Makalah Ham Hukuman Mati

32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelusuran historis dan pentakrifan (pemberitahuan) paham HAM itu harus dimulai dengan memfokuskan penelahan terhadap suatu periodesasi awal sejarah perkembangan HAM itu sendiri. Kajian ini berguna untuk membantu kita agar memverifikasi, dan mentataurutkan keseluruhan silsilahnya, guna mempermudah pentransmisiannya agar tidak mengalami penceceran dalam proses pengejewantahnya, dari satu konteks pemahaman periodik ke sistematika pemahaman komperhensif yang utuh tentang pengakuan HAM sebagai ideology universal (total) bukanya yang particular. Ide ini merupakan parameter untuk mengukur derajat perkembangannya pemahaman dan pemenuhan HAM itu bersesuaian dengan dimensi perubahan zaman. Ini salah stau fakta mendasar dalam kehidupan manusia dan harus di kaji, dan dipertahankan terus-menerus dalam pikiran kita. Sebagai sejarah dunia, ia merupakan risalah kompleksitas dari proses perjalanan akan kesadaran diri dan kebebasan manusia untuk memperjuangkan jatri diri dan pemenuhan kemartabatannya. Pada periode 1215 kekuatan bangsawan berhasil mendesak raja-raja di 1

description

HUKUM

Transcript of Makalah Ham Hukuman Mati

Page 1: Makalah Ham Hukuman Mati

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangPenelusuran historis dan pentakrifan (pemberitahuan) paham

HAM itu harus dimulai dengan memfokuskan penelahan terhadap suatu

periodesasi awal sejarah perkembangan HAM itu sendiri. Kajian ini

berguna untuk membantu kita agar memverifikasi, dan mentataurutkan

keseluruhan silsilahnya, guna mempermudah pentransmisiannya agar

tidak mengalami penceceran dalam proses pengejewantahnya, dari satu

konteks pemahaman periodik ke sistematika pemahaman komperhensif

yang utuh tentang pengakuan HAM sebagai ideology universal (total)

bukanya yang particular. Ide ini merupakan parameter untuk mengukur

derajat perkembangannya pemahaman dan pemenuhan HAM itu

bersesuaian dengan dimensi perubahan zaman. Ini salah stau fakta

mendasar dalam kehidupan manusia dan harus di kaji, dan dipertahankan

terus-menerus dalam pikiran kita.

Sebagai sejarah dunia, ia merupakan risalah kompleksitas dari

proses perjalanan akan kesadaran diri dan kebebasan manusia untuk

memperjuangkan jatri diri dan pemenuhan kemartabatannya. Pada

periode 1215 kekuatan bangsawan berhasil mendesak raja-raja di inggris

untuk segera memberikan Magma Charta Libertatum sebagai wujud

realisasi berbagai tuntutan-tuntutan rakyat. Kekuatatan kolektif kaum

bangsawan ini di pedomani oleh volume dan dinamika konflik yang

berkepanjangan yang terjadi pada level aristokrasi berhadapan dengan

kalangan feodalis (para raja) hampir selama empat puluh kemudian

bermuara pada penandatanganan dokumen ini di dekat istana Windsor.

Peristiwa ini memiliki nilai historis yang sangat menumental dalam

“sejarah dunia” umat manusia. Di balik ini termasuk pengakuan paham

hitoris HAM, karana ia memiliki postulat pokok dan merupakan dokumen

1

Page 2: Makalah Ham Hukuman Mati

pertama Hak Asasi Manusia yang relative konstruktif, tertata dan pada

prinsip-prinsipnya menghargai sekaligus melindungi hak-hak individu.

Dalam paham HAM bahwa hak itu tidak dapat dihapus atau

dinyatakan hilang dan tidak belaku oleh negara. Negara dapat saja

mengakui hak asasi itu, sehingga hak asasi itu tidak dapat dituntut di

depan hakim. Dalam perkembangannya, paham ini menyatu dengan satu

tesis filosofis john locke dalam toleransi religius, yang berp0edoman

bahwa semua manusia diciptakan sama dan memiliki hak-hak alamiah

(natural right) yang tidak dapat dipisahkan, diantaranya adalah hakatas

hidup, hak kemerdekaan dan milik, dan juga untuk mengusahakan

kabahagiaan. Hahk-hak ini tidak dapat dipisahkan dari eksistensi manusia

sebagai manusia dalam kehidupannya. Tetapi, dan justru itulah, yang

menentukan bahwa hak-hak tetapa dimiliki dan melekat dalam diri

manusia. Suatu negara yang tidak mengakui hak-hak yang dimiliki

manusia sebagai manusia, menunjukkan bahwa martabat manusia belum

diakui secara sepenuhnya dalam negara itu. Inilah prinsip dasar

pemahaman akan hak asasi manusia. Melalui hak asasi itu, tuntutan

moral yang prapositif dapat direalisasikan dalam hukup positif. Melihat

silsilah dokumen politik HAM ini, dapatlah digambarkan bahwa teks-teks

ini bukanlah hanyadikodifikasikan pertama kali di inggris, bahkan juga

dikodifikasi juga pada deklarasi Amerika (1776-1789) dan deklarasi

Prancis (1789), dengan secara tegas mengumandangkan suatu konsepsi

khusus tentang manusia dan masyarakat. Dan ini dijadikan pedoman bagi

setiap pernyataan tentang pengagungan hak alamiah manusia itu. Bagi

deklarasi-deklarasi ini, “manusia” dapat dikatakan manusia bila ia telah

memenuhi kriteria pokok terhadap pengakuan hak-hak yang dimilikinya.

Keutuhan hak-hak alamiah itu melekat dalam diri manusia sebagai sati

kesatuan yang utuh dalam eksistensi dan kemartabatannya, sehinjgga ia

tidak bisa diganggu oleh suapa pun juga. Adapun hak-hak itu meliputi,

hak asas kemerdekaan, kebebasan, menikmati hak miliknya tanpa

2

Page 3: Makalah Ham Hukuman Mati

diganggu, itu ditindas oleh suatu pemerintahan yang tiran dan mampu

menyatakan oendapat dengan bebas.

Kesimpulan himpunan bibliografi dokumen-dokumen

terpentingakan eksistansi hak-hak manusia itu ; pertama, Magma Charta

Libertatum (1215) dan Bill Of Rights (1689), yang membatasi kekuasaan

raja di inggris, dan sekaligus merumuskan hak-hak warga negara.

Substansinya mengatur, bahwa tidak seorang pun dapat dimasukkan

dalam penjara, dirampas hakj miliknya atau di cabut kewarganegaraannya

tanpa keputusan pengadilan atau hukum negara ; kedua, The Virgina Bill

Of Rights (1776) tentang pemberontakan dan perlawanan rakyat Amerika

utara terhadap kolonialisme Inggris suatu dokumen mengenai kebebasan

pribadi manusia terhadap kekuasaan negara. Menusia berhak untuk

menikmati hidup, kebebasan dan kebahagiaan (life, liberty, the of

happiness). Deklarasi ini mengemukakan bahwa semua manusia harus

mampu untuk dengan bebas dan dapat menentukan kebahagiaan dan

juga keselamatan. Hal ini ditegaskan juga dalam deklarasi Massacussets

(1780) untuk menikmati hak-hak alami dan nikmat0nikmat hidup mereka

dalam ketentraman dan kedamaian. Deklarasi in lebih cenderung

mengkonstruksi model masyarakat, dan model masyarakat yang

diproyeksikan haruslah terdiri dari pribadi-pribadi yang bebas yang sama

dengan lainya. Dan ketiga, Declaration des droit de I’homme et du citoyen

(1789). Meskipun dokumen ini sangat dipengaruhi oleh deklarasiu

Amerika tadi, tetapiada perbedaan. Dokumen Amerika bertolak dari

pandangan bahwa para penguasa adalah manusia dan karenanya dapat

terbawa hawa nafsu kerananya harus hidup bebas : orang-orang lahir dan

tinggal bebas dan sama dihadapan hukum (les homes naissent et

demeurent libres et egaux en droits). Hak-hak adalah kebebasan, milik,

keamanan, dan perjuangan melawan penjajahan (ces droits sont la

liberte, la propriete, la surete et Ia resistence a l’oppression), deklarasi

Amerika dan derklarasi Prancis denghan tegas mengumumkan suatu

konsepsi khusus tentang manusia dan masyarakat. Keempat, deklarasi

3

Page 4: Makalah Ham Hukuman Mati

tentang hak-hak rakyat yang berkarya dan diperas (1918). Deklarasi in

berbeda dengan deklarasi lainnya karena yang disebutkan dalam hak-

hak dasar hanya hak-hak dasar social, sedangkan jarak-jarak pribadi tidak

disebutkan. Intinya adalah bahwa manusia berhak untuk hidup menurut

martabatnya secara ekonomis. Suatu kehidupan ekonomis yang

menvukupi harus menjamin suat kehidupan yang bebas.

Pengakuan hak asasi manusia secara global, dikumandangkan

secara internasional setelah berakhirnya perang dunia kedua. Dampak

perang memang sangat dahsyat dengan melibatkan kerusakan hampir

sebagian masyarakat internasional, sebagai korbanya.

B. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian diatas maka penulis

mencobamengkerucutkan permasalahan yang ada dalam suatu rangkaian

rumusan masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimanakah efektivitas pelaksanaan hukuman mati sebagai upaya

penegakan supremasi hukum di indonesia

2. Bagaimanakah benturan antara pelaksanaan Hukuman Mati dan

HAM ?

4

Page 5: Makalah Ham Hukuman Mati

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Hukuman Mati Sebagai Upaya Penegakan Supremasi Hukum Di Indonesia.1. Sejarah Hukuman Mati Indonesia

Dalam sejarahnya pidana mati ini merupakan suatu jenis

hukuman (pidana) yang tidak diketahui sejak kapan mulai

diberlakukannya, tetapi sejarah mencatat bahwa jenis hukuman yang

saat ini merupakan jenis hukuman yang terberat dan tertua yang pernah

ada, bahkan menurut Codex Hammurabbi yang diperkirakan yang

diperkirakan telah ada sekitar 2000 tahun sebelum masehi, pidana mati

ini telah digunakan’ pada orang yang telah melakukan kejahatan tertentu,

bahkan menurut Codex Hammurabbi tersebut dikatakan, “kalau ada

binatang pemeliharaan yang membunuh orang, maka binatang berikut

pemiliknya juga akan dibunuh juga.”

Begitu juga dengan yang ada dalam Pentateuch (kitab taurat

Agama Yahudi) yang ada jauh sebelum masehi, dinyatakan bahwa jenis

pidana mati in juga telah diatur, disahkan dan diperguanakan pada

orang-orang tertentu yang telah melakukan kejahatan pada masa itu,

seperti contohnya dengan melempari seorang anak yang durhaka

sehingga mati oleh orang-orang sekotanya (Deuteronomy / Ulangan

21:21)

Pada perkembangan di abad-abad selanjutnya dijaman Romawi

Kuno, pidana mati ini mengalami perkembangan yang luar biasa dalam

bentuk pelaksanaannya, mulai dengan cara dipenggal, disalibkan,

ditenggelamkam, digergaji, bahkan pada sekitar abad ke-4 disemua

daerah jajahan Roimawi, pidana mati ini tidak lagi harus dilakukkan

dengan cara yang sama yang telah diatur pada peraturan yang ada,

sehingga ada yang sampai digantung hidup-hidup dipinggir jalan dan

kemudian dibakar sebagai penerangan jalan. Seperti dijabarkan oleh

5

Page 6: Makalah Ham Hukuman Mati

seorang ahli sejarah ang menyatakan, “kita ketahui jalannya acara-acara

peradilan itu, hukuman itu adalah di pancung kepalanya, dibuang

kesalah satu pulau yang sangat jauh, depekerjakan selaku budak,

dibakar hidup-hidup ataupun diterkam binatang buas didalam gelanggan

arena ditonton oleh beribu-ribu orang.”

Pada abad-abad selanjutnya, pidana mati ini kemudian telah

menjadi sati “alat” yang paling efisien dan dipandang paling kuat gereja

maupun raja-raja untuk menyingkirkan lawan-lawannya, ataupun untuk

terus menerus membuat rakyat tetap tunduk pada para menguasa yang

ada. Contohnya adalah hukum / peraturan yang berkembang pada abd

pertengahan, yaitu “criminal extra ordinaria ini yang sangat adalah

terkenal adalah criminal stellionatus, yang letterlijk artinya : perbuatan

jahat, durjana. Tetapi tidak ditentukan perbuatan berupa ap yang

dimaksud disitu. Sewaktu romawi kuno itu diterima (diresipeer) dieropa

brat pada abad pertengahan, maka pengertian tentang criminal extra

ordinaria diterima pula oleh raja-raja yang berkuasa. Dan dengan adanya

criminal extra ordinaria ini selalau diadakan kemungkinan untuk

menggunakan hukum pidana itu secara sewenag-wenang, menurut

kehendaknya dan kebutuhannya reaja itu sendiri”. Perbuatan sewenang-

wenangan penguasa inilah yamng lalu menjadi titik otak munculnya

pemikiran-pemikiran pembaharuan hukum pidana dan munculnya asas

legalitas (abad 18) oleh para pemikir hukum seperti Montesquieu, J.J.

Rousseau, von Feurbach, dsb. Akan tetapi sekalipun asa legalitas

tersebut kemudian diterima dan dimasukan dalam perundangan yang

ada (Code penal Perancis), tidak berarti menghapuskan pidana mati itu

sendiri, hanya saja membatasi penguasa dalamn menerapkan pidana itu

sendiri. Penjajahan perancis oleh Napoleon (1801) kemudian membawa

bukan saja pengaruh budaya, bahaya dan guncangan terhadap

perekonomian,tetapi juga sampai dengan pemahaman dan

perkembangan hukum yang ada di negeri Belanda (Nederlannd). Seperti

dinyatakan bahwa “dari sini asas itu dikenal oleh Nenderland karena

6

Page 7: Makalah Ham Hukuman Mati

penjajahan Napoleon, sehingga mendapat tempat dalam Wetboek v.

Strafrecht Nederland 1881”. Yang kemudian sejarah mencatat oleh

kerena itu penjajahan belanda di indonesia, secara perlahan-lahan

hukum pidana mulai diperlihatkan dan mulai menggeser kekuatan hukum

adat yang telah ada dan kemudian berhasil mencapai puncaknya yakni

ada saat Wetboek v. strafrecht itu mulai diberlakukan secara nasional

(menyeluruh) di indonesia pada tahun 1918, baik bagi golongan

Bumiputera, timur asing maupun golongan penduduk eropa, yang

kemudian dikenal dengan nama Kitab Undang-Undang Pidana (KUPH).

Dalam KUPH inilah pidana mati (death penalty) dicantumkan dan dan

mendapat pengaturanya yang sah (legal act) bagi pemerintah / negara

Indonesia hingga saat ini dalam melakukan pemidanaan terhadap orang

yang melakukan detik tertentu.

2. Pelaksanaan Hukuman Mati Di IndonesiaSekalipun telah memiliki pengaturanya sediri dalam pasal 11

KUHP yang menyatakan; hukuman mati dijalankan oleh algojo di tempat

penggantungan, dengan menggunakan sebuah jerat dileher terhukum

dan dan mengikatkan jerat itu pada tiang penggantungan dan

menjatuhkan papan tempat orang itu berdiri. Tetapi dalam prakteknya

setelah tahun 1918 tersebut mengalami perubahan pada saat Jepang

menjajah Indonesia. “pada waktu itu ada 2 peraturan dijalankan, yaitu

peratuan pasal 11 KUHP dan satu lagi praturan baru yang di undangkan

olrh pemerintah Jepang yang menghendaki pidana mati dilaksanakan

dengan tembak mati (artikel 6 dari Ozamu Gunrei No. 1 pada tanggal 2

maret dan artikel 5 dari Gunrei Keizirei, yaitu kode kriminal dari

pemerintah pendudukan Jepang). Kemudian setelah kesatuan RI

tercapai dimulai dengan proklamasi kemerdekaan indinesia, maka pidana

mati dilakukan kembali dengan cara pidana gantung seperti yang ada

dalam pasal 11 KUHP. Pada tahun 1964, terjadi perubahan kembali

dalam pelaksanaan pidana mati ini melalui penetapan Presiden No.2

7

Page 8: Makalah Ham Hukuman Mati

tahun 1964 ini juga melalui lembaran negara tahun 1964 nomor 38,

dirubah menjadi undang-undang No.2 tahun 1964. Melaui UU No.2 tahun

1964 diatur bahwa pelaksanaan pidana ini tidak lagi dengan cara

digantung oleh sorang algojo, melainkan dengan cara ditembak mati oleh

suatu regu tembak, pidana mati ini juga menurut ketetapan tersebut

mengharuskan agar dilaksanakan ditempat tertentu dan tidak dimuka

umum kecuali ditetapkan lain oleh Presiden RI. Disini terlihat bahwa efek

penjeraan atau untuk mencoba membuat takut orang banyak agar suatu

detik tidak dilakukan, yang adalah tujuan dari pidana mati dilakukan

didepan umum pada masa yang lalu tidak lagi dijadikan alasan untuk

mencapai tujuan pidana (mati), hal tyersebut terlihat kerana pidana mati

itu sendiri sekarang dilakukan tidak di tempat umum untuk dilihat oleh

khayalan ramai.

Sementara itu saat ini, pelaksanaan pidana mati di indonesia

juga diharapakan mendapat perubahan dalam pandangan para pakar,

disini terlihat bagaimana dalam rancangan KUHP yang masih dalam

tahap penyusunan, dapat dilihat disana bahwa pidana mati tersebut tidak

lagi dimasukan memjadi pidana pokok beriringan dengan pidana penjara

dsb, melainkan talah mendapat tempat sebagai pidana yang bersifat

khusus, yang dalam hal ini dijadikan suatu ancaman pidana sacara

alternatife. (pasal 61 konsep KUHP 1999-2000). Jadi disini dapat

disimpulkan bahwa pidana mati masih dianggap sebagai suatu jenis

pidana yang masih diperlukan dan dapat diterapakan, akan tetapi

pelaksanaannya diharapkan hanyalah sebagai suatu alternatif yang

bersifat khusu dan bukan lagi merupakan pidana pokok seperti yang

masih dianut hingga sekarang berdasakan KUHP lam (Wetboek van

strafrecht).

Berikut adalah beberapa uraian yang dapat menjelaskan tentang

bagaimana efektivitas pelaksanaan hukuman kati di Indonesia :

1. Karakter reformasi hukum positif indonesia masih belum menunjukkan

sistem peradian yang independen, imparsial, dan aparaturnya yang

8

Page 9: Makalah Ham Hukuman Mati

bersih. Bobroknya sistem peradilan bisa memperbesar peluang

hukuman mati lahir dari sebuah proses yang slah. Kasus hukuman

mati sengkon dan karta pada tahun 1980 lalu di indonesia bisa

menjadi pelajaran pahit buat kita. Hukum sebagai institusi buatan

manusia tentu tidak selalu benar dan selalu bisa salah.

2. Dari kenyataan sosiologis, tidak ada pembukyian limiah hukuman mati

akan mengurangi tindak pidana tertentu. Artinya hukuman mati telah

gagal menjadi faktor determinan untuk menimbulkan efek jera,

dibandingkan dengan jenis hukuman lainya. Kajian PBB tentang

hubungan hukuman mati (capital punishment) dan angka

pembunuhan antara 1988-2000 berujung pada kesimpulan hukuman

mati tidak membawa pengaruh apapun terhadap tindak pidana

pembunuhan dan hukuman lainnya seperti hukuman seumur hidup.

Meningkatnya kejahatan narkoba, terorisme, atau kriminal lainnya

tidak semata-mata disebabkan oleh ketiadaan hukuman mati, namun

oleh problem struktral lainya seperti kemiskinan atau aparat

hukum/negara yang korup. Ditahun 2005 misalnya ditemukan pebrik

pil ekstasi bersekala internasional di Cikande,Serang,Banten. Pabrik

ini dianggap sebagai pabrik ekstasi terbesar ketiga didunia dengan

total produksi 100 kelogram ekstasi per minggu dengan nilai sekitar

Rp. 100 milyar. Ternyata operasi ini melibatkan dua perwira aparat

kepolisian; komisaris MP Damanik dan Ajun Komisaris Girsang.

Maningkatnya angka kejahatan narkoba juga diakui oleh Polda

Metrojaya. Angka kasus narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif

lainya (narkoba) tahun 2004 naik hingga 39.36 persen jika dengan

dibandingkan dengan kasus narkoba tahun 2003. Selama tahun 2004

polda metrojaya telah menangani 4.799 kasus narkoba, atau

meningkat 1,338 kasus jika dibandingkan kasus narkoba tahun2003

yang hanya 3.441 kasus. Bahkan untuk kejahatan terorisme hukuman

mati umumnya justru menjadi faktor yang menguatkan berulangnya

tindakan dimasa depan. Hukuman mati justru menjadi amunisi

9

Page 10: Makalah Ham Hukuman Mati

ideologis untuk meningkatkan redikalisme an militansi para pelaku.

Sampai ssat ini bahkan kejahatan terorisme masih menjadi momok

dan negara sama sekali tidak punya jawaban efektif atas persoalan

ini. Terakhit bkali pada 1 Oktober 2005 lalu terjadi lagi kasus bom

bunuh didri di Bali. Satu pernyatan pelaku kasus pemboman di depan

Kedubes Ausralia, Jakarta (9 september 2004). Iwan Dharmawan

alias Rois, ketika divonis hukuman mati oleh majelis hakim

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 13 November 2005:

“saya tidak kaget dengan vonis ini kerena saya sudah menyangka

sejak awal saya menjadi terdakwa. Saya menolak vonis ini kerena di

jatuhkan oleh pengadilan setan yang berdasrkan hukum setan, bukan

hukum Alla. Kalaupun saya du hukum mati, berarti saya mati syahid”.

Sikap ini juga ditunjukan terdakwa kasus bom lainnya yang umumnya

menolak meminta grasi atau pengampunan atas perbuatan yang telah

dilakukan. Penerapan hukum mati jelas tidak berefek positif untuk

kejahatan terorisme semacam ini.

3. Praktek hukuman mati di indonesia selama ini masih bias kelas dan

disikriminasi, dimana hukuman mati tidak pernah menjangkau pelaku

dari kelompok elit yang tindak kejahatannya umumnya bisa

diketegorikan sabagai kejahatan serius/luar biasa. Para pelaku

korupsi, pelaku pelanggaran berat HAM dengan jumlah korban jauh

lebih masih dan merugiakan ekonomi orang banyak tidak pernah

divonis mati. Padahal janji Presiden SBY hukuman mati diprioritaskan

buat kejahatan luar biasa seperti narkoba, korupsi, dan pelanggaran

berat HAM.

4. Penerapan hukuman mati juga menunbjukkan wajib politik indonesia

yang kontradiktif. Salah satu argumen pendukung hukuman mati

karena sesuai dengan hukum positif indonesia. Pada hal semnjak era

roformasi/transisi politik berlajan telah terjadi berbagai perubahan

hukum dan kebijakan negara. Meski hukuman mati masih melekat

pada beberapa produk hukum nasional, namun reformasi hukum juga

10

Page 11: Makalah Ham Hukuman Mati

menegaskan pentingnya hak untuk hidup. Pasal 28I ayat (1) UUD ’45

(Amandemen Kedua)menyatakan :

“hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan

pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak

diperbudak,hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan umum, dan

hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah

hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan

apapun”

Sayangnya masih banyak sekali peraturan dan perundang-undangan

yang bartentangan dengan semangat konstitusi di atas. Tercatat

masih terdapat 11 perundang-undangan yang masih mencantumkan

hukuman mati.

5. Sikap politik pemerintah terhadap hukuman mati juga bersifat ambigu.

Beberapa waktu lalu pemerintah mengajukan permohonan secara

gigih kepada pemerintah Arab Saudi, Malaysia, dan Singapura untuk

tidak menjalankan hukuman mati kepada warga negara Indonesia,

dengan alasan kemanusiaan. Namun hal ini tidak terjadi pada kasus

hukuman mati WNA di Sumatra Utara tahun lalu dan kasus-kasus

lainnya baru-baru ini.

B. Benturan Antara Pelaksanaan Hukuman Mati Dan Hak Azasi Manusia.

Hak atas penghidupan instrumen tidak dijamin sebagai hak

mutlak. Misalnya, menurut Konvensi Eropa, pencabutan nyawa tidak

bertentangan dengan hak atas penghidupan, apabila pencabutan ini

diakibatkan oleh tindakan tertentu yang sudah ditetapkan. Dalam

beberapa instrumen, larangan hukuman mati dimuat dalam sebuah

Protokol tersendiri. Konvenan internasional tentang Hak-Hak Sipil Politik

dan Konvensi Amerika keduanya membatasi hukuman mati pada

“kejahatan yang paling berat”, dikenakan pada suatu “keputusan final

suatu pengadilan yang berwenang” sesuai dengan undang-undang yang

11

Page 12: Makalah Ham Hukuman Mati

tidak retroaktif. Kedua perjanjian ini memberikan hak untuk mencari

“pengampunan atau keringanan hukuman” dan melarang pengenaan

hukuman mati pada orang dibawah usia delapan belas tahun pada saat

melakukan kejahatan, dan melarang eksekusinya pada wanita hamil.

Konvensi Eropa mensyaratkan hukuman mati dikenakan oleh suatu

pengadilan, sesudah memperoleh keyakinan mengenai suatu kejahatan

yang karena keputusannya ditetapkan oleh undang-undang.

Ada beberapa uraian yang menjelaskan benturan antara

pelaksanaan hukuman mati dan hak asasi manusia, antara lain :

1. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Kejam atau

Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusia dan Merendahkan

Martabat Manusia/Convention Against Torture and Other Cruel,

Inhuman or Degrading Treatment or Punishment, diadopsi oleh

Resolusi Majelis Umum PBB 39/46 tertanggal 10 Desember 1984.

Interpretasi ini didasari pada argumen bahwa seorang terpidana mati

yang sedang menghadapi eksekusi akan mengalami tekanan

mental/psikis yang luar biasa yang menjadi cakupan Konvensi Anti

Penyiksaan ini.

2. Ketentuan ini juga sesuai dengan Konvensi Hak-Hak

Anak/Convension on the Rights of the Child, Pasal 37 (a) yang

menyatakan “Tidak seorang anak pun dapat dijadikan sasaran

penganiayaan, atau perlakuan kejam yang lain, tidak manusia atau

hukuman yang menghinakan. Baik hukuman mati atau pemenjaraan

seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan, tidak dapat dikenakan

untuk pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang di

bawah umur delapan belas tahun.”

3. Komite HAM juga melarang penggunaa hukuman mati sebagai suatu

hukuman wajib/mandatory punishment.

4. Sebelumnya pada tahun 1950 Konvensi HAM Eropa, European

Convention of Human Rights/Convention for The Protection of Human

Rights and Fundamental Freedoms pada pasal 2-nya menegaskan

12

Page 13: Makalah Ham Hukuman Mati

larangan hukuman mati. Konvensi regional Eropa ini merupakan treaty

HAM tertua dan ide penghapusan hukuman mati berangkat dari

Konvensi ini. Ketentuan hukuman mati kemudian juga dihapuskan di

berbagai mekanisme pengadilan HAM internasional meskipun

juridiksinya mengcakup kejahatan paling berat dan serius di bawah

hukum internasional. Statuta Tribunal HAM Internasional ad hoc untuk

Negara-Negara Bekas Yugoslavia (Statute of Internasional Criminal

Tribunal for the Former Yugoslavia/ICTY) dan Rwanda (Statute of

Internasional Criminal Tribunal for Rwanda/ICTR)

5. Pada 11 desember tahun 1977 Deklarasi Stokholm, Amnesti

Internasional telah menyerukan penghapusan pidana mati diseluruh

dunia. Terhukum mengetahui bahwa “his death will be in a ritualized

killing by other people, symbolyzing his ultimate rejection by the

members of his community” (Jonathan Glover). Dan hal itu merupakan

suatu ”additional horror” bagi terhukum. Karena itu, bagi banyak orang

pada saat sekarang, hukuman mati itu dirasakan sebagai “a horrible

business of a long premeditated killing”.

Sebaliknya dalam menetapkan pidana mati ini terdapat juga

golongan kedua yaitu mereka yang setuju (pro) mengenai

pelaksanakannya pidana mati tersebut. Seorang bernama Greg. L.

Bahnsen dalam bukunya menjelaskan alasan mengapa ia setuju dengan

pidana mati ini tetap diterapkan, yang menurutnya “kita harus mengerti

kententuan dari hukuman mati atas dasar bahwa suatu hukuman yang

bersifat kewarganegaraan adalah kejahatan yang dibenarkan dimata

Allah.”

Begitu juga dengan David Anderson, seorang pakar yang

berasal dari kalangan Kristiani, yang sangat setuju (pro) dengan pidana

mati pernah menulis bahwa “in order to rightly value the death penalty it

is necessary to have emphaty and understanding for all the victims and

their relatives.” Sangat tepat bahwa pidana mati justru menujukan rasa

simpati teradap korban-korban kejahatan berat, mengapa kita harus

13

Page 14: Makalah Ham Hukuman Mati

mendahulukan dan mengutamakan hak asasi para criminal, ketimbang

hak asasi korban-korban kejahatan itu sendiri? Menurutnya sampai

kapanpun pidana mati ini tetap diperlukan terhadap pelaku-pelaku

kejahatan berat seperti pembunuhan berencana yang dilakukan secara

medis, pembunuhan massal, koruptor kelas kakap dan teroris. Hanya

saja menurutnya eksekusi pidana mati itu yang perlu dirivisi, sehingga

mengurangi mengurangi rasa sakit pidana, misalnya dengan

menggunakan suntikan yang tidak menyakitkan.

Alasannya lain juga dikemukakan oleh pakar lainnya yaitu Ririn

di Swedia yang menjelaskan bahwa pidana mati perlu dipertahankan

dengan alasan sepanjang hukuman mati tersebut merupakan senjata

efektif untuk terpidana dan untuk masyarakat. Dilaksanakannya

sepanjang tidak digunakan untuk memberantas lawan politiknya dan

dilakukan dengan manusiawi, serta melalui proses peradilan yang adil

dan jujur.

Begitu juga dengan Bichon van Ysselmode yang menyatakan

“Saya masih berkeyakinan, banhwa ancaman dan pelaksanaan pidana

mati harus ada dalam tiap-tiap Negara dan masyarakat yang teratur, baik

ditinjau dari sudut keputusan hukum maupun dari sudut tidak dapat

ditiadakannya. Keduanya Jure divino humano. Pedang pidana, seperti

juga pedang harus ada pada Negara. Hak dan kewajiban ini tak dapat

diserahkan begitu saja. Tetapi haruslah dipertahankan dan juga

digunakan.”

Didalam hukum Islam hampir tidak diketemukan pro-kontra

pidana mati, oleh karena di dalam Islam dikenal Talio, yang berarti

membuat sebanding dengan perbuatannya terhadap orang lain, sehingga

disini sama dengan apa yang dianut dengan agama Yahudi dalam kitab

Pentatuech mereka yang menyatakan bahwa mata balas mata, gigi ganti

gigi. Bahkan didalam Islam diwajibkan qishash, yang dalam surat Al

Baqarah ayat 178 dinyatakan “Hai orang-orang yang beriman :

sesungguhynya diwajibkan kamu qishash untuk soal pembunuhan, orang

14

Page 15: Makalah Ham Hukuman Mati

merdeka dengan orang merdeka, budak dengan budak, wanita dengan

wanita, tetapi kalau seorang kamu dimaafkan oleh sanak saudaranya

hendaklah kamu membalas kebaikan mereka itu, karena itu adalah suatu

keringanan dari Tuhan Yang Maha Pengasih.”

Sulaeman Rasjid menyebutkan syarat-syarat dapat

dijatuhkannya pidana mati sebagai berikut ; Keadaan yang membunuh

sudah baliq dan berakal. Yang membunuh bukan bapak dari yang

dibunuh. Keadaan yang dibunuh tidak kurang juga derajatnya dari yang

membunuh. Yang dimaksud dengan derajat disini ialah agama dan

merdeka atau tidak, begitu juga dengan anak dengan bapak. Maka oleh

karenanya orang Islam yang membunuh orang orang kafir tidak berlaku

terhadapnya. Keadaan yang terbunuh, orang yang terpelihara darahnya

dengan Islam atau dengan perjanjian.

Dalam perkembangannya para pakar dari kalangan agama Islam

juga memiliki pandangan dan penafsiran yang berbeda tentang pidana

mati tersebut, contohnya Malik yang setuju untuk menerapkan pidana

mati tersebut terhadap orang yang melakukan tindakan pembunuhan

yang tidak disengaja, sementara yang lain seperti Abu Hanifah dan As-

Syafii hanya setuju tetapi dengan syarat bahwa perbuatan tersebut

dilakukan berulang-ulang. Begitu juga menurut Juynboll, “pidana mati

hanya dipergunakan terhadap pembunuhan yang disengaja dan

membunuh dengan senjata dalam keadaan normal dan yang melakukan

kejahatan itu cukup umur dan waras.”

Bambang Poernomo menyatakan bahwa “Pidana mati yang

dilakukan menurut ketentuan-ketentuan Islam yang “benar” adalah tidak

bertentangan dengan falsafah Negara, tidak berlawanan pula dengan

unsur-unsur Ketuhanan YME, karena syari’at Islam merupakan syari’at

yang berdasarkan Ketuhana YME.”

Kemudian dalam pandangan penulis (jika seandainya pro pidana

mati) akan menyatakan setuju masih diatur dan diterapkannya pidana

mati tersebut dalam KUHP, dengan memandang dari sisi

15

Page 16: Makalah Ham Hukuman Mati

pendegahannya (general deterent). Menurut penulis berhubungan

dengan efek pencegahan ini, ancaman pidana mati terhadap delik

tertentu akan membawa secara langsung tak langsung jiwa (pikiran,

perasaan dan kehendak) seseorang “ditekan” untuk tidak melakukan

bahkan berusaha menjauhkan diri untuk melakukan delik yang diancam

pidana mati tersebut dan dengan demikian akan berhasil membuat suatu

efek pencegahan pada masyarakat luas terhadap delik-delik tertentu.

16

Page 17: Makalah Ham Hukuman Mati

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan Pidana mati merupakan jenis pidana yang dijatuhkan oleh

pemerintahan suatu Negara (kerajaan) yang dianggap merupakan pidana

terberat dan tertua dilihat dari sejarahnya. Dalam perkembangannya

pidana mati ini sering diselewengkan oleh penguasa yang ada sebagai

suatu senjata yang ampuh dalam menyingkirkan lawan-lawan politiknya

dan juga sebagai sarana yang paling sering digunakan untuk

mempertegas kedudukannya sebagai penguasa dihadapan masyarakat

luas.

Dalam bentuknya pidana mati ini juga merupakan suatu jenis

pidana yang paling banyak memiliki variasi dalam pelaksanaannya, mulai

dengan cara dipenggal, di salibkan, ditenggelamkan, di adu hingga mati

dengan binatang buas dalam suatu gelanggang arena, digergaji, ditarik

oleh 4 kuda hingga mati terpotong-potong, bahkan pada sekitar abad ke 4

sampai dengan cara digantung hidup-hidup di pinggir jalan dan kemudian

dibakar sebagai penerangan jalan. Semua bentuk-bentuk tersebut

dilaksanakan dengan alasan dan tujuannya masing-masing tetapi dengan

hasil akhir yang sama yakni matinya seseorang. Berbagai bentuk tidak

manusiawi dan penerapan akhir yang seringkali dianggap merupakan

kesewenangan penguasa inilah yang membawa pro-kontra terhadap

pidana mati ini terus berlangsung hingga kini.

Sebagian berpendapat agar pidana mati tersebut harus segera

dihapuskan, tetapi sebagian orang lainnya menyatakan bahwa pidana

mati ini masih merupakan suatu jenis pidana yang dibutuhkan hingga saat

ini.

Dibutuhkan hikmat serta pemikiran yang dalam dan objektif dalam

mengkaji mengenai masih diatur dan dilaksanakannya pidana mati

tersebut dalam kehidupan bernegara. Dan jika pelaksanaan pidana mati

17

Page 18: Makalah Ham Hukuman Mati

tersebut masih tetap harus dipertahankan, maka harus juga dipikirkan

dalam-dalam bagaimana pelaksanaan pidana mati itu dilakukan sehingga

dilakukan dengan cara yang paling tepat, manusiawi, meringankan si

terdakwa dan tidak berdampak negatif/buruk terhadap pandangan

masyarakat luas.

B. Saran Menurut penulis, bukanlah antara pro kotra tentang hukuman mati

yang harus diperdebatkan, tetapi yang harus dilakukan adalah penegakan

Pasa 7 dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang menjamin

atas hak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi di depan

hukum.

18

Page 19: Makalah Ham Hukuman Mati

DAFTAR PUSTAKA

Afandi Emilianus, MENGGUGAT NEGARA: Rasionalitas Demokrasi, Ham

dan Kebebasan, PBHI, Jakarta 2005.

Etika Politik Dalam Konteks Indonesia, Kanisius, Yogyakarta, 2001.

Fakih Mansour, Bebas Dari Neoliberalisme, Insist Yogyakarta, 2003.

Gaffar Afan, Politik Pembangunan Hukum Nasional, UII Press, Yogyakarta,

1992.

Harahap Krisna, pasang Surut Kemerdekaan Pers di Indonesia, LP3ES,

Jakarta, 2001.

Mahfud, Moh, MD. Politik Hukum di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 2001.

Moerdiono, M Soemantri Sri, dkk, Politik Pengembangan Hukum Nasional,

UII Press, Yogyakarta, 1992.

Naning Mardiniah, dkk, Memperkuat Posisi Politik Rakyat, Cesda-LP3ES,

Jakarta, 2004.

Tanuredjo, Budiman, Pasung Kebebasan, Menelisik kelahiran UU Unjuk Ras,

Elsam, Jakarta, 1999.

Wingjosoebroto, Soetandyo, HUKUM, Paradigma, Metode dan Dinamika

Masalahnya, Elsam, Huma, Jakarta, 2002.

19

Page 20: Makalah Ham Hukuman Mati

KATA PENGANTAR

Sejak era perjuangan kemerdekaan, bangsa Indonesia telah

mengikatkan diri kepada demokrasi sebagai alternatif bagi bentuk dan

pemerintahan otoritarianisme. Di awal revolusi kemerdekaan, tekad itu

dituangkan ke dalam konstitusi sebagai blue print negara Indonesia merdeka.

Di dalam konstitusi alternatif yang ditetapkan di pertengahan dan akhir

revolusi pun komitmen demokrasi itupun dipertahankan. Begitu pula didalam

konstitusi yang gagal ditetapkan oleh Dewan Konstituante hasil pemilu 1955.

Dan bahkan di dalam konstitusi yang diamandemen di era reformasi inipun

demokrasi dirumuskan secara lebih rinci.

Runtuhnya rezim militer Soeharto tidaklah dengan sendirinya

membuka jalan bagi demokratisasi dan dinikmatinya kebebasan setiap orang

tanpa diganggu atau dipatahkan. Kendati beberapa tahun lalu tersedia ruang

yang lebih besar bagi kebebasan berpendapat, berkumpul dan berserikat

yang disusul dengan terbukanya kebebasan pers, pembebasan tahanan

politik serta pemilihan umum yang demokratis, tetapi beberapa kebebasan

inilah barulah syarat perlu belum menjadi syarat yang cukup bagi kemajuan

dan perlindungan hak-hak manusia yang menyeluruh. Tidak ada jaminan

bahwa kebebasan itu dilindungi dengan penuh dan otoriterisme negara tak

akan kembali.

20i

Page 21: Makalah Ham Hukuman Mati

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................... i

Daftar Isi ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 5

A. Pelaksanaan Hukuman Mati sebagai Upaya

Penegakan Supremasi Hukum di Indonesia ............................ 5

1. Sejarah Hukuman Mati di Indonesia ................................... 5

2. Pelaksanaan Hukuman Mati di Indonesia .......................... 7

B. Benturan antara Pelaksanaan Hukuman Mati

dan Hak Asasi Manusia ........................................................... 11

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 17

A. Kesimpulan .............................................................................. 17

B. Saran ....................................................................................... 18

Daftar Pustaka ........................................................................................... 19

21ii

Page 22: Makalah Ham Hukuman Mati

HUKUMAN MATI : Sebuah Dilema AntaraPenegak HAM dan Supremasi Hukum

di Indonesia

NAMA : ASRIANINIM : B 08171PROGRAM : D3 KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)BINA BANGSA MAJENE

TAHUN 2009

22