herpes dan varicella zooster
-
Upload
albert-santoso -
Category
Documents
-
view
182 -
download
9
description
Transcript of herpes dan varicella zooster
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Selama bertahun-tahun terdapat anggapan bahwa sangatlah sulit mendapatkan
kemoterapi antivirus dengan selektivitas yang tinggi. Siklus replikasi virus dianggap sangat
mirip dengan metabolisme normal manusia menyebabkan setiap usaha untuk menekan
reproduksi virus juga dapat membahayakan sel yang terinfeksi. Bersamaan dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan pengertian yang lebih dalam mengenai tahap-tahap
spesifik dalam dalam replikasi virus sebagai target kemoterapi antivirus, semakin jelas bahwa
kemoterapi pada infeksi virus dapat ditekan dengn efek yang minimal pada sel hospes.
Siklus replikasi virus secara garis besar dapat dibagi menjadi 10 langkah: adsorpsi virus ke
sel (pengikatan, attachment), penetrasi virus ke sel, uncoating (dekapsidasi), transkripsi tahap
awal, translasi tahap awal, replikasi genom virus, transkripsi tahap akhir, assembly virus dan
pengelepasan virus. Semua tahap ini dapat menjadi target intervensi kemoterapi. Selain
daripada tahapan yang spesifik pada replikasi virus, ada sejumlah enzim hospes dan proses-
proses yang melibatkan sel hospes yang berperan dalam sintesis protein virus. Semua proses
ini juga dapat dipertimbangkan sebagai target kemoterapi antivirus.
Varicella zooster virus (VZV) merupakan famili human (alpha) herpes virus. Virus
terdiri atas genome DNA double-stranded, tertutup inti yang mengandung protein dan
dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varicella
(chicken pox) dan herpes zooster (shingles).
Dalam pedoman ini secara ringkas diketengahkan hal-hal yang mendasar yang harus
diketahui dalam pemilihan, cara kerja, efek samping dari antivirus yang digunakan untuk
kasus herpes zooster dan varicella.
II.TUJUAN
Page 1
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
Dalam melaksanakan penyusunan referat ini penulis mempunyai tujuan-tujuan yang
mudah-mudahan dapat tercapai. Tujuan yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1. Bagi Penulis
Dengan adanya penyusunan referat ini dapat menerpakan ilmu-ilmu yang dimiliki dan
menambah bekal pengetahuan yang dapat berguna kelak dalam memasuki dunia kerja
di masa depan.
2. Bagi Instansi
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan dapat dijadikan sebagai bahan
masukan dalam rangka meningkatkan proses pelayanan dalam masyarakat.
3. Bagi Akademik
Dapat dijadikan tolak ukur bagi fakultas dalam mengetahui tingkat kemajuan
mahasiswa dalam proses kegiatan belajar dan mengajar.
BAB II
Page 2
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
PEMBAHASAN
Definisi
Varicella zooster virus (VZV) merupakan famili human (alpha) herpes virus. Virus
terdiri atas genome DNA double-stranded, tertutup inti yang mengandung protein dan
dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varicella
(chicken pox) dan herpes zooster (shingles).1,2
Pada tahun 1767, Herbeden dapat membedakan dengan jelas antara chickenpox dan
smallpox, yang diyakini kata “chickenpox” berasal dari bahasa Inggris yaitu “gican” yang
maksudnya penyakit gatal ataupun berasal dari bahasa Perancis yaitu “chiche-pois”, yang
menggambarkan ukuran dari vesikel. Pada tahun 1888, Von Bokay menemukan hubungan
antara varicella dan herpes zooster, ia menemukan bahwa varicella dicurigai berkembang dari
anak-anak yang terpapar seseorang menderita herpes zooster akut . pada awal tahun 1943,
Garland mengetahui terjadinya herpes zooster akibat reaktivasi virus yang laten. Pada tahun
1952, Weller dan Stoddard melakukan penelitian secara in vitro, mereka menemukan
varicella dan herpes zooster disebabkan oleh virus yang sama.1
http://www.medicinenet.com/
shingles/article.htm
Epidemiologi
Page 3
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
Varicella terdapat di seluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras maupun jenis
kelamin. Varicella terutama mengenai anak-anak yang berusia dibawah 20 tahun terutama
usia 3-6 tahun dan hanya sekitar 2% terjadi pada orang dewasa. Di Amerika, varicella sering
terjadi pada anak-anak dibawah usia 10 tahun dan 5% kasus terjadi pada usia lebih dari 15
tahun dan di Jepang, umumnya terjadi pada anak-anak dibawah usia 6 tahun sebanyak
81,4%.1,2,3
Insiden terjadinya herpes zooster meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan
biasanya jarang terjadi pada anak-anak, dimana lebih dari 66 % mengenai usia lebih dari 50
tahun, kurang dari 10% mengenai usia dibawah 20 tahun dan 5 % mengenai usia kurang dari
15 tahun. Walaupun herpes zooster merupakan penyakit yang sering dijumpai pada orang
dewasa, namun herpes zooster dapat juga mengenai bayi baru lahir apabila ibunya menderpta
herpes zooster pada masa kehamilan. Dari hasil penelitian, ditemukan sekitar 3% herpes
zooster pada anak, biasanya ditemukan pada anak-anak yang imunokompromis dan
menderita penyakit keganasan.4,5,7
Patogenesis
Masa inkubasi varicella 10-21 hari pada anak imunokompeten (rata-rata 14-17 hari)
dan pada anak yang imunokompromais biasanya lebih singkat yaitu kurang dari 14 hari. VZV
masuk ke dalam tubuh masuk dengan cara inhalasi dari sekresi pernafasan (droplet infection)
ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet infection dapat terjadi 2 hari sebelum
hingga 5 hari setelah timbul lesi kulit.
VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan bagian
atas, orofaring ataupun conjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi pada hari ke 2-4
yang berlokasi pada lymph nodes regional kemudian diikuti penyebaran virus dalam jumlah
sedikit melalui darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan terjadinya viremia primer
(biasanya terjadi pada hari ke 4-6 setelah infeksi pertama). Pada sebagian besar penderita
yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh
yang belum matang sehingga akan berlanjut dengan siklus replikasi virus ke dua yang yang
terjadi di hepar dan limpa, yang mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. Pada fase ini,
partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan mencapai epidernis pada hari ke 14-16,
yang mengakibatkan timbulnya lesi di kulit yang khas.1-3,6,8
Page 4
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
Seorang anak yang menderita varicella dapat menularkan kepada yang lain yaitu 2
hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit.1-3
Pada herpes zooster, patogenesisnya belum seluruhnya diketahui. Selama terjadinya
varicella, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf
sensoris dan ditransportasikan secara centripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion
sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi infeksi laten (dorman), dimana virus tersebut tidak
lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah
menjadi infeksius apabila terjadi reaktivasi virus. Reaktivasi virus tersebut dapat diakibatkan
oleh keadaan yang menurunkan imunitas seluler seperti pada penderita carsinoma, penderita
yang mendapat pengobatan immunosurpresive termasuk kortikoseroid dan pada orang
penerima organ transplantasi. Pada saat terjadi reaktivasi, virus akan kembali bermultplikasi
sehingga terjadi reaksi radang dan merusak ganglion sensoris. Kemudian virus akan
menyebar ke sumsum tulang serta batang otak dan melalui syaraf sensoris akan sampai ke
kulit dan kemudian akan timbul gejala klinis.4,5,7,8
Gambaran Klinis
Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa biasanya
didahului dengan gejala prodromal yaitu demam, malaise, nyeri kepala, mual dan anoreksia,
yang terjadi 1-2 hari sebelum timbulnya lesi dikulit sedangkan pada anak kecil (usia lebih
muda) yang imunokompeten, gejala prodromal jarang dijumpai hanya demam dan malaise
ringan dan timbul bersamaan dengan timbulnya lesi dikulit sedangkan pada anak kecil (usia
lebih muda) yang imunokompeten, gejala prodromal jarang dijumpai hanya demam dan
malaise ringan dan timbul bersamaan dengan munculnya lesi dikulit.1,3
Lesi pada varicella, diawali pada daerah wajah dan scalp, kemudian meluas ke dada
(penyebaran secara centripetal) dan kemudian dapat meluas ke ekstremitas. Lesi juga dapat
dijumpai pada mukosa mulut dan genital. Lesi pada varicella biasanya sangat gatal dan
mempunyai gambaran yang khas yaitu terdapatnya semua stadium lesi secara bersamaan
pada suatu saat.1,2,8
Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada daerah wajah dan dada,
dan kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 12-14 jam menjadi papul dan kemudian
berkembang menjadi menjadi vesikel yang mengandung cairan yang jernih dengan dasar
eritematosa. Vesikel yang terbentuk dengan dasar yang eritematous mempunyai gambaran
Page 5
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
klasik yaitu letaknya superfisial dan mempunyai dinding yang tipis sehingga terlihat seperti
kumpulan tetesan air di atas kulit (tear drop), berdiameter 2-3 mm, berbentuk elips, dengan
aksis panjangnya sejajar dengan dengan lipatan kulit atau tampak vesikel seperti titik-titik
embun diatas daun bunga mawar (drew drop on rose petal). Cairan vesikel dapat cepat
menjadi keruh disebabkan masuknya sel radang sehingga pada hari kedua akan berubah
mejadi pustula. Lesi kemudian akan mengering yang diawali pada bagian tengah sehingga
terbentuk umbilikasi (delle) dan akhirnya menajdi krusta dalam waktu yang bervariasi antara
2-12 hari. Kemudian krusta ini akan lepas dalam waktu 1-3 minggu. Pada fase penyembuhan
varicella jarang terbentuk parut (scar) apabila tidak disertai dengan infeksi sekunder
bakterial.1-3,8,9
Varicella yang terjadi pada masa kehamilan, dapat menyebabkan terjadinya varicella
intrauterine ataupun varicella neonatal. Varicella intrauterine, terjadi pad a20 minggu pertama
kehamilan, yang dapat menimbulkan kelainan kongenital seperti kedua lengan dan tungkai
mengalami atrofi, kelainan neurologik ataupun ocular dan mental retardation. Sedangkan
varicella neonatal terjadi apabila seorang ibu menderita varicella (varicella maternal) kurang
dari 5 hari sebelum atau 2 hari sesudah melahirkan. Bayi akan terpapar dengan viremia
sekunder dari ibunya didapat dengan cara transplasental tetapi bayi tersebut belum mendapat
perlindungan antibodi disebabkan tidak cukupnya waktu untuk terbentuknya antibodi pada
tubuh si ibu yang disebut transplasental antibodi. Sebelum penggunaan varicella zooster
immunoglobulin (VZIG), angka kematian varicela neonatal sekitar 30%, hal ini disebabkan
terjadinya pneumonia yang berat dan hepatitis yang fulminan. Tetapi jika si ibu mendapat
varicella dalam waktu 5 hari atau lebih sebelum melahirkan, maka si ibu mempunyai waktu
yang cukup untuk membentuk dan mengedarkan antibodi yang terbentuk (transplasental
antibodi) sehinga neonatus jarang menderita varicella yang berat.8,9,10
Herpes zooster pada anak-anak jarang didahului gejala prodromal. Manifestasi dari
herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang sangat dan pruritus selama beberapa
hari sebelum mengembangkan karakteristik erupsi kulit dari vesikel berkelompok pada dasar
yang eritematosa.3
Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan intermiten atau
terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir, beberapa dermatom atau difus.
Nyeri prodormal tidak lazim terjadi pada penderita imunokompeten kurang dari usia 30
Page 6
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
tahun, tetapi muncul pada penderita mayoritas diatas usia 60 tahun.9 Nyeri prodormal :
lamanya kira –kira 2 – 3 hari, namun dapat lebih lama.12
Gejala lain dapat berupa rasa terbakar dangkal, malaise, demam, nyeri kepala, dan
limfadenopati, gatal, tingling. Lebih dari 80% pasien biasanya diawali dengan prodormal,
gejala tersebut umumnya berlangsung beberapa hari sampai 3 minggu sebelum muncul lesi
kulit.
Nyeri preeruptif dari herpes zoster (preherpetic neuralgia) dapat menstimulasi
migrain, nyeri pleura, infark miokardial, ulkus duodenum, kolesistitis, kolik renal dan bilier,
apendisitis, prolaps diskus intervertebral, atau glaucoma dini, dan mungkin mengacu pada
intervensi misdiagnosis yang serius.9,12
Lesi kulit yang paling sering dijumpai adalah vesikel dengan eritema di sekitarnya
herpetiformis berkelompok dengan distribusi segmental unilateral. Erupsi diawali dengan
plak eritematosa terlokalisir atau difus kemudian makulopapuler muncul secara
dermatomal.12
Lesi baru timbul selama 3-5 hari. Bentuk vesikel dalam waktu 12 sampai 24 jam dan
berubah menjadi pustule pada hari ketiga. Pecahnya vesikel serta pemisahan terjadi dalam 2 –
4 minggu. Krusta yang mongering pada 7 sampai 10 hari.4 Pada umumnya krusta bertahan
dari 2 sampai 3 minggu. Pada orang yang normal, lesi – lesi baru bermunculan pada 1 sampai
4 hari ( biasanya sampai selama 7 hari). Rash lebih berat dan bertahan lama pada orang yang
lebih tua., dan lebih ringan dan berdurasi pendek pada anak – anak.9,12
Dermatom yang terlibat : biasanya tunggal dermatom dorsolumbal merupakan lokasi
yang paling sering terlibat (50%), diikuti oleh trigeminal oftalmika, kemudian servikal dan
sakral.8 Ekstremitas merupakan lokasi yang paling jarang terkena.9
Keterlibatan saraf kranial ke 5 berhubungan dengan kornea. Pasien seperti ini harus
dievaluasi oleh optalmologi. Varian lain adalah herpes zoster yang melibatkan telinga atau
mangkuk konkhal – sindrom Ramsay-Hunt. Sindrom ini harus dipertimbangkan pada pasien
dengan kelumpuhan nervus fasialis, hilangnya rasa pengecapan, dan mulut kering dan
sebagai tambahan lesi zosteriform di telinga. Secara klasik, erupsi terlokalisir ke dermatom
tunggal, namun keterlibatan dermatom yang berdekatan dapat terjadi, seperti lesi meluas
dalam kasus zoster-diseminata. Zoster bilateral jarang terjadi, dan harus meningkatkan
kecurigaan pada imunodefisiensi seperti HIV / AIDS.13
Page 7
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-5 Hari ke-6
Perkembangan rash pada herpes zoster
http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster#Pathophysiology
Komplikasi
Varicella
Pada anak yang imunokompeten, biasanya dijumpai varicella yang ringan sehingga
jarang dijumpai komplikasi.
Komplikasi yang dapat dijumpai pada varicella yaitu:
1. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri
Sering dijumpai infeksi pada kulit dan timbul pada anak-anak yang berkisar antara
5-10%. Lesi pada kulit tersebut menjadi tempat masuk organisme yang virulen dan
apabila infeksi meluas dapat menimbulkan impetigo, furunkel, cellulitis, dan
erysepelas.
2. Scar
Timbulnya scar yang berhubungan dengan infeksi Staphylococcus dan
Streptococcus yang berasal dari garukan.
3. Pneumonia
Dapat timbul pada anak-anak yang lebih tua dan pada orang dewasa, yang dapat
menimbulkan keadaan fatal. Pada orang dewasa insiden varicella pneumonia sekitar
1:400 kasus.
4. Neurologik
Acute postinfeksius cerebellar ataxia
Ataxia sering muncul tiba-tiba, selalu terjadi 2-3 minggu setelah timbulnya
varicella. Keadaan ini menetap selama 2 bulan.
Page 8
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
Manifestasinya berupa tidak dapat mempertahankan posisi berdiri hingga tidak
mampu untuk berdiridan tidak adanya koordinasi dan dysarthria.
Encephalitis
Gejala ini sering timbul selama terjadinya akut varicella yaitu beberapa hari
setelah timbulnya ruam. Lethargy, drowsiness dan confusion adalah gejala yang
sering dijumpai.
Beberapa anak mengalami seizure dan perkembangan encephalitis yang cepat
dapat menimbulkan koma yang dalam.
Merupakan komplikasi yang serius dimana angka kematian berkisar 5-20%.
Insiden berkisar 1,7/100.000 penderita.
5. Herpes zooster
Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya herpes zooster, timbul
beberapa bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer.
Varicella zooster virus menetap pada ganglion sensoris.
6. Reye syndrome
Ditandai dengan fatty liver dengan encephalopaty.
Keadaan ini berhubungan dengan pwnggunaan asipirin, tetapi setelah digunakan
acetaminophen (antipiretik) secara luas, kasus reye syndrome mulai jarang
ditemukan.
Herpes zooster
Komplikasi yang dapat dijumpai pada herpes zooster yaitu:
1. Infeksi sekunder pada kulit yang disebebkan bakteri.
2. Postherpetic neuralgia (PHN).
3. Pada daerah ophtalmic dapat terjadi keratitis, episcleritis, iritis, papillitis dan
kerusakan syaraf.
4. Herpes zooster yang diseminata yang dapat mengenai organ tubuh seperti otak, paru
dan organ lain dan dapat berakibat fatal.
5. Meningoencephalitis.
6. Motor paresis.
7. Terbentuk scar.4,7,8,11
Pemeriksaan Laboratorium
Page 9
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
Untuk pemeriksaan virus varicella zooster (VZV) dapat dilakukan beberapa tes yaitu:
1. Tzanck smear
Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsa’s Wright’s,
toluidine blue ataupun Papanicolau’s. Dengan menggunakan mikroskop
cahaya akan dijumpai multinucleated giant cells.
Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zooster dengan herpes
simleks virus.
2. Direct Fluorescent Assay (DFA)
Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk
krusta pemeriksaan DFA kurang sensitif.
Hasil pemeriksaan cepat.
Membutuhkan mikroskop fluorescence.
Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zooster.
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks
virus.
3. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.
Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping
dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai
preparat, dan CSF.
Sensitifitasnya berkisar 97-100%
Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zooster
4. Biopsi kulit
Hasil pemeriksaan histopatologis: tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi
sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic
infiltrate.1,2,4,6
Diagnosis Banding
Page 10
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
Varicella
1. Herpes simpleks diseminata.
2. Herpes zooster diseminata.
3. Impetigo1-3
Herpes zooster
1. Herpes simpleks virus
2. Dermatitis kontak
3. Poison ivy4-6
Penatalaksanaan
Varicella dan Hepes zooster
Pada anak imunokompeten, biasanya tidak diperlukan pengobatan yang spesifik dan
pengobatan yang diberikan bersifat simptomatis yaitu:
Lesi masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak agar tidak mudah pecah.
Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan salap
antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
Dapat diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh golongan salisilat
(aspirin) untuk menghindari terjadinya sindroma Reye.
Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder
akibat garukan.1,4,6-8
Obat antivirus
- Pemberian antivirus dapat mengurangi lamanya sakit, keparahan dan waktu
penyembuhan akan lebih singkat.
- Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48-72 jam setelah
erupsi dikulit muncul.
- Golongan antivirus yang dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir dan famsiklovir.
- Dosis antivirus (oral) untuk pengobatan varicella dan herpes zooster:
Neonatus: Asiklovir 500 mg / m2 IV setiap 8 jam selama 10 hari.
Anak (2-12 tahun): Asiklovir (oral) 4 x 20 mg/kgBB/hari selama hari.
Pubertas dan dewasa:
Page 11
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
Asiklovir (oral) 5 x 800 mg/hari selama 7 hari.
Valasiklovir (oral) 3 x 1 gr/hari selama 7 hari.
Famsiklovir (oral) 3 x 500 mg/hari selama 7 hari1-3,6,8,11
Rejimen terapi untuk Varisela-zoster : 3
ACYCLOVIR FAMCICLOVIR VALACYCLOVIR
Zoster 5 x 800 mg setiap
hari selama 7 – 10
hari
500 mg TID selama 7
hari
1 g TID selama 7 hari
“Disseminated
zoster” (dosis anak)
20 mg/kg IV setiap 8
jam selama 7 hari
- -
“Disseminated
zoster”(dosis
dewasa)
10 mg/kg IV setiap
8 jam selama 7 hari
- -
Pencegahan
Pada anak imunokompeten yang telah menderita varicella tidak diperlukan tindakan
pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan pada kelompok yang beresiko tinggi untuk
menderita varicella yang fatal seperti neonatus, pubertas ataupun orang dewasa, dengan
tujuan mencegah ataupun mengurangi gejala varicella.
Tindakan pencegahan yang dapat diberikan:
1. Imunisasi pasif
Menggunakan VZIG (Varicella Zooster Immunoglobulin).
Pemberiannya dalam waktu 3 hari (kurang dari 96 jam) setelah terpajan VZV,
pada anak-anak imunokompeten terbukti mencegah varicella sedangkan pada
anak imunokompromais pemberian VZIG dapat eringankan gejala varicella.
VZIG dapat diberikan pada:
- Anak-anak yang berusia < 15 tahun yang belum pernah menderita varicella
atau herpes zooster.
Page 12
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
- Usia pubertas > 15 tahun yang belum pernah menderita varicella atau herpes
zooster dan tidak mempunyai antibodi terhadap VZV.
- Bayi baru lahir, dimana ibunya menderita varicella dalam kurun waktu 5 hari
sebelum atau 48 jam setelah melahirkan.
- Bayi premature dan bayi usia < 14 hari yang ibunya belum pernah menderita
varicella atau herpes zooster.
- Anak-anak yang menderita leukemia atau lymphoma yang belum pernah
menderita varicella.
Dosis: 125U/10 kgBB.
- Dosis minimum: 125 U dan dosis maksimal: 625 U.
Pemberian secara IM dan tidak diberikan IV
Perlindungan yang didapat bersifat sementara.1,3,5
2. Imunisasi aktif
Vaksinasinya menggunakan varicella virus (Oka strain) dan kekebalan yang
didapat dapat bertahan hingga 10 tahun.
Digunakan di Amerika sejak tahun 1995.
Daya proteksi melawan varicella berkisar antara 71-100%.
Vaksin efektif jika diberikan pada umur > 1 tahun dan direkomendasikan
diberikan dosis tunggal dan anak lebih tua diberikan dalam 2 dosis dengan jarak
4-8 minggu.
Pemberan secara subkutan.
Efek samping: kadang-kadang dapat timbul demam ataupun reaksi lokal seperti
ruam makulopapular atau vesikel, terjadi pada 3-5% anak-anak dan timbul 10-21
hari setelah pemberian pada lokasi penyuntikan.
Vaksin varicella: Varivax.
Tidak boleh diberikan pada wanita hamil karena dapat menyebabkan terjadinya
kongenital varicella.6,8,10
Prognosis
Page 13
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
Varicella dan herpes zooster pada anak immunokompeten tanpa disertai komplikasi
prognosis biasanya sangat baik, sedangkan pada anak imunokompromais, angka morbiditas
dan mortalitasnya signifikan.
BAB III
Page 14
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
ANTIVIRUS
Empat golongan antivirus yang akan dibahas dalam dua bagian besar pembahasan yaitu mengenai antinonretrovirus dan antiretrovirus. Klasifikasi penggolongan obatantvirus adalah:14
1. Anti non retovirus
- Antivirus untuk herpers
- Antivirus untuk influenza
- Antivirus untuk HBV dan HCV
2. Antiretrovirus
- Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NRTI)
- Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NtRTI)
- NNRTI (non neokleoside reverse transcriptase inhibitor)
- Protease inhibitor (PI)
- Viral entry inhibitor.
Antivirus Untuk Herpes14
Obat-obat yang aktif terhadap virus herpes umumnya merupakan antimetabolit yang mengalami bioaktivasi melalui enzim kinase sel hospes atau virus untuk membentuk senyawa yang dapat menghambat DNA polimerase virus.
1. Asiklovir
Obat yang paling lama dipakai untuk herpes adalah asiklovir. Asiklovir tersedia
sebagai obat generik. Obat ini tersedia sejak 1982 dengan bentuk krim dan sejak 1985
sebagai pil. Asiklovir terbukti aman. Untuk orang yang sudah memakainya terus-menerus
(setiap hari) selama sepuluh tahun.
Asiklovir adalah derivat dari acyclic guanosine dengan aktivitas klinis digunakan
untuk mengatasi HSV-1, HSV-2, dan VZV.
Mekanisme Kerja
Asiklovir merupakan analog 2’-deoksiguanosin. Asiklovir adalah suatu prodrug
yang baru memiliki efek antivirus setelah dimetabolisme menjadi asiklovir trifosfat.
Langkah yang penting dari proses ini adalah pembentukan asiklovir monofosfat
yang dikatalisis oleh timidin kinase pada sel hospes yang terinfeksi oleh virus herpes atau
atau varicella zooster atau oleh fosfotransferase yang dihasilkan oleh sitomegalovirus.
Page 15
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
Kemudian enzim seluler menamb ahkan gugus fosfat untuk membentuk asiklovir difosfat dan
asiklovir trifosfat. Asiklovir trifosfat menghambat sintesis DNA virus dengan cara
berkompetisi dengan 2’-deoksiguanosin trifosfat sebagai substrat DNA polimerase virus. Jika
asiklovir (dan bukan 2’-deoksiguanosin) yang masuk ke tahap replikasi DNA virus, sintesis
berhenti. Inkorporasi asiklovir monofosfat ke DNA virus bersifat ireversibel karena enzim
eksonuklease tidak dapat memperbaikinya. Pada proses ini, DNA polimerase virus menjadi
inaktif.
Farmakokinetik
Bioavailibilitas dari asiklovir oral adalah 15-20% dan tidak dipengaruhi oleh
makanan. Kadar maksimal dalam serum mendekati 1 ug/mL setelah pemberian 200mg per
oral dan 1,5-2ug/mL setelah pemberian 800 mg, dosis dicapai setelah 1,5-2 jam setelah
waktu pemberian obat. Dosis maksimal dalam serum adalah 10 ug/mL dan 20 ug/mL setelah
pemberian infus intravena (setelah 1 jam) dengan dosis pemberian 5 mg/kgBB dan 10
mg/kgBB. Pemberian obat secara topikal menghasilkan konsentrasi maksimal mencapai 10
ug/mL pada lesi herpetic, tetapi kadar secara sistemik tidak terdeteksi.
Asiklovir dikeluarkan dari tubuh tertama melalui filtrasi glomerular dan sekresi
tubular. Waktu paruh kurang lebih 3 jam pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal dan
20 jam pada pasien dengan anuria. Asikovir dapat dibersihkan dari tubuh dengan hemodialisa
namun tidak dapat dengan peritoneal dialisa.
Asiklovir dapat ber difusi ke berbagai jaringan dan cairan tubuh untuk meghasilkan
konsentrasi 50-100% dalam serum. Konsentrasi dalam cairan serebrospinal dapat mencapai
50%.
Indikasi
Infeksi HSV-1 dan HSV-2 baik lokal maupun sistemik (termasuk keratitis herpetic,
herpetik ensefalitis, herpes genitalia, herpes neonatal dan herpes labialis) dan infeksi VZV
kurang dibandingkan dengan HSV, dosis yang diperlukan untuk terpai kasus varicella dan
zooster jauh lebih tinggi dari pada terpai infeksi HSV.
Dosis
Untuk herpes genital ialah 5 kali sehari 200 mg tablet, sedangkan untuk herpes
zooster ialah 4x400 mg sehari. Penggunaan topikal untuk keratitis herpetic adalah dalam
bentuk krim ophtalmic 3% dan krim 5% untuk herpes labialis, HSV berat lainnya dan infeksi
VZV digunakan asiklovir intravena 30 mg/kgBB per hari.
Page 16
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
Efek Samping
Asikovir pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Asiklovir topikal dalam
pembawa polietilen glikol dapat menyebabkan iritasi mukosa dan rasa terbakar yang sifatnya
sementara jika dipakai pada luka genitalia. Asiklovir oral, walaupun jarang, dapat
menyebabkan mual, diare, ruam atau sakit kepala; dan sangat jarang menyebabkan
insufisiensi renal dan neurotoksisitas.
Resistensi
Resistensi terhadap asiklovir disebabkan oleh mutasi pada gen timidin kinase virus
atau pada gen DNA polimerase.
Interaksi
- Dengan Obat Lain : Anti jamur: ampoterisin B melawan efek asiklovir (pseudorabies) jika
diberikan secara bersamaan, ketokonazol dan aciclovir mempunyai efek sinergis untuk
melawan virus herpes tipe 1 dan 2. Probenezid: jika diberikan bersamaan dengan asiklovir t
½ obat dan meningkatkan konsentrasi dari asiklovir, karena terjadi penurunan pengeluaran
asiklovir lewat ginjal. Interveron: berefek sinergisme terutama untuk mengobati virus herpes
tipe 1, tetapi efeknya secara klinis belum diketahui. Metotreksat: penggunaan asiklovir IV
bersamaan dengan metotreksat harus mendapatkan perhatian. Zidavudin: jika diberikan
secara bersamaan, dapat meningkatkan efek toksis dari asiklovir.
- Dengan Makanan : Makanan tidak mengganggu absorbsi asiklovir.
Pengaruh
- Terhadap Kehamilan : Faktor risiko : B. Obat ini mampu menembus plasenta, tetapi pada
hewan uji tidak menunjukkan adanya efek teratogenik.
- Terhadap Ibu Menyusui : Dari hasil penelitian antara tahun 1984-1999, tidak
menunjukkan efek yang signifikan berpengaruh pada kehamilan. Dapat diberikan saat ibu
menyusui, tetapi dengan pengawasan dan jika benar – benar dibutuhkan.
- Terhadap Anak-anak : Keamanan, dan efikasi asiklovir untuk anak dibawah 2 tahun
belum diketahui secara pasti.
- Terhadap Hasil Laboratorium : Renal : meningkatkan nilai BUN dan konsentrasi serum
kreatinin. Hematologi : trombositopenia, anemia, leukositosis vaskulitis, leukopenia. Hasil tes
lain : meningkatnya hasil uji fungsi liver, hiperbilirubinemia.
Parameter Monitoring
Urinalisis; BUN; Serum Kreatinin; Enzim hati; CBC
Bentuk Sediaan
Page 17
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
Kapsul, Tablet, Suspensi, Krem, Ointment, Injeksi
Bentuk sedian
- Asiklovir Tablet oral 200 mg, 400 mg
- Asiklovir Kaplet oral 200 mg, 400 mg
- Asiklovir Krim 5%
- Asiklovir Vial 250 mg
Nama dagang
Acifar
Danovir
Hervirex
Scanovir
Vireth
Zovirax
Clinovir
Herax
Licovir
Temiral
Virtaz-200
Zyclorax
Clopes
Herpiclof
Palovir
Vircovir
Virules
Acyclovir Hexpharm
Herpiclof / Herpiclof forte
Quavir
Viralis 200 / Viralis 400
Zoter
Peringatan
Hati – hati jika diberikan pada pasien dengan keadaan immunocompromi;
trombocytopenia purpura / hemolitic uremia síndrome (TTP/HUS) karena belum banyak
informasi yang tersedia. Hati – hati untuk pasien lanjut usia, gangguan ginjal, atau pasien
yang mendapatkan obat nefropati lainnya.
Page 18
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
2. Valasiklovir
Obat yang lebih baru, valasiklovir, sebetulnya memakai asiklovir sebagai kandungan
aktifnya. Bentuk ini menyediakan asiklovir dengan cara yang lebih efisien sehingga tubuh
kita dapat menyerap lebih banyak obat. Manfaat ini adalah kita dapat memakainya lebih
sedikit kali dalam sehari.
Valasiklovir merupakan ester L-valil dari asiklovir dan hanya terdapat dalam
formulasi oral. Setelah ditelan, valasiklovir dengan cepat diubah menjadi asiklovir melalui
enzim valasiklovir hidrolase di saluran cerna dan hati.
Farmakokinetik
Bioavailabilitas oralnya 3 hingga 5 kali asiklovir (54%) dan waktu paruh
eliminasinya 2-3 jam. Waktu paruh intraselnya, 1-2 jam. Kurang dari 1% dari dosis
valasiklovir ditemukan di urin, selebihnya dieliminasi sebagai asiklovir.
Mekanisme kerja dan resistensi
Sama dengan asiklovir.
Indikasi
Valasiklovir terbukti efektif dalam terapi infeksi yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks, varicella-zooster dan sebagai profilaksis terhadapn penyakit yang disebabkan oleh
sitomegalovirus.
Sediaan dan dosis
Untuk herpes genital per oral 2 kali sehari 500 mg tablet selama 10 hari. Untuk
herpes zooster 3 kali sehari 2 tablet 500 mg selama 7 hari.
Merek dagangyang tersedia, antara lain: Valvir, Valtrex
Efek samping
Sama dengan asiklovir. Pernah terdapat laporan valasiklovir menyebabkan
mikroangiopati trombotik pada pasien imunosupresi yang menerima beberapa macam obat.
3. Foskarnet
Page 19
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
Mekanisme kerja
Foskarnet merupakan analog organik dari pirifosfat anorganik. Obat ini membentuk
kompleks dengan DNA polimerase virus pada tempat ikatan pirifosfat, mencegah pecahnya
pirifosfat dari nukleosida trifosfat dan akan menghambat proses pemanjangan primer-
template.
Resistensi
Resistensi disebabkan oleh mutasi pada DNA polimerase virus.
Indikasi
Retinitis CMV pada pasien AIDS, infeksi herpes mukokutan yang resisten terhadap
asiklovir (defisiensi timidin kinase virus) serta infeksi HSV dan VZV pada pasien
immunocompromised.
Dosis
Obat ini tersedia dalam bentuk larutan untuk pemberian IV dengan kadar 24 mg/mL
dalam botol berisi 250 dan 500 mL. Terapi induksi retinitis CMV diberikan secara intravena
2 x 90 mg/kgBB tiap 12 jam diberikan dalam 1,5-2 jam atau 3 x 60 mg/kgBB setiap 8 jam
selama 2-3 minggu. Untuk terapi maintenence CMV retinitis dan terapi HSV mukokutan
yang resisten terhadap asiklovir atau infeksi VZV pada pasien immunocompromised
diberikan foskarnet dalam dosis 120 mg/kg per hari (3 x 40 mg/kg, setiap 8 jam),
penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal sangat penting. Untuk terapi
penunjang diberikan dosis 90 mg/kgBB/hari, diberikan dengan infus 2 jam. Dosis dapat
ditingkatkan menjadi 120 mg/kgBB/hari bila perlu.
Efek samping
Nefrotoksisitas dan hipokalsemia simtomatik. Pernah juga dilaporkan terjadinya
nekrosis tubuler akut, glomerulopati diabetes insipidus nefrogenik dan nefritis intersitial.
Sering terjadi abnormalitas metabolik (peningkatan atau penurunan kalsium dan fosfat,
hipermagnesemia dan hipokalemia). Efek samping SSP adalah sakit kepala, iritabilitas,
kejang dan halusinosis. Efek samping lain adalah ruam kulit, demam, mual, muntah, anemia,
leukopenia, gangguan fungsi hati, perubahan EKG dan tromboflebitis.
4. Brivudin
Page 20
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
Mekanisme kerja
Brivudin (setelah mengalami fosforilasi intraseluluer) bekerja sebagai penghambat
kompetitif DNA polimerase virus. Brivudin juga bekerja sebagai substrat alternatif dan
bergabung pada DNA virus, yang menyebabkan penurunan integritas dan fungsi DNA virus.
Kerja brivudin sangatlah spesifik karena fosoforilasinya hanya dapat dikatalisis oleh timidin
kinase HSV-1 dan timidin kinase VZV.
Indikasi
Infeksi HSV-1 dan VZV, terutama herpes zooster, tetapi juga HSV-1 keratitis dan
herpes labialis. Brivudin telah disetujui penggunaan nya untuk terapi herpes zooster pada
pasien immunokompeten di beberapa negara Eropa.
Dosis
Terapi herpes zooster: 125 mg per hari, 1 kali sehari. Untuk herpetik keratitis dapat
diberikan secara topikal dalam bentuk tetes mata 0,1-0,5% atau 5% krim untuk herpes
labialis.
Page 21
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
BAB IV
KESIMPULAN
Varicella zooster virus (VZV) merupakan famili human (alpha) herpes virus. Virus
terdiri atas genome DNA double-stranded, tertutup inti yang mengandung protein dan
dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varicella
(chicken pox) dan herpes zooster (shingles).
Varicella terdapat di seluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras maupun jenis
kelamin. Varicella terutama mengenai anak-anak yang berusia dibawah 20 tahun terutama
usia 3-6 tahun, insiden terjadinya herpes zooster meningkat sesuai dengan pertambahan umur
dan biasanya jarang terjadi pada anak-anak, dimana lebih dari 66 % mengenai usia lebih dari
50 tahun.
Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa biasanya
didahului dengan gejala prodromal yaitu demam, malaise, nyeri kepala, mual dan anoreksia,
yang terjadi 1-2 hari sebelum timbulnya lesi dikulit.
Lesi pada varicella, diawali pada daerah wajah dan scalp, kemudian meluas ke dada
(penyebaran secara centripetal) dan kemudian dapat meluas ke ekstremitas. Lesi juga dapat
dijumpai pada mukosa mulut dan genital. Lesi pada varicella biasanya sangat gatal dan
mempunyai gambaran yang khas yaitu terdapatnya semua stadium lesi secara bersamaan
pada suatu saat.
Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang sangat dan
pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan karakteristik erupsi kulit dari vesikel
berkelompok pada dasar yang eritematosa.
Antivirus yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi dari virus varicella zooster
antara lain: Asiklovir, Valasiklovir, Foskarnet, Brivudin.
Page 22
Antivirus untuk Terapi Varicella dan Herpes Zooster
Daftar Pustaka
1. Lichenstein R. Pediatrics, Chicken Pox or Varicella , October 21, 2002.www.emedicine. com.
2. Harper J. Varicella (chicken pox). In : Textbook of Pediatric Dermatology, volume 1, Blackwell Science, 2000 : 336 - 39.
3. Mehta P N. Varicella, July 1, 2003. www.emedicine.com.4. Mc Cary M L. Varicella zoster virus. American Academy of Dermatology, Inc. 1999.5. Driano A N. Zoster - pediatric, October 11, 2002. www.emedicine. com.6. Sugito T L. Infeksi Virus Varicella - Zoster pada bayi dan anak. Dalam : Boediardja S A
editor. Infeksi Kulit Pada Bayi & Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2003 : 17 - 33.
7. Hurwitz S. Herpes zoster. In : Clinical Pediatric Dermatology A Texbook of skin Disease of Childhood and Adolescence, 2nd edition, Philadelphia ; W.B. Saunders Company, 1993 : 324 - 27.
8. Frieden I J, Penney N S. Varicella - Zoster Infection. In : Schchner L A, Hansen R C editor.Pediatric Dermatology, second edition, vol 2, Churchill Livingstone, NewYork, 1995 : 1272 - 75.
9. Oxman N M, Alani R. Varicella and herpes zoster. In : Fitzpatrick T B, Eisen A Z editor. Dermatology In General Medicine, 4 McGraw - Hill, Inc, 1993 : 2543 - 67.
10. Odom R B. Varicella. In : Andrews’ Diseases of the skin. 9th edition W.B. Saunders Company, 2000 : 482 - 85.
11. Harper J. Herpes zoster. In : Textbook of Pediatric Dermatology, volume 1, Blackwell Science, 2000 : 339 - 40.
12. Mandal BK, dkk. Lecture Notes :Penyakit Infeksi.6th ed. Jakarta : Erlangga Medical Series. 2008 : 115 – 119.
13. Handoko RP. Penyakit Virus. In : Djuanda Adhi, Mochtar H, Siti A, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Cetakan V, Jakarta : Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010 : 110-112.
14. Amir S, Setiawati A, Muchtar A, Arif A, Bahry B, Suharto B, et all. Farmakologi dan Terapi. Dalam: Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, editor.Antivirus. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.p.638-63.
Page 23