukum adalah di samping akan menjaga

kepastian hukum juga menjaga sendi-sendi keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Begitu pula terhadap pertanggungjawaban atas pelaku tindak pidana tertentu yang menimbulkan kerugian yang besar baik jiwa, materi dan kelangsungan kehidupan

generasi kedepan. Seperti tindak pidana terorisme, narkotika dan sebagainya. Sudah

terang, hukuman mati untuk kejahatan tersebut berdasar atas pembalasan terhadap

perbuatan yang sangat kejam dari seorang manusia. Tujuan menjatuhkan dan

menjalankan hukuman mati selalu diarahkan kepada khalayak ramai agar mereka,

dengan ancaman hukuman mati, akan takut melakukan perbuatan-perbuatan kejam yang

akan mengakibatkan mereka dihukum mati. Berhubungan dengan inilah pada jaman

dahulu hukuman mati dilaksanakan dimuka umum.

Di Indonesia pemerintah kolonial Belanda pada waktu membentuk KUHP

pada tahun 1915 menyimpang dari sikapnya dinegaranya sendiri, dan mempertahankan

hukuman mati di Indonesia untuk kejahatan-kejahatan berat. Bahwa menurut surat

penjelasan atas rancangan KUHP diancam dengan hukuman mati, yaitu : a. kejahatan berat terhadap keamanan negara (pasal-pasal 104, 105, 111 ayat 2,

pasal 124 ayat 3 dan pasal 129)

b. pembunuhan berencana (pasal-pasal 130 ayat 3, pasal 140 ayat 3, pasal 340 )

c. pencurian dan pemerasan dalam keadaan memberatkan (pasal 365 ayat 4 dan

pasal 368 ayat 2)

d. bajak laut, perampokan dipantai, perampokan ditepi laut dalam air surut, dan

perampokan disungai, dilakukan dalam keadaan tersebut dalam pasal 444

KUHP. 12

Sementara itu, menurut KUHP, di Indonesia ada sembilan macam kejahatan

yang diancam pidana mati, yaitu : a. Makar dengan maksud membunuh presiden dan wakil presiden (Pasal 104

KUHP);

b. Melakukan hubungan dengan negara asing sehingga terjadi perang (Pasal 111

Ayat 2 KUHP);

c. Pengkhianatan memberitahukan kepada musuh di waktu perang (Pasal 124 Ayat

3 KUHP);

d. Menghasut dan memudahkan terjadinya huru-hara (Pasal 124 bis KUHP);

e. Pembunuhan berencana terhadap kepala negara sahabat (Pasal 140 Ayat 3

KUHP);

f. Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP);

12 Ibid, hal. 165

Page 17: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xvii

g. Pencurian dengan kekerasan secara bersekutu mengakibatkan luka berat atau

mati (Pasal 365 Ayat 4 KUHP);

h. Pembajakan di laut mengakibatkan kematian (Pasal 444 KUHP);

i. Kejahatan penerbangan dan sarana penerbangan (Pasal 149 K Ayat 2 & Pasal

149 O Ayat 2 KUHP).

Di luar yang disebutkan diatas, masih ada ancaman pidana mati lainnya yaitu terdapat didalam :

a. Tindak Pidana Ekonomi ( Undang-undang Nomor 7/Drt/1955 );

b. Tindak Pidana Narkotik & Psikotropika (Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997

& Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997);

c. Tindak Pidana Korupsi (Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana

telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001);

d. Tindak Pidana terhadap Hak Asasi Manusia (Undang-undang Nomor 26 Tahun

2000);

e. Tindak Pidana Terorisme ( Perpu No 1 Tahun 2002).

Hingga 2009 tercatat lebih dari sepuluh peraturan perundang-undangan yang

masih memiliki ancaman hukuman mati, seperti KUHP, Undang-Undang Narkotika,

Undang-Undang Anti Korupsi, Undang-Undang Anti terorisme, dan Undang-Undang Pengadilan HAM. Daftar ini bisa bertambah panjang dengan adanya RUU Intelijen dan

RUU Rahasia Negara, kemudian terhadap kasus penebangan kayu illegal.

Dalam setiap ancaman pidana mati tersebut selalu dicantumkan alternatif

berupa pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama dua puluh tahun.

Bentuk-bentuk pemidanaan yang dijatuhkan tidaklah terlepas dari latar belakang filosofi

yang melahirkan teori-teori tujuan pemidanaan.

Tujuan pemidanaan lebih menitikberatkan sebagai prevensi dengan maksud

agar orang lain jera untuk tidak melakukan kejahatan. Tujuan pemidanaan selain

memiliki unsur sebagai pencegahan, juga untuk memperbaiki terpidana, di samping

mempertahankan tata tertib hukum. Pidana mati apabila bertujuan sebagai pembalasan

maupun pembelajaran bagi masyarakat atau agar masyarakat menjadi jera untuk tidak mengulangi atau meniru tindakan yang melanggar hukum, ternyata maksud dan tujuan

itu tidaklah tercapai seperti yang diharapkan, karena pada kenyataannya kasus tindak

pidana pembunuhan dan kejahatan narkoba tidak menjadi berkurang, bahkan

meningkat, sekalipun sudah terjadi pemidanaan mati yang dijatuhkan terhadap pelaku

kejahatan tersebut.

Dalam kasus tindak pidana narkoba yang dianggap sebagai kejahatan yang

paling serius dan dapat menjadi alat subversi, bahkan akibat yang ditimbulkan dapat

menghancurkan masa depan anak bangsa. Namun, dalam sejumlah riset menunjukkan,

ternyata tidak ada korelasi antara hukuman mati dengan berkurangnya tingkat kejahatan

tersebut, di Indonesia justru menunjukkan peningkatan dari pengguna dan pengedar,

sampai pada adanya produsen. Dalam kaitan ini, upaya penanggulangan narkoba di

negara-negara maju sudah mulai dilakukan dengan meningkatkan pendidikan sejak dini dan melakukan kampanye antinarkoba, serta penyuluhan tentang bahayanya. Demikian

Page 18: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xviii

seriusnya penanggulangan masalah narkoba bagi kehidupan manusia sudah mendorong

kerja sama internasional dalam memerangi kejahatan narkoba tersebut.

Filosofis pidana mati bagi bangsa Indonesia tidaklah terlepas dari pandangan

dan sikap bangsa Indonesia sebagaimana dituangkan dalam Ketetapan MPR Nomor

XVII/MPR/1998 yang menyebutkan bahwa pandangan dan sikap bangsa Indonesia

mengenai hak asasi manusia adalah bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan Pancasila. Sehingga hak asasi manusia

dirumuskan secara substansi dengan menggunakan pendekatan normatif, empiris,

deskriptif, dan analitis, antara lain disebutkan bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar

yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia

Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup,

kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan,

dirampas atau diganggu gugat oleh siapa pun.

Karena itu, dalam Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tersebut Pasal 1

menugaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara dan seluruh aparatur pemerintah,

untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman hak asasi manusia

kepada seluruh masyarakat. Pandangan dan sikap bangsa Indonesia ini di samping

termuat dalam Piagam Hak Asasi Manusia, juga terangkat dalam amandemen kedua UUD 1945 Pasal 28 A, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup,

mempertahankan hidup dan kehidupannya. Dengan pendekatan filosofis yuridis tersebut

di atas, maka seluruh produk hukum yang ada maupun yang akan ada seharusnya tidak

boleh bertentangan dengan jiwa, pandangan dan sikap bangsa tersebut.

E. Efektifitas Penjatuhan Hukuman Mati Di Indonesia

Bahwa hukuman mati yang diterapkan oleh pemerintah dengan harapan

adanya efek jera bagi masyarakat ternyata disisi lain masih banyak tindak pidana yang

serupa dilakukan oleh orang lain, belum lagi adanya perbedaan pendapat tentang

penerapan hukuman ini. Di Indonesia, sejumlah perundangan menetapkan adanya hukuman mati pada para pelaku kasus pidana. Beberapa vonis mati pernah dijatuhkan

hakim antara lain:

a. Kolonel Laut (S) M. Irfan Djumroni. Dia divonis mati oleh Majelis Hakim

Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) III-Surabaya pada 2 Februari 2006. Dia

dipecat dari kesatuan TNI-AL karena membunuh isterinya Ny Eka Suhartini dan

Ahmad Taufik SH, hakim pada Pengadilan Agama Sidoarjo, pada 21 September

2005 bersamaan sidang putusan gono gini perceraiannya di Pengadilan Agama

Sidoarjo. Dia dinilai melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan

berencana, pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, dan melanggar UU Nomor 12

tahun 1951 tentang kepemilihan senjata tanpa izin.

b. Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu. Dijatuhi vonis mati pada

April 2001 di Pengadilan Negeri Palu, dan ditegaskan kembali dengan Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara pada 17 Mei 2001. Pengadilan

Page 19: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xix

memutuskan bahwa mereka bersalah atas tuduhan pembunuhan, penganiayaan,

dan perusakan di tiga desa di Poso, yakni Desa Sintuwu Lemba, Kayamaya, dan

Maengko Baru. Kasus vonis mati mereka menimbulkan banyak kontroversi

sehingga menyebabkan rencana vonis mati mereka tertunda beberapa kali.

Ketiganya dieksekusi mati pada dinihari 22 September 2006 di Palu. Meskipun

kasus ini sejak awal mengundang kontroversi mengenai keterlibatan ketiganya dalam peristiwa yang didakwakan tersebut.

Kedua contoh kasus hukuman mati diatas merupakan bentuk pemidanaan di

Indonesia dengan harapan menimbulkan efek jera bagi masayarakat luas agar tidak

melakukan perbuatan yang sama seperti terpidana. Namun kasus-kasus serupa tetap

masih bermunculan sampai saat ini. Bahkan kualitas kejahatannya lebih berat lagi

seperti kasus pembunuhan mutilasi yang memakan korban sampai belasan orang, Ryan

dari Jombang. Belum lagi kasus-kasus mutilasi lainnya yang lebih sadis.

Jadi hukuman mati belum tentu akan membuat angka kejahatan akan

berkurang atau membuat seseorang merasa takut untuk melakukan kejahatan sejenis

dengan terpidana mati. Seperti kita ketahui pada kasus Poso, eksekusi mati terhadap

Tibo Cs tidak membuat warga Poso takut untuk terlibat konflik antar kelompok seperti

yang dilakukan Tibo Cs, tetapi justru memicu konflik antara kelompok pendukung dan kelompok penentang eksekusi mati terhadap Tibo Cs. Dari kasus ini terlihat bahwa

tidak ada korelasi antara hukuman mati dengan upaya pencegahan tindak kejahatan.

Namun, saat ini di Indonesia hukuman mati sebenarnya tidak menjadi isu

kontroversial bila pelaksanaannya segera dilakukan sejak putusan berkekuatan tetap.

Seperti pelaksanaan hukuman mati terhadap Amrozi Cs yang berlarut-larut sehingga

menimbulkan banyak kontroversi.

Belum lagi terhadap hukuman mati yang baru dilaksanakan setelah terpidana

menjalani pidana bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun. Pelaksanaan hukuman mati

pun masih tertunda. Misalnya, terpidana mati Ibrahim bin Ujang dan Jurit bin Abdullah

yang permohonan grasinya ditolak Presiden, langsung mengajukan upaya hukum

Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Akibatnya, Kejaksaan Negeri Sekayu, Sumatera Selatan, menangguhkan pelaksanaan hukuman mati, mengingat Pasal 14 ayat

(2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang grasi, mensyaratkan adanya salinan

putusan PK diterima Presiden. Artinya, eksekusi dapat tertunda sampai dengan putusan

PK diterima Presiden bagi terpidana yang mengajukan PK.

Polemik berkepanjangan mengenai hukuman mati ini menimbulkan berbagai

pendapat. Pendapat pertama, hukuman mati menjadi bagian hukum (pidana) positif

Indonesia, karenanya masih relevan untuk dilaksanakan. Pendapat kedua, hukuman mati

bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM) yang menjamin hak untuk hidup sesuai

Perubahan Kedua UUD 1945. Persoalannya, apakah sistem hukuman mati yang diatur

dalam KUHP bertentangan dengan Amandemen Kedua Pasal 28 A dan Pasal 28 I UUD

1945

Polemik berlakunya hukuman mati dalam suatu negara selalu menjadi isu rutinitas dari sistem hukum. Betapa tidak. Berlakunya hukuman mati merupakan bagian

Page 20: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xx

sistem hukum pidana sekaligus merupakan pelaksanaan State Policy atau Staatsbeleid

(Kebijakan Negara). Hukuman mati sebagai bagian Sistem Hukum Pidana hanya

merupakan pelaksanaan dari kebijakan negara, yang harus diakui bahwa kebijakan

negara yang temporer sifatnya ini sering mengalami pembaruan konsep. Belanda,

misalnya, sistem hukuman mati berubah sejalan perubahan kebijakan negara tentang

hukuman mati yang kini tidak dikenal dalam sistem hukum pidananya. Adanya dinamisasi pembaharuan sistem pemidanaan ini berpengaruh pada

penghapusan sistem hukuman mati seperti Brasil, negara-negara Skandinavia, Austria,

bahkan Amnesty International melalui Deklarasi Stockholm pada 11 Desember 1977

menyerukan penghapusan pidana mati.

Dari pendekatan historis, kebijakan hukuman (pidana) mati merupakan

pengembangan dari teori absolut yang mendekatkan diri dengan deterrence effect (efek

jera). Namun, sejalan dinamisasi hukum pidana, pemidanaan lebih ditujukan kepada

teori rehabilitation, yaitu pemulihan terpidana agar dapat kembali bersosialisasi dengan

masyarakat bila terpidana telah menjalani hukumannya sehingga terfokus pada clinic

treatment terhadap terpidana.

Wajar bagi Indonesia yang masih mengakui legalitas hukuman mati melalui

Hukum Pidana (KUHP), Undang-undang Tenaga Atom, Narkotika dan Psikotropika, Korupsi dan terakhir Perpu Terorisme yang semua perbuatannya dianggap sebagai suatu

extra ordinary crimes yang membahayakan kehidupan bangsa dan negara sebagai alasan

eksepsional dan limitatif sifatnya. Sebaliknya, dipahami bersama, konstitusi memberi

perlindungan dan hak hidup kepada warganya sebagai hak asasi.

Dalam pasal 28 A dan Pasal 28 I ayat (1) Perubahan Kedua UUD 1945

secara tegas menyatakan, setiap orang berhak untuk hidup serta berhak

mempertahankan hidup dan kehidupannya, karena itu non-derogable human right

sifatnya atau merupakan HAM yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

Sesuai asas konstitusionalitas, legalitas produk hukum positif di atas yang masih

mempertahankan hukuman mati, seharusnya menyesuaikan dengan amandemen

konstitusi agar tidak bertentangan dengan asas ketatanegaraan lex superiori berdasar Pasal 2 juncto Pasal 4 ayat (1) TAP MPR No III/MPR/2000, karena legalitas hukuman

mati sebagai produk hukum yang lebih rendah bertentangan dengan produk hukum yang

lebih tinggi.

Dalam kaitan dengan sistem hukum pidana, pengecualian pada pasal 28 J

ayat (2) yang berbunyi "Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib

tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang …", makna

"pembatasan", tentu tidak diartikan dalam posisi yang merugikan status tersangka sesuai

Pasal 1 ayat (2) KUHP. Makna "pembatasan" atau "limitatif" ini dapat dipastikan lebih

dulu bahwa tidak mungkinlah perundang-undangan pidana menghukum segala tindakan

yang merupakan pembatasan terhadap hak hidup dan kebebasannya. Tetapi tidak juga

berarti, tidak mungkin konstitusi memberikan suatu pengecualian terhadap pembatasan

HAM, sepanjang pembatasan itu sesuai prinsip lex certa sehingga tidak menimbulkan polemik dan multi-interpretatif seperti soal hukuman mati ini.

Page 21: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xxi

F. Hukuman Mati Ditinjau Dari Penegakan HAM Di Indonesia

Pro dan kontra mengenai hukuman mati akhir-akhir ini kembali mencuat

setelah sembilan hakim konstitusi berbeda pendapat ketika melakukan pengujian

Undang-Undang Narkotika terhadap UUD 1945 khususnya mengenai penerapan

hukuman mati dalam Undang-undang Narkotika. Mahkamah Konstitusi, berpendapat bahwa hukuman mati tidak bertentangan dengan pasal 28 A dan pasal 28 I UUD 1945.

Sedangkan tiga hakim lainnya, yaitu Laica Marzuki, Achmad Roestandi dan Maruarar

Siahaan, menyatakan ketidak-setujuannya atas eksistensi hukuman mati.

Perlu diketahui bahwa tujuan pemidanaan dalam sistem hukum kita ini adalah

untuk memasyarakatkan terpidana sehingga menjadi orang yang baik dan berguna,

membebaskan rasa bersalah pada terpidana dan pemidanaan tidak dimaksudkan untuk

menderitakan dan merendahkan martabat manusia. Hukuman mati bukan cara yang

tepat untuk membebaskan rasa bersalah terhadap terpidana dan dengan eksekusi mati,

tujuan untuk memasyarakatkan terpidana agar menjadi orang yang baik dan berguna

serta dapat diterima kembali di masyarakat tidak dapat tercapai. Hukuman mati ini juga

mendatangkan penderitaan yang sangat berat bagi terpidana, baik pada saat menunggu

eksekusi maupun pada saat eksekusi itu sendiri. Pada saat menunggu eksekusi, terpidana mati mengalami tekanan mental atas hukuman yang akan dijalaninya dan pada

saat dilaksanakannya eksekusi, yang bersangkutan mengalami penderitaan fisik.

Sehingga muncul pendapat bahwa apabila seseorang dijatuhi hukuman mati maka yang

bersangkutan menjalani double punishment.

Sesuai dengan Pancasila yang memiliki kedudukan sebagai dasar filsafat

kenegaraan dan merupakan guiding principle dalam menjalankan kegiatan bernegara di

Indonesia, khususnya sila pertama dan kedua, dalam UUD 1945 pasal 28 A disebutkan

bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan

kehidupannya. Selanjutnya pasal 28 I ayat 1 menyebutkan bahwa hak untuk hidup, hak

untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk

tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak

dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

Selain pasal 28 UUD 1945, hak untuk hidup juga diatur dalam Undang-

UNdang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam pasal 4 Undang-

Undang HAM dinyatakan bahwa hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak

kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,

hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak

dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak-hak manusia yang tidak dapat

dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun (non-derogable rights). Dengan

dipertahankannya hukuman mati dalam sistem hukum di Indonesia berarti negara telah

mengabaikan kewajibannya untuk menjamin hak hidup dari setiap warga negaranya.

Pencantuman hukuman mati dalam beberapa Undang-undang yang berlaku di Indonesia merupakan bentuk inkonsistensi negara terhadap ideologi dan konstitusi

Page 22: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xxii

negaranya sendiri. Dalam Pancasila dan UUD 1945 ditegaskan bahwa hak hidup

merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan

oleh siapapun. Selanjutnya ditegaskan pula bahwa negara menjamin hak hidup dari

setiap warga negaranya. Tetapi dalam perundang-undangan Indonesia masih banyak

Undang-undang yang mencantumkan hukuman mati sebagai salah satu ancaman

hukumannya. Dalam forum internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah melakukan

penelitian mengenai hukuman mati pada tahun 1988 dan memperbaharuinya pada tahun

2002. Dalam kesimpulannya dinyatakan "…it is not prudent to accept the hypothesis

that capital punishment deters murder to a marginally greater extent than does the

threat and application of the supposedly lesser punishment of life imprisonment".

Berdasarkan penelitian tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyerukan agar setiap

negara menghapuskan hukuman mati dari sistem hukum nasionalnya, serta tidak perlu

khawatir akan terjadinya peningkatan tindak kejahatan apabila hukuman mati tersebut

dihapuskan.

Kesadaran akan pentingnya HAM dalam wacana global muncul bersamaan

dengan kesadaran akan pentingnya menempatkan manusia sebagai titik sentral

pembangunan (human centred development). Konsep HAM menempatkan manusia sebagai subyek, bukan obyek dan memandang manusia sebagai makhluk berharga dan

dihormati tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, jenis gender, suku bangsa,

bahasa, maupun agamanya. Sebagai makhluk bermartabat, manusia memiliki sejumlah

hak dasar yang wajib dilindungi, seperti hak hidup, hak beropini, hak berkumpul, serta

hak beragama dan berkepercayaan. Nilai-nilai HAM mengajarkan agar hak-hak dasar

yang asasi tersebut dilindungi dan dimuliakan.

HAM (Hak Asasi Manusia) merupakan suatu konsep etika politik modern

dengan gagasan pokok penghargaan dan penghormatan terhadap manusia dan

kemanusiaan. Gagasan ini membawa kepada sebuah tuntutan moral tentang bagaimana

seharusnya manusia memperlakukan sesamanya. Tuntutan moral tersebut sejatinya

merupakan ajaran inti dari semua agama. Sebab, semua agama mengajarkan pentingnya penghargaan dan penghormatan terhadap manusia, tanpa ada pembedaan dan

diskriminasi sedikit pun. Tuntutan moral itu diperlukan, terutama dalam rangka

melindungi seseorang atau suatu kelompok yang lemah atau dilemahkan dan semena-

mena yang biasanya datang dari pihak penguasa.

Pemberlakuannya di Indonesia tidak dapat dibenarkan atau bertentangan

dengan prinsip-prinsip HAM maupun hak sipil karena membatasi Hak hidup seseorang

dimana hak tesebut tidak dapat dicabut atau direnggut dalam keadaan atau dengan

alasan apapun (non-derogable rights) dan tidak ada satu manusia atau suatu lembaga

pun yang berhak membatasi hak hidup seseorang termasuk sebuah negara walau dengan

alasan hukum. Memang ada betulnya jika disinggungkan dengan Hak Asasi Manusia

karena dalam Dalam Pasal 9 Undang-Undang No.39 Tahun 1999 disebutkan bahwa : "

Setiap orang berhak untuk hidup.... "

Page 23: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xxiii

Jika lebih diteliti lagi Hukuman mati merupakan jenis pelanggaran hak asasi

manusia yang paling penting, yaitu hak untuk hidup (right to life). Hak fundamental

(non-derogable rights) ini merupakan jenis hak yang tidak bisa dilanggar,dikurangi,atau

dibatasi dalam keadaan apapun, baik itu dalam keadaan darurat, perang, termasuk bila

seseorang menjadi narapidana.

Indonesia sendiri ikut menandatangani Deklarasi Universal HAM dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah meratifikasi Konvensi Internasional Hak

Sipil Politik, keduanya secara jelas menyatakan hak atas hidup merupakan hak setiap

manusia dalam keadaan apapun dan adalah kewajiban negara untuk menjaminnya.

Sayangnya ratifikasi Konvensi Sipil Politik ini tidak diikuti pula dengan ratifikasi

Protokal Tambahan Kedua Konvensi Internasional tentang Hak Sipil Politik tentang

Pengahapusan Hukuman Mati. Hukuman mati memiliki turunan pelanggaran HAM

serius lainnya, yaitu pelanggaran dalam bentuk tindak penyiksaan (psikologis), kejam

dan tidak manusiawi. Hal ini bisa terjadi karena umumnya rentang antara vonis

hukuman mati dengan eksekusinya berlangsung cukup lama.

Tragisnya Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan dan

mengadopsinya menjadi Undang-Undang Anti Penyiksaan (Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1998). Namun perlu diteliti lebih jauh lagi bahwa hukuman mati masih sangat diperlukan di negara kita. Undang-Undang HAM memang melindungi hak hidup setiap

orang tapi Undang-Undang tersebut tidak menjelaskan secara detail hak hidup untuk

siapa jika setiap orang yang dimaksud masing-masing berada pada posisi pelaku

pebunuhan serta korban pembunuhan, jika hak hidup ditujukan untuk korban karena

berada pada posisi yang lemah.

Berbagai alasan dikeluarkan untuk menentang hukuman mati. Alasan

utamanya adalah melanggar hak hidup dan tidak memberi kesempatan bagi sang

terpidana untuk memperbaiki diri. Mereka mungkin akan bersuara lain bila berada pada

pihak yang dirugikan oleh terpidana, terdengar pihak keluarga seorang korban

pembunuhan dengan keras menuntut pelaku dihukum mati. Orang-orang yang

menderita secara langsung atau tidak dengan narkoba, menuntut pengedar narkoba dihukum mati. Tak sedikit pula yang menuntut para koruptor dihukum mati, Dan juga

soal hukuman mati kepada para teroris. Jadi Layak atau tidaknya hukuman mati

seharusnya ditilik dari kejahatan yang dilakukan.

Sebagai contoh. Kasus Ryan sang pembunuh berantai yang dengan teganya

menghabiskan 11 orang yang salah 1 diantaranya adalah balita. Jika pengadilan nanti

akan mengganjar dia dengan hukuman seumur hidup, artinya hak hidup dia dapatkan,

lalu masih menjadi beban negara dan bahkan mungkin mendapatkan fasilitas tambahan

entah dari mana. Oleh karena ia cukup mendapat hukuman penjara. Padahal dampak

yang diharapkan dari hukuman mati sebetulnya bukanlah tidak sekedar untuk membayar

kejahatannya saja, melainkan juga untuk memberikan semacam warning agar

masyarakat tidak melakukan kejahatan yang sama.

Hukuman mati persis menunjukkan adanya kewenangan mencabut hak untuk hidup. Pidana mati dianggap sebagai hukuman yang kejam, tak berperikemanusiaan

Page 24: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xxiv

serta menghina martabat manusia. Hukuman ini jelas melanggar hak untuk hidup.

Eksekusi mati memang pelanggaran serius oleh negara betapa pun seriusnya perbuatan

pidana yang dilakukan seseorang.

Jika UUD 1945 dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia melindungi hak

untuk hidup bagi setiap orang, seharusnya Undang-Undang lainnya mematuhi perintah

yang terdapat di dalamnya. Tapi persoalannya justru masih banyak ketentuan pidana yang tidak konsisten atau bertentangan dengan UUD dan Undang-Undang HAM

tersebut. Bahkan ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik

sama tak konsistennya dengan ketentuan pidana mati. Dalam sistem peradilan pidana,

penerapan hukuman mati dapat berbuah kegagalan yang tak mungkin diperbaiki.

Kekhawatiran ini ditambah lagi dengan masalah "mafia peradilan" dan kelemahan

lainnya yang masih melekat dalam sistem peradilan di Indonesia.

Sejumlah kasus dalam peradilan pidana, persoalan yang dihadapi terdakwa

adalah akses pada pengacara. Bagi warga asing, menghadapi kesulitan akses untuk

mendapatkan penerjemah. Selain itu, telah menjadi kebiasaan dan praktek penyiksaan

atas tersangka dan terdakwa yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1998 Ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Hukuman atau Perlakuan

yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia. Dengan menyimak masih adanya ketentuan pidana mati dan kelemahan

sitem peradilan, setiap orang yang dijatuhi hukuman mati perlu mengajukan grasi

kepada presiden. Ketika grasi diajukan sudah seharusnya aparat yang berwenang

menunda eksekusi sampai presiden memutuskan apakah memberikan grasi atau tidak.

Namun sudah jelas dalam KUHP disebutkan hukuman mati ialah suatu

hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat yang

dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya. Di Indonesia sudah puluhan orang

dieksekusi mati mengikuti sistem KUHP. Bahkan selama Orde Baru korban yang

dieksekusi sebagian besar merupakan narapidana politik. Walaupun amandemen kedua

konstitusi UUD 1945, pasal 28 ayat 1, menyebutkan: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak

disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan hak untuk tidak

dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat

dikurangi dalam keadaan apapun”, tapi peraturan perundang-undangan dibawahnya

tetap mencantumkan ancaman hukuman mati.

G. Penutup

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dijelaskan bahwa

hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan sebagai

bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya. Di

Indonesia sudah puluhan orang dieksekusi mati mengikuti sistem KUHP. Bahkan

selama Orde Baru korban yang dieksekusi sebagian besar merupakan narapidana politik. Walaupun amandemen kedua konstitusi UUD 1945, Pasal 28 ayat (1),

Page 25: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xxv

menyebutkan: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan

hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi

di depan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut

adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”, tapi

peraturan perundang-undangan dibawahnya tetap mencantumkan ancaman hukuman

mati. Pencantuman hukuman mati dalam beberapa Undang-undang yang berlaku di

Indonesia merupakan bentuk inkonsistensi negara terhadap ideologi dan konstitusi

negaranya sendiri. Dalam Pancasila dan UUD 1945 ditegaskan bahwa hak hidup

merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan

oleh siapapun. Selanjutnya ditegaskan pula bahwa negara menjamin hak hidup dari

setiap warga negaranya. Tetapi dalam perundang-undangan Indonesia masih banyak

Undang-undang yang mencantumkan hukuman mati sebagai salah satu ancaman

hukumannya.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia, yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak

yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang

Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta

perlindungan harkat dan martabat manusia. HAM (Hak Asasi Manusia) merupakan

suatu konsep etika politik modern dengan gagasan pokok penghargaan dan

penghormatan terhadap manusia dan kemanusiaan. Gagasan ini membawa kepada

sebuah tuntutan moral tentang bagaimana seharusnya manusia memperlakukan

sesamanya. Tuntutan moral tersebut sejatinya merupakan ajaran inti dari semua agama.

Sebab, semua agama mengajarkan pentingnya penghargaan dan penghormatan terhadap

manusia, tanpa ada pembedaan dan diskriminasi sedikit pun. Tuntutan moral itu

diperlukan, terutama dalam rangka melindungi seseorang atau suatu kelompok yang

lemah atau dilemahkan dan semena-mena yang biasanya datang dari pihak penguasa.

Sedangkan tujuan pemidanaan lebih menitikberatkan sebagai prevensi dengan maksud agar orang lain jera untuk tidak melakukan kejahatan. Tujuan

pemidanaan selain memiliki unsur sebagai pencegahan, juga untuk memperbaiki

terpidana, di samping mempertahankan tata tertib hukum. Pidana mati apabila bertujuan

sebagai pembalasan maupun pembelajaran bagi masyarakat atau agar masyarakat

menjadi jera untuk tidak mengulangi atau meniru tindakan yang melanggar hukum,

ternyata maksud dan tujuan itu tidaklah tercapai seperti yang diharapkan, karena pada

kenyataannya kasus tindak pidana pembunuhan dan kejahatan narkoba tidak menjadi

berkurang, bahkan meningkat, sekalipun sudah terjadi pemidanaan mati yang dijatuhkan

terhadap pelaku kejahatan tersebut.

Disamping itu perlu diketahui bahwa tujuan pemidanaan dalam sistem hukum

kita ini adalah untuk memasyarakatkan terpidana sehingga menjadi orang yang baik dan

berguna, membebaskan rasa bersalah pada terpidana dan pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia. Hukuman mati

Page 26: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xxvi

bukan cara yang tepat untuk membebaskan rasa bersalah terhadap terpidana dan dengan

eksekusi mati, tujuan untuk memasyarakatkan terpidana agar menjadi orang yang baik

dan berguna serta dapat diterima kembali di masyarakat tidak dapat tercapai. Hukuman

mati ini juga mendatangkan penderitaan yang sangat berat bagi terpidana, baik pada saat

menunggu eksekusi maupun pada saat eksekusi itu sendiri. Pada saat menunggu

eksekusi, terpidana mati mengalami tekanan mental atas hukuman yang akan dijalaninya dan pada saat dilaksanakannya eksekusi, yang bersangkutan mengalami

penderitaan fisik. Sehingga muncul pendapat bahwa apabila seseorang dijatuhi

hukuman mati maka yang bersangkutan menjalani double punishment.

Page 27: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xxvii

LABEL PANGAN SEBAGAI BENTUK PERLINDUNG HUKUM

BAGI KONSUMEN

Oleh:

Adriana Pakendek, S.H.,MH, M.Si, MM.13

ABSTRAK

Pemberian label pangan adalah suatu bentuk perlindungan hukum bagi

konsumen.Tujuan pemberian label pangan yang dikemas adalah agar

masyarakat yang membeli dan atau mengkonsumsi pangan memperoleh

informasi yang benar dan jelas tentang setiap produk pangan yang

dikemas,baik menyangkut asal,keamanan,mutu,kandungan gizi maupun

keterangan lain yang diperlukan sebelum memutuskan akan membeli dan atau

mengkonsumsi pangan tersebut, karena masih banyak juga produsen maupun

konsumen tidak memperhatikan walaupun sudah ada aturannya.

Kata kunci: Label Pangan,Perlindungan Hukum, Konsumen

LATAR BELAKANG

Di media masa atau di media elektronik sering diberitakan kejadian-kejadian

keracunan makanan atau minuman (mamin) yang menimpa tidak hanya anak-anak

tetapi juga orang dewasa. Kasus keracunan mungkin bukanlah suatu kesengajaan tetapi

keteledoran dan ketidakhati-hatian berbagai pihak seperti pengusaha makanan dan

minuma14n (mamin), penjaja mamin, atau pembeli/konsumen yang tidak waspada akan

itikad buruk para penjual.

Suatu keanehan yang ditemukan bahwa bungkus atau kemasan produk

makanan-minuman jeli tersebut ternyata ada labelnya dan peredarannya resmi karena punya izin Departemen Kesehatan serta batas kedaluwarsanya masih jauh. Tentunya

pertanyaan akan muncul di benak kita bahwa ternyata mamin ber-label pun tidak aman

dan bukan jaminan untuk tidak menyebabkan hal buruk bagi kesehatan.

Untuk melacak penyebab keracunan tersebut maka sampel mamin yang

disuguhkan haruslah dibawa ke laboratorium yang sudah memenuhi persyaratan. Selain

itu setiap mamin yang berlabel harus dicatat apakah mamin itu layak dikonsumsi

13 Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Unira.

Page 28: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xxviii

manusia. Yang jelas di sini bahwa kasus keracunan sangat mudah terjadi di tengah

masyarakat atau konsumen.

Suatu kasus yang pernah dimuat di harian Jawa Pos, 15 Maret 2004,

menyebutkan di Amerika sekitar 50 berondong jagung bermerek yang berlabel, mulai

dari popcorn super buttery (asin) sampai sugery sweet (manis) sedang diperiksa

kandungannya. Hal ini menyusul laporan suatu penelitian yang dilakukan EPA’S yang mengatakan bahwa popcorn alias berondong jagung bisa mencemari lingkungan, oleh

karena beberapa bahan kimia yang dilepaskan ke udara ketika sekantung plastik

popcorn dibuka1.

Dalam berdagang mamin para pelaku usaha selain memproduksi barang

dagangannya sendiri tetapi ada juga yang hanya menampung dari pelaku usaha rumah

tangga kemudian seolah-olah hasil produksinya sendiri lalu mengemasnya dan

diperjual-belikan. Cara yang dilakukan para pengusaha atau pedagang yang mengambil

produk mamin dari masyarakat dan dikemas oleh pedagang tersebut bahkan diberi

embel-embel label dan dijamin halal merupakan perbuatan yang sudah lazim ditemukan.

Perbuatan pelaku usaha dengan menempeli sendiri label mungkin masih

dianggap kurang penting bagi pelaku usaha atau kurang disadari manfaat dan fungsinya,

bahwa pencantuman label tidak sembarangan saja tetapi ada aturan yang harus diikuti. Lebih ironis lagi masih banyak masyarakat yang mengkonsumsinya mungkin dengan

alasan murah dan sederhana serta turut memajukan usaha rumah tangga. Tetapi

perbuatan masyarakat tersebut ternyata malah mendukung menjamurnya usaha ‘illegal’

mereka.

Sehubungan dengan label, masyarakat perlu informasi yang benar, jelas serta

lengkap dan bagi pelaku usaha dengan pencantuman label ini dapat memperoleh

perlindungan dan jaminan kepastian hukum. Di Negara kita Indonesia yang mayoritas

masyarakatnya beragama Islam secara khusus dan non diskriminatif perlu dilindungi

dengan adanya jaminan halal melalui pencantuman label halal. Dengan demikian

pencantuman label yang jujur sangat diharapkan sebab label tidak hanya berhubungan

dengan kesehatan tetapi juga jaminan perlindungan secara batiniah yang harus diberikan kepada masyarakat.

Sehubungan dengan itu maka Pemerintah sangat peduli akan keselamatan

konsumen oleh karenanya dibentuklah suatu undang-undang tentang perlindungan

konsumen. Tepatnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, dimana dalam undang-undang ini ada larangan bagi pelaku usaha untuk

1 Adriana Pakendek, Pencantuman Label Pangan Pada Produk-Produk

Pangan/Camilan di Pamekasan Ditinjau Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan, Skripsi, Universitas Madura, Pamekasan, 2004, h.33

Page 29: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xxix

tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa dan tidak memasang label yang disertai

dengan penjelasan.

Selain itu disebutkan juga bahwa perlindungan konsumen berdasarkan asas

kepastian hukum. Dalam penjelasannya asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik

pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Sebagai tindak lanjut dari adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut

maka dibuatlah peraturan tentang label dan iklan pangan yaitu Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Bahwa label

pangan merupakan sarana dalam kegiatan perdagangan pangan yang memiliki arti

penting, sehingga perlu diatur dan dikendalikan agar informasi mengenai pangan yang

disampaikan kepada masyarakat adalah benar dan tidak menyesatkan.

RUMUSAN MASALAH

Adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1999 tentang

Label dan Iklan Pangan belumlah menjadi jaminan yang betul-betul bagi para konsumen.

Dalam kehidupan masyarakat sangat mudah terancam dengan berbagai

perbuatan yang jelas-jelas atau terselubung dapat meracuni kesehatan mereka melalui

mamin yang tidak dijamin mutunya. Karena perilaku dan itikad baik para pelaku usaha

sangat dituntut untuk menaati peraturan tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapatlah memunculkan

beberapa pertanyaan: Bagaimanakah perlindungan hukum bagi konsumen dengan

adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

SUMBER-SUMBER HUKUM KONSUMEN

Di samping Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hukum konsumen

“ditemukan” di dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di dalam

pasal 64 (Bab Ketentuan Peralihan) disebutkan bahwa segala ketentuan peraturan

perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat

Undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara

khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.

Dengan demikian dapat diartikan bahwa untuk “membela” konsumen masih

harus dipelajari semua peraturan perundang-undangan umum yang berlaku. Peraturan

perundang-undangan umum yang berlaku, memuat juga berbagai kaidah menyangkut

hubungan dan masalah konsumen.

Page 30: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xxx

Sekalipun peraturan perundang-undangan itu tidak khusus diterbitkan untuk

konsumen atau perlindungan konsumen, setidak-tidaknya ia merupakan sumber juga

dari hukum konsumen dan/atau hukum perlindungan konsumen. Beberapa di antaranya

akan diuraikan berikut ini 2.

1. Undang-Undang Dasar dan Ketetapan MPR Hukum Konsumen, terutama Hukum Perlindungan Konsumen mendapatkan

landasan hukumnya pada Unadng-Undang Dasar 1945, Pembukaan, Alinea ke-4

berbunyi:

“…Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia…”

Umumnya sampai saat ini, orang bertumpu pada kata “segenap bangsa”

sehingga ia diambil sebagai asas tentang persatuan seluruh bangsa Indonesia (asas

persatuan bangsa). Tetapi di samping itu dari kata “melindungi”, di dalamnya

terkandung pula asas perlindungan (hukum) pada segenap bangsa. Perlindungan hukum

pada segenap bangsa itu, tanpa kecuali laki-laki atau perempuan, orang kaya atau

miskin, orang kota atau orang desa, orang asli atau orang keturunan, dan pengusaha/pelaku usaha atau konsumen.

Landasan hukum lainnya termuat dalam pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

Dasar 1945, yang berbunyi:

“Tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”

Apabila kehidupan seseorang terganggu atau diganggu oleh pihak/pihak-pihak

lain maka alat-alat negara akan turun tangan, baik diminta atau tidak, untuk melindungi

dan atau mencegah terjadinya gangguan tersebut. Untuk melaksanakan perintah UUD

1945 melindungi segenap bangsa, dalam hal ini khususnya melindungi konsumen, maka

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah menetapkan berbagai Ketetapan MPR,

khususnya sejak tahun 1978. Pada TAP MPR tahun 1993 makin jelas kehendak rakyat atas adanya perlindungan konsumen, sekalipun dengan kualifikasi yang berbeda-beda.

Pada TAP MPR 1978 digunakan istilah “menguntungkan” konsumen, TAP

MPR 1988 “menjamin” kepentingan konsumen, dan TAP MPR 1993 digunakan istilah

“melindungi” kepentingan konsumen.

2. Hukum Konsumen dalam Hukum Perdata

Hukum perdata yang dimaksudkan di sini adalah hukum perdata dalam arti

luas, termasuk hukum perdata, hukum dagang serta kaidah-kaidah keperdataan yang

2 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Suatu Pengantar, Daya Widya,

Jakarta, 1999, h. 31-43

Page 31: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xxxi

termuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Baik hukum perdata

tertulis maupun hukum perdata tidak tertulis (hukum adat).

Kaidah-kaidah hukum perdata umumnya termuat dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (KUHPer), juga kaidah-kaidah hukum perdata adat yang tidak tertulis

tetapi ditunjuk oleh pengadilan-pengadilan dalam perkara-perkara tertentu.

Di samping itu dalam berbagai peraturan perundang-undangan lain, tampaknya termuat pula kaidah-kaidah hukum yang mempengaruhi dan/atau termasuk dalam

bidang hukum perdata. Antara lain tentang siapa yang dimaksudkan sebagai subjek

hukum dalam suatu hubungan hukum konsumen, hak-hak dan kewajiban masing-

masing, serta tata cara penyelesaian masalah yang terjadi dalam sengketa antara

konsumen dan penyedia barang dan/atau penyelenggara jasa yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan bersangkutan.

3. Hukum Konsumen dalam Hukum Publik

Dengan hukum publik dimaksudkan hukum yang mengatur hubungan antara

negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antara negara dengan perorangan.

Termasuk hukum publik, dan terutama dalam kerangka hukum konsumen dan atau

hukum perlindungan konsumen, adalah hukum administrasi negara, hukum pidana, hukum acara perdata, dan atau hukum acara pidana dan hukum internsional khususnya

hukum perdata internasional.

Segala kaidah hukum maupun asas-asas hukum ke semua cabang-cabang

hukum publik itu sepanjang berkaitan dengan hukum konsumen dan/atau masalahnya

dengan penyedia barang atau penyelenggara jasa, dapat pula diberlakukan.

Beberapa Aspek Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen

1. Aspek Keperdataan

Aspek keperdataan dimaksudkan segala hal berkaitan dengan hak-hak dan

kewajiban konsumen yang bersifat keperdataan. Hal-hal yang penting dalam hubungan konsumen dan penyedia barang dan atau penyelenggara jasa (pelaku usaha) antara

lain 3:

1.1. B

erkaitan dengan Informasi

Bagi konsumen, informasi tentang barang dan atau jasa merupakan kebutuhan

pokok sebelum ia menggunakan sumber dananya (gaji, upah, honor, dll) untuk

mengadakan transaksi konsumen tentang barang/jasa tersebut. Informasi dapat

diperoleh dari keterangan atau bahan-bahan, lisan atau tertulis, baik dari pelaku usaha

atau kalangan pemerintah dan dari konsumen itu sendiri.

3 Ibid., h. 55-68

Page 32: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xxxii

Dari kalangan pelaku usaha umumnya dari berbagai bentuk iklan baik melalui

media non-elektronik atau elektronik, label termasuk pembuatan berbagai selebaran,

seperti brosur, pamflet, katalog, dan lain-lain. Informasi dari kalangan pemerintah dapat

diserap dari berbagai penjelasan, siaran, keterangan, penyusunan peraturan perundang-

undangan atau tindakan pemerintah terhadap sesuatu produk konsumen.

Sedangkan informasi dari konsumen atau organisasi konsumen berasal dari pembicaraan dari mulut ke mulut tentang suatu produk konsumen, surat-surat pembaca

pada media massa, berbagai siaran kelompok tertentu, tanggapan atau protes organisasi

konsumen. Siaran organisasi konsumen seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia

(YLKI) tentang hasil-hasil penelitian dan atau riset produk konsumen tertentu.

1.2. Bentuk Informasi

Sepertinya yang paling berpengaruh adalah informasi yang bersumber dari

kalangan pelaku usaha. Terutama dalam bentuk iklan dan label. Iklan adalah bentuk

informasi yang umumnya bersifat sukarela, sekalipun pada akhir-akhir ini termasuk

juga yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (pasal 9,10, 12, 13,

17, dan pasal 20).

Sedangkan label merupakan informasi yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengaturan tentang informasi yang disebut dengan

berbagai istilah seperti penandaan, label, atau etiket.

2. Aspek Hukum Publik

2.1. Aspek Hukum Administrasi

Hukum administrasi mengatur kegiatan penataan dan kendali pemerintah

terhadap berbagai kegiatan kehidupan kemasyarakatan termasuk di antaranya membuat

peraturan perundang-undangan, pemberian izin atau lisensi, mengadakan perencanaan,

dan pemberian subsidi 4.

2.2. Aspek Hukum Pidana

Sebagaimana diketahui tiap aturan pidana berlaku terhadap setiap orang

dan/atau badan usaha yang berada di Indonesia. Tetapi untuk kejahatan-kejahatan dan

atau pelanggaran tertentu setiap orang di luar Indonesia juga dapat dikenakan tindak

pidana tertentu berdasarkan KUHP Indonesia 5.

Suatu contoh kasus yaitu putusan pengadilan berkenaan dengan pelanggaran

pasal 205 KUHP adalah dalam kasus biskuit Super Marie beracun (Putusan Pengadilan

Negeri No. 30/Pid.B/1990/PN.TNG. jo Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No.

4 Ibid., h. 111 5 Ibid., h. 133

Page 33: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xxxiii

60/Pid/1991/PT.Bdg. dan Putusan Mahkamah Agung No. 675 K/Pid/1994), di mana

pelakunya dipidana penjara 6 bulan dengan masa percobaan setahun.

Pasal 205 KUHP yang berbunyi:

Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan bahwa barang-barang yang

berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual, diserahkan atau

dibagi-bagikan, tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang memperoleh, diancam dengan pidana penjara

paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan

atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

Jika perbuatan mengakibatkan matinya orang, yang bersalah dikenakan

pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau kurungan

paling lama satu tahun.

Barang-barang itu dapat disita.

1.3. Aspek Hukum Perdata Internasional

Yang dimaksud Hukum Perdata Internasional (HPI) menurut Prof. Mochtar

Kusumaatmadja 6 adalah:

Keseluruhan kaedah-kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas-batas negara-negara. Dengan perkataan lain hukum yang

mengatur hubungan hukum perdata antara pelaku-pelaku hukum yang masing-

masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan.

Saling berhubungannya warga negara sesuatu negara dengan warga negara

lainnya, pada suatu saat akan menimbulkan berbagai permasalahan. Hal ini karena

globalisasi di segala bidang kehidupan makin mendorong terjadinya hubungan-

hubungan antar-pribadi atau perusahaan satu sama lain 7.

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen terdapat ketentuan-ketentuan

dengan hukum perdata internasional. Hal ini dapat dilihat pada pasal 8 ayat (1) huruf j

yang berbunyi: Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang

dan/atau jasa yang tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk

penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

A. Perlindungan Konsumen

Hubungan antara produsen (perusahaan penghasil barang dan atau jasa) dengan

konsumen (pemakai akhir dari barang atau jasa untuk diri sendiri atau keluarganya)

merupakan hubungan yang terus menerus dan kesinambungan. Hubungan berkelanjutan

6 Ibid., h. 180 7 Ibid., h. 181

Page 34: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xxxiv

ini terjadi sejak proses produksi, distribusi di pemasaran dan penawaran. Rangkaian

kegiatan tersebut merupakan rangkaian perbuatan dan perbuatan hukum yang tidak

mempunyai akibat hukum dan yang mempunyai akibat hukum baik terhadap semua

pihak maupun hanya kepada pih-pihak tertentu.

Sampai pada tahapan hubungan penyaluran atau distribusi tersebut

menghasilkan suatu hubungan yang sifatnya massal. Karena itulah maka peran negara sangat dibutuhkan dalam rangka melindungi kepentingan konsumen 8. Karena

kompleksnya hubungan antara produsen dan konsumen serta banyaknya mata rantai

penghubung keduanya, maka untuk melindungi konsumen sebagai pemakai akhir dari

produk barang atau jasa membutuhkan berbagai aspek hukum agar benar-benar dapat

dilindungi dengan adil, bahkan sejak awal produksi perlindungan konsumen sudah

harus dimulai.

Pada era pasar bebas sekarang ini, di mana lalu lintas hubungan produsen dan

konsumen menjadi makin dekat dan makin terbuka, maka campur tangan negara,

kerjasama antar negara dan kerjasama internasional sangat dibutuhkan, yaitu guna

mengatur pola hubungan produsen, konsumen dan sistem perlindungan konsumen.

Sampai tanggal 20 April 1999, hukum positif Indonesia belum mengenal istilah

konsumen meskipun umumnya masyarakat Indonesia sudah memahaminya. Faktanya adalah sampai pada saat itu belum ada suatu peraturan perundang-undangan yang

menggunakannya sehingga menimbulkan berbagai kesulitan dalam menentukan

siapakah konsumen itu dan bagaimana perlindungan hukumnya.

Istilah konsumen tergantung dalam posisi mana ia berada. Dalam UU Barang

menyebutkan tentang rakyat yang oleh undang-undang harus dijaga agar terjamin

kesehatan dan keselamatannya. Menurut UU Kesehatan, tidak menggunakan istilah

konsumen untuk pemakai. Pengguna barang dan/atau pemanfaat jasa kesehatan, tetapi

menggunakan istilah setiap orang (pasal 1 angka 1, pasal 3, 4, 5, dan pasal 56); juga

istilah masyarakat (pasal 9, 10, dan 21), dan dalam Kitab UU Hukum Perdata

(KUHPer), terdapat istilah pembeli, penyewa, penerima hibah, peminjam pakai,

peminjam dan sebagainya yang di satu sisi dapat merupakan konsumen tetapi di sisi lain sebagai pelaku usaha9.

Menurut UU Perlindungan Konsumen, istilah konsumen adalah Pasal 1, butir

2, berbunyi demikian:

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain

maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

8 Sri Redjeki Hartono, Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen pada Era

Perdagangan Bebas, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2002, h. 36 9 Az. Nasution, op.cit., h. 3-8

Page 35: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xxxv

Dalam penjelasannya: di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah

konsumen akhir dan konsumen perantara. Konsumen akhir adalah pengguna

dan pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah

konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses suatu

produksi lainnya.

Tentang istilah pelaku dapat dijelaskan dari pengertian UU Perlindungan

Konsumen yang terdapat dalam Pasal 1, butir 3 berbunyi demikian:

Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Dalam penjelasannya: pelaku usaha adalah perusahaan, korporasi, Badan

Usaha Milik Negara, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.

Dengan demikian dalam kegiatan bisnis terdapat hubungan yang saling membutuhkan antara pelaku usaha dengan konsumen. Kepentingan pelaku usaha adalah

memperoleh laba dari transaksi dengan konsumen, sedangkan kepentingan konsumen

adalah memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk

tersebut. Menurut Purba terdapat sendi-sendi pokok pengaturan perlindungan

konsumen, sebagai berikut:

Kesederajatan antara konsumen dan pengusaha.

Konsumen mempunyai hak.

Pengusaha mempunyai kewajiban.

Pengaturan mengenai perlindungan konsumen menyumbang pada pembangunan

nasional.

Pengaturan tidak merupakan syarat. Perlindungan konsumen dalam iklan hubungan bisnis yang sehat.

Keterbukaan dalam promosi produk.

Pemerintah berperan aktif.

Peran serta masyarakat.

Implementasi asas kesadaran hukum.

Perlindungan konsumen memerlukan penerobosan konsep-konsep hukum

tradisional.

12. Konsep perlindungan konsumen memerlukan pembinaan sikap 10.

10 Yusuf Shofie, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi, Ghalia

Indonesia, Jakarta, 2002, h. 27

Page 36: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xxxvi

Secara universal diakui adanya hak-hak konsumen yang harus dilindungi dan

dihormati, yaitu:

Hak keamanan dan keselamatan

Hak atas informasi

Hak untuk memilih

Hak untuk didengar 5. Hak atas lingkungan hidup 11

Dalam ayat (1) pasal 25 Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia

disebutkan bahwa:

Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang menjamin kesehatan dan keadaan

baik untuk dirinya dan keluarganya, termasuk soal makanan, pakaian,

perumahan dan perawatan kesehatannya ….

Namun dalam kenyataannya posisi konsumen biasanya berada pada posisi

tawar-menawar yang lemah dan karenanya dapat menjadi eksploitasi dari pelaku usaha

yang secara sosial dan ekonomi memiliki posisi yang kuat 12. Di tengah masyarakat,

banyak produk pangan yang beredar tanpa mengindahkan ketentuan pencantuman label. Hal tersebut akan meresahkan konsumen. Perbuatan yang meresahkan konsumen

tersebut seperti produk pangan yang kadaluarsa, kesengajaan pemakaian bahan

pewarna/pengawet yang tidak diperuntukkan bagi pangan tetapi untuk tekstil atau

perbuatan-perbuatan lain yang akibatnya sangat merugikan masyarakat.

Ancaman kesehatan dan keselamatan jiwa manusia ada di sekitar kita karena

produk pangan yang tidak aman atau diragukan keamanannya dengan mudahnya

ditemukan dan dijual dengan harga yang terjangkau oleh anak-anak dengan uang jajan

mereka. Anak-anak mudah terpengaruh akan iklan yang sering dilihatnya di mana-

mana. Sudah barang tentu anak-anak menjadi korban penipuan label dan iklan pangan

yang tidak jujur atau menyesatkan.

Dengan hal-hal tersebut, masyarakat dunia sangat perhatian dan penuh keprihatinan terhadap konsumen sebagai korban. Wujud dari perhatian tersebut tertuang

dalam Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 39/248 tanggal 16 April 1985

tentang Perlindungan Konsumen 13.

Adapun kepentingan konsumen yang dilindungi menurut resolusi itu antara

lain: perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan kesejahteraan

masyarakat (public health) serta pelanggaran terhadap ketentuan/persyaratan barang dan

11 Sri Redjeki Hartono, op.cit., h. 39 12 Sanusi Bintang dan Dahlan, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Citra Aditya

Bakti, Bandung, 2000, h. 107 13 Yusuf Shofie, op.cit., h. 12

Page 37: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xxxvii

jasa bagi para konsumen (offences against the provision of good and services to

consummers).

Kepentingan-kepentingan konsumen yang seyogyanya dilindungi menurut

resolusi itu adalah sebagai berikut:

Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya.

Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan

kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan

kebutuhan pribadi.

Pendidikan konsumen.

Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif.

6. Keberhasilan untuk membentuk organisasi konsumen dan atau organisasi

lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut

untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang

menyangkut kepentingan mereka 14.

Kegiatan perlindungan konsumen berfungsi sebagai pendorong efesiensi dalam

kegiatan usaha dan kesejahteraan masyarakat. Jika konsumen diberi perlindungan tentunya perlindungan yang sama pada pengusaha yang jujur dan beritikad baik juga

harus diberikan kepada mereka. Sebagai konsumen suatu produk pangan, masyarakat

berhak untuk memperoleh informasi yang benar, jelas, dan lengkap baik mengenai

kuantitas, isi, kualitas maupun hal-hal lain yang diperlukannya. Informasi tersebut

hendaknya tidak menyesatkan mengenai pangan yang akan dikonsumsinya, khususnya

yang disampaikan melalui label dan iklan pangan.

Suatu informasi yang tidak jelas akan memudahkan terjadinya kecurangan-

kecurangan dari pihak pelaku usaha. Padahal informasi yang merupakan salah satu

kewajiban pelaku usaha seperti yang terdapat dalam pasal 7 huruf a UU Perlindungan

Konsumen menyebutkan bahwa kewajiban pelaku usaha memberikan informasi yang

benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan. Manusia

berkepentingan untuk mendapatkan perlindungan melalui produk pangan yang

ditawarkan. Dengan mewujudkan perlindungan konsumen berarti mewujudkan

hubungan berbagai dimensi yang satu sama lain mempunyai keterkaitan dan saling

ketergantungan antara konsumen, pengusaha, dan pemerintah 15.

Bentuk perlindungan konsumen dapat dilihat dalam Undang-undang Nomor 10

tahun 1961 Tentang Barang, dimana pada pasal 2 ayat (4) menyebutkan:

14 Ibid., h. 12 15 Nurmadjito, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan tentang

Perlindungan Konsumen dalam menghadapi Era Perdagangan Bebas, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2002, h. 7

Page 38: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xxxviii

Pemberian nama dan/atau tanda-tanda yang menunjukkan asal, sifat susunan

bahan, bentuk banyaknya dan/atau kegunaan barang-barang yang baik

diharuskan maupun tidak diperbolehkan dibubuhkan atau dilekatkan pada

barang pembungkusannya, tempat barang-barang itu diperdagangkan dan alat-

alat reklame, pun cara pembubuhan atau melekatkan nama dan/atau tanda-

tanda. Untuk produk makanan dan obat diwajibkan mencantumkan label pada wadah atau pembungkusnya.

Di negara kita perlindungan terhadap konsumen telah diatur dalam Undang-

undang Perlindungan Konsumen yang kemudian ditindaklanjuti melalui Peraturan

Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan. Perlindungan hukum konsumen sangat

penting mengingat pembangunan perekonomian nasional di era globalisasi semakin

mendukung tumbuhnya dunia usaha yang menghasilkan beraneka ragam produk yang

memiliki kandungan teknologi.

Menyangkut perlindungan hukum kepada konsumen, disebabkan faktor-faktor,

antara lain:

kedudukan konsumen yang relatif lemah dibandingkan produsen;

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai motor penggerak produktifitas dan efesiensi produsen dalam menghasilkan barang/jasa;

perubahan konsep pemasaran yang mengarah pada pelanggan dalam kontek

lingkungan eksternal yang lebih luas pada situasi ekonomi global.

Selain itu perlindungan konsumen diarahkan untuk tercapainya tujuan, yaitu:

menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan

akses dan informasi serta menjamin kepastian hukum;

melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan seluruh pelaku usaha;

meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa;

d. memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek usaha yang menipu

dan menyesatkan 16.

Pemberian label pangan adalah satu bentuk perlindungan hukum konsumen.

Tujuan pemberian label pada pangan yang dikemas adalah agar masyarakat yang

membeli dan atau mengkonsumsi pangan memperoleh informasi yang benar dan jelas

tentang setiap produk pangan yang dikemas, baik menyangkut asal, keamanan, mutu,

kandungan gizi, maupun keterangan lain yang diperlukan sebelum memutuskan akan

membeli dan atau mengkonsumsi pangan tersebut.

16 Romli Atmasasmita, Bentuk-Bentuk Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Produsen

pada Era Perdagangan Bebas: Suatu Upaya Antisipatif Preventif dan Represif, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2002, h. 93

Page 39: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xxxix

Di pasar-pasar atau tempat-tempat berjualan sering ditemukan produk pangan

yang dikemas di tempat atau di hadapan pembeli. Tentang produk pangan tersebut tidak

digolongkan ke dalam produk pangan yang dikemas/kemasan. Tentang hal ini diatur

dalam Ketentuan Khusus Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan, pasal

63 yang menyebutkan ketentuan tentang label sebagaimana yang dimaksud dalam

peraturan ini tidak berlaku bagi: pangan yang kemasannya terlalu kecil sehingga tidak mungkin dicantumkan

seluruh keterangan dimaksud dalam Peraturan Pemerintah;

pangan yang dijual dikemas secara langsung dihadapan pembeli dalam jumlah

kecil-kecil;

pangan yang dijual dalam jumlah besar (curah).

Dalam penjelasannya disebutkan pengecualian pada huruf a dimaksudkan

hanya bagi produk pangan yang kemasannya terlalu kecil, sehingga secara teknis sulit

memuat seluruh keterangan yang diwajibkan sebagaimana berlaku bagi produk pangan

lainnya, yang lazimnya oleh pihak yang memproduksi pangan yang bersangkutan,

pangan tersebut dimasukkan ke dalam kemasan yang lebih besar yang memungkinkan

untuk memuat keterangan. Sedangkan untuk huruf c pangan dalam jumlah besar (curah) adalah pangan yang dikemas dalam wadah, sehingga volume bersih pangan yang

bersangkutan lebih dari 500 liter atau berat bersih pangan yang berangkutan lebih dari

500 kilogram.

Jaminan perlindungan terhadap konsumen adalah salah satunya dapat dilihat

pada pencantuman label. Menurut Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan

Pangan, pasal 1 angka 3 dikatakan bahwa label pangan adalah setiap keterangan

mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau berbentuk

lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan kepada, atau

merupakan bagian kemasan pangan. Sedangkan dalam pasal 5 ayat (1) Peraturan

Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan disebutkan keterangan dan atau pernyataan

tentang pangan dalam label harus benar dan tidak menyesatkan. Yang dimaksudkan ‘keterangan dianggap tidak benar’ apabila keterangan tersebut bertentangan dengan

kenyataan sebenarnya atau tidak memuat keterangan yang diperlukan agar keterangan

tersebut dapat memberikan gambaran atau kesan yang sebenarnya tentang pangan.

Yang dimaksudkan ‘keterangan yang menyesatkan’ adalah pernyataan yang

berkaitan dengan hal-hal seperti sifat, harga, bahan, mutu, komposisi, manfaat, atau

keamanan pangan yang meskipun benar, dapat menimbulkan gambaran yang

menyesatkan pemahaman mengenai pangan yang bersangkutan. Selanjutnya pasal 6

ayat (1) Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan menegaskan bahwa

pencantuman pernyataan tentang manfaat pangan bagi kesehatan dalam label hanya

dapat dilakukan apabila didukung oleh fakta ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.

Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan, pada labelnya harus dicantumkan nama golongan BTP, seperti golongan antioksidan, pemanis buatan,

Page 40: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xl

pengawet, pewarna, dan lain-lain. Begitu juga pada wadah BTP harus dicantumkan

label yang memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaI

tentang Label dan Periklanan Pangan yaitu harus mencantumkan:

Tulisan “Bahan Tambahan Pangan” atau “Food Additive”,

Nama BTP, khusus untuk pewarna dicantumkan pula nomer indeksnya,

Nama golongan BTP, Nomor pendaftaran produsen,

e. Nomor pendaftaran produk, untuk BTP yang harus didaftarkan 17

B. Pelaku Usaha

Di dalam UU Perlindungan Konsumen, norma-norma (hukum materiel)

perlindungan konsumen dikelompokkan ke dalam dua kelompok sebagai berikut: 1).

Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha (Bab IV); dan 2). Ketentuan pencantuman

klausula baku (Bab V). Namun demikian pengelompokan ini belum menggambarkan

mata rantai hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen, dari mulai kegiatan proses

produksi barang dan jasa sampai ke tangan konsumen, baik melalui transaksi atau

peralihan lainnya yang dibenarkan hukum 18. Dalam perdagangan pangan yang berlangsung jujur dan bertanggungjawab

tidak hanya untuk melindungi kepentingan masyarakat yang mengkonsumsi pangan.

Tetapi melalui pengaturan yang tepat disertai sanksi-sanksi hukum yang berat,

diharapkan setiap orang yang memproduksi pangan untuk diperdagangkan dapat

memperoleh perlindungan dan jaminan kepastian hukum. Peraturan hendak

memberikan perlindungan hukum baik kepada konsumen maupun pelaku usaha.

Dengan demikian terciptanya saling menghormati dan menghargai di kedua belah

pihak. Pelaku usaha tidak menginginkan keuntungan sesaat dan kerugian

berkepanjangan dengan tidak dipercayainya konsumen akan produknya demikian juga

konsumen tidak menginginkan ada efek negatif terhadap kesehatannya akibat

mengkonsumsi suatu produk dan tidak menghendaki ketidakjujuran dari pelaku usaha. Saling percaya mempercayai antara produsen dan konsumen sangat penting demi

berkesinambungannya transaksi di antara mereka.

Sebagai pelaku usaha dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi,

BUMN, koperasi, importer, pedagang, distributor, dan lain-lain, diberikan suatu hak

dalam rangka menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan

keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen kepada pelaku 19.

17 Balai Besar POM, Bahan Tambahan Pangan (BTP), Surabaya, 2003, h.83 18 Yusuf Shofie, op.cit., h. 33 19 Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,

Gramedia, Jakarta, 2003, h. 33

Page 41: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xli

C. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Adapun hak-hak pelaku usaha sesuai pasal 6 Undang-Undang tentang

Perlindungan Konsumen yaitu:

menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai

tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik; melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa

konsumen;

rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen

tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

Sebagai konsekuensi dari hak tersebut di atas maka kepada pelaku usaha

dibebankan kewajiban-kewajiban sesuai dengan pasal 7 Undang-Undang tentang

Perlindungan Konsumen sebagai berikut:

beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan

pemeliharaan; memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan

berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang

dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang

dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

pengguanaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

D. Larangan bagi Pelaku Usaha

Agar pelaku usaha selalu instropeksi diri dan tidak merugikan konsumen maka

perlu diberikan larangan-larangan dalam berusaha. Larangan tersebut diatur pada pasal

8 sampai dengan pasal 18 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen. Beberapa

larangan tersebut, misalnya diatur pasal 8 ayat (1) sebagai berikut:

tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan

ketentuan peraturan perundangan-undangan;

tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan

sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

Page 42: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xlii

tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan

menurut ukuran sebenarnya;

tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana

dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,

atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau

promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan

“halal” yang dicantumkan dalam label;

tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang,

ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan,

akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk

penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;

tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

LABEL SEBAGAI PERLINDUNGAN KONSUMEN

Pengamanan makanan dan minuman sesuai dengan pasal 21 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, diselenggarakan untuk melindungi

masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan mengenai

standar dan atau persyaratan kesehatan. Dalam penjelasan ayat (1) ini bertujuan agar

masyarakat terhindar dari makanan dan minuman yang dapat membahayakan kesehatan.

Pemerintah menetapkan standar dan persyaratan agar makanan dan minuman yang

bersangkutan aman dan layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Selanjutnya ayat (2) pasal 21 UU Kesehatan menyebutkan setiap makanan dan

minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi:

bahan yang dipakai;

komposisi setiap bahan;

tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa;

ketentuan lainnya.

Menurut UU Kesehatan makanan dan minuman yang dikemas adalah makanan

dan minuman hasil produksi perusahaan yang tergolong industri berskala besar dan

tidak termasuk hasil industri kecil atau rumah tangga. Dengan demikian industri kecil,

atau industri rumah tangga, baik yang menggunakan merek dagang maupun tidak,

belum dikenakan sanksi pidana.

Ayat (3) pasal 21 UU Kesehatan menerangkan bahwa makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau persyaratan kesehatan dan atau

Page 43: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xliii

membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang untuk

diedarkan, ditarik dari peredaran, dan disita untuk dimusnahkan. Penjelasan ayat (3) ini

adalah untuk melindungi masyarakat, peredaran makanan dan minuman hasil produksi

berskala besar dengan menggunakan teknologi maju yang tidak memenuhi ketentuan

standar dan atau persyaratan kesehatan dilarang peredarannya.

Syarat-syarat Label

Istilah label atau disebut juga penandaan atau etiket adalah informasi produk

kepada konsumen20. Apabila memperhatikan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 79 Tahun 1978 tentang Label dan Periklanan Makanan, pada pasal 1

angka 2 menyebutkan etiket adalah label yang dilekatkan, dicetak, diukir atau

dicantumkan dengan jalan apapun pada wadah atau pembungkus.

Tentang syarat-syarat label dapat dilihat dan tercantum dalam pasal 3 ayat (1)

Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan yang menyebutkan bahwa label

berisikan keterangan mengenai pangan yang bersangkutan. Selanjutnya pada ayat (2)

dinyatakan bahwa keterangan tersebut sekurang-kurangnya mencantumkan:

a. Nama produk;

b. Daftar bahan yang digunakan; c. Berat bersih atau isi bersih;

d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke

dalam wilayah Indonesia;

e. Tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa.

Bagian Utama Label dan Tulisan pada Label

Bagian utama label adalah bagian dari label yang memuat keterangan paling

penting untuk diketahui oleh konsumen, pada pasal 12 Peraturan Pemerintah tentang

Label dan Iklan Pangan, menyebutkan bagian utama label sekurang-kurangnya memuat:

nama produk;

berat bersih; dan nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam

wilayah Indonesia.

Sepertinya ada pertentangan antara pasal 12 dengan pasal 3 ayat (2) Peraturan

Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan yang juga memuat sekurang-kurangnya

tentang label. Bila dalam pasal 3 ayat (2) menyebutkan sekurang-kurangnya lima

persyaratan label tetapi pada pasal 12 menyebutkan sekurang-kurangnya tiga bagian

utama label saja.

Penulisan keterangan pada label haruslah teratur, tidak berdesak-desakan, jelas,

dan dapat dibaca. Selanjutnya ditempatkan pada sisi kemasan pangan yang paling

20 Az. Nasution, op.cit, h. 70

Page 44: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xliv

mudah dilihat, diamati, dan atau dibaca oleh masyarakat. Selain itu keterangan pada

label, ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab dan huruf

Latin.

Bahasa sangat penting untuk mengetahui tentang produk yang akan

dikonsumsi. Apabila tidak mengetahui atau mengerti bahasa pada produk yang akan

dibeli maka akan menimbulkan resiko pada pembeli sendiri. Oleh karena itu mengertilah bahasa pada label sebelum membeli produk tersebut. Jangan tergiur dengan

produk luar negeri dengan bahasa tidak dimengerti seperti bahasa Cina, Arab, dan lain-

lain.

Tidak jarang ada orang membeli produk Cina yang bertuliskan bahasa Cina

dan ketika ditanya untuk apa produk itu, maka jawabnya adalah tidak tahu! Mengapa

tidak tahu? Karena konsumen hanya membeli dan mengkonsumsi produk tersebut

berdasarkan: katanya orang produk itu cocok untuk itu dan ini, katanya …katanya…

dan seterusnya. Bukankah ketidakmengertian akan mengorbankan diri sendiri dan

kesehatannya?

Bahasa yang digunakan pada label sangat penting. Bila tidak mengerti atau

memahami bahasanya lebih baik tidak membeli dan bisa mencari produk sejenis dengan

bahasa yang dimengerti. Keterangan pada label ditulis dan dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia atau dengan istilah asing yang tidak ada padanannya.

Dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh konsumen maka dapat

dihindari misinformasi terutama dalam cara penyimpanan, mengolah, dan masa

kedaluwarsa 21.

Label dan Keterangan-keterangannya

Nama Produk Pangan

Nama sangat penting untuk menandai sesuatu dan membedakan dengan produk

yang lain. Tidak ada nama produk pangan yang sama dan serupa, karena masing-masing

pelaku usaha punya merk tersendiri dalam usahanya. Nama produk pangan

menunjukkan sifat dan atau keadaan yang sebenarnya. Produk pangan haruslah telah memenuhi persyaratan tentang nama produk pangan yang ditetapkan dalam Standar

Nasional Indonesia (SNI).

Keterangan tentang Bahan yang Digunakan

Menurut penjelasan ayat (3) butir a pasal 21 UU Kesehatan, bahan yang

dipakai meliputi bahan pokok, bahan tambahan, dan bahan penolong. Yang dimaksud

komposisi bahan adalah jumlah setiap bahan dalam makanan dan minuman.

Dalam kegiatan atau proses produksi pangan suatu keterangan tentang bahan

yang digunakan dicantumkan pada label. Daftar bahan yang digunakan diurut secara

21 YLKI, Siapa Raja Konsumen atau Produsen? Kumpulan Rubrik Advokasi

Konsumen, Kompas, Jakarta, 2000, h. 86

Page 45: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xlv

berurutan dan daftar bahan pangan diurut/ dimulai dari bagian yang terbanyak. Khusus

untuk air yang ditambahkan harus dicantumkan sebagai komposisi pangan, kecuali

apabila air itu merupakan bagian dari bahan yang digunakan.

Bahan pengawetan pangan yang sudah lama dikenal dan masih digunakan

sampai sekarang adalah penggaraman (digunakan pada pengawetan ikan, daging, dll),

pengasaman (digunakan pada pengawetan produk sayur-sayuran, mentimun, dll), dan pengawetan dengan menggunakan gula (seperti dalam pembuatan selai, jeli, sari buah

pekat, sirup buah-buahan, susu kental manis, dan madu).

Sedangkan bahan pengawet kimia adalah bahan-bahan kimia yang

ditambahkan ke dalam bahan pangan atau ada di dalam bahan pangan sebagai akibat

dari perlakuan prapengolahan, pengolahan, atau penyimpanan. Untuk penyesuaian

dengan penggunaannya dalam pengolahan secara baik, penggunaan bahan pengawet

kimia, seharusnya:

1. Tidak menimbulkan penipuan;

2. Tidak menurunkan nili gizi dari bahan pangan;

3. Tidak memungkinkan pertumbuhan organisme yang

menimbulkan keracunan 22

Mengenai pangan yang telah ditambah, diperkaya atau difortifikasi dengan

vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lainnya tidak dilarang, sepanjang hal tersebut

benar dilakukan pada saat pengolahan pangan tersebut, dan tidak menyesatkan.

Pernyataan tersebut turut dicantumkan pada label. Adanya larangan untuk tujuan

tertentu seperti menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak

memenuhi persyaratan, menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara

produksi yang baik untuk pangan, dan untuk menyembunyikan kerusakan pangan.

Larangan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan.

c. Keterangan tentang Berat Bersih atau Isi Bersih Berat bersih atau isi bersih harus dicantumkan dalam satuan metrik: dengan

ukuran isi untuk makanan cair; dengan ukuran berat untuk makanan padat; dan dengan

ukuran isi atau berat untuk makanan semi padat atau kental.

d. Keterangan tentang Nama dan Alamat

Nama dan alamat sangat penting untuk melacak dimana produk tersebut

dibuat. Selain itu apabila ada kepentingan untuk transaksi akan mudah dihubungi. Oleh

karena itu nama dan alamat pihak yang memproduksi pangan wajib dicantumkan pada

22 K.A.Buckle, ..et al, Ilmu Pangan, Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono,

Universitas Indonesia, Jakarta, 1985, h, 166, 173-174

Page 46: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xlvi

label. Ketentuan tersebut agar konsumen dapat memperoleh informasi tentang produsen

asal pangan.

e. Tanggal Kedaluarsa

Penjelasan butir c ayat (2) pasal 21 UU Kesehatan adalah ketentuan tanggal,

bulan, dan tahun kedaluwarsa dimaksudkan agar makanan dan minuman yang

bersangkutan digunakan sebelum tanggal, bulan, dan tahun yang dicantumkan dalam label. Pengecualian dari ini adalah untuk makanan dan minuman yang tidak mempunyai

batas waktu penggunaannya.

Melalui Keputusan Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan Depkes Republik

Indonesia Nomor 01323/B/SK/V/1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 180/Men.Kes/Per/IV/1985 Tentang Makanan

Daluwarsa, disebutkan bahwa perlunya pencantuman tanggal daluwarsa dalam rangka

melindungi konsumen dari akibat yang dapat merugikan kesehatan.

Yang menentukan/menetapkan tanggal daluwarsa adalah produsen sendiri,

yang menunjukkan bahwa produknya masih memenuhi persyaratan mutu hingga

tanggal tersebut. Pengertian tanggal kadaluarsa/daluarsa adalah batas akhir suatu

makanan dijamin mutunya sepanjang penyimpanannya mengikuti petunjuk yang

diberikan oleh produsen. Pencantuman tanggal daluwarsa dinyatakan dalam tanggal, bulan, dan tahun untuk makanan yang daya simpannya sampai dengan 3 bulan,

sedangkan untuk yang lebih dari 3 bulan dinyatakan dalam bulan dan tahun.

Setiap pelaku usaha atau produsen wajib mencantumkan tanggal, bulan dan

tahun kedaluwarsa produk pangan yang diproduksinya. Penulisan waktu kedaluwarsa

tidak seenaknya saja tetapi ada tata caranya yaitu pencantuman tanggal daluwarsa

dilakukan setelah pencantuman tulisan “Baik Digunakan Sebelum” sesuai dengan jenis

dan daya tahan pangan yang bersangkutan. Meskipun keterangan yang digunakan

adalah kata “Baik Digunakan Sebelum”, namun hal tersebut tidak mengurangi makna

ketentuan yang menyatakan tentang larangan memperdagangkan pangan yang

melampaui saat kedaluwarsanya.

Larangan bagi setiap orang dalam hal tanggal kedaluwarsa adalah: menghapus, mencabut, menutup, mengganti label, melabel kembali pangan yang diedarkan; menukar

tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa pangan yang diedarkan. Kewaspadaan bagi

konsumen sebelum membeli suatu produk pangan berlabel adalah memperhatikan waktu

kedaluwarsanya apakah ada tanda-tanda kecurigaan pada label tersebut.

Tanggal kedaluarsa merupakan suatu petunjuk bahwa makanan dan minuman

yang kita beli aman untuk dikonsumsi. Kedaluarsa untuk makanan/minuman berbeda

dengan tanggal kadaluarsa (expiry date) pada obat yang sifatnya mutlak harus

diperhatikan oleh konsumen, karena obat yang melewati tanggal kadaluarsa dapat

menjadi racun. Sedang untuk makanan dan minuman, tanggal kadaluarsa lebih tepat

disebut best before atau “lebih baik dikonsumsi sebelum” tanggal tersebut.

Sebagian makanan/minuman yang sudah lewat tanggal best before bisa saja

tetap dikonsumsi walaupun rasanya mungkin sudah kurang seenak produk yang masih baru diproduksi. Namun harus diingat, walaupun makanan/minuman belum melewati

Page 47: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xlvii

tanggal best before, jika kemasannya sudah cacat, penyok, atau menggelembung, dapat

saja produk itu sudah tercemar bakteri yang memproduksi racun botulinum yang

mematikan 23.

Makanan tertentu sebagaimana diatur dalam Permenkes RI Nomor

346/Men.Kes/Per/IX/1983 yaitu berbagai jenis susu (cair, bubuk, fermentasi, steril,

pasteurisasi), makanan bayi dan anak-anak, maupun minuman serbuk dan ringan yang mengandung susu, harus mencantumkan tanggal daluwarsa, karena jenis makanan

tersebut dapat mengalami perubahan dalam waktu yang cepat 24.

Pencantuman Tulisan Halal

Agar adanya kepastian bagi pemeluk Agama Islam tentang halal tidaknya

makanan dan minuman yang beredar maka perlu pencantuman tulisan halal pada label.

Oleh karena itu perlu diatur melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

82/MENKES/I/1996 tentang Pencantuman Tulisan “Halal” Pada Label Makanan. Pasal 1

butir 2 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 82/MENKES/I/1996 tentang Pencantuman

Tulisan “Halal” Pada Label Makanan berbunyi:

Makanan halal adalah semua jenis makanan dan minuman yang tidak

mengandung unsur atau bahan yang terlarang/haram dan atau yang diolah/diproses menurut hukum Agama Islam.

Produk makanan yang mencantumkan tulisan “Halal” sesuai ayat (1) pasal 3

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 82/MENKES/I/1996 adalah:

Mie;

Bumbu masak;

Kecap;

Biskuit;

Minyak goreng;

Coklat/permen;

Susu, es krim; Daging dan hasil olahannya;

Produk yang mengandung minyak hewan, gelatin, shortening, lechitin;

Produk lain yang dianggap perlu.

Pasal 10 dan 11 Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan memuat

mengenai pencantuman label halal pada produk pangan bagi umat Islam. Dalam

penjelasannya disebutkan bahwa kebenaran suatu pernyataan halal pada label pangan

tidak hanya dibuktikan dari segi bahan baku, bahan tambahan pangan, atau bahan bantu

23 YLKI, op.cit., h. 99-100 24 Ibid.., h. 83

Page 48: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xlviii

yang digunakan dalam memproduksi pangan, tetapi harus pula dapat dibuktikan dalam

proses produksinya.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 82/MENKES/I/1996 prosedur

pencantuman tulisan halal harus melalui persetujuan Tim Penilai yang terdiri dari unsur

Departemen Kesehatan dan Departemen Agama. Hasil dari Tim Penilai disampaikan

kepada Dewan Fatwa untuk memperoleh persetujuan atau penolakan. Sedangkan menurut penjelasan Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan, pemeriksaan terhadap

pangan untuk dinyatakan halal terlebih dahulu pada lembaga yang telah terakreditasi oleh

Komite Akreditasi Nasional (KAN). Di mana lembaga keagamaan yang dimaksud adalah

Majelis Ulama Indonesia.

Maksud dari pemeriksaan tersebut adalah untuk memberikan ketentraman dan

keyakinan umat Islam bahwa pangan yang akan dikonsumsi memang aman dari segi

agama.

5. Pengemasan Produk Makanan dan Minuman

Pengemasan penting juga dipahami oleh pelaku usaha dan konsumen.

Pengemasan yang kurang baik akan mempengaruhi apa yang dikemasnya. Dalam pasal

1 PP tentang Label dan Iklan Pangan butir 8 disebutkan bahwa kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang

bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak.

Pengemasan suatu produk tidak boleh asal-asalan saja seperti yang sering

ditemukan. Atau pengemasan yang nampaknya sudah bagus tetapi tetap saja tidak

memenuhi syarat-syarat yang berlaku. Kesalahan dalam penggunaan pengemas dapat

mempersingkat waktu simpan, terutama bahan-bahan segar, juga merubah proses

pembusukan yang normal. Ada standar mutu yang harus dipenuhi dalam pengemasan.

Pengaturan standar mutu dari pengemasan sangat penting seperti halnya pengaturan

standar mutu bahan pangan itu sendiri.

Selain produk pangan yang mengancam kesehatan karena terdapatnya zat

berbahaya ternyata juga wadah makan dan minum yang sering digunakan anak-anak terbuat dari campuran formalin. Wadah tersebut misalnya mangkok dan piring melamin

serta mug yang punya tutup. Kandungan formaldehid pada rebusan produk melamin

sekitar 0,05 mg atau lebih besar dari ambang batas bahaya. Dari hasil uji laboratorium,

produk formalin yang dipakai adalah produk dengan merk W Melamin dengan kadar

formalin 8,82 mg per liter, dan Huamei dengan kadar formalin mencapai 7,72 mg per

liter. Perlu diketahui ciri-ciri melamin yang memakai formalin biasanya harganya lebih

murah, warnanya beragam dan menarik 25 .

Untuk membuktikan bahwa bahan pengemas cukup memadai dilakukan secara

teknik laboratorium kemudian dilakukan percobaan di lapangan, apakah bahan pangan

yang telah dikemas dan disimpan tersebut dalam kondisi dan jangka waktu tertentu

tidak rusak. Jenis pengemasan dapat secara vakum dalam kantung plastik yang tembus

25 Surabaya Post, Beredar Mangkok Melamin Berformalin, 20 Januari 2006, h. 22

Page 49: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xlix

cahaya dan penyimpanannya dalam lemari pendingin bukan dijual di atas meja atau rak

di toko. Ada lima fungsi utama pengemasan, yaitu:

1) Harus dapat mempertahankan produk agar bersih dan memberikan

perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lainnya;

2) Harus memberi perlindungan pada bahan pangan terhadap kerusakan

fisik, air, oksigen dan sinar; 3) Harus berfungsi secara benar, efesien, dan ekonomis dalam proses

pengepakan yaitu selama pemasukan bahan pangan ke dalam kemasan;

4) Harus mempunyai suatu tingkat kemudahan untuk dibentuk menurut

rancangan yaitu memberi kemudahan kepada konsumen dalam membuka dan

menutup kembali wadah;

5) Harus memberi pengenalan, keterangan dan daya tarik penjualan26.

6. Pembinaan dan Pengawasan

Dalam UU Perlindungan Konsumen masalah pembinaan dan perlindungan

konsumen dijelaskan sebagai berikut. Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa pemerintah

bertanggungjawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang

menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Pembinaan penyelengaraan perlindungan

konsumen meliputi upaya, untuk:

a. terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang

sehat antara pelaku usaha dan konsumen;

b. berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat;

c. meningkatnya sumber daya manusia serta meningkatnya

kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.

Sesuai pasal 30 ayat (1) dan (2) untuk pengawasan dapat dilakukan oleh pihak

pemerintah yaitu Menteri dan/atau menteri teknis, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.

Dalam penjelasan ayat (3) pasal 30 UU Perlindungan Konsumen disebutkan

bahwa pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan

konsumen swadaya masyarakat dilakukan atas barang dan/atau jasa yang beredar di

pasar dengan cara penelitian, pengujian dan/atau survei. Aspek pengawasan meliputi

pemuatan informasi tentang resiko penggunaan barang jika diharuskan, pemasangan

label, pengiklanan, dan lain-lain yang disyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan dan kebiasaan dalam praktek dunia usaha.

Penjelasan ayat (3) pasal 21 UU Kesehatan menyebutkan makanan dan

minuman yang diproduksi oleh masyarakat seperti industri rumah tangga adalah

26 K.A.Buckle, op.cit., h.179-181

Page 50: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 l

pengrajin makanan dan minuman yang masih dalam taraf pembinaan dan pengawasan

perlu diterapkan persyaratan yang menyangkut kebersihan dan sanitasi agar tidak

tercemar kotoran, jasad renik dan bahan yang berbahaya.

Di daerah pembinaan dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan

Dinas Kesehatan. Dinas Perindustrian dan Perdagangan akan mengeluarkan Surat Ijin

Usaha Perdagangn (SIUP) dan Tanda Daftar Industri (TDI) sedangkan Dinas Kesehatan akan memberikan ijin dalam bentuk Sertifikat Penyuluhan (SP).

Namun demikian tidak semua pelaku usaha dibina oleh pihak terkait.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis dtemukan 66,7% pelaku usaha yang

dibina dan sisanya mengaku tidak dibina. Akibatnya pelaku usaha yang tidak dibina

tidak mau mengurus ijin, padahal mereka terus menjual produk mereka kepada orang

banyak 27. Kemungkinan lain kurangnya kesadaran pelaku usaha terhadap pentingnya

labelisasi produk dan pengenaan persyaratan seperti pajak, kena biaya SIUP, biaya TDI,

dan biaya ijin SP. Dalam hal ini pentingnya sosialisasi dinas terkait kepada para pelaku

usaha.

Satu temuan yang menarik pada penelitian tersebut adalah ditolaknya produk

yang tidak mempunyai SP oleh satu supermarket alasannya bahwa produk tersebut

belum dijamin keamanannya. Tentunya tindakan supermarket tersebut memaksa pelaku usaha untuk mengurus perijinan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Apabila pelaku usaha tidak melengkapi labelnya akan merugikan pelaku usaha itu

sendiri karena produknya dijual terbatas.

Sertifikat Penyuluhan (SP) yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan mempunyai

arti adanya jaminan keamanan suatu produk tentang kualitas hygiene sanitasi. Untuk

mendapatkan SP ini pihak Dinas Kesehatan terlebih dahulu memeriksa tempat pengrajin

makanan/camilan apakah telah memenuhi Laik Hygiene Sanitasi. Berdasarkan itu

kemudian pengrajin makanan/camilan baru dapat diberikan SP.

SENGKETA KOMSUMEN DAN PENYELESAIANNYA

Sengketa dalam bisnis dapat terjadi karena adanya kesalahpahaman,

pelanggaran perundang-undangan, ingkar janji, kepentingan yang berlawanan, dan atau

kerugian pada salah satu pihak. Apakah yang dimaksud dengan sengketa konsumen?

Sengketa terjadi apabila terdapat perbedaan pandangan atau pendapat antara para pihak

tertentu tentang hal tertentu. Satu pihak merasa dirugikan hak-haknya oleh pihak yang

lain, sedang yang lain tidak merasa demikian. Oleh karena itu batasan sengketa

konsumen perlu didefenisikan. Menurut Az. Nasution, sengketa konsumen adalah:

Sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha (publik atau privat) tentang

produk konsumen, barang dan/atau jasa konsumen tertentu 28.

27 Adriana Pakendek, op.cit., h. 30 28 Az. Nasution, op.cit., h. 221

Page 51: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 li

Penyelesaian sengketa konsumen dengan menggunakan hukum acara yang

umumnya berlaku, membawa padanya segala keuntungan dan kerugian bagi konsumen

dalam proses perkaranya. Antara lain beban pembuktian dan biaya pada pihak yang

menggugat secara perdata, atau mengajukan tuntutan administratif atau pidana,

sebagaimana ditentukan dalam hukum acara perdata, hukum acara administratif atau

hukum acara pidana. Keadaan seperti diuraikan di atas pada umumnya lebih berfungsi

“melemahkan” dan “tidak memberdayakan” konsumen sesuai kehendak unadng-

undang, karena membebankan kesulitan pada mereka dalam membuktikan niat pelaku

usaha, apakah sengaja, alpa, atau tidak hati-hati dalam menjalankan usahanya.

Proses perkara sengketa konsumen harus mengikuti proses perkara perdata,

administratif atau pidana yang berlaku dengan segala konsekuensi beban pembuktian

dan pembiayaannya. Dapat dibayangkan betapa sulitnya “keadilan” yang harus dicari

konsumen dalam sengketa yang timbul dan merugikan kepentingannya, khususnya

kepentingan-kepentingan konsumen yang kecil baik dalam nilai maupun jumlahnya 29.

Keadaan hukum di negara kita masih mengawetkan pola hubungan penjual dan

pembeli yang tradisional. Posisi konsumen sebagai penggugat dalam hubungan

kontraktual yang berkualifikasi perbuatan melawan hukum sangatlah lemah. Ini terlihat jelas dari pasal 1365 KUH Perdata yang mengharuskan konsumen melakukan

pembuktian unsur-unsur:

adanya perbuatan melawan hukum

adanya kesalahan atau kelalaian produsen

adanya kerugian yang diderita konsumen

hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang dideritanya

Tidaklah adil mengharuskan konsumen membuktikan kelalaian atau kesalahan

produsen dalam proses produksi makanan sebab yang mengetahui proses produksi

justru produsen sendiri. Bila menerapkan doktrin product liability (tanggung jawab

produk), maka konsumen tidak lagi dibebani untuk membuktikan kelalaian atau kesalahan produsen, melainkan produsenlah yang harus membuktikan ada tidaknya

kesalahan atau kelalaian yang ia lakukan selama produksi.

Dalam doktrin product liability, tergugat dianggap telah melakukan kesalahan

(presumption of equality) kecuali produsen dapat membuktikan kalau dirinya tidak

melakukan kelalaian atau kesalahan sebagaimana yang dituduhkan. Bila produsen gagal

membuktikan bahwa ia tidak salah atau tidak lalai, ia berkewajiban memikul resiko

mengganti kerugian yang diderita konsumen setelah mengkonsumsi produknya30.

Di dalam UU Perlindungan Konsumen tidak mencantumkan unsur kesalahan

(unsur opzet atau unsur culpa) sehingga masih belum jelas apakah UU Perlindungan

Konsumen menganut doktrin strict liability atau tidak. Apalagi dalam pasal 22 UU

29 Ibid., h. 223 30 YLKI, op.cit., h. 63-64

Page 52: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lii

Perlindungan Konsumen pada pasal 19 ayat (4) mengetengahkan sistem pembuktian

terbalik yang menegaskan ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus-kasus pidana

(kewajiban pelaku usaha untuk memberikan ganti rugi tidak menghapuskan tuntutan

pidana). Menurut doktrin strict liability (tanggungjawab mutlak), suatu tindakan dapat

dihukum atas dasar perilaku berbahaya yang merugikan (harmful conduct), tanpa

mempersoalkan ada tidaknya kesengajaan (opzet; intention) atau kelalaian (culpa; neglicence) 31.

Dengan diterapkannya prinsip tanggung jawab mutlak maka setiap

orang/konsumen yang merasa dirugikan akibat produk atau barang yang cacat atau tidak

aman dapat menuntut kompensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidak

adanya unsur kesalahan di pihak produsen. Alasan strict liability diterapkan dalam

dalam hukum tentang product liability adalah:

1. Di antara korban/konsumen di satu pihak dan produsen di lain pihak, beban

kerugian (resiko) seharusnya ditanggung oleh pihak yang

memproduksi/mengeluarkan barang-barang cacat/berbahaya di pasaran.

2. Dengan menempatkan barang-barang tersebut di pasaran, berarti produsen

menjamin bahwa barang-barang tersebut aman dan pantas untuk dipergunakan,

dan bilamana tidak demikian maka dia harus bertanggung jawab. 3. Tanpa menerapkan prinsip tanggungjawab mutlak pun, produsen yang

melakukan kesalahan tersebut dapat dituntut melalui proses penuntutan

beruntun, yaitu konsumen kepada pedagang eceran, pengecer kepada grosir,

grosir kepada distributor, distributor kepada agen, dan agem kepada produsen.

Penerapan strict liability dimaksudkan untuk menghilangkan proses yang

panjang ini 32.

Sistem tanggungjawab pada product liability berlaku prinsip strict liability,

pihak produsen dapat membebaskan diri dari tanggungjawabnya, baik untuk seluruhnya

atau untuk sebagian. Hal-hal yang dapat membebaskan tanggungjawab produsen

tersebut adalah: Jika produsen tidak mendengarkan produknya (put into circulation).

Cacat yang menyebabkan kerugian tersebut tidak ada pada saat produk diedarkan

oleh produsen, atau terjadinya cacat tersebut baru timbul kemudian.

Bahwa produk tersebut tidak dibuat oleh produsen baik untuk dijual atau diedarkan

untuk tujuan ekonomis maupun dibuat atau diedarkan dalam rangka bisnis.

Bahwa terjadinya cacat pada produk tersebut akibat keharusan memenuhi

kewajiban yang ditentukan dalam peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

31 Yusuf Shofie, op.cit., h. 33-34 32 E. Saefullah, Tanggung jawab Produsen (Product Liability) dalam Era Perdagangan

Bebas, dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Penyunting: Husni Syawali dan Neni Sri

Imaniyati, Mandar Maju, Bandung, 2000, h. 53-54

Page 53: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 liii

Bahwa secara ilmiah dan teknis (state of scientific and technical knowledge, state of

art defense) pada saat produk tersebut diedarkan tidak mungkin terjadi cacat.

Dalam hal produsen dari suatu komponen, bahwa cacat tersebut disebabkan oleh

desain dari produk itu sendiri dimana komponen telah dicocokkan atau

disebabkan kesalahan pada petunjuk yang diberikan oleh pihak produsen

produk tersebut. Bila pihak yang menderita kerugian atau pihak ketiga turut menyebabkan terjadinya

kerugian tersebut (contributory negligence).

h. Kerugian yang terjadi akibat oleh Art of God atau force majeur33.

Sampai saat ini Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang

khusus mengatur tentang tanggungjawab produsen (product liability). Oleh karena itu

bila seorang konsumen menderita kerugian akibat produk yang cacat dan ingin

menuntut produsen, maka jalan hukum yang dapat ditempuh adalah berdasarkan

perbuatan melawan hukum (pasal 1365 KUH Perdata). Undang-Undang Perlindungan

Konsumen tidak memberikan batasan apakah yang dimaksud dengan sengketa

konsumen. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen ayat (1) Pasal 45

menyebutkan bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku

usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

Dalam prakteknya kadangkala konsumen sebagai korban yang dirugikan tidak

melaporkan tindakan yang dialaminya karena korban yang sifatnya abstrak (abstract

victim) dan karena itu sukar ditentukan secara jelas (misalnya masyarakat konsumen) 34.

Namun demikian penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan

atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa,

seperti yang terdapat dalam ayat (2) Undang-undang Perlindungan Konsumen. Dalam

penjelasan Undang-undang Perlindungan Konsumen dikatekan bahwa penyelesaian

sengketa konsumen tidak menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak

yang bersengketa. Pada setiap tahap diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Yang dimaksud dengan penyelesaian

secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang

bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tanpa melalui pengadilan atau badan

penyelesaian sengketa konsumen dan tidak bertentangan dengan undang-undang.

Di samping memberikan dasar hukum terhadap tuntutan pidana kepada pelaku

usaha juga mengatur tentang penyelesaian sengketa melalui gugatan perdata dan

penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha

dapat mengajukan gugatan perdata ke lingkungan peradilan umum (Pengadilan Negeri,

Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung).

33 Ibid., h. 57-58 34 Yusuf Shofie, op.cit., h. 70

Page 54: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 liv

Hubungan konsumen secara individual dengan produsen (termasuk pedagang,

grosir, distributor, agen) merupakan hubungan perdata. Sehingga sering kali

perlindungan konsumen dilihat dari segi hukum perdata seperti ganti rugi. Hal demikian

tidaklah benar karena perlindungan konsumen merupakan juga kewajiban pemerintah

maka peranan pemerintah dalam menerapkan sanksi pidana dan administratif, sangatlah

penting. Dalam hubungan dengan perlindungan konsumen sering terjadi adalah tuntutan hak yang dikemukakan oleh konsumen karena merasa dirugikan oleh suu produk barang

atau jasa.

Ada tiga masalah yang menjadi bahan diskusi yaitu: Pertama, masalah prinsip

ganti rugi yang di dalamnya mencakup sistem pembuktian. Kedua, masalah lembaga

tempat penyelesaian sengketa, termasuk di dalamnya peranan lembaga-lembaga di luar

pengadilan. Ketiga, bagaimana cara mengajukan tuntutan hak (gugatan) apakah harus

selalu individual atau boleh berkelompok (class/representative action)35. Dalam

mengajukan gugatan perdata di samping gugatan konvensional, juga diperkenankan

gugatan kelompok (class action)36.

Class action adalah suatu cara yang diberikan kepada sekelompok orang yang

mempunyai kepentingan dalam suatu masalah, baik seorang atau lebih anggotanya

menggugat atau digugat sebagai perwakilan kelompok tanpa harus turut serta dari setiap anggota kelompok.

Dari pengertian class or representative action tersebut dapat diartikan adanya

gugatan yang mencakup kepentingan orang banyak yang mempunyai kesamaan

kepentingan dan diharapkan lebih praktis daripada gugatan individual dan tidak perlu

setiap orang turut serta dalam proses gugatan.

Menurut Gregory, class action sebagai “beberapa orang yang merasa dirugikan

oleh suatu produk menuntut ganti rugi di pengadilan bukan untuk diri mereka sendiri

akan tetapi juga untuk semua orang yang telah mengalami kerugian yang sama37.

Ketentuan gugatan perwakilan/kelompok (class action) diatur dalam diatur dalam pasal

46 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu ayat (1) merumuskan: Gugatan atas

pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh: ….b). sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama. Pada ayat (2) menentukan: Gugatan yang diajukan

sekelompok konsumen …sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ….diajukan

kepada peradilan umum. Pada penjelasannya dinyatakan bahwa gugatan kelompok

(class action) diakui undang-undang ini. Selanjutnya dalam penjelasannya bahwa

35Toto Tahir, Kemungkinan Gugatan Class Action Dalam Upaya Perlindungan Hukum

Pada Era Perdagangan Bebas, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2000, h. 68-69

36 Sanusi Bintang dan Dahlan, op.cit. h. 111 37 Toto Tahir, op.cit., h. 71

Page 55: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lv

gugatan harus diajukan oleh konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat

dibuktikan secara hukum, salah satu diantaranya adalah adanya transaksi 38.

Penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui dua cara yaitu: 1). Peradilan

(litigasi); dan 2). Di luar peradilan (nonlitigasi) atau alternative dispute resolution

(ADR)39 Atau dengan kata lain: a). Penyelesaian sengketa secara damai, dan b).

Penyelesaian melalui lembaga atau instansi yang berwenang40. Peradilan merupakan jalur penyelesaian konvensional untuk menyelesaikan

berbagai macam sengketa. Terdapat tiga tingkatan lembaga peradilan yaitu peradilan

tingkat pertama di Pengadilan Negeri (PN), peradilan tingkat kedua atau banding di

Pengadilan Tinggi (PT), dan peradilan kasasi di Mahkamah Agung (MA). Karena

penyelasaian suatu perkara dari tingkat pertama sampai kasasi membutuhkan rata-rata

antara 7-12 tahun sehingga dikhawatirkan berkurangnya kepercayaan masyarakat

terutama masyarakat bisnis terhadap lembaga peradilan. Juga tidak sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa peradilan

dilaksanakan secara sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Apa itu penyelesaian sengketa secara damai? Penyelesaian sengketa secara

damai dimaksudkan penyelesaian sengketa antar pihak, dengan atau tanpa

kuasa/pendamping bagi masing-masing pihak, melalui cara-cara damai. Perundingan secara musyawarah dan atau mufakat antar para pihak bersangkutan. Penyelesaian

sengketa dengan cara ini disebut pula “penyelesaian secara kekeluargaan”. Banyak

sengketa yang dapat atau tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan cara ini.

Cara penyelesaian sengketa secara damai sesungguhnya ingin diusahakan

bentuk penyelesaian yang “mudah, murah, dan (relatif) lebih cepat”. Dasar hukum

penyelesaian tersebut terdapat dalam KUHPerdata Indonesia (Buku III, Bab 18, pasal

1851-1854 tentang perdamaian/dading) dan dalam UU Perlindungan Konsumen N0. 8

tahun 1999, pasal 45 ayat (2) jo pasal 47.

Selain itu adanya gejala pengaruh dari luar negeri untuk penyelesaian sengketa

alternatif dan menampung kebutuhan para pelaku bisnis terhadap penyelesaian sengketa

yang lebih menguntungkan. Cara penyelesaian sengketa alternatif tersebut dinamakan alternative dispute resolution (ADR).

ADR mencakup antara lain negosiasi, mediasi, dan arbitrase. Negosiasi

merupakan proses tawar menawar antara pihak-pihak yang bersengketa dimana masing-

masing berusaha untuk mencapai kesepakatan tentang persolan tertentu yang

dipersengketakan, tanpa adanya campur tangan pihak ketiga.

Mediasi/Penengahan (mediation) merupakan kelanjutan proses negosiasi. Di

mana para pihak yang bersengketa menggunakan jasa pihak ketiga yang netral untuk

38 Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang

Perlindungan Konsumen (UUPK), Teori & Praktek Penegakan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, h. 80

39 Sanusi Bintang dan Dahlan, op.cit h. 113 40 Az. Nasution, op.cit,., h. 224

Page 56: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lvi

membantunya menyelesaikan sengketa itu. Apabila upaya perdamaian tidak berhasil

maka para pihak didasarkan kesepakatan tertulis dapat menyelesaikan melalui suatu

lembaga arbitrase atau arbitrase ad-hoc. Di Indonesia sudah ada Badan Arbitrase

Nasional Indonesia (BANI) yang merupakan suatu badan peradilan yang berfungsi

menyelesaikan sengketa-sengketa perdata yang timbul dalam soal perdagangan, baik

nasional maupun internasional. Mengapa harus arbitrse? Beberapa pertimbangan yang mendorong kalangan

bisnis memilih cara arbitrase adalah:

1. Untuk menghindari publisitas;

Untuk menekan biaya penyelesaian sengketa;

Untuk menyelesaikan sengketa secara cepat;

Untuk menyelesaikan sengketa melalui penggunaan para ahli di bidangnya; dan

2. Untuk menghindari penyelesaian sengketa yang tidak adil 41.

3. Tidak banyak formalitas dan murah bila dihubungkan dengan proses dan

prosedur arbitrase yang sederhana dan memungkinkan biaya arbitrase tidak

3. semahal biaya peradilan biasa42.

Ilustrasi berikut menunjukkan suatu kategorisasi sederhana mengenai proses

penyelesaian sengketa yang paling umum digunakan, yang tersusun dari konflik atau pertikaian yang paling hebat sampai kepada kerja sama atau kolaborasi yang paling

baik. Ilustrasi tersebut juga menunjukkan apakah para pihak menyelesaikan sengketanya

sendiri atau melalui jasa baik pihak ketiga, dan apakah bila pihak ketiga terlibat, pihak

ketiga tersebut benar-benar memutuskan sengketa atau semata-mata membantu para

pihak untuk memutuskan sengketa tersebut demi kepentingan mereka sendiri 43

SANKSI-SANKSI

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 79 Tahun 1978 tentang Label dan

Periklanan Makanan pada pasal 41-45 mengatur tentang perbuatan mengedarkan

makanan tanpa label yang menyatakan dilarang dan dapat diancam dengan sanksi-sanksi sebagaimana termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan atau

tindakan administratif berupa penarikan nomor daftar produk dan atau tindakan lain

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada kasus yang berkaitan dengan pelanggaran hukum pidana yang dilakukan

oleh pengusaha dikenakan sanksi pidana sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang

tersebut dan di sisi lain konsumen yang dirugikan tidak memiliki hak apapun atas

pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha tersebut . Dari sisi hukum administrasi

41 Sanusi Bintang dan Dahlan, op.cit. , h. 119 42 Ida Bagus Wyasa Putra, Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional, dalam Transaksi

Bisnis Internasionl, Refika Aditama, Bandung, 2000, h. 78 43 Gary Goodpaster, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa, Arbitrase Di

Indonesia, Seri Dasar-Dasar Hukum Ekonomi 2, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1995, h. 3

Page 57: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lvii

umumnya peraturan atau keputusan menetapkan sanksi administrasi kepada pengusaha

seperti pencabutan ijin atau pembekuan ijin usaha 44.

Sanksi-sanksi atas atas pelanggaran kewajiban memasang label makanan

(dalam Kemasan) diatur dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992

tentang Kesehatan pada pasal 84 ayat (1) menyebutkan barangsiapa mengedarkan

makanan dan atau minuman yang dikemas tanpa mencantumkan tanda atau label sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling

lama 1 (satu) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas

juta rupiah).

Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sanksi administratif dan

sanksi pidana dapat dijatuhkan terhadap pelaku usaha yang melanggar, sedangkan

dalam Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan, tindakan administratif

dikenakan kepada setiap orang yang melanggar. Peringatan tersebut sebanyak-

banyaknya tiga kali.

Dalam pasal 60 ayat (2) Undang-undang Perlindungan Konsumen, sanksi

administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,00,- (dua ratus

juta rupiah), sedangkan pasal 62 ayat (1) Undang-undang Perlindungan Konsumen,

sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00,- (dua miliar rupiah) kepada pelaku usaha yang

melanggar pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 13 ayat (2), pasal 15, pasal 17 ayat (1) huruf

a, huruf b, huruf, c, huruf e, ayat (2) dan pasal 18.

Sedangkan pasal 62 ayat (2) Undang-undang Perlindungan Konsumen, sanksi

pidana berupa pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling

banyak Rp. 500.000.000,00,- (lima ratus juta rupiah) kepada pelaku usaha yang

melanggar pasal 11, pasal 12, pasal 13 ayat (1), pasal 14, pasal 16, dan pasal 17 ayat (1)

huruf d dan huruf f.

Dalam Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan, pasal 61 ayat (2)

disebutkan bahwa tindakan administratif yang dikenakan meliputi:

peringatan secara tertulis; larangan untuk mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk menarik

produk pangan peredaran;

pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia;

penghentian produksi untuk sementara waktu;

pengenaan denda paling tinggi Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), dan atau;

pencabutan izin produksi atau izin usaha.

KESIMPULAN

44 Adriana Pakendek, op.cit., h. 25-26

Page 58: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lviii

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan

merupakan suatu undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur tentang label

pangan sebagai bentuk perlindungan hukum bagi konsumen namun masih banyak

pelanggaran dan ditemukan makanan dan minuman yang dijual tidak berlabel terutama

mamin produk rumah tangga (home industry).

SARAN

Hendaknya produsen memperhatikan pencantuman label pada suatu produk

yang di produksi sesuai dengan standar yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Pemerintah Nomor 69

Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan merupakan suatu undang-undang dan

peraturan pemerintah yang mengatur tentang label pangan dan bagi konsumen agar

memperhatikan label pangan dan informasi tentang produk tersebut sebelum membeli

apalagi mengkonsumsi .

Page 59: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lix

IMPLIKASI HUKUM PENERAPAN CLASS ACTION DALAM

PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP

Oleh:

M. AMIN RAHMAN, SH.,MH.

Abstraction

This Watchfulness aim gets objective description about accusation

arrangement class action follow number law 32 year 2009 with impact evoked. To

achieve aim that formulated this watchfulness is used good law sources data comes from documentation, also book related this writing .

As to this watchfulness conclusion accusation class action is right procedural in the

form of accusation by society group passes the representation, on the basis of problem

sameness, law fact, and importance sameness, to get to change to lost and/or certain

action from (rubber) is accused to pass civil jurisdiction process. While impact that

influence applications class action of course very significant good reviewed from where

with existence class action simplify case to court, lighten cost and erudition

comprehension about law but such from side other still there where does accusation

publication towards accused very put into corner; with finance management very

difficult in the distribution.

Keyword : Law implication - Applications class action - Environment quarrel

completion.

LATAR BELAKANG

Pencemaran lingkungan berkaitan dengan hubungan masyarakat manusia dan

alam lingkungan secara kodrati, sebenarnya keduanya merupakan satu kesatuan

kehidupan sebagai biotic community.

Menurut Siti Sundari Rangkuti, keberadaan hukum bagi masyarakat

diharapkan dapat berperan sebagai “agent of stability” dengan fungsi perlindungan dan

kepastian bagi masyarakat, serta sebagai “agent of development” atau “agent of change”

dengan fungsi sebagai sarana pembangunan. Fungsi-fungsi seperti itu dimaksudkan

untuk dapat mencapai tujuan hukum itu sendiri, yakni mencapai ketertiban, keadilan dan kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa serta bernegara.

Page 60: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lx

Dalam pada itu, aparatur pemerintah berkewajiban mengusahakan agar setiap kaidah

dapat ditaati masyarakat menurut tata cara yang telah ditentukan. 59

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran objektif tentang

pengaturan gugatan class action menurut Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 serta

dampak yang ditimbulkannya. Untuk mencapai tujuan yang dirumuskan penelitian ini

digunakan penelitian yuridis normatif. Data diperoleh berupa data sumber-sumber

hukum baik berasal dari dokumentasi, jurnal maupun buku-buku berkaitan penulisan

ini.

Adapun kesimpulan penelitian ini adalah gugatan Class Action merupakan hak

prosedural dalam bentuk gugatan oleh kelompok masyarakat melalui perwakilannya,

atas dasar kesamaan masalah, fakta hukum, dan kesamaan kepentingan, untuk

memperoleh ganti rugi dan/atau tindakan tertentu dari (para) tergugat melalui proses

peradilan perdata. Sedangkan dampak yang mempengaruhi penerapan class action

tentunya sangat signifikan baik ditinjau dari sisi kebaikannya dimana dengan adanya class action mempermudah perkara ke pengadilan, memperingan biaya dan pemahaman

pengetahuan tentang hukum namun demikian dari sisi lain masih ada kelemahan dimana

publikasi gugatan terhadap tergugat sangat menyudutkan, serta pengelolaan keuangan

sangat sulit dalam pembagiannya.

Sehubungan dengan upaya perlindungan kelestarian lingkungan hidup beserta

fungsinya, salah satu instrumen yang dapat dilakukan melalui penerapan sanksi hukum,

seperti sanksi hukum administrasi, sanksi perdata (tanggung jawab perdata) serta sanksi

pidana.60

Membatasi pada sanksi perdata atau tanggung jawab perdata, dikaji dari

bentuknya adalah berupa ganti rugi. Adapun pihak yang berkewajiban membayar ganti

rugi adalah pihak yang karena perbuatannya diduga atau telah menimbulkan perusakan

dan/atau pencemaran lingkungan hidup yang berakibat kepada kerugian pihak lain.

59 Rangkuti, Siti Sundari, Hukum Lingkungan Dan Kebijaksanaan Lingkungan Dalam

Proses Pembangunan Hukum Nasional Indonesia, Disertasi, Universitas Airlangga, Surabaya, 1986.

60 Hamzah, A., Penegakan Hukum Lingkungan, Penerbit Arikha Media Cipta, Cet. ke-1, Jakarta, 1995.

Page 61: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxi

Kewajiban membayar kerugian ini sejalan dengan prinsip pencemar membayar (polluter

pays principle) yang dikembangkan dalam Hukum Lingkungan.61

Selanjutnya jika dikaji dari proses kelahirannya, ganti rugi sebagai suatu

sanksi yang dibebankan kepada seseorang dapat timbul melalui 2 (dua) jalur, yakni jalur

proses di luar lembaga peradilan dan jalur proses melalui badan peradilan. Kedua jalur

tersebut, dalam rangka penegakan hukum lingkungan merupakan hal yang menarik,

minimal bilamana dikaji dari kelembagaan, proses beserta faktor-faktor penghambatnya.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam alinea-alinea diatas,

terdapat beberapa permasalahan yang dianggap relevan untuk mendapatkan pembahasan

dalam penulisan ini.

a. Bagaimana pengaturan gugatan perwakilan kelompok atau class action menurut

Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup?

b. Bagaimana dampak yang mempengaruhi penerapan class action dalam penyelesaian

sengketa lingkungan hidup?

PENGATURAN GUGATAN CLASS ACTION

Sejarah Perkembangan Class Action di Indonesia Sejarah class action di

Indonesia dibagi menjadi dua periode: Periode sebelum adanya pengakuan class action.

Periode setelah adanya pengakuan class action.

Yang menjadi tolak ukur dari pengakuan class action adalah dengan

dikeluarkannya Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

pengelolahan Lingkungan Hidup.

Periode sebelum adanya pengakuan class action

Sebelum tahun 1997, meskipun belum ada aturan hukum yang mengatur

mengenai class action, namun gugatan class action sudah pernah dipraktekkan dalam

dunia peradilan di Indonesia. Gugatan class action yang pertama di Indonesia dimulai

pada tahun 1987 terhadap Kasus R.O. Tambunan melawan Bentoel Remaja, Perusahaan

61 Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University

Prress, 1985, hal 23

Page 62: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxii

Iklan, dan Radio Swasta Niaga Prambors. Perkara Bentoel Remaja yang diajukan di PN

Jakarta Pusat.

Menyusul kemudian Kasus Muchtar Pakpahan melawan Gubernur DKI Jakarta

& Kakanwil Kesehatan DKI (kasus Endemidemam Berdarah) di PN Jakarta Pusat pada

tahun 1988 dan Kasus YLKI melawan PT.PLN Persero (kasus pemadaman listrik se-

Jawa Bali tanggal 13 April 1997) pada tahun 1997di PN Jakarta Selatan. Dalam

gugatan Bentoel Remaja, Pengacara R.O.Tambunan mendalilkan dalam gugatannya

bahwa ia tidak hanya mewakili dirinya sebagai orang tua dari anaknya namun juga

mewakili seluruh generasi muda yang diracuni karena iklan perusahaan rokok Bentoel.

Dari ketiga kasus class action di atas sayangnya tidak ada satupun gugatan

yang dapat diterima oleh pengadilan dengan pertimbangan :

Gugatan class action bertentangan dengan adagium hukum yang berlaku

bahwa tidak ada kepentingan maka tidak aksi (point d’intetrest, point d’action). Hal ini

diperkuat dalam yurisprudensi MA dalam putusannya pada tahun 1971 yang

mengisyaratkan bahwa gugatan harus diajukan oleh orang yang memiliki hubungan

hukum. Pihak penggugat tidak berdasarkan pada suatu Surat Khusus, dalam 123 HIR

disebutkan bahwa untuk dapat mewakili pihak lain yang tidak ada hubungan hukum

diperlukan suatu Surat Khusus. Belum ada hukum positif di Indonesia yang mengatur mengenai gugatan class action, baik soal definisi maupun prosedural mengajukan

gugatan class action ke pengadilan

Periode setelah adanya pengakuan class action

Class Action dalam Hukum Positif di Indonesia baru diberikan pengakuan

setelah diundangkannya Undang-undang Lingkungan Hidup pada tahun 2009 kemudian

diatur pula dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang

Kehutanan pada tahun 1999.

Namun pengaturan Class Action hanya terbatas dan diatur dalam beberapa

pasal saja. Selain itu ketiga Undang-undang tersebut tidak mengatur secara rinci

mengenai prosedur dan acara dalam gugatan perwakilan kelompok (Class Action).

Sebelum tahun 2002, gugatan secara class action umumnya dilakukan tanpa adanya mekanisme pemberitahuan bagi anggota kelompok dan pernyataan keluar dari anggota

kelompok. Gugatan secara class action dilaksanakan melalui prosedur yang sama

dengan gugatan perdata biasa.

Ketentuan yang secara khusus mengenai acara dan prosedur Class Action baru diatur pada tahun 2002 dengan dikeluarkannya PERMA No. I Tahun 2002 tentang

Page 63: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxiii

Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 mengatur

tentang kewajiban pemberitahuan bagi wakil kelompok dan membuka kesempatan

keluar dari gugatan class action bagi anggota kelompok (opt out).

Pengertian Class Action62

Ada beberapa definisi yang mencoba menjelaskan istilah class action, baik

menurut kamus hukum, peraturan perundangan maupun dari ahli hukum, diantaranya:

Meriam Webster Colegiate Dictionary Dalam Meriam Webster Colegiate

Dictionary edisi ke-10 tahun 1994 disebutkan yang dimaksud class action : a legal

action under taken by one or more plaintiffs on behalf of themselves and all other

persons havings an identical interest in alleged wrong. 63

Black’s law dictionary, Class action adalah sekelompok besar orang yang

berkepentingan dalam suatu perkara, satu atau lebih dapat menuntut atau dituntut

mewakili kelompok besar orang tersebut tanpa perlu menyebut satu peristiwa satu

anggota yang diwakili.

Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan

Lingkungan Hidup. Class action adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak

mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan

permasalahan, fakta hukum dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan hidup.64

PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Di

Indonesia terminologi class action diubah menjadi Gugatan Perwakilan Kelompok.

PERMA No. 1 Tahun 2002 merumuskan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action)

sebagai suatu prosedur pengajuan gugatan, dimana satu orang atau lebih yang mewakili

kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili

sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau

kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.

Sumber Hukum Class Action di Indonesia

62 Indra Soerjanto, Pengertian Umum, Manfaat dan Dasar Hukum Class Action di Indonesia, bahan makalah tanggal 6 September 2002. 63 Kamus Webster Colegiate Dictionary edisi ke-10 tahun 1994 64 Penjelasan Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup.

Page 64: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxiv

Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan

Lingkungan Hidup

Dalam pasal 37 ayat 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 disebutkan bahwa

masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan

ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan

perikehidupan masyarakat.

Dalam penjelasan pasal 37 ayat (1) menyebutkan bahwa yang dimaksud hak

mengajukan gugatan perwakilan pada ayat ini adalah hak kelompok kecil masyarakat

untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar

kesamaan permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan yang ditimbulkan karena

pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Pasal 46 ayat 1 huruf b UU No. 8 Tahun1999 menyebutkan bahwa gugatan

atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh kelompok konsumen yang

mempunyai kepentingan yang sama. Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 46 ayat 1

Huruf b menjelaskan bahwa Undang-undang ini (Perlindungan Konsumen) mengakui

gugatan kelompok atau class action. Gugatan kelompok atau class action harus diajukan

oleh konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah

satu diantaranya adalah adanya bukti transaksi.

Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

Dalam pasal 38 ayat 1 UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

disebutkan bahwa masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan

konstruksi berhak mengajukan gugatan ke pengadilan secara: (a) orang perorangan; (b)

kelompok orang dengan pemberian kuasa;(c) kelompok orang tidak dengan kuasa

melalui gugatan perwakilan.

Sedangkan dalam penjelasan pasal 38 ayat (1) UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa

Konstruksi disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “hak mengajukan gugatan

perwakilan” adalah hak sekelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili

masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan,

faktor hukum, dan ketentuan yang ditimbulkan karena kerugian atau gangguan sebagai

akibat kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

Page 65: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxv

Dalam pasal 39 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 disebutkan bahwa

gugatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (1) adalah tuntutan untuk

melakukan tindakan tertentu dan/atau berupa biaya atau pengeluaran nyata, dengan

tidak menutup kemungkinan tuntutan lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku. Penjelasan pasal 39 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 disebutkan

bahwa khusus gugatan perwakilan yang diajukan oleh masyarakat tidak dapat berupa

tuntutan membayar ganti rugi, melainkan hanya terbatas gugatan lain, yaitu :

Memohon kepada pengadilan agar salah satu pihak dalam penyelenggaraan

pekerjaan konstruksi untuk melakukan tindakan hukum tertentu yang berkaitan dengan

kewajibannya atau tujuan dari kontrak kerja konstruksi;

Menyatakan seseorang (salah satu pihak) telah melakukan perbuatan melawan

hukum karena melanggar kesepakatan yang telah ditetapkan bersama dalam kontrak

kerja konstruksi;

Memerintahkan seseorang (salah satu orang) yang melakukan usaha/kegiatan

jasa konstruksi untuk membuat atau memperbaiki atau mengadakan penyelamatan bagi

para pekerja jasa konstruksi.

Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

Pengaturan mengenai gugatan class action dalam Undang-Undang No. 41

Tahun 1999 tentang Kehutanan diatur dalam Pasal 71 ayat 1 yang menyatakan bahwa

masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan atau melaporkan

ke penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat.

Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan

Perwakilan Kelompok.65

PERMA ini mengatur mengenai prosedur atau tata cara

gugatan perwakilan kelompok (Class Action). PERMA ini terdiri dari enam bab, yaitu:

Bab I : Ketentuan umum.

Dalam bab ini mengatur mengenai definisi beberapa elemen penting dari gugatan

perwakilan kelompok seperti definisi dari gugatan perwakilan kelompok, wakil

kelompok, anggota kelompok, sub kelompok, pemberitahuan dan pernyataan keluar.

Bab II : Tata Cara dan Persyaratan Gugatan Perwakilan Kelompok.

65 PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok

Page 66: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxvi

Dalam bab ini diatur masalah kriteria gugatan perwakilan kelompok, persyaratan

formal, surat kuasa, penetapan hakim dikabulkannya/ditolaknya gugatan perwakilan

kelompok, penyelesaian perdamaian.

Bab III: Pemberitahuan/ Notifikasi.

Dalam bab ini diatur mengenai tata cara pemberitahuan bagi anggota kelompok,

sehingga anggota kelompok dapat menyatakan dirinya keluar keanggotaan apabila tidak

menghendaki hak-haknya diperjuangkan melalui gugatan perwakilan kelompok serta

sarana pemberitahuan.

Bab IV : Pernyataan Keluar.

Didalamnya dijelaskan bahwa hanya anggota kelompok yang ingin menyatakan dirinya keluar wajib memberitahukan secara tertulis dan bagi yang tetap ingin bergabung tidak

perlu melakukan tindakan apa-apa.

Bab V : Putusan.

Putusan dalam gugatan perwakilan kelompok wajib mengatur hal-hal seperti jumlah

ganti kerugian secara rinci, penentuan kelompok dan atau sub kelompok yang berhak,

mekanisme pendistribusian ganti kerugian dan langkah-langkah yang wajib ditempuh

oleh wakil kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian.

Bab VI : Ketentuan Penutup.

Dalam bab ini disebutkan bahwa ketentuan lain yang telah diatur dalam hukum acara

perdata tetap berlaku di samping ketentuan dalam PERMA ini.

Unsur-unsur Class Action

Adapun unsur-unsur Class Action adalah sebagai berikut:

Gugatan secara perdata

Gugatan dalam class action masuk dalam lapangan hukum perdata. Istilah

gugatan dikenal dalam hukum acara perdata sebagai suatu tindakan yang bertujuan

untuk memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk menghindari

adanya upaya main hakim sendiri (eigenechting).

Page 67: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxvii

Gugatan yang merupakan bentuk tuntutan hak yang mengandung sengketa,

pihak-pihaknya adalah pengugat dan tergugat. Pihak disini dapat berupa orang

perseorangan maupun badan hukum. Umumnya tuntutan dalam gugatan perdata adalah

ganti rugi berupa uang.

Wakil Kelompok (Class Representative)

Adalah satu orang atau lebih yang menderita kerugian yang mengajukan

gugatan sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya.Untuk

menjadi wakil kelompok tidak disyaratkan adanya suatu surat kuasa khusus dari

anggota Kelompok. Saat gugatan class action diajukan ke pengadilan maka kedudukan

dari wakil Kelompok sebagai penggugat aktif.

Anggota Kelompok (Class members)

Adalah sekelompok orang dalam jumlah yang banyak yang menderita kerugian

yang kepentingannya diwakili oleh wakil kelompok di pengadilan. Apabila class action

diajukan ke pengadilan maka kedudukan dari anggota kelompok adalah sebagai

penggugat pasif.

Adanya kerugian

Untuk dapat mengajukan class action, baik pihak wakil kelompok (class

repesentatif) maupun anggota kelompok (class members) harus benar-benar atau

Kesamaan peristiwa atau fakta dan dasar hukum.

Terdapat kesamaan fakta (peristiwa)dan kesamaan dasar hukum (question

oflaw) antara pihak yang mewakili (class representative) dan pihak yang diwakili (class

members).

Ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam menggunakan

prosedur class action. Tidak terpenuhi persyaratan ini dapat mengakibatkan gugatan

yang diajukan tidak dapat diterima. Dibeberapa negara yang menggunakan prosedur

class action pada umumnya memiliki persyaratan umum yang sama yaitu :

Adanya sejumlah anggota yang besar (Numerosity)

Jumlah anggota kelompok (classmembers) harus sedemikan banyak sehingga

tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri (individual).

Page 68: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxviii

Adanya kesamaan (Commonality)

Terdapat kesamaan fakta (peristiwa) dan kesamaan dasar hukum (question of

law) antara pihak yang mewakilili (class representative) dan pihak yang diwakili (class

members).Wakil Kelompok dituntut untuk menjelaskan adanya kesamaan ini.

Sejenis (Typicality)

Tuntutan (bagi plaintiff Class Action) maupun pembelaan (bagi defedant Class Action) dari seluruh anggota yang diwakili (class members) haruslah sejenis. Pada

umumnya dalam class action, jenis tuntutan yang dituntut adalah pembayaran ganti

kerugian.

Wakil kelompok yang jujur (Adequacyof Repesentation)

Wakil kelompok harus memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi

kepentingan anggota kelompok yang diwakili. Untuk menentukan apakah wakil

kelompok memiliki kriteria Adequacy of Repesentation tidaklah mudah, hal ini sangat

tergantung dari penilaian hakim. Untuk mewakili kepentingan hukumanggota kelompok, wakil kelompok tidak dipersyaratkan memperoleh surat kuasa khusus dari

anggota kelompok. Namun, dalam hal wakil kelompok mewakilkan proses beracara

kepada pengacara, maka wakil kelompok harus memberikan surat kuasa khusus kepada

pengacara pilihannya.

Jenis-jenis Class Action66

Plaintiff Class Action dan Defendant Class Action

Dilihat dari para pihak yang saling berhadapan, di beberapa negara class action

dapat dibagi menjadi dua jenis class action yaitu Plaintiff class action dan Defendant

class action. Plaintiff class action adalah pengajuan gugatan secara perwakilan oleh

seorang untuk kepentingan sendiri dan kepentingan kelompok dalam jumlah yang besar.

Defendant class action adalah pengajuan gugatan secara perwakilan oleh

seorang atau lebih yang ditunjuk untuk membela kepentingan sendiri dan kepentingan

66 Kadir Mappong, Prosedur Gugatan Perwakilan (Class Action) dan Kaitannya dengan

Hukum Acara Perdata, bahan makalah Seminar Sehari : Meningkatkan Peran Serta Masyarakat dalam Rangka Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Negara Melalui PERMA No. 1/2002,

Oktober 2002.

Page 69: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxix

kelompok dalam jumlah yang besar. Negara-negara seperti Inggris, Australia, India,

Amerika Serikat dan Kanada serta Indonesia menggunakan Defendant class action.

Public Class Action dan Private ClassAction

Menurut kepentingan pihak yang dilindungi dan siapa yang berwenang

menuntutnya, di negara bagian Ontario Kanada berdasarkan Ontario Law Reform

Commission, gugatan class action dibagi menjadi Public class action dan Private class

action. Pembagian ini didasarkan pada siapa yang akan mewakili untuk menuntut ke

pengadilan dalam hal terjadi ketidakadilan bagi masyarakat luas.

Public class action adalah class action yang diajukan terhadap pelanggaran

kepentingan publik. Class action ini diajukan oleh instansi pemerintah yang mempunyai

kapasitas (biasanya jaksa/penuntut umum) dimana instansi pemerintah tersebut bukan

anggota atau bagian dari suatu kelompok yang secara langsung dirugikan.Private class

action adalah class action yang diajukan terhadap pelanggaran hak-hak perorangan

yang dialami oleh sejumlah besar orang. Class action ini diajukan oleh perorangan yaitu

oleh seorang atau beberapa orang yang menjadi bagian dari suatu kelompok atas dasar

kesamaan permasalahan hukum dan tuntutan.

True Class Action, Hybrid Class Action dan Spurious Class Action

Di samping dua kriteria pembagian class action tersebut, Amerika berdasarkan

Federal Rule of Civil Procedure tahun 1938 pernah membagi class action ke dalam tiga

jenis class action yaitu true class action, hybrid class action dan spurious class action.

True class action adalah class action dimana dalam suatu kelompok seluruh

anggotanya mempunyai kepentingan yang sama atau mempunyai hak yang diperoleh

bersama-sama dan atas kasus yang sama. Contoh class action jenis ini adalah kasus para

konsumen di perumahan yang mengalami kerusakan pada bagian rumahnya karena

wanprestasi dari pengembang dan tuntutan yang diajukan adalah berupa ganti kerugian.

Hybrid class action adalah class action dimana hak yang dituntut oleh suatu

kelompok orang ada beberapa tetapi objek gugatannya adalah untuk memperoleh

putusan hakim tentang tuntutan terhadap suatu barang atau hak milik tertentu dari

tergugat. Contoh kasus class action jenis ini adalah ada desain setir mobil yang

berbentuk tanduk rusa yang membahayakan para konsumennya apabila ada kecelakaan.

Sudah banyak korban yang mengalami kecelakaan akibat tertusuk setir berbentuk

tanduk rusa tersebut. Oleh karena itu baik pengemudi yang telah atau belum mengalami

kecelakaan dapat mengajukan gugatan ke perusahaan setir mobil tersebut, dengan beberapa tuntutan: ada yang menuntut supaya diganti dengan desain yang aman, ada

Page 70: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxx

yang menuntut ganti setir yang lain yang aman, dan ada yang menuntut ganti rugi

berupa uang karena telah mengalami kecelakaan.

class action adalah class action dimana beberapa kepentingan dari para

anggota kelompok yang tidak saling berhubungan satu sama dengan yang lain dalam

permasalahan yang sama terhadap seorang tergugat. Contoh gugatan ini adalah

misalnya adanya permasalahan dari konsumen suatu perumahan. Para konsumen Blok

A mengeluhkan belum adanya sarana air bersih seperti yang dijanjikan pengembang.

Para konsumen Blok B mengeluhkan tidak adanya taman bermain dan para konsumen

Blok C mengeluhkan tidak ada sarana jalan yang baik. Para konsumen Blok A, B, C

dapat mengajukan gugatan class action berdasarkan permasalahan yang dialaminya. Namun setelah ketentuan dalam Federal Ruleof Civil Procedure tahun 1938 direvisi

pada tahun 1966, pembagian tersebut ditiadakan karena seringkali membingungkan

dalam penerapannya. Namun meski dalam sistem hukum federal telah ditiadakan, ada

beberapa Negara bagian yang masih menganutnya, meskipun tidak semua jenis.Negara

bagian Lousiana masih menganutTrue class action dan negara bagian Georgia masih

menganut Spurious class action.

Jenis Gugatan diluar Class Action67

Negara-negara yang tidak menganut sistem hukum Common Law tidak mengenal prosedur class action, namun mereka mempunyai suatu prosedur pengajuan

gugatan yang melibatkan sejumlah besar orang secara perwakilan. Berikut adalah

gugatan–gugatan yang berdimensi kepentingan umum di luar class action :

Actio Popularis

Menurut Gokkel, actio popularis adalah gugatan yang dapat diajukan oleh

setiap orang, tanpa ada pembatasan, dengan pengaturan oleh negara. Menurut

Kotenhagen-Edzes, dalam actio popularis setiap orang dapat menggugat atas nama kepentingan umum dengan menggunakan pasal 1401 Niew BW (pasal 1365 BW). Dari

kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa action popularis adalah suatu

gugatan yang dapat diajukan oleh setiap orang terhadap suatu perbuatan melawan

hokum dengan mengatasnamakan kepentingan umum, berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang mengatur adanya prosedur tersebut.

67 Alder, John & David Wilkinson (1998), Environmental Law & Ethics, Macmillan Inc. New York.

Page 71: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxxi

Dalam Black’s Law Dictionary, public interest atau kepentingan umum adalah

kepentingan masyarakat luas atau warga negara secara umum yang berkaitan dengan

Negara atau pemerintah. Namun pengertian yang lebih mudah mengenai kepentingan

umum adalah kepentingan yang harus didahulukan dari kepentingan pribadi atau

individu atau kepentingan lainnya, yang meliputi kepentingan bangsa dan negara,

pelayanan umum dalam masyarakat luas, rakyat banyak dan atau pembangunan di berbagai bidang. Penyelenggaraan kepentingan umum merupakan tugas dari

pemerintah, sehingga gugatan secara actio popularis pada umumnya ditujukan kepada

pemerintah. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa pelayanan umum juga

dilaksanakan oleh pihak swasta, sehingga gugatan actio popularis dapat diajukan pula

kepada swasta yang ikut menyelenggarakan kepentingan umum tersebut.

Actio Popularis memiliki kesamaan dengan class action, yaitu sama-sama

merupakan gugatan yang melibatkan kepentingan sejumlah besar orang secara

perwakilan oleh seorang atau lebih. Yang membedakan dengan class action adalah

dalam actio popularis yang berhak mengajukan gugatan adalah setiap orang atas dasar

bahwa ia adalah anggota masyarakat tanpa mensyaratkan bahwa ia adalah orang yang

menderita kerugian secara langsung. Dalam class action tidak setiap orang dapat

mengajukan gugatan, melainkan hanya satu atau beberapa orang yang merupakan

anggota kelompok yang mengalami kerugian secara langsung. Kepentingan yang

dituntut dalam action popularis adalah kepentingan umum yang dianggap kepentingan

setiap anggota masyarakat juga, sedangkan dalam class action kepentingan yang dituntut adalah kepentingan yang sama dalam suatu permasalahan yang menimpa

kelompok tersebut.

Citizen Law Suit

Prinsip actio popularis dalam system hukum civil law sama denga prinsip

citizen law suit terhadap pelanggaran pencemaran lingkungan yang diajukan oleh warga

negara, lepas apakah warga Negara tersebut mengalami secara langsung atau tidak

langsung dari pencemaran tersebut. Hal ini dikarenakan masalah perlindungan

lingkungan merupakan kepentingan umum atau kepentingan masyarakat luas, maka

setiap warga negara berhak menuntutnya.

Groep Acties

Gugatan yang hampir mirip dengan gugatan class action adalah yang dalam

terminologi hukum di negara Belanda dikenal dengan groep acties yang mempunyai

pengertian sebagai suatu hak yang diberikan oleh suatu badan hukum untuk mengajukan

gugatan mewakili orang banyak. Dalam prinsip groep acties, badan hukum dapat

mewakili kepentingan orang banyak apabila dalam anggaran dasarnya mencantumkan

Page 72: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxxii

kepentingan yang serupa dengan yang diperjuangkannya di pengadilan, yaitu

memperjuangkan kepentingan orang banyak yang diwakilinya namun tidak boleh

menuntut ganti rugi berupa uang.

Legal Standing

Tidak sedikit praktisi hukum yang mencampuradukkan antara pengertian

gugatan perwakilan kelompok (class action) dan konsep hak gugat lembaga swadaya

masyarakat (LSM). Sesungguhnya gugatan perwakilan kelompok /class action dan hak

gugat LSM memiliki perbedaan. Gugatan perwakilan kelompok terdiri dari unsur wakil

kelas yang berjumlah satu orang atau lebih (class representative) dan anggota kelas

yang pada umumnya berjumlah besar (class members). Baik wakil kelas maupun

anggota kelas pada umumnya merupakan pihak korban atau yang mengalami kerugian

nyata. Sedangkan dalam konsep Legal Standing, LSM sebagai penggugat bukan sebagai

pihak yang mengalami kerugian nyata. Namun karena kepentingannya ia mengajukan

gugatannya. Misalkan dalam perkara perlindungan lingkungan hidup, LSM sebagai penggugat mewakili kepentingan perlindungan lingkungan hidup yang perlu

diperjuangkan karena posisi lingkungan hidup sebagai ekosistem sangat penting.

Lingkungan Hidup tentu tidak dapat memperjuangkan kepentingannya sendiri

karena sifatnya yang in-animatif (tidak dapat berbicara) sehingga perlu ada pihak yang memperjuangkan. Pihak yang dapat mengajukan class action dapat orang perorangan

atau beberapa orang atau kelompok orang yang mewakili beberapa orang dalam jumlah

yang banyak. Sedangkan pihak yang dapat mengajukan legal standing hanyalah

LSM/Kelompok Organisasi yang memenuhi syarat-syarat. Perbedaan lainnya adalah

tuntutan ganti rugi dalam class action pada umumnya adalah berupa ganti rugi berupa

uang, sedangkan dalam legal standing tidak dikenal tuntutan ganti kerugian uang. Ganti

rugi dapat dimungkinkan sepanjang atau terbatas pada ongkos atau biaya yang telah

dikeluarkan oleh organisasi tersebut.

Dalam hukum di Indonesia tidak ditemukan definisi secara jelas dan rinci

mengenai pengertian legal standing. Beberapa perundang-undangan memberikan istilah

legal standing secara berbeda-beda. Legal standing dalam UU Lingkungan Hidup

diistilahkan sebagai Hak Gugat Organisasi Lingkungan.

Dalam UU Perlindungan Konsumen dikenal sebagai gugatan atas pelanggaran

pelaku usaha yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya

Masyarakat. Sedangkan dalam UU Kehutanan, Legal Standing diistilahkan sebagai

gugatan perwakilan oleh organisasi bidang kehutanan. Definisi secara bebas dari legal

standing adalah suatu tata cara pengajuan gugatan secara perdata yang dilakukan oleh

satu atau lebih lembaga swadaya masyarakat yang memenuhi syarat atas suatu tindakan

Page 73: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxxiii

atau perbuatan atau keputusan orang perorangan atau lembaga atau pemerintah yang

telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

Tidak semua organisasi atau LSM yang dapat mengajukan hak gugat LSM

(legal standing). Untuk bidang Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa hanya

organisasi Lingkungan Hidup /LSM Lingkungan Hidup yang memenuhi beberapa

persyaratan yang dapat mengajukan gugatan Legal Standing, yaitu :

Berbentuk badan hukum atau yayasan

Dalam anggaran dasar organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan

menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk

kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup; Telah melaksanakan kegiatan sesuai

dengan anggaran dasarnya. Tidak setiap organisasi lingkungan hidup dapat

mengatasnamakan lingkungan hidup, melainkan harus memenuhi persyaratan tertentu.

Dengan adanya persyaratan tersebut, maka secara selektif keberadaan

organisasi lingkungan hidup diakui memiliki ius standi untuk mengajukan gugatan atas

nama lingkungan hidup ke pengadilan, baik ke peradilan umum ataupun peradilan tata

usaha Negara tergantung pada kompetensi peradilan yang bersangkutan dalam

memeriksa dan mengadili perkara yang dimaksud.

Pada lingkup Perlindungan Konsumen, gugatan pelanggaran perilaku usaha

dapat dilakukan oleh lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang

memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran

dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut

adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan

sesuai dengan anggaran dasarnya. Dalam gugatan pada lingkungan Hidup, hak

mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk hak melakukan tindakan tertentu

tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.

Prosedur pelaksanaan Class Action

Ketentuan hukum acara dalam class action di Indonesia diatur secara khusus

dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang acara gugatan perwakilan kelompok. Namun

sepanjang tidak diatur PERMA No. 1 Tahun 2002, maka untuk hukum acara dalam

Page 74: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxxiv

classaction berlaku juga ketentuan dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku

(HIR/RBg).68

Untuk mewakili kepentingan hukum anggota kelompok, wakil kelompok tidak

dipersyaratkan memperoleh surat kuasa khusus dari anggota kelompok (pasal 4 PERMA

No. 1 Tahun 2002). Dalam ketentuan hukum acara perdata diIndonesia, tidak ada

kewajiban bagi para pihak (baik penggugat maupun tergugat) untuk diwakili oleh orang

lain atau pengacara selama pemeriksaan dipersidangan. Para pihak dapat secara

langsung maju dalam proses pemeriksaan di persidangan. Namun seperti halnya proses

persidangan yang lazim dilakukan, para pihak biasanya diwakili atau memberikan kuasa

kepada pengacara untuk maju dalam persidangan.

Dalam kasus class action, berlaku juga ketentuan hukum acara perdata yang

mensyaratkan, apabila wakil kelompok pihak diwakili atau didampingi oleh pengacara

maka diwajibkan untuk membuat surat kuasa khusus antara wakil kelompok kepada

pengacara. Hal yang menarik berkaitan dengan pengacara pada class action adalah dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 pasal 2 huruf d menyebutkan bahwa hakim dapat

menganjurkan kepada wakil kelompok untuk melakukan penggantian pengacara, jika

pengacara melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kewajiban membela

dan melindungi kepentingan anggota kelompok. Disini terlihat bahwa hakim memiliki

kewenangan untuk menilai dan menganjurkan penggantian terhadap pengacara dalam

perkara class action. Hal ini tidak dapat ditemukan dalam perkara biasa.

Prosedur dalam class action dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan:

a. Permohonan pengajuan gugatan secara class action;

b. Proses sertifikasi;

c. Pemberitahuan;

d. Pemeriksaan dan Pembuktian dalam class action;

e. Pelaksanaan Putusan.

Untuk lebih jelasnya maka tahapan-tahapan tersebut akan diuraikan di bawah ini.

68 Susanti Adi Nugroho, Pedoman Prosedur Gugatan Perwakilan Kelompok (class action) di Indonesia, makalah pada Seminar Setengah Hari PERMA No. 1 Tahun 2002 , Jakarta 6

Juni 2002.

Page 75: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxxv

Permohonan Pengajuan Gugatan Secara Class Action

Selain harus memenuhi persyaratan-persyaratan formal surat gugatan yang diatur dalam

Hukum Acara Perdata yang berlaku seperti mencantumkan identitas dari pada para

pihak, dalil-dalil konkrit tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta

alasan-alasan dari pada tuntutan (fundamentum petendi) dan tuntutan, surat Gugatan

perwakilan kelompok (class action ) harus memuat hal-hal sebagai berikut :

Identitis lengkap dan jelas wakil kelompok.

Identitas biasanya memuat nama, pekerjaan dan alamat lengkap.

Definisi kelompok secara rinci dan spesifik, walaupun tanpa menyebutkan nama

anggota kelompok satu persatu.

Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan kewajiban

melakukan pemberitahuan. Contoh dari kasus Gugatan class action Banjir di Jakarta

2008, di dalam gugatannya disebutkan selain bertindak atas nama sendiri juga bertindak

mewakili kepentingan seluruh kelompok masyarakat korban banjir.

Posita dari seluruh kelompok baik wakil kelompok maupun anggota kelompok.

Yang teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi yang dikemukakan Secara

jelas dan terperinci. Penggugat harus menjelaskan aspek kesamaan kepentingan yaitu

faktor kesamaan fakta, kesamaan dasar hukum dan kesamaan tuntutan yang digunakan

sebagai dasar gugatan. Selain itu penggugat memberikan usulan tentang mekanisme

pendistribusian ganti kerugian dan usulan tentang pembentukan komisi yang akan

membantu kelancaran pendistribusian ganti kerugian .

Dalam suatu gugatan dapat dikelompokkan beberapa bagian kelompok atau

sub-kelompok, jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda.

Dalam class action kasus Banjir di Jakarta misalnya disebutkan masing-masing

wakil kelompok mewakili anggota yang korban banjir yang menderita kerugian yang

berbeda. Para penggugat dibagi dalam lima bagian kelompok :

1. Penggugat yang mewakili anggota kelompok masyarakat korban banjir yang

menderita kerugian dengan meninggalnya sanak keluarganya;

Page 76: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxxvi

2. Penggugat yang mewakili anggota kelompok masyarakat korban banjir yang

menderita sakit;

3. Penggugat yang mewakili anggota kelompok masyarakat korban banjir yang

menderita kerugian kehilangan harta benda;

4. Penggugat yang mewakili anggota kelompok masyarakat korban banjir yang

menderita kerugian kerusakan harta benda;

5. Penggugat yang mewakili anggota kelompok masyarakat korban banjir yang

menderita kerugian kehilangan keuntungan yang seharusnya diperoleh.

Tuntutan atau petitum tentang ganti rugi harus dikemukakan secara jelas dan rinci

memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti kerugian kepada

keseluruhan anggota kelompok.

Proses Sertifikasi atau Pemberian Ijin

Berdasarkan permohonan pengajuan gugatan secara class action tersebut,

pengadilan kemudian memeriksa apakah wakil tersebut dijinkan untuk menjadi wakil

kelompok, apakah syarat-syarat untuk mengajukan gugatan class action sudah

terpenuhi, dan apakah class action merupakan prosedur yang tepat dalam melakukan

gugatan dengan kepentingan yang sama tersebut.

Setelah Hakim memeriksa dan mempertimbangkan kriteria gugatan class action, maka

:

Apabila hakim memutuskan bahwa penggunaan Tata cara Gugatan perwakilan

kelompok (class action) dinyatakan tidak sah maka pemeriksaan gugatan dihentikan

dengan suatu putusan hakim dengan amar putusan menyatakan gugatan tidak dapat

diterima (NO), demikian pula jika hakim berpendapat bahwa pengadilan tidak

berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut, maka amar putusannya akan

menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang untuk memeriksa perkara tersebut.

Atas putusan ini maka pihak penggugat dapat mengajukan upaya hukum.

Apabila hakim menyatakan sah maka gugatan Class Action tersebut

dituangkan dalam penetapan pengadilan kemudian hakim memerintahkan penggugat

mengajukan usulan model pemberitahuan untuk memperoleh persetujuan hakim. Setelah model pemberitahuan memperoleh persetujuan hakim pihak penggugat

Page 77: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxxvii

melakukan pemberitahuan kepada anggota kelompok sesuai dengan jangka waktu yang

ditentukan oleh hakim.

Pemberitahuan

Setelah hakim memutuskan bahwa pengajuan tata cara gugatan perwakilan

Kelompok dinyatakan sah, hakim memerintahkan kepada penggugat/pihak yang

melakukan class action untuk mengajukan usulan model pemberitahuan untuk

memperoleh persetujuan hakim. Setelah usulan model tersebut disetujui oleh hakim

maka penggugat dengan jangka waktu yang ditentukan oleh hakim melakukan

pemberitahuan kepada anggota kelompok.

Pemberitahuan kepada anggota kelompok adalah mekanisme yang diperlukan

untuk memberikan kesempatan bagi anggota kelompok untuk menentukan apakah

mereka menginginkan untuk ikut serta dan terikat dengan putusan dalam perkara

tersebut atau tidak menginginkan yaitu dengan cara menyatakan keluar (opt out) dari

keanggotaan kelompok.

Dalam pemberitahuan tersebut juga memuat batas waktu anggota kelas untuk

keluar dari keanggotaan (opt out), lengkap dengan tanggal dan alamat yang dituju untuk

menyatakan opt out. Dengan demikian pihak yang menyatakan keluar dari keanggotaan

kelompok tidak terikat dengan putusan dalam perkara tersebut. Menurut pasal 1 huruf

PERMA No. 1 Tahun 2002 yang melakukan pemberitahuan kepada anggota kelompok

adalah panitera berdasarkan perintah hakim.

Cara pemberitahuan kepada anggota kelompok dapat dilakukan melalui media

cetak dan atau elektronik, kantor-kantor pemerintah seperti kecamatan, kelurahan atau

desa, kantor pengadilan, atau secara langsung kepada anggota yang bersangkutan

sepanjang dapat diindentifikasi berdasarkan persetujuan hakim. Pemberitahuan wajib

dilakukan oleh penggugat atau para penggugat sebagai wakil kelompok kepada anggota

kelompok pada tahap-tahap :

Segera setelah hakim memutuskan bahwa pengajuan tata cara gugatan

perwakilan kelompok dinyatakan sah (pada tahap ini harus juga memuat mekanisme

pernyataan keluar).

Pada tahap penyelesaian dan pendistribusian ganti kerugian ketika gugatan

dikabulkan. Namun apabila dalam proses pemeriksaan, pihak tergugat mengajukan

perdamaian maka pihak Penggugat untuk dapat menerima atau menolak tawaran

perdamaian tersebut juga harus melakukan pemberitahuan kepada anggota

kelompoknya.

Page 78: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxxviii

Berdasarkan PERMA No. 1 Tahun 2002, Pemberitahuan yang dilakukan harus

memuat :

1. Nomor gugatan dan identitas penggugat atau para penggugat sebagai wakil

kelompok serta pihak tergugat atau para tergugat;

2. Penjelasan singkat tentang kasus;

3. Penjelasan tentang pendefinisian kelompok;

4. Penjelasan dari implikasi keturutsertaan sebagai anggota kelompok;

5. Penjelasan tentang kemungkinan anggota kelompok yang termasuk dalam definisi

kelompok untuk keluar dari keanggotaan kelompok;

6. Penjelasan tentang waktu yaitu bulan, tanggal, jam, pemberitahuan penyataan keluar

dapat diajukan ke pengadilan;

7. Penjelasan tentang alamat yang ditujukan untuk mengajukan penyataan keluar;

8. Apabila dibutuhkan oleh anggota kelompok tentang siapa dan tempat yang tersedia

bagi penyedian informasi tambahan;

9. Formulir isian tentang pernyataan keluar anggota kelompok sebagaimana yang diatur

dalam lampiran PERMA No. 1 Tahun 2002;

Penjelasan tentang jumlah ganti rugi yang akan diajukan.

Menurut Mas Acmad Santosa apabila class action tidak menyangkut tuntutan

uang (monetary damages) dan hanya mengajukan permintaan deklaratif atau injuction,

pemberitahuan (notice) terhadap anggota kelompok (untuk mendapatkan rekonfirmasi)

tidak perlu dilakukan.

Namun apabila tuntutan menyangkut ganti rugi dalam bentuk uang,

pemberitahuan kepada masyarakat atau masing-masing anggota kelompok untuk

mengambil sikap (opt in atau opt out) harus disampaikan. Opt in adalah mekanisme

dimana anggota kelompok memberikan penegasan bahwa mereka benar-benar

merupakan bagian dari class action. Sedangkan Opt ot adalah kesempatan untuk

anggota kelompok menyatakan diri keluar dari class action apabila tidak menghendaki

menjadi bagian dari gugatan.

Page 79: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxxix

PERMA No. 1 Tahun 2002 sendiri hanya mengatur mengenai pemberitahuan

dan pernyataaan keluar (opt out), sedangkan mengenai pernyataan yang menyatakan

sebagai bagian class action (opt in) tidak diatur. Pada mekanisme pemberitahuan ini

membuka kesempatan bagi anggota kelompok untuk menyatakan diri keluar dari class

action apabila tidak menghendaki menjadi bagian dari gugatan.

Dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 disebutkan bahwa pernyataan keluar adalah

suatu bentuk pernyataan tertulis yang ditandatangani dan diajukan kepada pengadilan

dan/atau pihak penggugat oleh anggota kelompok yang menginginkan diri keluar dari

keanggotaan gerakan perwakilan kelompok /class action . Pihak yang menyatakan diri

keluar dari keanggotaan gerakan perwakilan kelompok /class action, maka secara

hukum tidak terikat dengan putusan atas gugatan tersebut.

Sedang pihak lain (penggugat pasif) yang tidak menyatakan keluar (tidak opt

out) akan terikat dalam putusan class action tersebut, baik gugatan dikabulkan maupun

gugatan tidak dikabulkan. Dalam hal tuntutan class action ditolak, penggugat pasif ini tidak dapat lagi mengajukan gugatan untuk kasus yang sama. Sebaliknya jika tuntutan

class action dikabulkan ia berhak menerima ganti kerugian yang ditetapkan.

Pemeriksaan dan pembuktian dalam class action

Proses pemeriksaan dan pembuktiaan dalam gugatan class action adalah sama seperti

dalam perkara perdata pada umumnya seperti :

a. Pembacaan surat gugatan oleh penggugat;

b. Jawaban dari tergugat;

c. Replik atau tangkisan Penggugat atas jawaban yang telah disampaikan oleh Tergugat;

d. Duplik atau jawaban Tergugat atas tanggapan penggugat dalam replik;

e. Pembuktian yang merupakan penyampaian bukti-bukti dan mendengarkan saksi-

saksi;

f. Kesimpulan yang merupakan resume dan secara serentak dibacakan oleh kedua belah

pihak.

Namun karena gugatan yang akan diperiksa adalah gugatan class action, ada beberapa

hal yang memerlukan pemeriksaan lebih khusus lagi seperti :

Page 80: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxxx

Pemeriksaan apakah wakil yang maju dianggap jujur dan benar-benar mewakili

kepentingan kelompok.

Pemeriksaan ini tidak hanya dilakukan pada saat sertifikasi akan tetapi juga dilakukan

pada tahap pemeriksaan, dengan cara memberikan kesempatan kepada anggota

kelompok untuk mengajukan keberatan terhadap wakil kelompok yang maju di

persidangan.

Atas dasar keberatan ini, hakim dapat mengganti wakil kelompok ini dengan yang lain.

Sebelum wakil kelompok diganti, maka ia tidak boleh mengundurkan terlebih dahulu.

Pemeriksaan apakah ada persamaan dalam hukum dan fakta serta tuntutan pada seluruh

anggota kelompok.

Pembuktian khusus untuk membuktikan masalah yang sama yang menimpa banyak

orang.

Mekanisme pembagian uang ganti kerugian untuk sejumlah besar uang.

Pelaksanaan putusan

Setelah proses pemeriksaan telah selesai selanjutnya hakim menjatuhkan suatu

putusan. Sama halnya dengan putusan hakim dalam perkara perdata biasa maka putusan

hakim dalam gugatan class action dapat berupa putusan yang mengabulkan gugatan

penggugat ( baik sebagian maupun seluruhnya) atau menolak gugatan penggugat.

Dalam hal gugatan ganti kerugian dikabulkan, hakim wajib memutuskan

jumlah kerugian secara rinci, penentuan kelompok dan atau sub-kelompok yang berhak

menerima, mekanisme pendistribusian ganti kerugian dan langkah- langkah yang wajib

ditempuh oleh wakil kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian.

Pada dasarnya eksekusi putusan perkara gugatan class action dilakukan atas

perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan atas permohonan pihak yang menang

seperti diatur dalam hukum acara perdata. Namun mengingat bahwa eksekusi putusan

harus dilakukan sesuai dengan amar putusan dalam perkara yang bersangkutan,

sedangkan dalam amar putusan gugatan class action yang mengabulkan gugatan ganti

kerugian memuat pula perintah agar penggugat melakukan pemberitahuan kepada

anggota kelompok, serta perintah pembentukan komisi independen yang komposisi keanggotaannya ditentukan dalam amar putusannya guna membantu kelancaran

pendistribusian, maka eksekusi dilakukan setelah diadakannya pemberitahuan kepada

Page 81: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxxxi

anggota kelompok, komisi telah terbentuk, tidak tercapai kesepakatan anatara kedua

belah pihak tentang penyelesaian ganti kerugian dan tergugat tidak bersedia secara

sukarela melaksanakan putusan.

Dalam eksekusi tersebut paket ganti kerugian yang harus dibayar oleh tergugat

akan dikelola oleh komisi yang secara administratif di bawah koordinasi panitera

pengadilan agar pendistribusian uang ganti kerugian dapat berjalan dengan lancar sesuai

dengan besarnya kerugian yang dialami oleh kelompok.

Perdamaian

Dalam gugatan class action dimungkinkan terjadi perdamaian (dading) antara

penggugat dengan tergugat. Hakim berkewajiban mendorong para pihak untuk

menyelesaikan perkara dimaksud melalui perdamaian, baik pada awal persidangan

maupun selama berlangsungnya pemeriksaan perkara (pasal 6 PERMA No. 1 Tahun

2002 ).

Sebelum dilakukan upaya perdamaian dalam class action, pihak penggugat

(wakil kelompok) harus mendapatkan persetujuan dari anggota kelompok. Persetujuan

ini dapat menggunakan mekanisme pemberitahuan. Umumnya upaya perdamaian

dilakukan di luar proses persidangan. Apabila pihak penggugat (wakil kelompok) dan

tergugat sepakat dilakukan perdamaian maka diantara para pihak dilakukan perjanjian

perdamaian. Lazimnya perjanjian perdamaian dibuat secara tertulis di atas kertas

bermaterai. Berdasarkan perjanjian perdamaian antara kedua belah pihak maka hakim

menjatuhkan putusannya (acte van vergelijk) yang isinya menghukum kedua belah pihak mematuhi isi perdamaian yang telah dibuat. Kekuatan putusan perdamaian sama

dengan putusan biasa dan dapat dilaksanakan seperti putusan-putusan lainnya. Dalam

hal para pihak sepakat melakukan perdamaian maka tidak dimungkinkan upaya

banding.

DAMPAK YANG MEMPENGARUHI PENYELESAIAN SENGKETA

LINGKUNGAN DENGAN CLASS ACTION

Seperti yang telah disinggung dalam pembahasan sebelumya, bahwa class

action sebagai suatu prosedur dalam mengajukan gugatan keperdataan lebih dikenal negara-negara yang menganut sistem hukum common law. Negara-negara lain yang

menganut sistem hukum civil law seperti Indonesia kemudian mengadopsi ke dalam

sistem hukum dinegaranya masing-masing.

Indonesia telah mengadopsi prinsip-prinsip gugatan class action melalui beberapa peraturan perundang-undangan seperti Undang-undang Nomor 32 tahun 2009

Page 82: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxxxii

tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang No. 8

Tahun 1999 Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan.

Proses adopsi prosedur class action tersebut ternyata banyak menimbulkan

masalah dalam prakteknya, karena peraturan yang telah mengadopsi ketentuan class

action tersebut menentukan bahwa hukum acara yang dipergunakan adalah hukum acara

yang berlaku di Indonesia dalam hal ini adalah Het Herziene Indonesisch Regelement

(HIR) dan Regelement op de Burgelijk Rechtsvordering (RBg), padahal HIR dan RBg

tidak mengenal prosedur class action.

Permasalahan yang timbul akibat tidak adanya ketentuan mengenai prosedur

class action ini terlihat dari beberapa putusan pengadilan yang memeriksa dan

mengadili gugatan perdata yang menggunakan prosedur class action.

Hasil kajian dari tim ICEL pada tahun 2002 terhadap beberapa kasus class

action yang sedang atau dalam proses di peradilan sebelum terbitnya PERMA No. 1

Tahun 2002 tentang acara gugatan perwakilan kelompok, menemukan beberapa

permasalahan yang sering terjadi dalam praktek gugatan class action di peradilan di

Indonesia, antara lain :69

Tentang surat kuasa dari anggota kelompok kepada perwakilan kelompok.

Dari keseluruhan putusan pengadilan yang dianalisa, dapat dicatat bahwa

bantahan pertama yang sering dikemukakan oleh tergugat terhadap penggunaan

prosedur class action adalah tidak adanya surat kuasa dari anggota kelompok kepada

anggota kelompok.

Dalam ketentuan hukum acara perdata yang berlaku (HIR/RBg) mensyaratkan

bahwa untuk dapat bertindak sebagai wakil atau kuasa, seseorang harus memperoleh

suart kuasa istimewa dari orang/pihak yang diwakilinya.

Tentang surat gugatan.

69 Santosa, Mas Achmad (2001), Good Governance & Hukum Lingkungan, ICEL, Jakarta.

Page 83: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxxxiii

Dalam surat gugatan yang diajukan pada umumnya tidak menjelaskan

karakteristik dari sebuah gugatan yang menggunakan prosedur class action,dalam hal

ini tidak mendeskripsikan secara jelas definisi kelas, posita gugatan tidak menjelaskan

secara rinci dan jelas kesamaan tentang fakta dan hukum serta kesamaan tuntutan antara

wakil kelompok dengan anggota kelompok, serta tata cara pendistribusian ganti

kerugian. Disamping itu, dalam menentukan wakil kelompok, penggugat cenderung mengajukan jumlah wakil kelompok dalam jumlah yang besar. Hal ini akan

menyulitkan penggugat dalam membuktikan adanya unsur kesamaan kepentingan antara

wakil kelompok dengan anggota kelompok.

Mempersamakan gugatan class action dengan gugatan legal standing.

Dalam beberapa putusan baik penggugat, tergugat maupun pengadilan masih

terjebak pada pemikiran bahwa gugatan dengan prosedur class action adalah identik

dengan gugatan atas dasar hak gugat LSM atau “NGO’s standing to sue”.

Tentang prosedur acara pemeriksaan.

Penentuan pengakuan atau keabsahan dari suatu gugatan yang menggunakan

prosedur class action dalam berbagai putusan, dilakukan dalam tahap pemeriksaan yang

berbeda-beda. Ada yang mengesahkan penggunaan prosedur ini diperiksa dan diputus

pada akhir putusan bersama-sama dengan pokok perkara, sedangkan pada putusan

perkara lainnya diputus pada tahapan putusan sela.

Tentang notifikasi atau pemberitahuan.

Belum adanya aturan atau petunjuk mengenai tata cara pengadilan dalam

memeriksa dan mengadili perkara gugatan perdata melalui prosedur classaction,

mengakibatkan perintah notifikasi atrau pemberitahuan (yang dalam sistem hukum

negara lain merupakan suatu kewajiban) tidak menjadi suatu prioritas atau suatu

keharusan.

Tentang implemantasi putusan pengadilan dalam hal distribusi ganti kerugian.

Dalam pengajuan gugatan secara classaction, yang khususnya mengajukan

tuntutan ganti rugi berbentuk uang, posita penggugat tidak secara jelas tentang usulan

mekanisme distribusi ganti kerugian.

Dengan lahirnya PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang acara gugatan perwakilan

kelompok, sebagai suatu terobosan hukum diharapkan di masa datang dapat mengatasi

Page 84: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxxxiv

permasalahan dan memenuhi kebutuhan hukum dalam praktek pengajuan dan

pemeriksaan gugatan class action diIndonesia.

Jenis-Jenis Penyelesaian Sengketa

Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang

ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan hidup. Adapun jenis-jenis penyelesaian sengketa adalah:70

Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup melalui Pengadilan (Litigasi).

Tata cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan hidup oleh orang,

masyarakat, dan/atau organisasi lingkungan hidup mengacu pada Hukum Acara Perdata

yang berlaku. Hak Masyarakat dan Organisasi Lingkungan Hidup untuk Mengajukan Gugatan Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan (gugatan class action) ke

pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah

lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat. Jika diketahui bahwa

masyarakat menderita karena akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup

sedemikian rupa sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat, maka

instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dapat

bertindak untuk kepentingan masyarakat.

Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan lingkungan hidup

sesuai dengan pola kemitraan, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan

untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Hak mengajukan gugatan tersebut terbatas pada tuntutan untuk hak melakukan

tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.

Organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan tersebut (gugatan legal

standing) apabila memenuhi persyaratan:

a. Berbentuk badan hukum atau yayasan;

70 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Penerbit Liberty

Yogyakarta, 1998,

Page 85: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxxxv

b. Dalam anggaran dasar organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan menyebutkan

dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk

kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup;

c. Telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.

d. Daluwarsa untuk Pengajuan Gugatan

Tenggang daluwarsa hak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan mengikuti tenggang waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan Hukum Acara Perdata yang

berlaku, dan dihitung sejak saat korban mengetahui adanya pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan hidup. Ketentuan mengenai tenggang daluwarsa tersebut tidak

berlaku terhadap pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang diakibatkan

oleh usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun dan/atau

menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun.

Tanggung Jawab Mutlak

Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang

menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan

berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang

ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada

saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban

membayar ganti rugi jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran

dan/atau perusakan lingkungan hidup disebabkan salah satu alasan di bawah ini:

a. Adanya bencana alam atau peperangan; atau

b. Adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau

c. Adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan hidup.

Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga, pihak ketiga

bertanggung jawab membayar ganti rugi. Setiap perbuatan melanggar hukum berupa

pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada

orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau

Page 86: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxxxvi

kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu. Selain

pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu tersebut, hakim dapat menetapkan

pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu

tersebut.

Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan (Non Litigasi)

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan merupakan pilihan

para pihak dan bersifat sukarela. Para pihak juga bebas untuk menentukan lembaga

penyedia jasa yang membantu penyelesaian sengketa lingkungan hidup. Lembaga

penyedia jasa menyediakan pelayanan jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup

dengan menggunakan bantuan arbiter atau mediator atau pihak ketiga lainnya.

Apabila para pihak telah memilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan

hidup di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila

upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak

yang bersengketa atau salah satu atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari

perundingan.

Berdasarkan Pasal 30 Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang

perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, Penyelesaian sengketa lingkungan

hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan

secara sukarela para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan

tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam

Undang-undang ini. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila

upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang

bersengketa.

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau

mengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya

dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Dalam penyelesaian sengketa lingkungan

hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa pihak ketiga, baik yang tidak memiliki

kewenangan mengambil keputusan maupun yang memiliki kewenangan mengambil

keputusan, untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.

Dalam rangka menyelesaikan sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan,

maka mekanismenya menggunakan Alternatif Penyelesaian Sengketa sebagaimana

diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa. Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian

Page 87: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxxxvii

sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni

penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi,

atau penilaian ahli.

Mekanisme penyelesaian sengketa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui

alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan

mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.

Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian

sengketa sebagaimana dimaksud di atas diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh

para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan

dalam suatu kesepakatan tertulis. Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana

dimaksud di atas tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak,

sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat

ahli maupun melalui seorang mediator.

Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari

dengan bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator

tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan

kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau

lembaga alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator.

Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif

penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus

sudah dapat dimulai. Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator

dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 ( tiga puluh ) hari

harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak

yang terkait.

Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah

final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib

didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak

penandatanganan.

Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat wajib selesai dilaksanakan

dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran.

Page 88: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxxxviii

Apabila usaha perdamaian tersebut tidak dapat dicapai, maka para pihak

berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaiannya

melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad–hoc.

Tata Cara Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup melalui Lembaga Penyedia Jasa

Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat

digunakan jasa pihak ketiga, baik yang tidak memiliki kewenangan mengambil

keputusan maupun yang memiliki kewenangan mengambil keputusan, untuk membantu

menyelesaikan sengketa lingkungan hidup. Dengan demikian salah satu yang ditempuh

yaitu melalui Lembaga Penyedia Jasa.

Para pihak atau salah satu pihak yang bersengketa dapat mengajukan

Permohonan bantuan untuk penyelesaian sengketa lingkungan hidup kepada lembaga

penyedia jasa dengan tembusan disampaikan kepada instansi yang bertangung jawab di

bidang Pengendalian Dampak Lingkungan atau instansi yang bertanggung jawab di

bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah yang bersangkutan.

Instansi yang menerima tembusan permohonan bantuan untuk penyelesaian

sengketa lingkungan hidup dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari wajib

melakukan verifikasi tentang kebenaran fakta-fakta mengenai permohonan penyelesaian

sengketa lingkungan hidup dan menyampaikan hasilnya kepada lembaga penyedia jasa

yang menerima permohonan bantuan penyelesaian sengketa lingkungan hidup.

Lembaga penyedia jasa dalam waktu tidak lebih dari 14 (empat belas) hari sejak

menerima hasil verifikasi wajib mengundang para pihak yang bersengketa.

Apabila cara ini tidak berhasil menyelesaikan masalah maka para pihak dapat

menggunakan mekanisme arbitrase atau menggunakan mediator. Tata cara penyelesaian

sengketa lingkungan hidup melalui arbiter tunduk pada ketentuan arbitrase. Sedangkan

penyelesaian dengan menggunakan Mediator atau Pihak Ketiga Lainnya dilakukan

sebagai berikut.

Para pihak yang bersengketa berhak untuk memilih dan menunjuk mediator,

atau pihak ketiga lainnya dari lembaga penyedia jasa. Penyelesaian sengketa melalui

mediator atau pihak ketiga lainnya tunduk pada kesepakatan yang dibuat antara para pihak yang bersengketa dengan melibatkan mediator atau pihak ketiga lainnya.

Kesepakatan tersebut memuat antara lain:

a. masalah yang dipersengketakan;

Page 89: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 lxxxix

b. nama lengkap dan tempat tinggal para pihak;

c. nama lengkap dan tempat tinggal mediator atau pihak ketiga lainnya;

d. tempat para pihak melaksanakan perundingan

e. batas waktu atau lamanya penyelesaian sengketa;

f. pernyataan kesediaan dari mediator atau pihak ketiga lainnya;

g. pernyataan kesediaan dari salah satu pihak atau para pihak yang bersengketa untuk

menanggung biaya;

h. larangan pengungkapan dan/atau pemyataan yang menyinggung atau menyerang

pribadi;

i. kehadiran Pengamat, ahli dan/atau nara sumber;

j. larangan pengungkapan infonnasi tertentu dalam proses penyelesaian sengketa secara

musyawarah kepada masyarakat;

k. larangan pengungkapan catatan dari proses serta hasil kesepakatan.

Dalam proses penyelesaian sengketa, penunjukan mediator atau pihak ketiga lainnya

dapat dianggap tidak sah atau batal dengan alasan:

Mediator atau pihak ketiga lainnya menunjukkan keberpihakan; dan/atau

Mediator atau pihak ketiga lainnya menyembunyikan informasi tentang syarat-syarat

yang seharusnya dipenuhi. Apabila terjadi hal yang demikian itu maka : mediator atau pihak ketiga lainnya wajib mengundurkan diri; atau para pihak atau salah satu pihak

berhak menghentikan penugasannya.

Kesepakatan yang dicapai melalui proses penyelesaian sengketa dengan menggunakan

mediator atau pihak ketiga lainnya wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis di

atas kertas bermaterai yang memuat antara lain: (a) nama lengkap dan tempat tinggal

para pihak; (b) nama lengkap dan tempat tinggal mediator atau pihak ketiga lainnya; (c).

uraian singkat sengketa;

Pendirian para pihak;

Page 90: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xc

pertimbangan dan kesimpulan mediator atau pihak ketiga lainnya; isi kesepakatan; batas

waktu pelaksanaan isi kesepakatan; tempat pelaksanaan isi kesepakatan; dan pihak yang

melaksanakan isi kesepakatan.

Isi kesepakatan tersebut dapat berupa antara lain:

bentuk dan besarnya ganti kerugian; dan/atau

melakukan tindakan tertentu guna menjamin tidak terjadinya atau terulangnya dampak

negatif terhadap lingkungan hidup.

Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh para pihak dan mediator atau pihak

ketiga lainnya. Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal

ditandatanganinya kesepakatan tersebut, lembar asli atau salinan otentik kesepakatan diserahkan dan didaftarkan oleh mediator atau pihak ketiga lainnya atau salah satu pihak

atau para pihak yang bersengketa kepada Panitera Pengadilan Negeri.

Class Action sebagai Instrumen Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup tentang

Ganti Kerugian

Dikaitkan dengan kompetensi absolut lembaga peradilan di Indonesia

sebagaimana diatur pada Pasal 10 Undang-Undang No.14 Tahun 1970 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang telah diubah dengan Undang-

Undang No. 35 Tahun 1999 tentang hal yang sama, adapun kewenangan untuk menyelesaikan perkara perdata dengan pokok gugatan ganti kerugian ditetapkan

menjadi kompetensi absolut lembaga Peradilan Umum. Mengenai dasar penyebab

timbulnya gugatan ganti rugi dalam Peradilan Umum dapat dijumpai pada rumusan

Buku III KUH Perdata, yakni perihal Perikatan Hukum mulai Pasal 1365-1380 KUH

Perdata. Berdasarkan sejumlah ketentuan itu, yang paling menarik untuk dicermati

adalah Pasal 1365nya yang berkaitan dengan perbuatan melanggar hukum. Pasal 1365

KUH Perdata menetapkan: “tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian

kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

mengganti kerugian tersebut”.

Rumusan ini tidak menjelaskan pengertian dari perbuatan melanggar hukum,

kecuali syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menuntut ganti rugi karena alasan

perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak tertentu. Menurut Hukum

Lingkungan, pihak yang dimaksudkan tidak terbatas pada orang perorangan, lembaga

dan badan hukum juga dapat diminta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya

yang diduga melawan hukum.Syarat-syarat materiil yang harus dipenuhi untuk

Page 91: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xci

menuntut ganti kerugian atas dasar perbuatan melawan hukum sebagaimana ditentukan

pada Pasal 1365 KUH Perdata seperti berikut.

Adanya perbuatan melawan hukum

Pengertian hukum dalam arti luas, sehingga tidak hanya menyangkut peraturan

perundang-undangan. Hal ini juga dikemukakan oleh Rachmat Setiawan yang

berpendapat “perbuatan melawan hukum yaitu tidak hanya jika melawan kewajiban

hukum tertulis, tetapi juga jika melanggar itikad baik yang berlaku di masyarakat”

(Rachmat Setiawan; 1982 : 14).

Adanya kesalahan (schuld)

Kesalahan dalam hukum perdata tidaklah mengenal kualitas dan gradasi atau tingkat-tingkatan seperti halnya dalam KUH Pidana. Dengan kata lain, kualitas

kesalahan yang dilakukan dengan kesengajaan (dolus) maupun kealfaan (culpa) di

dalam hukum perdata diberikan akibat yang sama. Menurut hokum perdata, seseorang

itu dikatakan bersalah jika terhadapnya dapat disesalkan bahwa ia telah melakukan/tidak

melakukan suatu perbuatan yang seharusnya dihindarkan.

Adapun perbuatan yang seharusnya dilakukan/tidak dilakukan ini tidak terlepas

dari dapat hal itu dikira-kirakan dengan tolok ukur sebagai berikut.

Secara objektif, artinya manusia normal dapat mengira-ngirakan dalam keadaan

tertentu, perbuatan itu seharusnya dilakukan atau sebaliknya tidak dilakukan;

Secara subjektif, artinya orang dalam kedudukan tertentu dapat mengira-ngirakan

bahwa perbuatan itu seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan;

Mampu dibertanggungjawabkan, artinya orang yang melakukan perbuatan harus dapat

bertanggungjawab atau dipertanggungjawabkan, sehingga orang tersebut harus sudah

dewasa, sehat akalnya, dan tidak berada dibawah pengampuan.

Adanya kerugian (schade)

Kerugian yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kerugian yang timbul akibat

dari perbuatan melawan hukum dan bukan kerugian yang timbul dari wanprestasi atas

suatu perjanjian. Disamping itu, kerugian yang dimaksudkan dalam konteks Hukum

Lingkungan dikuantitaskan berupa uang atas kerugian yang bersifat materiil dan/atau

Page 92: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xcii

immateriil, sehingga dapat meliputi beaya, kerugian yang nyata maupun tidak nyata

diderita, serta keuntungan yang diharapkan.

Adanya hubungan sebab akibat (causaliteit)

Hal ini untuk mengetahui hubungan suatu pihak dengan kerugian yang

diderita oleh pihak lain. Dengan kata lain, perlu ada benang merah antara kerugian yang

terjadi sebagai akibat dari suatu perbuatan, sehingga jika tidak ada perbuatan maka tidak

ada akibat (kerugian). Untuk memenuhi persyaratan ini, dalam praktek peradilan

dikembangkan teori “adequate veroorzaking” Von Kries yakni, yang dianggap

sebagai sebab adalah perbuatan yang menurut pengalaman manusia yang normal

sepatutnya dapat diharapkan menimbulkan akibat, dalam hal ini adalah kerugian (Abdul

kadir Muhammad; 1982 :148). Keempat unsur di atas sifatnya kumulatif, sehingga bila

salah satu unsur tidak terpenuhi berarti pihak yang digugat bebas dari dugaan melawan

hukum.

Sehubungan Dengan pihak penggugatnya, dalam konsep Hukum Lingkungan

tidak semata-mata hak dari pihak yang merasa dirugikan secara langsung. Sejalan

dengan prinsip dasar bahwa “lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah hak setiap

orang (sic utere tuo ut alienum non laedas)”, sebagaimana dijabarkan dalam Pasal 5

UUPLH yang menyatakan bahwa “setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”, maupun Pasal 6 UUPLH yang menyatakan

“setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta

mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup”.

Pemerintah maupun masyarakat yang tidak merasakan secara langsung terhadap akibat

kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup secara proaktif juga dapat

mengajukan gugatan atau meminta pertanggungjawaban hokum kepada pihak yang

diduga mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup.

Dengan kata lain, proses penegakan Hukum Lingkungan sesuai dengan Pasal

5, 6, 37 dan 38 UUPLH dapat timbul atas inisiatif orang sebagai perorangan maupun

pengusaha yang dirugikan secara langsung, oleh pihak masyarakat secara

berkelompok (class action), pihak pemerintah, maupun pihak organisasi masyarakat

yang bergerak di bidang lingkungan hidup, seperti LSM Lingkungan melalui gugatan

atas nama lingkungan hidup (NGO’s to sue, legal standing atau ius standi).

Mengenai masyarakat yang merasakan dirugikan oleh perbuatan pihak lain

yang diduga mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, hak menggugatnya

diatur dalam Pasal 37 ayat (1) UUPLH yang menetapkan: “masyarakat berhak

mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum

mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan

Page 93: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xciii

masyarakat”. Ketentuan itu menunjukkan, bahwa masyarakat yang merasakan

dirugikan atas lingkungan hidupnya yang baik dan sehat dapat mengajukan gugatan

perwakilan masyarakat yang juga disebut class action atau action popularis. Dengan

demikian, gugatan perwakilan kelompok merupakan gugatan ganti kerugian dari

sekelompok kecil masyarakat yang bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar

yang merasa dirugikan melalui lembaga peradilan.

Menurut penjelasan Pasal 37 ayat (1) UUPLH, agar kelompok perwakilan

diakui memiliki hak gugat ada beberapa persyaratan yang mesti diperhatikan.

Persyaratan yang dimaksudkan di dalam dan antara kelompok perwakilan dengan

masyarakat yang diwakilinya, meliputi: a. adanya kesamaan permasalahan; b. adanya kesamaan fakta hukum; c. adanya kesamaan tuntutan yang ditimbulkan berkaitan

dengan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang didugakan;

Selanjutnya mengenai hukum acara yang mengatur gugatan perwakilan

tersebut, saat ini telah ditetapkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMARI) No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Sejalan

dengan penjelasan Pasal 37 ayat (1) UUPLH, Pasal 2 PERMARI No. 1 Tahun 2002

lebih memperjelas mengenai dasar pertimbangan dapat diterimanya suat gugatan

kelompok, yakni bila : 71

jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah efektif dan efisien

apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam satu

gugatan;

terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan

yang bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan di antara wakil

kelompok dengan anggota kelompoknya;

wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan

anggota kelompok yang diwakilinya;

hakim dapat menganjurkan kepada wakil kelompok untuk melakukan penggantian

pengacara, jika pengacara melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan

kewajiban membela dan melindungi kepentingan anggota kelompoknya. Sehubungan dengan gugatan perwakilan yang diajukan, menurut Pasal 3 PERMARI 1 Tahun 2002 ,

71 M. Yahya Harahap, Beberapa Masalah yang perlu Diperhatikan dalam Penerapan

PERMA No. 1 Tahun 2002, Makalah pada Seminar Setengah Hari PERMA No. 1 Tahun 2002 ,

Jakarta 6 Juni 2002.

Page 94: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xciv

di samping memenuhi ketentuan formal dalam Hukum Acara Perdata, juga diwajibkan

memuat hal-hal :

identitas lengkap dan jelas wakil kelompok;

definisi kelompok secara rinci dan spesifik, walaupun tanpa menyebutkan nama anggota

kelompok satu persatu;

keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan kewajiban

pemberitahuan;

posita dari seluruh kelompok baik wakil kelompok maupun anggota kelompok, yang

teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi yang dikemukakan secara jelas dan terinci;

dalam satu gugatan perwakilan,dapat dikelompokan beberapa bagian kelompok atau sub

kelompok, jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda;

tuntutan atau petitum tentang ganti rugi harus dikemukakan secara jelas dan rinci,

memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti kerugian kepada

keseluruhan anggota kelompok termasuk usulan tentang pembentukan tim atau panel

yang membantu memperlancar pendistribusian ganti kerugian

Faktor-Faktor Pendukung Penerapan Ganti Rugi untuk Menyelesaikan Sengketa

Lingkungan Hidup.

Untuk mendukung penerapan ganti rugi sebagai salah satu sanksi hokum dalam

menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, maka ada beberapa faktor yang perlu

diperhatikan baik bersifat hokum maupun non hukum. Adanya produk hukum yang

mengatur secara tegas dan pasti tentang Baku Mutu Sumber Daya Lingkungan Hidup di

masing-masing provinsi, mekanisme pengambilan keputusan ganti rugi oleh pihak

penengah beserta kekuatan hokum dan pelaksanaan eksekusi dari penetapan ganti

ruginya, prosedur pemeriksaan gugatan class action beserta mekanisme eksekusi

putusan pengadilan tentang hal itu merupakan beberapa contoh persoalan hukumnya.

Selanjutnya adanya instrument laboratorium yang layak, ketersediaan aparat

penegak hukum yang berkualitas, kesadaran dan budaya hokum masyarakat yang

peduli serta ramah lingkungan merupakan contoh beberapa faktor non hukum yang

wajib diperhatikan dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui gugatan ganti kerugian. Banyak kasus lingkungan hidup yang sulit diselesaikan melalui lembaga

peradilan, karena sulitnya pembuktian maupun membuktikan untuk telah terjadinya

Page 95: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xcv

suatu tindakan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Hal ini sebagai

konsekuensi masih dianutnya prinsip “yang mendalilkan yang membuktikan” dalam

sebagian besar proses penegakan Hukum Lingkungan. Di samping itu, lemahnya

komitmen dan persepsi dari aparat penegak hukum di bidang lingkungan hidup juga

masih mewarnai penegakan Hukum Lingkungan Keperdataan. Sementara untuk

menutupi kelemahan-kelemahan itu, orang masih berpaling kepada penegakan produk hukum Pemerintah Daerah yang terkait dengan lingkungan hidup, seperti Perda

tentang kebersihan dan ketertiban umum yang memiliki keterbatasan dalam

menyadarkan pihak-pihak potensial pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup

Kelebihan dan kekurangan Class Action

Terdapat beberapa keuntungan/manfaat yang dapat diperoleh apabila

mengajukan gugatan menggunakan prosedur class action. John Basten Q. C melihat ada

lima manfaat yang dapat diperoleh yaitu (1) Mengatur penyelesaian perkara yang

menyangkut banyak orang yang tidak dapat diajukan secara individual. (2) Memastikan bahwa tuntutan-tuntutan untuk ganti kerugian yang kecil serta dana yang terbatas

diperlukan dengan sepantasnya. (3) mencegah putusan yang bertentangan untuk

permasalahan yang sama. (4) Penggunaan administrasi peradilan yang lebih efisien dan

(5) Mengembangkan proses penegakan hukum.

Sedangkan Ontario Law Reform Commission melihat ada tiga manfaat yang

dapat diperoleh dari prosedur class action, yakni (1) mencapai peradilan yang lebih

ekonomis, (2) memberi peluang yang lebih besar ke pengadilan dan (3) merubah

perilaku yang tidak pantas dari para pelanggar atau orang-orang yang potensial

melakukan pelanggaran. Secara umum ada tiga manfaat yang dapat diperoleh apabila

menggunakan prosedur class action, yaitu :

Proses berperkara menjadi sangat ekonomis (Judicial Economy)

Bukan rahasia lagi bagi masyarakat bahwa berperkara di pengadilan akan

memakan biaya yang tidak sedikit. Bagi pihak penggugat, dengan melalui mekanisme

class action maka biaya perkara dan biaya untuk pengacara menjadi lebih murah

dibandingkan dengan dilakukan gugatan secara individu, yang kadang-kadang tidak

sesuai dengan besarnya ganti kerugian yang akan diterima. Tidak sedikit pihak

(individu) yang mengurungkan niatnya untuk menyelesaikan perkaranya, dengan

mengajukan gugatan ke pengadilan disebabkan karena mahalnya biaya perkara dan

biaya pengacara.

Manfaat secara ekonomis tidak saja dirasakan oleh penggugat namun juga oleh

tergugat, sebab dengan pengajuan gugatan secara class action, pihak tergugat hanya

Page 96: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xcvi

satu kali mengeluarkan biaya untuk melayani gugatan dari pihak-pihak yang dirugikan.

Sedangkan bagi pengadilan sendiri sangatlah tidak ekonomis jika harus melayani

gugatan yang sejenis secara satu persatu dan terus menerus serta dalam jumlah yang

cukup besar.

Akses terhadap keadilan (Access to Justice)

Mengajukan gugatan secara class action akan lebih mudah dibandingkan

dengan mengajukan gugatan secara individu-individu. Menggabungkan diri secara

bersama-sama akan mengurangi hambatan-hambatan bagi penggugat individual yang

umumnya dalam posisi yang lemah, baik dari segi ekonomi maupun dari segi

kemampuan (psikologis) dan pengetahuan tentang hukum.

Selain itu dalam class action tidak mensyaratkan pengindentifikasian nama

sehingga dapat mencegah adanya intimidasi terhadap anggota kelas. Class action juga

mencegah pengulangan proses perkara dan mencegah putusan- putusan yang berbeda

atau putusan yang tidak konsisten apabila dilakukan gugatan secara individu.

Mendorong bersikap hati-hati (Behaviour Modification) dan merubah sikap pelaku

pelanggaran

Pengajuan gugatan secara class action dapat “menghukum” pihak yang

terbukti bersalah, bertanggung jawab membayar ganti kerugian dengan jumlah yang

diperuntukkan untuk seluruh penderita korban (dengan cara yang lebih ringkas) akibat

dari perbuatan melawan hukum yang dilakukannya. Hal ini dapat mendorong setiap

pihak atau penangung jawab usaha (swasta atau pemerintah) untuk bertindak ekstra

hati-hati. Selain itu dengan sering diajukannya gugatan secara class action diharapkan

merubah sikap pelaku pelanggaran sehingga menumbuhkan sikap jera bagi mereka yang

berpotensi merugikan kepentingan Masyarakat luas.

Meskipun ada banyak manfaat yang dapat diperoleh dalam mengajukan

gugatan secara class action, namun tidak berarti tidak memiliki kelemahan. Beberapa

kelemahan dari prosedur class action adalah :

Kesulitan dalam mengelola.

Semakin banyak jumlah anggota kelompok, semakin sulit mengelola gugatan

class action. Kesulitan yang terjadi biasanya pada saat pemberitahuan Dan

pendistribusian ganti kerugian. Jumlah anggota kelompok yang banyak dan menyebar di

beberapa wilayah yang tidak sama akan menyulitkan dalam hal pemberitahuan dan

Page 97: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xcvii

memerlukan biaya yang tidak sedikit. Apabila gugatan dimenangkan dan ganti rugi

diberikan, bukan tidak mungkin jumlah ganti kerugian tidak sebanding dengan biaya

pendistribusiannya.

Dapat menyebabkan ketidakadilan.

Ketidakadilan ini terkait dengan masalah penentuan keanggotaan kelompok

beserta daya ikatnya dari putusan hakim. Apabila prosedur yang dipilih untuk

menentukan keanggotaan kelompok adalah opt in maka tidak adanya pernyataan masuk

dari anggota kelompok yang sesungguhnya mempunyai kesamaan kepentingan hanya

karena tidak mengetahui adanya pemberitahuan, akan mengakibatkan hilangnya hak

mereka untuk menikmati keberhasilan gugatan class action, karena putusan hakim

hanya akan mempunyai akibat bagi mereka yang masuk sebagai anggota kelompok.

Sedangkan apabila prosedur yang dipilih untuk menentukan keanggotaan

adalah dengan prosedur opt out maka tidak ada pernyataan opt out dari orang Yang

potensial menjadi anggota kelompok, hanya karena tidak tahu adanya pemberitahuan

akan mengakibatkan mereka Menjadi anggota kelompok dengan segala

konsekuensinya. Konsekuensinya adalah mereka akan terikat dengan putusan yang

dijatuhkan oleh hakim. Yang menjadi persoalan adalah apabila gugatan dikalahkan atau

digugat balik maka anggota kelompok juga harus menanggung akibatnya.

Dapat menyebabkan kebangkrutan pada tergugat.

Jumlah tuntutan ganti kerugian pada gugatan class action dapat mengakibatkan

Tergugat bangkrut apabila gugatan dikabulkan, dimana tergugat wajib memberikan

ganti kerugian atau melakukan tindakan Tertentu kepada seluruh anggota kelompok

yang jumlahnya sangat banyak.

Publikasi gugatan class action dapat menyudutkan pihak tergugat.

Pemberitaan media massa dan adanya pemberitahuan gugatan class action di

media massa dapat menjadi serangan bagi kedudukan atau kekuasaan pihak tergugat.

Biasanya pembaca media akan mempunyai prasangka yang tidak baik. Padahal belum

tentu tergugat adalah pihak yang bersalah karena benar tidaknya tergugat masih harus

dibuktikan oleh pengadilan.

Berdasarkan uraian diatas, penerapan class action disatu sisi memberikan

penguatan bagi masyarakat dalam mencari keadilan dan kepastian hukum namun perlu

diperhatikan sisi keadilan dan martabat pihak tergugat.

Page 98: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xcviii

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, penulis simpulkan penulisan ini sebagai

berikut:

Gugatan Class Action merupakan hak prosedural dalam bentuk gugatan oleh kelompok

masyarakat (Class Members) melalui perwakilannya (Class Representatives), atas dasar

kesamaan masalah (commonality of legal problem), fakta hukum (question of law), dan

kesamaan kepentingan (common of interest), untuk memperoleh ganti rugi dan/atau

tindakan tertentu dari (para) tergugat melalui proses peradilan perdata.

Dampak yang mempengaruhi penerapan class action tentunya sangat signifikan baik

ditinjau dari sisi kebaikannya dimana denagan adanya class action mempermudah

perkara ke pengadilan, memperingan biaya dan pemahaman pengetahuan tentang

hukum namun demikian dari sisi lain masih ada kelemahan dimana publikasi gugatan

terhadap tergugat sangat menyudutkan, serta pengelolaan keuangan sangat sulit dalam

pembagiannya.

Ketentuan mengenai gugatan Class Action dalam praktik peradilan perdata

sesungguhnya belum merupakan hak prosedural yang bersifat operasional, karena

ketentuan Pasal 37 (1) UULH; Pasal 71 (1) UUK; dan Pasal 46 (1) hurup b UUPK

secara eksplisit dinyatakan masih membutuhkan aturan pelaksanaan lebih lanjut dalam

bentuk peraturan pemerintah (yang sampai sekarang belum diterbitkan oleh

pemerintah). Sejak tahun 2002 dasar hukum yang dapat digunakan untuk mengajukan

gugatan Class Action sejauh ini bukan diatur dalam Peraturan Pemerintah, tetapi dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Tatacara

Pengajuan Hak Gugat Perwakilan Masyarakat (Class Action).

Meskipun demikian penerapan class action tentunya memberikan ruang kebebasan hak

asasi bagi masyarakat dalam mengevaluasi kebijakan hukum yang kurang memberikan

rasa keadilan.

SARAN

Penulis mengharapkan dan menyarankan dalam penulisan ini adalah:

Sejalan dengan amanat Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang

menyatakan: “Dalam perkara perdata Pengadilan membantu para pencari keadilan dan

berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat

tercapai peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.

Page 99: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 xcix

Hendaklah supremasi hukum dan kepastian hukum selalu dijunjung tinggi demi

tercapainya keadilan.

Daftar Rujukan

Alder, John & David Wilkinson. 1998. Environmental Law & Ethics, Macmillan Inc.

New York.

Adi Nugroho, Susanti. 2002. Pedoman Prosedur Gugatan Perwakilan Kelompok (class action) di Indonesia, makalah pada Seminar Setengah Hari PERMA No. 1

Tahun 2002 Jakarta. 2002.

Hamzah, A., 1985. Penegakan Hukum Lingkungan, Penerbit Arikha Media Cipta. Cet.

ke-1. Jakarta.

Hardjasoemantri, 1985. Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University

Prress. Yogyakarta.

Harahap, M. Yahya. 2002. Beberapa Masalah yang perlu Diperhatikan dalam

Penerapan PERMA No. 1 Tahun 2002, Makalah pada Seminar Setengah Hari PERMA No. 1 Tahun 2002 , Jakarta 6 Juni 2002.

Indra Soerjanto, 2002. Pengertian Umum, Manfaat dan Dasar Hukum Class Action di

Indonesia, bahan makalah tanggal 6 September 2002.

Kamus Webster Colegiate Dictionary edisi ke-10 tahun 1994

Kadir Mappong, 2002. Prosedur Gugatan Perwakilan (Class Action) dan Kaitannya

dengan Hukum Acara Perdata, bahan makalah Seminar Sehari :

Meningkatkan Peran Serta Masyarakat dalam Rangka Pengawasan

terhadap Penyelenggaraan Negara Melalui PERMA No. 1/2002, Oktober

2002. Mertokusumo, Sudikno.1998. Hukum Acara Perdata Indonesia, Penerbit Liberty

Yogyakarta.

Rangkuti, Siti Sundari, 1986. Hukum Lingkungan Dan Kebijaksanaan Lingkungan

Dalam Proses Pembangunan Hukum Nasional Indonesia, Disertasi,

Universitas Airlangga, Surabaya, 1986.

Santosa, Mas Achmad. 2001. Good Governance & Hukum Lingkungan, ICEL, Jakarta.

SISTEM BAGI HASIL ANTARA PAJAK PROVINSI DENGAN KABUPATEN

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009

Page 100: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 c

Oleh:

H. Akh. Munif.*72

ABSTRAK

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat

penting artinya bagi pelaksanaan dan peningkatan Pembangunan

Nasional sebagai pengamalan Pancasila yang bertujuan untuk

meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, dan oleh karena

itu dikelola dengan meningkatkan peran serta masyarakat sesuai dengan

kemakmurannya.

Kata Kunci : Sistem Bagi Hasil – Pajak Provinsi – Pajak Kabupan.

PENDAHULUAN

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan

Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan

bangsa yang aman, tertib, sejahtera, dan berkeadilan, maka begitu banyak gagasan

tentang keadilan dan terlalu banyak untuk dikemukakan secara sederhana gagasan

tentang “keadilan”.1

Secara konstitusional UUD 1945 memberikan landasannya yang termaktub

didalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi ”Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat”. Dengan menimbang bahwa di dalam negara Republik Indonesia

yang susunan kehidupan rakyatnya, perekonomiannya masih bercorak agraris, dengan

adanya bumi, air dan ruang angkasa sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai

arti yang sangat penting untuk membangun masyarakat adil dan makmur.2

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting

artinya bagi pelaksanaan dan peningkatan Pembangunan Nasional sebagai pengamalan

Pancasila yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat,

*1 Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Unira. 1 Hans Kelsen, 2007, Teori Umum Hukum dan Negara, Cetakan Ketiga, Bee Media

Indonesia, Jakarta, hlm. 9. 2 Muchsin, H., Imam Koeswahyono, Soimin, 2007, Hukum Agraria Indonesia Dalam

Perspektif Sejarah, Cetakan Pertama, Refika Aditama, Bandung, hlm.39.

Page 101: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 ci

dan oleh karena itu dikelola dengan meningkatkan peran serta masyarakat sesuai dengan

kemakmurannya.3

Sebagai realisasi dan amanat GBHN tahun 1999-2004, merupakan bagian dari

paket pembaruan sistem perpajakan nasional, maksud dari pembaharuan sistem

perpajakan nasional ini adalah untuk meningkatkan penerimaan pajak sehingga negara

mampu membiayai pembangunan dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri. Dengan demikian pembangunan itu sendiri terjamin kelangsungannya.4 Dengan

mengadakan pembaharuan sistem perpajakan melalui macam-macam pungutan atas

tanah dan atau bangunan tarif pajak dan cara pembayarannya, diharapkan kesadaran

untuk membayar pajak dari masyarakat akan meningkat sehingga penerimaan pajak

akan meningkat pula, dan meningkat pula pembangunan negara terutama daerah itu

sendiri.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-

undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun

2004 tentang Pertimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan

Daerah, maka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban

menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan

pemerintahan negara. Oleh karena itu hasil penerimaan pajak ini diarahkan kepada

tujuan untuk kepentingan masyarakat di daerah yang bersangkutan dan sebagian besar

hasil penerimaan pajak ini diserahkan kepada Pemerintah Daerah.

Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan

daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Dalam rangka

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah, perlu dilakukan

perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah dan pemberian diskresi dalam

penetapan tarif. Oleh karena itu kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah

dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah.

Sistem bagi hasil penerimaan pajak Provinsi dengan kabupaten seperti pajak

kendaraan bermotor dan pajak rokok sebagian diperuntukkan bagi kabupaten/kota di

wilayah provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut : Hasil pajak

kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor diserahkan kepada

kabupaten/kota sebesar 30%(tiga puluh persen), dan hasil penerimaan pajak rokok

diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 70% (Tujuh puluh persen).

3 Kasiyanto, 2004, Masalah dan Strategi Pembangunan Indonesia, Cet. Keempat, PT.

Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara, Jakarta, hlm. 103. 4 Direktorat Jenderal Pajak dan Yayasan Rina Pembangunan, 2005, Buku Panduan

PBB, Cet. Ketiga, Penerbit Bina Rena Pembangunan, hlm. 23.

Page 102: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cii

Kebijakan pajak daerah/kabupaten kota dan retribusi daerah dilaksanakan

berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan,5 Sedangkan Daerah

Kabupaten adalah sebagai salah satu kota di awasan Pulau Madura/Pulau Garam.6

Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat

Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Pajak Daerah, yang

selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepala Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah

bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pajak merupakan peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor Pemerintah

(publik) dengan berdasarkan Undang-undang tertentu, meskipun tidak dapat

ditunjukkan secara langsung prestasinya oleh Pemerintah. Berbeda dengan apa yang

disebut retribusi, kalau retribusi ialah pengalihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor

pemerintah berdasarkan Undang-undang tertentu untuk membiayai pengeluaran negara

yang pembayaran itu dapat ditunjukkan prestasi kepada sebagian tertentu dari penduduk

yang diwajibkan untuk membayar. Prestasi dan negara seperti hak untuk

mempergunakan hak-hak untuk keamanan sudah barang tentu diperoleh pihak

membayar pajak itu akan tetapi di perolehnya itu secara individual dan tidak ada hubungan langsung dengan pembayaran itu, hal ini dibuktikan bahwa orang yang tidak

membayar pajakpun dapat mengenyam kenikmatan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat penulis rumuskan

permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimana pelaksanaan pemungutan pajak berdasarkan Undang-undang Nomor

28 Tahun 2009 ?

b. Bagaimanakah sistem pembagian bagi hasil antara Pajak Provinsi dengan

Kabupaten berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 ?

SISTEM PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK

A. Pengertian Pajak dan Hukum Pajak Sekedar untuk perbandingan berikut ini disajikan definisi dari beberapa

sarjana, yaitu :

a. Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi

5 Mohammad Zain, AK dan Dodo Syarief Hidayat, 2005, Himpunan UU Perpajakan,

Cet. III, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 225. 6 BPS Statistics Tge Pamekasan Regency, 2004, Pamekasan Regency In Figures, Cet.

Ketiga, Penerbit CV. Sarana Cipta Karya, hlm. 19.

Page 103: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 ciii

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat . ( Pasal 1 angka 1 UU Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan).

b. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasrkan undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi), yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

umum. (Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH.). Definisi tersebut diatas kemudian dipertahankan sebagai koreksi dari bagian

pertama dari definisinya semula dapat disimpulkan dari uraiannya dalam buku

Pajak dan Pembangunan. Definisi tersebut kurang lebih dapat berbunyi sebagai

berikut : ” Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara

untuk membiayai pengeluaran rutin dan ” surpulus”-nya digunakan untuk

Public Saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai Public Invesment.7

Perlu kiranya dicatat, bahwa definisi-definisi tersebut umumnya kurang lengkap,

bahkan seperti halnya pula dengan Adriani, ia baru kemudian di dalam bukunya

termaksud mengupasnya panjang lebar tentang ”funksi mengatur”.

c. Prof. Dr. P.J.A.Adriani Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat peraturan,

dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang

gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.8

d. Dr. Soeparman Soemahamidjaja (dalam disertasinya yang berjudul : ”Pajak

berdasarkan azas Gotong Royong” (Universitas Pejajaran, Bandung – 1964) : ”

Pajak adalah iuan wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh Penguasa

berdasarkan norma-norm hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang

dan jasa-jasa kolektip dalam mencapai kesejahtteraan umum”.9

Dengan mencantumkan istilah Iuran Wajib, ia mengharapkan terpenuhinya

ciri, ahwa pajak dipungut dengan bantuan dari dan kerjasama dengan wajib-pajak,

sehingga perlu pula dihindari penggunaan istilah ”paksaan” . Lebih-lebih

(demikian pula menurut beberapa sarjana lainnya) bilamana suatu kewajiban harus

dilaksanakan berdasarkan Undang-undang: dalam hal kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka Undang-undang menunjukkan cara pelaksanaannya yang lain,

hal ini tidak mengenai pajak saja (dan cara ini biasanya adalah untuk memaksa) .

Selanjutnya (menurut pendapatnya) berkelebihanlah kiranya, kalau khusus

mengenai pajak, sekali lagi ditekankan pentingnya paksaan itu, seakan-akan tidak

ada kesadaran masyarakat untuk melakukan kewajibannya). Ia sudah

menganggapnya cukup dengan menyatakan bahwa pajak adalah : ”Iuran Wajib”

dus, tidak tidak usah diberi tmbahan : ”yang dapat dipaksakan”. Adapun mengenai

7 Santoso Brotodihardjo, R., 2005, Ilmu Hukum Pajak, Cetakan XII, PT. Eresco,

Bandung, hlm. 1 8 Ibid., hlm. 2. 9 Ibid., hlm. 4.

Page 104: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 civ

”kontra prestasi” Dr. Soeparman berpendirian bahwa justru untuk

menyelenggarakan kontra-prestasi itulah perlu dipungut pajak : bukanlah

pengeluaran-pengeluaran Pemerintah bagi penyelenggaraan bidang keamanan,

kesejahteraan, kehakiman, pembangunan dan hal-hal lainnya merupakan pemberian

kontra prestasi bagi pembayar pajak selaku anggota masyarakat.

e. Definisi Perancis, termuat dalam buku Leroy Beaulieu yang berjudul : Traid de la Scienncedes Finances, 1906, L ’ impot et la contribution, soit directe soit

dissimulee, que La Puissance Publique exige des habitants ou des biens pur

subvenir aux depences du Couvernment, Pajak adalah bantuan, baik secara langung

maupun tidak, yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari

barang, untuk menutup belanja pemerintah.10

Ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak yang tersimpul dalam berbagai definisi itu

adalah :

1. Iuran Rakyat kepada negara;

2. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan Undang-undang serta aturan

pelaksanaannya;

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individuil

oleh Pemerintah; 4. Pajak dipungut oleh Negara (baik oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah;

5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pembayaran Pemerintah, yang bila dari

pemasukannya masih terdapat ” surplus”, dipergunakan untuk membiayai ”public

investment”;

6. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter yitu : ”mengatur”.,

Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan daerah

sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan /

atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

(Pasal 1 angka 27 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah).

Retribusi itu berdasarkan pada atas peraturan-peraturan yang berlaku umum,

dan untuk menaatinya yang berkepentingan dapat pula dipaksa, yaitu barang siapa yang ingin mendapat suatu prestasi tertentu dari Pemerintah harus membayar. Cara

membayarnya ini bermacam-macam, kadang-kadang tidak dengan uang melainkan

dengan material, misalnya akte-akte untuk berburu dn akte untuk menangkap ikan,

bahkann ada yang dengan memakai cara seperti pemungutan pajak-langsung, misalnya

di Nederland : pemungutan uang sekolah, yaitu orang tua/wali murid yang

berkepentingan setiap tahun menerima semacam surat ketetapan pajak. Dengan

demikian dapat dikatakan disini, bahwa dari cara membayarnya saja,pada umumnya

tidaklah dapat diketahui, apakah kita berhadapan dengan suatu retribusi ataupun dengan

suatu pajak.11

10 Ibid., hlm. 3.

11 Kasiyanto, Op. Cit., hlm. 6.

Page 105: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cv

Sedangkan pengertian Hukum Pajak, yang juga disebut Hukum Fiskal adalah

keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang Pemerintah untuk

mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat

dengan melalui Kas Negara, sehingga ia merupakan bagian dari Hukum Publik, yang

mengatur hubungan-hubungan hukum antara Negara dan orang-orang atau badan-badan

(hukum) yang berkewajiban membayar pajak yang selanjutnya disebut wajib pajak.12 Dan tugasnya adalah menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat

dihubungkan dengan pengenaa pajak, merumuskannya dalam peraturan-peraturan

hukum dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum ini, dalam pada itu adalah penting

sekali bahwa tidak harus diabaikan begitu saja latar belakang ekonomis dari keadaan-

keadaan dalam masyarakat tersebut.

Hukum Pajak memuat pula unsur-unsur Hukum Tatanegara dan Hukum Pidana

dengan Acara Pidananya.13 Dalam lapangan lain dari Hukum Administratif, unsur-

unsur tadi tidak begitu nampak seperti dalam Hukum Pajak ini, juga peradilan

administratifnya diatur dengan sangat rapinya. Justru inilah ditambah dengan luasnya

lapangannya karena eratnya hubungannya dengan kehidupan-ekonomi, karena banyak

sarjana hukum dan sarjana ekonomi serta para cendikiawan mencurahkan perhatiannya

yang cukup terhadap Hukum Pajak ini, yang kini dalam beberapa negara telah merupakan ilmu yang berdiri sendiri.

Yang menarik perhatian para cendikiawan adalah seringnya berubah peraturan-

peraturannya yaitu sebagai akibat dari perubahan yang terdapat pada kehidupan-

ekonomi dalam masyarakat dimana perubahan ini mengharuskan pengubahan peraturan-

peraturan pajaknya. Demikian halnya dengan Negara-negara lain yang telah maju (juga

dalam caranya mengatur pajaknya), yang telah dapat menyesuaikan segala aparaturnya

dengan kebutuhan masyarakatnya untuk secepat mungkin mempunyai reaksi terhadap

segala perubahan, trutama yang termasuk dalam lapangan perekonomian. Kemudian

dapatlah dimengerti tentang pentingnya suatu ilmu seperti Hukum Pajak ini untuk

dipelajari dan disempurnakannya.

B. Jenis dan Fungsi Pajak Dalam literatur diadakan pembedaan pajak antara lain adalah 14

a. Pajak Langsung dan pajak tidak langsung

1. Pajak langsung adalah pajak yang dikenakan secara periodik (berulang-ulang)

yang mempunyai kohir dan pembayarannya tidak dapat dilimpahkan kepada

orang lain.

12 Santoso Brotodihardjo, R., 2005, Ilmu Hukum Pajak, Loc. Cit,. 13

Oyok Abuyamin, 2010, Perpajakan Pusat dan Daerah, Cetakan Pertama, Humaniora,

Bandung, hlm. 14. 14 Rapat Koordinasi dan Evaluasi Pungutan Pajak PBB dan RPHTB Propensi Jawa

Timur, Tahun Anggaran 2001, Surabaya, 11-13 September 2001.

Page 106: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cvi

2. Pajak tidak langsung adalah pajak yang dikenakan insidental, yaitu pada saat

dipenuhi tarbestand (keadaan, perbuatan, peristiwa) yang ditentukan dalam

undang-undang pajak, tidak mempunyai kohir / daftar dan jumlahnya dapat

dilimpahkan kepada orang lain (Bea materai, Bea lelang, Pajak Pertambahan

Nilai, Bea balik nama cukai tembakau dan lain sebagainya). Pada galibnya

pajak tidak langsung dimasukkan dalam harga sehingga konsumen tidak menyadari bahwa ia juga membayar pajak (contoh cukai tembakau).

b. Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat

Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang hasilnya masuk dalam kas negara

yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, baik

pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Pajak yang dipungut oleh

pemerintah daerah harus didasarkan pada perda (setelah mendapat persetujuan

Dewan Persetujuan Dewan Perwakilan Daerah dan diumumkannya).20

Pajak daerah tidak boleh bertentangan dengan pajak pemerintah pusat, maka oleh

sebab itu sebelum pajak daerah diumumkan harus mendapat persetujuan terlebih

dahulu dari pemerintah yang lebih atas. Pajak daerah tidak memasuki lapangan

yang sudah atau akan dikenakan pajak oleh pemerintah pusat. Jika demikian maka

hal itu dapat dilakukan dengan memungut “Opcenten” artinya kenaikan/tambahan pajak pada pajak pemerintah pusat.

c. Pajak yang dipungut atau pendapatan (income), dan ada yang dipungut atas

kekayaan, ada juga pajak yang dipungut atas lalu lintas barang. Ada pajak yang

dipungut dimuka seperti pajak kekayaan, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan ada

pajak yang dipungut dibelakang, seperti pajak penghasilan, pajak perseroan, pajak

pendapatan.

d. Pajak yang dipungut sekali.

Seperti bea balik nama kendaraan / bea balik nama kapal, dan ada yang

dipungut secara berulang-ulang seperti pajak penghasilan, Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB), ada juga yang dipungut secara kontan pada saat terjadinya

transaksi, seperti bea lelang, bea balik nama. e. Pajak yang sifatnya pribadi (persoonlijke belasting) dan pajak yang sifatnya

kebendaan (zakelijk). Pajak yang sifat pribadi mengenakan pajak atas

individu/orang yang status dan keadaan wajib pajak ikut menentukan besarnya

jumlah pajak (seperti bunga hutang pribadi, kewajiban dan membayar nafkah isteri

yang diceraikan).

Jadi dalam pajak yang sifatnya pribadi dari wajib pajak yang utama sedangkan

obyeknya adalah sekunder. Pada pajak yang sifatnya kebendaan, keadaan status

wajib pajak tidak mempengaruhi besarnya jumlah pajak, titik berat pajak diletakkan

pada obyeknya, yaitu barang hal yang dikenakan pajak, sedangkan subyeknya atau

wajib pajaknya adalah sekunder, maka oleh sebab itu pajak yang sifatnya pribadi

20 Penjelasan Kepala Dipenda tanggal 11 April 2011.

Page 107: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cvii

disebut pajak obyektif, dan pajak yang sifatnya pribadi sering disebut pajak yang

subyektif.21

f. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan disingkat PBB adalah pajak atas harta tidak

bergerak yang terdiri dari tanah dan bangunan (property tax), peraturan pelaksanaan

yang telah ada di bidang Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang PBB tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan

belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-undang,

perubahan Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan mulai berlaku pada tanggal

1 Januari 1995.

Dengan mengadakan pembaharuan sistem perpajakan melalui penyederhanaan

yang meliputi macam-macam pungutan, tarif pajak dan cara pembayarannya,

diharapkan kesadaran perpajakan masyarakat akan meningkat sehingga penerimaan

pajak akan pemerintah meningkat pula. Demikian pula yang diharapkan oleh

pemerintah dalam hal Pajak Bumi dan Bangunan yang telah diatur dalam Undang-

undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang perubahan Undang-undang Nomor 12 Tahun

1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tersebut, Bumi dan atau Bangunan yang dimilki oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dikenakan pajak,

pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan atas obyek negara untuk menyelenggarakan

pemerintahan, diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah, dan hasil penerimaan

pajak ini diarahkan kepada yang bersangkutan.

Ada beberapa faktor mendorong lahirnya Undang-undang tentang Pajak Bumi

dan bangunan, antara lain karena landasan hukum IPEDA (Iuran Pembangunan Daerah)

itu kurang jelas, misalnya beberapa macam pungutan pajak dan bangunan serta pajak

yang bertumpuk pada obyek yang sama atas tanah dan bangunan serta pajak rumah

tangga, sangat memberatkan masyarakat.22

Pajak Bumi dan Bangunan perlu dimantapkan pelaksanaannya karena tidak

dapat disangkal lagi bahwa bumi dan bangunan dapat memberikan keuntungan dan atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai

suatu hak atasnya / memperoleh manfaat dari padanya.

Faktor lain yang turut mendorong lahirnya pajak bumi dan bangunan yaitu

perundang-undangan yang selama ini menjadi dasar pemungutan pajak atas tanah dan

atau kedudukan sosial ekonomi yang baik bagi orang atau bangunan yang disusun pada

zaman kolonial tidak sesuai lagi dengan falsafah Pancasila tuntutan pembangunan yang

terus meningkat. Undang-undang yang mengatur pungutan atas obyek yang sama,

terlalu banyak jumlahnya sehingga membingungkan masyarakat.

21 Santoso Brotodihardjo, R., Op. Cit., 211. 22 Ibid, hlm. 24.

Page 108: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cviii

Fungsi pajak diperlukan untuk menjalankan kegiatan pemerintah yang selalu

membutuhkan biaya yang secara tradisional terutama bersumber dari pajak. Fungsi dari

pajak khususnya untuk negara sedang berkembang seperti Indonesia adalah sebagai

berikut23 :

a. Pajak merupakan alat atau instrumen penerimaan negara untuk menjalankan tugas-

tugas rutin negara diperlukan biaya, demikian juga dalam rangka melaksanakan pembangunan Nasional, dewasa ini pajak sebagian besar dipergunakan untuk

pembiayaan rutin seperti belanja pegawai negeri, belanja barang, pemeliharaan dan

lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan sebagian besar berasal dari

tabungan pemerintah ini, dari tahun ketahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan

pembiayaan pembangunan semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari

sektor pajak.

b. Pajak merupakan alat untuk mendorong investasi menciptakan iklim investasi yang

lebih baik dengan memberikan insentif perpajakan sedemikian rupa sehingga dapat

mendorong peningkatan investasi.

c. Pajak merupakan alat redistribusi.

Pengenakan pajak dengan tarif progesif dimaksudkan untuk pengenaan pajak

yang lebih tinggi pada golongan yang lebih mampu untuk membayar pajak. Dana yang dipindahkan dari sektor swasta ke sektor pemerintah dipergunakan pertama untuk

membiayai proyek-proyek yang terutama diminati masyarakat yang berpengetahuan

rendah seperti pembangunan, waduk-waduk seluruh irigasi, SD Impres, Puskesmas dan

sebagainya.

Dalam tulisannya yang berjudul , Perdagangan dan Ekonomi Nasional, yang

dimuat dalam Majalah Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Agustus 1956, Barlin Halim

mengutip pernyataan Romesh Dutt yang menyatakan, pajak yang ditarik oleh raja dapat

dimisalkan sebagai embun di atas tanah yang dihisap matahari, lalu dikembalikan

sebagai hujan yang menyuburkan.24

Fungsi budgetair/fungsi untuk mengisi kas negara dari pajak adalah dalam

usaha untuk memupuk dana demi memperlancar usaha dalam menjalankan roda pemerintahan, serta usaha atau pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu demi

memperlancar pembangunan maka penerimaan termasuk didalamnya penerimaan dari

sektor perpajakan harus berhasil. Dengan berhasilnya pemerintah memupuk dana berarti

pemerintah berhasil pula memperlancar roda pemerintahan dan dapat mencukupi

kebutuhan rutinnya, kelebihannya merupakan sumber dana bagi pembiayaan lainnya.

Penerimaan-penerimaan pemerintah sebagian besar dihasilkan dari

pemungutan pajak, walaupun pada kenyataannya kesadaran masyarakat terhadap pajak

masih perlu pula ditingkatkan, dengan demikian dapat dikatakan bahwa melakukan

pajak, pemerintah dapat mengisi kas negara yang dapat dipergunakan untuk memenuhi

23 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1007/KMK 05/1985. 24 Chadir Ali, 2003, Pajak Elementer, PT. Eresco, Bandung, hlm. 1.

Page 109: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cix

kebutuhan rutin, sedangkan kelebihannya merupakan tabungan pemerintah yang

disediakan untuk memenuhi pembiayaan pembangunan untuk berbagai sektor.

Fungsi yang cukup penting dari pajak yang tidak mudah dirasakan adalah

fungsi mengatur dari fungsi inilah pemerintah dapat memanfaatkan untuk mengarahkan

kebijaksanaan fiskalnya sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah dibidang ekonomi

sosialnya. Melalui kebijaksanaan perpajakan pemerintah juga telah berusaha melakukan

pemerataan pendapatan yang seimbang, hal ini dengan diperlukan tarif progresif

terhadap jenis pajak tertentu, seperti misalnya pajak penghasilan, Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) yang mana pajak yang terakhir tersebut merupakan sumber besar

pendapatan dalam pembangunan.25 Oleh karena itu maka perlu juga diatur dengan

diberlakukannya beberapa Undang-undang khusus yang mengatur tentang pajak itu,

seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tersebut yang merupakan sumber terbesar

pendapatan bagi pemerintah dalam pembangunan khusunya untuk daerah itu sendiri.

Dilihat dari sudut ekonomi, pajak adalah penerimaan negara yang digunakan

untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan dengan melakukan

pembangunan. Pajak adalah “motor” penggerak kehidupan masyarakat, meskipun

kehidupan ekonomi sebagian besar dijalankan dengan mengandalkan mekanisme pasar bebas, mekanisme tadi tidak akan berjalan kalau tidak ada pemerintah di daerah itu, jadi

mekanisme pasar harus dibantu oleh kegiatan pemerintahan. Untuk menjalankan roda

pemerintahan di daerah tersebut, yang mampu menggerakkan secara efektif mekanisme

pasar bebas tadi pemerintah memerlukan pajak dari masyarakat.

Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah merupakan suatu kepentingan

umum (Publik Utilitis) untuk kepuasan bersama, sehingga pajak yang mengalir dari

masyarakat akhirnya kembali lagi untuk masyarakat, dalam hal ini erat kaitannya

dengan kebijaksanaan ekonomi yang mengarah pada dukungan pemenuhan kenaikan

pendapatan masyarakat melalui distribusi pendapatan. Dengan demikian tanpa pajak

serta kesadaran membayar pajak yang tinggi, khususnya Pajak Bumi dan (PBB)

mustahil pulalah pemerintah dapat menjalankan rodanya serta pelaksanaan pembangunan daerahnya.

C. Asas-asas Dalam Pemungutan Pajak Dalam literatur tentang pemungtan pajak ada yang menggunakan terminologi

asas-asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan beberapa sarjana sebagai

berikut :

1. Asas-Asas Keadilan

25 Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Op. Cit., hlm. 124.

Page 110: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cx

R. Santoso Brotodihardjo26 mengemukakan bahwa : Dalam asas-asas menurut falsafah

hukum dinyatakan, hukum pajak harus mengabdi kepada keadilan. Keadilan inilah

yang dinamakan “asas pemungutan pajak” menurut falsafah hukum yang dalam The

Four Maxim termasuk maxim pertama, disamping asas-asas lainnya seperti yuridis,

ekonomis, dan finansial. Karenanya semenjak abad ke-18 timbullah berbagai teori guna

memberi “dasar-menyatakan keadilan” (justification) kepada hak negara memungut pajak dari rakyatnya. Untuk memberi dasar menyatakan-keadilannya ada teori pajak

yang dilancarkan dari zaman ke zaman, yaitu : Teori Asuransi, Teori Kepentingan,

Teori Gaya Pikul, Teori Kewajiban Pajak Mutlak atau Teori Bakti, Teori Asas Gaya

Beli.

Hukum Pajak haruslah mengabdi kepada terwujudnya “Keadilan”. Keadilan horozontal,

dalam pemungutan pajak tidak ada diskriminasi. Keadilan vertikal, dalam pemungutan

pajak disesuaikan dengan kemampuan WP. Selanjutnya Chaidir Ali mengemukakan

bahwa27 : Secara historis, dapatlah digabungkan ke dalam dua kelompok besar dari

sekian banyak teori, yaitu Pertama, kelompok teori berusaha ”mempertahankan

persoalan pembenaran dasar keadilan kepada tindakan negara untuk memungut pajak;

antara lain didukung oleh teori-teori terkenal, yaitu : Teori Kepentingan, Teori Asuransi,

Teori Wajib Bayar Pajak Mutlak, Teori Daya Pikul, dan lain sebagainya. Kedua, adanya aliran yang berusaha ke arah ”peniadaan persoalan pembenaran dasar keadilan” kepada

tindakan negara yang memungut pajak, seperti yang kini dianut adalah ajaran asas daya

beli dari Prof Adriani, yaitu :

a. Kelompok Teori Berusaha, ”mempertahankan persoalan pembenaran dasar keadilan”,

Terdiri atas :

Pertama, Teori Kepentingan. Teori ini menyatakan, karena rakyat mempunyai

kepentingan bagi keamanan atau perlindungan atas keselamatan jiwa, dan raganya, serta

keamanan bagi harta bendanya maka adalah suatu yang wajar, adil dan dapat

dibenarkan apabila negara memungut pajak dari wajib pajak (rakyat), karena negara

memerlukan biaya untuk menjaga keamanan, untuk melindungi keselamatan rakyat dan

harta bendanya. Biaya tersebut diperoleh dari hasil pemungutan pajak. Besarnya pajak yang dibayar sesuai tingkat kepentingan wajib pajak (rakyat).

Kedua, Teori Asuransi. Teori ini menyatakan, pajak disamakan dengan asuransi, yaitu

pembayaran pajak oleh wajib pajak (rakyat) kepada negara sama dengan pembayaran

premi oleh tertanggung kepada perusahaan asuransi.

Ketiga, Teori Wajib Bayar Mutlak atau Teori Bakti Pemungutan pajak didasarkan pada

hubungan negara dengan wajib pajak (rakyat) yang dihubungan dengan organik. Teori

ini merupakan kelanjutan dari Teori Kepentingan sehingga negara mempunyai hak

mutlak memungut pajak, karena wajar, adil dan seharusnya rakyat berbakti kepada

negara dengan membayar pajak.

26 Chadir Ali, Op. Cit., hlm. 29. 27 Ibidt., hlm. 100.

Page 111: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxi

Keempat, Teori daya Pikul. Adalah adil, pajak dipungut berasarkan, ”kemampuan

memikul beban pajak yang harus dibayar”. Kemampuan memikul ini diwujudkan dalam

bentuk penghasilan atau kekayaan dihubungkan dengan beban (biaya) kehidupannya.

Dengan demikian, pajak dipungut sesuai dengan daya pikul WP (rakyat).

b. Aliran yang berusaha ke arah ”peniadaan persoalan-persoalan pembenaran dasar

keadilan”. Terdiri dari : Asas -Teori daya Beli. Teori ini menyatakan, negara menggunakan

kemampuan WP (rakyat) berupa daya beli untuk membiayai penyelenggaraan

pemerintahan/negara memungut pajak dari WP (rakyat) karena oleh negara akan

dikembalikan lagi kepada WP berupa pelayanan kepentingan umum dan pemeliharaan

kesejahteraan. Pemungutan pajak sebagai gejala dalam masyarakat yang diidentikan

dengan pompa, bukan penyelenggaraan kepentingan individu maupun kepentingan

negara semata-mata, tetapi penyelenggaraan kepentingan itu dan memusatkan kepada

fungsi mengatur. Berlaku tanpa batas waktu, baik masa ekonomi liberal, ekonomi

terpimpin maupun sosialistis. Ajaran asas daya beli ini telah mendapat kecaman-

kecaman tajam dari para pendukung yang berusaha mempertahankan teori-teori yang

membenarkan dasar keadilan pemungutan pajak, mereka beranggapan, ajaran asas daya

beli ini tidaklah memberi pembenaran dasar keadilan pemungutan pajak, atau tidak menjelaskan dasar bukunya.28

2. Asas Yuridis

Hukum harus dapat menjamin kepastian terwujudnya keadilan dihadapan

hukum. Demikian juga Hukum Pajak harus dapat memberikan jaminan kepastian

terwujudnya keadilan dihadapan hukum pajak bagi bagi pemerintah/negara sebagai

pemungut pajak. Di Indonesia asas yuridis ini dinyatakan dalam UUD 1945 : Pasal 23 A

bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur

dengan undang-undang.

3. Asas Ekonomis Fungsi regulator dari pajak adalah merupakan fungsi pajak yang ditujukan

untuk mengatur politik perekonomian . Untuk mencapai tujuan tersebut implementasi

pemungutan pajak : (a) harus menjamin tidak terganggunya kepentingan umum; (b)

Harus menjadi instrument yang dapat memperlancar roda produksi dan perdagangan

dalam arti jangan sampai menghambat proses produksi dan jalannya perdagangan; (c)

Harus menjamin terlaksananya upaya masyarakat warga negara untuk mencapai tujuan

hidup, pemungutan pajak dipungut sesuai penghasilannya dan dipungut dalam waktu

yang tepat.29

4. Asas Finansial

28 Ibid., hlm. 116-117. 29 Oyok Abuyamin, Op. Cit., hlm. 8.

Page 112: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxii

Asas Finansial. Pemungutan pajak oleh negara adalah bertujuan menghimpun

dana sebanyak-banyaknya untuk biaya anggaran negara. Ini berarti sejalan dengan

fungsi budgetair dari pajak.

5. Asas Menurut Adam Smith

Dasar hukum umum yang menjadi fundamen pemungutan pajak berdasarkan : Asas Menurut Adam Smith : (a). Equality and equity ; (b). Certain; (c). Convenince of

paymen; (d). Economics of collection. 30 Pada abad ke-18 Adam smith (1723-1790)

dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Cauces of the Wealth of Nations (

terkenal dengan nama Wealth of Nations) melancarkan ajarannya sebagai asas

pemungutan pajak yang dinamai The Four Maxims dengan uraiannya sebagai berikut :

Equality and equity (Keadilan/kesamaan). Pembagian tekanan pajak di antara subyek

pajak masing-masing hendaknya dilakukan seimbang dengan kemampuannya , yaitu

seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya masing-masing, dibawah

perlindungan pemerintah (asas pembagian/asas kepentingan). Dalam asas equality ini

tidak diperbolehkan suatu Negara mengadakan diskriminasi diantara sesame wajib

pajak. Dalam keadaan yang sama, para wajib pajak harus dikenakan pajak yang sama

pula. Certainty (Kepastian hukum). Pajak yang harus dibayar oleh seseorang harus terang

(certain) dan tidak mengenal kompromis (non arbitrary). Dalam asas certainty ini,

kepastian hokum yang dipentingkan adalah yang mengenai subyek-obyek, besarnya

pajak, dan juga ketentuan mengenai waktu pembayarannya.

Convenince of paymen (saat paling tepat). Every tax ought to be leveied at the time, or

in the manner, in wicht it is most likely to be convenint for the contribution to pay it.

Teknik pemungutan pajak yang dianjurkan ini (yang juga disebut confinence of

payment), merupakan bahwa pajak , yaitu saat sedekat dekatnya dengan detik

diterimanya penghasilan yang bersangkutan.

Economics of collection (Efisien). Asas efisiensi ini menetapkan, pemungutan pajak

hendaknya dilakukan sehemat-hematnya; jangan sekali-kali biaya pemungutan melebihi pemasukan pajaknya.31

6. Asas Menurut Sommerfield Ray M, dkk.

Sommerfield Ray M, dkk., mengungkapkan, dalam rangka mendesain suatu

system perpajakan, criteria tidak lagi terbatas kepada, the canons of taxation, yaitu

equality, certainty, convenience, dan economy, yang dicetuskan oleh Adam smith, tetapi

saat ini perlu ditambah dengan productivity, visibility, dan political considerations.

Productivity, dimaksudkan secara relative berapa besar jumlah pajak yang dapat

dihasilkan yang umumnya disorot oleh para politikus dalam rangka mengevaluasi

30 Chadir Ali, Op. Cit., hlm.27-29. 31 Oyok Abuyamin, Op. Cit., hlm.9.

Page 113: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxiii

kinerja pemerintahan tanpa mempersoalkan apakah itu memenuhi persyaratan the

canons of taxation atau tidak.

Vasibility disini lebih bersifat ukuran yang dipakai pembayar pajak, berapa besar

kenikmatan yang dapat diperolehnya dan jumlah pembayaran pajaknya yang seringkali

dieksploitir politikus untuk menabur janji-janji peningkatan kesejahteraan disbanding

dengan bagaimana usaha meningkatkan penerimaan pajak. Political considerations lebih mencerminkan bagaimana para anggota perwakilan rakyat

melobi dan melakukan pendekatan agar ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan tersebut menguntungkan kelompoknya.32

7. Asas Menurut Richard A. Musgrave dan Peggy B.

Menurut Richard A. Musgrave dan Peggy B. dalam bukunya Public Finance in

Theory and Practice, terdapat dua macam asas keadilan pemungutan pajak, sebagai

berikut : Pertama, Benefit Principle. Dalam sistem perpajakan yang adil, setiap wajib

pajak harus membayar pajak sejalan dengan manfaat yang dinikmatinya dari

pemerintah. Pendekatan ini disebut evenue and Expenditure. Kedua, Ability Principle.

Dalam pendekatan ini menyarankan agar pajak dibebankan kepada wajib pajak atas

dasar kemampuan membayar. 33

8. Asas Domicili / Asas Tempat Tinggal

Pemungutan pajak dikenakan berdasarkan domicili / tempat tinggal wajib pajak yang

bersangkutan.

9. Asas Kebangsaan atau Asas Nasional

Menurut asas Kebangsaan pemungutan pajak dihubungkan dengan kebangsaan

dari suatu negara. Jadi negara dapat mengenakan pajak terhadap orang asing yang

bertempat tinggal/berdomicili di Indonesia, contohnya pajak bangsa asing. Misalnya,

Belanda ketika Perang Dunia II mewajibkan pembayaran pajak bagi warga negara

Belanda atas pendapatannya termasuk warga negara Belanda yang berdomicili di luar negara Belanda.

10. Asas Sumbar

Pemungutan pajak dilakukan di negara yang menjadi sumber penghasilan. Dengan

demikian, seseorang (tidak berdomicili di Indonesia) yang mendapat penghasilan dari

sumber di Indonesia wajib membayar pajak di Indonesia.34

32 Diana Sari, 2006, Perpajakan, Bandung, hlm. 15. 33 Waluyo, 2008, Perpajakan Indonesia, Salemba Jakarta, hlm. 14. 34 Oyok Abuyamin, Op. Cit., hlm. 11.

Page 114: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxiv

D. Hak dan Kewajiban Pajak Dalam dunia perpajakan, setiap penguasaha yang telah dikukuhkan sebagai

pengusaha kena pajak, minimal mempunyai 3 (tiga) hak, yaitu :

1. hak pengkreditan atas pajak masukan;

2. hak atas kompensasi atau restitusi; dan

3. hak keberatan atau banding. Kewajiban para pengusaha yang diwajibkan oleh UU ada 6 (enam) yang harus

dilaksanakan wajib pajak,yaitu :

a. melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP;

b. membuat faktur pajak atas setiap penyerahan kena pajak;

c. membuat nota retur dalam hal terdapat pengembalian barang kena pajak;

d. melakukan pencatatan dalam pembukuan mengenai kegiatan usahanya;

e. menyetor pajak yang terutang;

f. Menyampaikan surat pemberitahuan masa PPN

Sedangkan kewajiban membayar pajak dan Penetapan Pajak seperti yang

disebutkan dalam Pasal 12 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai

berikut :

Kewajiban Membayar Pajak Tidak Bergantung Surat Ketetapan Pajak (SKP). Setiap wajib pajak membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya SKP;

Pajak Terutang adalah menurut UU Perpajakan. Jumlah pajak yang terutang menurut

surat pemberitahuan (SPT) yang disampaikan oleh wajib pajak adalah jumlah pajak

yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

Surat Pemberitahuan (SPT) wajib pajak Tidak benar. Apabila Direktur Jenderal Pajak

mendapatkan bukti bahwa jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan

tidak benar maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak terutang yang

semestinya.35

Kewajiban pajak ada dua macam yaitu :

1. Kewajiban Pajak Subyektif Ialah kewajiban pajak yang melekat pada subyeknya, pada umumnya setiap orang

yang bertempat tinggal di Indonesia memenuhi kewajiban pajak subyektif, anak-

anak, orang dewasa, wanita yang sudah kawin. Sedangkan untuk orang di luar

Indonesia kewajiban subyektif ada kalau mempunyai hubungan ekonomidengan

Indonesia (mempunyai perusahaan disini);

2. Kewajiban Pajak Obyektif

Ialah kewajiban pajak yang melekat pada obyeknya, seorang memenuhi kewajiban

pajak obyektif jika ia mendapat penghasilan atau mempunyai kekayaan yang

memenuhi syarat menurut undang-undang.36

35 Ibid., hlm. 46 36 Hamdan Aini, H., 2003, Perpajakan, PT. Bina Aksara, Jakarta, hlm. 19.

Page 115: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxv

E. Sistem Pelaksanaan Pemungutan Pajak

Dalam pelaksanaan sistem pemungutan pajak ada 3 (tiga) macam yaitu :

1. Official Assessment System

Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak

berdasarkan UU pemerintah (fiskus) diberi untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang. Ciri Official Assessment System adalah sebagai berikut :

Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada fiskus;

Wajib pajak bersifat menunggu (pasif);

Utang pajak yang harus dibayar olh wajib pajak timbul setelah diterbitkannya surat

ketetapan pajak (SKP) oleh fiskus.

2. Self Assessment System

Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

berdasarkan UU memberikan epercayaan kepada wajib pajak untuk melaksanakan hak

dan kewajibannya dibidang perpajakan.

Ciri Self Assessment System adalah sebagai berikut :

Wajib Pajak (WP) menghitung dan memperhitungkan sendiri oleh WP, pajak yang

harus dibayar/ pajak yang terutang; Wajib pajak (WP) membayar / menyetor sendiri pajak yang harus dibayar / pajak yang

terutang ke bank / Kantor Pos;

Wajib Pajak (WP) melaporkan sendiri pajak yang harus dibayar / pajak yang terutang;

Pemerintah (Fiskus) mengawasi pelaksanaan hak dan kewajiban WP di bidang

perpajakan.

3. With Holding System

With Holding System adalah suatu system pemungutan pajak yang berdasarkan

UU memberi kepercayaan / wewenang kepada pihak ketiga (bukan pemerintah dan

bukan WP yang bersangkutan) untuk memotong atau memungut pajak yang wajib

dipotong/dipungut dari WP yang wajib membayarnya. Pihak ketiga wajib menyetorkan

hasil pemotongan / pemungutan pajak tersebut. Ciri With Holding System adalah sebagai berikut :

a. Pemotongan / Pemungutan pajak dilakukan oleh pihak ketiga (bukan

pemerintah/bukan fiskus);

b. Pemotong / Pemungut pajak wajib menyetorkan hasil pemotongan /pemungutan

pajak tersebut;

c. Pemerintah (fiskus) mengawasi pelaksanaan pemotongan / pemungutan dan

penyetoran oleh pihak ketiga.

BAGI HASIL PAJAK PROVINSI DENGAN KABUPATEN

A. Tata Cara Pemungutan Pajak

Page 116: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxvi

Pelaksanakan pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara kepada rakyatnya

ada beberapa metode atau cara yaitu37 :

1. Riel Stelsel (Stelsel Nyata)

Riel Stelsel (Stelsel Nyata) merupakan pemungutan pajak berdasarkan dan

memperhatikan obyek berupa penghasilan yang sudah nyata-nyata diterima oleh wajib

pajak (WP) selama tahun pajak yang baru diketahui pada akhir tahun. Oleh karena itu, pemungutannya baru dilaksanakan setelah tahun pajak berakhir.

Metode ini mendasarkan kepada pelaksanaan pemungutan pajak berdasaarkan objek

pajak (penghasilan) yang sesungguhnya (nyata) diperoleh wajib pajak. Sehingga

perhitungan beban pajak atau pemungutan pajak dapat dilakukan pada akhir tahun

pajak.Kelebihan stelsel ini pemungutan pajak dihitung secara nyata berdasarkan

realisasi penghasilan. Kelemahannya adalah negara dalam perolehan pajak pada akhir

tahun pajak padahal biaya pembangunan dimulai pada awal tahun takwim.

2. Fictive Stelsel (Stelsel Anggapan)

Fictive Stelsel (Stelsel Anggapan) merupakan pemungutan pajak yang

dilakukan berdasarkan anggapan menurut ketentuan hukum pajak. Di awal tahun, pajak

dihitung dengan anggapan melalui perbandingan dengan penghasilan tahun sebelumnya. Stelsel ini menentukan pajak yang harus dibayar dalam tahun berjalan dan di akhir

tahun pajak baru disesuaikan dengan penghasilan yang sebenarnya diterima wajib pajak

(WP). Dalam metode (cara) ini pengenaan pajak kepada wajib pajak atas objek pajak

(penghasilan) didasarkan pada suatu anggapan tentang besarnya penghasilan yang bisa

diperoleh sama dengan tahun pajak sebelumnya, sehingga awal tahun pajak bisa

ditetapkan jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak.

Kelebihan stelsel ini cara ini adalah bahwa jumlah pajak dapat ditetapkan pada awal

tahun pajak, sehingga penerimaan negara dari pajak bisa diperoleh pada awal tahun

pajak, dan pembayaran pajak bisa dilakukan selama tahun pajak. Kelemahannya cara ini

adalah pajak tidak berdasarkan objek pajak (penghasilan) yang sesungguhnya diperoleh

oleh wajib pajak.

3. Stelsesl Campuran

Cara ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel anggapan,

pada awal tahun pajak ditetapkan/ dihitung berdasar pajak tahun sebelumnya kemudian

pada akhir tahun pajak ditetapkan/dihitug berdasarkan keadaan yang sebenarnya.

37 Oyok Abuyamin, Op. Cit., hlm. 17-18.

Page 117: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxvii

Apabila terjadi kelebihan atau kekurangan pajak yang dibayar maka wajib pajak harus

menyesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya.38

Berdasarkan lembaga/wewenang pemungutan pajak pusat atau pajak negara

dipungut dan dikelola oleh pemerintah pusat (Departemen Keuangan, Direktorat

Jenderal Pajak) dan hasil penerimaannya sebagai sumber utama bagi APBN yang

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, baik biaya rutin maupun biaya pembangunan. Contoh :PPh, PPN/PPn BM,BM. Sedangkan Pajak Daerah dipungut dan

dikelola oleh pemerintah daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) dan hasil penerimaannya

sebagai sumber utama APBD digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, baik

biaya rutin maupun biaya pembangunan. Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak

Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, dll.

Berdasarkan cara pemungutan, pajak langsung dipungut secara pereodik

(berkala). Pajak langsung ini harus dipikul sendiri oleh wajib pajak (WP) dan tidak

dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh pajak penghasilan.

Sedangkan pada pajak tidak langsung dipungut karena perbuatan atau peristiwa tertentu

dan pada akhirnya pembayar pajak dapat membebankan atau melimpahkan beban

pajaknya kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.

Sedangkan yang ersifat memaksa menjadi dasar hukum Pemungutan Pajak di Indonesia adalah Pasal 23 A UUD 1945 yang menyatakan bahwa : ” Pajak dan

pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-

undang.”39

B. Surat Tagihan Pajak ( STP )

Surat Tagihan Pajak ( STP ) dinyatakan dalam Pasal 1 dan Pasal 14 UU

Ketentuan Umum Perpajakan, yaitu :

1. Pengertian STP. STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan / atau

sanksi administrasi berupa bunga dan / atau denda.

2. Penerbitan STP. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan STP apabila :

(a) PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; (b) Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pajak sebagai akibat salah tulis dan /

atau salah hitung;

(c) WP dikenai sanksi administrasi berupa denda dan / atau bunga;

(d) Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak

membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;

(e) Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak

mengisi faktur secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5)

UU PPH 1984 dan perubahannya, selain (e.1.) Identitas pembeli sebagaimana

38 Mohammad Zain, AK dan Dodo Syarief Hidayat, Op. Cit., hlm. 226-227. 39 UUD 1945 , 2005, Amandemen Pertama 1999-Keempat 2002, CV. Aneka Ilmu,

Semarang, hlm. 1-12

Page 118: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxviii

dimaksu dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b UU PPN 1984 dan perubahannya.

(e.2.) Identitas pembeli serta nama dan tanda tangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g UU PPN 1984 dan perubahannya,

dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran.

(f) Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan nama

penerbitan faktur pajak. (g) Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 ayat (6a) UU PPN 1984 dan perubahannya.

3. Kekuatan Hukum STP. STP mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat

ketetapan pajak.

Sedangkan sanksi Surat Tagihan Pajak ( STP ) adalah sebagai berikut :

PPh Kurang Bayar dan Kurang Bayar karena Salah Tulis dan / atau Salah Hitung :

Sanksi Administrasi Bunga 2 % Per Bulan. Jumlah kekurangan pajak yang terutang

dalam STP sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (1) huruf a dan huruf b UU KUP

ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) per bulan

untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, ditung sejak saat terutangnya pajak atau

berakhirnya Masa pajak, Bagian Tahun Pajak, atau tahun Pajak sampai dengan

diterbitkannya STP; PPN dan PPh BM: Sanksi Denda 2 % dari DPP. Terhadap pengusaha atau Pengusaha

Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f

UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) masing-masing, selain wajib menyetor pajak

yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 % (dua persen) dari

dasar Pengenaan Pajak;

Setelah Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak ( SKPKPP)

PKP gagal berproduksi Kena Sanksi Bunga 2 %. Terhadap Pengusaha Kena pajak

(PKP) sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (1) huruf g UU KUP (yaitu setelah

SKPKPP PKP gagal berproduksi) dikenal sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua

persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal

penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) sampai dengan tanggal penerbitan SPT dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)

bulan.

Menurut Pasal 1 UU No. 19 Tahun 2000 dan Pasal 18 UU Ketentuan Umum Perpajakan

aturan tentang penagihan pajak hádala sebagai berikut :

1. Pengertian Penagihan Pajak

Yang dimaksud dengan penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar

penanggung pajak melunasi uang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur

atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitauan

surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan

penyanderaan, menjual barang yang disita ( Pasal 1 UU No. 19 Tahun 2000 Tentang

Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa).

Page 119: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxix

2. Dasar Penagihan pajak

Yang menjadi dasar penagihan pajak adalah Surat Tagihan Pajak , Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan

Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang

menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.

3. Bunga Penagihan Pajak Dalam Pasal 19 UU KUP aturan tentang bunga penagihan pajak dinyatakan :

a. Pajak terutang pada saat jatuh tempo tidak / kurang dibayar kena sanksi bunga 2 %

(Dua Persen) per bulan. Apabila SKPKB atau SKPKBT serta SK Pembetulan, SK

Keberatan, Putusan Banding atau Putusan peninjauan Kembali, yang menyebabkan

jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan

tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau barang yang dibayar itu

dikenal sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) per bulan untuk

seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan

atau tanggal diterbitkannya STP, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

b. Wajib Paja (WP) mengangsur atau menunda pembayaran kena sanksi sebesar 2%

(dua persen) per bulan. Dalam hal WP diperbolehkan mengangsur atau menunda

pembayaran pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan

dihitung penuh 1 (sat) bulan.

c. WP menunda penyampaian SPT Tahunan kena sanksi bunga 2% (dua persen) per

bulan per bulan. Dalam hal WP diperbolehkan menunda penyampaian SPT tahun dan

ternyata penghitngan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 ayat (5) UU KUP kurang jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas

kekurangan pembayaran pajak tersebut, dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) per

bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan hurufc UU KUP smpai

dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan bagian dari

bulandihitung penuh 1 (satu) bulan.

4. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Pasal 20 UU KUP dan penjelasannya menyatakan bahwa aturan tentang

penagihan pajak dengan surat paksa adalah :

Pengertian Surat Paksa. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan

biaya penagihan pajak (Pasal 1 UU KUP).

Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Atas jumah pajak yang masih harus dibayar, yang

berdasarkan STP, SKPKB, serta SKPKBT, dan SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan

Banding serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak masih

harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh Penaggung Pajak sesuai dengan

jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) (harus dilunasi 1 bulan),

atau ayat (3a) UU KUP (WP Usaha Kecil dan WP di daerah tertentu dapat diperpanjang

Page 120: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxx

2 bulan), dilaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus. Dikecualikan dari ketentuan penagihan dengan

surat paksa sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (1) UU KUP, penagihan seketika

dan sekaligus dilakukan apabila :

Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;

Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam

rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang

dilakukannya di Indonesia;

Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usaha atau

menggabungkan atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yang

dimiliki atau yang dikuasainya, atau yang melakukan perubahan bentuk lainnya;

Badan Usaha akan dibubarkan oleh negara;

Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-

tanda kepailitan.

Yang dimaksud dengan ”penagihan seketika dan sekaligus” adalah tindakan penagihan

pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis

pajak, Masa Pajak, dan Tahun pajak.

Penanggung pajak menurut Pasal 1 UU KUP adalah orang pribadi atau badan yang

bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan

memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan.

5. Negara Mempunyai Hak Mendahului

Menurut Pasal 21 UU KUP aturan tentang negara mempunyai hak mendahului,

diatur dengan ketentuan :

Hak Mendahului. Negara mempunyai hak mendahului untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak, yang meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa

bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak;

Dikecualikan Dari hak Mendahului. Hak mendahului untuk utang pajak melebihi segala

hak mendahului lainnya, kecuali terhadap :

Biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu

barang bergerak dan / atau barang tidak bergerak;

Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan / atau;

Biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.

c. WP Pailit, Bubar atau Dilikwidasi Dilarang, Membagikan Hartanya Kepada

Pemegang Saham Atau Kreditor Sebelum Membayar Utang Pajak. Dalam hal WP

dinyatakan pailit, bubar, atau dilikwidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau

badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta WP

Page 121: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxxi

dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya

sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak WP tersebut.

d. Hak Mendahulu Hilang. Hak Mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 (lima)

tahun sejak tanggal diterbitkan STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK

Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan peninjauan Kembali yang menyebabkan

jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. e. Perhitungan jangka waktu Hak Mendahulu. Perhitungan jangka waktu hak

mendahulu ditetapkan sebagai berikut :

(1) Dalam hal Surat paksa untuk membayar diberitahukan secara resmi maka jangka

waktu 5 (lima) tahun dihitung sejak pemberitahuan Surat Paksa; atau

(2) Dalam hal diberikan penundaan pembayaran atau persetujuan angsuran, maka

jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan.

6. Daluarsa Penagihan pajak .

Dalam Pasal 22 UU KUP aturan tentang daluarsa penagihan pajak

dinyatakan :

a. Daluarsa Setelah Melampaui 5 (lima) Tahun. Hak untuk melakukan penagihan pajak,

termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitun g penerbitan STP, SKPKB, serta SKPKBT,

dan SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan

Kembali;.

b. Daluwarsa Penagihan Pajak Tertangguh. Daluarsa penagihan pajak tertangguh

apabila :

(1) Diterbitkan Surat paksa;

(2) Ada Pengakuan uang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung;

(3) Diterbitkan SKPKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU KUP, atau

SKPKBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) UU KUP; atau

(4) Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

7. Gugatan Wajib pajak

Gugatan WP atau penanggung pajak diajukan terhadap :

Pelaksanaan Surat paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman

Lelang;

Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;

Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang

ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP (yaitu keputusan keberatan);

atau

Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam

penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada

badan peradilan pajak ( Pasal 23 UU KUP).

Page 122: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxxii

C. Kendala Pemungutan Pajak

Timbulnya utang pajak berdasarkan ajaran formil adalah wujud dari sistem

pemungutan pajak yang berdasarkan Oficial Assesment System. Menurut ajaran ini

utang pajak timbul karena diterbitkannya penetapan dan ketetapan pajak. Penetapan dan

ketetapan pajak ini dapat berupa : surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak

Kurang bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang bayar Tambahan (SKPKBT). Pemungutan pajak tidak populer / tidak disenangi oleh karena itu timbul adanya

kendala, yaitu hambatan pemungutan pajak berupa perlawanan terhadap pemungutan

pajak, yaitu berupa : (1) Perlawanan Pasif dan (2) Perlawanan aktif.

Secara pasif wajib pajak (WP) tidak bayar pajak karena natara lain : (a) Pemahaman

terhadap hukum pajak yang masih kurang karena sulit dimengerti; (b) Tingkat

kepedulian dan kesadaran terhadap pajak yang masih perlu ditingkatkan; (c)

Pengawasan pemungutan pajak belum berjalan efektif; (d) Pengawasan penggunaan

hasil pemungutan pajak belum efektif.

Secara aktif wajib pajak (WP) bertujuan menghindari pembayaran pajak melalui

perbuatan dan semua usaha yang ditujukan secara langsung kepada pemerintah / fiskus.

Ada dua jenis perlawanan aktif, yaitu : (a) Tidak melanggar hukum pajak (Tax

Avoidance): perbuatan dan semua usaha untuk mengurangi/meringankan pembayaran pajak dengan tidak melanggar hukum pajak; (b) Melanggar hukum pajak (Tax Evasion)

: perbuatan dan semua usaha untuk mengurangi / meringankan pembayaran pajak

dengan cara melanggar hukum pajak.40

D. Bagi Hasil Pajak Provinsi Dengan Kabupaten

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 10 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

(PDRD) dinyatakan bahwa : Pajak-Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah

kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imlabalan

secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Dalam Pasal 2 UU No. 28 dan UU No. 29 Tentang Pajak Derah dan Retribuís Daerah

disebutkan bahwa :

1. Jenis Pajak Daerah Provinsi antara lain :

(1) Pajak Kendaraan Bermotor;

(2) Bea balik nama Kendaraan Bermotor;

(3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

(4) Pajak Air Permukaan; dan

(5) Pajak Rokok.

2. Jenis Pajak Daerah Kabupaten / Kota, antara lain :

(1) Pajak Hotel;

40 Oyok Abuyamin, Op. Cit., hlm. 19.

Page 123: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxxiii

(2) Pajak Restoran;

(3) Pajak Hiburan;

(4) Pajak Reklame;

(5) Pajak Penerangan Jalan;

(6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ;

(7) Pajak Parkir; (8) Pajak Air Tanah;

(9) Pajak Sarang Burung Walet;

(10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;

(11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

a. Pajak Kendaraan Bermotor

Dalam Pasal 3 UU DPRD disebutkan bahwa obyek pajak kendaraan bermotor

adalah kepemilikan dan /atau penguasaan Kendaraan Bermotor. Yang termasuk dalam

pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada angka (1) tersebut diatas

adalah kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan di semua

jenis jalan darat dan kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi

kotor GT 5 (lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Subyek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan /

atau menguasai kendaraan Bermotor. Wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang

pribadi atau badan yang memiliki Kendaraan Bermotor, dalam hal wajib pajak badan,

kewajiban perpajakannya diwakili oleh pengurus atau kuasa badan tersebut ( Pasal 4

UU DPRD). Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah hasil perkalian dari 2

(dua) unsur pokok, yaitu : (a) nilai jual kendaraan bermotor, dan (b) bobot yang

mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan / atau pencemaran lingkungan

akibat penggunaan Kendaraan Bermotor ( Pasal 5 UU DPRD).

Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut : (a) untuk

kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1 % (satu persen) dan

paling tinggi sebesar 2 % (dua persen); (b) untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2 %

(dua persen) dan paling tinggi sebesar 10 % (sepuluh persen). Sedangkan kepemilikan

kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan / atau alamat yang sama (Pasal 6 UU

DPRD).

Cara menghitung dan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor sebagaimana dinyatakan

dalam Pasal 7 UU PDRD : (1) Besaran pokok Pajak Kendaraan Bermotor yang terutang

dihitung dengan cara mengalihkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5)

UU PDRD dengan dasar pengenaan bermotor terdaftar pajak sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 ayat (9) UU PDRD; (2) Pajak Kendaraan Bermotor yang terutang

dipungut di wilayah daerah tempat kendaraan bermotor terdaftar; (3) Pemungutan pajak

Kendaraan Bermotor dilakukan bersamaan dengan penerbitan Surat tanda Nomor

Kendaraan Bermotor.

Page 124: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxxiv

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN KB)

Objek Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor sebagaimana dinyatakan dalam

Pasal 9 UU PDRD: (1) Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah

penyerahan kepemilikan Kendaraan Bermotor; (2) Termasuk dalam pengertian

Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud adalah kendaraan bermotor beroda beserta

gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan darat dan kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT5 (5 Gross Tannge) sampai dengan

GT7 (tujuh Gross Tonnage): (3) Dikecualikan dari pengertian kendaraan bermotor

sebagaimana dimaksud pada angka (2) tersebut di atas yaitu :

Kereta api;

Kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan

keamanan negara;

Kendaraan bermotor yang dimiliki dan / atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan

negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lemabaga internasional yang

memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah, dan

Objek pajak lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

Subyek Pajak dan wajib pajak BBN KB sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 UU

PDRD yaitu : (1) Subjek pajak Bea balik Nama Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang dapat menerima penyerahan kendaraan bermotor; (2) Wajib

Pajak Bea Balik nama Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang

menerima penyerahan kendaraan bermotor. Dasar pengenaan BBN KB sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 11 UU PDRD adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor

sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (9) UU PDRD.

Tarif BBN KB sebagaimana disebutkan dalam Pasal 12 UU PDRD yaitu : (1) Tarif Bea

balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai

berikut : a. Penyerahan pertama sebesar 20 % (dua puluh persen; dan b. penyerahan

kedua dan seterusnya sebesar 1 % (satu persen); (2) Khusus untuk kendaraan bermotor

alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum tarif pajak

ditetapkan paling tinggi sebagai berikut : a. Penyerahan pertama sebesar 0,75 % (nol koma tujuh puluh lima persen); dan b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075

% (nol koma nol tujuh puluh lima persen); (3) Tarif Bea balik nama Kendaraan

Bermotor ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Cara Menghitung , Pemungutan, dan Pembayaran BBNKB sebagaimana dinyatakan

dalam Pasal 13 UU PDRD adalah sebagai berikut : (1) Besaran Pokok Pajak Bea Balik

nama Kendaraan Bermotor yang terutang dihitung dengan ara mengalihkan tarif

sebagaimana imaksud dalam Pasal 12 ayat (3) UU PDRD dengan dasar pengenaan

pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 UU PDRD; (2) Bea balik Nama

Kendaraan Bermotor yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat Kendaraan

Bermotor terdaftar; (3) Pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dilakukan

pada saat pendaftaran.

Wajib Mendaftarkan Penyerahan Kendaraan Bermotor sebagaimana disebutkan dalam Pasal 14 UU PDRD bahwa wajib pajak bea balik nama kendaraan bermotor wajib

Page 125: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxxv

mendaftarkan penyerahan kendaraan bermotor dalam jangka waktu paling lambat 30

(tiga puluh) hari kerja sejak saat penyerahan. Dan melaporkan Penyerahan Kendaraan

Bermotor Kepada Gubernur atau Pejabat.41

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)

Objek Pajak Bahan bakar Kendaraan Bermotor adalah bahan bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor,

termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di air ( Pasal 16 UU PDRD).

Subyek Pajak, Wajib pajak, dan Pemungutan PBBKB sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 17 UU PDRD adalah sebagai berikut :

Subjek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalam konsumen Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor;

Wajib Pajak Bahan bakar Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau Badan yang

menggunakan Bahan Bakar Kendaraan bermotor;

Pemungutan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dilakukan oleh penyedia Bahan

Bakar Kendaraan Bermotor;

Penyedia Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada angka (3)

tersebut di atas adalah produsen dan / atau importir Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, baik untuk dijual maupun untuk digunakan sendiri.

Dasar Pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotot (PBBKB) adalah Nilai Jual

Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) (

Pasal 18 UU PDRD).

Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) sebagaimana disebutkan

dalam pasal 19 UU PDRD adalah sebagai berikut :

Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10 %

(sepuluh persen);

Khusus tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk bahan bakar kendaraan

umum dapat ditetapkan paling sedikit 50 % (lima piluh persen) lebih rendah dari tarif

Pajak Bahan bakar Kendaraan Bermotor untuk kendaraan pribadi; Pemerintah dapat mengubah tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang sudah

ditetapkan dalam Peraturan Daerah dengan Peraturan Presiden;

Kewenangan Pemerintah untuk mengubah tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan

Bermotor dilakukan dalam hal :

Terjadi kenaikan harga minyak dunia melebihi 130 % (seratus tiga puluh persen) dari

asumsi harga minyak dunia yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara tahun berjalan; atau

Diperlukan stabilisasi harga bahan bakar minyak untuk jangka waktu paling lama 3

(tiga) tahun sejak ditetapkannya Undang-Undang PDRD.

41 Oyok Abuyamin, Ibid., hlm. 207.

Page 126: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxxvi

Dalam hal harga minyak dunia sebagaimana dimaksud pada angka (4) huruf a tersebut

di atas sudah normal kembali, Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud pada angka

(3) tersebut di atas, dicabut dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.

Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Cara Menghitung Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 20 UU PDRD adalah bahwa besaran pokok Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (6) UU PDRD dengan dasar pengenaan

pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 UU PDRD.42

d. Pajak Air Permukaan

Obyek Pajak Air Permukaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 UU

PDRD adalah sebagai berikut :

Objek Pajak Air Permukaan adalah pengambilan dan / atau pemanfaatan air permukaan;

Dikecualikan dari objek Pajak Air Permukaan adalah :

Pengambilan dan / atau pemanfaatan air permukaan untuk keperluan dasar rumah

tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, dengan tetap memperhatikan

kelestarian lingkungan dan peraturan perundang-undangan; dan Pengambilan dan / atau pemanfaatan air permukaan lainnya ditetapkan dalam Peraturan

Daerah.

Subyek Pajak dan Wajib Pajak Permukaan Air sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22

UU PDRD adalah sebagai berikut :

Subyek Pajak Air Permukaan adalah orang pribadi atau badan yang dapat melakukan

pengambilan dan / atau pemanfaatan air permukaan;

Wajib Pajak Air Permukaan adalah orang pribadi atau badan yang melakukan

pengambilan dan / atau pemanfaatan air permukaan.

Dasar Pengenaan Pajak air Permukaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 23 UU

PDRD adalah sebagai berikut :

Dasar pengenaan Pajak Air Permukaan adalah Nilai Perolehan Air Permukaan; Nilai Perolehan Air Permukaan sebagaimana dimaksud pada angka (1) tersebut di atas

dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau

seluruh factor-faktor berikut :

Jenis sumber air;

Lokasi sumber air;

Tujuan pengambilan dan / atau pemanfaatan air;

Volume air yang diambil dan / atau dimanfaatkan;

Kualitas air;

Luas areal tempat pengambilan dan / atau pemanfaatan air; dan

Tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan / atau

pemanfaatan air.

42 Ibid., hlm. 409.

Page 127: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxxvii

Penggunaan faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada angka (2) tersebut di atas

disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah.

Besarnya Nilai Perolehan Air Permukaan sebagaimana dimaksud pada angka (1)

tersebut di atas ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.

Tarif Pajak Air Permukaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 24 UU PDRD adalah

sebagai berikut : (1) Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10 % (sepuluh persen); (2) tariff Pajak Air Permukaan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Cara Menghitung Pajak Air Permukaan disebutkan didalam pasal 25 UU PDRD adalah

: (1) Besaran pokok Pajak Air Permukaan yang terutang dihitung dengan cara

mengalikan tariff sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (2) UU PDRD dengan

dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4) UU PDRD; (2)

Pajak Air Permukaan yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat air berada.43

e. Pajak Rokok

Obyek Pajak Rokok sebagaimana disebutkan dalam Pasal 26 UU PDRD adalah

sebagai berikut :

Obyek Pajak Rokok adalah konsumsi rokok;

Wajib pajak Rokok adalah pengusaha pabrik rokok / produsen dan importir rokok yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai;

Pajak Rokok dipungut oleh instansi pemerintah yang berwenang memungut cukai

bersamaan dengan pemungutan cukai rokok;

Pajak Rokok yang dipungut oleh instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada

angka (3) tersebut di atas disetor ke rekening kas umum daerah provinsi secara

proporsional berdasarkan junlah penduduk;

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan dan penyerahan Pajak Rokok

diatur dengan peraturan Menteri Keuangan.

Dasar Pengenaan Pajak Rokok seperti disebutkan dalam pasal 28 UU PDRD

adalah cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap rokok. Tarif pajak Rokok

seperti disebutkan dalam Pasal 29 UU PDRD adalah ditetapkan sebesar 10 5 (sepuluh persen) dari cukai rokok.

Cara menghitung Pajak Rokok disebutkan dalam Pasal 30 UU PDRD adalah :

Besaran pokok Pajak Rokok yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU PDRD dengan dasar pengenaan pajak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU PDRD. Seangkan Alokasi Penerimaan Pajak

Rokok disebutkan dalam pasal 31 UU PDRD adalah Penerimaan Pajak Rokok, baik

Provinsi maupun bagian Kabupaten / Kota, dialokasikan paling sedikit 50 % (lima

puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum

oleh aparat yang berwenang.

Sedangkan Bagi Hasil antara Pajak Provinsi dengan Kabupaten sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 94 UU PDRD adalah sebagai berikut :

43 Ibid., hlm. 411.

Page 128: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxxviii

Hasil penerimaan Pajak Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)

sebagian diperuntukkan bagi Kabupaten / Kota di wilayah provinsi yang bersangkutan

dengan ketentuan sebagai berikut :

hasil penerimaan pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

diserahkan kepada Kabupaten / Kota sebesar 30 % (tiga puluh persen);

hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor diserahkan kepada Kabupaten / Kota sebesar 70 % (tujuh puluh persen);

hasil penerimaan Pajak Rokok diserahkan kepada Kabupaten / Kota sebesar 70 % (tujuh

puluh persen);

hasil penerimaan Pajak air Permukaan diserahkan kepada Kabupaten / Kota sebesar 50

% (lima puluh persen).

Khusus untuk penerimaan Pajak Air Permukaan dari sumber air yang berada hanya pada

1 (satu) wilayah Kabupaten/Kota, hasil penerimaan pajak Air Permukaan dimaksud

diserahkan kepada Kabupaten/Kota yang bersangkutan sebesar 80 % (delapan puluh

persen);

Bagian Kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan

memperhatikan aspek pemerataan dan / atau potensi antar kabupaten/kota;

Ketentuan lebih lanjut mengenai bagi hasil penerimaan Pajak Provinsi yang diperuntukkan bagi Kabuapten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)

ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan

antara lain :

1. Pelaksanaan pemungutan pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun

2009 adalah berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta

masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah. Dalam

pelaksanaan sistem pemungutan pajak ada 3 (tiga) macam yaitu :

a. Official Assessment System Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak

berdasarkan UU pemerintah (fiskus) diberi untuk menentukan besarnya pajak

yang terutang. Dengan ciri-ciri sebagai berikut : (a) Wewenang untuk

menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada fiskus; (b) Wajib pajak

bersifat menunggu (pasif); (c) Utang pajak yang harus dibayar olh wajib pajak

timbul setelah diterbitkannya surat ketetapan pajak (SKP) oleh fiskus.

b. Self Assessment System

Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

berdasarkan UU memberikan epercayaan kepada wajib pajak untuk

melaksanakan hak dan kewajibannya dibidang perpajakan. Dengan ciri-ciri

sebagai berikut : (a) Wajib Pajak (WP) menghitung dan memperhitungkan

sendiri oleh WP, pajak yang harus dibayar/ pajak yang terutang; (b) Wajib pajak (WP) membayar / menyetor sendiri pajak yang harus dibayar / pajak

Page 129: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxxix

yang terutang ke bank / Kantor Pos; (c) Wajib Pajak (WP) melaporkan sendiri

pajak yang harus dibayar / pajak yang terutang; (d) Pemerintah (Fiskus)

mengawasi pelaksanaan hak dan kewajiban WP di bidang perpajakan.

c. With Holding System

With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang berdasarkan

UU memberi kepercayaan / wewenang kepada pihak ketiga (bukan pemerintah dan bukan WP yang bersangkutan) untuk memotong atau memungut pajak

yang wajib dipotong/dipungut dari WP yang wajib membayarnya. Pihak ketiga

wajib menyetorkan hasil pemotongan / pemungutan pajak tersebut. Dengan

cirri-ciri sebagai berikut : (a) Pemotongan / Pemungutan pajak dilakukan oleh

pihak ketiga (bukan pemerintah/bukan fiskus); (b) Pemotong / Pemungut pajak

wajib menyetorkan hasil pemotongan /pemungutan pajak tersebut; (c)

Pemerintah (fiskus) mengawasi pelaksanaan pemotongan / pemungutan dan

penyetoran oleh pihak ketiga.

2. Bagi Hasil antara Pajak Provinsi dengan Kabupaten sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 94 UU PDRD adalah sebagai berikut :

a. Hasil penerimaan Pajak Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)

sebagian diperuntukkan bagi Kabupaten / Kota di wilayah provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut :

1). hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor diserahkan kepada Kabupaten / Kota sebesar 30 %

(tiga puluh persen);

2). hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor diserahkan

kepada Kabupaten / Kota sebesar 70 % (tujuh puluh persen);

3). hasil penerimaan Pajak Rokok diserahkan kepada Kabupaten / Kota sebesar

70 % (tujuh puluh persen);

4). hasil penerimaan Pajak air Permukaan diserahkan kepada Kabupaten / Kota

sebesar 50 % ( puluh persen).

b. Khusus untuk penerimaan Pajak Air Permukaan dari sumber air yang berada hanya pada 1 (satu) wilayah Kabupaten/Kota, hasil penerimaan pajak Air

Permukaan dimaksud diserahkan kepada Kabupaten/Kota yang bersangkutan

sebesar 80 % (delapan puluh persen);

c. Bagian Kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan

memperhatikan aspek pemerataan dan / atau potensi antar kabupaten/kota;

d. Ketentuan lebih lanjut mengenai bagi hasil penerimaan Pajak Provinsi yang

diperuntukkan bagi Kabuapten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi.

SARAN

Atas dasar perimbangan dalam kesimpulan di atas, maka penulis dapat

kemukakan beberapa saran sebagai berikut:

Page 130: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxxx

a. Untuk pelaksanaan pemungutan Pajak, khususnya Pajak Kendaraan Bermotor, Bea

Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak

Air Permukaan dan Pajak Rokok, hendaknya perlu ditingkatkan sesuai dengan

peraturan Undang-undang yang berlaku, sehingga akan dapat mewujudkan arah dan

tujuan dari kebijaksanaan pembangunan yang jelas dan berhasil guna, disamping itu

untuk memperlancar pembangunan di Kabupaten/Kota. b. Kegiatan-kegiatan yang mengandung unsur peningkatan kesadaran bagi wajib pajak

(WP) hendaknya lebih ditingkatkan seperti diadakan penyuluhan/penerangan

tentang Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak

Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok, demi

lancarnya pembangunan daerah khususnya pada Kabupaten/Kota. Selain itu juga

bisa memasang baliho (poster-poster) di tempat yang ramai dan sering dilewati

masyarakat.

Page 131: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxxxi

IMPLEMENTASI UU NO 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DALAM

RANGKA MENUJU KEPASTIAN HUKUM BERTRANSAKSI DANA

Oleh :

AGUS TRI PURWANDI, SH, MH.

ABSTRAK

Kegiatan transfer dana di lndonesia telah menunjukkan peningkatan,

baik dari jumlah transaksi, jumlah nilai nominal transaksi, maupun jenis

media yang digunakan, perkembangan media transfer dana dan

permasalahan yang terjadi, diperlukan pengaturan yang menjamin

keamanan dan kelancaran transaksi transfer dana serta memberikan

kepastian bagi pihak yang terkait dalam penyelenggaraan kegiatan

transfer dana bahwa penyelenggaraan transfer dana yang aman, lancar

dan memberikan kepastian bagi pihak terkait diharapkan dapat

mewujudkan kelancaran sistem pembayaran nasional. Kegiatan transfer dana sudah menjadi bagian dari keseharian hidup

sebagian besar masyarakat Indonesia. Media maupun mekanisme yang

digunakan dalam melakukan kegiatan transfer dana juga sudah sangat

beragam. Pihak yang menyediakan jasa transfer dana juga sudah

bergerak dari yang dahulu didominasi oleh kalangan perbankan,

sekarang mulai dilakukan pula oleh pihak selain bank, khususnya dalam

jasa Kegiatan usaha pengiriman uang atau Kupu.

Kata Kunci: Implementasi – Transfer Dana – Kepastian Hukum.

PENDAHULUAN

Setelah disetujui oleh seluruh fraksi mini dalam rapat Pansus DPR RI tentang

Transfer dana pada tanggal 17 Februari 2011, Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 22

Februari 2011 akhirnya mengesahkan Rancangan undang-undang tentang transfer dana

(RUU Transfer dana) yang diajukan oleh Pemerintah RI menjadi Undang-undang,

pengesahan RUU transfer dana menjadi undang-undang ini menandai dimulainya era

baru dalam penyelenggaraan transfer dana di Indonesia. Transfer Dana (untuk

selanjutnya disingkat (UU-TD) dari konsideran UU-TD dapat diketahui yang menjadi

pertimbangan dibentuknya UU-TD, yaitu bahwa kegiatan transfer dana di lndonesia

telah menunjukkan peningkatan, baik dari jumlah transaksi, jumlah nilai nominal

Page 132: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxxxii

transaksi, maupun jenis media yang digunakan, bahwa seiring dengan peningkatan

transaksi, perkembangan media transfer dana dan permasalahan yang terjadi, diperlukan

pengaturan yang menjamin keamanan dan kelancaran transaksi transfer dana serta

memberikan kepastian bagi pihak yang terkait dalam penyelenggaraan kegiatan transfer

dana bahwa penyelenggaraan transfer dana yang aman, lancar dan memberikan

kepastian bagi pihak terkait diharapkan dapat mewujudkan kelancaran sistem pembayaran nasional.

Berikut Posisi dari UU-TD dikaitkan dengan UU laon di bidang sistem

pembayaran yaitu :

- UU Perbankan/ Perbankan Syariah : Kewenangan bank dan bank syariah melakukan kegiatan pemindahan dana.

- UU LPS : Pengaturan Status dana transfer.

- UU Kepailitan : Pengecualian prinsip zero hour rules damal sistem pembayaran.

- UU Arbitrase dan ADR : Dasar hukum pengaturan dan pelaksanaan penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

- UU Perlindungan Konsumen : Dasar hukum pengaturan dan penerapan prinsip perlindungan konsumen dalam SP.

- UU Transfer Dana : Prinsip-prinsip transfer dana, pelaksanaan, perizinan, pengawasan, sanksi pidana dan administratif.

- UU Perseroan Terbatas : Pengaturan bentuk penyelenggara sistem pembayaran , baik bank maupun non bank.

- UU ITE : Pengakuan Dok/ Info elektronik sebagai bukti sah serta kriteria tanda tagan elektronik.

- UU Pembentukan Per-UU-an : Pengakuan ketentuan BI dalam hierarki peraturan perundangan Indonesia.

- UU Bank Indonesia : meletakkan dasar kewenangan BI sebagai regulator, licensor, operator dan overseer di bidang SP + Pengertian SP/

- UU TPPT : KYC dan laporan atas suspicious transaction dalam transfer dana.

Sebagaimana kita ketahui, kegiatan transfer dana sudah menjadi bagian dari

keseharian hidup sebagian besar masyarakat Indonesia. Media maupun mekanisme yang

digunakan dalam melakukan kegiatan transfer dana juga sudah sangat beragam. Pihak

yang menyediakan jasa transfer dana juga sudah bergerak dari yang dahulu didominasi

oleh kalangan perbankan, sekarang mulai dilakukan pula oleh pihak selain bank,

khususnya dalam jasa Kegiatan usaha pengiriman uang atau Kupu.

Jika dilihat dari data statistik, transfer dana yang dilakukan melalui sistem Real

Time Gross Settlement atau RTGS misalnya, rata-rata bulanannya pada satu tahun

terakhir mencapai lebih dari Rp 5.OOO triliun per bulan. Belum lagi transfer yang

dilakukan melalui kliring, yang rata-rata bulanannya pada satu tahun terakhir mencapai lebih dari Rp. 160 triliun per bulan, serta melalui alat pembayaran dengan menggunakan

Page 133: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxxxiii

kartu yang mencapai lebih dari Rp. 2OO triliun setiap bulannya. Di sisi lain, sampai saat

ini telah terdapat 78 penyelenggara transfer dana di luar perbankan, yang dikenal

sebagai money remitters atau penyelenggara KUPU. Hal ini menunjukan perkembangan

transfer dana yang teramat pesat di masyarakat.

Perkembangan transfer dana tersebut menuntut adanya kepastian hukum yang

efektif bagi seluruh pihak terkait. Ragam mekanisme dan penyelengara transfer dana membutuhkan adanya kesetaraan pengaturan hak dan kewajiban yang tegas, yang

berlaku untuk semua pihak tanpa kecuali. Tuntutan-tuntutan tersebut dijawab dengan

kehadiran Undang-Undang tentang Transfer Dana.

Kehadiran Undang-Undang Transfer Dana memberikan kepastian hukum bagi

pelaku kegiatan transfer dana dengan memberikan dasar pengaturan yang jelas

mengenai hak dan kewajiban para pihak, baik bagi nasabah sebagai pengguna maupun

bagi bank atau lembaga selain bank sebagai penyelenggara transfer dana. Adanya hak

dan kewajiban yang jelas ini menjadi penting, karena dasar dari pelaksanaan kegiatan

transfer dana adalah adanya perjanjian antara para pihak tersebut. Dalam Undang-

Undang Transfer Dana bahkan secara jelas diatur bahwa sarana perintah transfer dana

yang disampaikan oleh nasabah pengirim dan telah diaksep oleh penyelenggara

merupakan perjanjian yang sah dan mengikat.

PERMASALAHAN

Hal ini tentunya akan memberikan kepastian dan rasa aman bagi nasabah,

bahwa dana yang ia transfer akan dikirimkan oleh penyelenggara secara bertanggung

jawab. Di sisi lain, bagi bank dan lembaga selain bank sebagai penyelenggara,

kehadiran Undang-Undang Transfer Dana juga memberikan kepastian mengenai

bagaimana melaksanakan perintah transfer dana yang telah ia terima, serta apa yang

menjadi hak dan kewajibannya dalam melaksanakan perintah transfer dana tersebut.

PEMBAHASAN

Pengaturan mengenai hak dan kewajiban para pelaku dalam undang-Undang

Transfer Dana bersifat komprehensif, dimulai dengan pengaturan mengenai pemberian

perintah transfer dana dari nasabah pengirim kepada penyelenggara pengirim, sampai

dengan pengaturan mengenai penyampaian dana kepada nasabah penerima. Dalam

materi pengaturan undang-undang ini juga dimuat beberapa pengaturan rinci, seperti

informasi-informasi apa saja yang harus dilengkapi oleh seorang nasabah pengirim

dalam sebuah perintah transfer dana. Kewajiban pengisian informasi oleh nasabah

sesuai Undang-Undang Transfer Dana ini juga diatur sejalan dengan peraturan

perundang-undangan terkait seperti Undang-Undang mengenai Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU).

Page 134: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxxxiv

Sinergi antara Undang-Undang Transfer Dana dengan UU TPPU ini dipandang

sebagai dukungan yang penting dalam memerangi dan memberantas kejahatan

pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Pengaturan penting lainnya yang dimuat dalam Undang-Undang Transfer Dana

adalah adanya ketegasan mengenai siapakah yang dapat menjadi penyelenggara

kegiatan transfer dana. Dalam Undang-Undang ini jelas disebutkan bahwa pihak yang dapat menjadi penyelenggara transfer dana adalah Bank dan badan usaha berbadan

hukum Indonesia bukan Bank.

Selain memberikan kesetaraan level of playing field bagi para penyelenggara

kegiatan transfer dana, juga ditujukan untuk meningkatkan rasa aman dan nyaman

pengguna jasa transfer dana. Selain itu, dengan ditetapkannya pengaturan bahwa

kegiatan transfer dana harus dilakukan oleh Bank atau badan usaha berbadan hukum,

maka tingkat layanan dan tanggung jawab penyelenggara dalam melaksanakan

kegiatannya diharapkan menjadi meningkat. Dengan meningkatnya tanggung jawab

penyelenggara, maka kepastian dalam penyelesaian transfer dana diharapkan juga akan

meningkat.

Hal lainnya yang tak kalah penting adalah pengaturan mengenai alat bukti dan

beban pembuktian dalam transfer dana, serta aturan pemidanaan untuk kejahatan transfer dana. Sejalan dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik, Undang-undang Transfer Dana mengatur bahwa informasi

elektronik dalam transfer dana, dan/atau hasil cetaknya, merupakan alat bukti yang sah,

Di sisi lain, untuk lebih melindungi masyarakat pengguna, maka Undang-Undang

Transfer Dana meletakkan beban pembuktian kepada pihak penyelenggara yang

memiliki sistem transfer dana. Selain itu, untuk mencegah dan menimbulkan efek jera,

Undang-Undang Transfer Dana mengatur kembali aspek pemidanaan untuk kejahatan

transfer dana. Dengan demikian, ketentuan pidana dalam Undang-Undang Transfer

Dana bersifat Lex Specialist dari pidana umum sebagaimana diatur dalam KUHP.

Serangkaian pengaturan dalam undang-undang Transfer Dana merupakan

upaya dalam memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan transfer dana. Dengan adanya kepastian hukum, diharapkan hal tersebut dapat meningkatkan rasa

aman dan nyaman dalam penyelenggaraan transfer dana, baik dari sisi penyelenggara

maupun dari sisi pengguna. Dengan demikian, diharapkan nilai transaksi transfer dana

juga akan meningkat, yang pada akhirnya dapat mendorong dan meningkatkan

perekonomian Indonesia.

Kiriman uang dari luar negeri ke lndonesia khususnya oleh TKI seperti pada

salah satu harian di Jawa Tengah menunjukkan angka yang cukup menakjubkan.

Kiriman uang atau remitansi TKI dari luar negeri ke Tanah Air hingga Oktober 2011

mencapai 5,6 milyar dollar AS atau sekitar 55,4 triliun rupiah yang berasal dari Timur

Tengah, Asia Pasifik, AS, Eropa, dan Australia. Uang tersebut dikirim melalui jasa

perbankan. Perinciannya, dari TKI di Timur Tengah 2,2 milyar dollar AS, Asia Pasifik

3,2 dollar AS, AS 111,7 juta dollar AS, serta Eropa dan Australia 19,5 dollar AS (Suara

Page 135: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxxxv

Merdeka, 10-12-2011:4). Pengiriman uang atau remitansi oleh TKI ada yang dikirim

melalui kurir khusus di samping menggunakan jasa keuangan non perbankan.

Menurut Prof Sudarto "Politik Hukum" adalah kebijaksanaan dari negara

dengan perantaraan badan-badan yang benrenang untuk menetapkan peraturan,

peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan

apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Pembentukan undang-undang merupakan proses sosial dan proses politik yang sangat

penting artinya dan mempunyai pengaruh yang luas, karena itu (undang-undang) akan

memberi bentuk dan mengatur atau mengendalikan masyarakat. Undang-Undang oleh

penguasa digunakan untuk mencapai dan mewujudkan tujuan-tujuan sesuai dengan

yang dicita-citakan.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa undang-undang mampunyai dua

fungsi, yaitu;

a. Fungsi untuk mengekspresikan nilai-nilai, dan

b. Fungsi instrumental.

Berpijak pada kedua fungsi hukum di atas, maka dapat dikatakan bahwa hukum bukan

merupakan suatu tujuan, melainkan sebagai sarana untuk mewujudkan apa yang dicita-

citakan. lni berarti, apabila kita mau membicarakan “Politik Hukum di lndonesia", maka mau tidak mau kita harus memahami terlebih dahulu "apa yang menjadi cita-cita dari

bangsa lndonesia merdeka". Cita-cita inilah yang harus diwujudkan melalui sarana

undang-undang (hukum). Dengan mengetahui masyarakat yang bagaimana yang dicita-

citakan oleh bangsa lndonesia, maka dapat ditentukan "sistem hukum" yang bagaimana

yang dapat mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan tersebut, dan sekaligus juga

dapat dicari politik hukum yang bagaimana yang dapat mendorong terciptanya sistem

hukum yang mampu menjadi sarana untuk mewuiudkan masyarakat yang dicita-citakan

oleh bangsa lndonesia.

UU-TD memberikan perlindungan hukum kepada pihak-pihak yang

melakukan kegiatan transfer dana baik pihak dalam negeri maupun luar negeri dan

memberikan rasa aman bagi kegiatan transfer dana tidak hanya di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik lndonesia serta dari dalam ke luar wilayah Negara Kesatuan

Republik ndonesia dan sebaliknya, sehingga berdampak pada meningkatnya transaksi

transfer dana yang pada akhirnya akan mendorong kelancaran perkembangan ekonomi

tanah air.

Asas perlindungan ini terlihat dari ketentuan Pasal 2 UU-TD yang menentukan

Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku untuk :

a. Transfer Dana antar-Penyelenggara atau intra-Penyelenggara dalam rupiah

atau valuta asing yang Penyelenggara Pengirim dan Penyelenggara

Penerima seluruhnya berada di wilayah Negara Kesatuan Republik

lndonesia; dan/atau

b. Transfer Dana antar-Penyelenggara atau intra-Penyelenggara ke luar wilayah

Negara Kesatuan Republik lndonesia atau dari wilayah Negara Kesatuan Republik lndonesia yang melibatkan Penyelenggara di lndonesia baik

Page 136: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxxxvi

sebagai Penyelenggara Pengirim Asal, Penyelenggara Penerus, maupun

Penyelenggara Penerima Akhir, sepanjang Perintah Transfer Dana telah

atau masih berada di wilayah Negara Kesatuan Republik lndonesia.

UU-TD dalam rangka pembuktian dan beban pembuktian dalam kegiatan transfer dana

mengatur sendiri dan beban pembuktian jika terjadi keterlambatan atau kesalahan yang

menimbulkan kerugian pada pihak lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 76, Pasal 77, dan Pasal 78.

- Pasal 76 UU-TD :

(1) lnformasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau hasil cetaknya dalam

kegiatan Transfer Dana merupakan alat bukti yang sah.

(2) lnformasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau hasil cetaknya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang

sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku.

- Pasal 77 UU-TD : Tanda tangan elektronik dalam kegiatan Transfer Dana memiliki

kekuatan hukum yang sah.

- Pasal 78 UU-TD : Dalam hal terjadi keterlambatan atau kesalahan Transfer Dana yang

menimbulkan kerugian pada Pengirim Asal atau penerima, Penyelenggara dan/atau

pihak lain yang mengendalikan Sistem Transfer Dana dibebani kewajiban untuk membuktikan ada atau tidaknya keterlambatan atau kesalahan Transfer dana

tersebut.

Dengan demikian, terdapat perluasan mengenai alat-alat bukti yang selama di diatur

dalam hukum acara yang berlaku (Hukum Acara Pidana maupun Hukum Acara

Perdata).

Kebijakan Kriminal dalam UU No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana {UU-TD).

Dalam rangka menanggulangi perbuatan-perbuatan yang merugikan orang lain atau

pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan Transfer Dana tidak bisa lepas dari

pembicaraan "kebijakan kriminal" atau criminal policy". Guna memberikan pemahaman mengenai kebijakan kriminal ini akan dikemukakan pengertian yang dberikan oleh

Hoefnagels, sebagai berikut : "Criminal Policy is the science of crime prevention .,..

Criminal Policy as a science of policy is part of a larger policy : the law enforcement

policy ..,.. Criminal policy is also manifest as science and as application The legislative

and enforcement policy is ini turn part of social policy" {Hoefnagels, 1 969:58).

Dengan pernyataan bahwa "Criminal policy as a part of social policy", menurut Muladi

sangat penting dan akan dapat menghindarkan hal-hal sebagai berikut:

a. Pendekatan kebijakan sosial yang terlalu berorientasi pada "social welfare" dan

kurang memperhatikan "social defence policy".

b. Keragu-raguan untuk selalu melakukan evaluasi dan pembaharuan terhadap

produk-produk legislatif yang berkaitan dengan perlindungan sosial yang

merupakan sub sistem dari "national social defence policy".

Page 137: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxxxvii

c. Perumusan kebijakan sosial yang segmental, baik nasional maupun daerah,

khususnya dalam kaitan dengan dimensi kesejahteraan dan perlindungan.

Pemahaman bersama akhir-akhir ini terhadap UU Pemerintahan di Daerah

(sekarang Pemerintahan Daerah) merupakan langkah yang baik untuk

meningkatkan koordinasi.

d. Pemikiran yang sempit tentang kebijakan kriminal, yang seringkali hanya melihat kaitannya dengan penegakan hukum pidana. Padahal sebagai bagian

dari kebijakan sosial, penegakan hukum pidana merupakan sub sistem pula

dari penegakan hukum dalam arti luas yang meliputi penegakan hukum perdata

dan penegakan hukum administrasi.

e. Kebijakan legislatif ("legislative policy") yang kurang memperhalikan keserasian

aspirasi baik dari suprastruktur, infrastruktur, kepakaran maupun pelbagai

kecendrungan internasional (Muladi, 1gg7:gT).

Pemerintah lndonesia bersama-sama DPR seperti telah dikemukakan di atas, telah

berhasil membentuk UU-TD, di mana dalam UU-TD ini membuktikan adanya peranan

hukum di bidang perekonomian, sehingga dapat dikatakan sebagai ikut campur

pemerintah atau penguasa di bidang perekonomian dengan cara mengeluarkan peraturan yang oleh Sudarto disebut "hukum perekonomian sosial" yang dapat diartikan sebagai

keseluruhan peraturan khususnya yang dibuat oleh pemerintah atau badan pemerintah,

yang secara langsung atau tidak langsung bertujuan untuk mempengaruhi perbandingan

ekonomi di pasar-pasar. Pasar dalam arti pertemuan antara penawaran dan permintaan

(Sudarto, 1986:73). Peraturan perundang-undangan di bidang ekonomi ini seperti

halnya peraturan perundang-undangan di bidang lainnya perlu ditegakkan, mengingat

setiap peraturan yang dikeluarkan pasti ada yang melanggarnya. penegakan peraturan

perundang-undangan pada umumnya dengan menetapkan sanksi yang akan dikenakan

kepada para pelanggarnya. pada umumnya peraturan perundang-undangan (hukum)

mengenal tiga sistem sanksi yang dapat digunakan oleh aparat penegak hukum ialah

sistem sanksi hukum perdata, sistem sanksi hukum administrasi, dan sistem sanksi hukum pidana.

UU-TD di dalam mempertahankan norma-norma di bidang Transfer Dana,

nampaknya menggunakan ketiga sistem sanksi tersebut, seperti adanya sanksi berupa

cara pembayaran besarnya jasa, bunga atau kompensasi serta sanksi administrasi berupa

(a) teguran tertulis,

(b) denda administratif,

(c) pembekuan sementara kegiatan usaha Transfer Dana, atau

(d) pencabutan izin kegiatan usaha Transfer Dana. Kewenangan ini ada pada

Bank lndonesia.

Fenomena akhir-akhir ini termasuk UU-TD menampilkan satu Bab tentang

"Ketentuan Pidana", hal ini menunjukkan sanksi hukum pidana dipanggil guna

mempertahankan norma-norma administratif. lni berarti terjadi pergeseran fungsi sanksi

Page 138: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxxxviii

pidana dari semula "ultimum remedium" menjadi "primum remedium" yang sangat

tergantung pada pilihan pembentuk peraturan perundang-undangan.

Ketentuan pidana dalam UU-TD diatur dalam Bab Xll dari Pasal 79 sampai

dengan Pasal 88, yang untuk lengkapnya sebagaimana paparan berikut ini.

a. Pasal 79 UU -TD

(1) Subjeknya : Setiap orang. - Perbuatan yang dilarang : melakukan kegiatan penyelenggaraan

- Transfer Dana tanpa izin dalam Pasal 69 (1).

- Ancaman pidana berupa pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling

banyak tiga milyar rupiah.

(2) Sanksi lain di samping pidana berupa wajib menghentikan seluruh kegiatan

penyelenggaraan Transfer Dana.

b. Pasal 80 UU -TD

(1) Subjeknya : Setiap orang.

- Perbuatan yang dilarang : secara melawan hukum membuat atau menyimpan

sarana Perintah Transfer Dana -dengan maksud untuk menggunakan atau

menyuruh orang lain untuk menggunakan. . Ancaman pidana berupa pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling

banyak 2 milyar rupiah.

(2) Subjeknya : Setiap orang.

- Perbuatan yang dilarang : menggunakan dan/atau menyerahkan sarana Perintah

Transfer Dana sebagaimana ayat (1).

- Ancaman pidana berupa pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling

banyak 4 milyar rupiah.

KESIMPULAN

1. UU transfer dana menunjukkan adanya politik hukum pemerintah yang

memberikan rasa aman, dan keyakinan bagi pihak-pihak yang melakukan

kegiatan transfer dana baik dalam wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia maupun dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

karena kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang

terlibat.

2. UU – TD memperluas keberlakuan atau ruang lingkup berlakunya tidak hanya

terbatas pada wilayah NKRI, tetapi juga di luar wilayah NKRI sepanjang

perintah transfer dana dilakukan di wilayah NKRI.

3. UU – TD memberikan wewenang kepada Bank Indonesia guna melaksanakan

beberapa ketentuan dalam pasal-pasal UU-TD denga bentuk peraturan Bank

Indonesia.

Page 139: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxxxix

4. Sasaran UU-TD tidak hanya pihak-pihak yang melakukan kegiatan transfer

dana perseorangan tetapi juga korporasi.

5. Dalam UU-TD khususnya berkaitan yang berkaitan dengan ketentuan pidana,

tidak ada pasal yang mengkualifikasi tindak pidana transfer dana sebagai

kejahatan atau pelanggaran, sehingga membawa konsekuensi yuridis dalam hal

adanya percobaan, kadaluawarsa dan sebagainya.

SARAN

1. Dengan diberlakukannya Undang-undang transfer dana saya mengharap,

adanya kepastian hukum yang lebih baik lagi terhadap para nasabah

perseorangan maupun korporasi agar mendapatkan pelayanan dan jawaban

yang memuaskan terhadap perbuatan administrasi yang dilakukan oleh pihak

perbankan yang berorientasi hanya kepada nilai profit atas lembaganya saja.

2. Undang-undang Transfer dana dalam mempertahankan norma-normanya agar

ditaati oleh pihak-pihak yang melakukan transfer dana dengan menggunakan

tiga sistem sanksi, yaitu Sistem sanksi hukum perdata, Sistem Sanksi hukum

administrasi, dan Sistem Sanksi pidana.

Page 140: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxl

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA

DI BIDANG PERPAJAKAN

Oleh :

Anni Puji Astutik, S.H., MH.

ABSTRAK

Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara Indonesia terbesar,

pada tahun 2006 porsenteasenya mencapai 80% dibandingkan dengan sumber pendapatan yang lain. Semakin besar pendapatan yang melalui pajak seimbang dengan

permasalahan yang ada dalam perpajakan itu sendiri. Permaslahan yang sering terjadi

adalah kejahatan/tindak pidana dalam perpajakan yang sering dilakukan oleh wajib

pajak itu sendiri atau oleh fiskus pejabat dalam pajak atau bekerja sama antara fiskus

dengan wajib pajak untuk bersama-sama melakukan kejahatan/tindak pidana pajak.

Unsur kealpaan (yaitu ketidaksengajaan, kelalaian, ketidakhati-hatian, kurang

mengindahkan kewajibannya dalam perpajakan), ini sifatnya masih pelanggaran

perpajakan. Sedangkan unsur kesengajaan (dengan sengaja melakukan pelanggaran atas

ketentuan perundang-undangan perpajakan), hal ini sifatnya sudah kejahatan/pidana

perpajakan. Terhadap unsur kesengajaan atau kejahatan/tindak pidana ini perlu

dilakukan tindakan yang tegas dari pemerintah karena berakibat pada kelangsungan negara, sehingga kejahatan ini digolongkan dalam tindak pidana luar biasa. Upaya

penegakan hukum dilakukan melalui Pemeriksaan, Penagihan dan Penyidikan. Dimana

sasarannya ditujukan pada Wajib Paja, Fiskus dan Pedoman Kode Etik dalam

perpajakan.

Kata kunci: penegakan hukum, tindak pidana, pajak

PENDAHULUAN

Pajak merupakan gejala dalam masyarakat, artinya pajak hanya terdapat dalam

masyarakat. Jika tidak ada masyarakat maka tidak akan ada pemungutan pajak.

Masyarakat adalah kumpulan manusia yang pada suatu waktu berkumpul disuatu tempat

dengan tujuan tertentu.

Negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan bersama, tujuan dan cita-

cita bangsa Indonesia tersirat dalam landasan ideologi Pancasila sila 5 yaitu

Page 141: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxli

mewujudkan negara yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk

mewujudkan tujuan tersebut negara membutuhkan biaya.

Dalam menjalankan roda pemerintahan dan biaya pembangunan, maka setiap

negara membutuhkan dana yang cukup banyak, sebagai syarat mutlak agar

pembangunan bisa berjalan lancar dan berhasil. Dana tersebut dikumpulkan dari

segenap potensi sumber-sumber penghasilan yang dimiliki oleh negara, seperti di Indonesia sumber-sumber penghasilan terdiri dari :

Bumi, air dan kekayaan alam

Pajak-pajak, bea dan cukai

Retribusi

Sumbangan

Hasil perusahaan negara

Sumber-sumber lain

Menurut pendapat Rochmat Soemitro, dari ke-6 sumber penghasilan negara

yang merupakan sumber utama untuk membiayai publik investement adalah pajak.

Penerimaan pajak mempunyai peranan yang sangat penting sebagai salah satu

sumber pendapatan negara terbesar, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan negara. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana

yang kurang. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang

diberlakukan oleh hampir seluruh Negara di dunia. Selain sebagai salah satu sumber

penerimaan Negara, pajak juga bermanfaat sebagai alat pemerataan pendapatan dan

pendorong investasi. Namun masih rendahnya pemahaman masyarakat akan pajak

menyebabkan pajak masih dianggap sebagai suatu beban, sehingga seringkali

ditemukan wajib pajak yang tidak melunasi pajak yang menjadi kewajibannya sesuai

dengan ketentuan yang berlaku. Wajib pajak sering berupaya untuk menghindari pajak

yang dikenakan kepadanya, hal ini tentunya merugikan Negara karena Negara akan

kehilangan potensi pemasukan dari sektor pajak.

Berbicara tentang Kejahatan di Bidang Perpajakan, hal tersebut tidak akan terlepas dari pengertian tentang Tindak Pidana Perpajakan itu sendiri, yakni suatu

perbuatan yang berhubungan dengan tindak kejahatan di bidang perpajakan yang

pelakunya dapat dikenakan hukum pidana sesuai ketentuan Undang-undang yang

berlaku. Biasanya kejahatan perpajakan ini dilakukan tanpa kekerasan, sehingga

kejahatan ini masuk dalam kelompok kejahatan jenis Concursus Idealis, artinya

memiliki basis dasar dari kejahatan tertentu seperti: penggelapan, penipuan, pemalsuan

dan pencurian dsb.

Kejahatan/tindak pidana perpajakan ini dapat disebut pula kejahatan luar bisa

(Extra Ordinary Crimes), atau lebih familiar disebut pula sebagai kejahatan kerah putih

(White Collar Crime), yang mana kejahatan/tindak pidana perpajakan ini agak sulit

diditeksi karena dilakukan oleh orang-orang yang sangat piawai (skill person), kadang

kala kejahatan ini dilakukan oleh orang-orang di luar Institusi pajak itu sendiri, atau juga dapat dilakukan bersama-sama (berkolusi) dengan orang-orang yang terkait dengan

Intitusi Perpajakan dengan berselimut Yuridis Formil baik bersama-sama dengan

Page 142: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxlii

pemufakatan jahat dengan Wajib Pajak, baik sebagai pelaku utama, pelaku pembantu,

pelaku penyuruh maupun pelaku intelektualnya. Di samping itu hasil dari kejahatan

perpajakan ini, nilainya sangat material, yang diperkirakan kerugian negara akibat

kejahatan/tindak pidana perpajakan bisa mencapai puluhan bahkan ratusan trilyun

rupiah, suatu nilai yang sangat material bagi pembiayaan suatu negara seperti Indonesia.

Oleh karena Perpajakan di Indonesia tersebut merupakan sesuatu yang terkait dengan unsur tulang punggung penerimaan negara (80% penerimaan APBN 2005), jika

hal ini tidak ditangani dengan serius, maka kejahatan di bidang perpajakan ini jelas-jelas

akan mengurangi potensi penerimaan negara di APBN bahkan bisa mengganggu

kestabilitasan negara nantinya. Banyak kalangan yang sampai dengan saat sekarang

masih mempunyai pemikiran bahwa kejahatan (khususnya KKN) bisa terjadi karena

adanya penyelewengan/penggelapan dari sisi pengeluaran keuangannya saja, padahal

banyak hal dari Kejahatan/KKN tersebut terjadi/bersumber dari penyelewengan dari sisi

penerimaanya yakni dari hilangnya suatu potensi penerimaan negara atau potensi

penerimaan negara tersebut belum tergali dan diselewengkan/dikorupsi oleh oknum-

oknum yang bermain dalam aspek perpajakan ini, sehingga potensi penerimaan Negara

khususnya dari aspek pajak ini akhirnya tidak masuk ke kas negara sebagai mana

mestinya. Namun apapun bentuknya kejahatan di bidang perpajakan ini, harus dapat dijerat dengan Undang-undang Khusus (UU Perpajakan yang bersifat Lex Specialis)

maupun Undang-undang umum/KUHP & KUHAP (Lex Generalis), akan tetapi

permasalahannya sekarang adalah apakah sistem perpajakan yang ada di Indonesia serta

Law Enforcement atas Undang-undang tersebut terhadap keiahatan perpajakan itu

sendiri sudah cukup efektif sehingga bisa berdaya guna dalam pencesahan keiahatan

perpajakan itu nantinya

Kondisi ini membuat diperlukannya ketegasan terhadap wajib pajak dalam

pemungutan pajak dengan menerapkan ketentuan hukum (law enforcement) sesuai

ketentuan undang-undang yang berlaku. Adanya kekuatan hukum mengikat dalam

bentuk undang-undang menjadikan pajak memiliki sifat dasar dipaksakan yang berarti

apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban pembayaran pajak, maka dapat dikenai sanksi terhadapnya. Oleh karena itu peran negara sangatlah penting dalam upaya

penegakan hukum terhadap permasalahan-permasalahan di bidang perpajakan.

Permasalahan dalam pajak akan berakibat pada penerapan sanki terhadap

pelakunya. Dalam hukum pajak disamping sanki administratif terdapat juga sanki

pidana. Sanki administratif dijatuhkan oleh administrasi untuk pelanggaran-pelanggaran

yang sifatnya ringan dan diberikan dalam bentuk denda. Sedangkan sanki pidana

dijatuhkan untuk pelanggaran-pelanggaran pidana dan kejahatan.

Dan untuk mengetahui telah terjadinya suatu tindak pidana di bidang

perpajakan maka perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari, mengumpulkan,

mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan

kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan. Khusus untuk pemeriksa pajak adalah PNS di lingkungan DJP atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak yang diberi tugas

Page 143: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxliii

wewenang, dan tanggungjawab untuk melaksanakan pemeriksaan di bidang perpajakan.

Tujuan pemeriksaan yaitu untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan

dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada wajib

pajak. Tujuan lainnya adalah dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan.

Ruang lingkup pemeriksaan meliputi pemeriksaan lapangan terhadap suatu jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun

sebelumnya lain yang dilakukan di tempat wajib pajak, dan pemeriksaan kantor

terhadap suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya

yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.

Sebenarnya hukum pidan fiskal itu bukan merupakan hukum pidana khusus,

seperti Undang-undang anti korupsi atau Undang-undang subversi, melainkan

merupakan hukum pidana umum terhadap tindak pidana yang dilakukan dalam bidang

perpajakan. Sebetulnya ancaman terdapat dalam KUHP, dan tidak perlu diatur lagi

secara khusus dalam Undang-undang pajak. Tetapi dalam UU no.28 Tahun 2007

tentang perubahan ketiga Undang-undang Nomor . 6 Tahun 1983 tentang ketentuan

umum tata cara perpajakan, mencantumkan dalam pasal 38 sampai pasal 43 A.

Ketentuan-ketentuan pidana dicantumkan dalam UU no. 28 Tahun 2007 ialah karena sanki pidana yang dicantumkan adalah lebih ringan atau lebih berat dari pada

yang dicantumkan dalam KHUP.

Sebagai contoh ancaman lebih ringan dapat penulis kemukakan, bahwa

menyampaikan dengan sengaja surat pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak

lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar (palsu atau dipalsukan) dalam

KUHP pasal 242 diancam dengan pidan penjara paling lama 7 tahun. Sedangkan dalam

pajak setiap orang yang karena kealpaannya pasal 38 UU no. 28 Tahun 2007

menyebutkan bahwa:

“Setiap orang yang karena kealpaannya:

tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan

menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan

yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan

kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut

merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling

sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau

kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak

terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana

kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1

(satu) tahun.”

Contoh ancaman yang lebih berat dapat penulis kemukakan, jika pelanggaran rahasia jabatan dalam KUHP (pasal 322 ) diancam dengan pidana penjara paling lama 9

Page 144: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxliv

bulan atau pidana denda paling tinggi paling tinggi 9 ribu rupiah. Sedangkan dalam

pajak pasal 41(ayat 2) UU no. 28 Tahun 2007

“Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling

lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).”

DASAR HUKUM (UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN) DAN TERJADINYA

KEJAHATAN/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN.

Definisi tindak pidana perpajakan secara jelas dapat dilihat pada penjelasan

Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

Berikut kutipan lengkapnya:

“Yang dimaksud dengan “tindak pidana perpajakan” adalah informasi yang tidak benar mengenai laporan yang terkait dengan pemungutan pajak dengan

menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau tidak

lengkap atau melampirkan keterangan keterangan yang tidak benar sehingga

dapat menimbulkan kerugian pada negara dan kejahatan lain yang diatur

dalam undang-undang yang mengatur perpajakan.”

Di dalam Undang-undang perpajakan no.28 tahun 2007 (perubahan ketiga atas

UU no 6 tahun 1983, tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan), diatur

bebarapa pasal yang menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan terjadinya dan

sanki-sanki atas pidana perpajakan yakni dalam pasal 38 sampai 43 A, yang intinya

dapat penulis ikhtisarkan sebagai berikut. kejahatan/tindak pidana perpajakan dapat

terjadi dikarenakan:

Adanya unsur kealpaan (yaitu ketidaksengajaan, kelalaian,

ketidakhati-hatian, kurang mengindahkan kewajibannya dalam

perpajakan), ini sifatnya masih pelanggaran perpajakan.

Adanya unsur kesengajaan (dengan sengaja melakukan pelanggaran

atas ketentuan perundang-undangan perpajakan), hal ini sifatnya

sudah kejahatan/pidana perpajakan.

Unsur kealpaan (pada point no. 1) dalam perpajakan terjadi dalam hal:

Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) ke Direktorat

Jenderal Pajak.

Menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar/tidak

lengkap/melampirkan keterangan yang isinya tidak benar Atas kealpaan yang menimbulkan kerugian negara, pelakunya dapat dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun, dan / atau denda paling tinggi 2 kali

jumlah pajak terutang.

Unsur kesengajaan dalam perpajakan terjadi dalam hal:

Page 145: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxlv

Tidak mendaftarkan diri sebagai WP/PKP, atau

menyalahgunakan/menggunakan tanpa hak NPWP/Pengukuhan PKP.

Tidak menyampaikan SPT.

Menyampaikan SPT / keterangan yang isinya tidak benar atau tidak

lengkap.

Menolak untuk dilakukan pemeriksaan.

Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang

palsu / dipalsukan seolah-olah benar.

Tidak menyelenggarakan pembukuan / pencatatan, tidak

memperlihatkan / tidak meminjamkan buku, catatan, dokumen

lainnya.

Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong / dipungut.

Atas unsur kesengajaan di atas yang menimbulkan kerugian negara, pelakunya

dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 tahun, dan / atau denda paling

tinggi 4 kali jumlah pajak terutang. Ancaman pidana tersebut bagi wajib pajak yang

bertindak tidak jujur.

Jika dilihat uraian yang menjadi dasar hukum atas kejahatan/pidana perpajakan sangatlah jelas sekali penyebab terjadinya dan konsekuensi hukumnya. Oleh karena itu

jika sistem perpajakan ini sudah bisa memberikan iklim yang kondusif bagi "insan

perpajakan" dalam melaksanakan tugas dan perannya dalam berusahan, sehingga tidak

ada alasan lagi bagi wajib pajak untuk tidak memenuhi segala sesuatu yang menjadi

kewajibannya, begitu juga dengan aparat pajak/fiscusnya dalam melaksanakan

kewajibannya dalam fungsi pelayanan publik serta dalam penegakan hukum pajak itu

sendiri (Law Enforcement).

Dalam waktu belakangan ini terdapat beberapa kasus pajak yang diajukan

dihadapan pengadilan dan telah dijatuhi hukuman berat. Hal ini memberikan dampak

psikologis kepada masyarakat, sehingga banyak orang ketakutan, dan dengan senang

hati mengajukan permohonan pengampunan pajak.

LAW ENFORCEMENT DALAM PERPAJAKAN

Reformasi perpajakan di Indonesia dimulai dengan diterapkannya sistem self

assessment (kesadaran diri sendiri). Sistem ini menghendaki setiap Wajib Pajak untuk

menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Dengan demikian

pelaksanaan kewajiban perpajakan berawal dari wajib pajak sendiri. Namun demikian

perhitungan, pembayaran atau penyetoran, dan pelaporan pajak yang terutang tetap

harus sesuai dengan UU perpajakan.

Dalam sistem self assessment, pelaksanaan kewajiban perpajakan diawali dari

wajib pajak. Mulai dari mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP , mendaftarkan diri

untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak , dan melaporkan pajak yang terutang yang timbul karena adanya surat ketetapan pajak.

Page 146: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxlvi

Secara umum dapat dikatakan kewajiban fiskus (atau DJP sebagai lembaga) di

bidang law enforcement adalah mengawasi agar proses dan pelaksanaan sistem self

assessment tetap berada pada koridor peraturan perundang-undangan perpajakan yang

berlaku. Pilar utama penerapan law enforcement di bidang perpajakan adalah kegiatan

pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan pajak. Jadi kegiatan pemeriksaan, penyidikan,

dan penagihan pajak harus dilihat sebagai upaya DJP (yang telah diamanatkan UU perpajakan) dalam menjalankan fungsinya secara konsisten dan konsekuen, baik oleh

Wajib pajak maupun oleh aparat DJP sendiri.

Bagaimana dengan fiskus dalam menjalankan fungsinya sebagai penegak

hukum (law enforcer) utama di bidang perpajakan? UU perpajakan kita juga telah

“menyediakan” seperangkat ketentuan yang harus dilaksanakan oleh fiskus dalam

rangka melaksanakan UU perpajakan. Misalnya, pasal 17 Undang-undang no. 28 tahun

2007 mensyaratkan Dirjen pajak untuk melakukan pemeriksaan lebih dahulu sebelum

menertibkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Artinya apabila ada SKPLB

yang diterbitkan tanpa melalui pemeriksaan, dapat dikatakan Dirjen pajak tidak

melaksanakan hukum sesuai dengan yang dimaui oleh UU dalam hal ini UU KUP.

Dalam pelaksanaannya, law enforcement di bidang perpajakan harus dilihat

secara luas baik dari sisi wajib pajak maupun dari sisi fiskus sebagai law enforcer utama di bidang perpajakan. Secara garis besar law enforcement terhadap wajib pajak

dilakuakan oleh fiskus

melalui kegiatan pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan pajak.

PEMERIKSAAN

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,

keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional

berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan

yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam

rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Untuk

keperluan pemeriksaan, petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa

dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada

Wajib Pajak yang diperiksa.Wajib Pajak yang diperiksa wajib :

memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang

menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan

yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang

terutang pajak.

memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang

perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan

Page 147: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxlvii

memberikan keterangan lain yang diperlukan.

Tujuan dari pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

perpajakan, dan dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan. Dapat dialikukan melalui pemeriksaan kantor atau pemeriksaan lapangan.

Pemeriksaan dilakukan sesuai standar umum pemeriksaan, telah mendapatkan

pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak dan menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama, jujur

dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan

Negara, taat terhadap peraturan perundangan-undangan, termasuk taat terhadap batasan

waktu yang ditetapkan.

Ruang lingkup pemeriksaan meliputi pemeriksaan lapangan terhadap suatu

jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun

sebelumnya lain yang dilakukan di tempat wajib pajak, dan pemeriksaan kantor

terhadap suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya

yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.

Pemeriksaan Bukti Permulaan

Dalam pemeriksaan tindak pidana di bidang perpajakan terdapat pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya

dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

Pemeriksaan bukti permulaan dilakukan oleh Kantor Wilayah atau Direktorat

Intelijen dan Penyidikan. Berdasarkan hasil pemeriksaan bukti permulaan dapat

diketahui tindak lanjut yang harus dilakukan.

Tindak lanjut dari pemeriksaan bukti permulaan adalah yaitu diusulkan

dilakukannya penyidikan, atau tindakan lain berupa: penerbitan Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar (SKP), pembuatan laporan tindak pidana selain tindak pidana di bidang

perpajakan yang akan diteruskan kepada pihak yang berwenang, pembuatan laporan

sumir apabila wajib pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya, pembuatan

laporan sumir apabila tidak ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan.

Bahan baku Pemeriksaan Bukti Permulaan sebenarnya berasal dari usulan

Kantor Pelayanan Pajak dan pengaduan masyarakat. Setidaknya inilah praktek yang

terjadi saat ini. Tetapi tidak semua usulan dari Kantor Pelayanan Pajak diterima dan

langsung diperiksa oleh Kanwil DJP. Ada juga yang ditolak karena dianggap tidak

layak dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan. Kalau di Bandung dan beberapa

Kanwil, setiap pengusul harus melakukan pemaparan dihadapan tim pemeriksa Kanwil.

Setelah itu, diputuskan diterima, atau ditunda dulu atau ditolak. Apabila dari bukti

permulaan tidak menunjukkan adanya tindak pidana yang dilakukan wajib pajak, maka

secara otomatis kasus tersebut akan ditutup.

Page 148: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxlviii

PENAGIHAN

Penagihan adalah Penagihan pajak adalah serangkaian tidakan agar

penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur

atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,

memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,

melaksanakan penyanderaan, menjual barang-barang yang telah disita. Penagihan Pajak dibagi 2 yaitu penagihan pajak Pasif dan penagihan pajak

aktif. Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak

(STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang

Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak

terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak

terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang menyebabkan pajak

terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tidak

dilunasi, maka 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak

secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.

Penagihan Pajak Aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak aktif,

dimana dalam upaya penagihan ini Fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya

mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang. Tahapan Penagihan Pajak meliputi:

Surat Teguran , Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan

Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang

Bayar Tambahan, tidak dilunasi sampai melewati tujuh hari dari batas waktu

jatuh tempo (satu bulan sejak tanggal diterbitkannya).

Surat Paksa Apabila utang pajak tidak melunasi setelah 21 (dua puluh satu)

hari dan tanggal surat teguran, maka akan diterbitkan Surat Paksa yang

disampaikan oleh Juru Sita Pajak Negara dengan dibebani biaya penagihan

paksa sebesar Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah, utang pajak harus dilunasi

dalam waktu 2 x 24 jam.

Surat Sita Apabila utang pajak tidak juga dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam dapat dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang WP, dengan dibebani

biaya pelaksanaan sita sebesar Rp 100.000,00 (Seratus ribu rupiah).

Lelang Dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah tindakan peyitaan, utang

pajak belum dilunasi maka akan dilanjutkan dengan tindakan pelelangan

melalui Kantor Lelang Negara. Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya

pelaksanaan sita belum dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan

biaya iklan untuk mengumumkan lelang dalam surat kabar dan biaya lelang

pada saat pelelangan.

PENYIDIKAN

Penyidikan Tindak Pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan

Page 149: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cxlix

bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta

menemukan tersangkanya.

Wewenang Penyidik meliputi:

menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan

berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau

laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas.

meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau

badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak

pidana di bidang perpajakan

meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan

sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan

menghentikan penyidikan

Penghentian Penyidikan dapat dilakukan jika dalam hal tidak terdapat cukup

bukti, peristiwa yang disidik bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan,

peristiwanya telah daluwarsa, tersangkanya meninggal dunia, untuk kepentingan

penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat

menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dengan syarat wajib pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang di bayar atau yang tidak seharusnya

dikembalikan ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah.

Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan Wajib Pajak (WP),

sepanjang menyangkut pelanggaran ketentuan administrasi perpajakan dikenakan sanksi

administrasi, sedangkan yang menyangkut tindak pidana dibidang perpajakan dikenakan

sanksi pidana.

Sanksi Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan

a. Setiap orang yang karena kealpaannya :

tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)

menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau

melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat

menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan

pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan ata denda paling

tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang

dibayar.

b. Setiap orang yang dengan sengaja :

tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan, atau menggunakan

tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

tidak menyampaikan SPT

menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau

tidak lengkap

Page 150: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cl

menolak untuk dilakukan pemeriksaan

memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang

palsu atau dipalsukan seolah olah benar

tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak

memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau

dokumen lainnya

tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga

dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara,di pidana

dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling

tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang

dibayar.

c. Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum

lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang

dijatuhkan, dikenakan pidana 2(dua) kali lipat dari ancaman pidana yang diatur

sebagaimana butir b.

d. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana

menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau

tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan

kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun

dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau

kompensasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

Daluwarsa Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan.

Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu

sepuluh tahun sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya

Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.

Berdasarkan Pasal 22 UU KUP, hak untuk melakukan penagihan Pajak,

termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan, daluwarsa setelah lampau watu

5 (lima) tahun terhitung sejak terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang bersangkutan. Penagihan Pajak dapat dilakukan

setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun apabila:

Diterbitkan Surat Teguran atau Surat paksa

Daluwarsa dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.

Adanya pengakuan utang dan Wajib Pajak, baik secara langsung maupun

tidak langsung. Hal ini bisa terjadi apabila:

Adanya permohonan angsuran atau penundaan pembayaran uatang

pajak sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran. Untuk ini daluwarsa

penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran

atau penundaan pembayaran utang pajak diterima.

Adanya permohonan keberatan. Untuk ini daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan keberatan diterima.

Page 151: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cli

Wajib Pajak melaksanakan pembayaran sebagai utang pajaknya. Untuk itu

daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal pembayaran sebagian utang pajak

tersebut.

Delik Aduan Dan Sanksinya

Setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di

bidang perpajakan, dilarang mengungkapkan kerahasiaan WP yang menyangkut masalah perpajakan. Pelanggaran atas larangan mengungkapkan kerahasiaan WP

tersebut dapat diancam sanksi pidana sebagai berikut:

Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan

hal kerahasiaan Wajib Pajak, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1

(satu) tahun dan denda paling banyak Rp.4.000.000,00 (empat juta rupiah).

sanksi tindak pidana di bidang perpajakan terhadap huruf a di atas menjadi

pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak

Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang

yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat, dipidana dengan

pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak

Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). sanksi tindak pidana di bidang

perpajakan terhadap huruf b di atas menjadi pidana kurungan paling lama 1

(satu) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah).

SASARAN LAW ENFORCEMENT DALAM PERPAJAKAN

Penegakan Hukum kepada Wajib Pajak

Sistem perpajakan di Indonesia adalah self assessment, di mana Wajib

Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan

nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar sendiri

pajak yang terutang. Wajib pajak juga harus melaporkan kewajiban tersebut

melalui SPT dan KPP sesuai dengan jenis pajak dan batas waktu yang telah

ditentukan dalam undang-undang perpajakan. Agar pelaksanaan kewajiban perpajakan terwujud dengan baik, tidak hanya

dilakukan penyuluhan dan pelayanan perpajakan kepada Wajib pajak. Tetapi

juga dialksanakan tindakan penegakan hukum melalui verifikasi data,

pemeriksaan pajak, penyidikan, dan penagihan pajak.

Penegakan Hukum kepada Fiskus

Dalam rangka penerapan Good Governance (GG) yang didukukng

oleh tiga pilar yang saling berhubungan. Dalam hal ini negara dan

perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan

masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha, maka terhadap

aparat perpajakan (fikus) perlu dilakukan pengawasan. Penegakan hukum

Page 152: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 clii

kepada fiskus meliputi penegakan disiplin sebagai PNS serta penegakan

hukum terhadap korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Kode Etik

Kode etik pegawai DJP adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan

perbuatan, yang mengikat pegawai DJP dalam melaksanakan tugas pokok dan

fungsinya serta dalam pergaulan hidup sehari-hari. Kode etik disusun atas dasar kesadaran bahwa dalam pelaksanaan tugasnya, pegawai seringkali

dihadapkan pada situasi yang menimbulkan pertentangan kepentingan (conflict

of interest) dan situasi yang dilematis.

PENUTUP

Sebenarnya hukum pidan fiskal itu bukan merupakan hukum pidana khusus,

seperti Undang-undang anti korupsi atau Undang-undang subversi, melainkan

merupakan hukum pidana umum terhadap tindak pidana yang dilakukan dalam bidang

perpajakan. Sebetulnya ancaman terdapat dalam KUHP, dan tidak perlu diatur lagi

secara khusus dalam Undang-undang pajak. Tetapi dalam UU no.28 Tahun 2007

tentang perubahan ketiga Undang-undang Nomor . 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum tata cara perpajakan, mencantumkan dalam pasal 38 sampai pasal 43 A.

Dasar hukum atas kejahatan/pidana perpajakan sangatlah jelas sekali penyebab

terjadinya dan konsekuensi hukumnya. Oleh karena itu jika sistem perpajakan ini sudah

bisa memberikan iklim yang kondusif bagi "insan perpajakan" dalam melaksanakan

tugas dan perannya dalam berusahan, sehingga tidak ada alasan lagi bagi wajib pajak

untuk tidak memenuhi segala sesuatu yang menjadi kewajibannya, begitu juga dengan

aparat pajak/fiscusnya dalam melaksanakan kewajibannya dalam fungsi pelayanan

publik serta dalam penegakan hukum pajak itu sendiri (Law Enforcement).

Dalam pelaksanaannya, law enforcement di bidang perpajakan harus dilihat

secara luas baik dari sisi wajib pajak maupun dari sisi fiskus sebagai law enforcer utama

di bidang perpajakan. Secara garis besar law enforcement terhadap wajib pajak dilakuakan oleh fiskus melalui kegiatan pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan pajak.

Penegakan hukum dalam perpajakan bisa berjalan dengan baik jika ada

ketegasan dari pemerintah terhadap wajib pajak, fiskus serta pedoman pelaksana dalam

Direktorat Jenderal Pajak melalui pengawasan terhadap kode etik.

Keberhasilan pelaksanaan kode etik tidak melekat dan hanya begantung pada

badan atau unit yang berwenang mengawasi kode etik. keberhasilan juga ditentukan

oleh faktor-faktor seperti pengawasan keteladanan dari atasan dan tanggung jawab

seluruh pegawai DJP. Oleh karena itu pegawai diharapkan memiliki inisiatif untuk

menjaga agar kode etik dapat dipatuhi antara lain dengan saling mengingatkan sesama

pegawai , berkonsultasi dengan atasan, atau melaporkan apabila terjadi pelanggaran

kode etik di lingkungan kerja masing-masing.

Page 153: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cliii

Page 154: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 cliv

Page 155: Hukuman Mati Dan Hak Asasi Manusia - Fakultas Hukumfh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-12.pdf · Dalam Penyelesaian Sengketa ... pajak dapat mengajukan upaya hukum.

Volume 12, No.1 Nop 2011 clv