hepatoma
-
Upload
fauziaevalatifahs -
Category
Documents
-
view
225 -
download
0
description
Transcript of hepatoma
Fauzia Latifah S 406148140
DAFTAR MASALAH
No Aktif Tanggal1 Efusi pleura kanan 3 -9-20152 Anemia 3-9-20153 Ascites 3-9-20154 Melena 3-9-20155 Hepatoma 6-9-2015
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 1RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh bangunan
Alamat : Prambatan Kidul 08/04 Kaliwungu-Kudus
No. RM : 718155
Dirawat di ruang : Melati 2, B4
Masuk RSUD : 2 Oktober 2015
Dikasuskan : 3 Oktober 2015
Keluar RSUD : 7 Oktober 2015
DATA DASAR
A. Anamnesis : Autoanamnesis dengan penderita dan alloanamnesis dengan istri pada tanggal 3 Oktober 2015
Keluhan Utama : SesakRiwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Kudus pada tanggal 2 Oktober 2015 dengan keluhan sesak sejak 1 bulan
SMRS. Sesak dirasakan terus menerus dan tidak berkurang dengan perubahan posisi. Pasien juga
mengeluh terkadang demam, tidak ada batuk, tidak ada keluhan keringat dingin di malam hari. Pasien
merasakan kemeng pada perut kanan atas, terus menerus sampai menganggu aktivitas. Pasien merasa
perutnya semakin membesar dan terasa kembung. Nafsu makan pasien menurun dan pasien selalu
merasa lemas. Selain itu kedua kaki pasien bengkak. BAB sulit dan berwarna hitam. BAK lancar dan
berwarna seperti air teh.
.
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 2RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Riwayat hipertensi(+)
- Riwayat penyakit liver (+)
- Riwayat operasi (-)
- Riwayat Diabetes Melitus (-)
- Riwayat penyakit paru (-)
- Riwayat penyakit ginjal (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
RIWAYAT KELUARGA
- Riwayat hipertensi(-)
- Riwayat penyakit liver (-)
- Riwayat operasi (-)
- Riwayat Diabetes Melitus (-)
- Riwayat penyakit paru (-)
- Riwayat penyakit ginjal (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI
Pasien pernah bekerja sebagai seorang buruh bangunan, namun sekarang sudah tidak bekerja lagi
RIWAYAT KEBIASAAN
- Kebiasaan minum alcohol disangkal- Kebiasaan merokok disangkal- Kebiasaan minum jamu-jamuan disangkal- Tidak ada riwayat menggunakan jarum suntik bersamaan (narkoba), tidak ada riwayat transfuse,
darah-
B. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan Umum Tampak sakit ringan. Kompos Mentis
TB : 165 cm BB : 45 kgBMI : 16.54 kg/cm2 (Kesan : berat badandibawah normal)
Tanda Vital TD : 140 / 80
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 3RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
Nadi : 110x/menit, regular, isi cukupRR : 20x/menitSuhu : 36.50C (axiler)
Kepala Mesocephal, distribusi rambut merata, tidak mudah dicabutMata penglihatan baik, konjungtiva anemis (+), sclera ikterik (+),
pupil isokor diameter 3 mm, reflex cahaya (+)Hidung Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), rhinorrhea (-), nafas
cuping hidung (-)Telinga Nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik telinga (-), secret (-), edema
(-), hiperemis (-)Mulut Sulkus Nasolabialis simetris, uvula normal, tonsil T1 – T1,
faring hiperemis (-)Leher Deviasi trakea (-), tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Paru – ParuDepan Inspeksi Simetris dalam keadaan statis dan dinamis, sela iga tidak
melebar, tidak terdapat retraksi supraclavicula, intercostae dan substrenal
Palpasi Stem fremitus melemah pada paru kanan dan kuat pada paru kiri Perkusi Redup di paru kanan dan sonor di paru kiri Auskultasi Suara dasar vesikuler,melemah pada paru kanan, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)Belakang Inspeksi simetris dalam keadaan statis dan paru kanan sedikit tertinggal
dalam keadan dinamis Palpasi stem fremitus melemah pada paru kanan dan kuat pada paru kiri Perkusi redup pada paru kanan dan sonor pada paru kiri Auskultasi suara dasar vesikuler melemah pada paru kanan, rhonki (-/-),
wheezing (-/-) Jantung Inspeksi Pulsasi Iktus Cordis tak tampak Palpasi Pulsasi Iktus Cordis tak teraba Perkusi Batas atas : ICS III Parasternal linea sinistra
Batas kanan : Sulit dinilaiBatas kiri : Sulit dinilai
Auskultasi Bunyi Jantung I – II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen Inspeksi Tampak perut membuncit, venektasi (-), spider navy (-) Auskultasi Bising usus positif normal
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 4RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
Perkusi Timpani pada seluruh region abdomen, liver span ±18 cm, perkusi limpa pekak
Palpasi Supel, teraba massa, nyeri tekan (+), hepar teraba, lien teraba ginjal tak teraba
Genitalia dan RT Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas Superior InferiorPembesaran kel. Limfe axilla -/- -/-Pembesaran kel. Limfe inguinal -/- -/-Edema -/- -/-Sianosis -/- -/-Petechie -/- -/-Gerakan +/+ +/+Kekuatan +/+ +/+Tonus N/N N/N
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Data yang sudah ada sebelum dikasuskan)HEMATOLOGI 2 – 09 – 15RUTIN 5 DIFFHemoglobin : 10.2 (gr/dL)Hematokrit : 30.0 (%)Eritrosit : 3.04 (/mm3)Trombosit : 224 (/mm3)Lekosit : 22.0 (/mm3)Netrofil : 78.0 (%)Limfosit : 12.8 (%)Monosit : 6.4 (%)Eosinofil : 0.7 (%)Basofil : 0.5(%)MCH : 33.6 (Pg)MCHC : 34.0 (gr/dL)MCV : 98.7 (fL)RDW : 25.4 (%)MPV : 10.7 (fL)PDW : 11.3 (fL)
KIMIA DAEAH 6-09-15Ureum : 48.3 (mg/dL)Kreatinin : 1.3 (mg/dL)Albumin : 2.3 g/dLSGOT : 216 U/LSGPT : 78 U/L
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 5RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
IMUNOLOGI 6-09-15HBsAg : PositifCut Off : 0,086Absorbans : >3,00
RONTGEN THORAX 2-09-15Cor : Besar sulit dinilaiPulmo : Kesuraman di basal paru, diafragma sinus kanan tumpulKESAN : Efusi pleura kanan massif
EKG 2-09-15
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 6RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
Frekuensi denyut jantung : Takikardi 113x/menit
Irama denyut jantung : Normal
Axis Jantung : Normoaxis
Gelombang P : 0.04detik
Interval P-R : 0.16 detik
Kompleks QRS : 0.04 detik
Interval Q-T : Normal
Segmen S-T : Isoelektrik
Gelombang T : T inverted di V1,V2,V3
Kesimpulan : Takikardi
Iskemik anteroseptal
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 7RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
USG ABDOMEN 6-09-15
KESAN :
- Gambaran hepatomegali ±18 cm dengan nodul multiple di lobus dextra hepar ( terbesar ±9 cm)
- Gambaran ascites bermakna- Gambaran cholecystitis- Gambaran cystitis
PROBLEM AKTIF
1. Efusi pleura kanan
2. Anemia
3. Asites,oedem tungkai
4. Melena
5. Hepatoma
RENCANA PEMECAHAN MASALAH
Problem 1 : Efusi pleura kanan Assessment
Mencari etiologi (sirosis dengan asites, CHF, pneumonia, tuberculosis, infeksi bakteri/virus/parasit/jamur)
IP Dx :Pemeriksaan fisik,
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 8RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
USG abdomen
Thorakosintesis
Terapi : Diuretik (Furosemid tab 40 mg dan Spirinolakton 100 mg)
Thorakosintesis
Monitor : Keluhan subjektif. dan TTV
Foto thorax
Edukasi : Menjelaskan pada pasien mengenai kondisi pasien, penyakit pasien dan komplikasi
Problem 2 : Anemia Makrositer
Assessment :
Mencari etiologi : Defisiensi zat besi, as.folat, dan B12, perdarahan,penyakit kronik)
IP Dx : Hapusan darah tepi, Hitung retikulosit
Terapi : Diet tinggi besi
Monitor : Keluhan subjektif. dan TTV
Pemeriksaan darah rutin (Hemoglobin, hematokrit, trombosit, leukosit, MCV,MCHC,MCH)
Edukasi : Menjelaskan pada pasien mengenai kondisi pasien, penyakit pasien dan komplikasi
Problem 3 : Asites, Oedem tungkai
Assessment :
Mencari etiologi : Hipoalbumin, Hipertensi porta
Mencari komplikasi :Peritonitis bacterial, Sindrom hepatorenal
IP Dx : Pungsi diagnostic, cek Natrium
Terapi : Restriksi cairan bila terjadi hiponatremi
Restriksi garam
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 9RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
Diuretik (Furosemid inj 1x1 amp)
Antibiotik (Ceftriaxone 1x2gr)
Monitor : Keluhan subjektif. dan TTV
Albumin, kreatinin, ureum, Na, K
Edukasi : Menjelaskan pada pasien mengenai kondisi pasien, penyakit pasien dan komplikasi
Problem 4 : Melena
Assessment :
Mencari etiologi : Sirosis, Peptic ulcus disease, Disrupsi mukosa GI, Gastritis erosif
IP Dx : Pemeriksaan darah rutin
Endoskopi
Terapi : Metoklopramid 2x ½ amp
Diet lunak
Monitor : Keluhan subjektif. dan TTV
Pemeriksaan darah rutin ( Hemoglobin)
Edukasi : Menjelaskan pada pasien mengenai kondisi pasien, penyakit pasien dan komplikasi
Problem 5 : Hepatoma
Assessment :
Mencari etiologi : Hepatitis B, Sirosis
Mencari komplikasi :Asites, Varises esophagus, Koma hepatic
IP Dx : Pemeriksaan petanda tumor (AFP)
USG Abdomen
Biopsi hati
Terapi : Terapi bedah (reseksi hepatic, transplantasi hati)
Aminofusin hepar
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 10RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
(Vasopresin) Propanolol 1x10mg
Monitor : Keluhan subjektif. dan TTV
Albumin, bilirubin direk-indirek-total
Edukasi : Menjelaskan pada pasien mengenai kondisi pasien, penyakit pasien dan komplikasi
RINGKASAN
Pasien datang ke IGD RSUD Kudus pada tanggal 2 Oktober 2015 dengan keluhan sesak sejak 1 bulan
SMRS. Sesak dirasakan terus menerus dan tidak berkurang dengan perubahan posisi.
Demam(+),Kemen perut kanan atas, terus menerus sampai menganggu aktivitas. Asites (+), Anorexia
(+), Malaise (+)Oedem tungkai (+/+), Melena (+)
Pemeriksaan fisik ditemukan:
SI +/+, CA +/+
Paru I : pergerakan dada kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis normal
P: stem fremitus kanan melemah,
P : paru kanan redup
A : SDV paru kana melemah
Abdomen I :Tampak perut membuncit, venektasi (-), spider navy (-) P : Timpani pada seluruh region abdomen, liver span ±18 cm, perkusi limpa pekak P : Supel, teraba massa, nyeri tekan (+), hepar teraba, lien
A :Bising usus positif normal
Pemeriksaan Lab darah rutin:Hb 10.2 g/dL
Pemeriksaan kimia darah SGOT 216 U/l , SGPT 78 U/l, Albumin 2.3 g/dL
Pemeriksaan imunologi HbsAg (+)
Foto thorax : efusi pleura kanan
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 11RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
CATATAN KEMAJUAN
Tanggal 4 Oktober 2015
S: Sesak, nyeri perut,perut terasa kembung, tidak nafsu makan
O:Keadaan umum : Tampak sakit sedang,
Compos mentis
TTV : TD 140/80 mmHgNadi 110 x/menitPernapasan 24x/menitSuhu :36,7 0
A: Efusi Pleura kanan, Hepatoma, Anemia
P:Tatalaksana :
Infus RL 20 tpm Furosemid ekstra 1x1 amp Ceftriaxone 1x2gr Sotatik 2 x ½ Furosemid Propanolol 1x10mg Antasid syrup 3x10-0 Aminofusin hepar Spirinolakton 100mg 1-0-0 Curcuma 3x1
Senin 4 Oktober 2015
S: Sesak, nyeri perut,perut terasa kembung, tidak nafsu makan
O:Keadaan umum : Tampak sakit sedang,
Compos mentis
TTV : TD 120/80 mmHgNadi 100 x/menitPernapasan 24x/menitSuhu :36 0
A: Efusi pleura kanan, Hepatoma, Anemia
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 12RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
P: Tatalaksana :
Infus RL 20 tpm Furosemid ekstra 1x1 amp Ceftriaxone 1x2gr Sotatik 2 x ½ Furosemid Propanolol 1x10mg Aminofusin hepar Antasid syrup 3x10-0 Aminofusin hepar Spirinolakton 100mg 1-0-0 Curcuma 3x1
Selasa 5 Oktober 2015
S: Sesak, nyeri perut,perut terasa kembung, tidak nafsu makan
O:Keadaan umum : Tampak sakit sedang,
Compos mentis
TTV : TD 120/80 mmHgNadi 100 x/menitPernapasan 24x/menitSuhu :36 0
A: Hepatoma, Efusi Pleura, Anemia
P: Tatalaksana :
Infus RL 20 tpm Furosemid ekstra 1x1 amp Ceftriaxone 1x2gr Sotatik 2 x ½ Furosemid Propanolol 1x10mg Antasid syrup 3x10-0 Aminofusin hepar Spirinolakton 100mg 1-0-0 Curcuma 3x1
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 13RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
Rabu 6 Oktober 2015
S: Sesak, nyeri perut,perut terasa kembung, tidak nafsu makan
O:Keadaan umum : Tampak sakit sedang,
Compos mentis
TTV : TD 120/80 mmHgNadi 100 x/menitPernapasan 24x/menitSuhu :36 0
Hasil konsul dokter paru :Pada penderita yang TS konsulkan kami dapatkan Efusi pleura dextraSaran Koreksi albumin
Rencana pungsi pleura
USG Abdomen :
- Gambaran hepatomegali ±18 cm dengan nodul multiple di lobus dextra hepar ( terbesar ±9 cm).
- Gambaran ascites bermakna
Inunologi : HBsAg +
A: Efusi pleura kanan, Hepatoma, Anemia
P: Tatalaksana :
Infus RL 20 tpm Furosemid ekstra 1x1 amp Ceftriaxone 1x2gr Sotatik 2 x ½ Furosemid Propanolol 1x10mg Antasid syrup 3x10-0 Aminofusin hepar Spirinolakton 100mg 1-0-0 Curcuma 3x1
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 14RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
Kamis 7 Oktober 2015
S: Sesak, nyeri perut,perut terasa kembung, tidak nafsu makan 16.00 Pasien sesak nafas, terpasang O2, KU lemah16.10 Penurunan kesadaran SpO2 66%, Nadi 99x/menit16.15 Pupil melebar SpO2 -, Nadi -, TD –Pasien meninggal
ALUR PIKIR
HBsAg (+)
Hepatitis B
Gambaran hepatomegali ±18 cm
dengan nodul multiple Sirosis
di lobus dextra hepar MCH meningkat 33.6
Hipoalbumin Oedem, Hepatoma Anemia Makrositer Melena
Asites
Efusi pleura
TINJAUAN PUSTAKA
EFUSI PLEURA
DefinisiEfusi pleura adalahsuatukeadaandimanaterdapatpenumpukancairan didalamkavum pleura diantara pleura parietalisdan pleura viseralis.1
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 15RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
Etiologi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan yang abnormal di dalam rongga pleura.5,7 Efusipleura
bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatupenyakit.Pada gangguan
tertentu, cairan dapat berkumpul dalam ruang pleural pada titikdimana penumpukan ini akan
menjadi bukti klinis, dan hampir selalu merupakan tanda patologi. Hal-hal yang dapat menyebabkan
efusi pleura diantaranya:
Patofisiologi
Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena dua hal yaitu:
1. Pembentukan cairan pleura berlebihHal ini dapat terjadi karena :
Peningkatan permeabilitas kapiler (peradangan, neoplasma)
Peningkatan tekanan hidrostatis (CHF)
Peningkatan tekanan negatif intrapleura(atelektasis ).
2. Penurunan kemampuan absorbsi sistem limfatik
Obstruksi stomata
Gangguan kontraksi saluran limfe
Infiltrasi pada kelenjar getah bening
Peningkatan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran limfe2,7
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 16RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 17RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
Tanda dan Gejala
Gejala
Dispnea/sesak nafas
Batuk non produktif
Rasa sakit/nyeri pada dada
Gejala lainnya umumnya mengarahkan ke penyebabnya :
Edema tungkai, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea – CHF
Keringat malam, demam, hemoptisis, penurunan berat badan – TB
Hemoptisis – Malignansi, patologi endobronkial/endotrakeal, infark pulmonal
Demam akut, sputum purulen, nyeri dada – Pneumonia
Tanda
Mediastinal shift umumnya terjadi bila efusi lebih dari 1000 mL. Bila efusinya besar
maka ruang intercostals akan tampak menonjol.
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 18RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
Pergerakan dada tidak simetris, dengan pergerakan dada yang berkurang terlambat
pada sisi yang mengalami efusi.
Palpasi stem fremitus melemah,
Perkusi terdengar pekak
Suara nafas melemah sampai tidak terdengar
Egofoni pada bagian superior dari efusi pleura
Dapat terdengar friction rub1,5,6
DiagnosisEfusi pleura dicurigai pada pasien dengan nyeri pleura, dispneu, dan tanda-tanda lainnya.
Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis dan untuk menentukan penyebabnya. Cairan pleura
normal memiliki karakteristik :
Berwarna jernih seperti plasma
pH 7.60-7.64
Mengandung protein < 2% (1-2 g/Dl)
Mengandung leukosit < 1000 / mm3
Kandungan glukosa sama dengan plasma
a. Radiografi untuk menentukan adanya efusi
Dilakukan untuk menegakkan diagnosis efusi pleura. Umumnya dilakukan fototegak
posteroanterior (PA) dantegak lateral. Pada foto tegak PA, sudut kostofrenikus lateral akan
tampak tumpul dengan adanya 175- 200 cc penimbunan cairan di dalam rongga pleura.
b. Menentukan penyebab efusi
Untuk menentukan penyebab efusi, maka perlu dilakukan thorakosentesis pada pasien
dengan efusi pleura
Indikasi thorakosentesis diagnostik:
Efusi dengan ketebalan ≥ 10 mm pada foto CT, USG atau X-Ray lateral dekubitus
Kasus efusi pleura baru atau tidak diketahui penyebabnya
Efusi pleura yang tidak respons terhadap terapi
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 19RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
Hasil dari thorakosentesis perlu dilakukan pemeriksaan total protein, LDH, hitung jumlah
dan jenis sel, pewarnaan Gram, kultur bakteri aerobik dan anaerobik.
Tatalaksana
Umumnya efusi tidak memerlukan tatalaksana jika asimptomatik dan penyakit
penyebanya telah diterapi, karena kebanyakan efusi bisa resorpsi dengan sendirinya, terutama
yang disebabkan oleh pneumonia tak terkomplikasi, emboli pulmonal, post operasi. Nyeri
pleura ditangani dengan pemberian NSAID atau analgesik lainnya. Terkadang juga dilakukan
penggunaan opioid jangka pendek.
Thorakosentesis merupakan terapi untuk simptomatik efusi dan dapat dilakukan
berulang untuk efusi yang terakumulasi kembali. Pengeluaran cairan dapat terus dilakukan
sampai pasien merasakan dada kencang, nyeri dada, atau batuk parah.
Efusi yang kronik, rekuren, dan menimbulkan gejala dapat diterapi dengan pleurodesis
atau drainasi intermiten dengan katerer menetap. Efusi yang disebabkan oleh karena
pneumonia dan keganasan memerlukan penanganan khusus.
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 20RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
ANEMIA
Pendahuluan
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.
Kriteria anemia
Parameter paling umum dipakai untuk menunjukkan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul hematokrit dan hitung eritrosit.
Kriteria Anemia menurut WHO (dikutip dari Hoffbrand AV, et al, 2001)Kelompok Kriteria Anemia (Hb) (g/dL)Laki – laki dewasa < 13Wanita dewasa tidak hamil < 12Wanita hamil < 11
Etiologi dan Klasifikasi Anemia
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena :
Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang Perdarahan Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)
Klasifikasi berdasarkan gambaran morfologis dengan melihat apusan darah tepi atau indeks eritrosit dibagi menjadi 3, Yaitu :
Anemia hipokrom mikrositer MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg Anemia normokrom normositer MCV < 80 – 95 fl dan MCH 27 – 34 pg Anemia makrositer MCV > 95 fl
Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi
1. Anemia hipokrom mikrositera. Anemia defisiensi besib. Thalassemia majorc. Anemia akibat penyakit kronikd. Anemia siderobalstik
2. Anemia normokrom normositera. Anemia pasca perdarahan akutb. Anemia aplastikc. Anemia hemolitik didapatd. Anemia akibat penyakit kronike. Anemia akibat gagal ginjal kronikf. Anemia pada sindrom mielodisplastik
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 21RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
g. Anemia pada keganasan hematologic3. Anemia makrositer
a. Bentuk megalobalstiki. Anemia defisiensi asam folat
ii. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiossab. Bentuk non-megaloblastik
i. Anemia pada penyakit hati kronikii. Anemia pada hipotiroidisme
iii. Anemia pada sindrom mielodisplastik
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 22RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
MELENADefinisi
Melena adalah feses yang berwarna hitam dan berbau busuk karena bercampur produk darah dari saluran cerna. Adanya melena menunjukkan bahwa darah telah berada di saluran cerna dalam waktu setidaknya 14 jam dan biasanya terjadi pada saluran cerna bagian atas, walaupun terkadang melena dapat pula timbul akibat perdarahan dari colon.
Etiologi
Mekanisme terjadinya perdarahan saluran cerna antara lain disebabkan disrupsi mukosa gastrointestinal sebagai akibat sekunder dari peristiwa inflamasi, infeksi, trauma, atau kanker. Penyebab terbanyak adalah peptic ulcer disease, Selain itu perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat abnormalitas vaskular, seperti ektasis pada vaskular atau varises esofagus karena hipertensi portal. Selain itu, riwayat penggunaan obat-obatan golongan NSAID jangka panjang atau konsumsi alkohol juga potensial menyebabkan kerusakan pada mukosa saluran cerna.
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 23RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
Pemeriksaan Laboratorium
Hitung darah lengkap
1. Konsentrasi hemoglobin dan hematokrit
Mungkin normal pada awal perdarahan saluran cerna akut
Kemudian menurun seiring masuknya cairan ekstravaskular ke dalam pembuluh darah sebagai upaya pengembalian volume darah
Pasien dengan perdarahan saluran cerna kronis dapat menunjukkan nilai hemoglobin dan hematokrit yang sangat rendah walaupun tekanan darah dan nadi berada dalam batas normal
2. Leukositosis dan trombositosis ringan sering terlihat
3. Distribusi sel darah merah dapat menunjukkan anemia mikrositik dan anemia kekurangan besi sebagai akibat kehilangan darah
Kimia Darah ,Peningkatan kadar BUN sering terjadi pada perdarahan saluran cerna bagian atas
Terapi
Pendekatan terapi pada pasien dengan perdarahan saluran cerna adalah sebagai berikut:
1. Resusitasi dan stabilisasi hemodinamik
2. Intervensi tindakan: Endoscopic hemostatic therapy, colonoscopic removal of bleeding polyp or mass, surgical resection, sclerotherapy
3. Farmakoterapi: Epinefrin 1:10.000, proton pump inhibitor (pantoprazol dosis awal 80 mg bolus diikuti 8 mg/jam; lansoprazol 60 mg bolus diikuti 6 mg/jam), eradikasi H. pylori, penghentian penggunaan obat-obatan golongan NSAIDs, misoprostol 100 µg 3-4 kali sehari, short term treatment dengan okreotide 50 µg bolus dan 50 µg/ jam infus untuk 2-5 hari.
ASITES
Patofisiologi asites
Asites adalah penimbunan cairan yang abnormal di rongga peritoneum. Asites dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, namun yang terutama adalah sirosis hati dan hipertensi porta. Patofisiologi asites belum sepenuhnya dipahami dan diduga melibatkan beberapa mekanisme sekaligus. Teori yang diterima saat ini ialah teori vasodilatasi perifer.
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 24RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
Sirosis (pembentukan jaringan parut) di hati akan menyebabkan vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid. Akibatnya terjadi peningkatan resistensi sistem porta yang berujung kepada hipertensi porta. Hipertensi porta ini dibarengi dengan vasodilatasi splanchnic bed (pembuluh darah splanknik) akibat adanya vasodilator endogen (seperti NO, calcitone gene related peptide, endotelin dll). Dengan adanya vasodilatasi splanchnic bed tersebut, maka akan menyebabkan peningkatan aliran darah yang justru akan membuat hipertensi porta menjadi semakin menetap. Hipertensi porta tersebut akan meningkatkan tekanan transudasi terutama di daerah sinusoid dan kapiler usus. Transudat akan terkumpul di rongga peritoneum dan selanjutnya menyebabkan asites.
Selain menyebabkan vasodilatasi splanchnic bed, vasodilator endogen juga akan mempengaruhi sirkulasi arterial sistemik sehingga terjadi vasodilatasi perifer dan penurunan volume efektif darah (underfilling relatif) arteri. Sebagai respons terhadap perubahan ini, tubuh akan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik dan sumbu sistem renin-angiotensin-aldosteron serta arginin vasopressin. Semuanya itu akan meningkatkan reabsorbsi/penarikan garam (Na) dari ginjal dan diikuti dengan reabsorpsi air (H20) sehingga menyebabkan semakin banyak cairan yang terkumpul di rongga tubuh.
Penyakit yang mendasari asites
Asites dapat terjadi pada peritoneum yang normal atau peritoneum yang mengalami kelainan patologis. Jika peritoneum normal (tidak ada kelainan), maka penyebab asites adalah hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Sedangkan pada peritoneum yang mengalami kelainan patologis, penyebab asites antara lain infeksi (peritonitis bakterial/TBC/fungal, peritonitis terkait HIV dll), keganasan/karsinoma peritoneal dll.
Diagnosa asites
Dalam menegakkan suatu diagnosa selalu meliputi tiga hal yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat digali hal-hal sebagai berikut:
- Pasien mengeluh adanya pertambahan ukuran lingkar perut
- Konsumsi alkohol, adanya riwayat hepatitis, penggunaan obat intravena, lahir/hidup di lingkungan endemik hepatitis, riwayat keluarga, dll
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 25RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
- Obesitas, hiperkolesterolemia, diabetes melitus tipe 2, atau penyakit-penyakit yang dapat berkembang menjadi sirosis dll.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:
- Adanya kelainan/gangguan di hati dapat dilihat dari jaundice, eritema palmaris atau spider angioma
- Adanya hepatosplenomegali pada saat dipalpasi
- Shifting dullnes, pudle sign
- Peningkatan tekanan vena jugularis, dll.
Pada pemeriksaan penunjang, dapat digunakan metode pencitraan (USG) atau parasentesis (pengambilan cairan). Apabila dilakukan parasentesis, selain dapat mendiagnosa adanya asites, juga bermanfaat untuk melihat penyebab asites. Pada cairan yang diambil tersebut dapat dilakukan pemeriksaan sbb:
- Gambaran makroskopik: cairan yang hemoragik dihubungkan dengan keganasan, warna kemerahan dapat dijumpai pada ruptur kapiler peritoneum dll.
- Gradien nilai albumin serum dan asites: gradien tinggi (>1.1 gr/dl) terdapat pada hipertensi porta pada asites transudat, dan sebaliknya pada asites eksudat. Konsentrasi protein yang tinggi (>3 gr/dl) menunjukkan asites eksudat, sebaliknya (<3 gr/dl) menunjukkan asites transudat.
- Hitung sel: peningkatan jumlah lekosit menunjukkan adanya inflamasi. Untuk menilai asal infeksi dapat digunakan hitung jenis sel.
- Biakan kuman dan pemeriksaan sitologi.
Tatalaksana asites
Dalam menatalaksana asites transudat (akibat hipertensi porta) terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu:
- Tirah baring untuk memperbaiki efektifitas diuretika. Tirah baring akan menyebabkan aktivitas simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron menurun. Pada tirah baring, pasien tidur telentang dengan kaki sedikit diangkat selama beberapa jam setelah minum diuretika
- Diet rendah garam ringan sampai sedang untuk membantu diuresis.
- Pemberian diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron, misalnya spironolakton. Dengan pemberian diuretika diharapkan berat badan dapat turun 400-800 gr/hari.
- Terapi parasentesis, yaitu mengeluarkan cairan asites secara mekanis. Untuk setiap liter cairan asites yang dikeluarkan sebaiknya diikuti dengan substitusi albumin sebanyak 6-8 gram.
- Pengobatan terhadap penyakit yang mendasari terjadinya asites seperti penyakit hati dll
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 26RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
Komplikasi
Asites yang jika tidak dikelola dengan baik dapat berdampak komplikasi yaitu peritonitis (mengancam nyawa), sindrom hepatorenal (vasokonstriksi renal akibat aktivitas penarikan garam dan cairan dari ginjal), malnutrisi, hepatik-ensefalopati, serta komplikasi lain yang dikaitkan dengan penyakit penyebab asites.
HEPATOMA
DEFINISI
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada hepatosit dimana stem sel dari
hati berkembang menjadi massa maligna yang dipicu oleh adanya proses fibrotik maupun proses kronik
dari hati (cirrhosis). Massa tumor ini berkembang di dalam hepar, di permukaan hepar maupun
ekstrahepatik seperti pada metastase jauh.1,3,4
Tumor dapat muncul sebagai massa tunggal atau sebagai suatu massa yang difus dan sulit
dibedakan dengan jaringan hati disekitarnya karena konsistensinya yang tidak dapat dibedakan dengan
jaringan hepar biasa. Massa ini dapat mengganggu jalan dari saluran empedu maupun menyebabkan
hipertensi portal sehingga gejala klinis baru akan terlihat setelah massa menjadi besar. Tanpa pengobatan
yang agresif, hepatoma dapat menyebabkan kematian dalam 6 – 20 bulan.1,3
ETIOLOGI
Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor dan multifasik,
melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi dan proses banyak tahapan, serta peran serta banyak onkogen
dan gen terkait, mutasi multigenetik. Etiologi hepatoma belum jelas, menurut data yang ada, virus
hepatitis, aflatoksin dan pencemaran air minum merupakan 3 faktor utama yang terkait dengan timbulnya
hepatoma.2-4
1. Virus hepatitis1-6
HBV
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma terbukti kuat, baik
secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Karsinogenisitas HBV terhadap hati
mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi
HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berinteraksi
dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi
sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati.
HCV
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 27RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
Infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis hepatoma pada pasien yang bukan
pengidap HBV. Pada kelompok pasien penyakit hati akibat transfusi darah dengan anti-HCV
positif, interval antara saat transfusi hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29 tahun.
Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinfiamasi kronik dan
sirosis hati.
2. Aflatoksin
Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus.
Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin
yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme
hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB 1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen
supresor tumor p53.1-6
PATOGENESIS2,4-6,8
Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus berlanjut merupaka proses
khas dari cirrhosis hepatic yang juga merupakan proses dari pembentukan hepatoma walaupun pada
pasien–pasien dengan hepatoma, kelainan cirrhosis tidak selalu ada. Hal ini mungkin berhubungan
dengan proses replikasi DNA virus dari virus hepatitis yang juga memproduksi HBV X protein yang tidak
dapat bergabung dengan DNA sel hati, yang merupakan host dari infeksi Virus hepatitis, dikarenakan
protein tersebut merupakan suatu RNA. RNA ini akan berkembang dan mereplikasi diri di sitoplasma dari
sel hati dan menyebabkan suatu perkembangan dari keganasan yang nantinya akan mengahambat
apoptosis dan meningkatkan proliferasi sel hati. Para ahli genetika mencari gen–gen yang berubah dalam
perkembangan sel hepatoma ini dan didapatkan adanya mutasi dari gen p53, PIKCA, dan β-Catenin.
Sementara pada proses cirrhosis terjadi pembentukan nodul–nodul di hepar, baik nodul
regeneratif maupun nodul diplastik. Penelitian prospektif menunjukan bahwa tidak ada progresi yang
khusus dari nodul–nodul diatas yang menuju kearah hepatoma tetapi, pada nodul displastik didapatkan
bahwa nodul yang terbentuk dari sel–sel yang kecil meningkatkan proses pembentukan hepatoma. Sel sel
kecil ini disebut sebagai stem cel dari hati.
Sel–sel ini meregenrasi sel–sel hati yang rusak tetapi sel–sel ini juga berkembang sendiri
menjadi nodul–nodul yang ganas sebagai respons dari adanya penyakit yang kronik yang disebabkan oleh
infeksi virus. Nodul–nodul inilah yang pada perkembangan lebih lanjut akan menjadi hepatoma.2,4-6,8
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 28RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
Gambar 4. Patobiologi karsinoma hepatoseluler
MANIFESTASI KLINIS
1. Hepatoma fase subklinis 3-6
Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa
gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan
teknik pencitraan. Caranya adalah dengan gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan, teknik
pencitraan terutama dengan USG lebih dahulu, bila perlu dapat digunakan CT atau MRI. Yang
dimaksud kelompok risiko tinggi hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden tinggi
hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif; pasien dengan riwayat keluarga
hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma primer.
2. Hepatoma fase klinis 3-6
Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama yang
sering ditemukan adalah:
(1) Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut sering dating berobat
karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya
bersifat tumpul (dullache) atau menusuk intermiten atau kontinu, sebagian merasa area hati
terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga menambah regangan pada
kapsul hati. Jika nyeri abdomen bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan
ruptur hepatoma.
(2) Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati bergeser ke
atas, pemeriksaan fisik menemukan hepatomegali di bawah arkus kostae berbenjol
benjol; hepatoma segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 29RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
bawah arkus kostae kanan; hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah prosesus
xifoideus atau massa di bawah arkus kostae kiri.
(3) Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites dan gangguan fungsi hati.
(4) Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran gastrointestinal,
perut tidak bisa menerma makanan dalam jumlah banyak karena terasa begah.
(5) Letih, mengurus: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan berkurangnya masukan
makanan dll, yang parah dapat sampai kakeksia.
(6) Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika tanpa bukti
infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil.
(7) Ikterus: tampil sebagai kuningnya sclera dan kulit, umumnya karena gangguan fungsi hati,
biasanya sudah stadium lanjut, juga dapat karena sumbat kanker di saluran empedu atau
tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif.
(8) Asites: juga merupakan tanda stadium lanjut. Secara klinis ditemukan perut membuncit dan
pekak bergeser, sering disertai udem kedua tungkai.
(9) Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri bahu belakang kanan,
udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti
splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi, venodilatasi dinding abdomen dll.
Pada stadium akhir hepatoma sering timbul metastasis paru,
tulang dan banyak organ lain.3-6
(10)
DIAGNOSIS
A. Pemeriksaan laboratorium 1-6
1. Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP adalah sejenis glikoprotein, disin-tesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus, terdapat dalam
serum darah janin. Pasca partus 2 minggu, AFP dalam serum hampir lenyap, dalam serum orang normal
hanya terdapat sedikit sekali (< 25 ng/L). Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. Selain
itu teratoma testes atau ovarium serta beberapa tumor lain (seperti karsinoma gaster, paru dll.) dalam
serum pasien juga dapat ditemukan AFP; wanita hamil dan sebagian pasien hepatitis akut kandungan AFP
dalam serum mereka juga dapat meningkat.
AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoselular. Jika AFP > 500 ng/L
bertahan 1 bulan atau > 200 ng/ L bertahan 2 bulan, tanpa bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan
kehamilan dan kanker embrional kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis
ini dapat lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma. AFP sering dapat dipakai untuk menilai
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 30RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari,
umumnya pasca operasi dalam 2 bulan kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun hingga
normal, atau setelah turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi residif atau rekurensi tumor.
2. Petanda tumor lainnya
Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak spesifik untuk diagnosis sifat
hepatoma primer. Penggunaan gabungan untuk diagnosis kasus dengan AFP negatif memiliki nilai
rujukan tertemu, yang relatif umum digunakan adalah: des-gama karboksi protrombin (DCP), alfa-L-
fukosidase (AFU), gama-glutamil transpeptidase (GGT-II), CA19-9, antitripsin, feritin, CEA, dll.
3. Fungsi had dan sistem antigen antibodi hepatitis B
Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis dan latar belakang penyakit hati
lain, maka jika ditemukan kelainan fungsi hati, petanda hepatitis B atau hepatitis C positif, artinya
terdapat dasar penyakit hati untuk hepatoma, itu dapat membantu dalam diagnosis.1-6
B. Pemeriksaan pencitraan 2,6,9
1. Ultrasonografi (USG) 9
USG merupakan metode paling sering digunakan dalam diagnosis hepatoma. Ke-gunaan dari
USG dapat dirangkum sebagai berikut: memastikan ada tidaknya lesi pe-nempat ruang dalam hati; dapat
dilakukan penapisan gabungan dengan USG dan AFP sebagai metode diagnosis penapisan awal untuk
hepatoma.
2. CT-Scan
CT telah menj adi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis lokasi dan sifat
hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan ukuran
tumor dalam hati hubungannya dengan pembuluh darah penting, dalam penentuan modalitas terapi
sangatlah penting.
4. Angiografi arteri hepatika
Sejak tahun 1953 Seldinger merintis penggunaan metode kateterisasi arteri femoralis perkutan
untuk membuat angiografi organ dalam, kini angiografi arteri hepatika selektif atau supraselektif sudah
menjadi salah satu metode penting dalam diagnosis hepatoma. Namun karena metode ini tergolong
invasif, penampilan untuk hati kiri dan hepatoma tipe avaskular agak kurang baik, dewasa ini indikasinya
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 31RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
adalah: klinis suspek hepatoma atau AFP positif tapi hasil pencitraan lain negatif hasilnya; berbagai
teknik pencitraan noninvasif sulit menentukan sifat lesi penempat ruang tersebut.4
5. Tomografi emisi positron (PET)
Dewasa ini diagnosis terhadap hepatoma masih kurang ideal, namun karsinoma kolangioselular
dan karsinoma hepatoselular berdiferensiasi buruk memiliki daya ambil terhadap 18F-FDG yang relatif
kuat, maka pada pencitraan PET tampak sebagai lesi metabolisme tinggi.4
Pemeriksaan lainnya
Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk pemeriksaan patologi, biopsi kelenjar limfe supraklavikular,
biopsi nodul sub-kutis, mencari sel ganas dalam asites, perito-neoskopi dll. juga mempunyai nilai tertentu
pada diagnosis hepatoma primer.
STANDAR DIAGNOSIS
Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor China telah menetapkan standar
diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma primer.3-6
1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer.3-6
(1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem repro-duksi, penyakit
hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati mem-besar, keras dan bermassa nodular
besar atau pemeriksaan pencitraan menun-jukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.
(2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingldrkan kehamilan, tumor embrional sistem reproduksi, penyakit
hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat dua jenis pemeriksaan pencitraan
menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma atau terdapat dua petanda hepatoma
(DCP, GGT-II, AFU, CA19-9, dll) positif serta satu pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi
penempat ruang karakteristik hepatoma.
(3) Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian lesi metastatik ekstrahepatik
(termasuk asites hemoragis makroskopik atau di dalamnya ditemukan sel ganas) serta dapat
meny ing-kirkan hepatoma metastatik
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 32RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
2. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer3-6
Ia : tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor, tanpa metastasis kelenjar limfe
peritoneal ataupun jauh; Child A.
Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan <5cm, di separuh hati, tanpa emboli
tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
IIa : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan < 10 cm, di separuh hati, atau dua
tumor dengan diameter gabungan < 5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli
tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
IIb : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm, di separuh hati, atau tumor
multipel dengan diameter gabungan > 5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli
tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat emboli tumor
di percabangan vena portal, vena hepatik atau saluran empedu dan/atau Child B.
IIIa : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena porta atau vena kava
inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya; Child A atau B.
IIIb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.
X. DIAGNOSIS BANDING
1. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP positif 6,10
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 33RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
Hepatoma dengan AFP positif harus dibedakan dari kehamilan, tumor embrional kelenjar
reproduktif, metastasis hati dari kanker saluran digestif dan hepatitis serta sirosis hati dengan peninggian
AFP. Pada tumor embrional kelenjar reproduktif, terdapat gejala klinis dan tanda fisik tumor
bersangkutan, umumnya tidak sulit dibedakan; kanker gaster, kanker pankreas dengan metastasis hati.
Kanker gaster, kanker pankreas kadang kala disertai peninggian AFP, tapi konsentrasinya umumnya
relatif; rendah, dan tanpa latar belakang penyakit : hati, USG dan CT serta pemeriksaan minum barium
dan pencitraan lain sering kali dapat memperjelas diagnosis. Pada hepatitis, sirosis hati, jika disertai
peninggian AFP agak sulit dibedakan dari hepatoma, harus dilakukan pemeriksaan pencitraan hati secara
cermat, dilihat apakah terdapat lesi penempat ruang dalam hati, selain secara berkala harus diperiksa
fungsi hati dan AFP, memonitor perubahan ALT dan AFP.
2. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP negatif 6,10
Hemangioma hati. Hemangioma kecil paling sulit dibedakan dari hepatoma kecil dengan AFP
negatif, hemangioma umumnya pada wanita, riwayat penyakit yang panjang, progresi lambat, bisa tanpa
latar belakang hepatitis dan sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif, CT tunda, MRI dapat membantu
diagnosis. Pada tumor metastasis hati, sering terdapat riwayat kanker primer, zat petanda hepatitis
umumnya negatif pencitraan tampak lesi multipel tersebar dengan ukuran bervariasi. Pada abses hati,
terdapat riwayat demam, takut dingin dan tanda radang lain, pencitraan menemukan di dalam lesi terdapat
likuidasi atau nekrosis. Pada hidatidosis hati, kista hati, riwayat penyakit panjang, tanpa riwayat penyakit
hati, umumnya kondisinya baik, massa besar dan fungsi hati umumnya baik, zat petanda hepatitis negatif,
pencitraan menemukan lesi bersifat cair penempat ruang, dinding kista tipis, sering disertai ginjal
polikistik. Adenoma hati, umumnya pada wanita, sering dengan riwayat minum pil KB bertahun-tahun,
tanpa latar belakang hepatitis, sirosis hati, petanda hepatitis negatif, CT tunda dapat membedakan.
Hiperplasia nodular fokal, pseudotumor inflamatorik dll. sering cukup sulit dibedakan dari hepatoma
primer
PENATALAKSANAAN
A. Terapi operasi 2,7
Indikasi operasi eksploratif: tumor mungkin resektabel atau masih ada kemung-kinan tindakan
operasi paliatif selain reseksi; fungsi hati baik, diperkirakan tahan operasi; tanpa kontraindikasi operasi.
Kontraindikasi operasi eksploratif: umumnya pasien dengan sirosis hati berat, insufisiensi hati disertai
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 34RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
ikterus, asites; pembuluh utama vena porta mengandung trombus kanker; rudapaksa serius jantung, paru,
ginjal dan organ vital lain, diperkirakan tak tahan operasi.
Metode-metode operasi yang sering digunakan:2,7
1. Metode hepatektomi.
2. Transplantasi hati
3. Terapi operatif nonreseksi
B. Terapi lokal
Terapi lokal terdiri atas dua jenis terapi, yaitu terapi ablatif lokal dan injeksi obat intratumor.1,2,7
C. Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan 7
Kemoembolisasi arteri hepatik transkateter (TAE, TACE) merupakan cara terapi yang sering
digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut yang tidak sesuai dioperasi reseksi. Sesuai
digunakan untuk tumor sangat besar yang tak dapat direseksi; tumor dapat direseksi tapi diperkirakan tak
tahan operasi; hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi; pasca reseksi hepatoma, suspek terdapat
residif, dll. Sedangkan bila volume tumor lebih dari 70% parenkim hati, fungsi hati terganggu berat,
kondisi umum buruk, diperkirakan tak tahan terapi, semua iru merupakan kontraindikasi kemoembolisasi
arteri hepatik.7
D. Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk dengan lesi hepatoma yang relatif terlokalis medan radiasi
dapat mencakup seluruh tumor selain itu sirosis hati tidak parah, pasien mentolerir radioterapi.
Radioterapi umumnya digunakan bersama metode terapi lain seperti herba, ligasi arteri hepatik,
kemoterapi transarteri hepatik, kemoembolisasi arteri hepa dll. Sedangkan untuk kasus stadium Ianjut
dengan metastasis tulang, radiasi local dapat mengatasi nyeri. Komplikasi tersering dari radioterapi
adalah gangguan fungsi hati hingga timbul ikterus, asites hingga tak dapat menyelesaikan seluruh dosis
terapi. dapat juga memakai biji radioaktif untuk radioti internal terhadap hepatoma.2,7
E. Terapi biologis
Meliputi imunoterapi aktif nonspesifik, imunoterapi sekunder, terapi terpandu dll. tapi
efektivitasnya belun cukup meyakinkan.2,6,7
F. Terapi Paliatif
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 35RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah-lanjut (intermediate-advanced
stage) yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan meta analisis, pada stadium ini hanya TAE/TACE
(transarterialembolization / chemo embolization) saja yang menunjukkan penurunan pertumbuhan tumor
serta dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan HCC yang tidak resektabel. 2,6,7
PROGNOSIS1
Hepatoma primer jika tidak diterapi, survival rata-rata alamiah adalah 4,3 bulan. Kausa kematian
umumnya adalah kegagalan sistemik, perdarahan saluran cerna atas, koma hepatik dan ruptur hati. Faktor
yang mempengaruhi prognosis terutama adalah ukuran dan jumlah tumor, ada tidaknya trombus kanker
dan kapsul, derajat sirosis yang menyertai, metode terapi, dll. 1,2
Studi yang dilakukan oleh Yeung dkk. (1996) mendapatkan nilai median angka harapan hidup
pasien hepatoma dengan meggunakan sistem Okuda yaitu:4
Okuda stadium I 5.1 bulan
Okuda stadium II 2.7 bulan
Okuda stadium III 1.0 bulan 4
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 36RSUD KUDUS
Fauzia Latifah S 406148140
1. Desen, Wan. “ Onkologi Klinik: Edisi 2”. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal 408-23.
2. Sudoyo, Aru W., Bambang Setiohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati. “Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Jilid I, Edisi IV”. Jakarta: Pusat Penererbitan Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. 2007. Hal: 455-59
3. Axelrod, David, MD,MBA. “Hepatocellular Carcinoma” diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/197319-overview last up date: 1 Mei 2010.
4. Anonym. “Hepatocllular Carsinoma” diunduh dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Hepatoma last
up date: 15 Mei 2010.
5. Mith CS, Paauw DS. Hepatocellular carcinoma identifying and screening populations at increased
risk. Postgrad. Med. 1993 ; 94 : 71-4
6. Sallie R, Di Bisceglie AM. Viral hepatitis and hepatocellular carcinoma. Gastroenterol. Clin. N.
Am.1994, 23 : 567-9
7. Schafer DF, Sorrell MF. Hepatocellular carcinoma. Lancet 1999; 353 : 1253-7
8. Khakko Salim I, Grellier Leonie FL et al. Etiology, screening and treatment of hepatocellular
carcinoma. Med. Clin. N. Am. 1996 ; 88 : 1121-45
9. Kusumawidjaja K. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Editor Iwan Ekayuda. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. 2009. hal 467-79.
10. Media Medika Muda . “Hubungan Kadar Alfa Fetoprotein Serum Dan Gambaran Usg Pada
Karsinoma Hepatoseluler” diunduh dari:
http://www.m3undip.org/ed2/artikel_09_full_text_01.htm last up date : 5 Januari 2011.
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 31 AGUSTUS – 7 NOVEMBER 2015 Page 37RSUD KUDUS