Hk Perjanjian Tutor 2 Clear

13
Hukum Perjanjian Internasional Tutorial 1 Pertemuan ke-2 Oleh: Therisya Karmila 1103005101 Fakultas Hukum Reguler

Transcript of Hk Perjanjian Tutor 2 Clear

Hukum Perjanjian Internasional Tutorial 1 Pertemuan ke-2

Oleh: Therisya Karmila 1103005101

Fakultas Hukum Reguler Universitas Udayana 2012

Discussion Task 1.2.

Diskusikan perbedaan antara Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Kontrak Internasional. Diskusikan Perbedaan sistematika Konvensi Wina 1969 dan UU 24 tahun 2000. Tuangkan hasil diskusi tersebut ke dalam matriks.

Problem Task 3. Apakah Memorandum of Understanding (MoU) dapat dikategorikan sebagai suatu perjanjian Internasional?

Discussion Task1. Perbedaan

antara Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Kontrak

Internasional. Perjanjian dalam hukum internasional sering disebut sebagai perjanjian

internasional yang harus dibedakan dengan istilah kontrak (bisnis) internasional. Salah satu hal yang membedakan hukum perjanjian internasional dengan hukum kontrak internasional ialah subyek hukumnya. Perjanjian internasional dilakukan oleh subyek-subyek hukum yang dikenal dalam cabang ilmu hukum internasional. Dua subyek hukum internasional yang sangat menonjol untuk melakukan perjanjian yaitu Negara dan Organisasi Internasional. Sedangkan dalam hukum kontrak internasional, subyek hukumnya adalah subyek hukum diluar Negara dan organisasi internasional. a.penggunaan (ruang lingkup)b.

bentuk

tertulis, tidak tertulisPerjanjian internasional tertulisKontrak internasional

c.

sifat

bisa terbuka, bisa tertutup, mengikat (public)Perjanjian internasional privat (tertutup)Kontrak internasionald.

subyek

Negara dan organisasi internasionalPerjanjian internasional orang / badan hokumKontrak internasionale.

unsur-unsur:

perbuatan hukum, persesuaian kehendak, pernyataan kehendak saling bergantung pada yang lainPerjanjian internasionalf. obyek

hal-hal yang bersifat public (kewarganegaraan)Perjanjian internasional privat (jual beli, perkawinan)Kontrak internasionalg.

bidang hukum

publicPerjanjian internasional privatKontrak internasional

Contoh: Dalam loan agreement, bila pihak ketiga yang membuat perjanjian dengan pemerintah Indonesia adalah subyek hukum perdata (commercial bank, misalnya) maka perjanjian merupakan kontrak bisnis internasional yang berdimensi public. Sementara bila pihak ketiga yang membuat perjanjian dengan pemerintah Indonesia adalah subyek hukum internasional, seperti negara atau organisasi internasional, maka loan agreement akan masuk dalam kategori perjanjian internasional. Dari sinilah dapat dilihat bahwa subyek hukum yang paling tegas menyatakan perbedaan hukum perjanjian internasional dengan hukum kontrak internasional.

2. Perbedaan sistematika Konvensi Wina 1969 dan UU No. 24 Tahun 2000 dalam

bentuk matriks.a.

Bagian I Pengantar

-

Konvensi Wina 1969 terdiri atas 5 pasal, yaitu pasal 1 sampai dengan pasal 5. Pasal 1 tentang ruang lingkup konvensi. Pasal 2 tentang arti istilah-istilah yang digunakan dan sering dijumpai dalam konvensi. Pasal 3 tentang perjanjian atau persetujuan internasional. pasal 4 tentang konvensi dan ketentuan-ketentuan dalam konvensi tidak memiliki daya berlaku surut. Pasal 5 tentang perjanjian internasional adalah dasar untuk membentuk OI dan perjanjian-perjanjian internasional.

-

UU No. 24 Tahun 2000 pengantar terdiri atas 3 pasal, yaitu pasal 1 sampai dengan pasal 3. Pasal 1 tentang arti istilah-istilah dalam perjanjian internasional. Pasal 2 tentang pertimbangan politis dan langkah-langkah yang diperlukan menteri dalam pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional menyangkut kepentingan publik. pasal 3 tentang empat cara pemerintah RI mengikatkan diri pada perjanjian internasional. b. Bagian II pembuatan atau perumusan dan mulai berlakunya suatu

perjanjian internasional-

Konvensi Wina 1969 yang terbagi lagi dalam 3 seksi; seksi 1 tentang pembuatan atau perumusan perjanjian, seksi 2 tentang pensyaratan atau reservasi yang dapat diajukan negara pada waktu menyatakan persetujuan untuk terikat pada perjanjian, seksi 3 tentang mulai berlaku dan penerapan sementara atas suatu perjanjian.

-

UU No. 24 Tahun 2000 semuanya meliputi 19 pasal dari pasal 9 sampai dengan pasal 25. pembuatan perjanjian internasional, terdiri dari 5 pasal dari pasal 4 sampai dengan pasal 8.c.

Bagian III penghormatan, penerapan, dan penafsiran suatu perjanjian

internasional-

Konvensi Wina 1969 terdiri dari 4 seksi; Seksi 1 tentang asas pacta sunt servada; Seksi 2 tentang penerapan suatu perjanjian internasional; Seksi 3 tentang penafsiran atas perjanjian internasional; seksi 4 tentang hubungan antara perjanjian dengan pihak ketiga.

-

UU No. 24 Tahun 2000 semuanya terdiri dari 12 pasal yaitu pasal 26 sampai dengan 38. pengesahan perjanjian internasional, terdiri dari 6 pasal dari pasal 9 sampai dengan pasal 14.d. Bagian IV amandemen dan modifikasi atas suatu perjanjian internasional -

Konvensi Wina 1969 terdiri dari 3 pasal yaitu pasal 39, 40, 41. UU No. 24 Tahun 2000 pemberlakuan perjanjian internasional, terdiri dari 2 pasal yaitu pasal 15 dan 16.

e. Bagian V ketidaksahan, pengakhiran, dan penundaan berlakunya suatu perjanjian internasional-

terdiri dari 5 seksi. Seksi 1 tentang ketentuan umum, Seksi 2 tentang ketidaksahan suatu perjanjian internasional, seksi 3 tentang pengakhiran dan penundaan berlakunya suatu perjanjian internasional. seksi 4 tentang prosedur yang harus diikuti berkenaan dengan masalah seperti tersebut pada seksi 3, seksi 5 tentang konsekuensi dari ketidaksahan, pengakhiran atau penundaan dari berlakunya suatu perjanjian internasional.

-

Semuanya terdiri dari 30 pasal, yaitu dari pasal 42 sampai dengan pasal 72 Penyimpanan perjanjian internasional, yaitu pasal 17 yang terdiri dari 5 ayat.

f. Bagian VI ketentuan-ketentuan lain, terdiri dari 3 pasal yaitu pasal 73, 74 dan 75 pengakhiran perjanjian internasional, terdiri dari 3 pasal yaitu pasal 18, 19, 20g. Bagian VII penyimpanan, pemberitahuan, perbaikan, dan pendaftaran suatu

perjanjian internasional-

yang terdiri dari 5 pasal, yaitu pasal 76 sampai dengan pasal 80

ketentuan peralihan yaitu pasal 21 yang isinya, pada saat undang-undang ini mulai berlaku, pembuatan atau pengesahan perjanjian internasional

yang masih dalam proses, diselesaikan sesuai dengan ketentuan undangundang ini. h. Bagian VIII ketentuan-ketentuan akhir yaitu berupa ketentuan yang dari segi sistematikanya memang layak ditempatkan pada bagian paling akhir dari suatu naskah peranjian atau konvensi.-

Terdiri dari 5 pasal; Pasal 81 tentang penandatanganan konvensi;

Pasal 82 tentang ratifikasi; Pasal 83 tentang aksesi ; Pasal 84 tentang mulai berlakunya; Pasal 85 tentang naskah Konvensi yang otentik.-

ketentuan penutup yaitu pasal 22, yang isinya, undang-undang ini

mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undnag ini melalui Lembaran Negara Republik Indonesia.

Problem Task Apakah Memorandum of Understanding (MoU) dapat dikategorikan sebagai suatu perjanjian internasional? Penamaan atau nomenclature dari perjanjian internasional sama sekali tidak menentukan bobot juridis. Tidak ada satu ketentuan pun dalam Konvensi Wina, instrument internasional ataupun peraturan perundang-undangan nasional. Dengan demikian secara teknis perjanjian internasional dapat diberi nama Treaty, Convention, Covenant, Agreement, Protocol, bahkan Memorandum of Understanding (MoU) disebut juga dengan kontrak awal (pra kontrak atau Memorandum of UnderstandingMoU); Hanya untuk yang terakhir perlu diperhatikan karena istilah ini mempunyai dua pengertian dan bukan karena penerapan di negara common law. Memorandum of Understanding atau disebut juga nota kesepahaman merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan bisnis dan hukum. Banyak orang, perusahaan atau para pelaku bisnis, memakai istilah itu untuk aktivitas bisnisnya. Akan tetapi seringkali istilah tersebut menimbulkan kerancuan. Orang banyak merasa rancu untuk membedakan antara pengertian Memorandum of Understanding (MOU) dengan sebuah perjanjian.

Sejauh mana perbedaan Memorandum of Understanding (MoU) lebih menunjuk kepada bentuk kesamaan pandangan bagi para pihak pembuatnya. Kesamaan pandangan bagi para pihak dan kesamaan kehendak yang kemudian di wujudkan dalam bentuk tertulis. Adanya kesepahaman itu bisa menimbulkan akibat bisnis bagi para pihak tergantung sejauh mana para pihak saling bersepaham, namun belum mempunyai akibat hukum. MoU ibarat ikatan pertunangan diantara dua orang yang dapat diputus oleh salah satu pihak dan bila pertunangan itu diputus atau tidak diwujudkan dalam tali perkawinan, tidak membawa konsekuensi hukum apapun. Berbeda halnya dengan Perjanjian yang ibarat perkawinan tidak dapat diputus begitu saja tanpa adanya putusan hukum dimana pemutusan itu menimbulkan akibat hukum terhadap anak dan harta. Dalam MoU, kesepahaman para pihak yang tertuang dalam bentuk tertulis dimaksudkan sebagai pertemuan keinginan antara pihak yang membuatnya. Sedangkan akibat dari Memorandum of Understanding apakah ada dan mengikat kepada para pihak, sangat tergantung dari kesepakatan awal pada saat pembuatan dari Memorandum of Understanding tersebut. Ikatan yang muncul dalam MoU adalah ikatan moral yang berlandaskan etika bisnis, sedangkan ikatan dalam perjanjian merupakan ikatan hukum yang berlandaskan pada aturan hukum dan pada kesepakatan para pihak yang dipersamakan dengan hukum. Sebagai ikatan hukum pengertian perjanjian atau agreement merupakan pertemuan keinginan (kesepakatan yang dicapai) oleh para pihak yang memberikan konsekuensi hukum yang mengikat kepada para pihak, untuk melaksanakan poin-poin kesepakatan dan apabila salah satu pihak ingkar janji atau wanprestasi, maka pihak yang wanprestasi tersebut diwajibkan untuk mengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan sebagaimana disepakati dalam perjanjian. Sedangkan pada MoU tidak ada kewajiban yang demikian. Dalam praktek sering terjadi judul yang digunakan Memorandum of Understanding, namun isinya merupakan perjanjian yang sudah mengikat para pihak sehubungan dengan isi perjanjian tersebut. Rumusan yang berlaku umum adalah semakin banyak detil dimasukkan dalam suatu kontrak, maka akan semakin baik pula kontrak tersebut. Karena kalau kepada masalah sekecil-kecilnya sudah disetujui, kemungkinan untuk timbul perselisihan di kemudian

hari dapat ditekan serendah mungkin. Karena itu tidak mengherankan jika dalam dunia bisnis terdapat kontrak yang jumlah halamannya puluhan bahkan ratusan lembar. Hanya saja demi alasan praktis terkadang kontrak sengaja dibuat tipis. Hal ini dilakukan karena yangdilakukanbaruhanyaikatan dasar, di mana para pihak belum bisa berpartisipasi atau belum cukup waktu untuk memikirkan detail-detailnya dan agar ada suatu komitmen di antara para pihak, sementara detailnya dibicarakan dikemudian hari. Untuk itu disepakati dahulu prinsip-prinsip dasar dari suatu kesepakatan. Kesepakatan semacam ini sering disebut sebagai Memorandum of Understanding (Selanjutnya disingkat M.O.U). Apa yang namanya M.O.U sebenarnya tidak dikenal dalam hukum konvensional di Indonesia, terutama dalam hukum kontrak di Indonesia. Tetapi dewasa ini sering dipraktekkan dengan meniru (mengadopsi) apa yang dipraktekkan secara internasional. Jadi sebenarnya dengan kita memberlakukan M.O.U itu telah ikut memperkaya khasanah pranata hukum di Indonesia ini. Dengan tidak diaturnya M.O.U di dalam hukum konvesional kita, maka banyak menimbulkan kesimpangsiuran dalam prakteknya, misalnya apakah M.O.U sesuai dengan peraturan hukum positif di Indonesia, atau apakah M.O.U bisa dikategorikan setingkat dengan perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata dan siapa yang bertanggung jawab apabila terjadi suatu pengingkaran di dalam kesepakatan semacam ini, juga yang paling ekstrim adalah ada yang mempertanyakan apakah M.O.U merupakan suatu kontrak, mengingat M.O.U hanya merupakan suatu nota-nota kesepakatan saja. MoU secara teoritis merupakan ikatan moral, bukan ikatan hukum. Namun dalam praktek kerap tidak dibedakan antara ikatan moral ataupun ikatan hukum. Hal penting untuk diperhatikan adalah melihat substansi. Apabila substansi berisi ikatan hukum bahkan diintensikan sebagai ikatan hukum maka MoU berisi harapan-harapan dan masih akan ditindaklanjuti dengan ikatan hukum berupa perjanjian internasional maka MoU tersebut merupakan ikatan ikatan moral yang tidak dapat mempunyai dampak sebagai perjanjian internasional. Mou bisa dikategorikan sebagai perjanjian internasinal apabila MoU itu memenuhi unsure-unsur perjajian internasional tersebut yaitu kata:

a. kata sepakat b. subyek-subyek hokum c. berbentuk tertulis d. obyek tertentu e. tunduk pada atu diatur oelh hukum internasional