Hipertensi

43
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan penyakit yang bisa menyerang siapa saja, baik tua maupun muda (Kearney et al 2005). Makin meningkatnya harapan hidup makin kompleks penyakit yang diderita oleh orang lanjut usia, terutama hipertensi. Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), dan pada umumnya merupakan hipertensi primer. Adanya hipertensi, baik HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia. Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung dan penyakit koroner, dimana peranannya diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang lebih muda( Kaplan NM. 1999 cit. Kuswardhani, Tuty RA ). Dan hipertensi juga merupakan penyakit yang paling berbahaya di dunia. Bahkan, diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 milyar menjelang 2025 (Kearney et al 2005). Hipertensi disebut berbahaya karena hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular memiliki prevalensi dan mortalitas yang cukup tinggi. Meningkatnya prevalensi 1

Transcript of Hipertensi

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Hipertensi merupakan penyakit yang bisa menyerang

siapa saja, baik tua maupun muda (Kearney et al 2005).

Makin meningkatnya harapan hidup makin kompleks

penyakit yang diderita oleh orang lanjut usia, terutama

hipertensi. Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar

merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), dan

pada umumnya merupakan hipertensi primer. Adanya

hipertensi, baik HST maupun kombinasi sistolik dan

diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan

mortalitas untuk orang lanjut usia. Hipertensi masih

merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal

jantung dan penyakit koroner, dimana peranannya

diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang

lebih muda( Kaplan NM. 1999 cit. Kuswardhani, Tuty

RA ). Dan hipertensi juga merupakan penyakit yang

paling berbahaya di dunia. Bahkan, diperkirakan jumlah

penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 milyar

menjelang 2025 (Kearney et al 2005). Hipertensi disebut

berbahaya karena hipertensi merupakan salah satu faktor

risiko penyakit kardiovaskular.

Penyakit kardiovaskular memiliki prevalensi dan

mortalitas yang cukup tinggi. Meningkatnya prevalensi

penyakit kardiovaskular setiap tahun menjadi masalah

utama di negara berkembang dan negara maju. Berdasarkan

data global burden of disease (GBD) tahun 2000,

penyakit kardiovaskular disebabkan oleh hipertensi

1

(AHA, 2010). Walaupun peningkatan tekanan darah bukan

merupakan bagian normal dari ketuaan, insiden

hipertensi pada lanjut usia cukup tinggi. Setelah umur

69 tahun, prevalensi hipertensi meningkat sampai 50%.

Pada tahun 1988-1991 National Health and Nutrition

Examination Survey menemukan prevalensi hipertensi pada

kelompok umur 65-74 tahun sebagai berikut: prevalensi

keseluruhan 49,6% untuk hipertensi derajat 1 (140-

159/90- 99 mmHg), 18,2% untuk hipertensi derajat 2

(160-179/100-109 mmHg), dan 6.5% untuk hipertensi

derajat 3 (>180/110 mmHg). Prevalensi HST adalah

sekitar berturut-turut 7%, 11%, 18% dan 25% pada

kelompok umur 60-69, 70-79, 80-89, dan diatas 90 tahun.

HST lebih sering ditemukan pada perempuan dari pada

laki-laki (Rigaud AS, Forette B, 2001). Pada penelitian

di Rotterdam, Belanda ditemukan: dari 7983 penduduk

berusia diatas 55 tahun, prevalensi hipertensi (160/95

mmHg) meningkat sesuai dengan umur, lebih tinggi pada

perempuan (39%) dari pada laki-laki (31%)( Van Rossum

CTM et. al, 2000). Di Asia, penelitian di kota Tainan,

Taiwan menunjukkan hasil sebagai berikut: penelitian

pada usia diatas 65 tahun dengan kriteria hipertensi

berdasarkan JNVC, ditemukan prevalensi hipertensi

sebesar 60,4% (lakilaki 59,1% dan perempuan 61,9%),

yang sebelumnya telah terdiagnosis hipertensi adalah

31,1% (laki-laki 29,4% dan perempuan 33,1%), hipertensi

2

yang baru terdiagnosis adalah 29,3% (laki-laki 29,7%

dan perempuan 28,8%). Pada kelompok ini, adanya riwayat

keluarga dengan hipertensi dan tingginya indeks masa

tubuh merupakan faktor risiko hipertensi (Lu FH et al,

2000).

Ditengarai bahwa hipertensi sebagai faktor risiko

pada lanjut usia. Pada studi individu dengan usia 50

tahun mempunyai tekanan darah sistolik terisolasi

sangat rentan terhadap kejadian penyakit kardiovaskuler

(Borzecki AM et al, 2006).

Pengobatan hipertensi dilakukan dengan dosis

rendah agar tekanan darah turun tidak secara drastis.

Penggunaan obat antihipertensi dengan dosis yang tepat

akan memberikan hasil yang baik. Jika hipertensi tidak

diobati maka risikonya sangat besar sekali seperti

stroke dan infark jantung (Tjay & Rahardja 2002).

Disamping itu pengobatan yang tidak adekuat akan

menyebabkan beberapa kerugian, seperti penyakit akan

lebih lama, rasa tidak nyaman pada pasien (Shivhare et

al, 2010).

Penulis membatasi kasus hipertensi yang diteliti

hanya jenis hipertensi primer pada orang lanjut usia

saja karena insiden hipertensi primer pada usia lanjut

cukup tinggi.

Berdasarkan informasi di atas, maka diperlukan

penelitian mengenai penggunaan obat antihipertensi.

Sehingga diharapkan penggunaan antihipertensi yang

lebih efektif dan tepat untuk mencapai efek terapeutik

adekuat yang kemudian dapat menurunkan angka mordibitas

dan mortalitas akibat penyakit hipertensi.

3

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat

dirumuskan suatu permasalahan yaitu “Bagaimana pola

penggunaan obat antihipertensi dalam pengobatan pada

pasien hipertensi primer lanjut usia yang dirawat inap

di RSUP. Dr. SARJITO tahun 2012?”

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola

penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi

primer lanjut usia (lansia) yang dirawat inap di RSUP.

Dr. SARJITO tahun 2012.

Tujuan khusus

1. Mendeskripsikan pola penggunaan obat antihipertensi

dengan kondisi dimana pasien hipertensi primer lansia

membutuhkan rawat inap.

2. Untuk mengetahui kesesuaian obat antihipertensi pada

pasien hipertensi primer lansia dengan pengobatan

standar di RSUP. Dr. SARDJITO.

4

3. Membandingkan obat yang digunakan oleh para dokter

spesialis penyakit dalam dengan pedoman obat

formularium RSUP. Dr. SARDJITO.

4. Mendeskripsikan satu kasus pengobatan hipertensi

primer lansia di RSUP. Dr. SARDJITO.

I.4 Keaslian Penelitian

Berdasarkan penulusuran arsip karya tulis baik

skripsi, tesis, disertasi, maupun paper yang ada di

perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah

Mada, serta penulusuran di internet, belum ada

penelitian tentang pola penggunaan obat antihipertensi

pada pasien hipertensi primer yang dirawat inap di

RSUP. Dr. SARJITO, Oleh karena itu penulis memilih

penelitian ini.

Beberapa penelitian yang sudah di lakukan antara

lain:

1. Penelitian oleh Kurniawan (2009) dengan judul Pola

Pengobatan Penyakit Hipertensi pada pasien rawat inap

di RSUD Sleman. Penelitian ini bersifat cross sectional

survey. Pola pengobatan dilihat dari golongan,

tunggal/kombinasi, dan dosis.subjek penelitian

merupakan pasien rawat jalan dan rawat inap. Hal ini

5

membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu

adalah pada penelitian ini peneliti memilih subjek

berupa pasien hipertensi primer yang di rawat inap di

RSUP. Dr. SARJITO tahun 2012 sebagai subjek penelitian

dan tidak memandang jenis hipertensi. Penelitian

menambah variable baru, yaitu kesesuaian dengan pedoman

JNC.

2. Penelitian oleh Sumaini (2009)dengan judul

Penggunaan Obat pada pasien Hipertensi di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Umum Banjar tahun 2003.

Penelitian ini bersifat deskriptif non analitik dengan

data retrospektif. Penggunaan antihipertensi dilihat

dari golongan, jenis, dosis, dan pemberian pada

geriatric.hal yang membedakan penelitian ini dengan

penelitian terdahulu yaitu penelitian ini subjeknya

berupa pasien hipertensi primer rawat inap di RSUP. Dr.

SARJITO.

3. Penelitian oleh Irawan (2008) dengan judul Trend

Penggunaan Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan di

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogjakarta Tahun 2002-

2006. Hal ini membedakan penelitian ini dengan

penelitian terdahulu adalah pada penelitian ini peneiti

memilih subjek penelitian berupa pasien hipertensi

primer semua umur di RSUP dr Sarjito pada tahun 2012.

6

Sedangkan penelitian terdahulu memilih RS PKU

Muhamadiyah Yogjakarta tahun 2002-2006 sebagai subjek

penelitian dan tidak memandang jenis hipertensi.

4. Penelitian oleh Jiwando (2009) dengan judul Pola

Penggunaan Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan di

Poliklinik Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogjakarta

Tahun 2008. Penelitian ini bersifat cross sectional

survey dengan metode retrospektif. Sumber data

didapatkan dari rekam medis. Pola pengobatan dilihat

dari golongan, generic atau paten dan kesesuain

indikasi dengan pedoman JNC 7. Hal yang membedakan

penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada

penelitian ini subjek penelitiannnya dari umur 30

hingga 60 tahun, dan pasien rawat jalan, peneliti juga

memilih subjek penelitian berupa pasien hipertensi

primer di RSUP dr Sarjito. Sedangkan penelitian

terdahulu memeilih poloklinik RS PKU Muhammadiyah

Bantul tahun 2008 sebagai subjek penelitian dan tidak

memandang jenis hipertensi.

7

I.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini

adalah:

1. Bagi Institusi Pendidikan, hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi bahan pengulangan proses

sumber pembelajaran dalam kurikulum pendidikan

kesehatan masyarakat, khususnya yang berhubungan dengan

penyakit hipertensi esensial.

2. Untuk peneliti, dapat menambah pengetahuan

peneliti tentang pola pengobatan antihipertensi (AHT)

pada lansia dalam praktik kedokteran di masyarakat.

3. Untuk masyarakat, memperoleh gambaran pola

penggunaan obat antihipertensi dalam praktik kedokteran

di masyarakat, khususnya Yogyakarta dan di RSUP. Dr.

SARJITO.

4. Untuk RSUP. Dr. SARDJITO, diharapkan dari hasil

penelitian dapat digunakan untuk bahan evaluasi bagi

pihak rumah sakit mengenai pelaksanaan pengobatan

penyakit hipertensi primer dalam praktik di rumah sakit

tersebut.

Penelitian ini diharapkan dapat mendorong minat

mahasiswa atau peneliti lain untuk meneliti lebih

8

lanjut tentang pola pengobatan antihipertensi pada

lansia dalam praktik kedokteran di masyarakat.

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Peresepan obat

Pengobatan yang tidak adekuat dapat menyebabkan

beberapa kerugian, seperti: pengobatan yang tidak

efektif, tidak aman, dan penyakit bertambah parah dan

semakin lama. Adapun WHO (2010) menganjurkan langkah-

langkah untuk mewujudkan terapi rasional, antara lain:

a. Langkah 1: Dokter menetapkan masalah pasien.

Masalah pasien dicantumkan dalam diagnosis kerja.

b. Langkah 2: Dokter menentukan tujuan apa yang ingin

dicapai dalam terapi.

c. Langkah 3: Verifikasi. Dokter meneliti apakah obat

yang akan dipilih sesuai untuk pasien.

d. Langkah 4: Dokter memilih jenis obat, bentuk

sediaan obat, dan jadwal pemberian obat untuk

pasien, serta dituliskan dalam resep sesuai dengan

pedoman.

e. Langkah 5: Edukasi. Memberikan penjelasan kepada

pasien tentang tujuan pemberian obat, dan efek

sampingnya.

10

f. Langkah 6: Kontrol. Bertanggung jawab mengontrol

dan mengawasi proses jalannya pengobatan dan

memberi tahu pasien kapan harus menghentikan

pengobatan. Dan pasien diminta untuk konsultasi

kembali bila keadaan tidak membaik.

II.1.1. Pengobatan rasional

Pengertian rasional menurut WHO adalah sesuai

dengan keperluan klinis, dosis sesuai dengan kebutuhan

pasien, diberikan dalam jangka waktu yang sesuai, dan

biaya yang terjangkau untuk pasien dan komunitas.

Berbagai langkah yang diupayakan WHO dalam

mempromosikan penerapan prinsip pengobatan rasional,

terdapat 3 elemem seperti (Who, 2010):

a. Rational use of medicines strategy and monitoring

WHO menyususn strategi dan pemantauan terhadap

pengobatan rasional, yaitu dengan mengadvokasi

penggunaan obat, mengidentifikasi dan mempromosikan

pengobatan rasional, dan mengawasi promosi obat.

b. Rational use of medicines by health professional

WHO bekerja sama dengan Negara atau pemerintah

untuk mengembangkan dan memperbaharui guideline

11

(panduan/pedoman) pengobatan, daftar obat esensial

nasional serta mendukung program pelatihan pengobatan

rasional.

c. Rational use of medicines by consumers

Mendukung terciptanya suatu sistem informasi obat

yang efektif dan memberdayakan konsumen dalam mengambil

keputusan mengenai pengobatan yang mereka terima.

II.1.2. Langkah Peresepan Dokter

Dalam mewujudkan terapi yang rasional, dokter

perlu menyususun preskripsi dengan benar dan rasional.

Dalam menyususn preskripsi yang benar dan rasional, ada

beberapa langkah yang harus diperhatikan, yaitu:

a) Pemilihan obat yang tepat. Yang perlu diperhatikan

yaitu nama obat yang dipilih (generik atau paten),

jenis sediaan dan jumlah obat.

b) Menentukan dosis yang tepat.

c) Menentukan aturan pemberian. frekuensi pemberian,

dosis perkali pemberian dan waktu pemberian.

d) Memilih bentuk sedian obat dan jumlah yang

diberikan secara tepat. Faktor-faktor yang perlu

12

diperhatikan yaitu faktor obat, faktor penyakit,

dan faktor penderita.

e) Memilih tipe formula yang tepat. Adapun macam

formula dalam menulis preskripsi obat antara lain:

magistralis, offisinalis, dan spesialitis.

Pemilihan formula dengan pertimbangan dapat

menjamin ketepatan dosis, dapat menjaga stabilitas

obat, dapat menjaga kepatuhan pasien dan biaya

yang terjangkau.

f) Menulis resep dalam blanko resep dengan benar, dan

sesuai aturan.

g) Memberikan informasi yang benar kepada pasien.

Tujuan pemberian dan manfaat obat perlu dijelaskan

secara edukatif kepada pasien.

II.2. Hipertensi

Definisi hipertensi tidak berubah sesuai dengan

umur. Hipertensi didefinisikan dengan meningkatnya

tekanan darah arteri yang persisten. Penderita dengan

tekanan darah diastolik (TDD) kurang dari 90 mmHg dan

tekanan darah sistolik (TDS) lebih besar sama dengan

140 mm Hg mengalami hipertensi sistolik terisolasi.

Sedangkan krisis hipertensi (tekanan darah diatas

13

180/120 mm Hg) dapat dikategorikan sebagai hipertensi

darurat (meningkatnya tekanan darah akut atau disertai

kerusakan organ) atau hipertensi gawat (beberapa

tekanan darah meningkat tidak akut).

Menurut Departemen Kesehatan [Depkes] (2008 B),

tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu

peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum,

hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri

menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, gagal

jantung, dan kerusakan ginjal. Menurut The Sevent

Report of The Joint National Committe on Prevention,

Detection, Evaluation dan Treatment of High Blood

Pressure JNC 7, yang termasuk batasan hipertensi adalah

keadaan dimana tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan

tekanan diastolik ≥90 mmHg (Chobanian et al.,2003).

Faktor resiko hipertensi antara lain adalah

faktor genetik, umur, jenis kelamin, etnis, stress,

obesitas, asupan garam dan kebiasaan merokok.

Hipertensi bersifat genetik. Individu dengan riwayat

keluarga hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih

besar terkena hipertensi dari pada orang yang tidak

mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Insidensi

14

hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia

dan pria memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena

hipertensi lebih awal. Obesitas dapat meningkatkan

kejadian hipertensi, ini disebabkan lemak dapat

menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah sehingga dapat

meningkatkan tekanan darah. Asupan garam yang tinggi

akan menyebabkan pengeluaran berlebihan dari hormon

natriouretik yang secara tidak langsung akan

meningkatkan tekanan darah. Kebiasaan merokok

berpengaruh dalam meningkatkan resiko hipertensi

walaupun mekanismenya belum diketahui secara pasti.

15

II.2.1. Klasifikasi Hipertensi

Definisi hipertensi menurut WHO 2010 dapat dilihat pada

tabel 1.

Tabel 1. Definisi dan Klasifikasi Tingkat Tekanan Darah

(mmHg).

Kategori Sistolik Diastolik

Optimal <120 <80

Normal <130 <85

Normal-tinggi 130-139 85-89

Hipertensi derajat 1 (ringan)

140-159 90-99

Subkelompok: borderline

140-149 90-94

Hipertensi derajat 2 (sedang)

160-179 100-109

Hipertensi derajat 3 (berat)

≥180 ≥110

Hipertensi sistolik terisolasi

≥140 <90

Subkelompok: borderline

140-149 <90

16

Jika tekanan darah sistolik dan diastolik berbeda

kategori, dipakai kategori yang lebih tinggi.

Klasifikasi tekanan darah menurut JNC7, dibagi menjadi

beberapa kelompok: (Chobanian et al.,2003)

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7

(Chobanian et al.,2003)

Klasifikasi Sistolik (mm Hg) Diastolic (mm Hg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120 – 139 80 -90

Tahap 1 hipertensi 140 – 159 90- 99

Tahap 2 hipertensi ≥ 160 ≥ 100

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibedakan

menjadi dua kelompok, yaitu (Gray et al., 2005):

a. Hipertensi Primer

Disebut juga hipertensi esensial atau

hipertensi idiopatik. Hipertensi primer adalah

hipertensi yang tidak dapat diidentifikasi

penyebabnya. Hipertensi primer terdapat pada 95%

dari keseluruhan kasus hipertensi. Banyak faktor

yang dapat menyebabkab hipertensi primer, seperti:

faktor genetik, geografi, jenis kelamin,

17

resistensi insulin, lingkungan, jenis kelamin dan

lain-lain.

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang

penyebabnya telah diidentifikasi, misalnya karena

insufisiensi ginjal, gangguan kardiovaskularisasi,

stenosis arteri, Chushing’s syndrome dan lain

sebagainya.

II.2.2. Penegakan Diagnosis

Kenaikan tekanan darah sering merupakan satu-

satunya tanda klinis hipertensi primer sehingga

diperlukan pengukuran tekanan darah yang akurat.

Menurut JNC 7 yang termasuk batasan hipertensi adalah

keadaan dimana tekanan darah sistolik ≥90 mmHg

(Chobanian et al.,2003). Tekanan diukur dalam satuan

millimeter raksa (mmHg) (AHA, 2010). Tekanan darah

sistolik adalah tekanan puncak yang dicapai ketika

jantung berkontraksi dan memompakan darah keluar

melalui arteri. Tekanan darah sistolik dicatat apabila

terdengar bunyi utama (Korotkoff I). Tekanan darah

diastolik diambil ketika tekanan jatuh ke titik

terendah saat jantung rileks dan mengisi darah kembali.

Tekanan darah diastolik dicatat apabila bunyi tidak

terdengar lagi (Korotkoff V) (Yogiantoro, 2007).

18

Pengukuran tekanan darah setidaknya dilakukan dua

kali (dengan jarak 5-10 menit) dalam posisi duduk dan

posisi lengan sejajar dengan jantung. Pasien duduk

setidaknya 5-10 menit tanpa melakukan aktifitas fisik,

makan dan merokok. Menurut Depkes (2008A), tekanan

darah diukur setelah seseorang duduk/berbaring. Tekanan

darah diukur dengan sphygmomanometer yang telah

dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset

menutupi lengan).

II.3. Pengobatan Hipertensi

II.3.1. Modifikasi Gaya Hidup

Modifikasi gaya hidup mencakup (Yogiantoro,

2007):

a. Menghentikan merokok

b. Menurunkan berat badan

c. Mengurangi konsumsi alkohol

d. Olahraga atau latihan fisik

e. Mengurangi asupan garam

f. Memperbanyak konsumsi buah dan sayur

g. Mengontrol stress emosional

19

II.3.2. Jenis-jenis obat Antihipertensi

a. Diuretik

b. Inhibitor Angiotensin-Coverting Enzyme (ACE)

c. Angiotensin Reseptor Blocker (ARB)

d. Antagonist Reseptor Β Blocker

e. Penghambat Saluran Kalsium (CCB)

f. Penghambat Reseptor α1

g. Antagonis α2-Pusat

h. Reserpin

i. Vasodilator Arteri Langsung

j. Inhibitor Simpatetik Postganglion

(referensi menurut JNC-VII (Chobanian et al.,

2003)

20

Tabel 4. Golongan dan Jenis Obat Hipertensi Menurut JNC

7 (Chobanian et al., 2003)

Golongan obat Jenis obat Diuretic Thiazid Chlorothiazide

chlorthalidone) hydrochlorothiazide polythiazide indapamide metolazone metolazone

Loop Diuretic bumetanide furosemide torsemide

Diuretic hemat Kalium amiloride triamterene

Aldosteron Antagonis eplerenone spironolactone

Beta blocker (agonis reseptor β)

atenolol betaxolol bisoprolol metoprolol metoprolol extended release nadolol propranolol propranolol long-acting timolol

Beta blocker dengan aktivitas simpatomitetik instrinsik

acebutolol sympathomimetic activitypenbutolol pindolol

Kombinasi reseptor alpha1 dan (agonis reseptor β)

carvedilol labetalol

Angiotensin converting enzyme inhibitor(ACE-I)

benazepril captopril enalapril fosinopril lisinopril moexipril perindopril quinapril ramipril trandolapril

21

Lanjutan Tabel 4

ARB ( penghambat reseptor angiotensin II)

candesartan eprosartan irbesartan losartan olmesartan telmisartan valsartan

CCB(Penghambat Saluran Calcium) -Non dihydropyridines

Diltiazem extended release diltiazem extended release verapamil immediate release verapamil long acting verapamil

CCB(Penghambat Saluran Calcium) –Dihydropyridines

amlodipine felodipine isradipine nicardipine sustained release nifedipine long-acting nisoldipine

Alpha-1 blocker doxazosin prazosin terazosin

Antagonist Alpha2 – Pusat

Direct vasodilators

Clonidine Metildopad hydralazine minoxidil

(Chobanian et al., 2003)

22

II.3.3. Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi

Gambar 1. Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi

(Chobanian et al., 2003)

23

II.4. Konsep Lansia

II.4.1. Pengertian Lansia

Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia,

merupakan bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat

dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada

tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik

secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam

berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimiliki.

Penurunan fungsi fisik pada lansia menjadikan semakin

rentan terhadap penyakit-penyakit kronis. Perubahan

penampilan fisik sebagian dari proses penuaan normal,

seperti rambut yang mulai memutih, kerutan yang mulai

tumbuh di wajah, berkurangnya ketajaman panca indra,

serta kemunduran daya tahan tubuh.

II.4.2. Batasan Lansia

Ada beberapa pendapat tentang batasan umur lanjut

usia yaitu:

a. Menurut organisasi kesehatan dunia

Lanjut usia (lansia) meliputi: usia pertengahan yakni

kelompok usia 46 sampai 59 tahun. Lanjut usia

(elderly) yaitu antara usia 60-74 tahun. Usia lanjut

24

tua (old) yaitu antara 75 sampai 90 tahun dan usia

sangat tua (very old)yaitu usia diatas 90 tahun.

b. Menurut undang-undang nomer 13 tahun 1998

Lansia yaitu seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke

atas.

25

II. 5 . Kerangka Konsep Penelitian

Variable dependen: pola penggunaan obat

antihipertensi

Variable independen: pasien hipertensi usia lanjut

26

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI:

JENIS OBAT

GOL. OBAT

JUMLAH OBAT

CARA PEMBERIAN

KOMBINASI OBAT

JNC 7

PRIMER SEKUNDER

PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH

PASIEN HIPERTENSI USIA LANJUT

PASIEN

OBAT ANTIHIPERTENSI

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

non eksperimental, observasional yang bersifat

retrospektif dengan rancangan cross sectional.

III.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUP. DR.SARDJITO

pada tahun 2013.

III.3. Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah pasien

hipertensi primer lanjut usia rawat inap yang berobat

ke RSUP. DR.SARDJITO pada tahun 2012. Populasi tersebut

sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi penelitian.

Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah:

- Pasien hipertensi primer lanjut usia menurut WHO

pada tahun 2012 yang di rawat inap di RSUP.

DR.SARDJITO

- Pasien hipertensi primer lansia yang mendapatkan

terapi obat antihipertensi

27

- Pasien hipertensi primer lansia yang berumur >45

tahun.

- Pasien hipertensi primer lansia yang memiliki

rekam medis lengkap tanpa komplikasi.

Kriteria eklusi dari penelitian ini adalah:

- Pasien hipertensi dengan komplikasi.

- Rekam medis penderita hipertensi yang tidak

lengkap.

- Pasien yang bukan terdiagnosis hipertensi primer.

- Pasien yang berusia <45 tahun.

III.4. Definisi Operasional

a. Usia lanjut adalah kelompok usia 45 sampai 59 tahun

lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun

lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun usia

sangat tua (very old), diatas 90 tahun. (WHO 2010).

b. Pasien hipertensi primer adalah pasien yang

pertama kali terdiagnosis hipertensi (dimana tekanan

darah sistoliknya ≥140 mmHg dan tekanan darah

diastoliknya ≥90 mmHg) di dalam rekam medis RSUP.DR

SARDJITO pada tahun 2012 yang di tangani oleh dr.

spesialis penyakit dalam.

28

c. Hipertensi grade I adalah keadaan dimana tekanan

darah sistoliknya antara 140-159 mmHg atau tekanan

darah diastolik antara 90-99 mmHg dan terdiagnosis

hipertensi di rekam medis RSUP. DR.SARDJITO pada tahun

2012.

d. Hipertensi grade II adalah keadaan dimana tekanan

darah sistolik ≥169 mmHg atau tekanan darah diastolik

≥100 mmHg dan terdiagnosisi hipertensi di rekam medis

RSUP. DR.SARDJITO pada tahun 2012.

e. Obat antihipertensi (AHT) adalah obat yang dapat

menurunkan tekanan darah dan digunakan dalam pengobatan

penyakit hipertensi. Data mengenai nama obat

antihipertensi yang diresepkan ke pasien yang diperoleh

dari rekam medis.

f. Pola peresepan obat adalah gambaran penggunaan

obat dilihat dari jenis/golongan, kombinasi obat, rata-

rata jumlah obat yang diberikan, dan kesesuaian

indikasi dengan pedoman JNC 7.

g. Jenis/golongan obat adalah beberapa jenis/golongan

obat digunakan dalam pengobatan penyakit hipertensi.

Beberapa golongan obat antihipertensi antara lain ACEI,

ARB, CCB, beta blocker, antagonis alfa,dan lain-lain.

29

data diperoleh mengenai nama obat yang diperoleh dari

rekam medis.

h. Kombinasi obat adalah pemberian obat lebih dari

satu macam. Obat AHT tunggal adalah pemakaian satu

jenis dari satu golongan obat AHT di waktu yang berbeda

dalam satu hari pada subjek penelitian. Obat AHT

kombinasi adalah pemakaian lebih dari satu jenis atau

golongan obat AHT di waktu yang berbeda atau bersamaan

dalam satu hari pada subyek penelitian. Data diperoleh

dari rekam medis.

i. Cara pemberian obat AHT adalah pemberian obat AHT

dalam sekali peresepan atau pemberian, dilihat dihari

pertama pengobatan. Data mengenai cara pemberian obat

AHT diperoleh dari rekam medis.

j. Rata-rata jumlah obat adalah rata-rata jumlah obat

antihipertensi yang diresepkan kepada pasien dalam satu

hari.

k. Kesesuain pemilihan obat adalah kesesuain

pemilihan obat AHT dengan diagnosis dokter pada rekam

medis dengan JNC 7 sebagai standar pedoman.

l. Rekam medis tidak lengkap adalah rekam medis yang

tidak memiliki satu atau lebih informasi sebagai

30

berikut, umur pasien, jenis kelamin, diagnosis oleh

dokter, hasil pemeriksaan tekanan darah, tanggal

didiagnosis, nama obat AHT, dan cara pemberian obat.

m. Pasien hipertensi dengan komplikasi adalah pasien

yang selain terdiagnosis hipertensi, disamping itu juga

terdiagnosis penyakit lain yang merupakan komplikasi

dari hipertensi. Antara lain diabetes mellitus,

penyakit jantung, penyakit ginjal dan stroke.

III.5. Cara Pengumpulan Data

Data penelitian ini menggunakan data sekunder

yang diperoleh dari kumpulan rekam medis RSUP.

DR.SARDJITO pada tahun 2012. Data yang diambil berisi

informasi umur pasien, jenis kelamin, diangnosis oleh

dokter, tanggal didiagnosis, riwayat hipertensi (lama

hipertensi, riwayat pengobatan hipertensi), hasil

pemeriksaan tekanan darah, nama obat antihipertensi,

cara pemberian, obat selain antihipertensi dan catatan

lainnya. Semua informasi tersebut dituliskan kedalam

form pengumpulan data.

31

III.6. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah

data rekam medis dan blanko resep penderita hipertensi

yang berobat ke RSUP. DR.SARDJITO pada tahun 2012.

III. 7 . A nalisis Data

Hasil penelitian dianalisis dengan metode

statistik deskriptif (penelitian yang hanya

menggambarkan data/fenomena yang didapat kemudian

diikuti dengan perkembangannya pada periode tertentu ke

arah belakang) terhadap penderita hipertensi primer

usia lanjut yang dirawat inap di RSUP. Dr. SARDJITO.

Rencana analisis data yang digunakan adalah SPSS.

32

III. 8 . Tahap Penelitian

33

Penyusunan Proposal

Pengajuan judul

Penyusunan Proposal

Bimbingan

Seminar Proposal

Disetujui

Penelitian

Pengajuan Judul

Pengurusan izin penelitian

Pengambilan Data

Pengolahan Data

Penyusunan Hasil

Bimbingan

Seminar Hasil

Skripsi

DAFTAR PUSTAKA

AHA, 2010 High blood pressure, http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?ientifier=4623

Borzecki AM, Glickman ME, Kader B, Bcrlowitz

DR. The effect of age on hypertension control and

management. AJH 2006; 19:520-527.

Carruthers, S.George, et.al. 2000. Clinical Pharmacology. Fourth Edition. USA : McGraw-Hill.

Chobanian, A.V.,Bakris, J.L., Black, H.R., Cushman, W,C., Green, L.A., Izzo, J.L.Jr., Jones, D.W., Materson, B.J., Oparil,S., Wright, J.T.Jr., 2003.JNC7 Express: The Seventh Report of Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.

Darmanto, 2002. Kebijakan penggunaan obat rasional, dalam laporan pelatihan penggunaan obat rasional Dinas kesehatan, Penerbit Dinas Kabupaten Bantul, Bantul.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia [Depkes],2008A. Daftar Obat Esensial Nasional(DOEN)2008,Penerbit Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia [Depkes],2008B. Pedoman Pengobatan Dasar di Pukesmas 2007, hal 97-98, Penerbit Departemen Keseharan RI, Jakarta.

Gray, H.H., Dawkins, K, D., Morgan, j.M. Simpson, LA., 2002, Lecture notes:Kardiologi, Agoes A., Rachmawati, A.D., 2005(Alih Bahasa),Penerbit Erlangga, Yogyakarta.

Irawan, B.,2006. Peran Penghambat Beta;dari Hipertensi sampai dengan Gagal Jantung Kronis, Jurnal Kedokteran YARSI, 14(2), 150-157.

Irawan, B., 2008. Trend Penggunaan Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit PKU

34

Muhammadiyah Yogjakarta Tahun 2002-2006. Skripsi, Jurusan Farmasi, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Universitas Islam Indonesia, Yogjakarta.

Jiwando, B.S., 2009. Pola Penggunaan Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Bantul Tahun 2008, Skripsi Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran, Universitas Islan Indonesia, Yogjakarta.

Katzung, B.G. Basic and Clinical Pharmacology. Tenth Edition. Mc Graw Hill: USA, 2007.

Katzung, B.G. 1998. Obat-obat hipertensi. Dalam: Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 6, cetakan I, hal 158-180.

Kearney, P.M., Whelton, M., Reynolds, K., Muntner, P., Wheltom P.K.,He Jiang.,2005, Global Burden of Hipertension: Analysis of Worldwide Data.Lancet 15-21;365(9455):217-23.

Kurniawan, A., 2009. Pola Penggunaan Penyakit Hipertensi pada Pasien Rawat Inap di RSUD Sleman Yogyakarta Tahun 2008, Skripsi, Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Kuswardhani, Tuty RA., Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lanjut Usia di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2006, Jurnal Penyakit Dalam Volume 7 Nomor 2 Mei 2006, Denpasar.

Lu FH, Tang SJ, Wu JS, Yang YC, Chang CJ.Hypertension in elderly persons: its prevalenceand associated cardiovascular risk factors inTainan City, Southern Taiwan. J Gerontol

2000;55A:M463-8.

Rigaud AS, Forette B., Hypertension in older adults. J

Gerontol 2001;56A:M217-5.

Sumaini, T., Penggunaan Obat Pada Pasien Hipertensi yang di Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Banjar Kab. Ciamis ., Skripsi, Jurusan Farmasi, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

35

Shivhare, S.C., Kunjwani, H,K., Manikrao, A,M., Bondre, A.V., 2010. Drug Hazard and Rational Use of Drugs: A Review, Journal of Chemical and Pharmacheutical Research.

Tjay, T.H. Rahardja, K., 2002. Obat-obat Penting, Edisi V. Penerbit PT.Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.

Van Rossum CTM, van de Mhen H, Witteman JCM, Hoftnan A, Mackenbach JP, Groobee DE. Prevalence, treatment, and control of hypertension by sociodemographic factors among the dutch elderly. Hypertension 2000;35:814-21.

WHO, 2010. Rational use of medicine

Yogiantoro, M., 2007. Hipertensi Esensial. Dalam Sudoyo, A, W., Setiohodi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 ed. 4, hal 599. Balai Penerbit FK UI, Jakarta.

36