Hubungan IMT dan Tingkat Stres dengan Kontrol Gula Darah

14
Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Tingkat Stres dengan Kontrol Gula Darah Penyandang Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Iqbal Habibie 1 , Ratna Maila Dewi 2 , Liniyanti D. Oswari 3 1. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya 2. Departemen Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, RSUP Dr. Moh. Hoesin 3. Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya Jl. Dr. Mohammad Ali, Komplek RSMH Palembang, Km. 3,5, Palembang, 30126, Indonesia Email : [email protected] Abstrak Diabetes mellitus (DM) tidak dapat diobati, namun dapat dikontrol. Status gizi yang baik dan manajemen stres yang baik dapat mempertahankan kadar gula darah baik pada penyandang DM tipe 2 sehingga seharusnya kontrol gula darah juga baik. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan indeks massa tubuh (IMT) dan tingkat stres dengan kontrol gula darah penyandang DM tipe 2. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. Penelitian dilakukan pada Oktober-Desember 2015. Populasi penelitian adalah penyandang DM tipe 2 yang datang ke poliklinik rawat jalan RSMH. Sampel penelitian adalah penyandang DM tipe 2 yang memiliki data hasil pemeriksaan HbA1c, yang berjumlah 70 orang. Data diperoleh melalui pengukuran antropometri (BB dan TB) untuk menentukan IMT dan penilaian tingkat stres menggunakan instrumen diabetic distress scale 17 (DDS17). Data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov pada program SPSS, PASW Statistic 18. Dari 70 subjek penelitian, 55 orang (78,6%) IMT normal, 37 orang (52,9%), stres ringan dan 40 orang (57,1%) dengan kontrol gula darah sedang. Tidak terdapat hubungan bermakna antara IMT dan kontrol gula darah penyandang DM Tipe 2 (p=0,887). Didapatkan hubungan bermakna antara tingkat stres dan kontrol gula darah penyandang DM tipe 2 (p=0,000). Pada penelitian ini, terdapat hubungan bermakna antara tingkat stres dan kontrol gula darah penyandang DM tipe 2. Kata kunci: Diabetes mellitus tipe 2, indeks massa tubuh, tingkat stres, kontrol gula darah (HbA1c) Abstract Diabetes mellitus can not be cured, but can be controlled. Good nutritional status and good stress management can maintain good blood sugar levels in people with type 2 diabetes, so it should also better blood sugar control. This study examines the relationship of body mass index (BMI) and stress levels with blood

description

Jurna Penelitian

Transcript of Hubungan IMT dan Tingkat Stres dengan Kontrol Gula Darah

Page 1: Hubungan IMT dan Tingkat Stres dengan Kontrol Gula Darah

Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Tingkat Stres dengan Kontrol Gula Darah Penyandang Diabetes Mellitus Tipe 2

di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Iqbal Habibie1, Ratna Maila Dewi2, Liniyanti D. Oswari3

1. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya2. Departemen Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, RSUP Dr. Moh. Hoesin

3. Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas SriwijayaJl. Dr. Mohammad Ali, Komplek RSMH Palembang, Km. 3,5, Palembang, 30126, Indonesia

Email : [email protected]

Abstrak

Diabetes mellitus (DM) tidak dapat diobati, namun dapat dikontrol. Status gizi yang baik dan manajemen stres yang baik dapat mempertahankan kadar gula darah baik pada penyandang DM tipe 2 sehingga seharusnya kontrol gula darah juga baik. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan indeks massa tubuh (IMT) dan tingkat stres dengan kontrol gula darah penyandang DM tipe 2. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. Penelitian dilakukan pada Oktober-Desember 2015. Populasi penelitian adalah penyandang DM tipe 2 yang datang ke poliklinik rawat jalan RSMH. Sampel penelitian adalah penyandang DM tipe 2 yang memiliki data hasil pemeriksaan HbA1c, yang berjumlah 70 orang. Data diperoleh melalui pengukuran antropometri (BB dan TB) untuk menentukan IMT dan penilaian tingkat stres menggunakan instrumen diabetic distress scale 17 (DDS17). Data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov pada program SPSS, PASW Statistic 18. Dari 70 subjek penelitian, 55 orang (78,6%) IMT normal, 37 orang (52,9%), stres ringan dan 40 orang (57,1%) dengan kontrol gula darah sedang. Tidak terdapat hubungan bermakna antara IMT dan kontrol gula darah penyandang DM Tipe 2 (p=0,887). Didapatkan hubungan bermakna antara tingkat stres dan kontrol gula darah penyandang DM tipe 2 (p=0,000). Pada penelitian ini, terdapat hubungan bermakna antara tingkat stres dan kontrol gula darah penyandang DM tipe 2.

Kata kunci: Diabetes mellitus tipe 2, indeks massa tubuh, tingkat stres, kontrol gula darah (HbA1c)

Abstract

Diabetes mellitus can not be cured, but can be controlled. Good nutritional status and good stress management can maintain good blood sugar levels in people with type 2 diabetes, so it should also better blood sugar control. This study examines the relationship of body mass index (BMI) and stress levels with blood sugar control in people with type 2 diabetes. This was an analytic observational study with cross sectional design. The study was conducted in October-December 2015. The study population was people with type 2 diabetes who came to an outpatient clinic RSMH. Samples were people with type 2 diabetes who have HbA1c examination result data, which numbered 70 people. Data obtained through anthropometric measurements (weight and height) to determine BMI and assessment of stress levels using instruments diabetic distress scale 17 (DDS17). Data were analyzed with the Kolmogorov-Smirnov test in SPSS, PASW Statistics 18. Of the 70 study subjects, 55 (78.6%) normal BMI, 37 (52.9%) mild stress, and 40 (57.1%) with moderate blood sugar control. There was no significant relationship between BMI and blood sugar control in people with Type 2 diabetes mellitus (p = 0.887). Found a significant correlation between stress levels and blood sugar control in people with type 2 diabetes mellitus (p = 0.000). In this study, there is a significant correlation between stress levels and blood sugar control in people with type 2 diabetes.

Keywords: Diabetes mellitus type 2, body mass index, stress levels, blood sugar control (HbA1c)

Page 2: Hubungan IMT dan Tingkat Stres dengan Kontrol Gula Darah

1. Pendahuluan

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin), sehingga terjadi abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.1 Penyandang DM di Indonesia menurut IDF tahun 2014 sebesar 9,1 juta dan angka kejadian DM diprediksikan akan terus mengalami peningkatan.2

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, jumlah penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa, dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2% pada daerah rural, maka diperkirakan jumlah penyandang DM berdasarkan prevalensi tersebut adalah sekitar 8,2 juta penyandang DM di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Mengikuti pola pertambahan penduduk, pada tahun 2030 nanti akan terjadi pertambahan jumlah penduduk menjadi 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM yang sama, jumlah penyandang DM di Indonesia akan bertambah menjadi 12 juta penyandang DM di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural.3

Peningkatan risiko kejadian DM erat kaitannya dengan obesitas. Obesitas dan DM sering berjalan bersamaan, karena tambahan beberapa kilogram berat badan akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.4 Kontrol berat badan menjadi penting dalam manajemen DM dan pencegahan perkembangan prediabetes menjadi DM. Salah satu cara sederhana yang umum digunakan untuk menentukan obesitas adalah dengan mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT). Melakukan kontrol gula darah secara rutin dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi DM.5

Diabetes mellitus merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat

dikontrol. Pemantauan kadar gula darah pada penyandang DM biasanya dilakukan setiap 3 bulan sekali atau minimal 2 kali dalam setahun melalui pemeriksaan HbA1c. Pemeriksaan HbA1c dapat menilai rata-rata kadar gula darah penyandang DM selama 3 bulan terakhir, semakin tinggi nilai HbA1c menunjukkan bahwa kadar gula darah selama 3 bulan terakhir cenderung tinggi atau dengan kata lain kadar gula darah tidak terkontrol dengan baik.

Kontrol gula darah pada penyandang DM seringkali mengalami kegagalan karena stres yang dialami. Tingkat stres selain mempengaruhi tingkat kepatuhan penyandang DM selama terapi, stres juga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar gula darah. Vranic et al. 2000, menyebutkan stres pada penyandang DM dapat mengakibatkan gangguan pada pengontrolan kadar gula darah, pada keadaan stres akan terjadi peningkatan sekresi hormon katekolamin, gkukagon maupun kortisol. Peningkatan kortisol akan meningkatkan konversi asam amino, laktat, dan piruvat di hati menjadi glukosa melalui glukoneogenesis, dengan demikian akan meningkatkan kadar glukosa darah.6

Penelitian yang menghubungkan antara angka obesitas dengan kejadian DM memang sudah banyak dilakukan, namun yang menghubungkan antara Indeks Massa Tubuh dan tingkat stres dengan kontrol gula darah penyandang DM belum banyak dilakukan padahal Indeks Massa Tubuh yang berlebihan dan tingkat stres yang tinggi bisa saja menjadi salah satu faktor penghambat kontrol gula darah penyandang DM, oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Tingkat Stres dengan Kontrol Gula Darah Penyandang DM Tipe 2 di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang”.

2. Metode Penelitian

Page 3: Hubungan IMT dan Tingkat Stres dengan Kontrol Gula Darah

Penelitian ini merupakan peneltian analitik observasional dengan desain cross sectional. Data didapatkan dari data primer yaitu pengukuran antropometri (BB dan TB) untuk menentukan nilai IMT dan hasil wawancara kuesioner Diabetic Distress Scale 17 (DDS17) untuk menentukan tingkat stres. Populasi dan sampel penelitian ini adalah penyandang diabetes melitus tipe 2 (DM Tipe 2) yang datang berobat ke Poliklinik Rawat Jalan RSUP Dr. Mohammad Hoesin, Palembang, yang dipilih dengan menggunakan accidental sampling. Penelitian dilakukan pada Oktober-Desember 2015. Kriteria inklusi penelitian ini adalah penyandang DM Tipe 2 yang datang ke Poliklinik Rawat Jalan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang yang bersedia menjadi responden, dan memiliki data hasil pemeriksaan HbA1c yang telah dilakukan sebelumnya. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah indeks massa tubuh, tingkat stres (skor DDS17) dan kontrol gula darah (HbA1c). Setelah data dikumpulkan, data disajikan dalam bentuk narasi, Tabel, dan grafik. Data kemudian dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov menggunakan program SPSS PASW Statistic 18.

3. Hasil

Dalam pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan pada Oktober-Desember 2015 didapatkan jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 70 orang, sehingga jumlah subjek yang akan dianalisis sebanyak 70 orang. Penelitian dilakukan setiap hari selama periode waktu penelitian tersebut.

Pada penelitian ini usia dikelompokkan menjadi 3 yaitu 30-45, 46-55 dan > 55 tahun. Didapatkan distribusi usia yang paling banyak adalah pada kelompok usia 46-55 tahun sebanyak 29 orang (41,4%) dan yang paling sedikit berada pada kelompok usia 30-45 tahun sebanyak 15 orang (21,4%). Pada penelitian ini, subjek termuda berusia 30 tahun dan yang paling tua berusia 79 tahun.

Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin didapatkan subjek

penelitian terbanyak adalah perempuan berjumlah 41 orang (58,6%). Tidak ada prevalensi pasti yang menunjukkan distribusi penyandang DM berdasarkan jenis kelamin.

Penilaian indeks massa tubuh penyandang DM tipe 2 dilakukan dengan cara melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan, selanjutnya indeks massa tubuh dihitung menggunakan rumus:

IMT = BB

(TB /100 )2

Nilai indeks massa tubuh dari 70 subjek penelitian diidentifikasi dan dikelompokkan kedalam 5 kelompok, yaitu sangat kurus, kurus, normal, berat badan lebih, dan obesitas.

Tabel 1. Sebaran Subjek Penelitian berdasarkan Indeks Massa Tubuh

Kelompok IMT N Presentase (%)Sangat Kurus 2 2,9

Kurus 2 2,9Normal 55 78,6

Berat Badan Lebih

5 7,1

Obesitas 6 8,6Total 70 100,0

Pada Tabel 1 dipaparkan frekuensi kelompok indeks massa tubuh (IMT). Dari data diatas dapat dilihat bahwa pada kelompok IMT sangat kurus frekuensi sebanyak 2 (2,9%) responden, kurus 2 (2,9%) responden, normal 55 (78,6%) responden, berat badan lebih 5 (7,1%) responden dan obesitas 6 (8,6%) responden. Dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki indeks massa tubuh normal merupakan responden terbanyak yang ditemukan pada saat dilakukan penelitian atau dengan kata lain dari 70 responden yang dijadikan subjek penelitian rata-rata memiliki indeks massa tubuh yang normal.

Tingkat stres pada penelitian ini ditentukan berdasarkan kuesioner diabetic disstress scale 17 (DDS17) yang dikategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu ringan, sedang dan berat.

Page 4: Hubungan IMT dan Tingkat Stres dengan Kontrol Gula Darah

Tabel 2. Sebaran Subjek Penelitian berdasarkan Tingkat Stres

Tingkat Stres N Persentase (%)

Ringan 37 52,9

Sedang 33 47,1

Berat 0 0

Total 70 100%

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 70 subjek penelitian, 37 (52,9%) orang mengalami stres ringan dan 33 (47,1%) orang mengalami stres sedang, dan responden yang mengalami stres berat 0 (0%) responden. Dapat disimpulkan bahwa penyandang DM Tipe 2 yang datang ke Poliklinik Rawat Jalan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang kebanyakan hanya mengalami stres ringan dan yang mengalami stres berat tidak ditemukan sama sekali.

Kontrol gula darah penyandang DM Tipe 2 ditentukan dengan melihat nilai HbA1c. Pemeriksaan HbA1c dapat menilai rata-rata kadar gula darah penyandang DM selama 3 bulan terakhir, semakin tinggi nilai HbA1c menunjukkan bahwa kadar gula darah selama 3 bulan terakhir cenderung tinggi atau dengan kata lain kadar gula darah tidak terkontrol dengan baik. Pada penelitian ini, kontrol gula darah dikelompokkan menjadi 3, yaitu kontrol baik, kontrol sedang, dan kontrol buruk.

Tabel 3. Sebaran Subjek Penelitian berdasarkan Kontrol Gula Darah (HbA1c)

Kontrol Gula Darah

N Persentase (%)

Kontrol Baik 6 8,6

Kontrol Sedang 40 57,1

Kontrol Buruk 24 34,3

Total 70 100

Berdasarkan Tabel 3 dari 70 subjek penelitian, 6 (8,6%) orang kontrol baik, 40 (57,1%) orang kontrol sedang, dan 24 (34,3%) orang kontrol buruk. Dapat

disimpulkan bahwa penyandang DM Tipe 2 yang datang ke Poliklinik Rawat Jalan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Paembang dengan kontrol baik adalah yang paling sedikit dan yang paling banyak adalah yang datang dengan kontrol sedang.

Tabel 4 merupakan uji analisis bivariat untuk menilai hubungan antara indeks massa tubuh dengan kontrol gula darah penyandang DM Tipe 2 yang datang ke Poliklinik Rawat Jalan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Uji analisis bivariat yang digunakan adalah uji Uji Kolmogorov-Smirnov.

Tabel 4. Analisis Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kontrol Gula Darah

Indeks Massa Tubuh

Kontrol Gula Darah (HbA1c) p*Baik Sedang Buruk

Sangat Kurus

0(0%)

1(1,4%)

1(1,4%)

0,887

Kurus 0(0%)

0(0%)

2(2,9%)

Normal 5(7,1%)

31 (44,3%)

19(27,1%)

Berat Badan Lebih

1(1,4%)

4(5,7%)

0(0%)

Obesitas 6(8,6%)

40(57,1%)

24(34,3%)

Total 6(8,6%)

40(57,1%)

24(34,3%)

*Signifikansip < 0,05 = terdapat hubungan yang signifikanp > 0,05 = tidak terdapat hubungan yang signifikan

Pada Tabel 4, dari 70 subjek penelitian didapatkan 2 orang (2,9%) IMT sangat kurus dengan kontrol gula darah masing-masing sedang (1,4%) dan buruk (1,4%), dan 2 orang dengan IMT kurus kedua-duanya dengan kontrol gula darah yang buruk (2,9%). Penyandang DM Tipe 2 dengan IMT yang normal 55 orang (78,6%) merupakan yang paling banyak ditemukan, dengan kontrol gula darah masing-masing 5 orang (7,1%) kontrol baik, 31 orang (44,3%) kontrol sedang dan 19 orang (27,1%) kontrol buruk. Penyandang DM Tipe 2 yang memiliki berat badan lebih berjumlah 5 orang (1,4%) dengan

Page 5: Hubungan IMT dan Tingkat Stres dengan Kontrol Gula Darah

kontrol gula darah masing-masing 1 orang (1,4%) kontrol baik dan 4 orang (5,7%) kontrol sedang, dan dari 6 orang (8,6%) penyandang DM Tipe 2 yang mengalami obesitas didapatkan 4 orang (5,7%) dengan kontrol sedang dan 2 orang (2,9%) kontrol buruk.

Berdasarkan data pada Tabel 4, dilakukan uji analisis bivariat Kolmogorov-Smirnov dan diperoleh nilai p value=0,887 (p>α) maka gagal menolak H0 yang artinya secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan kontrol gula darah penyandang DM Tipe 2 yang datang ke Poliklinik Rawat Jalan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Tabel 5 merupakan uji analisis bivariat untuk menilai hubungan antara tingkat stres dengan kontrol gula darah penyandang DM Tipe 2 yang datang ke Poliklinik Rawat Jalan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Uji analisis bivariat yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov

Tabel 5. Analisis Hubungan Tingkat Stres dengan Kontrol Gula Darah

Tingkat Stres

Kontrol Gula Darah (HbA1c) p*Baik Sedang Buruk

Ringan 6(8,6%)

27(38,6%)

4(5,7%)

0,000

Sedang 0(0%)

13(18,6%)

20(28,6%)

Berat 0(0%)

0(0%)

0(0%)

Total 6(8,6%)

40 (57,1%)

24(34,3%)

*Signifikansip < 0,05 = terdapat hubungan yang signifikanp > 0,05 = tidak terdapat hubungan yang signifikan

Berdasarkan Tabel 5 dapat dipaparkan bahwa dari 70 penyandang DM Tipe 2 yang dijadikan sampel penelitian, terdapat 37 (52,9%) orang yang mengalami stres ringan dengan kontrol gula darah masing-masing 6 (8,6%) orang kontrol baik, 27 (38,6%) kontrol sedang dan sebanyak 4 (5,7%) orang dengan kontrol buruk. Dari 33 (47,1%) orang yang mengalami stres sedang, didapatkan kontrol gula darah masing 13 (18,6%) orang dengan

kontrol sedang dan 20 (28,6%) orang dengan kontrol buruk, sedangkan yang melakukan kontrol gula darah baik tidak ditemukan. Penyandang DM Tipe 2 dengan stres berat juga tidak ditemukan pada penelitian ini.

Pada Tabel 5, dilakukan uji analisis bivariat Kolmogorov-Smirnov untuk melihat hubungan antara tingkat stres dengan kontrol gula darah penyandang DM Tipe 2 dan didapatkan nilai p value=0,000 (p<α), maka menolak H0 yang artinya secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan kontrol gula darah penyandang DM Tipe 2 yang datang ke Poliklinik Rawat Jalan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

4. Pembahasan

Beberapa tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah untuk mengetahui gambaran nilai indeks massa tubuh, tingkat stres, dan kontrol gula darah penyandang DM Tipe 2 yang datang ke Poliklinik Rawat Jalan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Berdasarkan data yang telah didapatkan dan dikelompokkan sesuai dengan kelompok indeks massa tubuh berdasarkan Depkes 2003, dari 70 penyandang DM Tipe 2 yang dijadikan subjek penelitian sebagian besar berada dalam rentang IMT normal yaitu sebanyak 55 orang (78,6 %). Gambaran IMT pada beberapa penelitian berbeda. Pada penelitian yang dilakukan oleh Fathmi 2012, dari 52 subjek penelitian, 31 orang (60%) memiliki IMT berlebih (obesitas) sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Adnan 2011, dari 37 subjek penelitian, 19 orang (51,4%) memiliki IMT normal. Faktor risiko lain terjadinya DM seperti usia, adanya riwayat DM, dan gaya hidup dapat menjadi faktor penyebab IMT berbeda pada setiap penelitian.

Deskripsi subjek penelitian berdasarkan tingkat stres menunjukkan hanya terdapat 2 kategori stres, ringan dan sedang. Subjek penelitian dengan stres berat tidak ditemukan sama sekali pada penelitian ini.

Page 6: Hubungan IMT dan Tingkat Stres dengan Kontrol Gula Darah

Subjek penelitian terbanyak mengalami stres ringan 37 orang (52,9%). Secara psikologis, seseorang yang terdiagnosis menyandang DM cenderung tidak dapat menerima kenyataan akan penurunan kemampuan dirinya akibat DM, yang akhirnya membawa dampak buruk bagi diabetesnya. Sikap pesimis terhadap masa depan dan kurangnya keyakinan diri menyebabkan timbulnya rasa khawatir akan masa depan dan menimbulakn stres. Dampak psikologis ini dapat menghilang seiring berjalannya waktu, semakin lama seseorang menyandang DM stres yang dialami semakin berkurang.

Distribusi subjek penelitian berdasarkan kontrol gula darah sebagian besar adalah dengan kontrol sedang sebanyak 40 orang (57,1%). Faktor penentu kontrol gula darah seseorang dilihat dari kepatuhan menjalani pengobatan. Pengobatan DM baik dengan konsumsi obat-obatan maupun perubahan gaya hidup harus dilakukan.

Indeks massa tubuh yang diatas normal (obesitas) merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus, dimana obesitas menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya resistensi insulin. Pada orang yang mengalami obesitas terjadi penumpukkan sel lemak yang berlebihan. Penumpukan sel lemak (sel adiposit) yang berlebihan pada obesitas dianggap sebagai suatu gangguan atau benda asing oleh tubuh, sehingga sebenarnya pada orang yang mengalami obesitas terjadi proses inflamasi ringan, namun terjadi secara terus menerus, akibatnya terjadilah resistensi insulin karena reseptor insulin di permukaan sel terganggu dan kadar gula darah di dalam plasmapun meningkat. 7,8,9

Faktor lain terjadinya diabetes pada obesitas adalah karena terjadinya peningkatan hormon leptin dan penurunan adiponektin. Leptin merupakan hormon yang dihasilkan oleh jaringan adiposa, setelah dikeluarkan leptin akan memberi sinyal ke otak dan memberikan informasi terkait status persediaan energi di dalam tubuh, informasi ini yang dapat menyebabkan penurunan nafsu makan dan

peningkatan pengeluaran energi dari lemak yang tersedia. Pada kasus obesitas, fungsi leptin ini terganggu atau disebut leptin resistance sehingga yang terjadi adalah sebaliknya, akan muncul perasaan ingin makan yang akhirnya dapat memperparah gejala hiperglikemia pada diabetes mellitus.10

Pada penelitian yang dilakukan oleh Hye Mi Kang dan Dong-Jun Kim, 2005 di Korea mengenai hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Kadar Gula Darah didapatkan hasil p = 0,002 (p<0,05) yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dengan kadar gula darah, dan peningkatan kadar gula darah berbanding lurus dengan peningkatan nilai IMT. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Adnan, Mulyati, dan Isworo, 2013 terhadap penyandang DM Tipe 2 di RS Tugu Rejo Semarang juga didapatkan hasil yang signifikan antara IMT dengan kadar gula darah (p value = 0,000). 11

Pada penelitian ini, mengenai hubungan IMT dengan kontrol gula darah penyandang DM Tipe 2 yang datang ke Poliklinik Rawat Jalan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang didapatkan hasil p = 0,887 (p>0,05) yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dengan kontrol gula darah. Beberapa perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya adalah:1. Pada penelitian yang dilakukan di Korea

oleh Kang dan Kim, 2005, sampel penelitian yang diambil adalah penduduk normal tanpa adanya riwayat DM yang dikelompokkan berdasarkan IMT dan kadar gula darah yang diambil adalah gula darah sewaktu.

2. Pada penelitian yang dilakukan Adnan, Mulyati, dan Isworo, 2013 penelitian dilakukan di RS Tugu Rejo Semarang yang merupakan RS Tipe B dan kadar gula darah yang diambil adalah gula darah sewaktu.

Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang yang

Page 7: Hubungan IMT dan Tingkat Stres dengan Kontrol Gula Darah

merupakan RS Tipe A yang menjadi pusat rujukan. Indeks massa tubuh yang diatas normal (obesitas) memang merupakan salah satu faktor risiko diabetes mellitus dan peningkatan kadar gula darah, namun ternyata pada penyandang DM Tipe 2 yang kronis dan tidak terkontrol dapat terjadi penurunan berat badan. Mekanisme penurunan berat badan pada DM dapat terjadi oleh karena defek sekresi insulin (insulin kurang) maupun adanya gangguan kerja insulin (resistensi insulin) mengakibatkan glukosa darah tidak dapat masuk kedalam sel otot dan jaringan lemak. Akibatnya untuk memperoleh sumber energi untuk kelangsungan hidup dan menjalankan fungsinya, maka otot dan jaringan lemak akan memecahkan cadangan energi melalui proses glikogenolisis dan lipolisis. Proses glikogenolisis dan lipolisis yang berlangsung terus menerus pada akhirnya menyebabkan massa otot dan jaringan lemak akan berkurang dan terjadilah penurunan berat badan.12

Menyandang diabetes mellitus tentunya akan menimbulkan stres bagi setiap orang yang mengalaminya baik itu ringan, sedang, maupun berat. Stres dapat mempengaruhi kontrol gula darah penyandang DM Tipe 2 melalui perubahan hormon yang terjadi dalam keadaan stres. Pada keadaan stres akan terjadi peningkatan sekresi hormon katekolamin, gkukagon maupun kortisol. Peningkatan kortisol akan meningkatkan konversi asam amino, laktat, dan piruvat di hati menjadi glukosa melalui glukoneogenesis, dengan demikian akan meningkatkan kadar glukosa darah.13

Peningkatan kadar gula darah secara terus menerus akan mengakibatkan gula darah menjadi tidak terkontrol.

Pada penelitian yang dilakukan di Amerika selama 1 tahun terhadap penyandang DM Tipe 2 didapatkan fakta bahwa bahwa manajemen stres yang baik dapat meningkatkan kontrol gula darah jangka panjang pada penyandang DM (p = 0,000), sama halnya dengan penelitian yang dilakukan olehKusumadewi, 2011

menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan kontrol gula darah penyandang DM Tipe 2 (p = 0,045).14,15

Pada penelitian ini, didapatkan hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan kontrol gula darah penyandang DM Tipe 2 yang datang ke Poliklinik Rawat Jalan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, dimana semakin ringan stres yang dialami kontrol gula darah penyandang DM Tipe 2 dapat berada pada kontrol baik sampai sedang.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan indeks massa tubuh dan tingkat stres dengan kontrol gula darah penyandang diabetes mellitus tipe 2 (DM Tipe 2) di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, dari 70 penyandang DM Tipe 2 yang dijadikan sampel penelitian dapat disimpulkan bahwa :1. Diketahui bahwa tidak ditemukan adanya

hubungan yang signifikan antara IMT dengan kontrol gula darah penyandang DM tipe 2 sedangkan untuk hubungan tingkat stres dengan kontrol gula darah penyandang DM tipe 2 memiliki hubungan yang signifikan.

2. Diketahui bahwa tingkat stres lebih mempengaruhi kontrol gula darah penyandang DM Tipe 2 dibandingkan dengan indeks massa tubuh.

3. Diketahui gambaran nilai indeks massa tubuh (IMT) dan tingkat stres penyandang DM Tipe 2 yang datang ke Poliklinik Rawat Jalan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang sebagai berikut:a. Penyandang DM Tipe 2 dengan indeks

massa tubuh dengan kategori normal merupakan yang terbanyak.

b. Penyandang DM Tipe 2 dengan stres ringan merupakan yang terbanyak, diikuti dengan stres sedang dan penyandang DM Tipe 2 dengan stres berat tidak ditemukan sama sekali.

4. Diketahui gambaran kontrol gula darah penyandang DM Tipe 2 yang datang ke

Page 8: Hubungan IMT dan Tingkat Stres dengan Kontrol Gula Darah

Poliklinik Rawat Jalan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang yang paling banyak adalah dengan kontrol sedang.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, kepada dr. Ratna Maila Dewi, SpPD, dr. Liniyanti D. Oswari, M.Sc, dr. Alwi Shahab, SpPD, K-EMD, Drs. Sadakata Sinulingga, Apt. M.Kes, Dr. dr. H. M. Zulkarnain, MMedSc, PKK, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, dan semua pihak yang membantu dalam upaya terlaksananya penelitian ini.

Daftar Acuan

1. American Diabetes Association. 2013. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 36: 567–574.

2. International Diabetes Federation. 2014. IDF Diabetes Atlas (edisi ke-6) rev. 2014.

3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2015. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015, hal: 10–12;51.

4. Webber L., Fanny K., Tim M., et al., 2012. High Rates of Obesity and Non-Communicable Diseases Predicted across Latin America. Plos one. 7(8): 1–6.

5. Kang HM, Kim DJ. 2005. Body Mass Index and Waist Circumference According to Glucose Tolerance Status in Korea: The 2005 Korean Health and Nutrition Examination Survey. Journal of Korean Medical Sciecne. 27(5): 518-524.

6. Vranic., Cherrington., Christopher LE., et al., 2000. Glucagon – Insulin Reactions in Glucoregulation and the Diabetogenic Role of Glucagon. Dalam: Levebvre PJ (Editor) Glucagon II. Berlin: Springer-Verlag, Hal: 326–327.

7. Bruun JM, Helge JW, Richelsen B, et al. 2006. Diet and exercise reduce low-grade inflammation and macrophage infiltration in adipose tissue but not in skeletal Muscle in severelyobese subjects. American Journal Physiology. 290(5): E961-E967.

8. Rull A., Jordi C., Carlos AV., et al., 2010. Insulin Resistance, Inflammation, and Obesity:Role ofMonocyte Chemoattractant Protein-1 (or CCL2) in the Regulation of Metabolism. Hindawi Publishing Corporation Mediators of Inflammation. 2010: 1–11.

9. Sun K., Christine MK., Philipp ES., 2011. Adipose tissue remodeling and obesit. The Journal of Clinical Investigation. 121(6): 2094–2101.

10. Klok MD, Jakobsdottir S, Drent ML. 2007. The role of leptin and ghrelin in the regulation of food intake and body weight in humans: a review. Amsterdam: Department of Endocrinology, VU University Medical Center. 8: 21–34.

11. Adnan F, Mulyani T, Isworo JT. 2013. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang. 2(1): 18-24

12. Sherwood L., 2001. Human Physiology : From Cells to Systems (8th Edition). Cengage Learning, hal: 2–18.

13. Guyton AC. 2000. Text Book of Medical Physiology, 10th. Eds. USA : W.B. Saunders Co, hal: 1171–1185.

14. Surwit RS., Nancy Z., Cynthia CM., et al., 2002. Stress Management Improves Long-Term Glycemic Control in Type 2 Diabetes. Diabetes Care. 25(1): 30– 34.

Page 9: Hubungan IMT dan Tingkat Stres dengan Kontrol Gula Darah

15. Kusumadewi MD. 2011. Peran Stresor Harian, Optimisme dan Regulasi Diri terhadap Kualitas Hidup Individu dengan Diabetes Melitus Tipe 2.