Hemoptisis Pada Anak

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batuk darah atau hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat perdarahan pada saluran napas di bawah laring, atau perdarahan yang keluar melalui saluran napas bawah laring. Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau gejala penyakit dasar sehingga etiologi harus dicari melalui pemeriksaan yang lebih teliti. Batuk darah masif dapat diklasifikasikan berdasarkan volume darah yang dikeluarkan pada periode tertentu. Batuk darah masif memerlukan penanganan segera karena dapat mengganggu pertukaran gas di paru dan dapat mengganggu kestabilan hemodinamik penderita sehingga bila tidak ditangani dengan baik dapat mengancam jiwa. Diagnosis hemoptisis pada anak sukar dan penuh tantangan bagi para klinisi. Anak-anak cenderung menelan sputum yang mungkin bercampur darah. Oleh karena itu, hemoptisis sering luput dari perhatian orang tua dan klinisi. Kurangnya menggali riwayat penyakit dan kurangnya pemeriksaan fisik yang dilakukan sering mempersulit klinisi menentukan penyebab yang mendasari hemoptisis. Selain itu, hemoptisis sering menyebabkan ketakutan pada orang tua, keluarga bahkan bagi klinisi sendiri. Sangatlah penting menentukan 1

description

Referat Hemoptisis Pada Anak

Transcript of Hemoptisis Pada Anak

Page 1: Hemoptisis Pada Anak

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Batuk darah atau hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat perdarahan

pada saluran napas di bawah laring, atau perdarahan yang keluar melalui saluran

napas bawah laring. Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau gejala

penyakit dasar sehingga etiologi harus dicari melalui pemeriksaan yang lebih

teliti. Batuk darah masif dapat diklasifikasikan berdasarkan volume darah yang

dikeluarkan pada periode tertentu. Batuk darah masif memerlukan penanganan

segera karena dapat mengganggu pertukaran gas di paru dan dapat mengganggu

kestabilan hemodinamik penderita sehingga bila tidak ditangani dengan baik dapat

mengancam jiwa.

Diagnosis hemoptisis pada anak sukar dan penuh tantangan bagi para

klinisi. Anak-anak cenderung menelan sputum yang mungkin bercampur darah.

Oleh karena itu, hemoptisis sering luput dari perhatian orang tua dan klinisi.

Kurangnya menggali riwayat penyakit dan kurangnya pemeriksaan fisik yang

dilakukan sering mempersulit klinisi menentukan penyebab yang mendasari

hemoptisis. Selain itu, hemoptisis sering menyebabkan ketakutan pada orang tua,

keluarga bahkan bagi klinisi sendiri. Sangatlah penting menentukan faktor yang

mendasari hemoptisis dan derajat hemoptisis yang terjadi, karena akan

menentukan jenis tatalaksana dan kecepatan waktu penanganan hemoptisis untuk

mengurangi morbiditas dan mortalitas.

1.2. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang hemoptisis

yang meliputi definisi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, cara

penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis.

1

Page 2: Hemoptisis Pada Anak

BAB II

ISI

2.1 Definisi

Hemoptisis adalah ekspektorasi darah atau dahak yang berdarah, berasal

dari saluran nafas di bawah pita suara (mulai dari glotis ke arah distal). Sinonim

batuk darah ialah haemoptoe.1

Kasus hemoptisis pediatrik jarang terjadi, akan tetapi beberapa kasus yang

terjadi merupakan keadaan gawat darurat.2

2.2 Etiologi

Etiologi hemoptisis bidang pediatrik bervariasi sebagaimana halnya pada

kasus dewasa. Secara umum, hemoptisis dapat terjadi karena:

1. Hemoptisis idiopatik/primer.

Batuk darah idiopatik adalah batuk darah yang tidak diketahui

penyebabnya, dengan insiden 0,5 sampai 58% . dimana perbandingan antara

pria dan wanita adalah 2:1. Biasanya terjadi pada umur 30-50 tahun

kebanyakan 40-60 tahun dan berhenti spontan dengan suportif terapi.

2. Hemoptisis sekunder.

Batuk darah sekunder adalah batuk darah yang diketahui penyebabnya.

a. Peradangan/infeksi

- Tuberkulosis

- Pneumonia

- Bronkiektasis

- Abses paru

- Bronkitis

b. Neoplasma

c. Lain-lain

- Trombo emboli paru – infark paru.

- Mitral stenosis.

- Kelainan kongenital aliran darah paru meningkat: ASD atau VSD

2

Page 3: Hemoptisis Pada Anak

- Trauma dada.

Sedangkan pada kasus pediatrik, etiologi hemotisis terlihat pada tabel 1.

Tabel 1. Etiologi hemoptisis pada anak.1

Pada dewasa, hemoptisis sering disebabkan oleh infeksi dan keganasan yang

berkaitan dengan metastasis kanker ke paru. Sangat penting menanyakan riwayat

merokok, penggunaan obat-obatan antikoagulan dan riwayat keganasan.

Penyebab terpenting hemoptisis masif pada anak adalah bronkiektasis, TB,

CHD, aspirasi benda asing, kistik fibrosis, adenoma bronkial, DIC dan

trakeostomi.1

Infeksi pernapasan bawah akut, baik itu pneumonia atau TB, terjadi lebih

dari 40% kasus. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Coss-Bu et al,

menyebutkan bahwa pneumonia merupakan penyebab tersering terjadinya

hemoptisis pada anak dengan prevalensi 31%. Kuman penyebab terjadinya

3

Page 4: Hemoptisis Pada Anak

pneumonia pada anak berbeda berdasarkan rentang usia seperti yang terlihat pada

tabel 2. Infeksi yang terjadi pada paru menyebabkan kerusakan parenkim dan

erosi pembuluh darah sehingga menyebabkan terjadinya hemoptisis. Penyebab

lain adalah bronkiektasis yang biasanya terjadi berulang pada anak sehingga

terjadi infeksi bakteri kronik pada endobronkial dan inflamasi mukosa serta

kerusakan pertahanan mukosiliari yang pada akhirnya akan menyebabkan

inflamasi saluran nafas dan dilatasi bronkial. Kuman yang sering menjadi

penyebab seperti Streptococcus pneumoniae, Stapylococcus aureus, M.

Catarrhalis, klebsiella sp, atau Pseudomonas aeruginosa.1

Tabel 2. Organisme Penyebab pneumonia komuniti berdasarkan rentang usia.3

4

Page 5: Hemoptisis Pada Anak

Penyakit jantung kongenital (Congenital Heart Disease: CHD) dapat

merupakan sumber perdarahan yang masif pada anak. Hemoptisis pada CHD

sering terjadi bersamaan dengan penyakit obstruksi pembuluh darah pulmonal,

akan tetapi bisa juga terjadi karena adanya konjungsi dengan pembesaran sirkulasi

kolateral bronkial.1

Hemoptisis pada aspirasi benda asing terjadi karena adanya trauma terhadap

epitel saluran nafas atau karena adanya reaksi inflamasi. Tom et al, menyebutkan

bahwa aspirasi benda asing merupakan penyebab kedua tersering hemoptisis.

Neoplasma pada saluran nafas anak jarang terjadi, akan tetapi tumor parenkim

paru atau endobronkial dapat menyebabkan terjadinya perdarahan masif. Jenis-

jenis tumor yang berkaitan dengan hemoptisis seperti karsinoid bronkial, adenoma

bronkial, metastasis endobronkial, teratoma mediastinal, tumor trakeal atau

malformasi arteri vena bronkial.1

Hemoptisis juga diketahui sering terjadi sebagai komplikasi tindakan

trakeostomi. Wetmore et al menyebutkan bahwa hemoptisis terjadi pada lebih dari

10% tindakan trakeostomi jangka panjang. Bahkan Fabian dan Smitheringale

menyebutkan bahwa trakeostomi penyebab kedua tersering terjadinya hemoptisis

pada anak (terjadi pada 15,5% kasus). biasanya, karakteristik darah yang terlihat

berwarna merah muda atau warna merah pada sputum saat suction lendir saluran

nafas.4

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Jachoon et al, yang meneliti

etiologi dan gambaran hemoptisis anak pada 40 kasus, mendapatkan bahwa kasus

tersering adalah infeksi, kemudian diikuti oleh CHD, Heiner syndrome,

neoplasma, sindrome vaskulitis dan bronkiektasis (tabel 3). Pada penelitian ini

juga membagi kejadian hemoptisis berdasarkan kelompok umur, dimana

hemoptisis sendiri sering terjadi pada kelompok usia 0-15 tahun (early childhood)

diikuti usia 11-18 tahun dan 6-10 tahun pada tempat kedua dan ketiga tersering

(tabel 4). Sedangkan berdasarkan derajat hemoptisis yang terjadi, hemoptisis

ringan (mild amount) merupakan yang paling sering terjadi, diikuti hemoptisis

masif dan hemoptisis sedang pada tempat kedua dan ketiga.2

Tabel 3. Etiologi hemoptisis anak pada 40 kasus.2

5

Page 6: Hemoptisis Pada Anak

Tabel 4. Etiologi hemoptisis anak berdasarkan kelompok usia.2

Tabel 5. Etiologi hemoptisis berdasarkan derajat hemoptisis.2

6

Page 7: Hemoptisis Pada Anak

.

2.3 Patogenesis

Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi

dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi

pada jaringan paru, juga bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam

melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen

pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari perdarahan pada hemoptisis

masih diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya aneurisma

Rasmussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi

membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan

percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan

pada hemoptisis.5

Mekanisme terjadinya hemoptisis adalah sebagai berikut:

a. Radang mukosa

7

Page 8: Hemoptisis Pada Anak

Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh

darah menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup

untuk menimbulkan batuk darah.

b. Infark paru

Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme

pada pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus dan infeksi oleh jamur.

c. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler

Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar

seperti pada dekompensasi kordis kiri akut dan mitral stenosis.

d. Kelainan membran alveolokapiler

Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti pada

Goodpasture’s syndrome.

e. Perdarahan kavitas tuberkulosa

Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal

dengan aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari

cabang pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan

pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini terjadi

disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmonal.

Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif.

f. Invasi tumor ganas

g. Cidera dada

Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami

transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk

darah.

2.4 Perbedaan Hemoptisis dan Hematemesis

Untuk mengetahui penyebab hemoptisis kita harus memastikan bahwa

perdarahan tersebut berasal dari saluran pernafasan bawah, dan bukan berasal dari

nasofaring atau gastrointestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita tersebut

benar - benar batuk darah dan bukan muntah darah atau hematemesis.

8

Page 9: Hemoptisis Pada Anak

Tabel 6 memaparkan perbedaan secara klinis antara hemoptisis dan

hematemesis.

Tabel 6. Perbedaan hemoptisis dan hematemesis.6

Hemoptisis dibedakan berdasarkan derajat atau keparahannya dimana dibagi

menjadi 3 derajat yang dihitung berdasarkan produksi darah dalam 24 jam

pertama, yaitu:2

a. Derajat ringan (minimal)

Jika jumlah darah yang keluar ≤ 20 cc/24 jam.

b. Derajat sedang (moderate)

Jika jumlah darah yang keluar 21 – 100 cc/24 jam.

c. Derajat berat (massive)

Jika jumlah darah yang keluar >100 cc/24 jam.

Sementara itu World Journal of Clinical Pediatrics menyebutkan kriteria

hemoptisis masif adalah > 8 cc/kgBB/24 jam.7

9

Page 10: Hemoptisis Pada Anak

2.5 Diagnosis

Untuk mendignosis penyebab terjadinya hemoptisis diperlukan informasi

melalui riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

a. Riwayat

Sebagaimana yang dijelaskan diatas, hal pertama yang harus dilakukan

adalah memastikan perdarahan yang terjadi berasal dari saluran nafas bawah

dan bukan berasal dari saluran nafas atas atau saluran pencernaan, seperti

ditunjukan tabel 6. Riwayat penyakit yang sistematis dapat menyingkirkan

penyebab-penyebab hemoptisis.

Pada aspirasi benda asing yang perlu ditanyakan adalah riwayat tersedak

sebelumnya, serangan batuk yang keras dan tiba-tiba, hidung tersumbat, sesak

napas, stridor, hidung berair atau beringus kental dan jika berlangsung lama

akan menyebabkan bau yang tidak sedap. Selain itu, anak yang lebih besar

akan mengeluhkan nyeri saat menelan.

Jika curiga penyakit jantung bawaan, pada bayi muda akan

memperlihatkan kesulitan makan atau menyusui dan gangguan pertumbuhan

serta mudah sesak/lelah pada anak yang lebih tua.

Pada infeksi, seperti pada TB perlu ditanyakan apakah ada kontak dengan

pasien TB, demam lebih dari 2 minggu, batuk kronis dan gangguan

pertumbuhan. Pada pneumonia, perlu dicari riwayat demam, batuk, nafas

yang cepat, sering sesak dan anak yang merintih.

Jika curiga bronkiektasis, perlu dicari riwayat batuk terutama pada pagi

hari dan memberat pada siang hari, demam dan sesak. Pada kegananasan,

ditanyakan apakah ada riwayat infeksi paru berulang, demam yang hilang

timbul serta batuk yang persisten. Hemoptisis yang disebabkan oleh trauma

sering disebabkan oleh trauma pada dada atau riwayat tindakan trakeostomi.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik diawali dengan pemeriksaan tanda-tanda vital untuk

mencari adanya demam, takipnea, takikardia serta tanda-tanda hipoksia. Kulit

10

Page 11: Hemoptisis Pada Anak

dan mukosa diperiksa untuk mencari adanya sianosis, pucat, ekomimosis,

telangiektasis, gingivitis dan adanya perdarahan dari mukosa nasal dan oral.

Pemeriksaan kelenjar getah bening untuk mencari adanya pembesaran.

Pemeriksaan paru dan jantung untuk mencari adanya tanda-tanda trauma,

retraksi dinding dada, hiperinflasi, stridor, wheezing, ronki dan bising

jantung. Pemeriksaan ektrimitas mencari adanya edema, sianosis atau jari

tabuh.

Tabel 7 merangkum beberapa pendekatan diagnosis berdasarkan gejala dan

pemeriksaan pada anak dengan hemoptisis.

Tabel 7. Gambaran klinis beberapa penyebab hemoptisis.8,9,10,11

Klinis SugestifRiwayat tersedak, serangan batuk keras dan tiba-tiba, sesak nafas, hidung tersumbat, berair/ingus kental dan berbau, stidor, mengi, nyeri saat menelan.

Aspirasi Benda Asing

Batuk berdahak/kering, ronki, mengi, dispneu, demam (+)/(-), hiperinflasi dinding dada, tidak respon terhadap bronkodilator.

Bronkitis-Bronkiolitis

Demam, nafas cepat, batuk, nafas cuping hidung, kepala terangguk-angguk, merintih, retraksi, ronki.

Pneumonia

riwayat kontak pasien TB, gangguan pertumbuhan, demam ≥ 2 minggu, batuk kronis, pembengkakan kelenjar KGB, pembengkakan tulang/sendi, uji tuberkulin positif.

TB

Batuk produktif terutama pada pagi memberat siang hari, demam, sesak, mengi, ronki, jari tabuh.

Bronkiektasis

sulit makan/menyusu, sianosis, bising jantung.

Penyakit Jantung Bawaan

Infeksi paru berulang, demam berulang, batuk persisten, wheezing,

Keganasan

Riwayat trauma dada, riwayat trakeostomi.

Trauma

11

Page 12: Hemoptisis Pada Anak

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan tambahan yang dilakukan disesuaikan dengan kecurigaan

etiologi yang mendasari terjadinya hemoptisis. Pemeriksaan darah lengkap

dilakukan pada setiap anak dengan hemoptisis. Hal ini penting dilakukan,

karena anak-anak cenderung menelan darah sehingga jumlah darah yang

keluar melalui proses batuk sering menjadi rancu. Pemeriksaan prothrombin

time dan bleeding time dilakukan jika dicurigai adanya koagulopati.

Pemeriksaan dan kultur sputum dilakukan jika dicurigai adanya infeksi.

Selain itu, pemeriksaan radiografi dada dapat membantu etiologi hemoptisis,

seperti adanya infiltrat pada infeksi, unilateral air trapping dengan

hiperinflasi pada aspirasi benda asing, dapat juga ditemukan nodul pulmonal,

adenopati hilar, efusi pleura dan kardiomegali. Jika sumber perdarahan masih

belum ditemukan, dapat dilakukan bronkoskopi. Bronkoskopi terdiri dari dua

jenis: fiberoptic bronchoscopy dan rigid brochoscopy. Fiberoptic

bronchoscopy dilakukan pada anak yang lebih tua untuk memeriksa bronkus

bagian distal. Hanya saja, tindakan ini dapat mengurangi ventilasi dan tidak

bisa mengangkat bekuan darah. Rigid bronchoscopy tidak mengganggu

ventilasi dan dapat membantu menemukan lokasi perdarahan serta dapat

mengangkat benda asing yang ada pada bronkus. Tabel 8 menunjukan

beberapa temuan dari hasil bronkoskopi.1

Tabel 8. Gambaran temuan pada bronkoskopi.4

12

Page 13: Hemoptisis Pada Anak

Gambar 1 memaparkan algoritma dalam mendiagnosis hemoptisis.

Gambar 1. Algoritma diagnosis hemoptisis.1

2.6 Tatalaksana

Tatalaksana anak dengan hemoptisis tergantung dari 2 faktor penting yaitu:

penyebab yang mendasari dan derajat keparahan hemoptisis. Tujuan terapi

hemoptisis adalah mencegah asfiksiasi, menghentikan perdarahan yang terjadi dan

mengatasi etiologi penyebab.

a. Hemoptisis Minor

Tatalaksana hemoptisis minor bersifat suportif yaitu dengan:

- Menenangkan pasien dan meminta pasien untuk tidak menahan jika

ingin batuk.

13

Page 14: Hemoptisis Pada Anak

- Proteksi saluran nafas dan paru yaitu dengan: membaringkan pasien

miring pada posisi yang sakit; membersihkan jalan napas dari bekuan

darah atau pemasangan pipa endotrakeal.

- Tempatkan kantong es pada dada.

- Berikan oksigen jika pasien tampak sesak.

- Pasang cairan infus jika perlu, selain untuk memberikan cairan secara

intravena, juga sebagai jalur terapi parenteral.

- Berikan agen hemostatik oral/parenteral seperti etamyslate atau asam

tranexamat.

- Pemberian obat-obat penekan refleks batuk hanya diberikan jika

terdapat batuk berlebihan dan merangsang perdarahan lebih banyak.

- Terapi penyakit yang mendasari misalnya pemberian antibiotik pada

infeksi paru, fibrosis kistik dengan antibiotik dan kortikosteroid.

Hemoptisis terkait trakeostomi diatasi dengan memodifikasi teknik

suction, tuberkulosis dengan pemberian OAT.1,12

b. Hemoptisis Masif.

Hemoptisis masif sering dengan cepat berkembang menjadi distres

pernafasan akut pada anak. Keadaan ini memerlukan prosedur multipel untuk

menstabilkan jalan nafas serta mengontrol perdarahan yang terjadi. Cairan

intravena dan transfusi darah diberikan untuk mencegah kolaps

kardiovaskular. Jika sumber perdarahan terjadi pada satu sisi paru, miringkan

pasien pada sisi tersebut untuk mencegah aspirasi darah pada paru yang sehat

dan dilakukan intubasi pada sisi paru yang sehat. Beberapa pilihan tindakan

pada hemoptisis masif adalah endoskopi dengan menggunakan balon,

vasokonstriktor topikal, laser dengan Nd-YAG atau CO2, endoskopi disertai

eksisi tumor,embolisasi transkateter dan lobektomi. Algortima tatalaksana

hemoptisis dipaparkan pada gambar 2.1

14

Page 15: Hemoptisis Pada Anak

Gambar 2. Algoritma managemen hemoptisis.1

2.7 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptosis, yaitu

ditentukan oleh tiga faktor : 5,11

1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran

pernapasan.

2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptosis dapat

menimbulkan renjatan hipovolemik.

3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke

dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.

Penyulit hemoptisis yang biasanya didapatkan :

1. Bahaya utama batuk darah ialah terjadi penyumbatan trakea dan saluran

napas, sehingga timbul sufokasi yang sering fatal. Penderita tidak tampak

anemis tetapi sianosis, hal ini sering terjadi pada batuk darah masif.

15

Page 16: Hemoptisis Pada Anak

2. Pneumonia aspirasi merupakan salah satu penyulit yang terjadi karena darah

terhisap ke bagian paru yang sehat.

3. Karena saluran nafas tersumbat, maka paru bagian distal akan kolaps dan

terjadi atelektasis.

4. Bila perdarahan banyak, terjadi hipovolemia. Anemia timbul bila

perdarahan terjadi dalam waktu lama.

2.8 Prognosis

Pada hemoptosis idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita

mengalami hemoptosis yang rekuren. Sedangkan pada hemoptisis sekunder ada

beberapa faktor yang menentukan prognosis : 5,11

1. Hemoptisis yang terjadi pertama kali mempunyai prognosis yang lebih baik.

2. Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptisis.

3. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk

menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita.

a. Hemoptisis < 100 cc/24 jam prognosa baik

b. Hemoptisis masif prognosa buruk.

16

Page 17: Hemoptisis Pada Anak

BAB III

KESIMPULAN

1. Hemoptisis merupakan ekspektorasi darah atau dahak yang berdarah, yang

berasal dari saluran nafas di bawah yang disebabkan oleh berbagai macam

etiologi.

2. Hemoptisis pada anak sering disebabkan oleh infeksi, aspirasi benda asing,

bronkiektasis dan penyakit jantung bawaan.

3. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi paru pada anak adalah M.

Tuberculosis, Escherichia colli, Group B streptococci, Chlamydia

trachomatis, M. pneumoniae, S. pneumoniae, Adenovirus, influenza virus dan

parainfluenza virus.

4. Patogenesis terjadinya hemoptisis berkaitan dengan pecahnya pembuluh

darah bronkial atau alveolar yang bisa disebabkan oleh radang mukosa, infark

paru, perdarahan kavitas tuberkulosa, invasi tumor dan cidera dada.

5. Pemeriksaan penunjang pada kasus hemoptisis seperti pemeriksaan darah

lengkap, prothrombin time dan bleeding time, pemeriksaan kultur sputum,

pemeriksaan radiologi dan bronkoskopi.

6. Tatalaksana hemoptisis meliputi tatalaksana suportif dan etiologis.

Tatalaksana suportif bersifat simtomatis. Tatalaksana etiologis untuk

mengatasi penyebab terjadinya hemoptisis misalnya pemasangan balon, eksisi

tumor, embolisasi transkateter dan lobektomi.

7. Komplikasi hemoptisis meliputi asfiksia, aspirasi dan syok hipovolemik.

8. Prognosis dari hemoptisis ditentukan oleh tingkatan hemoptisis, macam

penyakit dasar dan cepatnya tindakan yang dilakukan.

17

Page 18: Hemoptisis Pada Anak

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Gaude, GS. Hemoptysis in children. Indian Pediatrics 2010;47:245-252.

2. Sim J, Kim H, Lee H, Ahn K, Lee SI. Etiology of hemoptysis in children: a

single institutional series of 40 cases. The Korean Academy of Asthma, Allergy

and Clinical Immunilogy 2009:41-44.

3. Ostapchuc M, Roberts DM, Haddy R. Community-acquired pneumonia in

infants and children. The American Family Physician 2004;70:900.

4. Batra PS, Holinger LD. Etiology and management of pediatric hemoptysis.

American Medical Association 2001;127:377-382.

5. Arief N. Kegawatdaruratan Paru. Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu

Kedokteran Respirasi FKUI. 2009.

6. Bidwell JL, Pachner RW. Hemoptysis: diagnosis and management. The

American Family Physician 2005;72:1255.

7. Singh D, Bhalia AS, Veedu PT, Arora A. Imaging evaluation of hemoptysis in

children. World Journal of Clinical Pediatrics. 2013;2:54-55.

8. Kliegman RM, Stanton BF, Geme JW, Schor NF, Behrman RE. Nelson

Textbook of Pediatric. Ed ke-19. Philadelphia: Elsevier, Inc; 2011. hlm. 1459,

1503.

9. WHO. Buku Saku: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. Jakarta:

IDAI; 2009. hlm. 85-86.

10. Rizzardi G, Bertolaccini L, Terzi A. Bronchial carcinoid in children.

European Oncology and Haematology 2011;7:196-199.

11. Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto D. Buku Ajar Respirologi Anak. Ed 1.

Jakarta: IDAI; 2008. hlm. 469, 483.

12. Parillo JE, Dellinger RP. Critical care medicine: Priciples of Diagnosing and

Management in the Adults. Ed ke-4. Philadelphia: Elsevier, Inc; 2013.

18