herpes dan varicella zooster

35
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Selama bertahun-tahun terdapat anggapan bahwa sangatlah sulit mendapatkan kemoterapi antivirus dengan selektivitas yang tinggi. Siklus replikasi virus dianggap sangat mirip dengan metabolisme normal manusia menyebabkan setiap usaha untuk menekan reproduksi virus juga dapat membahayakan sel yang terinfeksi. Bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan pengertian yang lebih dalam mengenai tahap- tahap spesifik dalam dalam replikasi virus sebagai target kemoterapi antivirus, semakin jelas bahwa kemoterapi pada infeksi virus dapat ditekan dengn efek yang minimal pada sel hospes. Siklus replikasi virus secara garis besar dapat dibagi menjadi 10 langkah: adsorpsi virus ke sel (pengikatan, attachment), penetrasi virus ke sel, uncoating (dekapsidasi), transkripsi tahap awal, translasi tahap awal, replikasi genom virus, transkripsi tahap akhir, assembly virus dan pengelepasan virus. Semua tahap ini dapat menjadi target intervensi kemoterapi. Selain daripada tahapan yang spesifik pada replikasi virus, ada sejumlah enzim hospes dan proses- proses yang melibatkan sel hospes yang berperan dalam sintesis protein virus. Semua [Type text] Page 1

description

kulit dan kelamin

Transcript of herpes dan varicella zooster

Page 1: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Selama bertahun-tahun terdapat anggapan bahwa sangatlah sulit mendapatkan

kemoterapi antivirus dengan selektivitas yang tinggi. Siklus replikasi virus dianggap sangat

mirip dengan metabolisme normal manusia menyebabkan setiap usaha untuk menekan

reproduksi virus juga dapat membahayakan sel yang terinfeksi. Bersamaan dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan dan pengertian yang lebih dalam mengenai tahap-tahap

spesifik dalam dalam replikasi virus sebagai target kemoterapi antivirus, semakin jelas bahwa

kemoterapi pada infeksi virus dapat ditekan dengn efek yang minimal pada sel hospes.

Siklus replikasi virus secara garis besar dapat dibagi menjadi 10 langkah: adsorpsi virus ke

sel (pengikatan, attachment), penetrasi virus ke sel, uncoating (dekapsidasi), transkripsi tahap

awal, translasi tahap awal, replikasi genom virus, transkripsi tahap akhir, assembly virus dan

pengelepasan virus. Semua tahap ini dapat menjadi target intervensi kemoterapi. Selain

daripada tahapan yang spesifik pada replikasi virus, ada sejumlah enzim hospes dan proses-

proses yang melibatkan sel hospes yang berperan dalam sintesis protein virus. Semua proses

ini juga dapat dipertimbangkan sebagai target kemoterapi antivirus.

Varicella zooster virus (VZV) merupakan famili human (alpha) herpes virus. Virus

terdiri atas genome DNA double-stranded, tertutup inti yang mengandung protein dan

dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varicella

(chicken pox) dan herpes zooster (shingles).

Dalam pedoman ini secara ringkas diketengahkan hal-hal yang mendasar yang harus

diketahui dalam pemilihan, cara kerja, efek samping dari antivirus yang digunakan untuk

kasus herpes zooster dan varicella.

II.TUJUAN

Page 1

Page 2: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

Dalam melaksanakan penyusunan referat ini penulis mempunyai tujuan-tujuan yang

mudah-mudahan dapat tercapai. Tujuan yang diharapkan adalah sebagai berikut :

1. Bagi Penulis

Dengan adanya penyusunan referat ini dapat menerpakan ilmu-ilmu yang dimiliki dan

menambah bekal pengetahuan yang dapat berguna kelak dalam memasuki dunia kerja

di masa depan.

2. Bagi Instansi

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan dapat dijadikan sebagai bahan

masukan dalam rangka meningkatkan proses pelayanan dalam masyarakat.

3. Bagi Akademik

Dapat dijadikan tolak ukur bagi fakultas dalam mengetahui tingkat kemajuan

mahasiswa dalam proses kegiatan belajar dan mengajar.

BAB II

Page 2

Page 3: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

PEMBAHASAN

Definisi

Varicella zooster virus (VZV) merupakan famili human (alpha) herpes virus. Virus

terdiri atas genome DNA double-stranded, tertutup inti yang mengandung protein dan

dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varicella

(chicken pox) dan herpes zooster (shingles).1,2

Pada tahun 1767, Herbeden dapat membedakan dengan jelas antara chickenpox dan

smallpox, yang diyakini kata “chickenpox” berasal dari bahasa Inggris yaitu “gican” yang

maksudnya penyakit gatal ataupun berasal dari bahasa Perancis yaitu “chiche-pois”, yang

menggambarkan ukuran dari vesikel. Pada tahun 1888, Von Bokay menemukan hubungan

antara varicella dan herpes zooster, ia menemukan bahwa varicella dicurigai berkembang dari

anak-anak yang terpapar seseorang menderita herpes zooster akut . pada awal tahun 1943,

Garland mengetahui terjadinya herpes zooster akibat reaktivasi virus yang laten. Pada tahun

1952, Weller dan Stoddard melakukan penelitian secara in vitro, mereka menemukan

varicella dan herpes zooster disebabkan oleh virus yang sama.1

http://www.medicinenet.com/

shingles/article.htm

Epidemiologi

Page 3

Page 4: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

Varicella terdapat di seluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras maupun jenis

kelamin. Varicella terutama mengenai anak-anak yang berusia dibawah 20 tahun terutama

usia 3-6 tahun dan hanya sekitar 2% terjadi pada orang dewasa. Di Amerika, varicella sering

terjadi pada anak-anak dibawah usia 10 tahun dan 5% kasus terjadi pada usia lebih dari 15

tahun dan di Jepang, umumnya terjadi pada anak-anak dibawah usia 6 tahun sebanyak

81,4%.1,2,3

Insiden terjadinya herpes zooster meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan

biasanya jarang terjadi pada anak-anak, dimana lebih dari 66 % mengenai usia lebih dari 50

tahun, kurang dari 10% mengenai usia dibawah 20 tahun dan 5 % mengenai usia kurang dari

15 tahun. Walaupun herpes zooster merupakan penyakit yang sering dijumpai pada orang

dewasa, namun herpes zooster dapat juga mengenai bayi baru lahir apabila ibunya menderpta

herpes zooster pada masa kehamilan. Dari hasil penelitian, ditemukan sekitar 3% herpes

zooster pada anak, biasanya ditemukan pada anak-anak yang imunokompromis dan

menderita penyakit keganasan.4,5,7

Patogenesis

Masa inkubasi varicella 10-21 hari pada anak imunokompeten (rata-rata 14-17 hari)

dan pada anak yang imunokompromais biasanya lebih singkat yaitu kurang dari 14 hari. VZV

masuk ke dalam tubuh masuk dengan cara inhalasi dari sekresi pernafasan (droplet infection)

ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet infection dapat terjadi 2 hari sebelum

hingga 5 hari setelah timbul lesi kulit.

VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan bagian

atas, orofaring ataupun conjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi pada hari ke 2-4

yang berlokasi pada lymph nodes regional kemudian diikuti penyebaran virus dalam jumlah

sedikit melalui darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan terjadinya viremia primer

(biasanya terjadi pada hari ke 4-6 setelah infeksi pertama). Pada sebagian besar penderita

yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh

yang belum matang sehingga akan berlanjut dengan siklus replikasi virus ke dua yang yang

terjadi di hepar dan limpa, yang mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. Pada fase ini,

partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan mencapai epidernis pada hari ke 14-16,

yang mengakibatkan timbulnya lesi di kulit yang khas.1-3,6,8

Page 4

Page 5: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

Seorang anak yang menderita varicella dapat menularkan kepada yang lain yaitu 2

hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit.1-3

Pada herpes zooster, patogenesisnya belum seluruhnya diketahui. Selama terjadinya

varicella, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf

sensoris dan ditransportasikan secara centripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion

sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi infeksi laten (dorman), dimana virus tersebut tidak

lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah

menjadi infeksius apabila terjadi reaktivasi virus. Reaktivasi virus tersebut dapat diakibatkan

oleh keadaan yang menurunkan imunitas seluler seperti pada penderita carsinoma, penderita

yang mendapat pengobatan immunosurpresive termasuk kortikoseroid dan pada orang

penerima organ transplantasi. Pada saat terjadi reaktivasi, virus akan kembali bermultplikasi

sehingga terjadi reaksi radang dan merusak ganglion sensoris. Kemudian virus akan

menyebar ke sumsum tulang serta batang otak dan melalui syaraf sensoris akan sampai ke

kulit dan kemudian akan timbul gejala klinis.4,5,7,8

Gambaran Klinis

Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa biasanya

didahului dengan gejala prodromal yaitu demam, malaise, nyeri kepala, mual dan anoreksia,

yang terjadi 1-2 hari sebelum timbulnya lesi dikulit sedangkan pada anak kecil (usia lebih

muda) yang imunokompeten, gejala prodromal jarang dijumpai hanya demam dan malaise

ringan dan timbul bersamaan dengan timbulnya lesi dikulit sedangkan pada anak kecil (usia

lebih muda) yang imunokompeten, gejala prodromal jarang dijumpai hanya demam dan

malaise ringan dan timbul bersamaan dengan munculnya lesi dikulit.1,3

Lesi pada varicella, diawali pada daerah wajah dan scalp, kemudian meluas ke dada

(penyebaran secara centripetal) dan kemudian dapat meluas ke ekstremitas. Lesi juga dapat

dijumpai pada mukosa mulut dan genital. Lesi pada varicella biasanya sangat gatal dan

mempunyai gambaran yang khas yaitu terdapatnya semua stadium lesi secara bersamaan

pada suatu saat.1,2,8

Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada daerah wajah dan dada,

dan kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 12-14 jam menjadi papul dan kemudian

berkembang menjadi menjadi vesikel yang mengandung cairan yang jernih dengan dasar

eritematosa. Vesikel yang terbentuk dengan dasar yang eritematous mempunyai gambaran

Page 5

Page 6: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

klasik yaitu letaknya superfisial dan mempunyai dinding yang tipis sehingga terlihat seperti

kumpulan tetesan air di atas kulit (tear drop), berdiameter 2-3 mm, berbentuk elips, dengan

aksis panjangnya sejajar dengan dengan lipatan kulit atau tampak vesikel seperti titik-titik

embun diatas daun bunga mawar (drew drop on rose petal). Cairan vesikel dapat cepat

menjadi keruh disebabkan masuknya sel radang sehingga pada hari kedua akan berubah

mejadi pustula. Lesi kemudian akan mengering yang diawali pada bagian tengah sehingga

terbentuk umbilikasi (delle) dan akhirnya menajdi krusta dalam waktu yang bervariasi antara

2-12 hari. Kemudian krusta ini akan lepas dalam waktu 1-3 minggu. Pada fase penyembuhan

varicella jarang terbentuk parut (scar) apabila tidak disertai dengan infeksi sekunder

bakterial.1-3,8,9

Varicella yang terjadi pada masa kehamilan, dapat menyebabkan terjadinya varicella

intrauterine ataupun varicella neonatal. Varicella intrauterine, terjadi pad a20 minggu pertama

kehamilan, yang dapat menimbulkan kelainan kongenital seperti kedua lengan dan tungkai

mengalami atrofi, kelainan neurologik ataupun ocular dan mental retardation. Sedangkan

varicella neonatal terjadi apabila seorang ibu menderita varicella (varicella maternal) kurang

dari 5 hari sebelum atau 2 hari sesudah melahirkan. Bayi akan terpapar dengan viremia

sekunder dari ibunya didapat dengan cara transplasental tetapi bayi tersebut belum mendapat

perlindungan antibodi disebabkan tidak cukupnya waktu untuk terbentuknya antibodi pada

tubuh si ibu yang disebut transplasental antibodi. Sebelum penggunaan varicella zooster

immunoglobulin (VZIG), angka kematian varicela neonatal sekitar 30%, hal ini disebabkan

terjadinya pneumonia yang berat dan hepatitis yang fulminan. Tetapi jika si ibu mendapat

varicella dalam waktu 5 hari atau lebih sebelum melahirkan, maka si ibu mempunyai waktu

yang cukup untuk membentuk dan mengedarkan antibodi yang terbentuk (transplasental

antibodi) sehinga neonatus jarang menderita varicella yang berat.8,9,10

Herpes zooster pada anak-anak jarang didahului gejala prodromal. Manifestasi dari

herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang sangat dan pruritus selama beberapa

hari sebelum mengembangkan karakteristik erupsi kulit dari vesikel berkelompok pada dasar

yang eritematosa.3

Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan intermiten atau

terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir, beberapa dermatom atau difus.

Nyeri prodormal tidak lazim terjadi pada penderita imunokompeten kurang dari usia 30

Page 6

Page 7: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

tahun, tetapi muncul pada penderita mayoritas diatas usia 60 tahun.9 Nyeri prodormal :

lamanya kira –kira 2 – 3 hari, namun dapat lebih lama.12

Gejala lain dapat berupa rasa terbakar dangkal, malaise, demam, nyeri kepala, dan

limfadenopati, gatal, tingling. Lebih dari 80% pasien biasanya diawali dengan prodormal,

gejala tersebut umumnya berlangsung beberapa hari sampai 3 minggu sebelum muncul lesi

kulit.

Nyeri preeruptif dari herpes zoster (preherpetic neuralgia) dapat menstimulasi

migrain, nyeri pleura, infark miokardial, ulkus duodenum, kolesistitis, kolik renal dan bilier,

apendisitis, prolaps diskus intervertebral, atau glaucoma dini, dan mungkin mengacu pada

intervensi misdiagnosis yang serius.9,12

Lesi kulit yang paling sering dijumpai adalah vesikel dengan eritema di sekitarnya

herpetiformis berkelompok dengan distribusi segmental unilateral. Erupsi diawali dengan

plak eritematosa terlokalisir atau difus kemudian makulopapuler muncul secara

dermatomal.12

Lesi baru timbul selama 3-5 hari. Bentuk vesikel dalam waktu 12 sampai 24 jam dan

berubah menjadi pustule pada hari ketiga. Pecahnya vesikel serta pemisahan terjadi dalam 2 –

4 minggu. Krusta yang mongering pada 7 sampai 10 hari.4 Pada umumnya krusta bertahan

dari 2 sampai 3 minggu. Pada orang yang normal, lesi – lesi baru bermunculan pada 1 sampai

4 hari ( biasanya sampai selama 7 hari). Rash lebih berat dan bertahan lama pada orang yang

lebih tua., dan lebih ringan dan berdurasi pendek pada anak – anak.9,12

Dermatom yang terlibat : biasanya tunggal dermatom dorsolumbal merupakan lokasi

yang paling sering terlibat (50%), diikuti oleh trigeminal oftalmika, kemudian servikal dan

sakral.8 Ekstremitas merupakan lokasi yang paling jarang terkena.9

Keterlibatan saraf kranial ke 5 berhubungan dengan kornea. Pasien seperti ini harus

dievaluasi oleh optalmologi. Varian lain adalah herpes zoster yang melibatkan telinga atau

mangkuk konkhal – sindrom Ramsay-Hunt. Sindrom ini harus dipertimbangkan pada pasien

dengan kelumpuhan nervus fasialis, hilangnya rasa pengecapan, dan mulut kering dan

sebagai tambahan lesi zosteriform di telinga. Secara klasik, erupsi terlokalisir ke dermatom

tunggal, namun keterlibatan dermatom yang berdekatan dapat terjadi, seperti lesi meluas

dalam kasus zoster-diseminata. Zoster bilateral jarang terjadi, dan harus meningkatkan

kecurigaan pada imunodefisiensi seperti HIV / AIDS.13

Page 7

Page 8: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-5 Hari ke-6

Perkembangan rash pada herpes zoster

http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster#Pathophysiology

Komplikasi

Varicella

Pada anak yang imunokompeten, biasanya dijumpai varicella yang ringan sehingga

jarang dijumpai komplikasi.

Komplikasi yang dapat dijumpai pada varicella yaitu:

1. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri

Sering dijumpai infeksi pada kulit dan timbul pada anak-anak yang berkisar antara

5-10%. Lesi pada kulit tersebut menjadi tempat masuk organisme yang virulen dan

apabila infeksi meluas dapat menimbulkan impetigo, furunkel, cellulitis, dan

erysepelas.

2. Scar

Timbulnya scar yang berhubungan dengan infeksi Staphylococcus dan

Streptococcus yang berasal dari garukan.

3. Pneumonia

Dapat timbul pada anak-anak yang lebih tua dan pada orang dewasa, yang dapat

menimbulkan keadaan fatal. Pada orang dewasa insiden varicella pneumonia sekitar

1:400 kasus.

4. Neurologik

Acute postinfeksius cerebellar ataxia

Ataxia sering muncul tiba-tiba, selalu terjadi 2-3 minggu setelah timbulnya

varicella. Keadaan ini menetap selama 2 bulan.

Page 8

Page 9: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

Manifestasinya berupa tidak dapat mempertahankan posisi berdiri hingga tidak

mampu untuk berdiridan tidak adanya koordinasi dan dysarthria.

Encephalitis

Gejala ini sering timbul selama terjadinya akut varicella yaitu beberapa hari

setelah timbulnya ruam. Lethargy, drowsiness dan confusion adalah gejala yang

sering dijumpai.

Beberapa anak mengalami seizure dan perkembangan encephalitis yang cepat

dapat menimbulkan koma yang dalam.

Merupakan komplikasi yang serius dimana angka kematian berkisar 5-20%.

Insiden berkisar 1,7/100.000 penderita.

5. Herpes zooster

Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya herpes zooster, timbul

beberapa bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer.

Varicella zooster virus menetap pada ganglion sensoris.

6. Reye syndrome

Ditandai dengan fatty liver dengan encephalopaty.

Keadaan ini berhubungan dengan pwnggunaan asipirin, tetapi setelah digunakan

acetaminophen (antipiretik) secara luas, kasus reye syndrome mulai jarang

ditemukan.

Herpes zooster

Komplikasi yang dapat dijumpai pada herpes zooster yaitu:

1. Infeksi sekunder pada kulit yang disebebkan bakteri.

2. Postherpetic neuralgia (PHN).

3. Pada daerah ophtalmic dapat terjadi keratitis, episcleritis, iritis, papillitis dan

kerusakan syaraf.

4. Herpes zooster yang diseminata yang dapat mengenai organ tubuh seperti otak, paru

dan organ lain dan dapat berakibat fatal.

5. Meningoencephalitis.

6. Motor paresis.

7. Terbentuk scar.4,7,8,11

Pemeriksaan Laboratorium

Page 9

Page 10: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

Untuk pemeriksaan virus varicella zooster (VZV) dapat dilakukan beberapa tes yaitu:

1. Tzanck smear

Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian

diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsa’s Wright’s,

toluidine blue ataupun Papanicolau’s. Dengan menggunakan mikroskop

cahaya akan dijumpai multinucleated giant cells.

Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.

Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zooster dengan herpes

simleks virus.

2. Direct Fluorescent Assay (DFA)

Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk

krusta pemeriksaan DFA kurang sensitif.

Hasil pemeriksaan cepat.

Membutuhkan mikroskop fluorescence.

Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zooster.

Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks

virus.

3. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.

Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping

dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai

preparat, dan CSF.

Sensitifitasnya berkisar 97-100%

Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zooster

4. Biopsi kulit

Hasil pemeriksaan histopatologis: tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi

sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic

infiltrate.1,2,4,6

Diagnosis Banding

Page 10

Page 11: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

Varicella

1. Herpes simpleks diseminata.

2. Herpes zooster diseminata.

3. Impetigo1-3

Herpes zooster

1. Herpes simpleks virus

2. Dermatitis kontak

3. Poison ivy4-6

Penatalaksanaan

Varicella dan Hepes zooster

Pada anak imunokompeten, biasanya tidak diperlukan pengobatan yang spesifik dan

pengobatan yang diberikan bersifat simptomatis yaitu:

Lesi masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak agar tidak mudah pecah.

Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan salap

antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.

Dapat diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh golongan salisilat

(aspirin) untuk menghindari terjadinya sindroma Reye.

Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder

akibat garukan.1,4,6-8

Obat antivirus

- Pemberian antivirus dapat mengurangi lamanya sakit, keparahan dan waktu

penyembuhan akan lebih singkat.

- Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48-72 jam setelah

erupsi dikulit muncul.

- Golongan antivirus yang dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir dan famsiklovir.

- Dosis antivirus (oral) untuk pengobatan varicella dan herpes zooster:

Neonatus: Asiklovir 500 mg / m2 IV setiap 8 jam selama 10 hari.

Anak (2-12 tahun): Asiklovir (oral) 4 x 20 mg/kgBB/hari selama hari.

Pubertas dan dewasa:

Page 11

Page 12: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

Asiklovir (oral) 5 x 800 mg/hari selama 7 hari.

Valasiklovir (oral) 3 x 1 gr/hari selama 7 hari.

Famsiklovir (oral) 3 x 500 mg/hari selama 7 hari1-3,6,8,11

Rejimen terapi untuk Varisela-zoster : 3

ACYCLOVIR FAMCICLOVIR VALACYCLOVIR

Zoster 5 x 800 mg setiap

hari selama 7 – 10

hari

500 mg TID selama 7

hari

1 g TID selama 7 hari

“Disseminated

zoster” (dosis anak)

20 mg/kg IV setiap 8

jam selama 7 hari

- -

“Disseminated

zoster”(dosis

dewasa)

10 mg/kg IV setiap

8 jam selama 7 hari

- -

Pencegahan

Pada anak imunokompeten yang telah menderita varicella tidak diperlukan tindakan

pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan pada kelompok yang beresiko tinggi untuk

menderita varicella yang fatal seperti neonatus, pubertas ataupun orang dewasa, dengan

tujuan mencegah ataupun mengurangi gejala varicella.

Tindakan pencegahan yang dapat diberikan:

1. Imunisasi pasif

Menggunakan VZIG (Varicella Zooster Immunoglobulin).

Pemberiannya dalam waktu 3 hari (kurang dari 96 jam) setelah terpajan VZV,

pada anak-anak imunokompeten terbukti mencegah varicella sedangkan pada

anak imunokompromais pemberian VZIG dapat eringankan gejala varicella.

VZIG dapat diberikan pada:

- Anak-anak yang berusia < 15 tahun yang belum pernah menderita varicella

atau herpes zooster.

Page 12

Page 13: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

- Usia pubertas > 15 tahun yang belum pernah menderita varicella atau herpes

zooster dan tidak mempunyai antibodi terhadap VZV.

- Bayi baru lahir, dimana ibunya menderita varicella dalam kurun waktu 5 hari

sebelum atau 48 jam setelah melahirkan.

- Bayi premature dan bayi usia < 14 hari yang ibunya belum pernah menderita

varicella atau herpes zooster.

- Anak-anak yang menderita leukemia atau lymphoma yang belum pernah

menderita varicella.

Dosis: 125U/10 kgBB.

- Dosis minimum: 125 U dan dosis maksimal: 625 U.

Pemberian secara IM dan tidak diberikan IV

Perlindungan yang didapat bersifat sementara.1,3,5

2. Imunisasi aktif

Vaksinasinya menggunakan varicella virus (Oka strain) dan kekebalan yang

didapat dapat bertahan hingga 10 tahun.

Digunakan di Amerika sejak tahun 1995.

Daya proteksi melawan varicella berkisar antara 71-100%.

Vaksin efektif jika diberikan pada umur > 1 tahun dan direkomendasikan

diberikan dosis tunggal dan anak lebih tua diberikan dalam 2 dosis dengan jarak

4-8 minggu.

Pemberan secara subkutan.

Efek samping: kadang-kadang dapat timbul demam ataupun reaksi lokal seperti

ruam makulopapular atau vesikel, terjadi pada 3-5% anak-anak dan timbul 10-21

hari setelah pemberian pada lokasi penyuntikan.

Vaksin varicella: Varivax.

Tidak boleh diberikan pada wanita hamil karena dapat menyebabkan terjadinya

kongenital varicella.6,8,10

Prognosis

Page 13

Page 14: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

Varicella dan herpes zooster pada anak immunokompeten tanpa disertai komplikasi

prognosis biasanya sangat baik, sedangkan pada anak imunokompromais, angka morbiditas

dan mortalitasnya signifikan.

BAB III

Page 14

Page 15: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

ANTIVIRUS

Empat golongan antivirus yang akan dibahas dalam dua bagian besar pembahasan yaitu mengenai antinonretrovirus dan antiretrovirus. Klasifikasi penggolongan obatantvirus adalah:14

1. Anti non retovirus

- Antivirus untuk herpers

- Antivirus untuk influenza

- Antivirus untuk HBV dan HCV

2. Antiretrovirus

- Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NRTI)

- Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NtRTI)

- NNRTI (non neokleoside reverse transcriptase inhibitor)

- Protease inhibitor (PI)

- Viral entry inhibitor.

Antivirus Untuk Herpes14

Obat-obat yang aktif terhadap virus herpes umumnya merupakan antimetabolit yang mengalami bioaktivasi melalui enzim kinase sel hospes atau virus untuk membentuk senyawa yang dapat menghambat DNA polimerase virus.

1. Asiklovir

Obat yang paling lama dipakai untuk herpes adalah asiklovir. Asiklovir tersedia

sebagai obat generik. Obat ini tersedia sejak 1982 dengan bentuk krim dan sejak 1985

sebagai pil. Asiklovir terbukti aman. Untuk orang yang sudah memakainya terus-menerus

(setiap hari) selama sepuluh tahun.

Asiklovir adalah derivat dari acyclic guanosine dengan aktivitas klinis digunakan

untuk mengatasi HSV-1, HSV-2, dan VZV.

Mekanisme Kerja

Asiklovir merupakan analog 2’-deoksiguanosin. Asiklovir adalah suatu prodrug

yang baru memiliki efek antivirus setelah dimetabolisme menjadi asiklovir trifosfat.

Langkah yang penting dari proses ini adalah pembentukan asiklovir monofosfat

yang dikatalisis oleh timidin kinase pada sel hospes yang terinfeksi oleh virus herpes atau

atau varicella zooster atau oleh fosfotransferase yang dihasilkan oleh sitomegalovirus.

Page 15

Page 16: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

Kemudian enzim seluler menamb ahkan gugus fosfat untuk membentuk asiklovir difosfat dan

asiklovir trifosfat. Asiklovir trifosfat menghambat sintesis DNA virus dengan cara

berkompetisi dengan 2’-deoksiguanosin trifosfat sebagai substrat DNA polimerase virus. Jika

asiklovir (dan bukan 2’-deoksiguanosin) yang masuk ke tahap replikasi DNA virus, sintesis

berhenti. Inkorporasi asiklovir monofosfat ke DNA virus bersifat ireversibel karena enzim

eksonuklease tidak dapat memperbaikinya. Pada proses ini, DNA polimerase virus menjadi

inaktif.

Farmakokinetik

Bioavailibilitas dari asiklovir oral adalah 15-20% dan tidak dipengaruhi oleh

makanan. Kadar maksimal dalam serum mendekati 1 ug/mL setelah pemberian 200mg per

oral dan 1,5-2ug/mL setelah pemberian 800 mg, dosis dicapai setelah 1,5-2 jam setelah

waktu pemberian obat. Dosis maksimal dalam serum adalah 10 ug/mL dan 20 ug/mL setelah

pemberian infus intravena (setelah 1 jam) dengan dosis pemberian 5 mg/kgBB dan 10

mg/kgBB. Pemberian obat secara topikal menghasilkan konsentrasi maksimal mencapai 10

ug/mL pada lesi herpetic, tetapi kadar secara sistemik tidak terdeteksi.

Asiklovir dikeluarkan dari tubuh tertama melalui filtrasi glomerular dan sekresi

tubular. Waktu paruh kurang lebih 3 jam pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal dan

20 jam pada pasien dengan anuria. Asikovir dapat dibersihkan dari tubuh dengan hemodialisa

namun tidak dapat dengan peritoneal dialisa.

Asiklovir dapat ber difusi ke berbagai jaringan dan cairan tubuh untuk meghasilkan

konsentrasi 50-100% dalam serum. Konsentrasi dalam cairan serebrospinal dapat mencapai

50%.

Indikasi

Infeksi HSV-1 dan HSV-2 baik lokal maupun sistemik (termasuk keratitis herpetic,

herpetik ensefalitis, herpes genitalia, herpes neonatal dan herpes labialis) dan infeksi VZV

kurang dibandingkan dengan HSV, dosis yang diperlukan untuk terpai kasus varicella dan

zooster jauh lebih tinggi dari pada terpai infeksi HSV.

Dosis

Untuk herpes genital ialah 5 kali sehari 200 mg tablet, sedangkan untuk herpes

zooster ialah 4x400 mg sehari. Penggunaan topikal untuk keratitis herpetic adalah dalam

bentuk krim ophtalmic 3% dan krim 5% untuk herpes labialis, HSV berat lainnya dan infeksi

VZV digunakan asiklovir intravena 30 mg/kgBB per hari.

Page 16

Page 17: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

Efek Samping

Asikovir pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Asiklovir topikal dalam

pembawa polietilen glikol dapat menyebabkan iritasi mukosa dan rasa terbakar yang sifatnya

sementara jika dipakai pada luka genitalia. Asiklovir oral, walaupun jarang, dapat

menyebabkan mual, diare, ruam atau sakit kepala; dan sangat jarang menyebabkan

insufisiensi renal dan neurotoksisitas.

Resistensi

Resistensi terhadap asiklovir disebabkan oleh mutasi pada gen timidin kinase virus

atau pada gen DNA polimerase.

Interaksi

- Dengan Obat Lain : Anti jamur: ampoterisin B melawan efek asiklovir (pseudorabies) jika

diberikan secara bersamaan, ketokonazol dan aciclovir mempunyai efek sinergis untuk

melawan virus herpes tipe 1 dan 2. Probenezid: jika diberikan bersamaan dengan asiklovir t

½ obat dan meningkatkan konsentrasi dari asiklovir, karena terjadi penurunan pengeluaran

asiklovir lewat ginjal. Interveron: berefek sinergisme terutama untuk mengobati virus herpes

tipe 1, tetapi efeknya secara klinis belum diketahui. Metotreksat: penggunaan asiklovir  IV

bersamaan dengan metotreksat harus mendapatkan perhatian. Zidavudin: jika diberikan

secara bersamaan, dapat meningkatkan efek toksis dari asiklovir.

- Dengan Makanan : Makanan tidak mengganggu absorbsi asiklovir.

Pengaruh

- Terhadap Kehamilan : Faktor risiko : B. Obat ini mampu menembus plasenta, tetapi pada

hewan uji tidak menunjukkan adanya efek teratogenik.

- Terhadap Ibu Menyusui : Dari hasil penelitian antara tahun 1984-1999, tidak

menunjukkan efek yang signifikan berpengaruh pada kehamilan. Dapat diberikan saat ibu

menyusui, tetapi dengan pengawasan dan jika benar – benar dibutuhkan.

- Terhadap Anak-anak : Keamanan, dan efikasi asiklovir untuk anak dibawah 2 tahun

belum diketahui secara pasti.

- Terhadap Hasil Laboratorium : Renal : meningkatkan nilai BUN dan konsentrasi serum

kreatinin. Hematologi : trombositopenia, anemia, leukositosis vaskulitis, leukopenia. Hasil tes

lain : meningkatnya hasil uji fungsi liver, hiperbilirubinemia.

Parameter Monitoring

Urinalisis; BUN; Serum Kreatinin; Enzim hati; CBC

Bentuk Sediaan

Page 17

Page 18: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

Kapsul, Tablet, Suspensi, Krem, Ointment, Injeksi

Bentuk sedian

- Asiklovir Tablet oral 200 mg, 400 mg

- Asiklovir Kaplet oral 200 mg, 400 mg

- Asiklovir Krim 5%

- Asiklovir Vial 250 mg

Nama dagang

Acifar

Danovir

Hervirex

Scanovir

Vireth

Zovirax

Clinovir

Herax

Licovir

Temiral

Virtaz-200

Zyclorax

Clopes

Herpiclof

Palovir

Vircovir

Virules

Acyclovir Hexpharm

Herpiclof / Herpiclof forte

Quavir

Viralis 200 / Viralis 400

Zoter

Peringatan

Hati – hati jika diberikan pada pasien dengan keadaan immunocompromi;

trombocytopenia purpura / hemolitic uremia síndrome (TTP/HUS) karena belum banyak

informasi yang tersedia. Hati – hati untuk pasien lanjut usia, gangguan ginjal, atau pasien

yang mendapatkan obat nefropati lainnya.

Page 18

Page 19: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

2. Valasiklovir

Obat yang lebih baru, valasiklovir, sebetulnya memakai asiklovir sebagai kandungan

aktifnya. Bentuk ini menyediakan asiklovir dengan cara yang lebih efisien sehingga tubuh

kita dapat menyerap lebih banyak obat. Manfaat ini adalah kita dapat memakainya lebih

sedikit kali dalam sehari.

Valasiklovir merupakan ester L-valil dari asiklovir dan hanya terdapat dalam

formulasi oral. Setelah ditelan, valasiklovir dengan cepat diubah menjadi asiklovir melalui

enzim valasiklovir hidrolase di saluran cerna dan hati.

Farmakokinetik

Bioavailabilitas oralnya 3 hingga 5 kali asiklovir (54%) dan waktu paruh

eliminasinya 2-3 jam. Waktu paruh intraselnya, 1-2 jam. Kurang dari 1% dari dosis

valasiklovir ditemukan di urin, selebihnya dieliminasi sebagai asiklovir.

Mekanisme kerja dan resistensi

Sama dengan asiklovir.

Indikasi

Valasiklovir terbukti efektif dalam terapi infeksi yang disebabkan oleh virus herpes

simpleks, varicella-zooster dan sebagai profilaksis terhadapn penyakit yang disebabkan oleh

sitomegalovirus.

Sediaan dan dosis

Untuk herpes genital per oral 2 kali sehari 500 mg tablet selama 10 hari. Untuk

herpes zooster 3 kali sehari 2 tablet 500 mg selama 7 hari.

Merek dagangyang tersedia, antara lain: Valvir, Valtrex

Efek samping

Sama dengan asiklovir. Pernah terdapat laporan valasiklovir menyebabkan

mikroangiopati trombotik pada pasien imunosupresi yang menerima beberapa macam obat.

3. Foskarnet

Page 19

Page 20: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

Mekanisme kerja

Foskarnet merupakan analog organik dari pirifosfat anorganik. Obat ini membentuk

kompleks dengan DNA polimerase virus pada tempat ikatan pirifosfat, mencegah pecahnya

pirifosfat dari nukleosida trifosfat dan akan menghambat proses pemanjangan primer-

template.

Resistensi

Resistensi disebabkan oleh mutasi pada DNA polimerase virus.

Indikasi

Retinitis CMV pada pasien AIDS, infeksi herpes mukokutan yang resisten terhadap

asiklovir (defisiensi timidin kinase virus) serta infeksi HSV dan VZV pada pasien

immunocompromised.

Dosis

Obat ini tersedia dalam bentuk larutan untuk pemberian IV dengan kadar 24 mg/mL

dalam botol berisi 250 dan 500 mL. Terapi induksi retinitis CMV diberikan secara intravena

2 x 90 mg/kgBB tiap 12 jam diberikan dalam 1,5-2 jam atau 3 x 60 mg/kgBB setiap 8 jam

selama 2-3 minggu. Untuk terapi maintenence CMV retinitis dan terapi HSV mukokutan

yang resisten terhadap asiklovir atau infeksi VZV pada pasien immunocompromised

diberikan foskarnet dalam dosis 120 mg/kg per hari (3 x 40 mg/kg, setiap 8 jam),

penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal sangat penting. Untuk terapi

penunjang diberikan dosis 90 mg/kgBB/hari, diberikan dengan infus 2 jam. Dosis dapat

ditingkatkan menjadi 120 mg/kgBB/hari bila perlu.

Efek samping

Nefrotoksisitas dan hipokalsemia simtomatik. Pernah juga dilaporkan terjadinya

nekrosis tubuler akut, glomerulopati diabetes insipidus nefrogenik dan nefritis intersitial.

Sering terjadi abnormalitas metabolik (peningkatan atau penurunan kalsium dan fosfat,

hipermagnesemia dan hipokalemia). Efek samping SSP adalah sakit kepala, iritabilitas,

kejang dan halusinosis. Efek samping lain adalah ruam kulit, demam, mual, muntah, anemia,

leukopenia, gangguan fungsi hati, perubahan EKG dan tromboflebitis.

4. Brivudin

Page 20

Page 21: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

Mekanisme kerja

Brivudin (setelah mengalami fosforilasi intraseluluer) bekerja sebagai penghambat

kompetitif DNA polimerase virus. Brivudin juga bekerja sebagai substrat alternatif dan

bergabung pada DNA virus, yang menyebabkan penurunan integritas dan fungsi DNA virus.

Kerja brivudin sangatlah spesifik karena fosoforilasinya hanya dapat dikatalisis oleh timidin

kinase HSV-1 dan timidin kinase VZV.

Indikasi

Infeksi HSV-1 dan VZV, terutama herpes zooster, tetapi juga HSV-1 keratitis dan

herpes labialis. Brivudin telah disetujui penggunaan nya untuk terapi herpes zooster pada

pasien immunokompeten di beberapa negara Eropa.

Dosis

Terapi herpes zooster: 125 mg per hari, 1 kali sehari. Untuk herpetik keratitis dapat

diberikan secara topikal dalam bentuk tetes mata 0,1-0,5% atau 5% krim untuk herpes

labialis.

Page 21

Page 22: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

BAB IV

KESIMPULAN

Varicella zooster virus (VZV) merupakan famili human (alpha) herpes virus. Virus

terdiri atas genome DNA double-stranded, tertutup inti yang mengandung protein dan

dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varicella

(chicken pox) dan herpes zooster (shingles).

Varicella terdapat di seluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras maupun jenis

kelamin. Varicella terutama mengenai anak-anak yang berusia dibawah 20 tahun terutama

usia 3-6 tahun, insiden terjadinya herpes zooster meningkat sesuai dengan pertambahan umur

dan biasanya jarang terjadi pada anak-anak, dimana lebih dari 66 % mengenai usia lebih dari

50 tahun.

Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa biasanya

didahului dengan gejala prodromal yaitu demam, malaise, nyeri kepala, mual dan anoreksia,

yang terjadi 1-2 hari sebelum timbulnya lesi dikulit.

Lesi pada varicella, diawali pada daerah wajah dan scalp, kemudian meluas ke dada

(penyebaran secara centripetal) dan kemudian dapat meluas ke ekstremitas. Lesi juga dapat

dijumpai pada mukosa mulut dan genital. Lesi pada varicella biasanya sangat gatal dan

mempunyai gambaran yang khas yaitu terdapatnya semua stadium lesi secara bersamaan

pada suatu saat.

Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang sangat dan

pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan karakteristik erupsi kulit dari vesikel

berkelompok pada dasar yang eritematosa.

Antivirus yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi dari virus varicella zooster

antara lain: Asiklovir, Valasiklovir, Foskarnet, Brivudin.

Page 22

Page 23: herpes dan varicella zooster

Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster

Daftar Pustaka

1. Lichenstein R. Pediatrics, Chicken Pox or Varicella , October 21, 2002.www.emedicine. com.

2. Harper J. Varicella (chicken pox). In : Textbook of Pediatric Dermatology, volume 1, Blackwell Science, 2000 : 336 - 39.

3. Mehta P N. Varicella, July 1, 2003. www.emedicine.com.4. Mc Cary M L. Varicella zoster virus. American Academy of Dermatology, Inc. 1999.5. Driano A N. Zoster - pediatric, October 11, 2002. www.emedicine. com.6. Sugito T L. Infeksi Virus Varicella - Zoster pada bayi dan anak. Dalam : Boediardja S A

editor. Infeksi Kulit Pada Bayi & Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2003 : 17 - 33.

7. Hurwitz S. Herpes zoster. In : Clinical Pediatric Dermatology A Texbook of skin Disease of Childhood and Adolescence, 2nd edition, Philadelphia ; W.B. Saunders Company, 1993 : 324 - 27.

8. Frieden I J, Penney N S. Varicella - Zoster Infection. In : Schchner L A, Hansen R C editor.Pediatric Dermatology, second edition, vol 2, Churchill Livingstone, NewYork, 1995 : 1272 - 75.

9. Oxman N M, Alani R. Varicella and herpes zoster. In : Fitzpatrick T B, Eisen A Z editor. Dermatology In General Medicine, 4 McGraw - Hill, Inc, 1993 : 2543 - 67.

10. Odom R B. Varicella. In : Andrews’ Diseases of the skin. 9th edition W.B. Saunders Company, 2000 : 482 - 85.

11. Harper J. Herpes zoster. In : Textbook of Pediatric Dermatology, volume 1, Blackwell Science, 2000 : 339 - 40.

12. Mandal BK, dkk. Lecture Notes :Penyakit Infeksi.6th ed. Jakarta : Erlangga Medical Series. 2008 : 115 – 119.

13. Handoko RP. Penyakit Virus. In : Djuanda Adhi, Mochtar H, Siti A, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Cetakan V, Jakarta : Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010 : 110-112.

14. Amir S, Setiawati A, Muchtar A, Arif A, Bahry B, Suharto B, et all. Farmakologi dan Terapi. Dalam: Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, editor.Antivirus. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.p.638-63.

Page 23