HIPERTENSI

50
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hipertensi di Indonesia Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan sebagian besarkasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7% dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hannya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi. Ini menunjukkan 76% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis atau 76% masyarakat belum mengetahui bahwa merek menderita hipertensi. Data Riset Kesehatan Dasar 2007 juga menyebutkan, propinsi dengan angka prevalensi paling tinggi ditempatiKepulauan Natuna dengan 53,3%. Sedangkan posisi buncit ditempati Propinsi Papua Barat dengan angka prevalensi 6,8 persen.

description

Hipertensi dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat

Transcript of HIPERTENSI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah Hipertensi di Indonesia

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan sebagian

besarkasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari

hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan

prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7% dimana hanya 7,2%

penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hannya 0,4%

kasus yang minum obat hipertensi. Ini menunjukkan 76% kasus hipertensi di

masyarakat belum terdiagnosis atau 76% masyarakat belum mengetahui

bahwa merek menderita hipertensi. Data Riset Kesehatan Dasar 2007 juga

menyebutkan, propinsi dengan angka prevalensi paling tinggi

ditempatiKepulauan Natuna dengan 53,3%. Sedangkan posisi buncit

ditempati Propinsi Papua Barat dengan angka prevalensi 6,8 persen.

Hipertensi secara perlahan dapat merusak sistem organ tubuh kita, yang

lambat laun akan menunjukkan gejala kerusakan organ yang lebih progresif.

Salah satu efek hipertensi jika tidak dirawat dengan baik adalah merusak

pembuluh arteri. Arteri yang rusak menyebabkan terganggunya aliran darah,

yang artinya kebutuhan oksigen dan nutrisi pada organ dan jaringan tubuh

lain juga akan terganggu.

Hipertensi menyebabkan timbulnya suatu penyakit yang dibawa akibat

tekanan darah yang tinggi seperti menimbulkan resiko terhadap stroke,

aneurisma, gagal jantung, serangan jantung, kerusakan ginjal, gagal ginjal,

perdarahan pada retina mata, pecahnya pembuluh darah di otak, serta

kelumpuhan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah host, agent, dan environment dari penyakit hipertensi ?

2. Bagaimana chain of hipertensi ?

3. Bagaimana riwayat alamiah dari penyakit hipertensi ?

4. Bagaimana saudara sebagai seorang sarjana kesehatan melakukan

preventif ?

5. Bagaimana saudara sebagai seorang sarjana kesehatan melakukan

edukasi pada masyarakat ?

6. Menurut saudara apakah perlu dilakukan surveilans atau screening?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan host, agent, dan environment dari penyakit hipertensi

2. Menjelaskan chain of hipertensi

3. Menjelaskan riwayat alamiah dari penyakit hipertensi

4. Menjelaskan peran sebagai seorang sarjana kesehatan dalam melakukan

preventif

5. Menjelaskan peran sebagai seorang sarjana kesehatan dalam melakukan

edukasi pada masyarakat

6. Menjelaskan tentang apakah perlu dilakukan surveilans atau screening

BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 Host, Agent, dan Environment dari Penyakit Hipertensi.

FAKTOR HOST ( PENJAMU )

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit hipertensi pada penjamu :

a. Daya Tahan Tubuh Terhadap Penyakit

Daya tubuh seseorang sangat dipengaruhi oleh kecukupan gizi, aktifitas,

dan istirahat. Dalam hidup modern yang penuh kesibukan juga membuat

orang kurang berolagraga dan berusaha mengatasi stresnya dengan

merokok , minum alkohol, atau kopi sehingga daya tahan tubuh menjadi

menurun dan memiliki resiko terjadinya penyakit hipertensi.

b. Genetis

Para pakar juga menemukan hubungan antara riwayat keluarga penderita

hipertensi (genetik) dengan resiko untuk juga menderita penyakit ini.

c. Umur

Penyebaran hipertensi menurut golongan umur agaknya terdapat

kesepakatan dari para peneliti di Indonesia. Disimpulkan bahwa prevalensi

hipertensi akan meningkat dengan bertambahnya umur. Sebagai gambaran

saja, berikut ini dikutipkan salah satu hasil penelitian tentang penyebaran

menurut umur tersebut .

Prevalensi 6-15% pada orang dewasa. Prevalensi meningkat

menurut usia. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang

mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat

sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia

55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun

drastis.

Tetapi di atas usia tersebut, justru wanita (setelah mengalami

menapouse ) berpeluang lebih besar. Para pakar menduga perubahan

hormonal berperan besar dalam terjadinya hipertensi di kalangan wanita

usia lanjut. Namun sekarang penyakit hipertensi tidak memandang

golongan umur.

d. Jenis Kelamin

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 menunjukkan

prevalensi penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia

cukup tinggi, yaitu 83 per 1.000 anggota rumah tangga. Pada umumnya

lebih banyak pria menderita hipertensi dibandingkan dengan perempuan.

-       Wanita > Pria pada usia > 50 tahun

-       Pria > wanita pada usia < 50 tahun

e. Adat Kebiasaan

Kebiasaan- kebiasaan buruk seseorang merupakan ancaman kesehatan

bagi orang tersebut seperti:

Gaya hidup modern yang mengagungkan sukses, kerja keras dalam

situasi penuh tekanan, dan stres terjadi yang berkepanjangan adalah

hal yang paling umum serta membuat orang kurang berolagraga ,

dan berusaha mengatasi stresnya dengan merokok, minum alkohol

atau kopi, padahal semuanya termasuk dalam daftar penyebab yang

meningkatkan resiko hipertensi.

Indra perasa kita sejak kanak-kanak telah dibiasakan untuk

memiliki ambang batas yang tinggi terhadap rasa asin, sehingga

sulit untuk dapat menerima makanan yang agak tawar. Konsumsi

garam ini sulit dikontrol, terutama jika kita terbiasa mengonsumsi

makanan di luar rumah (warung, restoran, hotel, dan lain-lain).

Pola makan yang salah, faktor makanan modern sebagai

penyumbang utama terjadinya hipertensi. Makanan yang

diawetkan dan garam dapur serta bumbu penyedap dalam jumlah

tinggi, dapat meningkatkan tekanan darah kerana mengandung

natrium dalam jumlah yang berlebih.

f. Pekerjaan

Stress pada pekerjaan cenderung menyebabkan terjadinya

hipertensi berat. Pria yang mengalami pekerjaan penuh tekanan, misalnya

penyandang jabatan yang menuntut tanggung jawab besar tanpa disertai

wewenang pengambilan keputusan, akan mengalami tekanan darah yang

lebih tinggi selama jam kerjanya, dibandingkan dengan rekannya mereka

yang jabatan nya lebih “longgar” tanggung jawabnya . Stres yang terlalu

besar dapat memicu terjadinya berbagai penyakit misalnya sakit

kepala,sulit tidur, tukak lambung, hipertensi, penyakit jantung, dan stroke.

g. Ras/Suku

Ras/Suku : Di USA, orang kulit hitam > kulit putih. Di Indonesia penyakit

hipertensi terjadi secara bervariasi.

FAKTOR AGENT ( PENYEBAB PENYAKIT )

Agent adalah suatu substansi tertentu yang keberadaannya atau

ketidakberadaannya dapat menimbulkan penyakit atau mempengaruhi

perjalanan suatu penyakit. Untuk penyakit hipertensi yang menjadi agen

adalah :

a. Faktor Nutrisi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, natrium memegang

peranan penting terhadap timbulnya hipertensi. Konsumsi natrium

yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan

ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan

intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler

meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut

menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak

kepada timbulnya hipertensi.

Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan

tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh.

Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak-

memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan

garam. Indra perasa kita sejak kanak-kanak telah dibiasakan untuk

memiliki ambang batas yang tinggi terhadap rasa asin, sehingga

sulit untuk dapat menerima makanan yang agak tawar.

Minuman berkafein dan beralkohol.Minuman berkafein seperti

kopi dan alkohol juga dapat meningkatkan resiko hipertensi.

Juga terbukti adanya hubungan antara resiko hipertensi dengan

makanan cepat saji yang kaya daging. Makanan cepat saji juga

merupakan salah satu penyebab obesitas (berat badan berlebih ).

Dilaporkan bahwa 60% penderita hipertensi mempunya berat

badan berlebih.

b. Faktor Kimia

Mengkonsumsi obat-obatan seperti kokain, Pil KB Kortikosteroid,

Siklosporin, Eritropoietin, Penyalahgunaan Alkohol, Kayu manis

(dalam jumlah sangat besar).

c. Faktor Biologi

Penyebab tekanan darah tinggi sebagian besar diketahui, namun

peniliti telah membuktikan bahwa tekanan darah tinggi berhubungan

dengan resistensi insulin dan/ atau peningkatan kadar insulin

(hiperinsulinemia). Keduanya tekanan darah tinggi dan resistensi

insulin merupakan karakteristik dari sindroma metabolik , kelompok

abnormalitas yang terdiri dari obesitas, peningkatan trigliserid, dan

HDL rendah (kolesterol baik) dan terganggunya keseimbangan

hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan darah.

Walaupun sepertinya hipertensi merupakan penyakit keturunan, namun

hubungannya tidak sederhana. Hipertensi merupakan hasil dari

interaksi gen yang beragam, sehingga tidak ada tes genetik yang dapat

mengidentifikasi orang yang berisiko untuk terjadi hipertensi secara

konsisten.

Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian

telah menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus

dianggap sebagai faktor resiko terjadi hipertensi.

d. Faktor Fisik

Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan

lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika

beristirahat.

Gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga) bisa memicu

terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang

diturunkan.

 Berat badan yang berlebih akan membuat seseorang susah bergerak

dengan bebas. Jantungnya harus bekerja lebih keras untuk memompa

darah agar bisa menggerakkan berlebih dari tubuh terdebut. Karena itu

obesitas termasuk salah satu yang meningkatkan resiko hipertensi.

FAKTOR ENVIRONMENT ( LINGKUNGAN )

Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia

serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan

perkembangan manusia. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya

hidup misalnya gaya hidup kurang baik seperti gaya hidupnya penuh

dengan tekanan (Stres). Stres yang terlalu besar dapat memicu terjadinya

berbagai penyakit seperti hipertensi. Dalam kondisi tertekan adrenalin dan

kortisol dilepaskan ke aliran darah sehingga menyebabkan peningkatan

tekanan darah agar tubuh siap beraksi.

Gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol

atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-

orang memiliki kepekaan yang diturunkan. Terdapatnya perbedaan

keadaan geografis, dimana daerah Pantai lebih berisiko terjadinya penyakit

hipertensi dibading dengan daerah pegunungan, karena daerah pantai lebih

banyak terdapat natrium bersama klorida dalam garam dapur sehingga

Konsumsi natrium pada penduduk pantai lebih besar dari pada daerah

pegunungan.

Penyakit hipertensi ditemukan di semua daerah di Indonesia

dengan prevalensi yang cukup tinggi. Dimana daerah perkotaan lebih

dengan gaya hidup modern lebih berisiko terjadinya penyakit hipertensi

dibandingkan dengan daerah pedesaan.

Berikut ini adalah factor-faktor yang dapat menyebabkan obesitas menurut

teori HL Blum yaitu :

a. Faktor Genetik

Peneliti juga telah mengidentifikasi selusin gen yang mempunyai

kontribusi terhadap tekanan darah tinggi. Walaupun sepertinya hipertensi

merupakan penyakit keturunan, namun hubungannya tidak sederhana.

Hipertensi merupakan hasil dari interaksi gen yang beragam, sehingga

tidak ada tes genetik yang dapat mengidentifikasi orang yang berisiko

untuk terjadi hipertensi secara konsisten. Riwayat penyakit yang di derita,

bagi keturunan penderita hipertensi Jika ada anggota keluarga yang

menderita penyakit hipertensi, walaupun belum adanya tes genetik secara

konsisten terhadap penyakit hipertensi tetaplah berhati-hati. Karena dalam

garis keluarga pasti punya struktur genetik yang sama.

b. Faktor Perilaku

Faktor perilaku seperti misalnya gaya hidup kurang baik seperti

pengkonsumsian makanan cepat saji yang kaya daging dan minuman

bersoda, memiliki kadar kolesterol darah yang tinggi,Kegemukan

(obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), gaya hidup

stres,stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk

sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya

akan kembali normal. Kebiasaan mengkonsumsi minuman berkafein dan

beralkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi

pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan. Serta kebiasaan

merokok karena rokok dapat meningkatkan risiko penyakit hipertensi.

c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa

yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana

aktivitasnya), seperti : Indra perasa kita yang sejak kanak-kanak telah

dibiasakan untuk memiliki ambang batas yang tinggi terhadap rasa asin,

sehingga sulit untuk dapat menerima makanan yang agak tawar. Konsumsi

garam ini sulit dikontrol, terutama jika kita terbiasa mengonsumsi

makanan di luar rumah (warung, restoran, hotel, dan lain-lain).

d. Faktor Pelayananan

Faktor pelayanan kesehatan adalah kurangnya pemberdayaan masyarakat

dalam usaha pencegahan penyakit hipertensi dengan pemeriksaan tekanan

darah secara teratur, kurangnya perencanaan program mengenai

pencegahan penyakit hipertensi dari provider (pelayanan kesehatan) di

puskesmas mengenai pencegahan penyakit hipertensi dengan pengaturan

pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup, kurangnya kerja

sama dengan berbagai sektor terkait guna pencegahan terjadinya penyakit

hipertensi, serta kurangnya penilaian, pengawasan dan pengendalian

mengenai program pencegahan penyakit hipertensi di Puskesmas.

2. 2 Chain of Hipertensi

PORT OF ENTRY

Gaya hidup, pola makan, dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol,

rokok, dan kurang olahraga, merupakan faktor pemicu terjadinya

hipertensi. Perhatian serius juga diungkapkan pihak Kementerian

Kesehatan (Kemenkes). Menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan

Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Tjandra Yoga Aditama,

prevalensi hipertensi diIndonesia saat ini sudah sebesar 31,7 persen.

Prosentase itu menunjukkan, bahwa 1 dari 3 orang mengalami hipertensi.

Dan parahnya, 76,1 persen tidak mengetahui bahwa dirinya hipertensi,

sehingga tidak mendapatkan pengobatan yang memadai.

Dia menambahkan, bahwa hipertensi bisa diderita setiap orang.

Tidak ada perbedaan dari jenis kelamin, usia, status sosial dan ekonomi.

’’Setiap orang bisa terkena hipertensi. Tanpa terkecuali!’’ tegasnya.

Proporsi laki-laki dengan hipertensi sekitar 31,3 persen, sedangkan

perempuan 31,9 persen. Proporsi masyarakat dengan tingkat sosial

ekonomi rendah sebanyak 30,5 persen dan ekonomi tinggi sebanyak 33,0

persen. Jadi, terbukti, bahwa hipertensi bukan soal kaya miskin, laki-laki

atau perempuan, tapi lebih kepada persoalan gaya hidup dan pola makan,

serta kurangnya berolahraga. Khusus kaum urban yang kesibukannya

tinggi, sehingga lupa pentingnya berolahraga.

PORT OF EXIT

Hipertensi merupakan penyakit yang menurun, faktor yang melatar

belakangi terjadinya hipertensi biasanya faktor intrinsik. Selain dari faktor

keturunan hipertensi juga dari gaya hidup seseorang itu.

2. 3 Riwayat alamiah dari penyakit hipertensi

Secara umum, hipertensi tidak menunjukkan tanda-tanda yang

khas. Perjalanan ini berlangsung perlahan bahkan bisa bertahun-tahun

tanpa disadari oleh penderita. Seringkali kondisi tersebut baru diketahui

secara tiba-tiba misalnya saat check up kesehatan.

1. Tahap Pre-Patogenesa :

Pada keadaan ini penyakit belum ditemukan oleh karena pada umumnya

daya tahan tubuh pejamu masih kuat. Dengan perkataan lain seseorang

berada dalam keadaan sehat.

2. Tahap Inkubasi

Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi

mungkin tak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini

menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ

yang bermakna.

3. Tahap Penyakit Dini

Peningkatan tekanan darah merupakan satu-satunya tanda pada hipertensi

ringan. Bergantung pada tingginya tekanan darah gejala yang timbul

dapat berbeda-beda, hipertensi baru tampak bila telah terjadi komplikasi

pada organ target/vital seperti ginjal, jantung, otak, dan mata. Gejala

seperti sakit kepala, epistaksis, pusing, marah, telinga berdenging, kaku

kuduk, migren, insomnia, mata berkunang-kunang, muka merah,

kelelahan, dan gelisah dapat ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi.

4. Tahap Penyakit Lanjut

Gagal jantung, gangguan penglihatan, gangguan neurology, dan

gangguan fungsi ginjal paling banyak ditemukan pada hipertensi berat.

5. Tahap Akhir Penyakit :

·            Tahap Akhir Penyakit hipertensi : Komplikasi (infark miokardium,

stroke, gagal ginjal.) dan kematian.

2. 4 Peran sebagai Seorang Sarjana Kesehatan dalam Melakukan Preventif

Perawat sebagai tenaga kesehatan dengan jumlah proporsi terbesar

di Indonesia dapat berperan strategis dalam upaya kesehatan, baik yang

bersifat promotif maupun preventif, khususnya dalam mempromosikan gaya

hidup sehat dan melakukan deteksi dini hipertensi beserta komplikasi yang

mungkin menyertainya. Sebagai salah satu bentuk penyakit degeneratif, saat

ini hipertensi merupakan salah satumasalah kesehatanmasyarakat Indonesia

yang perlu segera dicarikan upaya-upaya sistematis dalam pencegahannya.

Hipertensi sebenarnyamerupakan penyakit yang lebih banyak dicetuskan

karena gaya hidup. Banyak sekali faktor risiko hipertensi yang berkaitan

dengan perilaku manusia, seperti stres,merokok, hiperlipidemia, diabetes

mellitus, obesitas, dan lain sebagainya. Perawat sebagai tenaga kesehatan

dengan jumlah proporsi terbesar di Indonesia dapat berperan strategis dalam

upaya kesehatan, baik yang bersifat promotif maupun preventif, khususnya

dalam mempromosikan gaya hidup sehat dan melakukan deteksi dini

hipertensi besertakomplikasi yangmungkinmenyertainya. Metode yang

digunakan untuk mengatasi masalah hipertensi di masyarakat tetap

memperhatikan aspek 3 level preventif (WHO,2004) .

Pencegahan dan Penanggulangan hipertensi dimulai dengan

meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke arah yang

lebih sehat. Untuk itu Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan

dasar perlu melakukan Pencegahan primer yaitu kegiatan untuk

menghentikan atau mengurangi faktor risiko Hipertensi sebelum penyakit

hipertensi terjadi, melalui promosi kesehatan seperti diet yang sehat dengan

cara makan cukup sayur-buah, rendah garam dan lemak, rajin melakukan

aktifitas dan tidak merokok.

Puskesmas juga perlu melakuka encegahan sekunder yang lebih ditujukan

pada kegiatan deteksi dini untuk menemukan penyakit. Bila ditemukan

kasus, maka dapat dilakukan pengobatan secara dini.

Sementara pencegahan tertier difokuskan pada upaya mempertahankan

kualitas hidup penderita. Pencegahan tertier dilaksanakan melalui tindak

lanjut dini dan pengelolaan hipertensi yang tepat serta minum obat teratur

agar tekanan darah dapat terkontrol dan tidak memberikan komplikasi

seperti penyakit ginjal kronik, stroke dan jantung. Penanganan respon cepat

juga menjadi hal yang utama agar kecacatan dan kematian dini akibat

penyakit hipertensi dapat terkendali dengan baik. Pencegahan tertier

dilaksanakan agar penderita hipertensi terhindar dari komplikasi yang lebih

lanjut serta untuk meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang lama

ketahanan hidup.

Setelah permasalahan dapat diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah

mengidentifikasi beberapa alternatif pemecahan masalah yang ditunjukkan

dengan pelaksanaan rangkaian beberapa kegiatan pengabdian masyarakat

sebagaimana telah disebutkan di atas. Kegiatan-kegiatan pengabdian

masyarakat tersebut adalah:

1. Pembentukan Posbindu

a. Definisi

Posbindu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan

bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dibentuk oleh masyarakat

berdasarkan inisiatif dan kebutuhan masyarakat itu sendiri, khususnya

penduduk usia lanjut. Posbindu kependekan dari Pos Pembinaan

Terpadu, program ini berbeda dengan Posyandu, karena Posbindu

dikhususkan untuk pembinaan para orang tua baik yang akan

memasuki masa lansia maupun yang sudah memasuki lansia (Depkes,

2007).

b. Tujuan

Tujuan diadakannya Posbindu adalah untuk meningkatkan derajat

kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia

dan berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan

eksistensinya dalam strata kemasyarakatan. Jadi dengan adanya

Posbindu diharapkan adanya kesadaran dari usia lanjut untuk membina

kesehatannya serta meningkatkan peran serta masyarakat termasuk

keluarganya dalam mengatasi kesehatan usia lanjut. Fungsi dan tugas

pokok Posbindu yaitu membina lansia supaya tetap bisa beraktivitas,

namun sesuai kondisi usianya agar tetap sehat, produktif dan mandiri

selama mungkin serta melakukan upaya rujukan bagi yang

membutuhkan (Depkes, 2007).

c. Proses Pembentukan

Pada prinsipnya pembentukan Posbindu didasarkan atas kebutuhan

masyarakat usia lanjut tersebut. Ada beberapa pendekatan yang

digunakan dalam pembentukan posbindu dimasyarakat sesuai dengan

kondisi dan situasi masing-masing daerah, misalnya mengambangkan

kelompok-kelompok yang sudah ada seperti kelompok pengajian,

kelompok jemaat gereja, kelompok arisan usia lanjut dan lain-lain.

Pembentukan Posbindu dapat pula menggunakan pendekatan

Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD).

Pendekatan PKM merupakan suatu pendekatan yang sudah umum

dilaksanakan dan merupkan pendekatan pilihan yang dianjurkan untuk

pembentukan Posbindu baru. Langkah-langkahnya meliputi:

1) Pertemuan tingkat desa

2) Survey mawas diri

3) Musyawarah Masyarakat Desa

4) Pelatihan kader

5) Pelaksanaan upaya kesehatan oleh masyarakat

6) Pembinaan dan pelestarian kegiatan

d. Komponen

Posbindu sebagai wadah yang bernuansa pemberdayaan masyarakat,

akan berjalan dengan baik dan optimal apabila memenuhi beberapa

komponen pokok, yaitu : adanya proses kepemimpinan, terjadinya

proses pengorganisasian, adanya anggota dan kader serta tersedianya

pendanaan.

1) Kepemimpinan

Posbindu merupakan kegiatan dari, oleh dan untuk masyarakat.

Untuk pelaksanaanya memerlukan orang yang mampu mengurus

dan memimpin penyelenggaraan kegiatan tersebut sehingga

kegiatan yang dilaksanakan mencapai hasil yang optimal.

Pemimpin Posbindu bisanya berasal dari anggota Posbindu itu

sendiri.

2) Pengorganisasian

Ciri dari suatu proses pengorganisasian dapat dilihat dari adanya

pembagian tugas, penunjukan kader, jadwal kegiatan yang teratur

dan sebagainya. Struktur organisasi Posbindu sedikitnya terdiri

dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan beberapa seksi dan kader.

3) Anggota Kelompok

Jumlah anggota kelompok Posbindu berkisar antara 50-100 orang.

Perlu diperhatikan juga jarak antara sasaran dengan lokasi

kegiatan dalam penentuan jumlah anggota, sehingga apabila

terpaksa tidak tertutup kemungkinan anggota Posbindu kurang

dari 50 orang atau lebih dari 100 orang.

4) Kader

Jumlah kader di setiap kelompok tergantung pada jumlah anggota

kelompok, volume dan jenis kegiatannya, yaitu sedikitnya 3 orang.

5) Pendanaan

Pendanaan bisa bersumber dari anggota kelompok Posbindu,

berupa iuran atau sumbangan anggota atau sumber lain seperti

donatur atau sumber lain yang tidak mengikat.

e. Pelayanan Kesehatan

Pelayaan kesehatan di Posbindu meliputi pemeriksaan kesehatan fisik

dan mental emosional. Kartu Menuju Sehat (KMS) Usia Lanjut

sebagai alat pencatat dan pemantau untuk mengetahui lebih awal

penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan

yang dihadapi dan mencatat perkembangannya dalam Buku Pedoman

Pemeliharaan Kesehatan (BPPK) Usia Lanjut atau catatan kondisi

kesehatan yang lazim digunakan di Puskesmas. Jenis pelayanan

kesehatan yang dapat diberikan kepada usia lanjut dikelompok sebagai

berikut:

1) Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari (activity of daily living)

melipui kegiatan dasar dalam kehidupan seperti makan/minum,

berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air

besar/kecil dan sebagainya.

2) Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan

mental emosional dengan menggunakan pedoman 2 menit.

3) Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan

pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik Indeks Masa

Tubuh (IMT);

4) Pengukuran tekanan darah dengan tensimeter dan stetoskop serta

penghitungan denyut nadi selama 1 menit;

5) Pemeriksaan hemoglobin menggunakan Talquist atau Sahli;

6) Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal

adanya penyakit gula (diabetes mellitus);

7) Pemeriksaan adanya protein dalam air seni sebagai deteksi awal

adanya penyakit ginjal;

8) Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau

ditemukan kelainan;

9) Penyuluhan bisa dilakukan di dalam maupun di luar kelompok

dalam rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi

sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh individu dan

atau kelompok usia lanjut;

10) Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi anggota

kelompok usia lanjut yang tidak datang, dalam rangka kegiatan

perawatan kesehatan masyarakat (public health nursing)

11) Pemberian Pemberian Makanan Tambahan (PMT), penyuluhan

contoh menu makanan dengan memperhatikan aspek kesehatan dan

gizi usia lanjut serta menggunakan bahan makanan yang berasal

dari daerah tersebut;

12) Kegiatan olah raga seperti senam lansia, gerak jalan santai dan lain

sebagainya untuk meningkatkan kebugaran.

f. Sarana dan Prasarana

Untuk kelancaran pelaksanaan Posbindu, dibutuhkan sarana dan

prasarana penunjang antara lain:

1) Tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka)

2) Meja dan kursi

3) Alat tulis

4) Buku pencatatan kegiatan (buku register buntu)

5) Kit usia lanjut yang berisi: Timbangan dewasa, meteran pengukur

tinggi badan, stetoskop, tensimeter, peralatan laboratorium

sederhana termometer.

6) Kartu Menuju Sehat (KMS) usi lanjut

g. Mekanisme Pelaksanaan Kegiatan

Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima terhadap usia

lanjut di kelompok, mekanisme pelaksanaan kegiatan yang sebaiknya

digunakan sistem 5 tahapan/5 meja sebagai berikut:

a. Tahap pertama: Pendaftaran, dilakukan sebelum pelaksanaan

pelayanan

b. Tahap kedua: Pencatatan kegiatan sehari-hari yang dilakukan

usila, serta penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan

c. Tahap ketiga: Pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kesehatan

dan pemeriksaan status mental

d. Tahap keempat: Pemeriksaan air seni dan kadar darah

(laboratorium sederhana)

e. Tahap Kelima: Pemberian penyuluhan dan konseling

2. Rekrutmen dan Pelatihan Kader Posbindu

Kader sebaiknya berasal dari anggota kelompok Posbindu sendiri atau

dapat saja diambil dari anggota masyarakat lainnya yang bersedia menjadi

kader. Adapun persyaratan untuk menjadi kader Posbindu adalah:

1) Dipilih dari masyarakat dengan prosedur yang disesuaikan dengan

kondisi setempat;

2) Mau dan mampu bekerja secara sukarela;

3) Bisa membaca dan menulis huruf latin;

4) Sabar dan memahamil usia lanjut.

Mekanisme pelaksanaan:

Setelah melakukan Musyawarah Masyarakat Desa dan Musyawarah di

tingkat RW, maka panitia mengumumkan secara terbuka tentang

rekrutmen kader Posbindu sesuai dengan persyaratan di atas. Jika sampai

pada waktu yang ditetapkan masih sedikit, maka panitia bersama pengurus

RW melakukan musyawarah kembali untuk menentukan kader Posbindu

berdasarkan pertimbangan tokoh masyarakat setempat.

Setelah rekrutmen kader Posbindu selesai, maka dilanjutkan dengan

penyelenggaraan pelatihan kader Posbindu dengan materi pelatihan

meliputi:

1) Pengelolaan dan Pengorganisasian Posbindu

2) Surveilans hipertensi (survey mawas diri)

3) Prosedur deteksi dini hipertensi dan komplikasinya

4) Penatalaksanaan hipertensi dan komplikasinya

5) Pencegahan hipertensi

6) Pertolongan pertama kedaruratan penyakit kardiovaskuler dan

serebrovaskuler

3. Surveilans hipertensi

Setelah kader Posbindu dilatih, langkah selanjutnya adalah pelaksanaan

surveilans. Yang dimaksud dengan surveilans adalah survey lapangan

untuk mengumpulkan data tentang prevalensi hipertensi di masyarakat.

Surveilans dilakukan oleh kader Posbindu yang telah diberikan pelatihan

surveilans, dan data yang terkumpul diolah dan dianalisis bersama oleh

kader, tokoh masyarakat, dan tenaga kesehatan. Instrumen surveilans

berupa angket/kuesioner yang terlebih dahulu telah disiapkan oleh tim

pengabdian masyarakat.

4. Pembuatan peta kewaspadaan hipertensi

Data hasil surveilans dijadikan dasar untuk menyusun peta kewaspadaan

hipertensi di komunitas. Peta ini sekaligus sebagai bukti dokumentasi hasil

surveilans yang telah dilakukan dan diberi kode-kode khusus berdasarkan

kesepakatan tim tentang kategori masyarakat dalam kaitannya dengan

kewaspadaan hipertensi.

5. Pemeriksaan tekanan darah secara rutin

Pemeriksaan tekanan darah secara rutin merupakan bagian dari pelayanan

Posbindu. Namun demikian dalam kasus tertentu, pemeriksaan tekanan

darah tidak dilakukan secara pasif (menunggu di Posbindu), tetapi justru

dilakukan secara aktif dari rumah ke rumah (door to door) pada kelompok

masyarakat yang memiliki faktor risiko dan kelompok lansia atau dikenal

sebagai penemuan kasus hipertensi secara aktif (active case finding).

Penemuan kasus secara aktif ini merupakan upaya penapisan (screening)

kasus hipertensi di masyarakat sebagai salah satu upaya deteksi dini kasus

hipertensi dan komplikasinya.

6. Pelaksanaan senam jantung sehat dan senam lansia secara rutin

Kegiatan senam jantung sehat dan senam lansia juga merupakan bagian

dari pelayanan Posbindu. Dalam konteks ini, pelaksanaan senam ini juga

bukan saja diikuti oleh kelompok masyarakat berisiko atau kelompok

lansia saja, tetapi juga bisa diikuti oleh seluruh elemen masyarakat.

Kegiatan ini merupakan bentuk nyata dari upaya pencegahan penyakit

jantung dan pembuluh darah serta pengendalian salah faktor risiko

hipertensi.

7. Promosi kesehatan yang berkaitan dengan bahaya hipertensi

Promosi kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan

masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Program

ini dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan), baik dalam

masyarakat itu sendiri, maupun dalam organisasi dan lingkungannya.

Berdasarkan hal tersebut maka strategi promosi kesehatan yang akan

dikembangkan dalam rangka pencegahan hipertensi adalah:

a. Advokasi (advocacy)

Kegiatan ini ditujukan untuk para pembuat keputusan dan penentu

kebijakan di tingkat kecamatan dan desa. Diharapkan melalui advokasi

ini, semua aparatur pemerintahan di Desa Randobawa Ilir bisa

memberikan dukungan, baik dukungan moral maupun material,

terhadap kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya.

b. Dukungan sosial (social support)

Kegiatan ini difokuskan bagi para tokoh masyarakat dan tokoh agama

yang ada di Desa Randobawa Ilir. Diharapkan para tokoh masyarakat

dan tokoh agama tersebut dapat menjembatani komunikasi antara

pengelola program kesehatan dan masyarakat.

c. Pemberdayaan masyarakat (empowerment)

Kegiatan ini diarahkan pada masyarakat langsung sebagai sasaran

primer promosi kesehatan. Tujuannya adalah agar masyarakat

memiliki kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan derajat

kesehatannya sendiri (self reliance in health). Bentuk kegiatannya lebih

ditekankan pada penggerakkan masyarakat untuk kesehatan, dalam hal

ini adalah pengelolaan Posbindu.

Ruang lingkup promosi kesehatan sendiri meliputi tatanan keluarga

(rumah tangga) dan di fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan

tingkat pelayanan kesehatan yang diberikan, promosi kesehatan yang

dilakukan hanya berada pada level promosi kesehatan, perlindungan

spesifik, serta diagnosis dini dan pengobatan segera. Kegiatan

promosi kesehatan pada setiap level tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut:

a. Promosi kesehatan:

1) Senam jantung sehat dan senam lansia

2) Kampanye anti-rokok

3) Penyuluhan gizi lansia

4) Pelatihan pemeriksaan tekanan darah bagi keluarga lansia

b. Pencegahan spesifik:

1) Pemberian multivitamin bagi lansia

c. Diagnosis dini dan pengobatan segera:

1) Pemeriksaan tekanan darah teratur bagi penderita hipertensi

2) Pemeriksaan tanda-tanda komplikasi hipertensi (pemeriksaan

protein urin, pemeriksaan neurologis, dll)

8. Penyuluhan kesehatan tentang pencegahan & penatalaksanaan

hipertensi

Penyuluhan kesehatan merupakan bagian dari strategi promosi kesehatan

yang tujuannya memampukan masyarakat untuk dapat menghindari

perilaku-perilaku yang berisiko meningkatkan kejadian hipertensi dan/atau

melakukan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah hipertensi pada

masyarakat dan keluarga penderita hipertensi.

9. Pelatihan pengukuran tekanan darah bagi keluarga lansia dan

keluarga penderita hipertensi

Kegiatan ini juga ditujukan sebagai salah satu upaya memperpendek akses

pelayanan kesehatan, khususnya bagi penderita hipertensi dalam

melakukan pemantauan (monitoring) terhadap kondisi kesehatannya. Pada

akhirnya setiap keluarga dari penderita hipertensi dapat melakukan

pemantauan tekanan darah penderita hipertensi secara teratur, tanpa harus

pergi ke Puskesmas yang memakan waktu dan biaya transportasi. Karena

itu, ketersediaan tensimeter atau sphygmomanometer di Posbindu harus

cukup sebagai antisipasi bagi kebutuhan terhadap pemantauan tekanan

darah secara mandiri oleh keluarga penderita. Sudah barang tentu, anggota

keluarga yang dilatih adalah mereka yang memenuhi syarat tertentu

sehingga dimungkinkan mampu menguasai dalam mempraktikkan dan

menginterpretasikan hasil pengukuran tekanan darahnya.

10. Pengumpulan dana sosial Tanggap Hipertensi

Kegiatan ini merupakan manifestasi nyata dari strategi gerakan masyarakat

sebagai salah satu strategi promosi kesehatan. Dalam hal pengumpulan

dana sosial maka dibutuhkan dukungan dari para pengambil keputusan di

tingkat desa dan kecamatan, serta kesadaran dari masyarakat itu sendiri.

Tentu dalam kondisi yang tidak mengikat, kegiatan ini bersifat fleksibel

terutama ditujukan bagi kelompok masyarakat dengan tingkat kemampuan

ekonomi menengah ke atas. Dana sosial ini ditujukan untuk membantu

pembiayaan warga masyarakat yang mengalami komplikasi hipertensi

sehingga membutuhkan pengobatan lebih kompleks atau rujukan ke rumah

sakit.

2. 5 Peran sebagai Seorang Sarjana Kesehatan dalam Melakukan Edukasi

pada Masyarakat

a. Penyuluhan ke sehatan tentang penceg ahan & penatalaksanaan

hipertensi

Penyuluhan kesehatan merupakan bagian dari strategi promosi

kesehatan yang tujuannya memampukan masyarakat untuk dapat

menghindari perilaku-perilaku yang berisiko meningkatkan kejadian

hipertensi dan/ataumelakukan tindakan yang tepat untuk mengatasi

masalah hipertensi pada masyarakat dan keluarga penderita hipertensi

b. Pelatihan pengukuran tekanan darah bagi keluarga lansia dan keluarga

penderita hipertensi

Kegiatan ini juga ditujukan sebagai salah satu upaya memperpendek

akses pelayanan kesehatan, khususnya bagi penderita hipertensi dalam

melakukan pemantauan (monitoring) terhadap kondisi kesehatannya.

Pada akhirnya setiap keluarga dari penderita hipertensi dapat

melakukan pemantauan tekanan darah penderita hipertensi secara

teratur, tanpa harus pergi ke Puskesmas yang memakan waktu dan

biaya transportasi. Karena itu, ketersediaan tensimeter atau

sphygmomanometer di Posbindu harus cukup sebagai antisipasi bagi

kebutuhan terhadap pemantauan tekanan darah secara mandiri oleh

keluarga penderita. Sudah barang tentu, anggota keluarga yang dilatih

adalah mereka yang memenuhi syarat tertentu sehingga dimungkinkan

mampu menguasai dalam mempraktikkan dan menginterpretasikan

hasil pengukuran tekanan darahnya.

2. 6 Apakah Perlu Dilakukan Surveilans atau Screening

Menurut WHO : Surveilans adalah suatu proses pengumpulan,

pengolahan, analisis dan interpretasi data kesehatan secara sistematis, terus

menerus dan penyebarluasan informasi kepada pihak terkait untuk

melakukan tindakan.

Tujuan :

1. Memprediksi dan mendeteksi dini epidemi (outbreak)

2. Memonitor, mengevaluasi, dan memperbaiki program pencegahan dan

pengendalian penyakit,

3. Memasok informasi utk penentuan prioritas, pengambilan kebijakan,

perencanaan, implementasi dan alokasi sumber daya kesehatan.

4. Monitoring kecenderungan (Tren) penyakit endemis dan mengestimasi

dampak penyakit di masa mendatang.

5. Mengidentifikasi kebutuhan riset dan investigasi lebih lanjut.

Manfaat dan Kegunaan

Mempelajari pola kejadian penyakit dan penyakit potensial pada populasi

sehingga dapat efektif dalam investigasi, controling dan pencegahan

penyakit di populasi.

Mempelajari riwayat alamiah penyakit, spektrum klinik dan epidemiologi

penyakit (siapa, kapan dan dimana terjadinya, serta keterpaparan faktor

resiko)

Menyediakan basis data yang dapat digunakan untuk memperkirakan

tindakan pencegahan dan kontrol dalam pengembangan dan pelaksanaan.

Screening

Screening atau penyaringan kasus adalah cara untuk mengidentifikasi

penyakit yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau

prosedur lain yang dapat dengan cepat memisahkan antara orang yang

mungkin menderita penyakit dengan orang yang mungkin tidak menderita.

Tujuan Screening :

1. Deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tidak khas terhadap

orang- orang yang tampak sehat, tetapi mungkin menderita penyakit, yaitu

orang yang mempunyai resiko tinggi terkena penyakit (Population at risk).

2. Dengan ditemukan penderita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan

secara tuntas sehingga tidak membahayakan dirinya atau lingkungan dan

tidak menjadi sumber penularan penyakit.

Yang dimaksud dengan surveilans penyakit hipertensi adalah survey lapangan

untuk mengumpulkan data tentang prevalensi hipertensi di masyarakat.

Surveilans dilakukan oleh kader Posbindu yang telah diberikan pelatihan

surveilans, dan data yang terkumpul diolah dan dianalisis bersama oleh kader,

tokoh masyarakat, dan tenaga kesehatan. Instrumen surveilans berupa

angket/kuesioner yang terlebih dahulu telah disiapkan oleh tim

pengabdianmasyarakat.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Almastar, Sunita. Penuntun Diet. 2006.Jakarta : Gramedia.

Arisman. Gizi dalam Daur Kehidupan. 2007.Jakarta : EGC

Francin Paath, Erna, dkk. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. 2005.Jakarta: EGC

www. cermindunia.com/edisi khusus 80/1992. diakses Kamis, 04 Desember

2014. 23.00 WIB

http://www.balita-anda.com. diakses diakses Kamis, 04 Desember 2014. 23.30

WIB

http://www.depkes.go.id/article/view/1909/masalah-hipertensi-di-indonesia.html

diakses Kamis, 04 Desember 2014. 22.00 WIB

British Hypertenson Society. Guidelines for management of hypertension: Report

ol' the Fourth Working Party lor the British HypertensionSociety.

JHumHypertension. 2004:18:139-85.

Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. The Seventh Report of the Joint

National Committee on Prevention, Detection. Evaluation, and

TreatmentofHigh Blood Pressure.Hypertension. 2003;42:1206-52.

Yogiantoro,M.Hipertensi Esensial.DalamBuku Ajar Ilmu PenyakitDalam.

Editor: Aru W. Sudoyo., Bambang Setiyohadi., Idrus Alwi., Marcellus

Simadibrata K., Siti Setiati. Interna Publishing. Jilid II Edisi V. 2010:169-

183.

TAMBAHAN DAPUS

Ardiansyah,Muhamad.MedikalBedah,DivaPress,Edisi I.2012: 53-103

European Society of Hypertension–European Society of Cardiology Gui d e l i ne s Committee . 20 0 3 Eu rop e an S oc i e t y o f Hypertension–European Society of Cardiology Guidelines for the Management of Arterial Hypertension. J Hypertens. 2003:21:101 1- 53.

Evidence – Based Recommendation Task Force of the Canadian Hypertension Education Program 2004. Canadian Hypertension EducationProgramRecommendation. January 2004.

Agusman,Fery. Asuhan Keperawatan Komunitas: Suatu Pengantar. BadanPenerbitUniversitasDiponegoro, 2011.

Hanley & Belfus, Inc. Hypetension: A Clinician's Guide to Diagnosis and Treatment. Edition: Sobel, Barry J., and Bakris, George L. Medical Publishers. Phildelphia 1999.

Izzo, Joseph L. and Black, Henry R. Hypertension Primer: The Essentials of High Blood Pressure. Respect Copyricnt. American Heart Association 1999.

Kaplan NM. Primary hypertension: pathogenesis. Kaplan's clinical hypertension. 8 edition. Philadelphia: LippincottWilliams &Wilkins: 2002. p. 56-135.

National Kidney Foundation. K/DOQI clinical practice guidelines on hypertension and antuhypertensive agents in chronic kidney disease. AmJKidneyDis. 2004:43 (suppl1):S I-5290.

Laporan RisetKesehatanDasarNasional, 2007

Udjiyanti,W. Keperawatan kardiovaskular,Salemba Medika. Edisi I. 2010:101-116

WarnockDG, Textor SC. Core curriculumin nephrology: hypertension. Am J KidneyDis.2004:44:369-75.

Word Health Organization, International Society of HypertensionWriting Group. 2003 World Health Organization – International Society of Hypertension Statement of Management of Hypertension. J Hypertens. 2003:21:1983-92.

Word Health Organization, Comprehensive Community- and Homebased, World Health Organization. 2004