Hukum Perdata : Kawin Kontrak

10
HUKUM PERDATA KAWIN KONTRAK Disusun Oleh : Ihwanun Mudhofir Hariri 031311133156 Abdul Muiz Shiddiq 031311133157 Anggraini Chaning Tyas 031311133162 Rizal Widya Agusta 031311133164 Rizki Amalia 031311133168 Abidah Dwi Pratiwi 031311133172 Rakhmadi Iffat Yulianto 031311133190

Transcript of Hukum Perdata : Kawin Kontrak

Page 1: Hukum Perdata : Kawin Kontrak

HUKUM PERDATA

KAWIN KONTRAK

Disusun Oleh :

Ihwanun Mudhofir Hariri 031311133156

Abdul Muiz Shiddiq 031311133157

Anggraini Chaning Tyas 031311133162

Rizal Widya Agusta 031311133164

Rizki Amalia 031311133168

Abidah Dwi Pratiwi 031311133172

Rakhmadi Iffat Yulianto 031311133190

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2013 – 2014

Page 2: Hukum Perdata : Kawin Kontrak

A. PENDAHULUAN

Dalam makalah ini, kami akan mencoba menganalisa tentang kawin kontrak. Jika kita membicarakan kawin kontrak, maka kita perlu merujuk pada hukum positif Indonesia tentang perkawinan, atau lebih tepatnya Undang-Undang Perkawinan Republik Indonesia. Karena itu akan erat hubungannya dengan sah atau tidaknya kawin kontrak itu menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Pertama-tama kita perlu tau apa definisi kawin kontrak itu.? Kawin Kontrak disebut juga Kawin Mut’ah atau Kawin Wisata. Definisi kawin kontrak itu sendiri adalah kawin yang didasarkan pada perjanjian atau kesepakatan antara wanita dan pria yang akan melaksanakan perkawinan, dimana perkawinan tersebut memiliki jangka waktu atau masa berakhirnya perkawinan sesuai kesepakatan antara kedua belah pihak yang bersangkutan. Dalam kesepakatan antara wanita dan pria yang akan melakukan kawin kontrak, jangka waktunya tentu terserah kedua pihak tersebut. Bisa beberapa tahun, bulan, minggu, hari, jam, atau bahkan sekali main dalam hubungan suami istri. Setelah waktu yang telah disepakti itu, tentu perkawinan mereka akan berakhir.

Dalam kawin kontrak jumlah wanita yang akan dinikahi terserah kepada pihak pria yang melakukan kawin kontrak tersebut. Dan pihak pria yang melakukan kawin kontrak tidak bekewajiban menafkahi wanita yang telah dijadikan istri oleh pihak pria. Pihak yang melakukan kawin kontrak ini tidak memandang status, wanita boleh perawan atau janda, begitupun pria boleh perjaka atau duda. Perkawinan ini pun tentunya tidak memiliki batasan umur, bisa kalangan muda ataupun tua. Bahkan hukum waris juga tidak berlaku dalam perkawinan atau kawin kontrak ini.

Setelah mengetahui pengertian atau definisi dari kawin kontrak itu sendiri. Kami akan menganalisa sah atau tidaknya kawin kontrak itu menurut Undang-Undang Perkawinan Indonesia. Maka dari situ kita bisa menilai boleh atau tidaknya kawin kontrak dilakukan, khususnya di Indonesia.

Page 3: Hukum Perdata : Kawin Kontrak

B. PEMBAHASAN

Berkenaan dengan Undang-Undang / Hukum di Indonesia:

Pasal 1 UUPPerkawinan ialah ikatan lair batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suani istri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa .

Artinya: UUP menghendaki perkawinan itu haruslah berlangsung untuk seumur hidup. Jika kita sangkutpautkan dengan tujuan kawin kontrak, maka kawin kontrak bertentang dengan Pasal 1 UUP ini.

Pasal 22 UUPPerkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.

Artinya: Jika suatu perkawinan tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan, maka itu dapat dibatalkan. Termasuk kawin kontrak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan suatu perkawinan.

Pasal 3 KHI Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warahman.

Artinya: Perkawinan itu hanya bisa dilakukan kalau tujannya membentuk keluarga yang sakinah, mawadah, dan warahman. Maka kawin kontrak jelas bententangan dengan Pasal ini.

Pasal 4 KHIPerkawina adalah sah, apabila dilakukan menurut hokum islam sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

Artinya: Perkawinan sah apabila sesuai dengan Undang-Undang No 1 Tahun 1974. Seperti yang diatas kawin kontrak tidak sesuai dengan Undang-Undang No 1 Tahun 1974, maka kawin kontrak tidak sah

Pasal 43 (1) dan (2) UUP No 1 Tahun 1974Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya

Keudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam peraturan pemerintah

Page 4: Hukum Perdata : Kawin Kontrak

Artinya: apabila dalam perjalanan perkawinan kontrak timbul adanya masalah status kedudukan anak , dikarenakan anak yang sah adalah anak yang di lahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah Pasal 42 UU No Tahun 1974.

Page 5: Hukum Perdata : Kawin Kontrak

C. PANDANGAN KAWIN KONTRAK

Menurut Agama Islam

Ada beberapa pandangan mengenai hukum kawin kontrak, ada yang memperbolehkan namun ada pula yang melarang (mengharamkan).

Yang memperbolehkan kawin kontrak adalah Ibnu Abbas R.A (hanya sementara), namun itupun hanya boleh dilakukan dalam keadaan darurat semisal untuk menjauhi zinah, namun fatwah Ibnu Abas dikecam oleh sebagian kalangan ulama’, sehingga Ibnu Abas berkata : “Bukan itu yang aku maksud, dan bukan begitu yang aku fatwakan. Sesungguhnya mut'ah tidak halal, kecuali bagi yang terpaksa. Ketahuilah, bahwa ia tidak ubahnya seperti makan bangkai, darah dan daging babi”.

Dan pandangan mengenai larangan terhadap kawin kontrak ada beberapa sumber hukum yang dapat kita jadikan acuan, menurut sumber hukum Islam (Al-Quran dan As-Sunnah) jelas dikatakan bahwa Kawin Mut’ah (Kontrak) itu Haram, adapun ayat Al-Qur’an yang bisa kita tafsirkan mengenai larangan kawin kontrak adalah dalam Al-Quran Surat Al-Ma’arij Ayat 29-31: “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Q.S. Al-Ma’arij:29-31)”.

Dalam Surat Al-ma’arij ayat 29-31 bisa kita tafsirkan bahwa Tuhan hanya menghalalkan berhubungan badan terhadap isteri-isterinya dan budak-budak amat (sekarang sudah diharamkan perbudakan) dimana hal itu hanya dapat didapatkan melalui suatu ikatan perkawinan yang sah. Selain dari itu maka dikatakan Melampaui batas (berdosa/Haram), dan Tuhan sangat membenci terhadap orang-orang yang melampaui batas. Dan nikah mut’ah bukan termasuk Istri dan juga bukan termasuk budak amat, sehingga Nikah mut’ah dikatan haram.

Dan ada suatu riwayat hadis yang menjelaskan bahwa nikah mut’ah itu Haram hingga akhir kiamat. Adapun hadis tersebut adalah : Dari Rabi` bin Sabrah, dari ayahnya Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya ia bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda: "Wahai, sekalian manusia. Sebelumnya aku telah mengizinkan kalian melakukan mut'ah dengan wanita. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengharamkannya hingga hari Kiamat. Barangsiapa yang mempunyai sesuatu pada mereka , maka biarkanlah! Jangan ambil sedikitpun dari apa yang telah diberikan” .( HR Muslim, 9/159, (1406)).

Dari keterangan hadis tersebut, memang ada indikasi bahwa semula kawin kontrak itu sempat diperbolehkan (pada masa penaklukan kota mekkah) mungkin menurut kami itu yang dijadikan Ibnu Abbas sebagai alasan diperbolehkannya kawin kontrak, namun dalam hadis tersebut sudah sangat jelas bahwa kawin kontrak setelah hadis tersebut turun hingga Akhir Kiamat hukumnya Haram atau dilarang.

Page 6: Hukum Perdata : Kawin Kontrak

Pandangan majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengharamkan Kawin Kontrak, yang dijadikan alasan oleh MUI tentang fatwah megharamkan kawin kontrak adalah Al-Quran Surat Al-Mukmin ayat 5-7 yang berbunyi : ''Dan (diantara sifat orang mukmin itu) mereka memelihara kemaluannya kecuali terhadap istri dan jariah mereka: maka sesungguhnya mereka (dalam hal ini) tiada tercela”. Dari penjelasan Ayat tersebut sudah sangat jelas, dan ada kaitannya dengan Surat Al-Ma’arij ayat 29-31 yakni berhubungan badan diluar istri dan jariyah (budak amat) itu Haram, termasuk nikah mut’ah (kawin kontrak) juga diharamkan karena tidak termasuk dalam golongan yang dihalakan dalam surat tersebut (Istri dan jariyah (Budak Amat)).

Dari beberapa sumber hukum Islam dan beberapa pendapat ulama’ termasuk MUI, sudah sangat jelas bahwa hukum kawin kontrak adalah haram dan dilarang baik menurut pandangan Agama, Syariat, dan Hakikat. Sehingga segala bentuk dan apapun yang mengatakan bahwa kawin kontrak itu halal (boleh) itu hanya omong kosong, walaupun yang berkata itu seorang yang mengaku-ngaku alim, karena sudah jelas dalam nas-nas Al-Quran dan Hadist bahwa Kawin Kontrak hingga akhir kiamat adalah Haram.

Menurut Agama Kristen

Dalam agama Kristen pun kawin kontrak dilarang. Dalam Matius 19 : 6 “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Maksudnya bahwa pernikahan itu merupakan sesuatu yang kudus, yang hanyahanya dilakukan sekali seumur hidup dan bukan untuk dipisahkan begitu saja oleh pekerjaan manusia termasuk “kontrak”.

D. MOTIF DARI PELAKSANAAN KAWIN KONTRAK

SyahwatMereka yang melakukan kawin kontrak hanya untuk mencari kebahagiaan dan kepuasan sesaat saja.

Misal: Seorang pria dan wanita saling menyukai, lalu mereka melakukan kawin kontrak untuk memuaskan nafsu sesaat mereka. Setelah nafsu mereka terpuaskan, mereka mengakhiri perkawinan mereka.

BisnisDalam motif bisnis yang melakukan kawin kontrak adalah pria berwarga negara asing dengan wanita berwarga Negara Indonesia. Pria warga Negara asing mengawini wanita tersebut dengan tujuan agar bisa memdapat ijin membuka usaha dan membeli tanah di Indonesia.

Page 7: Hukum Perdata : Kawin Kontrak

Misal: Seorang WNA tertarik membuka bisnis ukir di Jepara. Awalnya mereka melakukan kunjungan bisnis di Jepara dengan menggunakan visa wisata atau kunjungan kerja. Untuk melancarkan kegiatan bisnis mereka di Jepara dan membeli tanah di Indonesia, akhirnya mereka mengawini wanita Indonesia namun perkawinan itu hanya sesaat.

EkonomiDalam motif kawin kontrak terdapat motif ekonomi ada maksud tersimpan yang dimana salah satu pihak mendapatkan imbalan dari perjanjian sebelum melaksanakan kawin kontrak yaitu berupa sejumlah uang.

Misal: Dalam melakukan perjanjian kawin kontrak, salah satu pihak mensyaratkan hal yang menguntungkannya dalam perjanjian kawin tersebut. Seperti uang, rumah, mobil dan lain sebagainya.

E. DAMPAK NEGATIF DARI KAWIN KONTRAK

1. Penelantaran anak .

Anak hasil kawin kontrak . anak hasil kawin kontrak sulit di sentuh oleh kasih saying orang tua baik ayah maupun ibu. Kehidupan anak bisa terlepas dari tanggung jawab pendidikan orang tuanya, asing dalam pergaulan, sementara mental anak terbelakang. Keadaannya akan lebih parah jika anak tersebut perempuan. Kalau orang-orang menilainya sebagai perempuan murahan, bisakah dia menemukan jodohnya dengan cara yang mudah? Kalau iman dan mentalnya lemah, tidak menutup kemungkinan dia akan mengikuti jejak ibunya .

2. Kemungkinan terjadinya nikah haram.

Minimnya interaksi antara keluarga dalam kawin kontrak apalagi setelah perceraian,membuka jalan terjadinya perkawinan antara sesama anak seayah yang berlainan ibu atau bahkan perkawinan anak dengan ayahnya . sebab tidak ada saling kenal di antara mereka.

3. Menyulitkan proses pembagian harta warisan.

Ayah anaka hasil kawin kontrak -lebih-lebih yang sudah saling berjauhan-sudah biasanya sulit untuk saling mengenal.penentuan dan pembagian harta warisan tentu tidak mungkin dilakukan sebelum jumlah ahli waris dapat dipastikan.

4. Pencampur adukan nasab/keturunan

Page 8: Hukum Perdata : Kawin Kontrak

Dalam kawin kontrak bergilir, sulit memastikan siapa ayah dari anak yang dilahirkan.

F. KESIMPULAN

Kawin kontrak pada dasarnya tidak di perkenankan oleh hukum perkawinan Indonesia yang tertulis dalam UUP No.1 tahun 1974 pasal 1 yang mengandung pengertian bahwa apabila sebuah perkawinan dilakukan tidak berdasarkan agama dan kepercayaan masing - masing pihak maka tidak di akui keabsahannya dan menurut tujuannya kawin kontrak bukan merupakan perkawinan yang sah karena membentuk sebuah keluarga yang hanya untuk memenuhi tujuan - tujuan yang didasari kepentingan yang bertentangan dengan hukum perkawinan itu sendiri , misalnya untuk memenuhi kepentingan ekonomi.