Hipertensi
-
Upload
shinta-andi-sarasati -
Category
Documents
-
view
19 -
download
2
description
Transcript of Hipertensi
MAKALAH FARMASI
HIPERTENSI
Oleh:
Shinta Andi Sarasati
G99141026
.
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas normal, lebih dari
atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari atau sama
dengan 90 mmHg. Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan karena
merupakan penyakit The Silent Killer karena sering kali dijumpai tanpa gejala.
Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan
tuberkulosis, dengan perbandingan kematian wanita sebesar 55,2% dan laki-
laki 44,8% di dunia (AHA, 2013). Di Indonesia, PMR (Proportional
Mortality Rate) hipertensi mencapai 6,70% dari populasi kematian pada
semua umur di Indonesia (Kurnia, 2007).
Hipertensi terjadi akibat suatu mekanisme kompensasi kardiovaskuler
untuk mempertahankan metabolisme tubuh agar berfungsi normal. Apabila
hipertensi tidak terkontrol akan menyebabkan kelainan pada organ-organ lain
yang berhubungan dengan sistem-sistem tersebut. Pasien hipertensi sering
meninggal dini karena komplikasi jantung (yang disebut sebagai penyakit
jantung hipertensi). Juga dapat menyebabkan syok, gagal ginjal, gangguan
retina mata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. SISTEM KARDIOVASKULER
1. Anatomi Sistem Kardiovaskuler
Gambar 1. Anatomi Sistem Cardiovascular
2. Fisiologi Sirkulasi Kardiovaskuler
Gambar 2. Komponen Yang Mempengaruhi Tekanan Darah.
Pada gambar 1 dan 2 menunjukkan sistem sirkulasi jantung. Tekanan darah
manusia dipengaruhi oleh curah jantung dan resistensi perifer. Curah jantung
(cardiac output) adalah volume darah yang dipompa oleh ventrikel setiap menit.
Setiap periode tertentu volume darah yang mengalir melalui sirkulasi pulmonalis di
periode tertentu ekuivalen dengan volume darah yang mengalir ke sirkulasi sistemik.
Faktor yang mempengaruhi curah jantung yaitu frekuensi denyut jantung dan volume
sekuncup (Stroke volume). Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa
keluar oleh ventrikel dalam sekali berdenyut. Volume sekuncup dipengaruhi oleh
kontraktilitas otot jantung, volume darah yang kembali ke jantung atau aliran balik
vena menuju atrium (preload) serta volume darah yang diejeksikan dari ventrikel
(afterload). (Sherwood,2001)
B. HIPERTENSI
1. Definisi dan Klasifikasi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita
yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga kali bacaan tekanan darah yang
melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah
tinggi.
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai
hipertensi esensial, atau lebih dikenal hipertensi primer, untuk membedakannya
dengan hipertensi sekunder bahwa hipertensi sekunder dengan sebab yang
diketahui. Menurut The Seventh Report Of The Joint Committe on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok Normotensi,
Prahipertensi, Hipertensi Derajat I, Hipertensi derajat II.
Klas.Tekanan Darah TDS (mmHG) TDD (mmHg)
Normal
Prahipertensi
Hipertensi Stage I
<120
120-139
140-159
<80
80-89
90-99
Hipertensi Stage II ≥160 ≥100
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Tekanan Darah
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan:
1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer.
Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi esensial
yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak
diketahui penyebabnya (idiopatik). Beberapa faktor diduga berkaitan
dengan berkembanhnya hipertensi esensial seperti berikut ini.
a. Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi, berisiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.
b. Jenis kelamin dan usia: laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pasca
menopause berisiko tinggi untuk mengalami hipertensi.
c. Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung
berhubungan dengan berkembangnya hipertensi.
d. Berat badan: obesitas (> 25% di atas BB ideal) dikaitkan dengan
berkembangnya hipertensi.
e. Gaya hidup: merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan
tekanan daarah, bila gaya hidup menetap.
2) Hipertensi sekunder.
a. Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen)
Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan
hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-mediated volume
expansion. Dengan penghentian oral kontrasepsi, tekanan darah mulai
kembali setelah beberapa bulan.
b. Penyakit parenkim dan vaskular ginjal
Merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi
renovaskular berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri
besar yang secara langsung membawa darah ke ginjal. Sekitar 90%
lesi arteri renal pada klien dengan hipertensi disebabkan oleh
aterosklerosis atau fibrous displasia (pertumbuhan abnormal jaringan
fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi,
dan perubahan struktur, serta fungsi ginjal.
c. Gangguan endokrin
Disfungsi medula adrenal atau korteks adrenal dapat
menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal-mediated-hypertension
adisebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin.
Pada aldosteronisme primer, kelebihan aldosteron menyebabkan
hipertensi dan hipokalemia. Aldosteronisme primer biasanya timbul
dari benign adenoma korteks adrenal. Pheochromocytomas pada
medula adrenal yang paling umum dan meningkatkan sekresi
katekolamin yang berlebihan. Pada sindrom cushing, kelebihan
glukokortikoid yang diekskresi dari korteks adrenal. Sindrom
cushing’s mungkin di sebabkan oleh hiperplasi adrenokortikal atau
adenoma adrenokortikal.
d. Coarctation aorta
Merupakan penyempitan aorta kongenital yang mungkin
terjadi beberapa tingkat pada aorta torasik atau aorta abdominal.
Penyempitan menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan
mengakibatkan peningkatan tekanan darah di atas area kontriksi.
e. Neurogenik: Tumor otak, encephalitis, dan gangguan psikiatrik.
f. Kehamilan
g. Luka bakar
h. Peningkatan volume intravaskular.
i. Merokok
Nikotin dan rokok merangsang pelepasan katekolamin.
Peningkatan katekolamin menyebabkan iritabilitas miokardial,
peningkatan denyut jantung, dan menyebabkan vasokonstriksi, yang
mana pada akhirnyameningkatkan tekanan darah.
2. Faktor Risiko
Hipertensi esensial adalah penyakit multifalktorial yang timbul karena
interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko tersebut antara
lain (Yogiantoro, 2006) :
1. Diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, dan genetik;
2. Sistem saraf simpatis : tonus simpatis, variasi diurnal;
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokontriksi;
4. Pengaruh sistem otokrin setempat terhadap sistem renin, angiotensin, dan
aldosteron.
Selain faktor risiko di atas, pada JNC 7 dilaporkan dalam rangka
mengetahui prognosis dan pedoman terapi pada penderita hipertensi perlu
memperhatikan faktor-faktor risiko kardiovaskuler sebagai berikut :
1. Hipertensi,
2. Usia (laki-laki usia > 55 tahun, perempuan > 65 tahun),
3. Diabetes mellitus,
4. Peningkatan kadar LDL-kolesterol (atau kolesterol total) atau penurunan
kadar HDL-kolesterol,
5. Mikroalbuminuria,
6. Glomerulus Filtration Rate (GFR) < 60 ml/menit,
7. Riwayat keluarga penyakit kardiovaskuler dini ( laki-laki usia < 55 tahun atau
perempuan usia < 65 tahun),
8. Obesitas (IMT ≥ 30 kg/m2),
9. Inaktivitas fisik,
10. Perokok.
(National Institutes of Health, 2004)
3. Patogenesis
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah
jantung) dengan total tahanan perifer. Cardiac output (Curah jantung) diperoleh
dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantung).
Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi
hormon.
Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan
darah antara lain 1) Sistem baro reseptor arteri, 2) Pengaturan volume cairan
tubuh, 3) Sistem renin angiotensin dan 4) Autoregulasi vaskuler.
viskositas darahjari-jari arteriol
Frekuensi denyut Vol. jantung sekuncup
Cardiac Output Resistensi Perifer
Tekanan darah sistemik
Gambar 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Tekanan Darah
Secara konstan, tekanan arteri rata-rata dipantau oleh baroreseptor dalam
sirkulasi. Reseptor terpenting dalam pengaturan tekanan darah adalah sinus
caroticus dan baroreseptor lengkung aorta. Dalam kondisi normal, peningkatan
tekanan darah akan mempercepat pembentukan potensial aksi di neuron aferen
baroreseptor sinus caroticus dan lengkung aorta. Melalui peningkatan kecepatan
pembentukan potensial aksi tersebut, pusat kontrol kardiovaskuler mengurangi
aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis. Sinyal-sinyal eferen
tersebut akan menurunkan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup,
merangsang vasodilatasi arteriol dan vena sehingga curah jantung dan resistensi
perifer turun. Hasil akhirnya adalah tekanan darah kembali normal. Namun, pada
hipertensi, baroreseptor tidak berespons mengembalikan tekanan darah ke tingkat
normal karena mereka telah beradaptasi untuk bekerja pada tingkat yang lebih
tinggi (Sherwood, 2001).
Perubahan volume cairan memengaruhi tekanan arteri sistemik. Selain
baroreseptor yang tidak berespons, pada hipertensi juga terjadi penurunan eksresi
Na+ yang berarti terjadi peningkatan retensi Na+. Hal itu memicu retensi osmotik
H2O sehingga volume cairan plasma meningkat. Sehingga peningkatan volume
cairan menyebabkan volume darah meningkat kemudian curah jantung
meningkat. Sebagai hasil akhirnya tekanan darah meningkat.
Bila tubuh mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat
melalui mekanisme fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena ke
jantung dan mengakibatkan peningkatan curah jantung. Bila gunjal berfungsi
secara adekuat, peningkatan tekanan arteri mengakibatkan diuresis dan penurunan
tekanan darah. kondisi patologis yang mengubah ambang tekanan pada ginjal
dalam mengekskresikan garam dan air akan meningkatkan tekanan arteri
sistemik. (Gray, 2005).
Renin dan angiotensin memegang peranan dalam pengaturan tekanan
darah. Ginjal memproduksi renin yaitu suatu enzim yang bertindak sebagai
substrat protein plasma untuk memisahkan angiotensin I, yang kemudian diubah
oleh converting enzym dalam paru menjadi bentuk angiotensin II kemudian
menjadi angiotensin III. Angiotensin II dan III mempunyai aksi vasokonstriktor
yang kuat pada pembuluh darah dan merupakan makanisme kontrol terhadap
pelepasan aldosteron. Aldosteron sangat bermakna dalam hipertensi terutama
pada aldosteronisme primer. Melalui peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis,
angiotensin II dan III juga mempunyai efek inhibiting atau penghambatan
ekskresi garam (Natrium) dengan akibat peningkatan tekanan darah. (Robbins,
2007)
Sekresi renin tidak tepat diduga sebagai penyebab meningkatnya tahanan
periver vaskular pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah tinggi, kadar renin
harus tinggi diturunkan karena peningkatan tekanan arteriolar renal mungkin
menghambat sekresi renin. Namun demikian, sebagian orang dengan hipertensi
esensial mempunyai kadar renin normal.
Peningkatan tekanan darah terus-menerus pada klien hipertensi esensial
akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital.
Hipertensi esensial mengakibatkan hyperplasia medial (penebalan) arteriole-
arteriole. Karena pembuluh darah menebal, maka perfusi jaringan menurun dan
mengakibatkan kerusakan organ tubuh. Hal ini menyebabkan infark miokard,
stroke, gagal jantung, dan gagal ginjal.
Salah satu faktor risiko hipertensi adalah stress. Stress adalah semua hal
yang mengancam homeostasis tubuh. Jadi stress tidak hanya sebatas pada stress
psikologis, tetapi juga stress fisik, stress kimia, dll. Ketika tubuh terpapar stress,
saraf simpatis akan teraktifkan. Ia akan mengaktifkan juga beberapa hormon yang
memperkuat efeknya seperti epinefrin dan kortikosteroid. Pada jantung, stimulasi
saraf simpatis akan meningkatkan kecepatan denyut dan kontraksi jantung. Hal ini
berarti volume sekuncup juga meningkat sehingga tekanan darah juga naik.
Sedangkan pada arteriol, stimulasi simpatis menyebabkan vasokontriksi yang
berakibat pada peningkatan resistensi perifer.
Auteregulasi vaskular merupakan mekanisme lain lain yang terlibat
dalam hipertensi. Auteregulasi vaskular adalah suatu proses yang
mempertahankan perfusi jaringan dalam tubuh relatif konstan. Jika aliran
berubah, proses-proses autoregulasi akan menurunkan tahanan vaskular dan
mengakibatkan pengurangan aliran, sebaliknya akan meningkatkan tahanan
vaskular sebagai akibat dari peningkatan aliran. Auteregulasi vaskular nampak
menjadi mekanisme penting dalam menimbulkan hipertensi berkaitan dengan
overload garam dan air.
4. Manifestasi Klinis
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala.
Bila demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata,
otak, atau jantung. Gejala lain yang lebih sering ditemukan adalah sakit kepala,
epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata
berkunang –kunang dan pusing
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul
gejala berikut:
sakit kepala
kelelahan
mual
muntah
sesak nafas
gelisah
pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
5. Diagnosis
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran,
hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan
yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis.
Pengukuran pertama harus dikonfirmasikan pada sedikitnya 2 kunjungan lagi
dalam waktu satu sampai beberapa minggu. Pengukuran tekanan darah dilakukan
dalam keadaan pasien duduk bersandar, setelah pasien beristirahat selama 5
menit, dengan ukuran pembungkus lengan yang sesuai.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lamanya
menderita, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan dengan penyakit
jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler dll. Apakah terdapat
riwayat penyakit dalam keluarga dan gejala-gejala yang berkaitan dengan
penyebab hipertensi, perubahan aktivitas/ kebiasaan merokok, konsumsi
makanan, riwayat obat-obatan bebas, faktor lingkungan, pekerjaan, psikososial
dsb.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk mengetahui penyerta
maupun komplikasi pada organ target. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
berupa:
a. Test darah rutin
b. Glukosa darah (sebaiknya puasa)
c. Kolesterol total serum, kolesterol LDL dan HDL serum, trigliserida serum
d. Asam urat, kreatinin, kalium dalam serum
e. Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct)
f. Urinalisis (uji carik celup serta sedimen urin)
g. Elektrokardiogram (EKG)
Evaluasi pasien hipertensi juga diperlukan untuk menentukan adanya
penyakit penyerta sistemik, yaitu :
a. Aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak);
b. Diabetes (terutama pemeriksaan gula darah);
c. Fungsi ginjal (dengan pemeriksaan proteinuria, kreatinin serum, serta
memperkirakan laju filtrasi glomerulus).
Yang perlu diperhatikan adalah tes mendalam untuk mencari penyebab
hipertensi tidak dianjurkan kecuali jika dengan terapi memadai, target tekanan
darah tidak tercapai (Yogiantoro, 2006).
6. Komplikasi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada
pasien hipertensi adalah :
a. Jantung
1) Hipertrofi ventrikel kiri
2) Angina atau infark miokardium
3) Gagal jantung
b. Otak
1) Stroke atau Transient ischemic attack
c. Penyakit ginjal kronis
d. Penyakit arteri perifer
e. Retinopati
7. Pengobatan
Tujuan pengobatan pada pasien hipertensi adalah :
a. Target tekanan darah <140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi
(diabetes,gagal ginjal proteinuri) <130/80 mmHg
b. Penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler
c. Mengahambat laju penyakit ginjal proteinuri
1) Terapi Non Farmakologis
Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi
dengan mengubah pola hidup. Tujuannya untuk menurunkan tekanan darah
dan mengendalikan faktor-faktor resiko, serta penyakit penyerta lainnya.
Adapun terapi nonfarmakologis sbb:
a. menghentikan merokok
b. menurunkan berat badan yang berlebihan
c. menurunkan konsumsi alkohol yang berlebihan
d. latihan fisik
e. menurunkan asupan garam
f. meningkatkan konsumsi buah dan sayur
g. menurunkan asupan lemak
Modifikasi Rekomendasi Rerata penurunan TDS
Penurunan berat badan Jaga berat badan ideal
(BMI: 18,5 - 24,9 kg/m2)
5 – 20 mmHg/ 10 kg
Dietary Approaches to
Stop
Hypertension (DASH)
Diet kaya buah, sayuran,
produk rendah lemak
dengan jumlah lemak total
dan lemak jenuh yang
rendah
8 – 14 mmHg
Pembatasan intake natrium Kurangi hingga <100
mmol per hari (2.0 g
natrium atau 6 5 g natrium
klorida atau
1 sendok teh garam
perhari)
2 – 8 mmHg
Aktivitas fisik Aerobic Aktivitas fisik aerobik
yang teratur (mis: jalan
cepat) 30 menit sehari,
hampir setiap
hari dalam seminggu
4 – 9 mmHg
Pembatasan konsumsi Laki-laki: dibatasi hingga < 2 – 4 mmHg
alcohol 2 kali per hari.
Wanita dan orang yang
lebih kurus:
Dibatasi hingga <1 kali per
hari
Tabel 2. Modifikasi Pola Hidup Pada Pasien Hipertensi
2) Terapi Farmakologis
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 7 adalah :
a. Diuretika, terutaman jenis thiazid atau aldosterone antagonist
b. Beta bloker (BB)
c. Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist
d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan
target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan
untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang dan yang
memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Jika terapi dimulai
dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah
belum mancapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatakan dosis
obat tersebut atau berpindah ke antihipertensi yang lain dengan dosis rendah baik
tunggal maupun kombinasi. Kombinasi yang terbukti dapat ditolerir pasien adalah
: diuretika dan ACEI atau ARB, CCB dan BB, CCB dan atau ARB, CCB dan
diuretika, ARB dan BB,kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.
Berikut merupakan algoritma penatalaksanaan hipertensi:
Gambar 4. Alur Penatalaksanaan Hipertensi (Kemenkes, 2013)
Hipertensi tanpa compelling indication
Hipertensi stage-1
Dapat diberikan diuretik (HCT 12.5-50 mg/hari, furosemid 2x20-80 mg/hari),
atau pemberian penghambat ACE (captopril 2x25-100 mg/hari atau enalapril 1-2 x
2,5-40 mg/hari), penyekat reseptor beta (atenolol 25-100mg/hari dosis tunggal),
penghambat kalsium (diltiazem extended release 1x180-420 mg/hari, amlodipin
1x2,5-10 mg/hari, atau nifedipin long acting 30-60 mg/hari) atau kombinasi.
Hipertensi stage-2.
Bila target terapi tidak tercapai setelah observasi selama 2 minggu, dapat
diberikan
kombinasi 2 obat, biasanya golongan diuretik, tiazid dan penghambat ACE atau
antagonis reseptor AII (losartan 1-2 x 25-100 mg/hari) atau penyekat reseptor beta
atau penghambat kalsium.
• Pemilihan anti hipertensi didasarkan ada tidaknya kontraindikasi dari masing-
masing
antihipertensi diatas.Sebaiknya pilih obat hipertensi yang diminum sekali sehari atau
maksimum 2 kali sehari.
2. Hipertensi compelling indication (lihat tabel)
Bila target tidak tercapai maka dilakukan optimalisasi dosis atau ditambahkan
obat lain sampai target tekanan darah tercapai (kondisi untuk merujuk ke
Spesialis).
3. Kondisi khusus lain
Obesitas dan sindrom metabolik
Lingkar pinggang laki-laki >90 cm/perempuan >80 cm. Tolerasi glukosa
terganggu dengan GDP ≥ 110 mg/dl, tekanan darah minimal 130/85 mmHg,
trigliserida tinggi ≥150 mg/dl, kolesterol HDL rendah <40 mg/dl (laki-laki) dan
<50 mg/dl (perempuan). Modifikasi gaya hidup yang intensif dengan terapi utama
ACE, pilihan lain reseptor AII, penghambat calsium dan penghambat Ω.
Hipertrofi ventrikel kiri
Tatalaksana tekanan darah agresif termasuk penurunan berat badan,
restriksi asupan natrium dan terapi dengan semua kelas antihipertensi kecuali
vasodilator langsung, yaitu hidralazin dan minoksidil.
Penyakit Arteri Perifer
Semua kelas antihipertensi, tatalaksana faktor risiko dan pemberian
aspirin.
Lanjut Usia
Diuretik (tiazid) mulai dosis rendah 12,5 mh/hari. Obat hipertensi lain
mempertimbangkan penyakit penyerta.
Kehamilan
Golongan metildopa, penyekat reseptor β, antagonis kalsium, vasodilator.
Penghambat ACE dan antagonis reseptor AII tidak boleh digunakan selama
kehamilan.
8. Pemantauan
Pasien yang telah mulai mendapatkan pengobatan harus datang kembali
untuk evaluasi lanjutan dan pengaturan dosis sampai target tekanan darah
tercapai. Setelah tekanan darah tercapai dan stabil, kunjungan selanjutnya dengan
interval 3-6 bulan, tetapi frekuensi ini juga ditentukkan oleh ada tidaknya
komorbiditas seperti gagal jantung, diabetes, dan kebutuhan akan pemeriksaan
laboratorium.
Strategi untuk meningkatkan kepatuhan pasien adalah; empati dokter
akan meningkatkan kepercayaan, motivasi dan kepatuhan pasien, dokter harus
mempertimbangkan latar belakang pasien serta sikap pasien terhadap pengobatan,
pasien diberi tahu hasil pengukuran tekanan darah, target yang masih harus
dicapai, rencana pengobatan selanjutnya serta pentingnya mengikuti rencana
tersebut.
Pengobatan antihipertensi umumnya untuk selama hidup. Penghentian
pengobatan cepat atau lambat akan diikuti oleh naiknya tekanan darah sampai
seperti sebelum dimulai pengobatan antihipertensi. Walaupun demikian, ada
kemungkinan untuk menurunkan dosis dan jumlah obat antihipertensi secara
bertahap bagi pasien yang diagnosis hipertensinya sudah pasti serta tetap patuh
terhadap pengobatan nonfarmakologis. Tindakan ini harus disertai dengan
pengawasan tekanan darah yang ketat.
BAB III
CONTOH KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny.N
Umur : 52 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Alamat : Boyolali, Jawa Tengah
No. RM : 0134903
Tanggal Pemeriksaan : 1 Desember 2014
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Nyeri kepala
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Kurang lebih sejak 1 minggu terakhir pasien mengeluh nyeri kepala.
Nyeri kepala dirasakan cekot-cekot terutama pada kepala bagian belakang.
Cekot-cekot dirasakan hilang timbul terutama jika malamnya susah tidur.
Keluhan ini telah dirasakan hilang timbul sejak 1 tahun terakhir namun baru
diperiksakan sekarang. Keluhan sering muncul jika pasien kurang beristirahat
atau banyak pekerjaan. Pasien pernah memeriksakan tekanan darah ke
puskesmas dan didapatkan hasilnya tinggi, dengan tekanan sistol sekitar diatas
160. Pasien diberi obat namun tidak rutin diminum, pasien juga tidak rutin
memeriksakan tekanan darahnya dan kontrol ke puskesmas.
Pasien tidak mengeluhkan pandangan kabur, nyeri dada, berdebar-
debar, sesak napas, maupun kesemutan. BAB dan BAK dalam batas normal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan sama : (+)
Riwayat trauma kepala : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat sakit darah tinggi : (+) terakhir periksa sekitar 4 bulan
yang lalu
Riwayat mondok : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat sakit darah tinggi : (+) ayah pasien
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
Pasien makan sehari 2-3 kali dengan sayur dan lauk, pasien adalah
penggemar makanan asin, pedas dan minuman berkafein.
Pasien bekerja sebagai pegawai negri, masuk 6 hari dalam seminggu,
berangkat kerja dengan motor. Pasien mengaku jarang berolahraga di luar
aktivitas hariannya.
Pasien adalah seorang perokok sejak usia 25 tahun dengan konsumsi 3-4
batang per hari.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1 Keadaan Umum : CM GCS=E4V5M6, gizi kesan cukup
BB : 60
TB : 156 cm
IMT: 24,60 (overweight)
2 Tanda Vital : Tensi : 160/90 mmHg
Nadi : 96 x/ menit
Frekuensi Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36,6 0C
3 Kepala : Bentuk kepala normal, mata konjungtiva pucat,
pupil isokor, reflek cahaya +/+
4 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
5 Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak, pulsasi tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : Kesan batas jantung tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)
6 Pulmo :
Inspeksi : Pengembangan dada simetris kanan=kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan=kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan
(-/-)
7 Abdomen
Inspeksi : Distended (-), sikatrik (-), striae (-), caput medusae (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Pekak alih (-), pekak sisi (-), undulasi (-)
Palpasi : supel, hepar lien tak teraba
D. DIAGNOSIS
Hipertensi stage II
E. TUJUAN PENGOBATAN
1. Menurunkan tekanan darah sampai <140/90 mmHg.
Modifikasi gaya hidup
a) Berhenti merokok.
b) Menurunkan berat badan hingga IMT normal. Setiap penurunan 10 kg
BB dapat menurunkan tekanan darah sistolik kurang lebih 5-20
mmHg.
c) Konsumsi makanan kaya buah, sayur, susu rendah lemak dapat
menurunkan tekanan sistol sebesar 8-14 mmHg.
d) Mengurangi asupan natrium sampai kurang dari 2,4 g/hari atau NaCl 6
g/hari, dapat menurunkan tekanan sistol 2-8 mmHg.
e) Berolahraga aerobik teratur misalnya berjalan kaki (30 menit/hari
selama 4-5 hari seminggu) dapat menurunkan tekanan sistol sebesar 4-
9 mmHg.
Obat antihipertensi, untuk pasien hipertensi stage II, diberikan kombinasi 2
obat hipertensi:
a) Diuretik. Misalnya hidroklortiazid 1 tablet dengan dosis 12,5 mg
diberikan sehari sekali setiap hari hingga tekanan sistolik pasien
mencapai kurang dari 100 mmHg. Jika angka ini tercapai maka
pemberian obat dihentikan dan dilakukan monitoring.
b) ACE inhibitor. Misalnya tenapril 1 kaplet dengan dosis 2,5 mg
diberikan sehari sekali setiap hari atau captopril tablet dengan dosis
12,5 mg diberikan 2 kali sehari setiap hari hingga tekanan sistolik
pasien mencapai kurang dari 100 mmHg. Jika angka ini tercapai maka
pemberian obat dihentikan dan dilakukan monitoring.
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler.
Dilakukan dengan mempertahankan tekanan darah normal.
3. Mengahambat laju nefropati hipertensi.
Obat-obatan golongan ACE inhibitor memiliki efek nefroprotektor, misalnya
captopril tablet dengan dosis 12,5 mg diberikan 2 kali sehari setiap hari dengan
monitoring fungsi ginjal rutin.
F. PENGOBATAN
1. Nonmedikamentosa
a. menurunkan berat badan yang berlebihan
b. latihan fisik
c. menurunkan asupan garam
d. meningkatkan konsumsi buah dan sayur
e. berhenti merokok
2. Medikamentosa
R/ HCT tab mg 12,5 No.XV
S 1 dd tab 1 mane
R/ Captopril tab mg 12,5 No.XXX
S 2 dd tab 1 ac
Pro : Ny. N (52 tahun)
BAB IV
PEMBAHASAN OBAT
a. Diuretik
Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan cara mendeplesikan
simpanan natrium tubuh. Awalnya, diuretik menurunkan tekanan darah dengan
menurunkan volume darah dan curah jantung, tahanan vaskuler perifer. Penurunan
tekanan darah dapat terlihat dengan terjadinya diuresis. Diuresis menyebabkan
penurunan volume plasma dan stroke volume yang akan menurunkan curah jantung
dan akhirnya menurunkan tekanan darah. Obat-obat diuretik yang digunakan dalam
terapi hipertensi yaitu : diuretik golongan tiazid, diuretik kuat, dan diuretik hemat
kalium.
Obat-Obat Pilihan:
A. Golongan Tiazid
1. Bendroflazid/bendroflumetazid ( Corzide® )
- Indikasi: edema, hipertensi
- Kontra indikasi: hipokalemia yang refraktur, hiponatremia,
hiperkalsemia, , gangguan ginjal dan hati yang berat, hiperurikemia
yang simptomatik, penyakit adison.
- Bentuk sediaan obat: tablet
- Dosis: edema dosis awal 5-10 mg sehari atau berselang sehari pada
pagi hari; dosis pemeliharaan 5-10 mg 1-3 kali semingguHipertensi,
2,5 mg pada pagi hari
- Efek samping:hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang
ringan; impotensi (reversibel bila obat dihentikan); hipokalemia,
hipomagnesemia, hiponatremia, hiperkalsemia, alkalosis
hipokloremanik, hiperurisemia, pirai, hiperglikemia, dan peningkatan
kadar kolesterol plasma; jarang terjadi ruam kulit, fotosensitivitas,
ganggan darah (termasuk neutropenia dan trombositopenia, bila
diberikan pada masa kehamilan akhir); pankreatitis, kolestasis
intrahepatik dan reaksi hipersensitivitas.
- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia, memperburuk diabetes
dan pirai; mungkin memperburuk SLE ( eritema lupus sistemik ); usia
lanjut; kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal yang
berat;porfiria.
2. Chlortalidone ( Hygroton®, Tenoret 50®, Tenoretic® )
- Indikasi : edema, hipertensi, diabetes insipidus
- Peringatan,Kontra indikasi, dan efek samping: lihat pada
Bendrofluazid
- Dosis : edema, dosis awal 50 mg pada pagi hari atau 100-200 mg
selang sehari, kurangi untuk pemeliharaan jika mungkin.Hipertensi, 25
mg; jika perlu ditingkatkan sampai 50 mg pada pagi hari
- Bentuk sediaan obat: tablet
3. hidroklorotiazid
- Indikasi: edema, hipertensi
- Peringatan,Kontra indikasi, dan efek samping: lihat pada
Bendrofluazid
- Dosis : edema, dosis awal 12,5-25 mg, kurangi untuk pemeliharaan
jika mungkin; untuk pasien dengan edema yang berat dosis awalnya
75 mg sehariHipertensi, dosis awal 12,5 mg sehari; jika perlu
ditingkatkan sampai 25 mg pada pagi hari
- Bentuk sediaan obat: tablet.
B. Diuretik kuat
1. Furosemide ( Lasix®, uresix®, impugan® )
- Indikasi: edema pada jantung, hipertensi
- Kontra indikasi: gangguan ginjal dan hati yang berat.
- Bentuk sediaan obat: tablet, injeksi, infus
- Dosis: oral , dewasa 20-40 mg pada pagi hari, anak 1-3 mg/kg bb;
Injeksi, dewasa dosis awal 20-50 mg im, anak 0,5-1,5mg/kg sampai
dosis maksimal sehari 20 mg; infus IV disesuaikan dengan keadaan
pasien
- Efek samping: Gangguan saluran cerna dan kadang-kadang reaksi
alergi seperti ruam kulit
- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia;
kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal; memperburuk
diabetes mellitus; perbesaran prostat; porfiria.
C. Diuretik hemat kalium
1. Amilorid HCL ( Amiloride®, puritrid®, lorinid® )
- Indikasi: edema, hipertensi, konservasi kalium dengan kalium dan
tiazid
- Kontra indikasi: gangguan ginjal, hiperkalemia.
- Bentuk sediaan obat: tablet
- Dosis: dosis tunggal, dosis awal 10 mg sehari atau 5 mg dua kali
sehari maksimal 20 mg sehari. Kombinasi dengan diuretik lain 5-10
mg sehari
- Efek samping: Gangguan saluran cerna dan kadang-kadang reaksi
alergi seperti ruam kulit, bingung, hiponatremia.
- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia;
kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal; memperburuk
diabetes mellitus; usia lanjut.
2. Spironolakton ( Spirolactone®, Letonal®, Sotacor®, Carpiaton® )
- Indikasi: edema, hipertensi
- Kontra indikasi: gangguan ginjal, hiperkalemia, hipernatremia,
kehamilan dan menyusui, penyakit adison.
- Bentuk sediaan obat: tablet
- Dosis: 100-200 mg sehari, jika perlu tingkatkan sampai 400 mg; anak,
dosis awal 3 mg/kg dalam dosis terbagi.
- Efek samping: Gangguan saluran cerna dan kadang-kadang reaksi
alergi seperti ruam kulit, sakit kepala, bingung, hiponatremia,
hiperkalemia, hepatotoksisita, impotensi.
- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia;
kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal; usia lanjut.
B. ACE Inibitor
ACE inhibitor memiliki mekanisme aksi menghambat sistem renin-
angiotensin-aldosteron dengan menghambat perubahan Angiotensin I menjadi
Angiotensin II sehingga menyebabkan vasodilatasi dan mengurangi retensi sodium
dengan mengurangi sekresi aldosteron. Oleh karena ACE juga terlibat dalam
degradasi bradikinin maka ACE inhibitor menyebabkan peningkatan bradikinin, suatu
vasodilator kuat dan menstimulus pelepasan prostaglandin dan nitric oxide.
Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACE
inhibitor, tetapi juga bertanggungjawab terhadap efek samping berupa batuk kering.
ACE inhibitor mengurangi mortalitas hampir 20% pada pasien dengan gagal jantung
yang simtomatik dan telah terbukti mencegah pasien harus dirawat di rumah sakit
(hospitalization), meningkatkan ketahanan tubuh dalam beraktivitas, dan mengurangi
gejala.
ACE inhibitor harus diberikan pertama kali dalam dosis yang rendah untuk
menghindari resiko hipotensi dan ketidakmampuan ginjal. Fungsi ginjal dan serum
potassium harus diawasi dalam 1-2 minggu setelah terapi dilaksanakan terutama
setelah dilakukan peningkatan dosis. Salah satu obat yang tergolong dalam ACE
inhibitor adalah Captopril yang merupakan ACE inhibitor pertama yang digunakan
secara klinis.
1. Nama Generik : Captopril
2. Nama Dagang :
- Acepress : Tab 12,5mg, 25mg
- Capoten : Tab 12,5mg, 25mg
- Captensin : Tab 12,5mg, 25mg
- Captopril Hexpharm : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg
- Casipril : Tab 12,5mg, 25mg
- Dexacap : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg
- Farmoten : Tab 12,5mg, 25mg
- Forten : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg
- Locap : Tab 25mg
- Lotensin : Kapl 12,5mg, 25mg
- Metopril : Tab salut selaput 12,5mg, 25mg; Kapl salut selaput 50mg
- Otoryl : Tab 25mg
- Praten : Kapl 12,5mg
- Scantensin : Tab 12,5mg, 25mg
- Tenofax : Tab 12,5mg, 25mg
- Tensicap : Tab 12,5mg, 25mg
- Tensobon : Tab 25mg
3. Indikasi :
- Hipertensi esensial (ringan sampai sedang) dan hipertensi yang parah.
- Hipertensi berkaitan dengan gangguan ginjal (renal hypertension).
- Diabetic nephropathy dan albuminuria.
- Gagal jantung (Congestive Heart Failure).
- Postmyocardial infarction
- Terapi pada krisis scleroderma renal.
- Kontraindikasi :
- Hipersensitif terhadap ACE inhibitor.
- Kehamilan.
- Wanita menyusui.
- Angioneurotic edema yang berkaitan dengan penggunaan ACE inhibitor
sebelumnya.
- Penyempitan arteri pada salah satu atau kedua ginjal.
4. Bentuk sediaan : Tablet, Tablet salut selaput, Kaplet, Kaplet salut selaput.
5. Dosis dan aturan pakai captopril pada pasien hipertensi dengan gagal jantung :
6. Dosis inisial : 6,25-12,5mg 2-3 kali/hari dan diberikan dengan pengawasan
yang tepat. Dosis ini perlu ditingkatkan secara bertingkat sampai tercapai
target dosis.
7. Target dosis : 50mg 3 kali/hari (150mg sehari)
8. Aturan pakai : captopril diberikan 3 kali sehari dan pada saat perut kosong
yaitu setengah jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Hal ini
dikarenakan absorbsi captopril akan berkurang 30%-40% apabila diberikan
bersamaan dengan makanan.
9. Efek samping :
- Batuk kering
- Hipotensi
- Pusing
- Disfungsi ginjal
- Hiperkalemia
- Angioedema
- Ruam kulit
- Takikardi
- Proteinuria
- Resiko khusus :
- Wanita hamil.
Captopril tidak disarankan untuk digunakan pada wanita yang sedang
hamil karena dapat menembus plasenta dan dapat mengakibatkan
teratogenik. Hal ini juga dapat menyebabkan kematian janin. Morbiditas
fetal berkaitan dengan penggunaan ACE inhibitor pada seluruh masa
trisemester kehamilan. Captopril beresiko pada kehamilan yaitu pada level
C (semester pertama) dan D (semester kedua dan ketiga).
- Wanita menyusui.
Captopril tidak direkomendasikan untuk wanita yang sedang menyusui
karena bentuk awal captopril dapat menembus masuk dalam ASI sekitar
1% dari konsentrasi plasma. Akan tetapi tidak diketahui apakah metabolit
dari captopril juga dapat menembus masuk dalam ASI.
- Penyakit ginjal.
Penggunaan captopril (ACE inhibitor) pada pasien dengan gangguan
ginjal akan memperparah kerusakan ginjal karena hampir 85%
diekskresikan lewat ginjal (hampir 45% dalam bentuk yang tidak berubah)
sehingga akan memperparah kerja ginjal dan meningkatkan resiko
neutropenia. Apabila captopril digunakan pada pasien dengan gangguan
ginjal maka perlu dilakukan penyesuaian dosis dimana berfungsi untuk
menurunkan klirens kreatininnya.
C. Beta-blocker (Misal : propanolol, bisoprolol)
Merupakan obat utama pada penderita hipertensi ringan sampai moderat
dengan penyakit jantung koroner atau dengan aritmia. Bekerja dengan menghambat
reseptor β1 di otak, ginjal dan neuron adrenergik perifer, di mana β1 merupakan
reseptor yang bertanggung jawab untuk menstimulasi produksi katekolamin yang
akan menstimulasi produksi renin. Dengan berkurangnya produksi renin, maka
cardiac output akan berkurang yang disertai dengan turunnya tekanan darah.
D. Alfa-blocker (Misal : Doxazosin, Prazosin).
Bekerja dengan menghambat reseptor α1 di pembuluh darah sehingga terjadi
dilatasi arteriol dan vena. Dilatasi arteriol akan menurunkan resistensi perifer.
E. Calcium channel blocker (Cth: Nifedipin, Amlodipin).
Bekerja dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam otot polos
pembuluh darah sehingga mengurangi tahanan perifer. Merupakan antihipertensi
yang dapat bekerja pula sebagai obat angina dan antiaritmia, sehingga merupakan
obat utama bagi penderita hipertensi yang juga penderita angina.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, et al, eds. Kapita Selekta
Kedokteran, edisi 3, jilid I. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius, 2001; 518-
522
Kementrian Kesehatan RI. 2010. Hipertensi Penyebab Kematian Nomor Tiga.
http://www.depkes.go.id/index.html
Dirjen Penyakit Tidak Menular Kementrian Kesehatan RI. 2013.. Buku Pedoman
Pengendalian Hipertensi. Jakarta : Kemkes RI.
Kurnia, R. 2007. Karakteristik Penderita Hipertensi yang Dirawat Inap di Bagian
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Kota Padang Panjang Sumatera Barat
Tahun 2002-2006. FKM USU. Medan
Ganiswara, G. Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi 4. Jakarta : Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Gray, H. Huon; Dawkins, D. Keith; Morgan, M. John; Simpson, A. Iain. 2005.
Lecture Notes on Cardiology Fourth Edition. Alih Bahasa : Prof. Dr. H. Azwar
Agoes, DAFK, SpFK dan dr. Asri Dwi R. Jakarta : Erlangga
National Institutes of Health. 2004. Complete Report : The Seventh Report of The
Hoint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. New York: NIH Publications. August 2004.
No 04-5230
Robbins, Stanley; Kumar, Vinay; Cotran, S. Ramzi. 2007. Basic Pathology Seventh
Edition. Alih Bahasa : dr. Braham U. Pendit. Jakarta : EGC
Sherwood, Lauralee. 2001. Human Physiology : From Cells to System. Alih bahasa:
Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC
Supandiman, I., Fadjari, H. 2006. Anemia pada Penyakit Kronik. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Pp: 651-652
World Health Organization (WHO). 2003. International Society of Hypertension
Statement on Management of Hypertension. J Hypertens 2003;21:1983-1992
Yogiantoro, M. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simardibrata K. M., Setiati,
S. 2006. Hipertensi Esensial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid I.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Pp: 610-614