Proposal Murnajati 2015 IMT SAJA
-
Upload
ridwan-yasin -
Category
Documents
-
view
30 -
download
0
description
Transcript of Proposal Murnajati 2015 IMT SAJA
PROPOSAL PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN
HIPERTENSI PADA WANITA USIA 26-55 TAHUN YANG BERADA DI
DESA PURWODADI KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN
PASURUAN TAHUN 2015
Oleh :
Dokter Muda Kelompok II
Pembimbing Operasional :
Indawan Setyono H. SPd., MM
Pembimbing Akademik :
Atika SSi. MKes
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN
KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2015
i
PROPOSAL PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN
HIPERTENSI PADA WANITA USIA 26-55 TAHUN YANG BERADA DI
DESA PURWODADI KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN
PASURUAN TAHUN 2015
Oleh :
Dokter Muda Kelompok II
Pembimbing Operasional :
Indawan Setyono H. SPd., MM
Pembimbing Akademik :
Atika SSi. MKes
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN
KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2015
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
PROPOSAL PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN
HIPERTENSI PADA WANITA USIA 26-55 TAHUN DI DESA
PURWODADI KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN PASURUAN
TAHUN 2015
Oleh :
Ridwan Yasin 011011020
Andriyanto Sutanto 011011077
Wahyu Nur Faizah 011011117
Tiara Ayu Pratiwi 011011147
Fitria Nur Wahyuningsih 011011204
Telah disetujui dan disahkan pada
tanggal : .............................................
Pembimbing Akademik Pembimbing Operasional
Atika Ssi., M.Kes Indawan Setyono H., S.Pd., MM
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan berkatNya sehingga tugas penyusunan laporan penelitian kegiatan
kepaniteraan di UPT Pelatihan Kesehatan Masyarakat Murnajati – Lawang dapat
terselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan merupakan upaya untuk memahami
penyusunan dan pembuatan penelitian kemasyarakatan sebagai bekal bagi dokter
muda di masa mendatang.
Ucapan terima kasih kepada :
1. Kepala UPT Pelatihan Kesehatan Masyarakat Murnajati Kutut
Priyambada, SKM., SH., M.Ko
2. Indawan Setyono H., S.Pd., MM, selaku pembimbing operasional
3. Sulistiawati, dr., M.Kes., selaku pembimbing akademik
4. Atika SSi MKes., selaku pembimbing akademik
5. Semua pihak yang telah membantu.
Kritik dan saran diharapkan untuk penyempurnaan laporan ini. Semoga
penelitian yang dilaksanakan dapat bermanfaat bagi segenap pihak.
Surabaya, 6 April 2015
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Daftar Tabel vi
Daftar Gambar vii
Daftar Bagan viii
Daftar Lampiran ix
BAB 1 : PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan Penelitian 2
1.3.1. Tujuan Umum 2
1.3.2. Tujuan Khusus 2
1.4. Manfaat Penelitian 3
1.4.1 Manfaat Keilmuan 3
1.4.2 Manfaat Institusional 3
1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat 3
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1. Indeks Massa Tubuh 5
2.2. Tekanan Darah 6
2.2.1. Hipertensi 7
2.2.1.1. Epidemiologi 8
2.2.1.2. Etiologi 13
2.2.1.3. Patofisiologi 13
2.2.1.4 Gejala 16
2.2.1.5. Cara Mengukur 16
2.2.1.6. Komplikasi 17
2.2.1.7. Klasifikasi kelompok resiko 18
2.2.1.8. Penatalaksanaan dan Terapi 19
BAB 3 : KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 23
v
3.1. Kerangka Konseptual 23
3.2. Hipotesis Penelitian 24
BAB 4 : METODE PENELITIAN 25
4.1. Rancangan Penelitian 25
4.2. Lokasi Penelitian 25
4.3. Waktu Penelitian 25
4.4. Populasi dan Sampel Penelitian 25
4.4.1. Populasi Penelitian 25
4.4.2. Sampel Penelitian 25
4.4.3. Besar Sampel 26
4.4.4. Teknik Pengambilan Sampel 27
4.5. Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian 27
4.6. Pengumpulan Data 30
4.7. Instrumen Penelitian 30
4.8. Pengolahan dan Analisis Data 30
DAFTAR PUSTAKA 31
LAMPIRAN 44
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi berat badan yang diusulkan berdasarkan indeks
massa tubuh pada penduduk asia dewasa (IOTF, WHO 2000) 5
Tabel 2.2. Klasifikasi JNC-7 6
Tabel 4.1. Definisi operasional 26
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi jenis kelamin masyarakat Puskesmas
Ardimulyo 31
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi umur masyarakat Puskesmas Ardimulyo 31
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi pendidikan masyarakat Puskesmas
Ardimulyo 32
Tabel 5.4. Distribusi frekuensi pekerjaan masyarakat Puskesmas
Ardimulyo 32
Tabel 5.5. Distribusi frekuensi berat badan masyarakat Puskesmas
Ardimulyo 33
Tabel 5.6. Distribusi frekuensi tinggi badan masyarakat Puskesmas
Ardimulyo 34
Tabel 5.7. Distribusi frekuensi Indeks Massa Tubuh masyarakat Puskesmas
Ardimulyo 35
Tabel 5.8. Distribusi frekuensi pengukuran sistole pada wanita
Puskesmas Ardimulyo 35
Tabel 5.9. Distribusi frekuensi pengukuran diastole pada wanita
Puskesmas Ardimulyo 36
Tabel 5.10. Distribusi frekuensi pengukuran tekanan darah pada wanita
Puskesmas Ardimulyo 36
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Komplikasi hipertensi 17
viii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1. Patofisiologi hipertensi 14
Bagan 3.1. Kerangka konseptual 22
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kuisioner 46
Lampiran 2 : Output SPSS 48
x
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipertensi merupakan kasus multifaaktorial dengan banyak
komplikasi. Berdasarkan data WHO (World Health Organization) tahun
2012 jumlah penderita hipertensi diperkirakan sebanyak 600 juta orang
dengan 3 juta kematian setiap tahun. WHO menyebutkan terdapat sekitar
20 % populasi dewasa (umur 20 tahun ke atas) menderita hipertensi
(WHO, 2013). Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan
besar di Indonesia. Hal ini dikarenakan hipertensi merupakan masalah
kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai
dengan data Riskesdas 2013. Prevalensi hipertensi di Indonesia yang
didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8 persen
(Riskesdas, 2013). Angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak
dikumpulkan dan menunjukkan di daerah pedesaan masih banyak
penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan, baik
disebabkan sulitnya penemuan kasus maupun penatalaksanaan pengobatan
yang jangkauannya masih sangat terbatas. Selain itu, sebagian besar
penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan (Riskesdas, 2013).
Hipertensi dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah
obesitas (Tesfaye, 2007). Penilaian obesitas bisa dinilai dari Body Mass
Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT). Banyak penelitian
1
membuktikan adanya hubungan antara Indeks Massa Tubuh Dengan
Hipertensi dan diduga peningkatan berat badan memiliki peranan penting
pada mekanisme timbulnya tekanan darah. Framingham Study
berpendapat bahwa kurang lebih 46% pasien dengan Indeks Massa Tubuh
27 adalah penderita hipertensi (Tesfaye, 2007).
Peneliti melakukan survei pendahuluan terkait hasil-hasil
penelitian tersebut kepada wanita yang berada di Desa Purwodadi
Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan pada tanggal 6 April 2015 dan
didapatkan hasil 13 dari 30 penduduk menderita prehipertensi dan
hipertensi stage 1 dan 2. dan 9 diantaranya mempunyai Indeks Massa
Tubuh melebihi normal.
Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui hubungan antara Indeks
Massa Tubuh (IMT) Dengan Hipertensi terutama pada usia 26-55 tahun
1.2. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT)
Dengan Hipertensi pada wanita usia 26-55 tahun yang berada di DESA
PURWODADI KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN
PASURUAN TAHUN 2015.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
Menganalisis hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT)
Dengan Hipertensi pada wanita usia 26-55 tahun yang berada di DESA
2
PURWODADI KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN
PASURUAN TAHUN 2015.
Tujuan Khusus :
1. Mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT) pada wanita usia 26-55 tahun
yang berada di Desa Purwodadi, Kecamatan Purwodadi Kabupaten
Pasuruan tahun 2015.
2. Mengukur tekanan darah pada wanita usia 26-55 tahun yang berada di
Desa Purwodadi, Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan tahun
2015.
3. mengetehahui hubungan antara Indeks Massa Tubuh Dengan
Hipertensi pada wanita usia 26-55 tahun yang berada di Desa
Purwodadi, Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan tahun 2015.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tambahan kepada petugas kesehatan dan instansi terkait tentang
hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Hipertensi.
1.4.2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai hubungan
antara Indeks Massa Tubuh Dengan Hipertensi.
b. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
masyarakat untuk hidup sehat.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan suatu pengukuran
antropometri yang menunjukkan hubungan antara berat badan (kilogram)
dan tinggi badan (meter).
Indeks Massa Tubuh tidak dapat digunakan bagi :
Anak-anak yang dalam masa pertumbuhan
Wanita hamil
Orang yang sangat berotot, contohnya atlet
Indeks Massa Tubuh dapat digunakan sebagai alat skrining untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan yang berkaitan dengan berat badan.
Indeks Massa Tubuh bukan merupakan alat diagnostik. Seseorang
mungkin mempunyai IMT yang tinggi, namun perlu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut termasuk pengukuran tebal lemak kulit, evaluasi
diet, riwayat keluarga, dan pemeriksaan lain yang sesuai. Berat badan
adalah salah satu elemen dari Indeks Massa Tubuh yang bisa dinaikkan
atau diturunkan, dimana penurunan berat badan menjadi dasar manajemen
sindroma hipertensi yang bisa dicapai dengan cara diet, olahraga, obat,
atau kombinasi ketiganya.
Cara mengukur Indeks Massa Tubuh :
4
Seseorang dikatakan obesitas bila mempunyai Indeks Massa Tubuh
di atas 25 dan membutuhkan pengobatan bila di atas 30.
Tabel 2.1. Klasifikasi Berat Badan yang Diusulkan Berdasarkan Indeks Massa Tubuh pada Penduduk Asia Dewasa (IOTF, WHO 2000)
Kategori IMT (kg/m2) Risk of Co-morbidities
Underweight < 18.5 kg/m2 Rendah (tetapi resiko terhadap masalah-masalah klinis lain meningkat)
Batas Normal 18.5 - 22.9 kg/m2
Overweight: > 23
At Risk 23.0 – 24.9 kg/m2
Obese I 25.0 - 29.9kg/m2
Obese II > 30.0 kg/m2
2.2. Tekanan Darah
Tekanan darah merupakan hasil dari dua faktor yaitu pembuluh
darah dan volume darah
Tingginya tekanan darah hampir selalu diakibatkan tahanan
pembuluh darah perifer yang meningkat sebab volume darah konstan
kecuali pada kelebihan cairan, misalnya pada gagal ginjal kronik.
Cara pengukuran tekanan darah yang benar menurut WHO :
1. Posisi duduk atau berbaring, dalam keadaan tenang dan rileks, bagian
lengan yang diukur pada posisi lurus, pasang manset yang sesuai
dengan besarnya lengan dengan lilitan yang pas, tidak longgar dan
tidak boleh ditekan, tepi manset 2-3 cm di atas fosa kubiti, pipa udara
di atas fosa kubiti dan tidak boleh ada benda atau baju yang
mengganjal.
5
2. Tentukan tekanan sistole palpasi di fossa kubiti untuk menghindari gap
auskultasi (tidak terdengar ketukan saat darah mulai mengalir /
Korotkoff-1 sehingga yg terukur lebih rendah dari seharusnya).
3. Pompa dan naikkan tekanan 20-30mmHg di atas tekanan sistole
palpasi, letakkan stetoskop diafragma di atas fossa kubiti, turunkan
tekanan dengan kecepatan 2-3 mmHg/detik, dengarkan saat pertama
kali ketukan paling lemah (Korotkoff-1), mulai jelas (Korotkoff -2) ,
paling keras (Korotkoff-3), mulai melemah (Korotkoff-4) sampai
mulai menghilang (Korotkoff-5).
4. Tekanan sistole adalah Korotkoff-1, diastole adalah Korotkoff-5,
kecuali pada kasus adanya perbedaan tekanan sistol-diastol yang
mencolok (insufisiensi aorta, hipertiroid. anaemi, beri-beri) dipakai
Korotkoff-4 dan yang dicantumkan 2 angka Korotkoff 4/5
(mis.160/60-0 mmHg)
Tabel 2.2. Klasifikasi JNC 7Klasifikasi Tekanan
DarahSistole (mmHg) Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Stage 1 140-159 Atau 90-99Hipertensi Stage 2 ≥160 Atau ≥100
2.2.1. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan / tahanan vaskuler perifer
melebihi normal yang menimbulkan manifestasi meningkatnya
pengukuran tekanan darah.
6
2.2.1.1 Epidemiologi
Menurut distribusi epidemiologi, penyebab penyakit hipertensi terdiri dari:
1. Host
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit hipertensi
dilihat dari segi orang (Kumar, 2005) :
a. Usia
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia.
50-60% pasien yang berusia di atas 60 tahun mempunyai tekanan
darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini
merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi akibat pertambahan
usia. Pertambahan usia menyebabkan tekanan darah meningkat.
Setelah usia 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan
karena penumpukan zat kolagen pada lapisan otot. Tekanan darah
sitolik akan meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar
berkurang pada penambahan usia sampai dekade ketujuh,
sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai dekade
kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung menurun.
Peningkatan usia menyebabkan beberapa perubahan fisiologis.
Pada usia lanjut akan terjadi peningkatan resistensi perifer dan
aktivitas simpatik. Sensitivitas pengaturan tekanan darah (refleks
baroreseptor) pada usia lanjut berkurang. Selain itu, fungsi ginjal
juga mengalami penurunan, dimana aliran darah ginjal dan fungsi
glomerolus menurun.
7
b. Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
menopause karena dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan
dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung
dalam mencegah terjadinya proses arterosklerosis. Efek
perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya
imunitas wanita pada usia premenopause. Pada usia premenopause,
wanita sedikit demi sedikit kehilangan hormon estrogen yang
selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini
terus berlanjut, dimana hormon estrogen tersebut berubah
kuantitasnya sesuai dengan usia wanita secara alami yang
umumnya mulai terjadi pada wanita usia 45-55 tahun.
c. Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu menyebabkan
keluarga itu mempunyai resiko menderita hipertensi. Hal ini
berkaitan dengan peningkatan sodium intraseluler dan rendahnya
rasio potasium terhadap sodium. Individu dengan orang tua yang
menderita hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk
menderita hipertensi daripada orang yang tidak mempunyai
keluarga dengan riwayat hipertensi.
8
d. Ras
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang kulit hitam daripada
yang berkulit putih. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti
penyebabnya. Namun pada orang berkulit hitam ditemukan kadar
renin yang lebih rendah dan sensitifitasnya terhadap vasopresin
lebih besar.
e. Obesitas
Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan
dalam bentuk jaringan lemak. Pada orang yang memiliki kelebihan
lemak (hiperlipidemia), dapat terjadi penyumbatan darah sehingga
mengganggu suplai oksigen dan zat makanan ke organ tubuh.
Penyempitan dan sumbatan lemak ini memacu jantung untuk
memompa darah lebih kuat lagi agar dapat memasok kebutuhan
darah ke jaringan. Akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah,
maka terjadilah hipertensi. Dikatakan obesitas atau kegemukan jika
indeks massa tubuh > 27, yang merupakan salah satu faktor risiko
terhadap timbulnya hipertensi.
2. Agent
a. Obat-obatan, kopi, alkohol, asupan garam, makanan berlemak
Penggunaan obat-obatan seperti golongan kortikosteroid (kortison)
dan beberapa obat hormon, termasuk beberapa obat antiradang
(anti-inflammasi) secara terus menerus (sering) dapat
meningkatkan tekanan darah seseorang. Tekanan darah dapat
meningkat jika seseorang sering minum kopi. Kafein dalam kopi
9
memacu kerja jantung dalam memompa darah. Peningkatan
tekanan dari jantung ini juga diteruskan pada arteri, sehingga
tekanan darah meningkat. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh
asupan garam. Hipertensi lebih banyak berkembang pada
kelompok atau masyarakat yang mempunyai masukan garam yang
cukup tinggi, melampaui 5,8 gram setiap hari. Sedangkan pada
orang yang mempunyai kebiasaan makan makanan berlemak dapat
menyebabkan kelebihan lemak (hiperlipidemia) dan dapat
menyebabkan penyumbatan darah sehingga mengganggu suplai
oksigen dan zat makanan ke organ tubuh. Penyempitan dan
sumbatan lemak ini memacu jantung untuk memompa darah lebih
kuat lagi, agar dapat memasok kebutuhan darah ke jaringan.
Akibatnya tekanan darah menjadi meningkat, maka terjadilah
hipertensi (mancia, 2007).
b. Kontrasepsi Hormonal
Hormon yang mempengaruhi tekanan darah adalah hormon
estrogen dan hormon progesteron sintesis. Fungsi estrogen yang
menonjol adalah inhibisi sekresi FSH dan progesteron inhibisi
pelepasan LH. Pengukuran FSH dan LH dalam sirkulasi
menunjukkan bahwa kombinasi keduanya menekan kedua hormon.
Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh
akan memacu terjadinya gangguan pada pembuluh darah dan
kondisi pembuluh darah yang dimanifestasikan dengan kenaikan
tekanan darah.
10
c. Merokok
Rokok mengandung zat-zat kimia yang berbahaya bagi tubuh,
seperti tar, nikotin dan gas karbon monoksida. Tar merupakan
bahan yang dapat meningkatkan kekentalan darah sehingga
memaksa jantung untuk memompa darah lebih kuat lagi. Nikotin
dapat memacu pengeluaran zat catecholamine tubuh seperti
hormon adrenalin. Hormon adrenalin memacu kerja jantung untuk
berdetak 10 sampai 20 permenit dan meningkatkan tekanan
darah 10 sampai 20 skala. Hal ini mengakibatkan volume darah
meningkat dan jantung menjadi cepat lelah. Karbon monoksida
(CO) dapat meningkatkan keasaman sel darah sehingga darah
menjadi lebih kental dan menempel di dinding pembuluh darah.
Penyempitan pembuluh darah memaksa jantung memompa darah
lebih kuat sehingga tekanan darah meningkat. Menurut suatu
penelitian oleh dr. Thomas. S. Bowman dari Bringmans and
Womans Hospital Massachussetts, tekanan darah terbanyak terjadi
pada individu dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang
perhari.
3. Environment
a. Pola hidup
Individu dengan pola hidup pasif atau kurang olah raga cenderung
menderita hipertensi, apalagi jika ditambah dengan pola makan
yang berlebih.
11
b. Stress
Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan
curah jantung, sehingga akan merangasang aktivitas saraf simpatis.
Adapun stres ini berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial,
ekonomi dan karakteristik personal.
2.2.1.2 Etiologi
1. Primer / esensial
Penyebab tidak diketahui, merupakan jenis terbanyak (95 %) dan
biasanya dipengaruhi faktor keturunan. Didapatkan sekitar 70-80 %
kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalan keluarga.
2 . Sekunder
Akibat faktor / penyakit lain, antara lain :
- Obat kontrasepsi
- Penyakit parenkim ginjal (glomerulonefritis, gagal ginjal
akut, pielonefritis, ginjal polikistik, trauma/radiasi, hidronefrosis,
nefropati)
- Aterosklerosis, displasia fibrosis
- Wilm’s tumor
- Penyakit kelenjar adrenal (aldosteronisme, Cushing,
Pheokromositoma)
- Koartasio aorta
- Kehamilan (eklampsia)
(Kumar dkk, 2007)
12
2.2.1.3 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin 2 dari angiotensin 1 oleh angiotensin 1 converting enzyme
(ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur
tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di
hati. Selanjutnya oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah
menjadi angiotensin1. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin 1
diubah menjadi angiotensin 2. Angiotensin 2 inilah yang memiliki peranan
kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama, yaitu
meningkatkan sekresi hormon antidiuretik dan menstimulasi sekresi
aldosteron dari korteks adrenal.
Aksi utama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik
(ADH) dan rasa haus, ADH diproduksi di hipothalamus (kelenjar pituitari)
dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolaritas dan volume urine.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urine yang diekskresikan
keluar tubuh (anti diuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi
osmolaritasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler.
Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan
penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
13
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah
(Kumar dkk, 2007).
Berikut secara singkat patofisiologi di atas digambarkan dalam
bentuk bagan sebagai berikut :
Bagan 2.1. Patofisiologi hipertensi (10)
Renin
Angiotensin I
Angiotensin I Converting Enzyme
(ACE)
Angiotensin II
↑ sekresi hormon ADH Stimulasi sekresi aldosteron
(rasa haus) dari korteks adrenal
Urine sedikit pekat dan ↓ ekskresi NaCl (garam) dengan
↑ osmolaritas mereabsorpsinya di tubulus ginjal
mengentalkan ↑ konsentrasi NaCl di pembuluh darah
Menarik cairan intraseluler diencerkan dengan ↑ volume
ekstraseluler ekstraseluler
volume darah ↑ volume darah ↑
tekanan darah ↑ tekanan darah ↑
2.2.1.4 Gejala
14
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan
gejala. Tetapi jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa
timbul gejala berikut :
sakit kepala
kelelahan
mual
muntah
sesak nafas
gelisah
pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan
pada otak, mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat dapat mengalami penurunan
kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan
ini disebut ensefalopati hipertensif.
2.2.1.5 Cara mengukur
Cara pengukuran tekanan darah standar adalah sebagai berikut (Eugene,
2012):
1. Pengukuran tekanan darah (cara standar) dilakukan 2 x atau lebih
dengan selang waktu 2 menit. Posisi pasien dapat berbaring atau
duduk. Pengukuran dilakukan 2 menit segera setelah berdiri dari duduk
pada pengukuran pertama kali, terutama bila penderita tersebut adalah
orang tua, penderita yang sedang dalam pengaruh preparat tertentu
15
atau penderita diabetes melitus untuk mendeteksi adanya hipotensi
ortostatik.
2. Pengukuran lengan kontralateral saat pertama kali pengukuran. Hal ini
penting untuk menentukan etiologi penyempitan pembuluh darah
perifer / koarktasio aorta.
3. Jika tekanan darah penderita perlu dipantau setiap beberapa waktu,
dapat digunakan pengukur otomatis berupa ambulatory blood pressure
monitoring (ABPM) selama 24 jam.
2.2.1.6 Komplikasi
Organ target hipertensi meliputi jantung, pembuluh darah, otak,
mata dan ginjal (Kumar, 2005).
a. Jantung
Penyakit jantung koroner dengan segala manifestasinya.
Penyakit jantung hipertensif yang ditandai dengan dilatasi atrium
kiri, hipertrofi ventrikel kiri atau perubahan aksis EKG.
Aritmia
Mati mendadak terutama akibat LVH disertai aritmia
Diastolic dysfunction sampai sembab paru akut / Acute left heart
failure / Acute lung oedema (ALO) akibat tekanan darah yang
meningkat mendadak diikuti meningkatnya tegangan dinding dan
menurunnya elastisitas ventrikel kiri sehingga fungsi
dilatasi/pengisian menurun.
Kardiomiopati bila sangat lanjut oleh karena terjadi kongesti berat
akibat ikut andilnya perubahan di paru dan bagian kanan jantung
16
b. Otak
Ensefalopati
Transient Ischaemic Attack
Infark dan Perdarahan otak
c. Ginjal
Nefrosklerosis
d. Mata
Retinopati hipertensif sesuai dengan Keith – Wagner
2.2.1.7 Klasifikasi kelompok risiko
Terjadinya ”major cardiovascular event” (MCE) yang
menimbulkan kematian atau ketidakmampuan penderita dibagi menjadi
empat kategori (chobanian, 2003), yaitu :
I. Risiko rendah (kurang dari 15% mengalami MCE dalam 10 tahun)
yakni laki-laki dibawah 55 tahun atau wanita dibawah 65 tahun dengan
hipertensi derajat 1 tanpa disertai faktor risiko lainnya.
II. Risiko sedang (MCE 15-20% dalam 10 tahun) pada penderita
hipertensi ringan dan hanya 1-2 faktor risiko, meningkat persentasenya
bila hipertensi sedang disertai 1-2 faktor risiko.
III. Risiko tinggi (MCE 20-30% dalm 10 tahun) yakni penderita hipertensi
ringan dengan 3 atau lebih faktor risiko, hipertensi sedang dengan 1-2
faktor risiko, hipertensi berat walau tanpa faktor risiko
17
IV. Risiko sangat tinggi (> 30% MCE dlm 10 tahun) yakni semua
hipertensi berat yang disertai faktor risiko atau semua hipertensi
disertai manifestasi klinis penyakit kardiovaskuler dan ginjal
2.2.1.8 Penatalaksanaan dan terapi
Penatalaksanaan hipertensi adalah : pemeriksaan fisik yang
meliputi pengukuran tekanan darah pada kedua lengan, pemeriksaan
fundus okuli, penghitungan Indeks Massa Tubuh, evaluasi adanya bruit
pada arteri carotis, abdominal dan femoral, palpasi tiroid, pemeriksaan
jantung paru, palpasi abdomen untuk evaluasi adanya massa, pembesaran
ginjal, pemeriksaan edema tungkai serta pemeriksaan neurologi.
Pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan adalah
urinalisis, pemeriksaan gula darah, hematokrit, serum kalium dan kalsium,
kreatinin untuk estimasi GFR, profil lemak termasuk HDL kolesterol,
LDL kolesterol dan trigliserida, pemeriksaan EKG, kalau memungkinkan
juga disertakan pemeriksaan albumin urine atau rasio albumin/ kreatinin.
Pada keadaan tertentu atau jika tekanan darah sukar dikendalikan mungkin
diperlukan pemeriksaan tambahan.
Menurut JNC 7 yang bertujuan untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas penyakit jantung kardiovaskuler dan ginjal, menurunkan
tekanan darah hingga < 140 / 90 mmHg. Sedangkan tujuan khususnya
adalah menurunkan tekanan darah hingga pada level 130 / 80 mmHg pada
penderita dengan diabetes atau penyakit ginjal kronik. Serta mencapai
18
tekanan darah sistolik yang optimal terutama pada orang berusia > 50
tahun.
Obat penurun tekanan darah yang umum dikenal hingga saat ini
adalah penghambat ACE (ACEI), antagonis angiotensin (ARB), antagonis
Ca (CCB), penyekat beta (BB), dan diuretika. Diuretik golongan thiazide
dianjurkan sebagai terapi awal hipertensi. Bisa digunakan sebagai obat
tunggal atau kombinasi, karena golongan ini meningkatkan efikasi obat
anti hipertensi lain. Kombinasi dua obat yang ternyata efektif dan dapat
ditoleransi dengan baik misalnya adalah diuretik dengan beta blocker,
diuretik dengan ACEI atau ARB, Ca antagonist (dehidropiridin) dengan
beta blocker, Ca antagonist dengan ACEI atau ARB, Ca antagonist dan
diuretik, serta alfa blocker dan beta blocker.
Pada umumnya penderita hipertensi memerlukan dua atau lebih
obat anti hipertensi untuk mencapai target tekanan darah. Pada tekanan
darah 20/10 mmHg di atas tekanan darah optimal atau hipertensi stage 2
(JNC 7) pengobatan awal dipertimbangkan untuk menggunakan dua
macam kelas obat sebagai kombinasi tetap atau masing-masing tetap
diberikan tersendiri. Pemberian kombinasi obat anti hipertensi lebih cepat
mencapai target tekanan darah, namun harus tetap diwaspadai
kemungkinan terjadinya hipotensi ortostatik, terutama pada penderita
diabetes, disfungsi saraf otonom dan penderita geriatrik. Jika sudah terjadi
efek samping hipotensi ortostatik.
Penderita harus dievaluasi setiap bulan untuk penyesuaian obat
agar target tekanan darah tercapai. Evaluasi bisa dilakukan tiap tiga bulan
19
jika target telah tercapai. Sebaliknya pada penderita diabetes dan payah
jantung memerlukan evaluasi yang lebih sering.
European Society of Hypertension – European Society of
Cardiology Guidelines for the Management of Arterial Hypertension (ESH
– ESC) tahun 2003 menekankan perlunya penggunaan statin pada
penderita usia lanjut, riwayat jantung koroner, stroke iskemik, DM tipe-2
dan penyakit pembuluh darah perifer, terutama jika kolesterol total > 135
mg/dl. Aspirin dosis rendah diperlukan pada penderita hipertensi dengan
riwayat kejadian kardiovaskuler.
Pengobatan farmakologis saja tentunya tidak cukup dalam terapi
hipertensi. Perlu perubahan dan modifikasi kebiasaan hidup sehingga
dapat membantu menurunkan faktor risiko kardiovaskuler dan bermanfaat
pula dalam menurunkan tekanan darah secara murah. Faktor risiko
tersebut di antaranya adalah hipertrofi ventrikel kiri, kelainan EKG, DM
tipe 2, penyakit arteri perifer, riwayat stroke atau transient ischemic attack,
jenis kelamin pria, umur >55 tahun, mikroalbuminuria, proteinuria,
merokok, rasio kolesterol dan HDL > 6, serta riwayat keluarga penyakit
jantung koroner prematur.
Indeks Massa Tubuh diusahakan mencapai normal yaitu sekitar
18,5 – 24,9 kg/m2 dengan cara :
1. Menurunkan tekanan darah sistolik (TDS) 5 – 20 mmHg / 10 kg
penurunan berat badan.
2. Menyeimbangkan diet dengan asupan kalium dan kalsium yang cukup
dengan cara mengkonsumsi makanan yang kaya buah, sayur, rendah
20
lemak hewani dan mengurangi asam lemak jenuh sehingga TDS dapat
menurun 8 – 14 mmHg.
3. Mengurangi konsumsi natrium dengan takaran tidak lebih dari 100
mmol/hari (setara 6 gram NaCl) yang diharapkan dapat menurunkan
tekanan darah sistolik 2-8 mmHg.
4. Aktivitas fisik yang ditingkatkan dengan berjalan minimal 30 menit
per hari bisa menurunkan tekanan darah sistolik 4 – 9 mmHg.
5. Berhenti merokok
6. Mengurangi konsumsi alkohol.
21
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Konseptual
Gambar 3.1. Kerangka Konseptual
Keterangan : diteliti
tidak diteliti
Kerangka Konsep :
Pada kerangka konseptual di atas dapat dijelaskan faktor-faktor
yang mempengaruhi tekanan darah yang ditinjau dari segitiga
epidemiologi antara lain host (umur, jenis kelamin, genetik, ras, dan
indeks massa tubuh), agent (diet, kontrasepsi hormonal dan merokok) dan
environment (pola hidup, seperti kurang berolahraga serta stress).
Variabel yang diteliti adalah Indeks Massa Tubuh, sedangkan
variabel yang tidak diteliti adalah umur, jenis kelamin, genetik, konsumsi
22
Hipertensi
Usia
Jenis Kelamin
IMT
Genetik
Ras
Diet
Obat-obatan
Kontrasepsi Hormonal
Merokok
Lifestyle
Stress
HOST AGENT ENVIRONMENT
kopi, konsumsi alkohol, konsumsi obat-obatan, konsumsi makanan
berlemak, asupan garam, kontrasepsi hormonal, merokok, pola hidup yang
kurang berolahraga, dan stress.
3.2. Hipotesis Penelitian
Terdapat hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan
Hipertensi pada wanita usia 26-55 tahun yang berada di Desa Purwodadi.
23
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik observasional
dengan pendekatan cross sectional, yaitu variabel penelitian dikumpulkan
dalam waktu bersamaan pada satu kali pengambilan atau pengukuran.
Variabel independen yaitu Indeks Massa Tubuh dan variabel dependen
yaitu tekanan darah pada wanita usia 26-55 tahun yang berada di DESA
PURWODADI KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN
PASURUAN TAHUN 2015
4.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Purwodadi Kecamatan Purwodadi
Kabupaten Pasuruan. Pada tanggal 5 April 2015 sampai 10 April 2015.
4.3. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
4.3.1. Populasi Penelitian
Masyarakat usia 26-55 tahun yang yang berada di Desa Purwodadi
april 2015
4.3.2. Sampel Penelitian
Sampel adalah seluruh populasi (total populasi), yaitu masyarakat
usia 26-55 tahun yang yang berada di Desa Purwodadi Kabupaten
Pasuruan
A. Kriteria Inklusi
1. Bersedia menjadi responden.
24
n = Z 2 pq d2
2. Tidak hamil
B. Kriteria Eksklusi
1. Orang yang sangat berotot, misal atlet.
2. Pasien dengan komplikasi hipertensi.
4.4.3. Besar Sampel
Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini diambil
menggunakan rumus:
Di mana :
Z : nilai distribusi normal yang nilainya tergantung pada α. Bila
α=5%, maka nilai Z=1,96
p : proporsi kejadian di lapangan (P=43,3%)
d : kesalahan yang masih dapat ditolerir, dalam penelitian ini
d=10%=0,1
Q : 1-P
n = 1,96 2 . 0,43.0,57 0,12
= 94.1
Jadi, sampel minimal yang digunakan pada penelitian ini
berjumlah sekitar 95 orang
4.4.4. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel penelitian ini menggunakan cluster
random sampling yaitu peneliti mendaftar banyaknya kelompok
25
yang ada dalam populasi. Kemudian mengambil beberapa sampel
berdasarkan kelompok-kelompok tersebut. Kelompok yang
dimaksud adalah masing-masing desa di Kecamatan Purwodadi,
kemudian diambil beberapa responden di masing-masing desa
tersebut. Jumlah sampel minimal pada penelitian ini adalah 95.
Karena ada 4 dusun, maka jumlah sampel di masing-masing dusun
adalah 24 responden
4.4. VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
PENELITIAN
Variabel penelitian :
Variabel independen : Indeks Massa Tubuh
Variabel dependen : Tekanan darah
26
Tabel 4.1. Definisi Operasional
VARIABEL INDIKATOR DEFINISI OPERASIONAL INSTRUMENCARA
MENGUKURSKALA UKUR DAN
KRITERIA PENGUKURAN
Indeks massa tubuh (IMT)
Berat Badan dan Tinggi
Badan
Perbandingan antara nilai berat badan (dalam satuan kilogram) dan tinggi badan (dalam satuan meter) yang dikuadratkan. Satuan IMT adalah kg/m2.
Rumus IMT Menghitung
Skala OrdinalUnderweight : <18,5 kg/m2
Normal : 18,5-22,9 kg/m2
At risk : 23-24,9 kg/m2
Obese I : 25-29,9 kg/m2
Obese II : ≥ 30 kg/m2
HipertensiSistole dan
DiastoleJNC 7
Sistole: Suara detak yang pertama kali terdengar di stetoskop saat memeriksa tekanan darah dengan menggunakan tensimeter yang mansetnya dipasang dua jari di atas lipatan siku.
Diastole : Suara detak yang terakhir kali terdengar di stetoskop saat memeriksa tekanan darah dengan menggunakan tensimeter yang mansetnya dipasang dua jari di atas lipatan siku.
Klasifikasi JNC 7
Klasifikasi
Skala OrdinalNormal : sistole ≤ 120 mmHg dan diastole ≤ 80 mmHgPre-Hipertensi : sistole 120-139 mmHg atau diastole 80-89 mmHgHipertensi stage 1 : sistole 140-159 mmHg atau diastole 90-99 mmHgHipertensi stage 2 : sistole ≥ 160 mmHg atau diastole ≥ 100 mmHg
27
4.5. PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dilakukan dengan survei, yaitu dengan cara
mewawancarai dan memeriksa masyarakat yang ada 4 dusun di Desa
Purwodadi Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan. Data primer
diperoleh dari pemeriksaan yang dilakukan langsung oleh peneliti.
Pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan tekanan darah untuk mengetahui
tekanan darah responden dan melakukan pengukuran berat badan dan
tinggi badan. Dari jumlah responden yang menjadi sampel penelitian
diharapkan dapat memenuhi harapan peneliti sehingga data primer tersebut
dapat diolah.
4.6. INSTRUMEN PENELITIAN
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner dan
melakukan pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan berat badan dengan
menggunakan timbangan injak, pemeriksaan tinggi badan dengan
menggunakan meteran dan pemeriksaan tekanan darah yang menggunakan
beberapa instrumen, yaitu tensimeter dan stetoskop.
4.7. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Untuk mempersiapkan pengolahan data, setelah data dikumpulkan
dilakukan pengkodean yang dilanjutkan dengan pembersihan dan entry
data menggunakan program SPSS versi 17. Data diolah untuk mengetahui
frekuensi dan persentase, yang disajikan secara deskriptif dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi. Kemudian data diuji secara analitik dengan
terlebih dahulu melakukan uji normalitasnya dengan menggunakan
Kolmogorov Smirnov. Jika datanya normal maka digunakan uji statistik
Pearson dan jika datanya tidak normal digunakan uji statistik Spearman
Rho Test.
DAFTAR PUSTAKA
Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. (December 2003). "Seventh report
of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure". Hypertension 42 (6): 1206–52.
doi:10.1161/01.HYP.0000107251.49515.c2. PMID 14656957.
Depkes, 2011. Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa. Disitasi
6 April 2015 pukul 20.02 di
http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2011/10/ped-praktis-stat-
gizi-dewasa.doc.
Eugene Braunwald [et al.] 2012. Harrison’s principles of internalmedicine 18th
ed./editors, p. cm. The McGraw-Hill Companies, Inc., for manufacture
and export.
JNC 7. 2004. National High Blood Pressure Education Program. The seventh
report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. U.S. Department of
Health and Human Services. hal. 12.
Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Hypertensive Vascular Disease. 2005. Dalam:
Robn and Cotran Pathologic Basis of Disease, 7 th edition. Philadelphia:
Elsevier Saunders. p528-529.
Mancia G, De Backer G, Dominiczak A, et al. 2007. "2007 ESH-ESC Practice
Guidelines for the Management of Arterial Hypertension: ESH-ESC
Task Force on the Management of Arterial Hypertension". J.
Hypertens. 25 (9): 1751–62. doi:10.1097/HJH.0b013e3282f0580f.
PMID 17762635.
National Clinical Guidance Centre (August 2011). "7 Diagnosis of
Hypertension, 7.5 Link from evidence to recommendations".
Hypertension (NICE CG 127). National Institute for Health and Clinical
Excellence. hlm. 102. Diakses 6 April 2015
RISKESDAS. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Diakses di
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil
%20Riskesdas%202013.pdf pada 6 April 2015
Tesfaye dkk. 2007. Association between body mass index and blood pressure
across three populations in Africa and Asia. Nature Publishing Group.
Diakses di http://www.who.int/chp/steps/EthiopiaSTEPSPaper.pdf pada
6 April 2015
WHO. 2013. A global brief on hypertension Silent killer, global public health
crisis. Diakses di http://www.who.int/cardiovascular_diseases/
publications/global_brief_hypertension/en/ pada 6 April 2015
Lampiran 1
Tabel Ghant Chart
No KegiatanApril Tanggal
6 7 8 9 10 111. Survey Pendahuluan2. Menetapkan Tema Penelitian3. Penyusunan Proposal Penelitian4. Seminar Proposal Penelitian5. Pengumpulan Data6. Penyuluhan7. Entry Data8. Pengolahan dan Analisis Data9. Penyusunan Laporan Penelitian10. Seminar Laporan Penelitian