Hipokalemia Word
description
Transcript of Hipokalemia Word
BAB I
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Ginjal
1. Makroskopis
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium
(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di bagian
atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua
ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran
panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia
dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya
antara 120-150 gram.
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 1
Ginjal
Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke dalam.
Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan
dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal
kanan biasanya terletak sedikit ke bawah dibandingkan ginjal kiri untuk memberi
tempat lobus hepatis dexter yang besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut
oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak
(lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam guncangan.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis
di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian
medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi
menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong
yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks
renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks
renalis minores.
Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-
piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen
tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk
duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak
duktus pengumpul.
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 2
2. Mikroskopis
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah
pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula
bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan
tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul.
Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat sebagai
saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan disaring
sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-kira 170 liter per
hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan
keluar ke saluran Ureter, kandung kencing, kemudian ke luar melalui Uretra.
Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam
tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang
masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan
pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor.
Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin
3. Vaskularisasi
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra
lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak
disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut
bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya
membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun
paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada
glomerulus.
Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler
peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam jalinan
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 3
vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena
renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml
darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit)
lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada korteks sedangkan sisanya
dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah
melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah
resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian
mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan.
4. Persarafan Pada Ginjal
Menurut Price (1995) “Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor),
saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini
berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal”.
Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat
vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah “menyaring/membersihkan” darah. Aliran
darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi
cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses
dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.
Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal adalah
a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
b) mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,
c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
e) Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
f) Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 4
g) Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah.
h)
Tahap Pembentukan Urin :
1) Filtrasi Glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti
kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap
protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih
kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal
(RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200
ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui
glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR =
Glomerular Filtration Rate).
Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal
dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula
bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi
dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s
serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh
tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 5
2) Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat
tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
3) Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah
melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara
alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam
tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam
sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier
membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium
kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang
diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES)
dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 6
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita
memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh,
kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau
mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat
dikoreksi secara theurapeutik.
Asidosis
Asidosis adalah keadaan dimana pH darah Arteri dibawah 7.4. Asidosis ini terbagi
menjadi dua jenis yaitu Asidosis respiratorik dan asidosis metablolik
a) Asidosis respiratorik
Secara umum asidosis repiratorik disebabkan karena naiknya
PCO2dalam darah. Hal ini terjadi akibat hipoventilasi. Dengan peningkatan
PCO2akan mengakibatkan terjadi peningkatan konsentrasi H2CO3 dan H+.
Penyebab asidosis respiratorik yaitu hal-hal yang menyebabkan hipoventilasi,
yaitu
Hambatan pada pusat pernapasan di medulla oblongata
Gangguan pada otot-otot pernapasan
Gangguan pertukaran gas
Obstruksi sel-sel napas baik atas akut
Kompensasi yang terjadi dalam tubuh untuk mengurangi PCO2 yaitu
pertama dengan cara meningkatkan ventilasi alveoli. Dengan peningkatan
ventilasi alveoli ini tubuh akan membuang kelebihan CO2 yang berlebih.
Kompensasi selanjutnya yaitu dengan cara peningkatan HCO3- plasma yang
disebabkan oleh penambahan bikarbonat baru ke dalam cairan ekstrasel oleh
ginjal. Peningkatan HCO3- membantu mengimbangi peningkatan PCO2
- ,
sehingga mengembalikan pH plasma kembali normal.
Mekanisme penurunan H+ ini seperti ini, sel tubulus akan memberi
respons secara langsung terhadap peningkatan PCO2 darah. Peningkatan
PCO2akan meningkatkan PCO2 sel tubulus, menyebabkan peningkatan
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 7
pembentukan H+ dalam sel tubulus, yang kemudian merangsang sekresi H+
lebih banyak.
b) Asidosis metabolik
Pada asidosis metabolik, kelebihan H+ melebihi HCO3- yang terjadi di
dalam cairan tubulus secara primer disebabkan oleh penurunan filtrasi HCO3-.
Penurunan ini dikarenakan penurunan konsentrasi HCO3- cairan ektrasel.
Penurunan kadar HCO3 ini dapat dikarenakan hilang melalui ekresi ginjal maupun
karena diare.
Selain karena penurunan kadar HCO3-, asidosis metabolik dapat juga
disebabkan oleh penambahan asam di CES, sebagai contoh asidosis laktat,
ketogenesis, asam dari TGI. Penambahan asam ini akan meningkatkan kadar
H+ secara langsung. Inti dari penyebab asidosis metabolik yaitu terjadi penurunan
rasio HCO3- /H+. baik terjadi kekurang HCO3
- maupun peningkatan H+.
Kompensasi yang terjadi dalam tubuh paling primer yatiu dengan
peningkatan ventilasi alveoli. Peningkatan ini akan mengurangi PCO2 dan
kompensasi ginjal, yang dengan menambahkan bikarbonat baru ke dalam cairan
ekstrasel, membantu memperkecil penurunan awal konsentrasi HCO3-ekstrasel,
serta meningkatakan ekskresi ion H+ untuk mengurangi kadar ion H+ di CES.
Hipokalemia
Kadar konsentrasi kalium yang rendah merupakan kelainan elektrolit yang paling
sering ditemukan pada pasien yang berkunjung ke rumah sakit. Kadar konsentrasi potassium
yang rendah didefinisikan apabila kurang dari 3,6 mmol/liter. Hipokalemia dapat ditemukan
pada 20% dari pasien rawat inap di rumah sakit. Sebagian besar dari pasien rawat inap ini
adalah mereka yang mempunyai kadar potassium berkisar anatara 3.0 sampai 3.5 mmol/liter.
Kadar konsentrasi potassium yang rendah dapat ditemukan antara 10 sampai 40% pada
pasien yang mengkonsumsi thiazide diuretik.
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 8
Hipokalemia biasanya dapat ditoleransi pada orang dengan keadaan tubuh yang sehat,
tetapi harus diterapi pada orang sakit. Hipokalemia sedang maupun berat dapat meningkatkan
angka morbiditas dan mortalitas pasien dengan penyakit kardiovaskular. Ketika diagnosis
hipokalemia ditegakkan, penyebab-penyebab terjadinya hipokalemia harus segera di terapi.
Pengaturan Keseimbangan Kalium didalam Tubuh
Keseimbangan kalium didalam tubuh diatur oleh beberapa hormon. Distribusi
transelular kalium normal ( rasio dari intraselular ke ekstraseluler) diatur oleh sekurangnya
dua hormon yang memberikan sinyal kepada sel. Kedua hormon tersebut adalah insulin dan
β- adrenergik katekolamin.
Insulin dan β-adrenergik katekolamin meningkatkan potassium selular uptake dengan
menstimulasi membran sel Na+/K+-ATPase. Bagi insulin, mekanisme kerja Na+/K+-ATPase
merupakan mekanisme umpan balik. Dimana hiperkalemia menstimulasi sekresi insulin dan
hypokalemia menghambat sekresi insulin. Tidak ada mekanisme umpan balik yang
dihasilkan oleh β- adrenergik, tetapi β-blokade meningkatkan kadar serum kalium dan β-
agonist menurunkan kadar serum kalium sebagai mekanisme pengaturan kadar kalium
didalam tubuh.
Sintesis Na+/K+-ATPase juga distimulai oleh hormon thyroid, yang juga dapat
menyebabkan hypokalemia pada pasien yang didiagnosis dengan hyperthyroidism. Alkali
dapat menyebabkan pergeseran kalium kedalam sel, tetapi respon yang didapat masih sangat
bervariasi. Pada pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir, pemberian bikarbonat hanya
memiliki sedikit efek pada distribusi transselular kalium.
Belum jelas apakah aldosteron mempengaruhi distribusi transeluler kalium, tetapi
hormon ini merupakan regulator kalium terbesar didalam tubuh, melalui efeknya
mengeksresikan kalium melalui ginjal. Sama hal nya seperti insulin, aldosteron juga memiliki
umpan balik terhadap kalium. Hiperkalemia menyebabkan sekresi aldosteron, sedangkan
hipokalemia menghambat sekresi aldosteron.
Pengaturan konsentrasi kalium ekstraselular dan kandungan potassium didalam tubuh
tidak berjalan bersisian. Konsentrasi kalium didalam tubuh dan hipokalemia dapat berkurang
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 9
hanya karena kurangnya konsumsi makanan atau minuman berkalium dalam waktu yang
lama meskipun fungsi ginjal berjalan baik.
Gambar 1 : Hormon yang berpengaruh pada regulasi potasium
Insulin dan β-adrenergik katekolamin merangsang masuknya kalium kedalam sel
dengan cara menstimulasi Na+/K+-ATPase. Aldosterone merangsang eksresi dari kalium.
Terdapat mekanisme umpan balik pada insulin dan aldosteron : peningkatan kalium ekstrasel
menstimulasi sekresi dari insulin dan aldosteron, dan penurunan kalium ekstrasel
menghambat sekresi dari kedua hormon tersebut. Angiotensin II mempunyai efek sinergis
terhadap aldosteron yang dapat menyebabkan hiperkalemia.
Pasien dengan hipokalemia seringkali tidak memberikan gejala apapun, terutama pada
hipokalemia ringan (serum kalium 3.0 – 3.5 mmol/L). Hipokalemia yang lebih berat ( serum
kalium ≤ 2.9 mmol/L) biasanya memberikan gejala umum non-spesifik seperti kelemahan,
kelelahan, dan konstipasi. Pada kadar serum potassium kurang dari 2.5 mmol/L nekrosis otot
akan dapat ditemukan dan pada kadar serum kalium kurang dari 2.0 mmol/L dapat ditemukan
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 10
kelumpuhan otot, yang apabila tidak segera diterapi akan menyebabkan kelumpuhan otot
pernapasan. Gejala-gejala yang timbul bersinergi dengan penurunan kadar serum kalium.
Pada pasien tanpa penyakit jantung, kelainan pada konduksi jantung seperti aritmia,
jarang ditemui walaupun kadar kalium pasien kurang dari 3.0 mmol/L. Tetapi pada pasien
dengan kelainan jantung seperti iskemia, gagal jantung, maupun hypertrofi ventrikel kiri,
hipokalemia dapat menyebabkan aritmia. Penurunan kadar kalium didalam tubuh dapat
meningkatkan tekanan darah sistolik maupun diastolik saat asupan natrium tidak dibatasi
dengan meningkatkan retensi natrium di ginjal.
Hipokalemia jarang didiagnosis berdasarkan presentasi klinis, tetapi didiagnosis
melalui pemeriksaan kadar kalium didalam serum. Kadar kalium yang rendah menandakan
terjadinya gangguan regulasi homeostatis didalam tubuh.
Hipokalemia hampir selalu merupakan kehilangan abnormal kalium didalam tubuh,
dan lebih jarang disebabkan karena pergeseram kalium dari ekstraseluler ke dalam sel. Dalam
kedua kasus, obat yang diresepkan dokter dan dikonsumsi oleh pasien adalah penyebab
paling umum terjadinya hipokalemia. Jadi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
meninjau riwayat pengobatan pasien. Apabila riwayat konsumsi obat pada pasien tidak ada,
harus dipikirkan apakah suatu alkalosis metabolik melalui ginjal, ataupun pengeluaran kalium
melalui feses yang diinduksi oleh diare.
Tanda dan Gejala Hipokalemia
Pernapasan yang lambat dan sulit untuk bernafas
Tekanan darah meningkat
Denyut nadi lemah
Aritmia
Cepat merasa pusing ketika berdiri
Bingung
Anxietas
Kelemahan otot
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 11
Kekakuan otot
Mual
Muntah
Konstipasi
Distensi abdomen
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 12
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 13
Penyebab terjadinya hipokalemia
Malnutrisi, atau intake kalium yang kurang
Kehilangan kalium pada traktus gastrointestinal
o Muntah
o Diare
o Penggunaan enama atau laksatif
Efek dari obat-obatan
o Diuretik
o Agonist beta-adrenergik
o Steroid
o Teofilin
o Aminoglikosida
Pergeseran kalium intraseluler
o Insulin
o Alkalosis
Kehilangan kalium pada ginjal
o Asidosis Tubular Renalis
o Hiperaldosteronism
o Deplesi magnesium
o Leukemia
Asupan Kalium yang Kurang
Diet dengan kadar potasium yang rendah, yaitu kurang dari 1g/hari (25 mmol/L)
dapat menyebabkan kekurangan potasium dan hipokalemia dikarenakan kemampuan ginjal
untuk mengekresikan kalium gagal karena mekanisme homeostatis. Pengurangan kalium
dalam jumlah banyak jarang terjadi karena intake kalium dalam makanan kurang, terkecuali
pada pasien yang menderita kelaparan.
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 14
Diare
Konsentrasi kalium didalam feses berkisar antara 80 sampai 90 mmol/L. Tetapi
dikarenakan kadar air didalam feses rendah, maka hanya sekitar 10 mmol/L potasium yang
keluar melalui feses. Pada diare, konsentrasi kalium pada feses meningkat, sehingga
kehilangan kalium menjadi lebih banyak.
Laksatif dan Enema
Dosis besar penggunaan laksatif dapat menyebabkan hipokalemia dengan cara
pembuangan kalium melalui feses. Begitu pula dengan enema. Diagnosis hipokalemia karena
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 15
z penggunaan laksatif maupun enema dapat didiagnosis pada pasien yang menggunakan
obat-obatan untuk menurunkan berat badan.
Obat-Obatan yang Menginduksi Terjadinya Pergeseran Kalium dari Ekstraseluler ke
dalam Sel
Obat β2- Simpatometik
Banyak obat-obatan yang mempunyai efek b2-simpatometik seperti bronkodilator,
dan penghambat kontraksi uterus. Standar dosis untul albuterol nebulisasi dapat menurunkan
kadar potassium 0.2 sampai 0.4 mmol/L, dan dosis kedua dengan penggunaan kurang lebih
satu jam dapat menurunkan kadar kalium sampai dengan 1 mmol/L.
Penurunan kadar kalium karena penggunaan albuterol nebulisasi dapat bertahan
sampai dengan empat jam. Penggunaan pseudoefedrin oral dapat menyebabkan hipokalemia
berat. Ritordin dan terbutalin, obat penghambat kontraksi uterus, dapat menurunkan kadar
kalium sampai dengan 2.5 mmol/L setelah penggunaan 4 sampai 6 jam intravena.
Xantin
Teofilin dan kafein bukan merupakan golongan simpatomimetik, tetapi kedua obat ini
dapat menstimulasi pengeluaran simpatetik amin dan juga meningkatkan eksresi Na+/K+-
ATPase dengan menghambat phospodiesterase. Hipokalemia yang berat dapat terjadi pada
pasien dengan keracunan teofilin. Kafein dalam cangkir kopi dapat menurunkan kadar kalium
sampai dengan 0.4 mmol/L.
Obat-Obatan Lain
Meskipun Calcium Canal Blocker dapat meningkatkan penyerapan kalium dalam
beberapa penelitian, tetapi pemberian Calcium Canal Blocker dalam dosis yang tepat tidak
menyebabkan hipokalemia. Tetapi konsumsi verapamil dalam dosis besar yang disengaja
dapat menyebabkan hipokalemia berat. Konsumsi kloroquin dalam dosis yang besar juga
dapat menyebabkan hipokalemia dengan cara menghambat pengeluaran kalium dari dalam
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 16
sel. Insulin menyebabkan kalium masuk kedalam sel, penggunan insulin juga dapat
menyebabkan penurunan kadar kalium didalam tubuh. Hipokalemia merupakan masalah
klinis yang penting, terkecuali dalam penggunan insulin yang berlebihan dan dalam
pengobatan diabetes ketoasidosis.
Obat-Obatan yang Menyebabkan Kehilangan Kalium Abnormal didalam Tubuh
Diuretik
Penyebab hipokalemia paling umum adalah penggunaan terapi diuretik. Tiazid dan
diuretik bloker klorida berkaitan dengan reabsorbsi sodium (masing-masing menghambat
membran transport protein yang berbeda), dan hasilnya peningkatan pengakutan sodium
kedalam tubulus ginjal yang akan menyebabkan reabsorbsi natrium dan eksresi kalium ke
dalam urin. Derajat hipokalemia berhubungan dengan dosis tiazid yang diberikan. Semakin
besar dosis tiazid yang diberikan, semakin berat derajat hipokalemia pada pasien.
Kombinasi dari furosemid atau bumetanid dengan metolazone dapat menyebabkan
hipokalemia yang bervariadi dari sedang ke berat walapun dengan penggunaan suplemen
kalium.
Diuretik yang menyebabkan hipokalemia biasanya tidak dihubungkan dengan sedang
sampai berat alkalosis metabolik (konsentrasi serum bikarbonat 28-36 mmol/L).
Asetozolamid dapat meningkatkan eksresi kalium dengan menghambat hidrogen-natrium
reabsorbsi, sehingga memungkinkan terjadinya hipokalemia bersamaan dengan asidosis
metabolik.
Obat-Obatan dengan Efek Mineralkortikoid atau Glukokortikoid
Fludrokortison adalah mineralkortikoid oral yang dapat menyebabkan eksresi kalium
di ginjal dan dapat menyebabkan pengeluaran kalium yang berlebihan apabila digunakan
secara tidak tepat. Glukokortikoid, seperti prednison dan hidrokortison tidak mempunyai efek
langsung terhadap seksresi kalium di ginjal, tetapi prednison dan hidrokortison meningkatkan
eksresi kalium dengan efek kedua obat tersebut pada laju filtrasi ginjal. Pemberian kedua obat
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 17
ini pada terapi jangka panjang dapat menurunkan kadar konsentrasi potasium di dalam serum
sebanyak 0.2 sampai 0.4 mmol/L.
Obat-Obatan Lainnya
Penisilin dan turunannya apabila diberikan dalam dosis tinggi secara intravena, dapat
meningkatkan eksresi kalium dengan cara meningkatkan absorbsi natrium pada nefron.
Antibiotik aminoglikosida, cisplation obat anti tumor, dan foscarnet obat anti virus dapat
menyebabkan kehilangan kalium dengan cara mengurangi magnesium. Ampotericin B juga
dapat menyebabkan kehilangan kalium dengan cara menghambat sekresi hidrogen sehingga
menyebabkan kekurangan magensium didalam tubuh.
Laksatif dan Enema
Dosis besar penggunaan laksatif dapat menyebabkan hipokalemia dengan cara
pembuangan kalium melalui feses. Begitu pula dengan enema. Diagnosis hipokalemia karena
penggunaan laksatif maupun enema dapat didiagnosis pada pasien yang menggunakan obat-
obatan untuk menurunkan berat badan.
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 18
Penyebab Pergeseran Kalium dari Ekstraseluler yang disebebkan Selain dari Obat-
Obatan
Hipokalemia yang berat (kadar kalium dalam serum < 3 mmol/L) juga dapat
ditemukan pada pasien dengan hyperthyroidism dengan gejala klinis yaitu kelemahan otot
dan paralisis yang terjadi secara tiba-tiba. Gejala ini terjadi 2 sampai 8 % dari pasien di
negara Asia dengan hyperthyroidism. Tanda dan gejala dari hyperthroidism biasanya ditandai
dengan kelemahan otot dan paralisis yang terjadi secara tiba-tiba, tetapi dapat ditanyakan
apakah di keluarga ada yang merasakan gejala yang sama. Karena hypokalemia yang
disebabkan oleh hypertiroidism dapat menyerupai dengan Hipokalemia Familial Periodik
Paralisis.
Hipokalemia Familial Periodik Paralisis merupakan kelainan autosomal dominan
yaitu mutasi dari gen yang menkode dihidropiridin (sebuah voltaged-gade calcium chanel).
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 19
Kelainan ini ditandai dengan paralisis otot yang terjadi secara tiba-tiba dengan berkurangnya
kadar potassium di dalam serum kurang dari 2.5 mmol/L. Paralisis yang terjadi secara tiba-
tiba juga dapat diinduksi dengan tingginya intake karbohidrat dan natrium dan biasanya otot
yang paralisis dapat kembali seperti semula dalam waktu kurang dari 24 jam.
Terapi pada anemia pernisiosa (kadar hematokrit < 20%) dengan vitamin B12 juga
dapat menyebabkan penurunan kadar potasium secara tiba-tiba karena cepatnya pengambilan
potasium bagi sel darah merah yang baru saja menerima transfusi sel darah merah.
Hipokalemia terjadi karena pengambilan potasium pada sel darah merah yang baru saja
ditransfusi.
Kehilangan Melalui Ginjal
Kehilangan banyak kalium dapat terjadi pada pasien dengan gangguan ginjal.
Alkalosis Metabolik
Bentuk umum yang paling sering terjadi pada alkalosis metabolik adalah hilangnya
kadar klorida dalam tubuh karena muntah atau bilas lambung. Hipokalemia juga dapat terjadi
pada pasien dengan cushing syndrom amupun hyperaldosteronism.
Asidosis Metabolik
Hipokalemia merupakan gejala kardinal pada pasien dengan renal tubular asidosis tipe
I. Derajat hipokalemia tidak berkorelasi dengan derajat asidosis, tetapi lebih menyerupai
hipokalemia yang disebabkan kekurangan intake natrium dan kalium serta konsesntrasi
aldosteron. Hipokalemia dapat mengancam kehidupan pada pasien dengan kadar kalium
serum yang sangat rendah (< 2.0 mmol/L ) yang biasanya ditemukan pada pasien dengan
renal tubular asidosis yang tidak diobati. Supplemen kalium diperlukan untuk terapi seumur
hidup pada pasien ini. Tipe II, yakni renal tubular asidosis proksimal, hipokalemia timbul
pada pasien yang tidak diobati atau karena pemberian sodium bikarbonat.
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 20
Terapi
Pemberian kalium merupakan terapi untuk hipokalemia. Tetapi sayangnya merupakan
faktor penyebab terjadinya hiperkalemia pada pasien rawat inap yang diterapi dengan kalium
intravena. Untuk mencegah terjadinya hiperkalemia, pemberian kalium hendaknya tidak lebih
dari 20 mmol/jam dan detak jantung harus selalu dimonitor. Pemberian kalium oral sangat
aman, karena kalium masuk kedalam sirkulasi darah memerlukan waktu yang lama.
Kalium klorida, kalium fosfat, dan kalium bikarbonat dapat diberikan pada pasien
dengan hipokalemia. Kalium fosfat baik diberikan pada pasien hipokalemia karena
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 21
kehilangan kalium yang banyak, kalium bikarbonat baik diberikan pada pasien hipokalemia
yang disebabkan oleh asidosis, dan kalium klorida dapat diberikan pada pasien hipokalemia
dengan sebab apapun. Cara paling aman untuk meningkatkan kadar kalium dalam darah
adalah dengan memakan makanan kaya akan kalium.
Asidosis Tubulus Renalis
Asidosis Tubulus Renalis (ATR) atau Renal Tubular Acidosis (RTA) adalah suatu
penyakit ginjal (renal) khususnya pada bagian tubulus- dari ginjal. Pada penderita penyakit
ini, tubulus ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga terjadi gangguan
dalam proses reabsorbsi (penyerapan kembali) bikarbonat pada tubulus ginjal atau dalam
proses ekskresi (membuang) asam ke dalam urin, atau kedua proses tersebut sekaligus.
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 22
Akibatnya terjadi penimbunan asam dalam darah, yang mengakibatkan terjadinya asidosis,
yakni tingkat keasaman menjadi di atas ambang normal.
Asidosis tubulus renalismempunyai karakteristik asidosis metabolik hiperklaremia
dengan anion gap yang normal didalam serum (Na+ - (Cl-+HCO3-)) . Terdapat berbagai tipe
dari ART, tergantung bagian mana dari tubulus ginjal yang terkena. Bagian proksimal tubulus
yang tidak dapat menyerap ion bikarbonat, amniogenesis ginjal, maupun tidak kuatnya
tubulus ginjal mengeksresikan hidrogen ke dalam urin merupakan hal-hal yang menyebabkan
ART. Tipe 1 dan tipe 2 ART kemungkinan bisa didapatkan secara genetik, tetapi ART tipe 4
didapatkan ecara genetik dan dihubungkan dengan hipoaldosteronisme atau hiporesponsif
tubular terhadap obat-obatan mineralkortikoid.
Tipe 1 (distal)
Pada kelainan ini, nephron di bagian distal tubulus ginjal tidak dapat menurunkan PH
urin normal, karena tubulus ginjal membiarkan reabsorpsi kembali ion Hidrogen dari lumen
tubulus ke dalam peredaran darah atau karena tidak adekuatnya transportasi ion hidrogen di
dalam tubulus ginjal. Sehingga urin yang dieksresikan akan bersifat basa. Biasanya pada
ART tipe 1 terdapat ph urin > 5.5 walaupun terjadi acidemia (HCO3 < 15 mmol/L)
Terdapat beberapa kemungkinan yang menyebabkan tubulus tidak dapat
mengeksresikan Hidrogen ke luar dari dalam tubuh :
1. Pompa yang lemah – Tidak kuatnya pompa Hidrogen memompa melawan gradien
Hidrogen
2. Kebocoran membran – Membran bagian distal tubulus mengalami kebocoran,
sehingga Hidrogen dari tubulus kembali kedalam peredaran darah (biasanya
ditemukan pada pasien yang mengkonsumsi obat-obatan ampothericin B)
3. Kapasitas pompa hidrogen yang lemah – Tidak kuatnya pompa Hidrogen
memompa Hidrogen melawan kebocoran tubulus.
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 23
Etiologi
Herediter (genetik)
Penyakit autoimun (Sjorgen’s sindrom, Sistemis lupus eritematosus, hperthyroidism)
Hiperparatiroidism, kelebihan vitamin D yang menyebabkan nephrocalcinosis
Obat-obatan (Amphotericin B, Inhalasi touluene)
Presentasi Klinis
Ph urin > 5.5
Hiperaldosteronism dan/atau hipokalemia
Nephrocalcinosis atau nephrolitiasis
Diagnosis
Tes pengujian asam. Pada pasien yang diduga menderita ATR tipe 1, dilakukan tes ini
dengan cara pemberian NH4Cl-. Jika setelah diberikan NH4Cl- ph urin tetap >5.5 maka
dapat didiagnosis sebagai ATR tipe 1.
Hipokalemia
Terapi
Bikarbonat oral
Terapi kalium
Tipe 2 (Proksimal)
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 24
Tipe 2 dari ATR disebut juga dengan ATR tipe proksimal. Pada tipe ini tubulus
bagian proksimal tidak dapat mereabsorbsi bikarbonat, sehingga akan ditemukan PH urin
<5.5. Pada keadaan ini, sekresi dari Hidrogen meningkat dan tidak disertai dengan
penyerapan bikarbonat. Terjadi asidosis lokal dan dapat ditemukan bikarbonat didalam urin
serta kehilangan HCO3 didalam urin. Pada ATR tipe ini, dapat ditemukan kadar HCO3 yang
tinggi didalam plasma yaitu sekitar > 15 mmol/L.
Etiologi
Fanconi sindrom
Penyakit Wilson
Amyloidosis
Myeloma
Acetazolamide
Kekurangan vitamin D sebagai akibat dari hiperparatiroidism
Hepatitis kronik
Penyakit autoimun
Presentasi Klinis
Tidak dapat mereabsorbsi ion bikarbonat Ph urin > 5.5
Hipkalemia, serum bikarbonat 10-20 mmol/L
Malansorbsi dari glukosa, fosfat, dan asam amino
Lesi tulang (osteomalacia dan ricktes)
Diagnosis
Diagnosis ATR tipe 2 dilakukan dengan memberikan bicarbonat IV. Apabila pasien
tidak dapat mereabsorsi bikarbonat dan ditemukan bikarbonat di dalam urin, makan diagnosis
ATR tipe 2 dapat ditegakkan.
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 25
Terapi
Supplemen kalium
Dosis besar bikarbonat dan diuretik tiazid
Tipe 4 (Hiporeninemia/Hipoaldosteronemia)
Terdapat berbagai macam kondisi yang dihubungkan dengan ATR tipe 4. Tetapi
penderita gagal ginjal biasanya dihubungkan dengan ATR tipe ini. Pada ATR tipe 4, laju
filtrasi glomerulus meningkat menjadi 20 ml/menit.
Etiologi
Defisiensi aldosteron karena tidak sensitifnya adrenal terhadap angiotensin II
Diabetes mellitus
Penyakit Addison
Penyakit sel darah merah
Insufisensi ginjal
Presentasi Klinis
Biasanya terjadi hiperkalemia yang asimptomatik
Sedang sampai berat insufiensi renal
Asidosis metabolik hiperklaremia
Diagnosis
Membatasi pemberian garam melalui oral. Apabila setelah membatasi pemberian
garam tetapi klorida tetap ditemukan didalam urin, maka diagnosis ATR tipe 4 dapat
ditegakkan.
Terapi
Fludocortison
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 26
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 27
KOREKSI HIPOKALEMI
Hipokalemi adalah penurunan kadar Kalium (K+) serum < 3,5 mEq/L.Koreksi dilakukan
menurut kadar Kalium :
1. Kalium 2,5 – 3,5 mEq/LBerikan 75 mEq/kgBB per oral per hari dibagi tiga dosis.
2. Kalium < 2,5 mEq/LAda 2 cara, berikan secara drip intravena dengan dosis :
a) [(3,5 – kadar K+ terukur) x BB (kg) x 0,4] + 2 mEq/kgBB/24 jam, dalam 4 jam pertama.[(3,5 – kadar K+ terukur) x BB (kg) x 0,4] + (1/6 x 2 mEq/kgBB/24 jam), dalam
20 jam berikutnya.
b) (3,5 – kadar K+ terukur) + (1/4 x 2 mEq/kgBB/24 jam), dalam 6 jam.
Keterangan :
Kalium diberikan secara intravena, jika pasien tidak bisa makan atau hipokalemi berat.
Pemberian kalium tidak boleh lebih dari 40 mEq per L (jalur perifer) atau 80 mEq per L
(jalur sentral) dengan kecepatan 0,2 – 0,3 mEq/kgBB/jam.
Jika keadaan mengancam jiwa dapat diberikan dengan kecepatan s/d 1 mEq/kgBB/jam (via
infuse pump dan monitor EKG).
ATAU
Koreksi kalium secara intravena dapat diberikan sebanyak 10 mEq dalam 1 jam, diulang s/d
kadar K+ serum > 3,5 mEq/L.
Jika keadaan mengancam jiwa, kalium diberikan secara intravena dengan kecepatan
maksimal 20 mEq/jam.
Pemberian kalium sebaiknya diencerkan dengan NaCl 0,9% bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa menyebabkan penurunan sementara K+ serum sebesar 0,2 – 1,4 mEq/L.
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 28
Pemberian kalium 40 – 60 mEq dapat menaikkan kadar K+ serum sebesar 1 – 1,5 mEq/L.
DAFTAR PUSTAKA
Basak, Ramen C., Sharkawi,KM.,Rahman,MM. &Swar MM. (2011). Distal Renal Tubular
Acidosis, Hypokalemic Paralysis, Nephrocalcinosis, Primary Hypothroidism, Growth
Retardation, Osteomalacia and Osteoporosis Leading to Pathological Fracture : A
Case Report. Oman Medical Journal, 26(4) July, pp. 271-274.
Braundwald,Eugene. ed. (2001). Hereditary Tubular Disoreder : Harrison’s Principles of
Internal Medicine-15th. United States of America : McGraw-Hill Companies,Inc. pp 358-401.
John Gennar,F. (1998). Current Conceps Hypokalemia. The New England Journal of
Medicine, 339 (7) Agustus, pp. 451-458.
National Institue of Diabetes and Digestive and Kidney Disease. (2005). Renal Tubular
Acidosis, 05(4696) Agustus, pp.1-4.
Sherwood,Lauralee. (2001). Sistem Kemih : Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tanagho,Emil A & McAnnich, Jack W. (2008). Anatomy of the Genitorinary Tract : Smith’s
General Urology. United States of America : McGraw-Hill Companies,Inc.
Amanda Anandita –Stase Interna – Universitas Muhammadiyah Jakarta| 29